• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Biologi Perikanan. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Praktikum Biologi Perikanan. docx"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOLOGI PERIKANAN

Disusun Oleh: Kelompok 15

Nurul Hidayah H1G014013 Afief Achyad Kurniadi H1H014011 Laela Yunita Sari H1H014026 Satrio Haryu Wibowo H1H014046 Damar Lazuardy R. H1K014015 Ratna Juita S. H1K014034

Shift : 1

Asisten : Ayu Alfizatun Nikmah

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan ini. Dalam laporan ini kami menjelaskan mengenai Laporan Praktikum Biologi Perikanan. Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Perikanan.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sangat berperan penting dalam proses kegiatan praktikum ini, terutama pada Dosen Pengampu yang sekaligus menjadi dosen mata kuliah Biologi Perikanan Ir. Sri Marnani, M.Si, yang telah memberi bimbingan dan arahan kepada kami. Tak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman sekalian yang telah membantu saat praktikum berlangsung. Kami sadar tanpa dukungan dari semua pihak, kami tidak akan mampu menyusun laporan ini dengan maksimal.

Akhirnya, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kami menyadari bahwa pembuatan laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami harapkan dari pembaca terhadap laporan praktikum yang telah kami buat.

(3)
(4)

LEMBAR PENGESAHAN

PRAKTIKUM BIOLOGI PERIKANAN

Disusun oleh kelompok 15:

Nurul Hidayah H1G014013

Afief Achyad Kurniadi H1H014011

Laela Yunita Sari H1H014026

Satrio Haryu Wibowo H1H014046

Damar Lazuardy R. H1K014015

Ratna Juita S. H1K014034

(5)

Purwokerto, 7 Desember 2015

Mengetahui,

Dosen Pengampu Koordinator Asisten

Ir. Sri Marnani, M.Si Rizky Robbyanica Paing

(6)

DAFTAR ISI

ACARA II PERBEDAAN JANTAN DAN BETINA...21

I. PENDAHULUAN...22

(7)

I. PENDAHULUAN... 50

II. TINJAUAN PUSTAKA...51

III. MATERI DAN METODE...52

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...53

V. KESIMPULAN DAN SARAN...58

DAFTAR PUSTAKA...59

ACARA V FEKUNDITAS...64

I. PENDAHULUAN...65

II. TINJAUAN PUSTAKA...66

III. MATERI DAN METODE...68

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...69

V. KESIMPULAN DAN SARAN...71

DAFTAR PUSTAKA...72

ACARA VI TELUR...74

I. PENDAHULUAN...75

II. TINJAUAN PUSTAKA...77

III. MATERI DAN METODE...81

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...82

V. KESIMPULAN DAN SARAN...86

(8)
(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Ikan Barakuda (Sphyraena barracuda)...3

Gambar 2. Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta)...5

Gambar 3. Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)...6

Gambar 4. Morfologi Ikan Nilem Jantan...34

Gambar 5. Morfologi Ikan Nilem Betina...34

Gambar 6. Anatomi Ikan Nilem Jantan...34

Gambar 7. Anatomi Ikan Nilem Betina...34

Gambar 8. Calothrix...46

Gambar 9. Astasia klebsii...46

Gambar 10. Lacrymaria sp...46

Gambar 11. Navicula insuta...46

Gambar 12. Synedra ulna...47

Gambar 13. Bentuk Telur Bulat...91

Gambar 14. Bentuk Telur Tidak Beraturan...91

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Data Hubungan Panjang dan Berat Ikan Barakuda ( Sphyraena barracuda ),

Ikan Kembung ( Rastrelliger sp. ) dan Ikan Nilem ( Osteochilus hasselti )...10

Tabel 2. Data Hasil Pengukuran Panjang dan Berat Ikan Baracuda (Sphyraena barracuda)...18

Tabel 3. Data Hasil Pengukuran Panjang dan Berat Ikan Kembung (Rastrelliger sp.)...19

Tabel 4. Data Hasil Pengukuran Panjang dan Berat Ikan Nilem ( Osteochillus hasselti ) ...20

Tabel 5. Data Pengamatan Jantan dan Betina ( Perbedaan secara Morfologi )...28

Tabel 6. Data Pengamatan Jantan dan Betina ( Perbedaan secara Anatomi)...29

Tabel 7. Hasil Pakan Alami ikan Nilem ( Osteochilus hasselti )...41

Tabel 8. Pengamatan DKL lambung ikan Nilem ( Osteochillus hasselti )...41

Tabel 9. Data Hasil Pengamatan Gonad Ikan Nilem ( Osteochillus hasselti )...55

Tabel 10. Ciri-ciri Tingkat Kematangan Gonad Modifikasi Cassie...57

Tabel 11. Data Hasil Pengamatan Fekunditas Ikan Nilem ( Osteochillus hasselti )...71

Tabel 12. Hasil Pengamatan Pengawetan Telur Dengan Larutan Formalin...84

Tabel 13. Hasil Pengamatan Pengawetan Telur Dengan Pendinginan...84

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1...18

LAMPIRAN 2...34

LAMPIRAN 3...46

LAMPIRAN 4...62

LAMPIRAN 5...75

(12)

ACARA I

(13)

Disusun Oleh:

Kelompok 15

Nurul Hidayah H1G014013

Afief Achyad Kurniadi H1H014011

Laela Yunita Sari H1H014026

Satrio Haryu Wibowo H1H014046

Damar Lazuardy R. H1K014015

(14)

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PURWOKERTO

2015

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

(15)

Pemeliharaan pertumbuhan ikan dalam kolam dari aspek pertambahan berat serta, pertimbangan anabolisme dan katabolisme, sekarang ini banyak peneliti malakukan pengembangan berkenaan topik ini (Jamu dan Piedrahita, 1995). Selain itu membuat modifikasi pada persamaan diferensial terhadap pertumbuhan ikan dengan menambahkan koefisien kualitas makanan (q) sebagai parameter faktor yang berpengaruh pada pemasukan energi (energi asimilasi) atau anabolisme dalam sebuat kolam air tawar (Wijaya, 2015).

Pengukuran pertumbuhan dilakukan sebagai bentuk antisipasi, maka penelitian mana?terkait umur dan pertumbuhan ikan dapat memberikan informasi tentang produksi suatu jenis ikan (Effendie, 1997 dan Tesch, 1971 dalam Syahrir, 2013). Hal ini juga sangat penting sebagai dasar informasi guna pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan (Lagler. et al. 1977 dalam Syahrir, 2013). Namun, hal ini harus berada pada pengawasan pihak yang berwenang, agar adanya kontrol terhadap pengelolaah sumberdaya perikanan.

I.2. Tujuan

Praktikum kali ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui tipe pertumbuhan ikan berdasarkan ukuran panjang dan berat.

2. Menghitung faktor kondisi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

(16)

Barakuda adalah ikan dalam kelas Actinopterygii yang dikenal berwujud menyeramkan dan berukuran tubuh besar, yaitu sampai panjang enam kaki dan lebar satu kaki ( Humann dan Deloach, 2002 ). Tubuhnya panjang dan ditutupi oleh sisik yang halus. Ikan ini dapat ditemukan di samudra tropis dan subtropis di seluruh dunia. Barakuda adalah anggota genus Sphyraena, satu satunya genus dalam familia Sphyraenidae. Ikan Barakuda ini termasuk kedalam ikan pelagis besar yang memiliki dimensi panjang total 90-120 cm dan dapat mencapai panjang maksimum hingga 180-200 cm ( Mojeta 1992 ). Berat maksimum yang pernah terukur adalah 48 kg ( Bailey, et.al., 2001 ). Klasifikasi dari ikan Barakuda adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo\ : Perciformes

Famili : Sphyraenidae

Genus : Sphyraena

(17)

Gambar 1. Ikan Barakuda (Sphyraena barracuda)

Ikan Barakuda memiliki morfologi, yaitu tubuhnya panjang dan ditutupi sisik halus, tipe sisik yang dimiliki ikan ini adalah ctenoid. Sisik ctenoid berarti sisiknya mempunyai bentuk dengan tambahan gerigi pada posteriornya. Letak mulutnya adalah tipe superior, yaitu mulut bagian bawah melebihi hidung ikan tersebut dan bentuk serta ekor ikan Barakuda adalah forked. Selain itu, ikan Barakuda memiliki duri punggung 6, duri punggung lunak 9, duri dubur 1 dan sirip dubur lunak 10. Ikan Barakuda dibedakan oleh 2 sirip ekor emarginate dengan ujung yang pucat pada setiap lobus dan juga terdapat bercak hitam yang tersebar di sisi bawah. Bagian atas kepala antara mata yang datar atau cekung dan memiliki mulut yang besar ( Smith, 1997 ).

II.2. Ikan Kembung ( Rastrelliger kanagurta )

Kembung adalah nama sekelompok ikan laut yang tergolong ke dalam marga Rastrelliger, suku Scombridae. Meskipun bertubuh kecil, ikan ini masih sekerabat dengan tenggiri, tongkol, tuna, madidihang dan mekerel. Di Ambon, ikan ini dikenal

(18)

dengan nama lema atau tatare, sedangkan di Makssar disebut banyar atau banyara. Ikan ini dianggap sebagai salah satu ikan ekonomi penting, karena termasuk ikan pelagis kecil sehingga terhitung sebagai komoditas yang cukup penting bagi nelayan ( Suruwaky dan Gunaisah, 2013 ). Ikan ini termasuk salah satu ikan yang ekonomis penting di Malaysia. Harga jual yang rendah, ketersediaan di alam yang melimpah, hal tersebut menjadi alasan utama ikan ini populer di Malaysia (Amin, 2014).

Genus Rastrelliger yang diakui terdiri dari 3 spesies. Spesies yang diakui antara lain, Rastrelliger kanagurta, Rastrelliger brachysoma dan Faughni Rastrelliger. Ikan-ikan tersebut adalah Ikan-ikan yang memiliki nilai ekonomis penting dan juga Ikan-ikan pelagis kecil di wilayah tropis. Spesies Rastrelliger brachysoma tersebar di wilayah pesisir dekat pantai Malaysia sedangkan Rastrelliger kanagurta dan Rastrelliger faughni terletak di arah laut ( Jamaluddin, et.al., 2010 ). Ikan Indian Makarel atau Rastrelliger kanagurta, menurut beberapa referensi lainnya spesies ini biasanya tersebar di Lautan India dan bagian barat dari Samudra Pasifik. Hal ini menunjukkan bahwa ikan ini memiliki nilai ekonomis penting dimana ikan Kembung ini sebagai sumber protein yang murah dan juga bisa digunakan untuk umpan ( Amin, et.al., 2015 ). Klasifikasi dari ikan Kembung ini antara lain adalah sebagai berikut :

(19)

Gambar 2. Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta)

Ikan Kembung atau Rastrelliger sp.memiliki ciri-ciri morfologi, yaitu memiliki rahang, tubuh bilateral simetris yaitu compressed, mulutnya terminal dan memiliki tutup insang. Ikan Kembung juga memiliki linea lateralis, rudimeter, finlet, memiliki lubang hidung dua buah ( dirhinous ), bersisik dan ikan Kembung juga memiliki satu buah sirip punggung, dua buah sirip perut yang sejajar dengan sirip dada ( Thoracic ), pectoralis, sirip anal dan sirip ekor bercagak ( Forked ). Selain itu ikan Kembung juga terdapat caudal scute ( Jones, et.al., 2012 ).

II.3. Ikan Nilem ( Osteochilus hasselti )

Ikan Nilem, nilem mangut atau melem adalah sejenis ikan air tawar anggota dari suku Cyprinidae. Ikan herbivora ini diketahui menyebar di Asia Tenggara antara lain Tonkin, Siam ( Thailand ), Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sumatra dan Jawa (Saanin, 1984). Ikan Nilem merupakan ikan budidaya untuk konsumsi, terutama di daerah Jawa. Selain itu menurut beberapa referensi lainnya, ikan Nilem dikenal dengan nama lehat, regis, milem, muntu, palung, palau, pawas, puyau, asang, penopa dan karper ( Saanin, 1984 ). Ikan ini selain berada di Kalimantan, Sumatra dan Jawa, juga berada di Sulawesi ( Djajadiredja, 1997 ). Klasifikasi ikan nilem adalah sebagai berikut :

(20)

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Ordo : Ostariophysi

Famili : Cyprinidae

Genus : Osteochilus

Spesies : Osteochilus hasselti ( Saanin, 1984 )

Gambar 3. Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)

(21)

sedangkan sungut moncong lebih pendek daripada panjang kepala. Permulaan sirip punggung berhadapan dengan sisik garis rusuk ke-8 sampai ke-10. Bentuk sirip dubur agak tegak, permulaan sirip dubur berhadapan dengan sisik garis rusuk ke-22 atau ke-23 di belakang jari-jari sirip punggung terakhir. Sirip perut dan sirip dada hampir sama panjang. Permulaan sirip perut dipisahkan oleh 4 – 4 1/2 sisik dari sisik garis rusuk ke-10 sampai ke-12. Sirip perut tidak mencapai dubur. Sirip ekor bercagak. Tinggi batang ekor hampir sama dengan panjang batang ekor dan dikelilingi oleh 16 sisik ( Weber dan Beaufort 1916 ). Menurut Hardjamulia (1979) ikan nilem berdasarkan warna sisiknya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu ikan nilem yang berwarna coklat kehitaman (ikan nilem yang berwarna coklat hijau pada punggungnya dan terang di bagian perut) dan ikan nilem merah (ikan nilem yang berwarna merah atau kemerah-merahan pada bagian punggungnya dan pada bagian perut agak terang) ( Hardjamulia, 1979 ).

II.4. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan

Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu : bobot tubuh, sex, umur, kesuburan, kesehatan, pergerakan, aklimasi, aktivitas biomassa, dan konsumsi oksigen. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor abiotik dan faktor biotik. Faktor abiotik terdiri dari tekanan, suhu, salinitas, kandungan oksigen air, buangan metabolit (CO2, NH3), pH, cahaya, musim. Faktor nutrisi termasuk faktor biotik yang meliputi ketersediaan pakan, komposisi pakan, kecernaan pakan, dan kompetisi pengambilan pakan. Diantara faktor-faktor tersebut, nutrisi merupakan faktor pengontrol, dan ukuran ikan mempengaruhi potensi tumbuh suatu individu. Sedangkan suhu air mempengaruhi seluruh kegiatan dan proses kehidupan ikan yang meliputi pernafasan, reproduksi, dan pertumbuhan. Jika suhu air meningkat (sampai batas tertentu), maka laju metabolisme meningkat yang pada gilirannya meningkatkan konsumsi dan pertumbuhan ikan ( Hoar et al., 1979 ).

II.5. Macam - Macam Pertumbuhan

(22)
(23)

III. MATERI DAN METODE

III.1. Materi

III.1.1.Alat

Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu timbangan, penggaris plastik / milimeter blok, dan baki preparat.

III.1.2.Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu Ikan Nilem, Ikan Kembung, dan Ikan Bara Kuda.

III.2. Metode

Metode yang digunakan pada praktikum Acara Pertumbuhan ini yaitu pertama, panjang total (cm) ikan diukur, ditimbang beratnya (gram), kemudian data dimasukkan ke dalam tabel yang telah disediakan, lalu dihitung log-nya. Kedua, hubungan panjang berat dihitung dengan rumus berikut,

W = a L b (a dan b konstan)

Log W = Log a + b Log L

(24)

logL

Nilai b ditentukan dengan rumus berikut,

b=

logW−(Nloga)

logL

(25)

III.3. Waktu dan Tempat

Waktu : Pukul 08.00 wib

(26)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil

Tabel 1. Data Hubungan Panjang dan Berat Ikan Barakuda ( Sphyraena barracuda ), Ikan Kembung ( Rastrelliger sp. ) dan Ikan Nilem ( Osteochilus hasselti )

No

. Nama Ikan Log a b F

1. Ikan Barakuda

( Sphyraena barracuda )

-1,40057 2,351378 488,5216 2. Ikan Kembung ( Rastrelliger sp. ) 1,992847 -0,11694 421,6984 3. Ikan Nilem ( Osteochilus hasselti ) 1,485598 0,19874 842,5561

Ikan Barakuda Ikan Kembung Ikan Nilem

(27)

Ikan Barakuda Ikan Kembung Ikan Nilem

(28)

Grafik 3. Nilai Faktor Kondisi

IV.2. Pembahasan

Hubungan panjang berat memiliki hubungan dengan pertumbuhan dan juga kondisi ikan, analisa hubungan panjang berat dimaksudkan untuk mengukur variasi berat – panjang tertentu dari ikan secara individu atau kelompok – kelompok individiu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan, kesehatan, perkembangan gonad dan sebagainya. Hubungan panjang – berat yaitu dapat mengestimasi faktor kondisi atau sering isebut dengan index of plumpness, yang merupakan salah satu derivat penting dari pertumbuhan untuk membandingkan konisi ( fitness, well-being ) atau keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau invidu tertentu ( Merta, 1993 ).

Hubungan panjang dan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Tetapi hubungan yang terdapat pada ikan sebenarnya tidak tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda (Effendi, 2002). Perbedaan nilai b pada ikan tidak saja antara populasi yang berbeda dari spesies yang sama, tetapi juga antara populasi yang sama pada tahun – tahun yang berbeda yang barangkali dapat diasosiasikan dengan kondisi nutrisi mereka. Hal ini bisa terjadi karena pengaruh faktor ekologis dan biologis. ( Ricker, 1975 ).

(29)

Selain itu, satu faktor dapat mempengaruhi faktor yang lainnya. Tetapi, kita dapat membuat pertumbuhan ikan menjadi optimal dengan mngetahui bagaiman faktor-faktor yang menpengaruhi pertumbuhan pada ikan yang dituju (Wijaya, 2015).

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil berupa jenis pertumbuhan ikan barakuda (Sphyraena barracuda), ikan kembung (Rastrelliger sp.) dan ikan nilem (Osteochilus hasselti). Jenis pertumbuhan ikan barakuda adalah alometrik negatif, dan ikan nilem jenis pertumbuhannya alometrik negatif. Menurut Sutoyo ( 2009 ), Jenis pertumbuhan ikan dapat dibagi menjadi 2 yaitu pertumbuhan isometric, pertumbuhan yang menyatakan bahwa apabila nilai b sama dengan 3 yang menunjukan bahwa pertumbuhan ikan seimbang dan pertambahan panjang ikan seimbang dengan pertambahan beratnya dan pertumbuhan allometrik yaitu pertumbuhan yang menyatakan apabia nilai b lebih besar atau lebih kecil dari 3. Jika nilai b kurang dari 3 menunjukan pertambahan panjangnya lebih cepat dari pertambahan beratnya disebut juga alometrik negatif dan apabila nilai b lebih besar dari 3 menunjukan pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan panjangnya disebut allometrik positif. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan dari ikan air tawar maupun laut tidak memiliki perbedaan, karena pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam. Ikan nilem jenis pertumbuhannya adalah alometrik negatif, begitu juga dengan ikan barakuda yang memiliki jenis pertumbuhan alometrik negatif ( Sutoyo, 2009 ).

(30)

Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan secara kualitas, dimana perhitungannya didasarkan pada panjang dan berat ikan. Faktor kondisi atau indeks ponderal dan sering disebut faktor K yang merupakan hal yang penting dari pertumbuhan ikan, karena faktor kondisi dapat digunakan untuk menganalisis populasi. Beragamnya faktor kondisi disebabkan oleh pengaruh makanan, umur, jenis kelamin dan kematangan gonadnya (Effendie, 2002).

(31)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini yaitu :

1. Pertumbuhan ikan dapat ditentukan dengan pengukuran terhadap panjang dan beratnya, kemudian hasil pengukuran dimasukkan ke dalam persamaan sehingga didapat nilai b. Ikan Barakuda (Sphyraena barracuda) memiliki nilai b sebesar 2,351378 (alometrik negatif), Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) memilki nilai b sebesar -0,11694, dan ikan Nilem (Osteochilus hasselti) memiliki nilai b sebesar 0,19874 (alometrik negatif).

2. Faktor kondisi dapat ditentukan melalui perhitungan berat rata-rata dan panjang rata-rata ikan. Faktor kondisi tiap ikan yaitu untuk ikan Barakuda (Sphyraena barracuda) 488,5216, ikan Kembung (Rastrelliger sp.) 421,6984, ikan Nilem (Osteochilus hasselti) 842,5561.

V.2. Saran

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. A., Manal M Sabrah, Azza A El-Ganainy, dan Aly Y EL – Sayed. 2015. Population structure of Indian mackerel, Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816), from the Suez Bay, Gulf of Suez. Egypt International Journal of Fisheries and Aquatic Studies. 3(1): 68-74.

Amin, S. M. N., Mohd Azim, M. K., Fatinah, S. N. J., Arshad, A., Rahman, M. A. dan Jalal, K. C. A. 2014. Population Parameters of Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) in the Marudu Bay, Sabah, Malaysia. Iranian Journal of Fisheries Sciences. 13(2):262-275.

Bailey J, P Gathercole, T Housby, D Moss, B Vaughan, P Williams. 2001. The new encyclopedia of fishing. The complete guide to the fish, tackle, techniques of fresh and saltwater anglin. London: Design Revolution, Ltd. Hlm: 162 – 163. Djajadiredja, R. S. 1997. Buku Pedoman Pengenalan Perikanan Darat. Kajian I. Dirjen

Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Effendie. M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163 hal.

Fujaya, Y. 1999. Fisiologi ikan. Rineka Cipta. Jakarta.

Hardjamulia, A. 1979. Budidaya Ikan Introduksi. Departemen Pertanian. Balai Latihan Pendidikan dan Penyuluhan. SUPM Bogor. 49 hal.

Hoar, W.S., D.J. Randall, dn J.R. Brett. 1979. Fish Physiology. Vol VIII. Ed. Bioenergetic and Growth. Academc Press. Inc. 786 hal.

Humann, P.; Deloach, N. 2002. Reef Fish Identification, Florida, Caribbean, Bahamas, 3rd edition. Jacksonville, Florida. New World Publications, Inc. USA. page 64. Ikalor, A. 2013. Pertumbuhan dan Perkembangan. Jurnal Pertumbuhan dan

Perkembangan. 7 (1) : 1-6.

Jamaluddin J. A. F., Abu Talib Ahmad, Samsudin Basir, Masazurah Abdul Rahim dan Siti Azizah Mohd Nor. 2010. Rastrelliger systematics inferred from mitochondrial cytochrome b sequences. African Journal of Biotechnology. 9 (21), pp. 3063-3067.

Jamu, D.M. and R.H. Piedrahita, 1995. Aquaculture pond modeling for the analysis of integrated Aquaculture/agriculture systems. In: H. Egna, B. Goetze, D. Burke, M. McNamara, and D. Clair (Editors), Thirteenth Annual Technical Report, Pond Dynamics/Aquaculture CRSP, Office of International Research and Development, Oregon State University, Corvallis, Oregon, USA, pp. 142-147. Jones, Rosa Jr, Fischer dan Whitehead, eds. 2012. Species Identification Sheets. Eastern

(33)

Merta, I.G.S. 1993.Hubungan panjang-berat dan faktor kondisi ikan lemuru, Sardinella lemuru Bleeker, 1853 dari perairan Selat Bali. Jurnal Penelitian Perairan Laut. 73 : 35-44.

Mojeta A. 1992. Simon and schluster’s guide to saltwater fish and fishing by Angelo Mojeta. Fireside. New York. 255 Hlm.

Ricker, W.E. 1975. Computation and interpretation of biological statistics of fish populations. Fish. Res. Bd. Can. Bull. 191: 382 pp.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Jakarta.

Smith, C.L., 1997. National Audubon Society field guide to tropical marine fishes of the Caribbean, the Gulf of Mexico, Florida, the Bahamas, and Bermuda. Alfred A. Knopf, Inc. New York. 720 p.

Suruwaky, A. M. dan Gunaisah M. 2013. Identifikasi Tingkat Eksploitasi Sumber Daya Ikan Kembung Lelaki ( Rastrelliger kanagurta ) Ditinjau dari hubungan panjang berat. Jurnal Akuatika. 4 (2) : 131-140.

Sutoyo, 2009. Anatomi Komparativa. Penerbit Alumni. Bandung.

Syahrir, R. M. 2013. Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan di Perairan Pedalaman Kabupaten Kuta Timur. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. 18 (2).

Syamsussabri, M. 2013. Konsep Dasar Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik. Jurnal Perkembangan Peserta Didik. 1 (1): 1-8.

Weber, M. and L.F. de Beaufort. 1916. The Fishes of The Indo-Australian Archipelago III:131-133 (sebagai Osteochilus vittatus) dan 135-136 (Osteochilus hasseltii). E.J. Brill. Leiden.

(34)

LAMPIRAN 1

N

o Ikan L Log L W Log W Log L x Log W (Log L)

2

1 Baracuda 1 25,5 1,40654018 80 1,903089987 2,676772534 1,978355279

2 Baracuda 2 26,5 1,423245874 83 1,919078092 2,731319977 2,025628818

3 Baracuda 3 26,5 1,423245874 91 1,959041392 2,788197578 2,025628818

4 Baracuda 4 27,5 1,439332694 99 1,995635195 2,872382981 2,071678604

5 Baracuda 5 24,5 1,389166084 73 1,86332286 2,588464922 1,92978241

(35)

8 Baracuda 8 25,1 1,399673721 77 1,886490725 2,640471494 1,959086527

9 Baracuda 9 25,7 1,409933123 82 1,913813852 2,698349542 1,987911412

10 Baracuda 10 24,1 1,382017043 61 1,785329835 2,467356259 1,909971106

11 Baracuda 11 25,6 1,408239965 80 1,903089987 2,680007377 1,9831398

12 Baracuda 12 25,7 1,409933123 80 1,903089987 2,683229609 1,987911412

13 Baracuda 13 24,6 1,390935107 79 1,897627091 2,639476141 1,934700472

Jumlah ( ∑ )

25,5076

9 18,28304858 81,07692 24,78294211 34,86192013 25,71624726

Tabel 2. Data Hasil Pengukuran Panjang dan Berat Ikan Baracuda (Sphyraena barracuda)

Data Perhitungan :

(36)

Tabel 3. Data Hasil Pengukuran Panjang dan Berat Ikan Kembung (Rastrelliger sp.)

No Ikan L Log L W Log W Log L x Log W (Log L)2

1 Kembung 1 19,5 1,290034611 84 1,924279286 2,482386881 1,664189299

2 Kembung 2 20 1,301029996 76 1,880813592 2,4469949 1,69267905

3 Kembung 3 19 1,278753601 67 1,826074803 2,33509973 1,635210772

4 Kembung 4 18,5 1,267171728 58 1,763427994 2,234566099 1,605724189

5 Kembung 5 20 1,301029996 79 1,897627091 2,468869766 1,69267905

6 Kembung 6 20 1,301029996 69 1,838849091 2,392397825 1,69267905

7 Kembung 7 19 1,278753601 61 1,785329835 2,282996955 1,635210772

8 Kembung 8 18,7 1,271841607 61 1,785329835 2,270656766 1,617581072

9 Kembung 9 19,3 1,285557309 75 1,875061263 2,410498712 1,652657595

10 Kembung 10 18,2 1,260071388 59 1,770852012 2,231399952 1,587779903

11 Kembung 11 19,1 1,281033367 64 1,806179974 2,313776814 1,641046488

12 Kembung 12 20,7 1,315970345 78 1,892094603 2,489940388 1,73177795

13 Kembung 13 19,1 1,281033367 89 1,949390007 2,497233644 1,641046488

(37)

15 Kembung 15 21,1 1,324282455 103 2,012837225 2,665565022 1,753724021

16 Kembung 16 37 1,568201724 61 1,785329835 2,799757325 2,459256647

17 Kembung 17 35 1,544068044 49 1,69019608 2,609777756 2,384146126

18 Kembung 18 37 1,568201724 65 1,812913357 2,843013851 2,459256647

19 Kembung 19 42 1,62324929 87 1,939519253 3,148323251 2,634938259

20 Kembung 20 35 1,544068044 52 1,716003344 2,649625927 2,384146126

21 Kembung 21 57 1,755874856 61 1,785329835 3,134815766 3,083096509

Jumlah ( ∑ ) 25,40476 28,90370814

69,14286

= -0,11694, Jadi nilai b <3 tetapi juga < 0. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kesalahan pada saat perhitungan baik panjangnya maupun beratnya.

F = 10 5W

(38)

= 6914286 16396,28 = 421,6984

Tabel 4. Data Hasil Pengukuran Panjang dan Berat Ikan Nilem ( Osteochillus hasselti )

N

o Ikan L Log L W Log W Log L x Log W (Log L)2

1 Nilem 1 12,5 1,096910013 42 1,62324929 1,7805584 1,203211577

2 Nilem 2 16,3 1,212187604 49 1,69019608 2,048834737 1,469398788

3 Nilem 3 19,6 1,292256071 94 1,973127854 2,549786448 1,669925754

4 Nilem 4 14,5 1,161368002 38 1,579783597 1,83471012 1,348775637

5 Nilem 5 16,7 1,222716471 57 1,755874856 2,146937107 1,495035569

6 Nilem 6 15,5 1,190331698 56 1,748188027 2,080923623 1,416889552

7 Nilem 7 14 1,146128036 36 1,556302501 1,783721928 1,313609474

8 Nilem 8 15 1,176091259 58 1,763427994 2,073952249 1,38319065

9 Nilem 9 14,1 1,149219113 44 1,643452676 1,888687227 1,320704569

10 Nilem 10 18,5 1,267171728 101 2,004321374 2,539819379 1,605724189

11 Nilem 11 18 1,255272505 83 1,919078092 2,408965965 1,575709062

12 Nilem 12 14,5 1,161368002 47 1,672097858 1,941920949 1,348775637

(39)

14 Nilem 14 14 1,146128036 35 1,544068044 1,769699675 1,313609474

15 Nilem 15 15,2 1,181843588 43 1,633468456 1,93050422 1,396754266

16 Nilem 16 18,2 1,260071388 81 1,908485019 2,404827367 1,587779903

17 Nilem 17 17,8 1,250420002 74 1,86923172 2,337324731 1,563550182

18 Nilem 18 17,5 1,243038049 75 1,875061263 2,330772494 1,54514359

19 Nilem 19 16,1 1,206825876 51 1,707570176 2,060739874 1,456428695

20 Nilem 20 15,6 1,193124598 53 1,72427587 2,057275954 1,423546307

21 Nilem 21 14,4 1,158362492 42 1,62324929 1,880311093 1,341803663

22 Nilem 22 17,2 1,235528447 61 1,785329835 2,205825798 1,526530543

23 Nilem 23 15 1,176091259 38 1,579783597 1,857969679 1,38319065

24 Nilem 24 19,2 1,283301229 91 1,959041392 2,514040226 1,646862044

25 Nilem 25 18,2 1,260071388 71 1,851258349 2,332717677 1,587779903

26 Nilem 26 17,1 1,23299611 59 1,770852012 2,183453642 1,520279408

27 Nilem 27 16,9 1,227886705 53 1,72427587 2,117215415 1,507705759

28 Nilem 28 16 1,204119983 44 1,643452676 1,978914208 1,449904933

29 Nilem 29 30,05 1,477844476 42 1,62324929 2,398909998 2,184024296

(40)

31 Nilem 31 33 1,51851394 54 1,73239376 2,630664074 2,305884586

32 Nilem 32 36 1,556302501 69 1,838849091 2,861805438 2,422077474

33 Nilem 33 34 1,531478917 64 1,806179974 2,766126551 2,345427673

34 Nilem 34 26 1,414973348 27 1,431363764 2,025341578 2,002149575

Jumlah ( ∑ )

18,9161

8 42,77163623 57,02941 59,01078875 74,33355032 54,30243264

Data Perhitungan

(41)

ACARA II

(42)

Disusun Oleh:

Kelompok 15

Nurul Hidayah H1G014013

Afief Achyad Kurniadi H1H014011

Laela Yunita Sari H1H014026

(43)

Damar Lazuardy R. H1K014015

Ratna Juita S. H1K014034

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PURWOKERTO

2015

I. PENDAHULUAN

(44)

Pengetahuan mengenai organ reproduksi ikan merupakan bagian yang sangat penting dalam biologi perikanan. Ikan dapat dilihat sifat seksual primer dan sekundernya. Sifat seksual primer ditandai dengan adanya organ yang berhubungan langsung dengan proses reproduksi seperti testis, dan ovari beserta pembuluh pembuluhnya. Sedangkan sifaat seksual sekunder merupakan tanda tanda diluar sifat seksual primer seperti adanya perbedaan bentuk dan warna (Kadarusman, 2010). Proses penentuan seksual pada ikan memilki variabel dan materi yang rumit serta mekanisme yang beragam diantara spesies ikan yang berbeda. Dalam 30 tahun terakhir, beberapa penelitian mengarah pada tipe gonad, hermaproditisme, penentuan genetik seksual, dan keseringan munculnya steroid seksual paada pembedaan seksual (Mulfizar, 2012).

Penelitian yang berfokus pada penentuan seksual ikan penting untuk ekologi dan para peneliti akuakultur, seperti karakter morfometrik yang telah digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi ambang batas pertumbuhan dan dimorfisme seksual di ontogeny dari beberapa spesies ikan yang dibudidayakan maupun di alam, seperti Rutilus rutilus (Kadarusman, 2010).

Penentuan perbedaan ini dapat digunakan untuk seleksi betina dalam populasi di ekologi maupun akuakultur. Perbedaan reproduktif seksual dapat diprediksi dari arah dan besarnya seksual dimorfisme dari morfologi eksternal dan internal. Ikan jantan memiliki struktur yang lebih besar yang menambah perolehan kesempatan memijah, sedangkan betina diprediksi memiliki lebih besar organ yang terasosiasi pada produksi telur (Afini, 2014).

(45)

pengenalan ikan jantan dan betina bertujuan agar memudahkan kami untuk mengenai ikan jantan dan ikan betina baik secara morfologi ataupun secara anatomi.

I.2. Tujuan

(46)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Perbedaan Jantan dan Betina

Pada prinsipnya, seksualitas pada ikan terdiri dari dua jenis kelamin yaitu jantan dan betina. Ikan jantan adalah ikan yang mempunyai organ penghasil sperma, sedangkan ikan betina adalah ikan yang mempunyai organ penghasil telur. Suatu populasi terdiri dari ikan-ikan yang berbeda seksualitasnya, maka populasi tersebut disebut populasi heteroseksual, bila populasi tersebut terdiri dari ikan-ikan betina saja maka disebut monoseksual. Namun, penentuan seksualitas ikan di suatu perairan harus berhati-hati karena secara keseluruhan terdapat bermacam-macam seksualitas ikan mulai dari hermaprodit sinkroni, protandri, protogini, hingga gonokorisme yang berdiferensiasi maupun yang tidak berdiferensiasi. (Pulungan, 2014).

Pada kelompok Teleostei terdapat sepasang ovarium yang memanjang dan kompak. Ovarium terdiri dari oogonia dan jaringan penunjang atau stroma. Mereka tergantung pada bagian atas rongga tubuh dengan perantaraan mesovaria, di bawah atau di samping gelembung renang (jika ada. Ukuran dan perkembangannya pada rongga tubuh bervariasi dengan tingkat kematangannya. Pada keadaan matang , ovarium bisa mencapai 70 % dari berat tubuhnya. Sebagian besar pada 98 waktu masih muda warna keputih-putihan dan menjadi kekuning-kuningan pada saat matang. (Robisalmi, 2010).

(47)

Tipe seksualitas pada ikan ada dua macam, yaitu seksualitas primer dan seksualitas sekunder. Sifat seksualitas primer pada ikan adalah ditandai dengan adanya organ yang berhubungan secara langsung dengan proses reproduksi, yaitu ovarium dan pembuluhnya pada ikan betina dan testis dengan pembuluhnya pada ikan jantan. Tanpa melihat tanda-tanda lain pada ikan akan sukar untuk mengetahi organ seksual primernya. Sedangkan sifat seksualitas sekunder adalah tanda-tanda luar yang dapat dipakai untuk membedakan ikan jantan dan betina. Pada umumnya ikan jantan memiliki warna yang lebih cerah dan menarik daripada ikan betina (Afini, 2014).

Pertumbuhan seksual dimorfisme sering ditemukan pada ikan teleostei. Biasanya, pada ukuran dewasa, jantan ditemukan lebih besar daripada betina. Misalnya yang telah diteliti pada banyak jenis, pada salmon seperti Oncorhynchus mykiss, Salmo trutta. Beberapa paper menyebutkan bahwa betina lebih besar dari jantan pada banyak ikan flatfish seperti Limanda limanda, dan turbot, Scophtalmus maximus. Misalnya, menurut Beevi (2012), ikan bonito atau European seabass adalah spesies gonochoristic dengan gonad yang secara seksual tidak berbeda sampai usia 7-12 bulan. Namun, apabila satu spesies ikan dibedakan jantan dan betinanya berdasarkan perbedaan warna, maka ikan itu bersifat seksual dikromatisme. Pada umumnya ikan jantan mempunyai warna yang lebih cerah dan lebih menarik dari pada ikan betina. (Afini, 2014)

Tipe seksualitas sekunder dibagi menjadi dua berdasarkan perbedaan sifatnya, yaitu yang bersifat permanen dan yang bersifat sementara.

a. Sifat seksualitas sekunder bersifat Permanen

Sifat seksualitas sekunder yang bersifat permanen / tetap, yaitu tanda pembulatan hitam yang dimana tanda ini ada sebelum dan sesudah msim pemijahan. Biasanya tanda seksual itu terdapat positif pada ikan jantan saja, apabila tanda seksual menghilang, tetapi pada ikan betina tidak menunjukan perubahan

(48)

Sifat seksualitas sekunder yang bersifat sementara hanya muncul pada saat musim pemijahan saja. Misalnya “bripositor” yaitu alat yang dipakai untuk menyalurkan telur ke bivalvia, adanya semacam jerawat diatas kepalanya pada waktu musim pemijahan (Pulungan, 2014).

II.2. Hermaprodit

(49)

III. MATERI DANMETODE 3.1. Materi

3.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum pengenalan jantan dan betina yaitu alat bedah, baki preparat, dan alat tulis

3.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum pengenalan jantan dan betina yaitu ikan nilem (Osteochillus hasselti).

3.2. Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum ini yaitu melihat morfologi dan melihat bagian dalam tubuh ikan. Metode melihat morfologi, mula mula gambar bentuk ikan diamati dan disebutkan bagian bagian tubuh ikan, selanjutnya perbedaan bentuk, warna, dan keberadaan organ reproduksi ikan diamati, dan semua data pengamatan dicatat. Metode kedua, melihat bagian dalam tubuh ikan. Mula mula pembedahan ikan dilakukan, lalu gonadnya diambil dan digambar, untuk gonad yang sudah diamati dimasukkan dalam toples yang tersedia dan diberi air 9 ml formalin 10%, lalu hasil dicatat dan dideskripsikan.

3.3. Waktu dan Tempat

(50)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Morfologi

Dilihat secara morfologi, jenis kelamin dari ikan Nilem yang diamati antara lain sebagai berikut :

 Ikan ke-1 Jantan

 Ikan ke-2 Betina

 Ikan ke-3 Betina

 Ikan ke-4 Jantan

 Ikan ke-5 Betina

 Ikan ke-6 Jantan

Tabel 5. Data Pengamatan Jantan dan Betina ( Perbedaan secara Morfologi )

Jantan Betina

1.

Ukuran Kecil

1.

(51)

2.

Operkulum Kasar

3.

Sisik Cerah

2.

Operkulum Halus

3.

Sisik Gelap

4.1.2 Anatomi

Dilihat secara anatomi, jenis kelamin dari ikan Nilem yang diamati antara lain sebagai berikut :

 Ikan ke-1 Jantan

 Ikan ke-2 Belum memiliki gonad ( belum jelas )

 Ikan ke-3 Betina

 Ikan ke-4 Jantan

 Ikan ke-5 Jantan

 Ikan ke-6 Jantan

Perbedaan ikan Nilem jantan dan betina secara anatomi

(52)

Betina : Gonad berwarna kekuningan

Tabel 6. Data Pengamatan Jantan dan Betina ( Perbedaan secara Anatomi)

Jantan Betina

Gonad berwarna putih

4.2 Pembahasan

Saat melakukan pengamatan secara morfologi, ikan nomor 1, 4, 5, dan 6 memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan dengan ikan nomor 2 dan 3. Selain itu, ikan nomor 2 dan 3 memiliki operculum yang lebih halus dan juga sisik bagian depannya lebih gelap dibandingkan dengan ikan nomor 1, 4, 5 dan 6. Sehingga dugaan kami sementara bahwa ikan nomor 2 dan 3 adalah ikan betina, sedangkan ikan nomor 1, 4, 5 dan 6 adalah ikan jantan. Hal ini kami tentukan berdasarkan referensi yang menyatakan bahwa berdasarkan ciri seksualitas sekunder yang bersifat dikromatisme yaitu ikan dapat dibedakan berdasarkan perbedaan warna, ikan jantan memiliki warna lebih cerah dibandingkan dengan ikan betina (Afini, 2014).

Pengamatan selanjutnya kami melakukan pengamatan anatomi pada ikan-ikan yang telah kami amati bagian morfologinya untuk membuktikan bahwa ikan-ikan yang telah kami duga tadi benar-benar tepat jenis kelaminnya. Hasil yang kami dapatkan ketika melakukan pengamatan adalah gonad jantan memiliki warna putih sedangkan gonad betina adalah warna kekuningan. Sehingga dugaan awal kami pada pengamatan morfologi terbukti setelah dilakukan pengamatan anatomi. Karena berdasarkan referensi yang menyatakan bahwa ciri seksualitas primer adalah ditandai dengan adanya organ yang berhubungan secara langsung dengan proses reproduksi, yaitu ovarium dan

(53)

pembuluhnya pada ikan betina dan testis dengan pembuluhnya pada ikan jantan (Afini, 2014).

Ikan nomor 2 ketika dilakukan pengamatan anatomi, tidak terdapat gonad jantan maupun gonad betina di dalam tubuhnya. Hal ini disebabkan karena ukuran ikan tersebut masih terlalu kecil dibandingkan dngan ikan yang lainnya. Dapat disimpulkan bahwa ikan nilem (Ostechilus hasselti) adalah ikan yang bersifat gonokoristik bukan hermaprodit. Karena hermaprodit adalah kondisi dimana pada satu spesies terdapat dua sel kelamin jantan dan betina pada tubuhnya. Sedangkan gonokoristik adalah sebliknya, yaitu keadaan dimana pada satu spesies hanya terdapat satu jenis sel kelamin pada tubuhnya selama daur hidupnya (Wiadnya, 2011).

Menurut Wiadnya (2011) macam-macam hermaprodit sebagai berikut :

1) Hermaprodit sinkroni. Apabila dalam gonad individu terdapat sel kelamin betina dan sel kelamin jantan yang dapat masak bersama-sama dan siap untuk dikeluarkan. Ikan hermaprodit jenis ini ada yang dapat mengadakan pembuahan sendiri dengan mengeluarkan telur terlebih dahulu kemudian dibuahi oleh sperma dari individu yang sama, ada juga yang tidak dapat mengadakan pembuahan sendiri. Ikan ini dalam satu kali pemijahan dapat berlaku sebagai jantan dengan mengeluarkan sperma untuk membuahi telur dari ikan yang lain, dapat pula berlaku sebagai betina dengan mengeluarkan telur yang akan dibuahi sperma dari individu lain. Contoh ikan hermaprodit sinkroni yaitu ikan-ikan dari Famili Serranidae.

(54)

menjadi fase betina. Contoh ikan-ikan yang termasuk dalam golongan ini antara lain Sparus auratus, Sargus annularis, Lates calcarifer (ikan kakap).

(55)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) memiliki ciri seksualitas primer berupa testis pada ikan jantan dan ovum pada ikan betina. Sedangkan untuk ciri seksualitas sekundernya yaitu:

1. Ukuran, ikan jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan ikan betina. Warna, ikan jantan memiliki warna yang lebih cerah dan menarik dibandingkan dengan ikan betinanya. Operculum, ikan jantan memiliki operculum yang lebih kasar dibandingkan dengan ikan betina.

2. Ciri anatominya, gonad jantan berwarna putih sedangkan gonad betina berwarna kekuningan

3. Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) termasuk ikan yang memiliki sifat seksualitas gonokoristik, karena ikan nilem hanya memiliki satu sel kelamin sepanjang hidupnya.

5.2 Saran

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Afini, Irsyah. 2014. Analisis Morfometrik dan Meristik Hasil Persilangan Ikan Pelangi Boesmani (Melanotaenia Boesemani) Dan Ikan Pelangi Merah Abnormal (Glossolepis Incisus). Unnes Journal Of Life Science. 3 (2)

Beevi, KSJ And Ramachandran, A. 2012. Sex Ratio In Puntius Vittatus Day In The Freshwater Bodies Of Ernakulam District, Kerala. Zoos’ Print Jornal. 20 (9): 1989 - 1990.

Kadarusman, Sudarto E, Paradis Dan Pouyaud L. 2010. Description Of Melanotaenia Fasinensis, A New Species Of Rainbowfishes (Melanotaeniidae) From West Papua, Indonesia With Comment On The Rediscovery Of M. Ajamaruensis And The Endangered Status Of M. Parva. Cybium. 34 (2):207-215.

Mulfizar, Muchlisin ZA, Dewiyanti I. 2012. Hubungan Panjang Berat Dan Faktor Kondisi Tiga Jenis Ikan Yang Tertangkap Di Perairan Kuala Gigieng, Aceh Besar, Provinsi Aceh. Depik Jurnal. 1(1): 1-9.

Pulungan, C.P. 2013. Bioekologi Ikan Pantau Janggut (Esomus Metallicus Ahl.: Cyprinidae) Dari Sungai Tenayan Dan Tapung Mati, Anak Sungai Siak, Riau. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Andalas, Padang. 143 Hal.

Pulungan, Chaidir P. 2014. Nisbah Kelamin Dan Nilai Kemontokan Ikan Tabingal (Puntioplites Bulu Blkr) Dari Sungai Siak, Riau. Jurnal Perikananan Dan Kelautan. X(x):x

Robisalmi A, Listiyowati N, Aryanto D. 2010. Evaluasi Keragaan Pertumbuhan Dan Nilai Heterosis Pada Persilangan Dua Strain Ikan Nila (Oreochromis Niloticus). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 553-559.

Sembiring SBM, Setiawati KM, Hutapea JH, Subamia W. 2013. Pewarisan Pola Warna Ikan Klon Biak, Amphiprion Percula. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan Tropis. 5(2): 343-351.

Tappin AR. 2010. Rainbowfishes: Their Care & Keeping In Captivity. Art Publication: Australia. 493 Pages.

(57)

LAMPIRAN 2

Gambar 4. Morfologi Ikan Nilem Jantan

Gambar 5. Morfologi Ikan Nilem Betina

Gambar 6. Anatomi Ikan Nilem Jantan

(58)

ACARA III

STUDI ISI ALAT PENCERNAAN DAN DERAJAT KEPENUHAN LAMBUNG

Disusun Oleh:

Kelompok 15

Nurul Hidayah H1G014013

Afief Achyad Kurniadi H1H014011

(59)

Satrio Haryu Wibowo H1H014046

Damar Lazuardy R. H1K014015

Ratna Juita S. H1K014034

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PURWOKERTO

(60)

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pencernaan adalah proses panyederhanaan makanan melalui mekanisme fisik dan kimiawi sehingga makanan menjadi bahan yang mudah diserap dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah. Saluran pencernaan ikan terdiri dari mulut, rongga mulut, faring, esophagus, lambung, pylorus, usus, rectum dan anus. Lambung merupakan bagian dari alat pencernaan pada ikan, dan isinya berupa cairan dan makanan yang telah dicerna dimulut. Hal itu dapat diketahui dengan mempelajari isi dari makanannya apakah ikan tersebut merupakan pemakan plankton, ikan buas, tumbuh-tumbuhan, dan pemakan segala (Lagler 1997 dalam Mulyadi et al., 2010).

Pakan sangat dibutuhkan oleh ikan untuk melangsungkan hidupnya. Fungsi utama pakan adalah untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan.pakan yang dimakan oleh ikan pertama-tama digunakan untuk kelangsungan mempertahankan hidupnya dan kelebihannya akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Jenis pakan buatan mempunyai banyak kekurangan dibandingkan pakan alami. Komponen penyusun pakan alami lebih lengkap, sehingga ikan cenderung lebih menyukai ikan alami. Segala sesuatu yang dimakan oleh hewan sebagai makanan yang diperlukan oleh tubuh sebagai sumber energi bagi aktivitas hidupnya berasal dari lingkungannya. Selain itu, makanan mempunyai peranan penting untuk melakukan metabolisme tumbuh dan berkembang. Makanan yang dimakan makhluk hidup bermacam-macam jenisnya yang dicerna dengan sistem pencernaan atau organ pencernaan yang dimiliki oleh hewan tersebut (Mahmud,2012).

(61)

dimanfaatkan oleh ikan, pemanfaatan ini dapat diketahui dengan mengambil contoh makanan yang ada pada lambungnya dan dilengkapi dengan daftar pakan harian yang diambil ikan dalam berbagai umur dan ukuran sehingga dapat diketahui penggolongan ikan (Affandi 2002 dalam Hanan, 2013).

Makanan yang dimakan ikan mempengaruhi derajat kepenuhan lambung. Untuk mengetahui derajat kepenuhan lambung ikan, yaitu dengan cara membedah perut ikan dan menimbang material yang terdapat dalam perut ikan. Tetapi harus mengetahui kebiasaan makan dan kebiasaan makanan. Kebiasaan makan ikan tidak harus berdasarkan morfologi mulutnya. Karena morfologi fungsional mulut ikan dapat berubah apabila ikan tersebut mengalami pertumbuhan (Hanan, 2013). Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kepenuhan lambung pada ikan Nilem dan untuk mengetahui kebiasaan makanan Ikan Nilem beserta pakan alaminya.

I.2. Tujuan

(62)

II. TINJAUAN PUSTAKA

(63)

Semua ikan membutuhkan ketersediaan pakan dari materi dan energi yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan dalam melangsungkan hidupnya. Penyediaan materi tergantung pada ikan yang memakan materi dari bahan-bahan organik yang ada pada lingkungannya. Bahan makan yang padat menjadi molekul yang sederhana melalui proses yang disebut dengan digesti. Proses ini disebut dengan proses enzimatik dari polisakarida yaitu zat pati menjadi gula, protein menjadi asam amino, lemak menjadi asam lemak dan gliserol, serta asam laktat menjadi nukleotida (Kimmball 1983 dalam Royan, 2012).

Digesti adalah perombakan makanan dari molekul yang kompleks yangdirombak menjadi molekul yang sederhana, dalam bentuk- bentuk seperti glukosa,asam lemak, dan gliserol serta nutrisi-nutrisi lain yang ada dan bermanfaat bagi tubuhikan. Kecepatan pemecahan makanan dari tubuh ikan dari molekul besar kemolekulyang kecil yang akan diabsorpsi oleh tubuh ikan prosesnya disebut laju digesti.Sedangkan zat-zat yang dibutuhkan dan yang akan diabsorpsi ikan melaui darah juga akan diedarkan keseluruh tubuh untuk keperluan metabolisme (Murtidjo dalam Royan, 2012).

Pakan ikan adalah merupakan campuran berbagai bahan pangan yang biasa disebut dengan bahan mentah atau bahan baku yang baik bagi pertumbuhan ikan,baik yang bersifat nabati ataupun yang bersifat hewani,yang diolah sedemikian rupa sehingga mudah untuk dimakan dan di cerna oleh tubuh ikan. Pakan ikan adalah makanan yang khusus dibuat atau diproduksi agar mudah dan tersedia untuk dimakan. Pakan ikan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan tubuh ikan (Sirregar dalam Royan, 2012).

(64)

dan faktor-faktor kimia dalam perairan (kandungan O2, CO2, H2S, pH, dan alkalinitas) (Syamsuri, 2004).

(65)

III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi

3.1.1. Alat

Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain alat bedah, baki preparat, benang, tabung reaksi, mikroskop, kaca preparat, alat suntik dan pipet tetes.

(66)

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah berbagai spesies ikan dan aquades.

3.2. Metode

Cara kerja untuk praktikum Biologi Perikanan pada acara studi isi alat pencernaan dan derajat kepenuhan lambung yang pertama ikan dimatikan, kemudian dibedah. Selanjutnya, kedua ujung lambung diikat dengan benang dan bagian depan dan belakang lambung sekitar ikatan diikat. Setelah itu, disuntik dengan aquades sampai penuh dan dicatat penambahan volume aquadesnya. Setelah lambung disuntik kemudian isi lambung dikeluarkan dan dimasukan ke dalam gelas ukur. Selanjutnya dihitung

derajat kepenuhan lambungnya menggunakan rumus DKL= volumeisitotallambungvolumeisimaterial x100%. Yang terakhir jenis pakan alami diamati dengan langkah-langkah sebagai berikut diambil beberapa tetes isi lambung dari gelas ukur, kemudian diletakkan di atas gelas preparat. Ditutup dengan cover glass dan diamati dengan mikroskop. Setelah itu, dicatat hasil yang diperoleh.

3.3. Waktu dan Tempat

(67)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Tabel 7. Hasil Pakan Alami ikan Nilem ( Osteochilus hasselti ) Hasil Pakan Alami

1. Plankton 2. Perifiton 3. Tumbuhan Air

Tabel 8. Pengamatan DKL lambung ikan Nilem ( Osteochillus hasselti ) Lambun

(68)

33,33%, kedelapan 66,67%, kesembilan 50%, kesepuluh 20%, kesebelas 25%, kedua belas 25%, ketiga belas 50%, keempat belas 33,33%, kelima belas 0%, keenam belas 37,5%, ketujuh belas 22,22%, kedelapan belas 22,22%, kesembilan belas -166,7%, kedua puluh 0% dan rata-rata derajat kepenuhan lambung ikan Nilem yaitu 23,178%.

Ikan nilem hidup di lingkungan air tawar dengan kisaran kandungan oksigen terlarut yang cukup yaitu 5-8 mg/L. Di daerah tropis umumnya ikan nilem dipelihara dengan baik pada daerah dengan ketinggian 150 – 1000 m dari permukaan laut, tapi ketinggian optimumnya 800 m dari permukaan laut. Ikan nilem akan melakukan pemijahan pada kondisi oksigen berkisar antara 5-6 mg/L, karbondioksida bebas yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan yaitu ≤ 1 ppm. Suhu yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan nilem berkisar antara 18 - 28°C dan untuk pH berkisar antara 6 - 8,6 ppm, serta kandungan ammonia yang disarankan adalah < 0,5 mg/L (Dewi et al., 2011).

Analisis isi lambung dengan kelas ukuran standard panjang mengindikasikan tingginya derajat dari kecernaan pakan dari semua standard ukuran panjang (Dalu et al, 2012). Hal ini hampir mustahil untuk mengumpulkan informasi yang cukup dari makanan dan makan kebiasaan ikan di habitat alami mereka tanpa mempelajari isi ususnya. Melalui pengetahuan pada sebuah makanan dan kebiasaan makan ikan menyediakan kunci untuk pemilihan spesies yang dapat dibudidayakan dan pentingnya informasi yang diperlukan untuk sukses dalam budidaya ikan dari kebiasaan makan ikan yang berbeda bervariasi dari bulan ke bulan. Daya tampung dari ikan Nilem adalah kurang lebih antara 0 – 75% (Manon, 2011).

(69)

Analisis terhadap isi saluran pencernaan ikan dilakukan untuk mengetahui kebiasaan makan nilem. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : ikan hasil tangkapan dibedah dan diambil saluran pencernaannya. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah sampel serta diawetkan dengan formalin 5 %. Sampel tersebut diberi label berisi keterangan lokasi dan waktu pengambilan sampel. Isi usus yang berukuran makroskopis dan mikroskopis dipisahkan. Isi alat pencernaan yang telah dipisahkan kemudian diperiksa di bawah mikroskop dan setiap jenis organisme yang terdapat dalam isi alat pencernaan langsung diidentifikasi dan dihitung jumlahnya (Ekawati, 2010).

Derajat kepenuhan lambung dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kepenuhan lambung, yaitu berat dan ukuran tubuh yang berbeda, perbedaan jenis ikan, ukuran dan bentuk lambung, keadaan tubuh ikan, dan perbedaan habitat ikan. Faktor-faktor ini dipengaruhi oleh kebiasaan makanan (Affandi 2002 dalam Hanan, 2013). Kebiasaan makanan ikan berhubungan dengan bentuk, posisi mulut, gerigi dalam rahang, dan kesesuaian tapis insang. Makanan yang tersedia di alam dimanfaatkan oleh ikan, pemanfaatan ini dapat diketahui dengan mengambil contoh makanan yang ada pada lambungnya dan dilengkapi dengan daftar pakan harian yang diambil ikan dalam berbagai umur dan ukuran sehingga dapat diketahui penggolongan ikan (Affandi 2002 dalam Hanan, 2013).

(70)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum studi isi alat pencernaan dan derajat kepenuhan lambung adalah sebagai berikut:

1. Ikan Nilem termasuk golongan ikan herbivora.

2. Pakan alami ikan Nilem adalah plankton, perifiton, dan tumbuhan air, serta derajat kepenuhan lambungnya berkisar antara 0% - 75%.

V.2. Saran

(71)
(72)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta.

Dewi, Imelda Roesma, Putra Santoso. 2011. Morphological divergences among three sympatric populations of Silver Sharkminnow (Cyprinidae: Osteochilus hasseltii C.V.) in West Sumatra. Biodiversitas. 12 (3) : 141-145.

Ekawati, D. 2010. Studi Kebiasaan Makan Nilem (Osteochillus hasselti) yang Dipelihara pada Keramba Jaring Apung di Waduk Ir. H. Djuanda, Jawa Barat. Jurnal Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. 1(2).

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Cetakan pertama. Rineka Putra. Jakarta.

Hanan, hanifah. 2013. Laporan praktikum FHA laju Pengosongan Lambung. http://www.academia.edu. Diakses pada 3 Desember 2015.

Manon,M.R dan Hossain,M.D. 2011. Food and Feeding Habit of Cyprinus carpio var. specularis. J. Sci. Foundation. 9 (1&2): 163-181.

Mushahida-Al-Noor, Syeda, Sheikh Kamruzzaman, and Md Delwer Hossain. 2013. Seasonal Variation of Food Composition and Feeding Activity of Small Adult Barramundi (Lates calcarifer, Bloch) in the South west Coastal Water near Khulna, Bangladesh. Our Nature. 10 (1): 119-127.

(73)

LAMPIRAN 3

Gambar 8. Calothrix

(74)

Gambar 10. Lacrymaria sp.

Gambar 11. Navicula insuta

Gambar 12. Synedra ulna Rumus Perhitungan :

(75)

Data Perhitungan :

volume isi material

volume totallambung x 100%

= 0,1

0,2 x 100 %

= 50 % Ikan ke-1

volume isi material

volume totallambunng x 100%

= 0,10,3 x 100 %

= 33,33 % Ikan ke-2

volume isi material

volume totallambung x 100%

= 0,1

0,3 x 100 %

(76)

volume isi material

volume totallambung x 100%

= 0,1

0,2 x 100 %

= 50 % Ikan ke-4

volume isi material

volume totallambung x 100%

= 0,10,3 x 100 %

= 33,33 % Ikan ke-5

volume isi material

volume totall x 100%

= 0,3

0,4 x 100 %

= 75 % Ikan ke-6

volume isi material

(77)

= 0,1

0,3 x 100 %

= 33,33 % Ikan ke-7

volume isi material

volume totallambung x 100%

= 0,20,3 x 100 %

= 66,67 % Ikan ke-8

volume isi maaterial

volume totallambung x 100%

= 0,20,4 x 100 %

= 50 % Ikan ke-9

volume isi material

volume totallambung x 100%

= 0,1

(78)

= 20 % Ikan ke-10

volume isi material

volume totallambung x 100%

= 0,1

0,4 x 100 %

= 25 % Ikan ke-11

volume isi material

volume totallambung x 100%

= 0,1

0,4 x 100 %

= 25 % Ikan ke-12

volume isi material

volume totallambung x 100%

= 0,20,4 x 100 %

(79)

volume isi mater ial

volume totallambung x 100%

= 0.1

0,3 x 100 %

= 33,33 % Ikan ke-14

volume isi material

volume totallambung x 100%

= 00 x 100 %

= - Ikan ke-15

volume isi material

volume totallambung x 100%

= 0,3

0,8 x 100 %

= 37,5 % Ikan ke-16

volume isi material

(80)

= 0,2

0,9 x 100 %

= 22,22 % Ikan ke-17

volume isi material

vol umetotal lambng x 100%

= 0,20,9 x 100 %

= 22,22 % Ikan ke-18

volume isi material

volume totallambung x 100%

= −0.30,5 x 100 %

= -166,7 % Ikan ke-19

Volume isi material

volume totallambung x 100%

= 0,0

(81)

= 0 % Ikan ke-20

ACARA IV

PENGAMATAN GONAD

Disusun Oleh:

(82)

Nurul Hidayah H1G014013

Afief Achyad Kurniadi H1H014011

Laela Yunita Sari H1H014026

Satrio Haryu Wibowo H1H014046

Damar Lazuardy R. H1K014015

Ratna Juita S. H1K014034

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PURWOKERTO

2015

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang

(83)

gonad dibagi berat tubuh ikan (termasuk gonad) dikalikan 100%. Indeks kematangan gonad digunakan dalam studi reproduksi ikan (Mulyasari, 2010).

Perkembangan gonad pada ikan pada umumnya selain dengan pertambahan umur ikan, yaitu semakin dewasa seekor ikan maka perkembangan gonadnya akan semakin sempurna untuk mengadakan pembentukan dan pemasakan telur (Affandi, 2002). Biologi perikanan, pencatatan perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak reproduksi. Pengetahuan tahap tingkat kematangan gonad ini juga akan didapatkan keterangan jika ikan itu akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah (Effendi, 1999).

Penggunaan IKG biasanya untuk mendeteksi ovarium terhidrasi dan untuk mendeteksi masa reproduksi dari kenaikan berat badan. Dalam biologi perikanan, pencatatan perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak. Dari pengetahuan tahap kematangan gonad ini juga akan didapat keterangan bilamana ikan itu akan memijah, baru memijah, atau sudah selesai memijah. Mengetahui ukuran ikan untuk pertama kali gonadnya menjadi masak, ada hubungannya dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya (Sulistiono, 2011).

I.2. Tujuan

(84)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Indeks Kematangan Gonad

Indeks kematangan gonad adalah tahapan kematangan gonad, sehingga terjadi perubahan-perubahan dalam gonad. Pada ikan betina umumnya ada penambahan berat gonad 10 – 25 %. Pada ikan jantan penambahan gonad 5 – 10 %. Pembagian TKG ada beberapa versi oleh masing-masing ahli, antara lain berdasarkan struktur, ukuran, dan warna gonad. Struktur gonad sepasang tersusun bilateral kiri dan kanan, ukuran gonad sesuai dengan bobot tubuh ikan, warna gonad pada jantan gonad berwana putih dan betina berwarna kuning (Effendie,1995).

Tiap-tiap spesies ikan pada waktu pertama kali gonadnya menjadi masak tidak sama ukurannya. Demikian pula ikan yang sama spesiesnya. Lebih-lebih bila ikan yang sama spesiesnya itu tersebar pada lintang yang perbedaannya lebih dari lima derajat, maka terdapat perbedaan ukuran dan umur ketika mencapai kematangan gonad untuk pertama kalinya (Effendie, 1995).

(85)

Ikan yang sudah diperoleh nilai IKG-nya diamati disiapkan untuk diamati, baik dengan mata biasa maupun dengan kaca pembesar. Ikan jantan meliputi bentuk testes, besar kecilnya testes, warna testes, pengisian testes dalam rongga tubuh. Ikan betina meliputi bentuk ovarium, besar kecilnya ovarium, pengisian ovarium, warna ovarium, warna telur.

Ditentukan klasifikasinya tingkat kematangan gonad dengan mengenai pada ketentuan kematangan gonad. Tahap kematangan adalah perkembangan sel telur menjadi semakin besar, berisi kuning telur dan akan diovulasikan pada ikan yang telah dewasa. Proses pematangan gonad pada ikan yang telah dewasa dan induk sebenarnya terjadi mulai dalam masa oosit muda dan bukan dari calon telur (Mulyasari, 2010).

III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi

3.1.1. Alat

(86)

3.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum pengamatan gonad adalah ikan nilem (Osteochilus hasselti).

3.1.3. Metode

Cara kerja pada praktikum pengamatan gonad yaitu siapkan alat dan bahan, lalu ikan dimatikan dan ditimbang bobotnya serta dilakukan pembedahan terhadap ikan tersebut secara hati agar gonad tidak rusak. Kemudian gonad diangkat dengan hati-hati dan dikeringkan dengan menggunakan kertas penghisap. Gonad yang sudah kering ditimbang dan dihitung menggunakan rumus :

IKG = Berat GonadB erat Tubuh x 100%

Kemudian tentukan stadium kematangan gonad ikan,apabila IKG dibawah 4% berarti ikan belum siap memijah,IKG antara 4-12% ikan matang gonad belum siap memijah,dan IKG antar 12-19% ikan siap memijah. 3.3. Waktu dan Tempat

(87)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Tabel 9. Data Hasil Pengamatan Gonad Ikan Nilem ( Osteochillus hasselti ) Gonad

Ke

Jenis Gonad

Berat Gonad (gram)

Berat Tubuh

(gram) IKG (%) Keterangan 1 Jantan 1,09 42 2,59 Ikan belum siap memijah

2 Jantan 2,43 49 4,95 Ikan matang gonad dan

belum siap memijah

3 Betina 6 94 6,38 Ikan matang gonad dan

belum siap memijah 4 Betina 0,35 38 0,92 Ikan belum siap memijah

(88)

belum siap memijah 6 Betina 0,68 36 1,88 Ikan belum siap memijah

7 Betina 1 36 2,77 Ikan belum siap memijah

8 Jantan 3 58 5,17 Ikan matang gonad dan

belum siap memijah

9 Jantan 2 44 4,54 Ikan matang gonad dan

belum siap memijah

10 Betina 8 101 7,92 Ikan matang gonad dan

belum siap memijah

11 Betina 18 83 21,68 Ikan siap memijah

12 Betina 0,34 67 0,51 Ikan belum siap memijah

13 Betina 4 60 6,67 Ikan matang gonad dan

belum siap memijah 14 Betina 1,2 35 3,43 Ikan belum siap memijah 15 Betina 0,95 43 2,21 Ikan belum siap memijah

16 Jantan 5 81 6,17 Ikan matang gonad dan

belum siap memijah

17 Jantan 4 74 5,40 Ikan matang gonad dan

belum siap memijah

18 Betina 14 75 18,67 Ikan siap memijah

19 Jantan 2 51 3,92 Ikan belum siap memijah

20 Betina 0,69 53 1,30 Ikan belum siap memijah 21 Betina 0,35 42 0,83 Ikan belum siap memijah

22 Jantan 5 61 8,19 Ikan matang gonad dan

belum siap memijah

23 - - 38 -

-24 Betina 7 91 7,69 Ikan matang gonad dan

belum siap memijah

25 Jantan 4 71 5,63 Ikan matang gonad dan

belum siap memijah

26 - - 59 -

-27 Betina 2 53 3,77 Ikan belum siap memijah

28 Betina 3 44 6,81 Ikan matang gonad dan

belum siap memijah

29 Jantan 2 42 4,74 Ikan matang gonad dan

belum siap memijah

30 - - 47 -

-31 Betina 2 54 3,70 Ikan belum siap memijah

32 Jantan 5 69 7,24 Ikan matang gonad dan

(89)

34 Jantan 2 27 7,41 Ikan matang gonad dan belum siap memijah

4.2. Pembahasan

Berdasarkan data hasil praktikum yang dilakukan terhadap 34 sampel ikan Nilem (Osteochilus hasselti) diketahui IKG (Indeks Kematangan Gonad) pada ikan jantan yang tertinggi sebesar 8,19% dapat dikatakan ikan tersebut matang gonad dan belum siap memijah, pada ikan betina yang tertinggi sebesar 21,68% dan 18,67% maka dapat dikatakan ikan tersebut siap memijah. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Johnson, (1971) yang menyatakanikan dikatakan matang gonad dan siap memijah bilamana IKG > 19%. Dan indeks tersebut semakin bertambah besar dan nilai tersebut akan mencapai batas kisar maksimum pada saat akan terjadi pemijahan. Sedangkan ikan lainnya pada umumnya < 8% dan dapat dikatakan belum siap memijah. Tingkat kematangan gonad ikan nilem jantan dan betina berbeda karena secara morfologi saja sudah terlihat banyak perbedaan seperti panjang dan berat tubuh ikan. Ikan betina memiliki ukuran yang lebih besar biasanya dibandingkan dengan ukuran tubuh ikan jantan, namun ikan jantan dapat matang gonad dengan lebih cepat dan jangka waktu hidupnya lebih singkat (Dina, 2011).

Tingkat kematangan gonad dapat dilihat dari hubungannya dengan berat tubuh ikan tersebut dan hubungan IKG dengan panjang tubuh ikan.Faktor yang mempengaruhi tingkat kematangan gonad diantaranya (Effendie, 2002):

a) lingkungan : suhu, salinitas, kualitas air, predator.

b) nutrisi.

(90)

pematangan gonad. Ini dapat pula berarti terjadinya efisiensi energi hasil penguraian makanan (Solong dan Djuana, 2012).Menurut Mariskha dan Nurlita (2012) menyatakan bahwa Ciri-Ciri Tingkat Kematangan Gonad Modifikasi Cassie adalah sebagai berikut :

Tabel 10. Ciri-ciri Tingkat Kematangan Gonad Modifikasi Cassie

Gambar

Gambar 2. Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta)
Gambar 3. Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
Grafik 1. Nilai Log a
Grafik 2. Nilai b
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berilah label cawan petri dan letakkan tulang/cangkang yang telah direndam pada cawan petri A (tulang direndam HCL),cawan petri B (tulang direndam air), cawan petri C

Mekanisme penggumpalan darah, agglutinin – A dan agglutinin – B dalam plasma (serum) bersifat bivalen atau polivalen, yaitu pada saat yang sama setelah. diteteskan pada sel

Hukum I Newton menyatakan “Sebuah benda akan berada dalam keadaan diam atau bergerak lurus beraturan apabila resultan gaya yang bekerja pada benda sama dengan

tembang (Sardinella fimbriata) adalah 67.469,630, menunjukan bahwa ikan tersebut pertumbuhan produksinya lebih cepat jika dibandingkan jenis ikan yang sama pada tingkat

Dari uraian di atas jelas jelas bahwa pada sistem peredaran darah ikan, darah hanya melalui jantung satu kali dalam satu kali peredarannya.. (Ferdinand &amp;

Judul Laporan : Kajian Aspek Pertumbuhan, Reproduksi, dan Kebiasaan Makan Ikan Kurisi ( Nemipterus japonicus, Bloch 1791) di Perairan Selat Sunda..  Nama :

Nilai Differential Shift Djt ikan kembung Rastrelliger sp adalah 33.566,861, menunjukan bahwa ikan tersebut pertumbuhan produksinya lebih cepat jika dibandingkan jenis ikan yang sama

Pembahasan Pada praktikum kali ini kita memelajari cara meneliti larva ikan gurami menggunakan mikroskop binocular untuk melihat bagaimana gambaran larva yang tidak bisa di lihat