• Tidak ada hasil yang ditemukan

Edukasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang Dilakukan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Edukasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang Dilakukan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Edukasi

2.1.1. Pengertian Edukasi

Edukasi adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan perkataan lain edukasi mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Edukasi merupakan penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri (self direction), aktif memberikan informasi-informasi atau ide baru (Craven & Hirnle, 1996 dalam Suliha, dkk, 2002).

Suliha, dkk (2002) juga menegaskan bahwa edukasi merupakan proses belajar dari individu, kelompok, atau masyarakat dari tidak tahu tentang nilai kesehatan menjadi tahu, dan dari yang tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri menjadi mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri secara mandiri. Edukasi merupakan usaha/kegiatan untuk membantu individu, kelompok, dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, sikap, maupun keterampilan untuk mencapai hidup sehat secara optimal.

Edukasi klien merupakan standar praktik keperawatan profesional. The Joint Commission (dalam Potter & Perry, 2009) memberikan standar bagi edukasi

(2)

topik seperti pengobatan, nutrisi, penggunaan alat medis, nyeri, dan rencana perawatan klien. Usaha edukasi harus menyertakan nilai psikososial, spiritual, dan budaya yang dimiliki klien serta keinginan berpartisipasi aktif (Potter & Perry, 2009).

Tujuan edukasi kesehatan adalah membantu individu, keluarga, atau komunitas untuk mencapai tingkat kesehatan optimal. Kesehatan layanan preventif dapat mengurangi biaya kesehatan dan menurunkan beban bagi individu, keluarga, dan komunitas. Perawat memberikan informasi dan keterampilan yang dapat mengubah perilaku pasien menjadi lebih sehat (Potter & Perry, 2009).

Penting untuk mengedukasi klien tentang teknik pencegahan dan pengendalian infeksi. Hal ini karena klien kurang menyadari faktor-faktor yang mempromosikan penyebaran infeksi atau cara untuk mencegah penularannya (Potter & Perry, 2010). Ajarkan klien, keluarga, dan pengunjung mengenai infeksi, cara penyebaran infeksi, dan metode pencegahan (Roshdahl & Kowalski, 2014).

2.1.2. Pengajaran dan Pembelajaran

(3)

Pembelajaran terjadi dalam tiga bidang, yaitu kognitif (pemahaman), afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan motorik) (Bloom dalam Potter & Perry, 2009).

2.1.2.1.Pembelajaran Kognitif

Pembelajaran kognitif meliputi seluruh perilaku intelektual dan membutuhkan pemikiran. Pada hierarki perilaku kognitif, perilaku termudah adalah perolehan pengetahuan, sedangkan yang paling kompleks adalah evaluasi.

Pembelajaran kognitif meliputi hal berikut: (1) pembelajaran: pembeljaran fakta atau informasi baru dan mampu mengingatnya, (2) komprehensif: kemampuan memahami arti dari materi ajar, (3) aplikasi: menggunakan ide asbstrak yang baru dipelajari kedalam situasi yang konkret, (4) analisis: menguraikan informasi menjadi bagian-bagianyang terorganisasi, (5) sintesis: kemampuan menerapkan menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk menghasilakan bentuk baru, (6) evaluasi: penilitian tentang nilai informasi bagu tujuan tertentu.

2.1.2.2.Pembelajaran Afektif

Pembelajaran afektif berhadapan dengan ekspresi perasaan dan penerimaan sikap, opini, atau nilai. Perilaku hierarki ini adalah menerima, dan yang paling kompleks adalah karakterisasi.

(4)

(4) mengorganisasi: membangun sistem nilai dengan mengidentifikasi dan mengorganisasi nilai dan memecahkan konflik, (5) karakterisasi: beraksi dan merespons dengan sistem nilai yang konsisten.

2.1.2.3.Pembelajaran Psikomotor

Pembelajaran psikomotor melibatkan perolehan keterampilan yang membutuhkan integrasi aktivitas mental dan otot, seperti kemampuan berjalanatau menggunakan alat makan. Perilaku yang paling sederhana dalam hierarki ini adalah persepsi, sedangkan yang paling kompleks adalah originasi.

Pembelajaran psikomotor meliputi hal berikut: (1) persepsi: menyadari adanya objek atau kualitas melalui penggunaan indra, (2) penetapan: kesiapan untuk mengambil aksi tertentu. Terdapat tiga penetapan, yaitu: mental, fisik, dan emosional, (3) respons yang dibimbing: pelaksanaan suatu pernyataan di bawah bimbingan instruktur yang mellibatkan peniruan aksi yang didemonstrasikan, (4) mekanisme: perilaku dengan tingkat yang lebih tinggi di mana individu memperoleh kepercayaan diri dan keterampilan dalam melakukan perilaku yang lebih kompleks atau melibatkan beberapa langkah yang lebih banyak, (5) respons terbuka yang kompleks: melakukan keterampilan motorik yang membutuhkan pola gerakan kompleks dengan lancar dan akurat, (6) adaptasi: kemampuan mengubah respons motorik saat terjadi masalah yang tidak terduga, (7) originasi menggunakan keterampilan dan kemampuan psikomotor untuk melakukan aksi motorik kompleks yang melibatkan penciptaan pola gerakan baru.

(5)

Infeksi adalah masuk dan berkembang biaknya suatu organisme (agen infeksius) dalam tubuh pejamu (Potter & Perry, 2005). Menurut Rosdahl & Kowalski (2014) infeksi dideskripsikan sebagai invasi dan multiplikasi organisme di jaringan tubuh, terutama organisme yang menyebabkan cedera pada pejamu. Sedangkan Darmadi (2008) mendefenisikan penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat sangat dinamis. Mikroba sebagai makhluk hidup tentunya ingin bertahan hidup dengan cara berkembang biak pada suatu reservoir yang cocok dan mampu mencari resorvoir baru dengan cara berpindah atau menyebar.

Healthcare-associated infection (HCAI), juga disebut sebagai infeksi

nosokomial atau infeksi rumah sakit, didefinisikan sebagai: infeksi yang terjadi

pada pasien selama proses perawatan di fasilitas kesehatan yang tidak dialami

pada saat penerimaan. Ini termasuk infeksi yang diperoleh di rumah sakit tapi

muncul setelah keluar, dan juga infeksi yang berhubungan dengan pekerjaan

antara staf. Infeksi terjadi lebih dari 48 jam setelah masuk biasanya dianggap

nosokomial (WHO,2009).Infeksi nosokomial menurut Brooker (2008) adalah

infeksi yang didapat dari rumah sakit yang terjadi pada pasien yang dirawat selama 72 jam dan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi pada saat masuk rumah sakit.

Infeksi nosokomial yang paling umum menyebabkan penyakit ringan yang

mudah diobati dan tidak memiliki efek jangka panjang. Namun, beberapa infeksi

nosokomial dapat menyebabkan penyakit serius yang dapat menyebabkan

(6)

jangka panjang. Beberapa diantaranya seperti pneumonia atau keracunan darah,

dapat menyebabkan penyakit serius dan bahkan kematian (WHO,2009).

Infeksi ini dapat terjadi sebagai hasil prosedur yang invasif, pemakaian antibiotik, adanya organisme yang resisten dengan berbagai obat, dan pelanggaran dalam kegiatan pencegahan dan kontrol infeksi. Potensi mikroorganisme atau parasit unutk menyebabkan penyakit tergantung pada faktor-faktor berikut ini: kecukupan jumlah organisme (dosis), virulensi atau kemampuan untuk bertahan hidup dalam tubuh pejamu atau diluar tubuh, kemampuan untuk masuk dan bertahan hidup dalam tubuh pejamu, dan kerentanan tubuh pejamu (Potter & Perry, 2009).

Penting mengedukasi pasien yang telah menjalaniprosedur di fasilitas

kesehatan mengenai tanda-tandadan gejala infeksi yang mungkindikaitkan dengan

prosedur dan meminta mereka untuk memberitahu fasilitas jikatanda-tanda dan

gejala-gejala muncul (CDC, 2016).

Kriteria sederhana untuk pengawasan infeksi nosokomial sebagai berikut:

Tipe infeksi nosokomial Kriteria sederhana

Infeksi luka operasi

Setiap purulen yang keluar, abses,

ataumenyebarkan selulitis di di daerah

pembedahan selama bulan pertama

setelahoperasi.

Infeksi saluran kemih

Kultur urin positif(1 atau 2 spesies) dengan setidaknya105 bakteri / ml, dengan atau tanpagejala klinis.

Infeksi saluran pernafasan

Gejala pernapasan dengan di setidaknya dua dari tanda-tanda berikut muncul selama rawat inap:

- batuk

- sputum purulen

- infiltrat baru di dada radiografi konsisten dengan infeksi

(7)

pembuluh darah pengeluaranpurulen di pemasangan kateter.

Keracunan darah Demamdan setidaknya satukultur darah positif

Tabel 1. Kriteria pengawasan infeksi nosokomial

Sekitar sepertiga dari infeksi nosokomial dapat dicegah, salah satunya

dengan kewaspadaan standar. Kewaspadaan standar adalah praktek pencegahan

infeksi yang berlaku untuk semua pasien, terlepas dari mencurigai atau

mengkonfirmasistatus infeksi dari pasien, dalam pengaturan kesehatan apapun

disampaikan. Praktik-praktik ini dirancang untuk melindungi tenaga kesehatan

dan mencegah penyebaran infeksi di antara pasien dari tenaga kesehatan.

Kewaspadaan Standar meliputi: 1) kebersihan tangan,2) penggunaan alat

pelindung diri (misalnya,sarung tangan, baju, masker, dan kaca mata pelindung),

3) praktek injeksi yang aman,4) penanganan yang aman dari berpotensi

terkontaminasiperalatan atau permukaan di lingkungan pasien, dan, 5) Hygine

respirasi/etika batuk (CDC,2016).

Setiapdari unsur-unsur dari kewaspadaan standar adalahdijelaskan dalam

bagian berikut.

2.2.1. Hand Hygiene

Kebersihan tangan yang baik, dengan penggunaan alcohol-based hand

rubs (ABHR) dan mencuci tangan dengan sabun dan air, sangat penting untuk

mengurangi risiko penyebaran infeksi dalam pengaturan rawat jalan. Penggunaan

ABHR sebagai modus utama kebersihan tangan di pengaturan kesehatan yang

dianjurkan oleh CDC dan Organisasi Kesehatan Dunia WHOkarena aktivitas

(8)

dibandingkan dengan sabun dan air, penggunaandari ABHR dalam layanan

kesehatan dapat meningkatkan (CDC, 2016).

Kepatuhan kebersihan tangan yang direkomendasikan dimana praktek

kebersihan tangan membutuhkan sedikit waktu, mencegah iritasi tangan, dan

memfasilitasi kebersihan tangan disamping tempat tidur pasien. Untuk alasan ini,

ABHR merupakan metode yang disukaiuntuk kebersihan tangan dalam

kebanyakan situasi klinis.Sabun dan air harus digunakan bila tangan yangterlihat

kotor (misalnya, darah, cairan tubuh) (CDC, 2016).

Mencuci tangan adalah tindakan mencuci tangan dengan sabun dan air, diikuti dengan membilasnya di bawah air yang mengalir selama 15 detik (CDC, 2002). Mencuci tangan adalah proses yang secara mekanis melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air (Depkes 2007).

(9)

Teknik membersihkan tangan dengan sabun dan air harus dilakukan seperti: basahi tangan dengan air mengalir yang bersih, tuangkan 3-5 cc sabun cair unutk menyabuni seluruh permukaan tangan, ratakan dengan kedua telapak tangan, gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya, gosok kedua telapak dan sela-sela jari, jari-jari sisi dalam dari kedua tangan sangling mengunci, gosok ibu jari kiri berputar kedalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya, gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan sebaliknya, bilas kedua tangan dengan air mengalir, keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue towel sampai benar-benar kering, dan gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel untuk menutup kran (Depkes, 2008).

2.2.1.2.Five Moment For Hand Hygiene

WHO (2009) telah mengembangkan moments untuk kebersihan tangan yaitu five moment for hand hygiene, yang telah diidentifikasikan sebagai waktu kritis ketika kebersihan tangan harus dilakukan yaitu sebelum kontak dengan pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah terpapar cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien, dan setelah kontak dengan lingkungan pasien.

2.2.1.2.1.Sebelum Menyentuh dengan Pasien

(10)

Contoh tindakan dari indikasi ini adalah: sebelum membantu pasien dalam perawatan diri, sebelum melakukan pengamatan dalam tindakan invasif seperti mengukur tanda-tanda vital, saturasi oksigen, auskultasi dada, palpasi abdomen, dan memasang EKG, sebelum melakukan perawatan non-invasif seperti memasang oksigen atau kanula nasal, sebelum membantu bak dan bab, dan sebelum memberikan obat secara oral, sebelum membantu perawatan gigi dan mulut seperti menyuapi pasien makan, menyikat gigi, atau gigi palsu.

Setiap petugas kesehatan mungkin memiliki banyak mikroorganisme dalam tangan mereka, jika tidak ada kebersihan tangan sebelum menyentuh pasien maka mikroorganisme dapat ditransfer ke pasien.

2.2.1.2.2.Sebelum Melakukan Tindakan Aseptik

Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan aseptik bertujuan untuk melindungi pasien dari dari kuman berbahaya yang bisa masuk kedalam tubuh mereka selama tindakan aseptik dilakukan. Contoh tindakan dari indikasi ini adalah: sebelum melakukan tindakan invasif seperti menyuntik pasien melalui subkutan, intramuskular maupun IV, pemberian obat melalui IV, pemberian makan melalui NGT, sebelum melakukan perawatan yang bersentuhan dengan kulit pasien seperti merawat luka, membersihkan luka bakar, pemeriksaan VT.

(11)

cuci tangan sebelum melakukan tindakan aseptik maka mikroorganisme berpotensi dapat masuk ke dalam tubuh pasien.

2.2.1.2.3.Setelah Terpapar dengan Cairan Tubuh Pasien

Mencuci tangan setelah terpapar dengan tubuh pasien bertujuan untuk melindungi diri dan lingkungan dari mikroorganisme yang bisa didapat dari pasien. Contoh tindakan dari indikasi ini adalah setelah terpapar dengan cairan tubuh pasien: perawat yang membantu pasien BAB/BAK, perawat kontak dengan sputum pasien baik secara langsung melalui atau tidak langsung melalui sputum pot, membersihkan tumpahan urin/feses, tumpahan muntah, dan setelah menyentuh selang drainase. Setelah kontak dengan darah, air liur, air mata, asi, urin, feses, muntah, cairan pleura, cairan serebrospinal.

Mencuci tangan setelah terpapar dengan cairan tubuh pasien adalah untuk mencegah infeksi pada petugas kesehatan dan lingkungan sekitar yang terkena dengan cairan tubuh pasien. Bagaimanapun mikroorganisme dapat berpindah ketangan orang yang telah menyentuhnya.

2.2.1.2.4.Setelah Menyentuh Pasien

(12)

(memeriksa tekanan nadi, memeriksa tekanan darah, auskultasi dada, dan merekam EKG).

2.2.1.2.5.Setelah Menyentuh dengan Lingkungan Sekitar Pasien

Perlunya mencuci tangan setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien bertujuan untuk melindungi diri dan lingkungan kesehatan dari kuman pasien. Contoh tindakan dari indikasi ini adalah setelah kontak fisik dengan lingkungan pasien (mengganti sprei, memegang rel tempat tidur, dan membereskan meja yang berada di sebelah tempat tidur), setelah melakukan aktivtas perawatan (mengatur kecepatan perfusi, dan membenahi alarm monitor), setelah kontak dengan permukaan atau benda lainnya (sebaiknya hindari aktivitas yang tidak diperlukan).

2.2.2. Alat pelindung diri

Alat Pelindung Diri (APD) mengacu pada peralatan yang dipakai untuk

melindungi petugas kesehatan dari paparan atau kontak dengan agen infeksi.

Contohnya termasuk sarung tangan, baju pelindung,masker, dan kacamata

pelindung.

2.2.2.1.Sarung Tangan

Pemilihan APD didasarkan pada sifatinteraksi dengan pasien dan potensi

paparandarah, cairan tubuh atau agen infeksi. Contohpenggunaan yang tepat dari

APD untuk kepatuhan terhadap kewaspadaan standar meliputi: penggunaan

sarung tangan disituasi yang melibatkan mungkin kontak dengan darah ataucairan

(13)

Jangan memakai pasangan sarung tangan yang sama untuk perawatan

lebih dari satu pasien. Jangan mencuci sarung tangan untuk tujuan penggunaan

ulang.

Tiga saat petugas perlu memakai sarung tangan: (a) perlu untuk menciptakan barrier protektif dan cegah kontaminasi berat. Missal menyentuh darah, cariran tubuh, sekresi, mucus membrane, kulit yang tidak utuh; (b) dipakai untuk menghindari transmisi mikroba di tangan petugas ke pada pasien saat dilakukan tindakan terhadap kulit pasien yang tidak utuh, atau mucus membrane; (c) mencegah tangan petugas terkontaminasi kepada pasien lain. Perlu kepatuhan petugas untuk memakai sarung tangan sesuai standart. Memakai sarung tangan tidak menggantikan perlunya cuci tangan, karena sarung tangan dapat berlubang walaupun kecil.

2.2.2.3.Penggunaan Pelindung Mata dan Wajah

Perlindungan mata dan wajah dilakukan selama prosedur yang

mungkinmenimbulkan percikan darah atau cairan tubuh lainnya. Masker dipakai

untuk menahan cipratan yang keluar untuk mencegagh percikan darah atau cairan

lainnyamemasuki hidung atau mulut. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan

cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.

Sedangakan pelindung mata mencakup kacamata (goggles) plastic bening,

(14)

tugas yang memungkinkan adanya percikkan cairan secara tidak sengaja ke area

wajah.

2.2.3. Keamanan Injeksi

Keamanan injeksi termasuk praktek untuk mencegah penularan penyakit

menular antara satu pasien dan yang lain, atau antara pasien dan penyedia layanan

kesehatan selama persiapan dan pemberian obat parenteral.Pelaksanaan

Occupational Safety and Health Administration (OSHA)telah membantu

meningkatkan perlindungan petugas kesehatan dari paparan darah dan luka benda

tajam.

Praktik yang tidak aman yang telah membahayakan pasien meliputi 1)

penggunaan jarum suntik tunggal,dengan atau tanpa jarum yang sama, untuk

mengelolaobat untuk beberapa pasien, 2) reintegrasi darijarum suntik bekas,

dengan atau tanpa jarum yang sama, 3) persiapanobat terkontaminasi di

dekatpersediaan atau peralatan dan, 4) kegagalan untuk memakaifacemask

(misalnya, masker bedah) saat menempatkankateter atau bahan menyuntikkan ke

dalam epidural atauruang subdural (misalnya, selama myelogram, epiduralatau

anestesi spinal).

2.2.4. Hygiene Respirasi/Etika Batuk

Hygiene Respirasi/Etika Batukadalahunsur kewaspadaan standar yang menyorotikebutuhan untuk pelaksanaan yang cepatlangkah-langkah pencegahan

infeksi pada titik pertama pertemuandengan fasilitas kesehatan (misalnya,

penerimaan dan daerah triase).Strategi ini ditargetkan terutama pada pasien

(15)

pernapasan menular tidak terdiagnosis,dan berlaku untuk setiap orang dengan

tanda-tanda penyakittermasuk batuk, penyumbatan, rhinorrhea, ataupeningkatan

produksi sekret pernapasan saatmemasuki fasilitas kesehatan.

Menerapkan langkah-langkah untuk yang menyertaisekresi pernafasan

pada pasien dan individu yang memiliki tanda-tanda dan gejaladari infeksi

pernapasan, dimulaipada titik masuk ke fasilitas danterus sepanjang durasi di

pelayanan. Pasang tanda-tanda di pintu masuk dengan instruksiuntuk pasien

dengan gejalainfeksi saluran pernafasan: a. menginformasikan gejala dariinfeksi

saluran pernapasan ketika mereka pertama kalimendaftar untuk perawatan,

menutup mulut mereka / hidung saatbatuk atau bersin, gunakan sapu tangan dan

tissue dan membuangnya pada tempat sampah, membersihkan tangan setelah

melakukan kontak dengan sekresi pernapasan, b. menyediakan sapu tangan dan

tissue dan dan membuangnya pada tempat sampah, c. menyediakan sumber daya

untuk melakukankebersihan tangan di atau dekat ruang tunggu, d. menawarkan

masker untuk pasien batukdan orang dengan gejala lainnya saat masuk ke fasilitas

kesehatan, e. memberikan ruang dan mendorong orangdengan gejala infeksi

pernapasanuntuk duduk sejauh mungkin dari orang lain.

Kebersihan pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan penyebaran infek dari sumbernya. Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan pernafasan untuk mencegah sekresi pernafasan.

Etika batuk adalah serangkaian tindakan yang membuat ketika batuk atau

(16)

orang lain. Pilek dan flu memiliki kemampuan untuk menyebar dengan mudah

melalui transmisi kuman melalui udara, melalui percikkan. Jika penyebaran

percikkan ini dapat dicegah maka transmisi infeksi dapat dikurangi. Etika batuk

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga pasien tentang pencegahan infeksi nosokomial pada ruang kelas III Instalasi Rawat

Tindakan cuci tangan yang dilakukan oleh dokter pada seluruh indikasi cuci tangan tidak dilakukan lebih dari 50% pada indikasi sebelum kontak dengan pasien (71,36%), sebelum

Pengendalian dan Pencegahan Infeksi (PPI) adalah tindakan yang harus dipatuhi oleh perawat untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi nosokomial yang bisa menyebar dari

telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “ Kinerja Perawat dalam Pengendalian dan Pencegahan Infeksi (PPI)

meminimalkan resiko infeksi yang terjadi di rumah sakit yaitu dengan..

tanda-tanda klinik dari infeksi, pada saat pasien mulai dirawat dirumah sakit, tidak.. sedang dalam masa inkubasi dari infeksi

dengan darah, cairan tubuh, sekret, kulit yang tidak utuh, selaput lender pasien. dan benda yang terkontaminasi

Respo nden menggosok tangan dengan mempertemuka n telapak tangan dengan telapak tangan menggosok telapak tangan ke punggung tangan kedua telapak tangan mengatup.. dan