• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Penerima Jaminan Fidusia Dalam Bentuk Daftar Piutang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Penerima Jaminan Fidusia Dalam Bentuk Daftar Piutang"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Sebagai lembaga keuangan berorientasi bisnis, bank melakukan berbagai transaksi1. Transaksi perbankan yang paling utama di antaranya menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan (funding) dan menyalurkan kembali pada masyarakat dalam bentuk fasilitas kredit (lending). Transaksi tersebut merupakan fungsi bank yang disebut sebagai fungsi intermediary antara masyarakat yang kelebihan dana dan masyarakat yang memerlukan dana.2

Dari berbagai macam usaha perbankan, kredit merupakan kegiatan bisnis perbankan yang mendominasi. Hal ini wajar mengingat dari kredit inilah sumber pendapatan terbesar bank, yaitu hasil yang diperoleh dari bunga (interest) atas kredit yang disalurkan kepada masyarakat (debitur). Namun demikian tujuan bisnis bank untuk memperoleh keuntungan (profitability) harus diimbangi dengan adanya unsur keamanan (safety).Mengingat pemberian kredit tersebut juga mempunyai risiko yang cukup tinggi baik bagi bank maupun nasabah penyimpan dana (degree of risk).3 Berkaitan dengan pemberian kredit oleh bank kepada debitur tentu mengandung risiko bagi bank. Risiko di sini adalah risiko dari kemungkinan ketidakmampuan dari 1Transaksi adalah kegiatan yang menimbulkan hak atau kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih, termasuk kegiatan pentrasferan dan/atau pemidahbukuan dana yang dilakukan oleh penyedia jasa keuangan” Z. Dunil, Kamus Istilah Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), hal.191.

2Try Widiyono, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hal.1.

3

(2)

debitur untuk membayar angsuran atau melunasi kreditnya karena sesuatu hal tertentu yang tidak dikehendaki.4

Pihak bank sebagai kreditur dalam memberikan kredit tentu saja tidak hanya dapat bergantung dengan perjanjian kredit yang dibuat antara kreditur dan debitur. Agar lebih memberikan rasa aman kepada bank, maka debitur diwajibkan untuk memberikan jaminan5 kepada kreditur apabila debitur wanprestasi atau debitur tidak sanggup untuk melunasi seluruh hutangnya kepada kreditur. Oleh karena itu sebaiknya dibuatlah suatu perjanjian tambahan mengenai jaminan tersebut. Jika di samping perjanjian yang telah ada, tidak ada perjanjian tambahan apa pun maka sesuai dengan Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUHPerdata kreditur yang bersangkutan bukanlah kreditur yang diistimewakan.

Adanya jaminan ini timbul karena adanya perjanjian yang khusus diadakan antara kreditur dan debitur yang dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan atau jaminan yang bersifat perorangan. “Jaminan yang bersifat kebendaan ialah adanya benda tertentu yang dipakai sebagai jaminan, sedangkan jaminan yang bersifat perorangan ialah adanya orang tertentu yang sanggup membayar atau memenuhi prestasi manakala debitur wanprestasi.”6

Oleh karena itu, jaminan merupakan tindakan preventif untuk mengamankan hutang debitur yang telah diberikan oleh kreditur yaitu dengan cara menjaminkan

4Hermansyah, “Hukum Perbankan Nasional Indonesia”, (Jakarta: Kencana, 2005), hal.57. 5Jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan”, Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, (Yogyakarta: Liberty,1984), hal.50. Di samping itu, jaminan juga dapat diartikan dengan menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum jaminan erat sekali dengan hukum benda”, Mariam Darus Badrulzaman,Bab-bab tentang Creditverband, Gadai, dan Fiducia, (Bandung: Alumni, 1987), hal.227-265.

(3)

kekayaan debitur agar debitur memenuhi kewajiban untuk membayar kembali atau dengan adanya kesanggupan pihak ketiga untuk memenuhi prestasi debitur.7

Jaminan fidusia yang merupakan objek penulisan tesis ini, termasuk ke dalam ruang lingkup jaminan yang bersifat kebendaan. “Jaminan yang bersifat kebendaan memberikan hak-hak kepada kreditur untuk didahulukan dalam mengambil pelunasan daripada kreditur-kreditur lain, atas hasil penjualan suatu benda tertentu atau sekelompok benda tertentu, yang secara khusus diperikatkan”.8

Mengenai jaminan ini juga diperkuat dalam Pasal 1132 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.

Semula jaminan fidusia tidak diatur dalam undang-undang, melainkan hanya diatur dengan yurisprudensi,9 jaminan fidusia ini dahulu dikenal dengan Fiduciare Eigendom Overdracht (FEO). Lembaga ini muncul karena adanya kebutuhan dari masyarakat sendiri di samping pengaruh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang lazim disebut Undang-Undang

7Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1996), hal.201.

8J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2002), hal.17.

9

(4)

Pokok Agraria.10Masyarakat menganggap prosedur fidusia lebih mudah, lebih luwes, biaya murah, selesainya cepat dan meliputi benda bergerak dan tidak bergerak, namun untuk menjamin kepastian hukum serta agar mampu memberikan jaminan hukum bagi pihak yang berkepentingan, lembaga jaminan fidusia ini harus dituangkan dalam suatu peraturan yang jelas dan lengkap. Maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang berusaha menampung kebutuhan masyarakat.

Definisi, eksistensi Lembaga Jaminan Fidusia, maupun ruang lingkupnya telah diatur dengan adanya Undang-Undang nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia memberikan pengertian fidusia sebagai berikut: “fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda”.

Rumusan tersebut dapat diketahui bahwa pengalihan hak milik atas suatu barang bergerak yang dijaminkan hanya sebatas secara kepercayaan. Pengalihan secara kepercayaan merupakan perbuatan abstrak yang dilandasi oleh alam pemikiran barat, seolah-olah barang itu sebagai milik kreditur selama perjanjian hutang piutang belum berakhir.11

Sedangkan yang dimaksud dengan jaminan fidusia juga dijelaskan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia sebagai berikut:

10

Ibid, hal.76.

(5)

“Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.”

Definisi tersebut di atas jelas memberikan pengertian bahwa fidusia berbeda dengan jaminan fidusia, di mana fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan sedangkan jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia. Perjanjian jaminan fidusia bukan suatu hak jaminan yang lahir karena undang-undang melainkan harus diperjanjikan terlebih dahulu antara bank dengan nasabah debitur, oleh karena itu fungsi yuridis pengikatan jaminan fidusia lebih bersifat khusus jika dibandingkan jaminan yang lahir berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata.12Jaminan fidusia terbentuk melalui proses 3 fase yaitu :13

1. Fase Perjanjian Obligatoir (Obligatoir Overeenkomst)

Proses jaminan fidusia diawali oleh adanya suatu perjanjian obligatoir (Obligatoir Overeenkomst). Perjanjian tersebut merupakan perjanjian pinjam uang berupa kredit dengan jaminan fidusia di antara pihak pemberi fidusia (debitur) dengan pihak penerima fidusia (kreditur).

2. Perjanjian Kebendaan (Zakelijke Overeenkomst)

Perjanjian kebendaan tersebut berupa penyerahan hak milik dari debitur kepada kreditur, dalam hal ini dilakukan dengan caraconstitutum prosessorium, yakni penyerahan hak milik tanpa menyerahkan fisik benda.

12Tan Kamelo, “Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan”, (Bandung: PT. ALumni, 2006), hal.187-188.

(6)

3. Fase Perjanjian Pinjam Pakai (Bruiklening)

Dalam fase ketiga ini dilakukan pinjam pakai, dalam hal ini hak milik atas benda jaminan fidusia sudah berpindah ke tangan kreditur.

Objek yang dapat diberikan jaminan fidusia adalah berupa benda, yang dimaksud dengan benda tersebut diuraikan dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu :

“Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik”.

Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia juga dijelaskan bahwa “jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian”. Ini berarti benda tersebut demi hukum akan dibebani dengan jaminan fidusia pada saat benda dimaksud menjadi milik pemberi fidusia. Pembebanan jaminan fidusia tersebut tidak perlu dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri, hal ini karena atas benda tersebut sudah dilakukan pengalihan hak.14

Hal utama yang perlu diperhatikan ialah pengertian piutang dalam Pasal 9 Ayat (1) di atas, piutang tersebut harus jelas piutang yang mana, karena kantor

(7)

pendaftaran fidusia tidak akan dapat mendaftarkan suatu jaminan fidusia jika tidak secara tegas menyebutkan benda yang dijadikan jaminan fidusia tersebut. Jika objek yang dijadikan jaminan fidusia berupa piutang, maka piutang tersebut harus tegas dan jelas.15

Piutang adalah hak untuk menerima pembayaran.16 Dalam kehidupan sehari-hari, terlebih dalam dunia perdagangan piutang dikenal seperti piutang biasa, wesel, cheque, promes, cognossement, dan lain-lain. Sebagian piutang-piutang tersebut, sengaja atau dalam hal-hal tertentu disyaratkan oleh undang-undang dibuat dalam bentuk tertulis. Piutang-piutang tersebut ada yang berupa piutang atas sejumlah uang tertentu dan atau atas sejumlah barang tertentu.

Untuk memberikan pemahaman yang cukup, maka perlu dikemukakan berbagai hal yang berkaitan dengan agunan kredit berupa piutang yaitu sebagai berikut:17

a. Dalam praktik pendaftaran fidusia, terdapat kantor pendaftaran fidusia yang hanya menerima piutang dalam suatu daftar yang pasti. Artinya, jika tidak terdapat piutang yang secara pasti telah ada, maka kantor pendaftaran fidusia setempat tidak bersedia untuk mendaftar. Termasuk dalam hal ini adalah termin-termin proyek yang belum terdapat hak menagih dari debitur, tidak dapat dijadikan jaminan fidusia.

15

Try Widiyono, Op.Cit, hal.207.

(8)

b. Sekalipun piutang dari debitur tersebut telah diikat dalam suatu jaminan fidusia yang terdapat dalam daftar berupa lampiran sertipikat jaminan fidusia, maka pada praktik, atas piutang yang telah diikat, tidak mempunyai nilai likuidasi karena hutang tersebut telah lunas. Hal ini terjadi karena daftar piutang yang didaftarkan adalah daftar piutang yang ada pada saat daftar dibuat. Padahal dalam siklus usaha, piutang itu akan selalu bergulir setiap saat, terutama piutang-piutang yang timbul karena hasil penjualan dari inventory. Idealnya, memang setiap perubahan daftar piutang itu dilakukan pendaftaran ulang karena adanya perubahan daftar yang terdapat dalam sertipikat fidusia, tetapi kreditur (bank) tidak mungkin dapat melakukan pendaftaran ulang secara terus menerus setiap saat jika terjadi perubahan daftar piutang.

Sebagai contoh perusahaan pembiayaan (multifinance) sebagai debitur, dalam menerima fasilitas kredit dari perbankan, lazimnya memberikan jaminan berupa piutang konsumen (end user) yang dituangkan dalam bentuk daftar piutang dan berpotensi mengalami masalah seperti “dalam praktek perbankan, sifat kebendaan dan karakteristik jaminan fidusia berpotensi menyulitkan kreditur, mulai dari proses pengikatannya, pendaftaran, pengawasan dan eksekusi terutama piutang”.18

Berbeda dengan proses hak tanggungan yang pengikatannya bisa mengandalkan informasi tentang pendaftaran hak atas tanah, pengalihan hak atas tanah dan pembebanan hak atas tanggungan dalam buku tanah yang ada di kantor

(9)

pertanahan, pengikatan jaminan fidusia hanya dapat mengandalkan informasi yang ada dalam lampiran jaminan fidusia yang dibuat debitur selaku pemberi jaminan fidusia.

Hal tersebut membuka peluang timbulnya pengikatan ganda atas objek jaminan fidusia yang sama. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa, “Pemberi Fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia yang sudah terdaftar”. Dalam praktek, kantor pendaftaran fidusia dapat menerbitkan sertipikat jaminan fidusia untuk beberapa kreditur atas pendaftaran objek jaminan fidusia yang sama, apalagi sejak diberlakukannya Surat Edaran Dirjen AHU tertanggal 5 Maret 2013, Nomor AHU-06.OT.03.01 Tahun 2013 mengenai Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia secara Elektronik(Online System).

(10)

Di samping permasalahan tentang sistem pendaftaran fidusiaonline, ada juga masalah yang sering menimbulkan masalah yuridis adalah ketika pihak debitur lalai atau bahkan tidak mampu melakukan pembayaran atau pengembalian dana yang dipinjamnya kepada pihak kreditur. Debitur yang lalai atau bahkan tidak mampu membayar hutangnya kepada keditur ini biasanya karena dia mengalami kerugian sehingga debitur cidera janji dan melanggar kesepakatan yang telah mereka buat.19

Menurut Tan Kamelo, bahwa dari isi akta jaminan fidusia, pengaturan tentang wanprestasi debitur pada prinsipnya dapat dikategorikan dalam 3 hal yaitu:20

1) Debitur pemberi jaminan fidusia dikatakan wanprestasi apabila tidak membayar jumlah hutang kepada bank berdasarkan perjanjian kredit sesuai waktu yang ditentukan, dalam hal ini tidak ditentukan apakah wanprestasi tersebut didahului oleh pernyataan lalu dengan cara peneguran kepada kreditur.

2) Debitur pemberi jaminan fidusia dikatakan wanprestasi apabila dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar hutang kepada bank dan cukup dibuktikan dengan lewatnya waktu yang ditentukan dalam perjanjian kredit tanpa perlu adanya surat teguran dari juru sita atau surat sejenis lainnya.

3) Masalah wanprestasi tidak ada diatur sama sekali dalam akta perjanjian jaminan fidusia cukup diatur dalam perjanjian pokoknya.

Jaminan dalam bentuk daftar piutang merupakan jaminan yang akan diperoleh pada saat yang akan datang, oleh karena itu jaminan dalam bentuk daftar piutang sangatlah besar risikonya, karena ada kemungkinan bahwa pihak ketiga tidak membayar hutangnya kepada kreditur. Apabila hal itu terjadi maka debitur juga akan mengalami kesulitan untuk menjalankan usahanya. Sedangkan di dalam akta jaminan

19

Wawancara dengan Mercy Brilliant Zebua, Analis Legalitas Kredit Bank Central Asia, pada hari Selasa, tanggal 3 Juni 2014.

(11)

fidusia sendiri tidak dijelaskan mengenai wanprestasi yang dilakukan oleh pihak ketiga (pihak yang namanya termasuk dalam daftar piutang).

Tahap awal dari proses terjadinya fidusia daftar piutang ini adalah dengan diadakannya perjanjian hutang-piutang antara debitur dengan kreditur yang merupakan perjanjian pokok, dan untuk menjamin lebih terjaminnya pelunasan hutang yang harus dibayar oleh debitur ke kreditur maka debitur diwajibkan untuk memberikan jaminan fidusia, dalam hal ini yang dijadikan jaminan adalah daftar piutang. Oleh karena itu perjanjian fidusia merupakan perjanjian ikutan (accesoir), yang tidak mungkin berdiri sendiri tetapi harus mengikuti perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian hutang piutang.

Selain permasalahan di atas, dalam pemberian jaminan fidusia dalam bentuk daftar piutang dapat terjadi kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan pihak yang namanya termasuk dalam daftar piutang tidak dapat membayar hutangnya kepada pemberi fidusia karena terjadinya penurunan kondisi ekonomi, atau bisa juga karena terjadinya kerugian. Selain itu bisa juga pihak yang namanya termasuk dalam daftar piutang wanprestasi atau cidera janji dalam pembayaran hutangnya tersebut kepada pemberi fidusia.

(12)

untuk melakukan pengawasan terhadap objek jaminan fidusia daftar piutang tersebut, sehingga dapat mencegah terjadinya kerugian.

Pemberian jaminan fidusia dalam bentuk daftar piutang mempunyai risiko yang sangat besar, dan kreditur akan lebih terjamin jika menggunakan jaminan perseorangan, yang dapat memberikan kepastian hukum bahwa debitur akan membayar hutangnya kepada kreditur hanyalah perjanjian kredit yang dibuat dan akta jaminan fidusia yang dibuat secara otentik, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yaitu pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. Menurut Sudikno Mertokusumo, fungsi akta adalah untuk kesempurnaan perbuatan hukum (formalita causa), dan sebagai alat bukti (probationis causa).21

Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu diteliti dalam sebuah penulisan tesis dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Penerima Jaminan Fidusia Dalam Bentuk Daftar Piutang”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kedudukan hukum daftar piutang sebagai jaminan fidusia?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia dalam bentuk daftar piutang?

(13)

3. Bagaimana tanggung jawab pemberi fidusia terhadap penerima fidusia apabila pihak yang namanya termasuk dalam daftar piutang wanprestasi kepada pemberi fidusia?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kedudukan hukum daftar piutang sebagai jaminan fidusia. 2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan

fidusia dalam bentuk daftar piutang.

3. Untuk mengetahui tanggung jawab pemberi fidusia terhadap penerima fidusia apabila pihak yang namanya termasuk dalam daftar piutang wanprestasi kepada pemberi fidusia.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini merupakan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum dalam bidang hukum jaminan, khususnya mengenai perjanjian jaminan fidusia dalam bentuk daftar piutang.

2. Secara Praktis

(14)

b. Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai referensi bagi lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank, dalam memberi kredit ataupun dalam membiayai pembelian atas barang yang dapat dibebankan fidusia serta memberikan masukan kepada pemerintah dalam penyempurnaan peraturan atau ketentuan-ketentuan yang telah ada.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dan secara khusus di lingkungan Pascasarjana Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara penelitian tentang “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Penerima Jaminan Fidusia Dalam Bentuk Daftar Piutang”, belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Adapun judul-judul penelitian terdahulu yang membahas tentang jaminan fidusia, antara lain: 1. Amelia Kosasih, NIM: 017011072, mahasiswa Magister Kenotariatan Program

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul: “Perlindungan Hak Kreditor Dengan Jaminan Fidusia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia”, permasalahan yang diteliti yaitu:

1) Bagaimana akibat hukumnya apabila akte jaminan fidusia tidak didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia sebagai kewajiban kreditor?

(15)

3) Bagaimana perlindungan hak kreditor dengan jaminan fidusia berdasarkan UUJF?

2. Rahmat Setiadi, NIM: 097011007, mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul: “Resiko Hukum Atas Cessie Tagihan Piutang Sebagai Jaminan Kredit Pada Perusahaan Pembiayaan (Studi Pada PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) Cabang Medan)”, permasalahan yang diteliti yaitu:

1) Bagaimanakah kedudukan hukum cessie (tagihan piutang) sebagai jaminan hutang pada lembaga pembiayaan PT. Permodalan Nasional Madani, (Persero) cabang Medan?

2) Bagaimanakah prosedur pemberian kredit dengan cessie (tagihan piutang) sebagai jaminan pada PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) cabang Medan?

3) Bagaimanakah resiko yang di timbulkan atascessie (tagihan piutang) sebagai jaminan kredit pada perusahaan pembiayaan PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) cabang Medan?

(16)

1) Apakah faktor-faktor penyebab lembaga pembiayaan melakukan perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan?

2) Bagaimana kedudukan hukum perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan?

3) Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan, jika terjadi wanprestasi?

Dari judul-judul penelitian di atas, maka dapat diketahui bahwa belum ada yang membahas secara khusus tentang Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Penerima Jaminan Fidusia Dalam Bentuk Daftar Piutang. Dengan demikian, penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian yang baru dan keaslian dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara keilmuan akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.22

(17)

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.23

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perlindungan hukum, yaitu suatu perlindungan yang diberikan oleh perangkat hukum yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang bersifat tertulis maupun tidak tertulis yang diberikan terhadap subjek hukum dengan tujuan memberikan suatu rasa aman, damai, tertib dan pasti dalam kehidupan sehari-hari subjek hukum.24

Perlindungan hukum yang dimaksud di sini adalah perlindungan hukum yang diberikan kepada bank dalam kedudukannya sebagai kreditur dengan menggunakan perangkat hukum tertulis yang dapat menjelaskan bagaimana bank dapat mempertahankan hak-haknya atas benda jaminan fidusia berupa daftar piutang dan memperoleh pertanggungjawaban dari debitur sepenuhnya apabila pihak yang namanya termasuk dalam daftar piutang melakukan wanprestasi.

Selain itu kerangka teori yang digunakan dalam menelaah perlindungan hukum terhadap penerima fidusia dalam perjanjian fidusia didasarkan pada teori keadilan dari John Rawls yang dikenal dengan teori Rawls bahwa Hukum sebagai Justice as Fair.25 Melalui teori Rawls, bagaimanapun juga, cara yang adil untuk

23Ibid, hal.27.

24Otje Salman, Teori Hukum (Suatu Pencarian/Penelaahan), (Jakarta: Renada Media, 2007), hal.19.

(18)

mempersatukan berbagai kepentingan adalah dengan tanpa memberikan perhatian istimewa terhadap kepentingan itu sendiri.

Teori Rawls,26 memberikan dua prinsip keadilan di dalamnya yakni prinsip kebebasan dan prinsipfair. Prinsip kebebasan bahwa setiap orang berhak mempunyai kebebasan yang terbesar asal tidak menyakiti orang lain. Selanjutnya, dengan prinsip fair bahwa ketidaksamaan sosial dan ekonomi dianggap tidak adil kecuali jika ketidaksamaan ini menolong seluruh masyarakat.

Berdasarkan pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 alinea keempat yang berbunyi: “kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia”. Ketentuan ini merupakan landasan hukum dalam upaya melindungi segenap bangsa Indonesia, tidak terkecuali bagi orang-orang yang melakukan perbuatan hukum tertentu seperti dalam hal kredit.

Dalam perjanjian fidusia terdapat dua pihak yang terlibat, yaitu penerima fidusia sebagai pihak yang membiayai atau memberikan kredit (kreditur) dan pihak pemberi fidusia sebagai pihak yang menerima kredit (debitur). Pihak kreditur penerima fidusia dalam kaitannya dengan tulisan ini adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia. Sedangkan yang dimaksud dengan debitur pemberi fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Apabila berbicara mengenai perjanjian fidusia, tidak terlepas dari perjanjian

(19)

pokoknya, yang dalam hal ini adalah perjanjian pembiayaan. Di samping itu, perjanjian fidusia tersebut dapat yang dibuat secara otentik maupun di bawah tangan, yang juga tidak terlepas dari konsep perjanjian yang secara mendasar sebagaimana termuat dalam Pasal 1319 KUHPerdata, yang menegaskan semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam KUHPerdata. Ketentuan yang mengatur mengenai perjanjian terdapat di dalam Buku III KUHPerdata, yang memiliki sifat terbuka artinya ketentuan-ketentuannya mengatur saja.

Sifat terbuka dari KUHPerdata ini tercermin dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata yang mengandung azas kebebasan berkontrak, maksudnya setiap orang bebas untuk menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat di dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Suatu perjanjian pada dasarnya harus memuat beberapa unsur perjanjian yaitu:27

a. unsuressentialia, sebagai unsur pokok yang wajib ada dalam perjanjian, seperti identitas para pihak yang harus dicantumkan di dalam suatu perjanjian;

(20)

c. unsur accidentialia, yaitu unsur tambahan yang diberikan oleh para pihak dalam perjanjian.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa perjanjian dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami dan menyusun mengenai perjanjian kredit. Perjanjian kredit tidak secara khusus diatur dalam KUHPerdata tetapi termasuk dalam perjanjian bernama di luar KUHPerdata.

Perjanjian kredit dilandaskan oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata Bab XII Buku III karena perjanjian kredit mirip dengan perjanjian pinjam uang. Menurut Pasal 1754 KUHPerdata yang berbunyi: pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula.28

Menurut Subekti, memberikan suatu barang sebagai jaminan kredit berarti melepaskan sebagian kekuasaan atas barang tersebut.29 Kekuasaan yang dimaksud bukanlah melepaskan kekuasaan benda ekonomis melainkan secara yuridis, artinya pemberi fidusia tetap memiliki hak ekonomis atas benda yang dijaminkannya itu, akan tetapi pemberi fidusia tersebut tidak dapat mengalihkan maupun mengagunkan benda yang dijaminkannya itu kepada pihak lain sebelum kewajibannya terhadap kreditur penerima fidusia terpenuhi. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan

(21)

bahwa benda jaminan masih dapat dipergunakan oleh si pemberi fidusia untuk melanjutkan usaha bisnisnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dalam perjanjian jaminan fidusia, konstruksi yang terjadi adalah pemberi jaminan fidusia bertindak sebagai pemilik manfaat, sedangkan penerima jaminan fidusia bertindak sebagai pemilik yuridis.

Benda yang dijadikan jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik berwujud maupun tidak berwujud, yang terdaftar maupun tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak bergerak, yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan atau hipotik.30 Berbeda halnya dengan objek fidusia, benda jaminan dalam hak tanggungan adalah hak atas tanah berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah negara. Pembebanan hak tanggungan dapat juga dilakukan terhadap hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah dan milik pemegang hak atas tanah tersebut.31 Secara teoritis konseptual hak tanggungan hanya dibebankan atas tanah saja, sedangkan benda-benda yang ada di atasnya bukan merupakan benda bagian dari tanah melainkan benda yang memiliki status hukum tersendiri.32 Ini berarti, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan pada prinsipnya menganut asas pemisahan horizontal. Pengecualian atas asas tersebut hanya dimungkinkan apabila bangunan/rumah yang ada di atas tanah tersebut adalah

30Rumusan pengertian benda dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia. Bandingkan dengan Pasal 1131 KUHPerdata.

31

(22)

kepunyaan dari pemilik hak atas tanah. Dalam teori hukum pun dapat dibenarkan bahwa asas itu memiliki sifat pengecualian. Dalam teori hukum tanah yang dianut Undang-Undang Pokok Agraria, antara tanah dan bangunan/rumah yang ada di atasnya adalah terpisah satu sama lain.

Hak kebendaan dari jaminan fidusia baru lahir sejak dilakukan pendaftaran pada kantor pendaftaran fidusia dan sebagai buktinya adalah diterbitkannya sertipikat jaminan fidusia.33 Konsekuensi yuridis dari tidak didaftarkannya jaminan fidusia adalah perjanjian jaminan fidusia bersifat perseorangan (persoonlijke karakter). Oleh karena itu, proses pembuatan jaminan fidusia harus dilakukan secara sempurna mulai dari tahap perjanjian kredit, pembuatan akta jaminan fidusia oleh notaris dan diikuti dengan pendaftaran akta jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia. Tahapan proses perjanjian jaminan fidusia tersebut memiliki arti yang berbeda sehingga memberi karakter tersendiri dengan segala akibat hukumnya. Pengalihan jaminan fidusia diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang berbunyi sebagai berikut:

1) Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur baru.

2) Beralihnya jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didaftarkan oleh Kreditur baru kepada kantor pendaftaran fidusia.

(23)

Sehingga pengalihan perjanjian pokok dalam mana diatur hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia, mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur baru. Selanjutnya kreditur baru harus mendaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia.

Penghapusan jaminan fidusia diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, bunyinya hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia, pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia, dan musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Perjanjian fidusia, seperti halnya dengan perjanjian, yaitu bersifat acessoir, maka perjanjian/hak fidusia hapus dapat disebabkan oleh hapusnya perikatan pokoknya, yaitu perjanjian kredit atau perjanjian hutang piutang yang mendahuluinya. Selain itu, jaminan fidusia juga hapus karena pelepasan hak jaminan fidusia oleh penerima fidusia, termasuk musnahnya benda yang manjadi objek jaminan fidusia.34

Uraian di atas memberikan pemahaman bahwa suatu perjanjian kredit sangatlah membutuhkan adanya suatu perlindungan hukum, baik bagi si kreditur maupun debitur. Bagi kreditur, salah satunya adalah adanya jaminan, yang dapat dibuat dengan perjanjian jaminan fidusia, yang merupakan suatu perjanjian jaminan yang tunduk pada asas konsensualisme, yang dianut oleh KUHPerdata.

Pengertian konsensualisme adalah perjanjian sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah mengikat dan mempunyai kekuatan hukum pada detik

(24)

tercapainya kata sepakat mengenai apa yang telah diperjanjikan antara kreditur dan debitur. Kata sepakat mengenai kredit antar kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit dinyatakan dengan cara menandatangani surat perjanjian kredit.35 Asas konsensualisme itu sendiri dianut oleh KUHPerdata.

Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa dalam hak terdapat empat unsur, yaitu subjek hukum, objek hukum, hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban dan perlindungan hukum. Hak milik itu ada subjeknya yaitu pemilik, sebaliknya setiap orang terikat kewajiban untuk menghormati hubungan antara pemilik dan objek yang dimilikinya. Seseorang yang membeli suatu barang dari orang lain berhak atas barang yang dibelinya, sedangkan penjual mempunyai kewajiban untuk menyerahkan barang yang dijualnya. Jadi hak pada hakekatnya merupakan hubungan hukum dengan subjek hukum lain yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban.36

Penjelasan di atas memberikan pemahaman, jika interaksi atau hubungan yang dilakukan oleh orang yang satu dengan yang lainnya di dalam kehidupan masyarakat akan menimbulkan hubungan hukum yang menciptakan hak dan kewajiban di antara satu dengan atau terhadap lainnya.37 Hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan

35Sutan Remy Sjahdeini,Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia,(Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hal.182-183.

36Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2003), hal.42.

(25)

hukum tersebut harus dilindungi oleh hukum, sehingga orang atau anggota masyarakat merasa aman kepentingannya. Demikian juga halnya dalam perjanjian fidusia yang dilakukan oleh bank dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia dalam bentuk daftar piutang.

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini, perlu dirumuskan serangkaian definisi operasional sebagai berikut:38

a. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.39 b. Perjanjian Kredit

(26)

Kredit adalah Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.40

Perjanjian kredit bank adalah perjanjian yang isinya telah disusun oleh bank secara sepihak dalam bentuk baku mengenai kredit yang memuat hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitur.41

c. Jaminan Fidusia

Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.42

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap berada dalam penguasaan pemilik benda.43

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang

40Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. 41Tan Kamelo,Op.Cit,hal.33.

42

Salim HS,Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hal.22.

(27)

tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.44

d. Benda Jaminan Fidusia

Benda jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, yang terdaftar maupun tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak bergerak, yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan atau hipotik.45

e. Pemberi Fidusia

Pemberi fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.46

f. Penerima Fidusia

Penerima fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia.47

g. Akta Jaminan Fidusia

Akta Jaminan Fidusia adalah akta dibawah tangan dan akta notaris yang berisikan pemberian jaminan fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.48

h. Hutang

44Pasa1 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 45Pasa1 1 angka 3 jo Pasal 3 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

46

(28)

Hutang adalah kewajiban debitur yang harus dibayar kepada kreditur dalam bentuk mata uang rupiah atau mata uang lainnya sebagai akibat perjanjian kredit dengan jaminan fidusia.49

i. Piutang adalah hak untuk menerima pembayaran.50

G. Metode Penelitian

Sunaryati Hartono mendefenisikan bahwa :

”Metode penelitian adalah cara atau jalan atau proses pemeriksaan atau penyelidikan yang menggunakan cara penalaran dan teori-teori yang logis analitis (logika), berdasarkan dalil-dalil, rumus-rumus dan teori-teori suatu ilmu (atau beberapa cabang ilmu) tertentu, untuk menguji kebenaran (atau mengadakan verifikasi) suatu hipotesis atau teori tentang gejala-gejala atau peristiwa alamiah, peristiwa sosial atau peristiwa hukum tertentu.51

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.52

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan bersifat deskriptif, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan.53 Pada penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan

49Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 50Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani,Op.cit,hal.122.

51Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni, 1994), hal.105.

(29)

menganalisis Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Penerima Jaminan Fidusia Dalam Bentuk Daftar Piutang.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (yuridis normatif), yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder yang dimulai dengan analisis terhadap permasalahan hukum baik yang berasal dari literatur maupun peraturan perundang-undangan,54 khususnya Undang-Undang Jaminan Fidusia dan peraturan pelaksanannya dan ketentuan hukum yang terkait. Setelah itu dilanjutkan dengan menggunakan data primer yang bertujuan untuk menemukan korelasi antara beberapa gejala yang ditelaah dan praktek pelaksanaan yang menyangkut dengan akta jaminan fidusia.

2. Pendekatan Penelitian

Mengingat bahwa permasalahan yang diteliti berkisar pada peraturan perundang-undangan, yaitu hubungan antara peraturan yang satu dengan peraturan yang lainnya serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktek, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan perundang-undangan (statute approach) melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian. Selain itu juga dilakukan pendekatan lain yang diperlukan guna memperjelas analisis ilmiah yang diperlukan dalam penelitian normatif.”55

54Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), hal.37-38.

(30)

3. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder melalui studi dokumen, untuk memperoleh data yang diambil dari bahan kepustakaan, diantaranya adalah:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu berupa bahan hukum yang mengikat, yaitu peraturan

perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, antara

lain:

1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan

3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan pustaka yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder ini antara lain mencakup hasil penelitian,

rancangan undang-undang, hasil karya dari kalangan hukum dan literatur-literatur.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan yang dipergunakan

dalam penelitian ini adalah kamus, ensiklopedia, dansebagainya.56 4. Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data mempunyai hubungan erat dengan sumber bahan hukum, karena dengan pengumpulan data akan diperoleh bahan hukum yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai yang diharapkan. Maka tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa:

(31)

a. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu mencari dan mengumpulkan data sekunder yang berkaitan dengan teori hukum dan praktik pelaksanaan yang terjadi dalam pembuatan akta jaminan fidusia.

b. Wawancara yang menghimpun data dengan melakukan tanya jawab antara peneliti dengan narasumber untuk mendapatkan informasi. Untuk menambah dan melengkapi data sekunder yang diperoleh akan dilakukan wawancara dengan informan yang terdiri dari pihak bank dan Notaris/ PPAT di kota Medan sebanyak 3 orang.

5. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan, selanjutnya akan dilakukan proses pengeditan data. Ini dilakukan agar akurasi data dapat diperiksa dan kesalahan dapat diperbaiki dengan cara menjajaki kembali ke sumber data. Setelah pengeditan selanjutnya adalah pengolahan data. Setelah pengolahan data selesai selanjutnya akan dilakukan analisi data secara deskriptif-analitis-kualitatif,dan khusu terhadap data dalam dokumen-dokumen akan dilakukan kajian isi(content analysis).57

Lexi J. Moleong mengemukakan bahwa kajian isi adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari suatu dokumen untuk kemudian diambil suatu kesimpulan sehingga pokok permasalahn yang diteliti dan dikaji dalam penelitian ini dapat terjawab.58

57

(32)

Kemudian penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif, yakni penyimpulan yang dilakukan dimulai dari yang umum ke yang khusus.59 Kesimpulan adalah jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti sehingga diharapkan akan memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Alwi, dkk (2003:27) mengemukakan bahwa, fungsi pronomina persona adalah subjek dan objek. Sejanjutnya dikatakan pula bahwa pronomina persona atau kata ganti menurut

Tujuan pembelajaran umum : Mahasiswa dapat memahami dasar-dasar analisis sistem tenaga elektrik1. Pertemuan

Methods: To test this hypothesis, the b -adrenergic ago- nist, isoproterenol, and the G protein activator, sodium fluoride (NaF), were used to stimulate cAMP production in

Mahasiswa dapat melakukan assessment, menetapkan diagnose fisioterapi secara ICF, menetapkan planning, melakukan intervensi, serta evaluasi dan rujukan ke profesi

immaterial (materi dalam aktivitas) dari pendayagunaan otak yang material

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa model pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV di SD

Persepsi mengenai kualitas pelayanan adalah penilaian konsumen terhadap jasa yang dikonsumsi atau dirasakan setelah melakukan perbandingan antara harapan pelanggan dengan ketja

Hasil analisis menyimpulkan bahwa perkembangan pajak reklame terjadi peningkatan dari tahun ke tahun baik target maupun realisasinya, kontribusi pajak reklame baik terhadap