BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Perubahan serta inovasi yang berkembang pada abad ke-21 ini banyak
memberikan pengaruh positif terhadap semua kalangan baik luar maupun dalam
negeri, tua maupun muda, mahasiswa maupun pekerja dan banyak lagi. Namun,
perubahan tersebut juga membawa pengaruh yang berbeda bagi beberapa
kalangan. Dengan kata lain, perubahan tersebut bertransformasi menjadi
persaingan ketat yang juga berujung pada kemiskinan bagi kelangsungan hidup
“kalangan” tersebut.
Kemiskinan yang dimaksud dalam hal ini adalah proses menurunnya daya
dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga pada
gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya
dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai
dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia (Siagian, 2012). Emil Salim pun
menuturkan bahwa kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada
dibawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dll
(dalam Sulaeman,2006:228).
Berbicara tentang kemiskinan, kemiskinan telah ada sejak dahulu dimana
masyarakat dikatakan miskin karena kurang atau tidak mempunyai makanan,
tetap dan penghasilan yang bagus. Emil Salim (dalam Siagian, 2012)
mengemukakan lima karakteristik kemiskinan, yaitu:
a. Penduduk miskin dalam umumnya tidak memiliki faktor-faktor produksi
sendiri;
b. Penduduk miskin pada umumnya juga tidak mempunyai kemungkinan untuk
memperoleh aset produksi jika dengan kekuatan sendiri;
c. Penduduk miskin pada umumnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah;
d. Banyak diantara penduduk miskin tidak mempunyai fasilitas sehingga
hidupnya tidak layak;
e. Diantara penduduk miskin terdapat kelompok dengan usia relatif muda dan
tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai.
Menurut BAPPENAS, indikator utama kemiskinan dapat dilihat dari: (1)
Kurangnya pangan, sandang dan perumahan yang layak; (2) terbatasnya
kepemilikan tanah dan alat-alat produktif; (3) kurangnya kemampuan membaca
dan menulis; (4) kurangnyan jaminan dan kesejahteraan hidup; (5) kerentanan dan
keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi; (6) ketidakberdayaan atau daya
tawar yang rendah; (7) akses terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas.
Data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2016menunjukkan jumlah
penduduk miskin yang ada di Indonesia sekitar 27,76 juta orang (10,70 persen)
dari total keseluruhan penduduk Indonesia. Sedangkan jumlah penduduk miskin
di Provinsi Sumatera Utara pada Sebtember 2016 sebanyak 1.452.550 orang
(10,27 persen) dari total keseluruhan penduduk Sumatera Utara yakni sebanyak
14.102,9 orang. Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan masih
kesejahteraannya. Badan Pusat Statistik pun membenarkan hal ini dengan adanya
kenaikan garis kemiskinan Indonesia sebesar 2,78%, yaitu dari Rp. 344.809 per
kapita per bulan pada September 2015 menjadi Rp. 354.386 per kapita per bulan
pada Maret 2016.
Salah satu penyebab besarnya angka kemiskinan di Indonesia karena juga
dibarengi dengan banyaknya pengangguran di Indonesia. Badan Pusat Statistika
menyebutkan angkat pengangguran di Indonesia per Agustus 2016 mencapai 5,61
persen. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak
sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Namun,
apabila ditelusuri kembali, banyaknya pengangguran juga disebabkan oleh
kurangnya skill atau potensi yang dapat dipertimbangkan dalam pencarian kerja
maupun digunakan dalam menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Sehingga
kalaupun diberdayakan dengan peluang kerja, sulit terangkat karena tidak
memiliki keahlian (Sulaeman, 2006:232).
Pengangguran un-skill ini biasanya didominasi oleh masyarakat pedesaan
yang tidak memiliki perkerjaan didesanya karena tidak banyak lapangan pekerjaan
dan pindah ke perkotaan untuk mencari penghidupan yang layak. Namun, mencari
pekerjaan formal diperkotaan tanpa memiliki pendidikan tinggi dan keahlian
tertentu adalah hal yang terbilang sulit. Hal ini diakibatkan banyaknya persaingan
diperkotaan yang menjadikan pendidikan yang tinggi sebagai alat persaingannya.
Oleh karena banyaknya masyarakat migran tidak memiliki kelahlian dan
pendidikan yang “cukup” dalam mengikuti persaingan tersebut, maka mereka
beralih menjadi pekerja informal di perkotaan. Hal ini dilakukan agar mereka
mendapat pekerjaan diperkotaan. Pekerjaan sektor informal kerap dijadikan
sebagai pekerjaan tetap bagi masyarakat migran karena pekerjaan sektor informal
tidak memerlukan keahlian khusus dalam prosesnya. Sektor informal juga banyak
diminati karena minimnya modal dalam mendirikan usaha yang dilakukan. Salah
satu contoh pekerjaan dalam sektor informal adalah dalam bidang transportasi.
Hal tersebut mengakibatkan semakin menjamurnya jenis-jenis usaha masyarakat
dalam bidang transportasi.
Di kota-kota besar, kita banyak melihat berbagai jenis transportasi mulai
dari tranportasi sederhana hingga transportasi yang canggih. Transportasi dapat
diartikan sebagai sarana untuk mencapai banyak tujuan. Pengangkutan manusia
dan barang secara mudah dari satu tempat ke tempat lain telah mendapat perhatian
besar dalam kehidupan modern dan usaha penyempurnaan sistem transportasi
secara terus menerus akan meningkatkan standar kehidupan (Adisasmita,
2014:13). Dengan kata lain sistem transportasi terus mengalami kemajuan di
setiap tahunnya. Selain itu, sistem transportasi merupakan sebuah sistem yang
cukup kompleks dan diwajibkan selalu fleksibel dalam hal waktu dan uang, itulah
mengapa sebagian besar masyarakat urban lebih memilih usaha transportasi
sebagai solusi dalam masalah keuangan mereka.
Biasanya, masyarakat urban lebih memilih usaha transportasi darat seperti
mejadi penarik becak karena menjadi penarik becak tidak memerlukan pendidikan
yang tinggi serta keterampilan khusus dalam menjalankannya. Becak adalah salah
satu alat transportasi darat yang tumbuh, berkembang secara pesat dan menjadi
primadona angkutan alternatif. Becak mempunyai peranan penting dalam
Sebagai salah satu alat transportasi yang banyak ditemukan pada kota-kota
besar di Indonesia, becak sendiri memiliki model yang berbeda-beda di setiap
daerah. Di kota Medan sendiri, becak merupakan salah satu alat transportasi yang
cukup populer. Becak di kota Medan dapat ditemui disetiap sudut kotanya, baik
itu becak dayung yang digerakkan oleh sepeda dan didayung oleh tenaga manusia
maupun becak motor yang sudah menggunakan mesin dalam pengoperasiannya.
Kehidupan penarik becak masih menyimpan banyak masalah misalnya masalah
ekonomi. Dengan hasil pencarian yang tidak seberapa, penarik becak harus
mencukupi kebutuhan hidup diantaranya membayar uang kontrakan rumah,
membiayai uang sekolah anak-anak mereka serta untuk kebutuhan sehari-hari.
Keberadaan becak dari hari ke hari semakin “tergusur” dengan perkembangan
mode transportasi darat lainnya yang semakin inovatif seperti ojek, angkutan kota,
bus lintas bahkan juga kendaraan berbasis online yang ada di kota Medan.
Khusus dalam kawasan Universitas Sumatera Utara (USU), becak menjadi
primadona transportasi bagi mahasiswa yang tidak memiliki kendaraan pribadi.
Mengingat luasnya Universitas Smatera Utara yang mencapai 120 ha, membuat
sebagian besar civitas akademika yang tidak memiliki kendaraan pribadi enggan
untuk berjalan dibarengi dengan jauhnya jarak antara pintu masuk kampus
dengan fakultas mereka masing-masing terbilang cukup jauh mengakibatkan
banyak civitas akademika terutama mahasiswa menggunakan jasa penarik becak
menuju tujuan mereka masing-masing. Mengingat waktu dan tenaga yang
digunakanpun menjadi lebih sedikit dibanding berjalan kaki. Hal ini sudah
berlangsung lama sebelum munculnya Bus Lintas USU yang dicanangkan dan
program USU Asri yakni merupkan program andalan universitas yang dinilai
mampu memberikan inisiasi awal dalam pengembangan universitas menuju
cita-cita “national achievment with global reached” dan akan berkelanjutan hingga
tahun 2015. Hal ini tentu membuat popularitas alat transportasi becak di kawasan
Universitas Sumatera Utara menjadi turun.
Persaingan para penarik becak tidaklah hanya sebatas Bus Lintas USU,
melainkan juga dengan transportasi online yang sudah merambah di pertengahan
tahun 2015. Mengingat hampir semua civitas akademi sudah menggunakan
telepon pintar menyebabkan mudahnya dalam bertransaksi transportasi online.
Dengan ongkos yang lebih murah dan efisiensi waktu yang lebih dibandingkan
menggunakan jasa becak, membuat mahasiswa khususnya beralih menggunakan
transportasi onlineketimbang jasa penarik becak.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis merasa
tertarik untuk meneliti tentang tinjauan sosial ekonomi para penarik becak yang
ada disekitar lingkungan USU. Maka dari itu, penulis merumuskan masalah yang
menjadi ketertarikan penulis dalam penelitian ini sebagai berikut: “Bagaimana
kondisi sosial ekonomi penarik becak di lingkungan Universitas Sumatera
Utara?”.
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi
1.3.2 Manfaat penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan sebuah pandangan
positif baik secara langsung maupun tidak langsung tekait sebuah permasalahan
sosial yang sedang hangat dibahas dalam skripsi ini. Penelitian ini diharapkan
mampu memberikan manfaat serta berguna sebagai berikut :
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan solusi yang positif
terhadap perkembangan pola sosial ekonomi para penarik becak di kawasan
Universitas Sumatera Utara
2. Hasil penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan konsep-konsep
yang telah ada dan digunakan dalam menangai masalah sosial serta dapat
bermanfaat pula sebagai sumbangan pemikiran untuk pengembangan ilmu
pengetahuan yang lebih kompleks.
1.4Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi uraian seluruh aspek dan tinjauan-tinjauan yang berkaitan
dengan penelitian diikuti dengan kerangka pemikiran, perumusan
hipotesis-hipotesis dasar, defenisi konsep dan defenisi operasional sebagai pelengkap dari
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, setting lokasi penelitian, tehnik
pengumpulan data, sample maupun informan yang digunakan untuk keperluan
penelitian serta tehnik analisis data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini menguraikan mengenai lokasi penelitian, menjelaskan gambaran
umum tentang lokasi penelitian serta memuat informasi-infomasi umum terkait
lokasi penelitian.
BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini mengulas tentang data-data yang diperoleh melalui penelitian
beserta analisisnya
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian serta berbagai saran yang