• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia yang Menderita Penyakit Kronis di RSUP Haji Adam Malik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia yang Menderita Penyakit Kronis di RSUP Haji Adam Malik"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Kualitas Hidup 2.1.1 Definisi Kualitas Hidup

Chung, Killingworth, dan Nolan (2012) menyatakan bahwa kualitas hidup

adalah keadaan bagaimana individu merespon secara fisik dan emosinal serta

seberapa baik individu memfungsikan secara psikologis, sosial, pekerjaan dan

fisik. Tsitsis dan Lavdanity (2015) menjelaskan bahwa kualitas hidup

berhubungan dengan perhatian pada emosi sosial dan kesejahteraan fisik yang

digambarkan sebagai pengaruh dari kesehatan individu sehari-hari. Kualitas hidup

merupakan bentuk pilihan individu dan pengalaman di lingkungan sekitar, yang

secara subjektif bergantung pada beberapa faktor seperti kesehatan, pendapatan,

status pekerjaan dan keadaan keluarga (Rokicka, 2014).

Kinghron (2006) dalam Mardiyaningsih (2014) mengatakan bahwa

kualitas hidup memiliki dua komponen dasar yaitu subjektifitas dan multidimensi,

subjektifitas mengandung arti bahwa kualitas hidup hanya dapat ditentukan dari

salah satu sudut pandang klien itu sendiri dan ini hanya dapat diketahui dengan

bertanya langsung pada klien dan multidimensi yang bermakna kualitas hidup

dipandang dari seluruh aspek kehidupan seseorang secara holistik meliputi aspek

biologi, fisik, psikologis, sosial dan lingkungan.

WHOQoL (1994) dalam Mollon (2012) memaknai kualitas hidup sebagai

(2)

sistem nilai dimana mereka hidup dan berhubungan dengan tujuan, pandangan,

standar dan perhatian mereka. Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan

bahwa kualitas hidup sebagai kepuasan hidup seseorang bersifat subjektif dengan

multidimensi yang dipandang secara holistik yakni meliputi aspek biologi, fisik,

psikologis, sosial dan lingkungan.

2.1.2 Domain Kualitas Hidup

Model konsep kualitas hidup dari WHOQol-Brief menurut skevington

(2004) dalam Mardiyaningsih (2014) terdiri atas 4 domain, yaitu a. Dimensi

kesehatan fisik yang terdiri dari rasa nyeri, energy dan istirahat, tidur, mobilitas,

aktivitas, pengobatan dan pekerjaan, b. Dimensi psikologis yang terdiri dari

perasaan positif dan negative, cara berfikir, harga diri, body image, dan spiritual,

c. Dimensi hubungan sosial terdiri dari hubungan individu, dukungan social, d.

Dimensi lingkungan meliputi sumber keuangan, informasi dan keterampilan,

rekreasi dan bersantai, lingkungan rumah, akses ke perawatan kesehatan dan

sosial, keamanan fisik, lingkungan fisik dan transportasi.

Bowling (2013) membagi kualitas hidup dalam 7 dimensi kualitas hidup

yang terdiri dari keseluruhan hidup (kepuasan hidup), kesehatan (kesanggupan

melakukan aktifitas), hubungan sosial (hubungan lansia terhadap keluarga, teman,

dan aktifitas sosial yang diikuti), kemandirian (melakukan suatu hal tanpa bantuan

orang lain), di rumah dan bertetangga (perasaan nyaman dan tenang di rumah dan

lingkungan terdekatnya), psikologi dan emosional (persepsi lansia terhadap

(3)

2.1.3 Pengukuran kualitas hidup

Pengukuran kualitas hidup menggunakan skala pengukuran OPQOL-Brief

(Older People Quality of Life-Brief) untuk mengukur kualitas hidup lansia yang

dibuat oleh Ann Bowling (2013). Instrumen OPQOL-Brief ini telah digunakan di

Italia yaitu pada penelitian Bilotta, et al., (2011). Penelitian ini dilakukan pada

210 responden untuk melihat hubungan antara dua health outcomes. Nilai

validitas penelitian ini adalah 0.01 dan nilai reliabilitas dengan cronbach alpha of

internal consistency 0.90.

Kuisioner OPQOL-Brief terdiri dari 13 pertanyaan yang mencakup

kepuasan dan live overall. Jawaban dari pertanyaan kepuasan berdasarkan skala

Likert yaitu sangat baik = 5, baik = 4, sedang = 3, buruk = 2, dan sangat buruk =

1. Sedangkan untuk live overall yaitu sangat setuju = 5, setuju = 4, sedikit tidak

setuju = 3, tidak setuju = 2, sangat tidak setuju = 1. Nilai tertinggi untuk kualitas

hidup adalah 65 dan terendah 13, semakin tinggi nilai kuisioner, semakin baik

kualitas hidup lansia.

2.2 Konsep Dukungan Keluarga 2.2.1 Definisi Keluarga

Kelurga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh kebersamaan dan

kedekatan emosional serta yang mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari

keluarga (Friedman, 2010). Menurut Wong (2007) keluarga merupakan

sekelompok orang yang hidup bersama atau berhubungan erat, yang saling

(4)

lainnya. Mubarak, et al., (2006) mendefinisikan keluarga sebagai suatu sistem

yakni terdiri dari ayah, ibu dan anak atau semua individu yang tinggal didalam

rumah tangga tersebut dimana anggota keluarga tersebut saling berinteraksi untuk

mencapai tujuan bersama.

Dari beberapa pendapat para ahli tentang defenisi keluarga maka dapat

disimpulkan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang memiliki hubungan

erat, saling memberi perhatian dan saling berinteraksi untuk mencapai tujuan

bersama.

2.2.3 Fungsi Keluarga

Secara umum fungsi keluarga menurut Friedman (1999) dalam Ali (2010)

adalah sebagai berikut: (a) Fungsi afektif adalah fungsi keluarga yang utama

untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga

berhubungan dengan orang lain. (b) Fungsi sosialisasi adalah fungsi

mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum

meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah. (c)

Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga

kelangsungan keluarga. (d) Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk

mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga. (e) Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan

adalah fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar

(5)

Fungsi keluarga menurut UU No. 10 tahun 1992 PP No. 21 tahun 1994

dalam Ali (2010) adalah sebagai berikut:

1) Fungsi keagamaan: (a) Membina norma ajaran-ajaran agama sebagai dasar

dan tujuan hidup seluruh anggota keluarga. (b) Menerjemahkan agama dalam

tingkah laku hidup sehari-hari kepada seluruh anggota keluarga. (c)

Memberikan contoh konkrit dalam hidup sehari-hari dalam pengamalan

dalam ajaran agama. (d) Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar

anak tentang keagamaan yang kurang diperolehnya disekolah atau

masyarakat. (e) Membina rasa, sikap dan praktik kehidupan keluarga

beragama sebagai fondasi menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

2) Fungsi budaya: (a) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk

meneruskan norma-norma dan budaya masyarakat dan bangsa yang ingin

dipertahankan. (b) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk

menyaring norma dan budaya asing yang tidak sesuai. (c) Membina

tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya mencari pemecahan

masalah dari berbagai pengaruh negatif globalisasi dunia. (d) Membina

tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya dapat berperilaku yang baik

sesuai dengan norma Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi. (e)

Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras, dan seimbang dengan budaya

masyarakat atau bangsa untuk menjunjung terwujudnya norma keluarga kecil

bahagia dan sejahtera.

3) Fungsi cinta kasih: (a) Menumbuh kembangkan potensi kasih sayang yang

(6)

optimal dan terus menerus. (b) Membina tingkah laku saling menyayangi

baik antar anggota keluarga secara kuantitatif atau kualitatif. (c) Membina

praktik kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan rohani dalam keluarga

secara serasi, selaras, dan seimbang. (d) Membina rasa, sikap,dan praktik

hidup keluarga yang mampu memberikan dan menerima kasih sayang sebagai

pola hidup ideal menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

4) Fungsi perlindungan: (a) Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga

baik dari rasa tidak aman yang timbul dari dalam maupun dari luar keluarga.

(b) Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai

bentuk ancaman dan tantangan yang datang dari luar. (c) Membina dan

menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai modal menuju keluarga

kecil bahagia dan sejahtera.

5) Fungsi reproduksi: (a) Membina kehidupan keluarga sebagai wahana

pendidikan reproduksi sehat baik bagi anggota keluarga maupun bagi

keluarga disekitarnya. (b) Memberikan contoh pengamalan kaidah-kaidah

pembentukan keluarga dalam hal usia, pendewasaan fisik, maupun mental. (c)

Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang berkaitan dengan

waktu melahirkan, jarak antara 2 anak dan jumlah ideal anak yang diinginkan

dalam keluarga. (d) Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai

modal yang kondusif menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

6) Fungsi sosialisasi: (a) Menyadari, merencanakan dan menciptakan

lingkungan keluarga sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi anak pertama

(7)

keluarga sebagai pusat tempat anak dapat mencari pemecahan dari berbagai

konflik dan permasalahan yang dijumpainya baik lingkungan sekolah maupun

masyarakat. (c) Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang

hal-hal yang diperlukan untuk meningkatkan kematangan dan kedewasaan (fisik

dan mental), yang kurang diberikan lingkungan sekolah maupun masyarakat.

(d) Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam keluarga

sehingga tidak saja dapat bermanfaat perkembangan dan kematangan hidup

bersama menuju keluarga kecil dan sejahtera.

7) Fungsi ekonomi: (a) Melakukan kegiatan ekonomi baik diluar maupun

didalam lingkungan keluarga dalam rangka menopang kelangsungan dan

perkembangan kehidupan keluarga. (b) Mengelola ekonomi keluarga

sehingga terjadi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara pemasukan

dan pengeluaran keluarga. (c) Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua

diluar rumah dan perhatiannya terhadap anggota keluarga berjalan serasi,

selaras, dan seimbang. (d) Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga

sebagai modal untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

8) Fungsi pelestarian lingkungan: (a) Membina kesadaran, sikap dan praktik

pelestarian lingkungan keluarga. (b) Membina kesadaran, sikap dan praktik

pelestarian lingkungan keluarga. (c) Membina kesadaran, sikap dan praktik

pelestrian lingkungan yang serasi, selaras dan seimbang antara lingkungan

keluarga dengan lingkungan hidup masyarakat sekitarnya. (d) Membina

kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan hidup sebagai pola hidup

(8)

2.2.3 Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan

Friedman (2010) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang

harus dilakukan, yaitu:

1) Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya. Perubahan sekecil apapun

yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan

tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan perlu

segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa

besar perubahannya.

2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.

Tugas ini merupakan upaya keluarga untuk mencari pertolongan yang tepat

sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa keluarga yang

mampu untuk memutuskan penentuan tindakan keluarga maka segera

melakukan tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi

hingga teratasi.

3) Memberikan perawatan pada anggotanya yang sakit. Hal ini dapat dilakukan

dirumah apabila keluarga memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk

pemberian pertolongan pertama atau pelayanan kesehatan agar masalah yang

lebih parah tidak terjadi.

4) Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga.

5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga

(9)

Keluarga sebagai salah satu aspek terpenting terhadap kesehatan anggota

kelompoknya juga sebagai pemberi asuhan keperawtan pada unit keluarga.

Friedman (2010) menguraikan alasan keluarga sebagai unit pemberi asuhan

keperawatan.

1) Keluarga adalah unit utama dari masyarakat dan merupakan lembaga yang

mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat, hubungan yang

erat antara anggotanya dengan keluarga sangat menonjol sehingga keluarga

sebagai lembaga/unit layanan perlu diperhitungkan.

2) Keluarga sebagai suatu kelompok individu di dalam keluarga dapat

menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah kesehatan

individu di dalam keluarga mulai dari awal sampai akhir akan dipengaruhi

oleh keluarga. Keluarga mempunyai peran utama dalam pemeliharaan

kesehatan seluruh anggota keluarganya dan bukan individu itu sendiri yang

mengusahakan tercapainya tingkat kesehatan yang diinginkannya.

3) Masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan. penyakit pada salah satu

anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh keluarga tersebut. peran

anggota keluarga akan mengalami perubahan apabila salah satu anggota

keluarganya menderita sakit. Di lain pihak, status kesehatan klien juga

sebagian besar ditentukan oleh kondisi keluarganya.

4) Dalam perawatan klien sebagai individu, keluarga berperan sebagai pengambil

keputusan. Bukan hanya anggota keluarga inti saja yang mengambil

keputusan, anggota keluarga yang jauh juga ikut serta dalam pengambilan

(10)

biasanya penyakit dalam keluarga ditangani sendiri oleh keluarga dengan

membeli obat di warung.

5) Keluarga merupakan perantara yang efektif dan efisien untuk berbagai usaha

kesehatan masyarakat.

Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa keluarga dalam hal ini

tidak dipandang dari jumlah anggotanya, tetapi kesatuannya yang unik dalam

menghadapi masalah. Keunikannya terlihat dengan cara berkomunikasi,

mengambil keputusan, sikap, nilai, hubungan dengan masyarakat luas dan gaya

hidup yang tidak sama antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya.

2.2.4 Definisi Dukungan Keluarga

Anggota kelurga masing-masing memberikan dukungan pada anggota

keluarga lainnya dengan cara yang bervariasi dan dukungan itu dapat diberikan

dengan arahan yang berbeda-beda (Parker, 2015). Dukungan keluarga menurut

Friedman (1998) dalam Pratiwi (2011) merupakan sikap, tindakan dan

penerimaan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit. Dukungan keluarga

bukan sekedar memberikan bantuan, tetapi yang penting adalah bagaimana

persepsi si penerima terhadap makna dari bantuan tersebut (Friedman, 2010).

Taylor (2006) dalam Fadillah (2013) berpendapat bahwa dukungan

keluarga adalah semua bantuan yang diberikan oleh keluarga sehingga

memberikan rasa aman secara fisik dan psikologis pada individu yang sedang

merasakan tertekan atau stress. Dari beberapa pengertian dukungan keluarga

(11)

adalah semua tindakan berupa sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap

anggota keluarga yang bermasalah, baik itu anggota keluarga yang sakit maupun

tertekan atau stress.

2.2.5 Dimensi Dukungan Keluarga

Setiadi (2008) menjelaskan bahwa dukungan keluarga terdiri dari 4 dimensi,

yaitu:

1) Dukungan instrumental, yaitu keluarga menerapkan sumber pertolongan

praktis dan konkrit diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan

makan dan minum, istirahat dan terhindarnya penderita dari kelelahan.

Dukungan instrumental keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan

penuh dari keluarga dalam bentuk memberikan bantuan tenaga, dana, maupun

meluangkan waktu untuk membantu atau melayani dan mendengarkan

anggota keluarga menyampaikan perasaanya.

2) Dukungan informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor

dan penyebar informasi yang meliputi pemberian saran, informasi yang bisa

digunakan untuk mengungkapkan sebuah masalah. Manfaat dari dukungan ini

adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang

diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu.

Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasihat, usulan, saran, petunjuk dan

pemberian informasi.

3) Dukungan penilaian (appraisal), yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah

(12)

sumber validator identitas keluarga diantaranya menerima keterbatasan yang

dialami salah satu anggota keluarga, memberikan support, penghargaan dan

perhatian.

4) Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan

damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap

emosi. Dukungan emosional merupakan bentuk dukungan atau bantuan yang

dapat memberikan rasa aman, cinta kasih, membangkitkan semangat dan

mengurangi putus asa.

2.3 Konsep Penyakit Kronis Pada Lansia 2.3.1 Konsep Lansia

2.3.1.1 Definisi Lansia

Noorkasiani dan Tamber (2009) berpendapat bahwa lansia adalah

seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut Hawari (2001) dalam

Makhfudli dan Efendi (2009) lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan

seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress

fisiologis, kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk

hidup serta meningkatkan kepekaan secara individual.

Depkes RI (2014) sependapat dengan Noorkasiani dan Tamber (2009) yang

menjelaskan bahwa seseorang dikatakan sebagai seorang lansia dengan usia 60

tahun ke atas Berdasarkan defenisi lansia yang dikemukakan oleh para ahli,

(13)

tahun ke atas yang ditandai oleh penurunan daya kemampuan seseorang untuk

mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis.

2.3.1.2 Klasifikasi Lansia

Klasifikasi lansia dalam Dewi (2014) berdasarkan WHO yaitu Elderly

(60-74 tahun), Old (75-89 tahun), Very Old (>90 tahun). Sedangkan menurut Maryam,

et al., (2008) ada 5 klasifikasi lansia, yakni:

1) Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2) Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3) Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang

yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI,

2003).

4) Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau

kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa (Depkes RI, 2003).

5) Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga

hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

2.3.1.3 Perubahan – Perubahan yang Terjadi pada Lansia

Lansia pada umumnya mengalami perubahan secara fisiologis, perubahan

kognitif, dan perubahan psikososial (Potter & Perry, 2005). Perubahan secara

fisiologis yaitu kulit kehilangan kelenturan dan kelembapan pada lansia yang

menyebabkan keriput pada kulit lansia, ketajaman penglihatan lansia menurun,

(14)

jumlah jaringan lemak pada tubuh dan abdomen yang mengakibatkan penurunan

peristaltik, perubahan hormonal dan siklus tidur memendek.

Perubahan secara kognitif meliputi demensia yang mengakibatkan

penurunan fungsi intelektual, perubahan kepribadian, dan kerusakan penilaian.

Delirium yang terjadi pada lansia berupa kurang perhatian, ilusi, halusinasi,

kadang – kadang bicara inkoheren gangguan siklus tidur – bangun, dan

disorientasi. Perubahan yang terjadi pada lansia selanjutnya adalah perubahan

psikososial yang meliputi pensiun, isolasi sosial yang terdiri dari isolasi sikap

yang terjadi karena nilai pribadi atau budaya dan isolasi penampilan seperti citra

tubuh, higiene, tanda penyakit yang terlihat dan kehilangan fungsi. Tempat tinggal

dan lingkungan dimana terjadi perubahan pada peran sosial, tanggung jawab

keluarga, dan status kesehatan mempengaruhi rencana kehidupan lansia (Potter &

Perry, 2005). Peneliti menyimpulkan bahwa perubahan – perubahan yang terjadi

pada lansia membuat lansia harus menyesuaikan diri terhadap penurunan fungsi

baik secara fisiologis, kognitif, dan psikososial dengan menemukan cara untuk

mempertahankan kualitas hidup.

2.3.1.4 Penyakit pada Lansia

The National Old People’s Welfare Council di inggris (Nugroho, 2008),

penyakit atau gangguan umum pada lanjut usia ada 12 macam, yaitu depresi

mental, gangguan pendengaran, bronkitis kronis, gangguan pada tungkai/sikap

berjalan, gangguan pada koksa/sendi panggul, anemia, demensia, gangguan

penglihatan, ansietas, dekompensasi kordis, diabetes melitus, osteomalasia,

(15)

meliputi penyakit sistem pernapasan, penyakit kardiovaskular dan pembuluh

darah, penyakit pencernaan makanan, penyakit sistem urogenital, penyakit

gangguan metabolik/endokrin, penyakit pada persendian dan tulang serta penyakit

yang disebabkan oleh keganasan.

Menurut Potter dan Perry (2005) hampir 80% lansia dengan usia 65 tahun ke

atas mempunyai sedikitnya satu masalah kesehatan. Potter dan perry membagi

masalah kesehatan lansia menjadi dua yaitu masalah kesehatan fisiologis dan

masalah kesehatan psikososial. Masalah kesehatan fisiologis terdiri dari masalah

kardiovaskular (hipertensi, angina pektoris, infark miokard, dan cedera

serebrovaskular), kanker, arthritis, kerusakan sensori, masalah gigi, dan penyakit

paru obstruktif menahun. Masalah psikososial pada lansia yang biasanya terjadi

karena transisi peran pada lingkungan sosial, kehilangan, perubahan pada

fisiologis dan kematian. Penyebab kematian yang biasa terjadi pada lansia adalah

penyakit jantung, neoplasma maligna, penyakit serebrovaskular, dan penyakit

paru obstruksi menahun (Potter & Perry, 2005).

2.3.2 Konsep Penyakit Kronis

2.3.2.1 Definisi Penyakit Kronis

Penyakit kronis didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan

dengan kumpulan beberapa gejala atau ketidakmampuan yang terjadi selama 3

bulan atau lebih (Smeltzer & Bare, 2009). Menurut US Department of Health and

(16)

kondisi yang membutuhkan perawatan dan pengobatan yang berlanjut yang terjadi

lebih dari 1 tahun yang berdampak pada keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari.

Sedangkan menurut WHO (2014) penyakit kronis memiliki onset yang

secara umum bertahap dan sering tersembunyi, disebabkan oleh banyak faktor

dengan perubahan yang terjadi sewaktu-waktu, masalah kesehatan dengan jangka

waktu yang lama seperti diabetes, penyakit jantung, mental yang progresif dan

gangguan neurologi, gangguan muskuloskeletal, dan penyakit keganasan lainnya.

Dari beberapa definisi penyakit kronis tersebut peneliti dapat menyimpulkan

bahwa penyakit kronis adalah suatu kondisi penyakit yang lebih dari 3 bulan,

membutuhkan perawatan dan pengobatan secara berlanjut, onset yang pada

umumnya bertahap dan tersembunyi.

2.3.2.2 Fase-Fase Penyakit Kronis

Menurut Corbin dan Cherry (1997, dalam Smeltzer & Bare, 2009) penyakit

kronis terdiri dari 9 fase, yakni:

1) Fase pre trajectory. Individu berisiko terhadap penyakit kronis karena

faktor-faktor genetic atau perilaku yang meningkatkan ketahanan seseorang terhadap

penyakit kronis.

2) Fase trajectory. Adanya gejala-gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis.

Fase ini sering tidak jelas karena gejala sedang dievaluasi dan pemeriksaan

diagnostic sedang dilakukan.

(17)

4) Fase tidak stabil. Adanya ketidakstabilan dari penyakit kronis, kekambuhan

gejala-gejala dari penyakit-penyakit.

5) Fase Akut. Ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak dapat pulih

atau komplikasi yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk

menanganinya.

6) Fase krisis. Ditandai dengan situasi krisis atau mengancam jiwa yang

membutuhkan pengobatan dan perawatan kedaruratan.

7) Fase pulih. Pulih kembali pada cara hidup yang diterima pada batasan yang

dibebani oleh penyakit kronis.

8) Fase penurunan. Terjadi ketika perjalanan penyakit berkembang dan disertai

dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam mengatasi

gejala-gejala.

9) Fase kematian. Ditandai dengan penurunan bertahap atau cepat fungsi tubuh

dan penghentian hubungan individual.

2.4 Desain Korelasi

Peneliti menggunakan desain korelasi untuk menguji hubungan

variabel-variabel. Korelasi adalah sebuah hubungan atau gabungan antara dua variabel,

yang cenderung pada variasi satu variabel dihubungkan dengan variasi yang lain

(Polit & Beck, 2012). Menurut Ludico et al., (2006), suatu penelitian dengan dua

variabel dikatakan berhubungan ketika adanya gabungan antara variabel-variabel

yang berbeda jumlah atau level dari satu variabel dengan variabel yang berbeda

(18)

Suatu penelitian dengan menggunakan desain korelasi harus

mempertimbangkan apakah ada hubungan antara variabel-variabel yang

digunakan, apa petunjuk hubungan dari variabel-variabel, seberapa kuat hubungan

antara variabel dan apa yang mendasari hubungan antara

variabel-variabel tersebut (Polit & Beck, 2012). Desain nonexperiment korelasi meiliki

kelebihan yang memuaskan, tetapi desain ini juga memiliki beberapa kekurangan.

Kelemahan dari desain korelasi adalah pada interpretasi atau tafsiran dari hasil

desain korelasi yang dipertimbangkan untuk sementara, terutama jika penelitian

tidak memiliki dasar secara teoritis dan jika penelitian menggunakan desain

cross-sectional, sedangkan kelebihan desain korelasi yaitu pada masalah pengumpulan

data dalam jumlah besar yang sering efesien, penelitian korelasi akan tepat bila

dilanjutkan pada penelitian dalam bidang keperawatan karena banyak

masalah-masalah yang menarik yang tidak dapat dilakukan untuk suatu percobaan atau

Referensi

Dokumen terkait

In more detail, those 76 adjective clauses use 20 zero relative pronouns, 31 relative pronouns denoting subject, 7 relative pronouns denoting object, 2

Pedoman Perilaku ini tidak dapat memberikan jawaban secara pasti atas semua problematika pe- rilaku insan perusahaan. Oleh karena itu, setiap in- san perusahaan

Pada globalisasi sekarang banyak sekali ibu rumah tangga yang berkarir dan melimpahkan kewajiban mengurus anak kepada pengasuh (baby sitter) sehingga sebagai pendidik kita

In the second meeting on August 15th, the teacher again informed the students about the goal of the teaching and learning process and that the technique that would be used was

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis berarap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pembaca..

Berdasarkan pendapat beberapa tokoh diatas, maka dapat disimpulkan intensi berhenti merokok adalah keinginan serta niat individu yang secara sadar untuk menghentikan kebiasaan

bila terdapat peraturan pertunangan yang dilanggar maka kedua calon mempelai laki-laki dan perempuan akan dikenakan sanksi berupa bayar adat dengan cara menghitung

mampu untuk memberikan kemudahan pengguna melakukan proses sewa3. DVD dengan mudah dan admin dapat memantau order