BEZY
The Way for Miracle Oleh: @bezymissa Copyright © 2014 by bezyfanfiction.blogspot.com Penerbit bezymissa http://bezyfanfiction.blogspot.com bezyfanfiction.blogspot.com Desain Sampul: @bezymissa Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
My Thanks:
The First, Thanks for Allah SWT, who give me a talent like that. I’m so thankful. Maybe I’m nothing if you not love me like that. I love You.
Thanks For my BIG family especially, mother who always supported me with all the goodness of her heart.
Thank you for 'jussibin' my lovely minion has given me the strength to manufacture my work through printing, I love you. For Mindel durab, mot, nyuk with his girlfriend hyejeong, mbah namjangseung, BBU_RPent. And all who know me, know me either through blogs or roleplayer. Nice to get this point and hope my work continues to be a favorite in the eyes of K-pop. Thank you very much everyone, I will try my best.
I have plan to make my fans name “Bezyies” Welcome.
DAFTAR ISI
My Thanks...3
The First Miracle ...5
The Second Miracle ...136
The First Miracle
by Bezy
I’m really sucks, right? But.. Like this I
show my feelings for you
–ChanhoIn a few years, I understand. Sucks you,
I miss it so much
–Jikyung..
Jikyung mendecak kesal, ketika ada sebuah tangan mencomot snack kesayangannya tanpa permisi, “Chanho bodoh!” Ia berteriak, seraya menjauhkan snack itu dari seseorang yang ia panggil dengan sebutan Chanho dan merek ‘bodoh’ dibelakangnya. Chanho tertawa, merasa ia menang mengerjai Jikyung hari ini, “Morning Donkey” Sahutnya dengan tangan mengacak rambut Jikyung hingga membuat gadis itu menjauh, “Jangan sentuh aku!” Chanho tak peduli, kebiasaan dan hobinya adalah mengganggu Jikyung, bahkan ia mengatakan itu pada biodata resmi penerimaan universitas setahun lalu ketika mereka beranjak menjadi seorang mahasiswa, “Ini kejahatan! Hei, Yoon Chanho, Monkey! Menjauh dariku!”
“Ah, mereka bertengkar lagi” Terdengar helaan nafas dari sudut ruangan, beberapa mata menatap mereka, “Sungguh pasangan yang unik ya”
Hara menumpu satu tangannya diatas meja, dengan mata yang terus menatap ke arah Chanho dan Jikyung, “Cemburu?” Tampak sepasang mata menatapnya dengan senyuman, “Hm, cemburu. Kita tak pernah mengumbar kemesraan seperti itu” Hara membalas tatapan Sichul yang sejak tadi menatapnya, “Benarkah?” Lalu selama beberapa detik mata mereka bertemu dan enggan untuk berkedip, hanya senyuman yang saling melekat melebar di bibir mereka,
“Ehem, baiklah. Aku tau kalian baru saja menjalin hubungan yang bisa di sebut dengan ikatan cinta. Tapi kalian juga harus memikirkan aku yang tidak memiliki pasangan disini” Joowon berdiri di antara keduanya, menghalangi pandangan, “Apa
dengan dengusan, membuat Hara terkekeh melihat wajah kekasihnya yang kusut, “Tapi, apa kalian tidak merasa kedekatan Chanho dan Jikyung hanyalah
sebuah persahabatan?” Hara menyandarkan
punggungnya ke kursi, “Ya, terakhir yang ku dengar Jikyung itu punya kekasih di universitas lain” Sambung Sichul, “Kalau tidak salah namanya Habum”
“Kim Habum?”
“Dia mahasiswa yang terkenal dengan Legend
of Japan itu”
“Oh?” Sichul terkejut, “Orang sibuk, benarkan?” Joowon mengangguk, “Bagaimana bisa Jikyung bertahan dengan orang sesibuk itu? Ia harus ke beberapa negara untuk olimpiade”
“Dibanding Habum, Chanho lebih terlihat manis ketika dekat dengan Jikyung” Komentar Hara, Sichul dengan cepat mengalihkan matanya, menatap Hara tajam ketika mendengar kata manis dalam kalimat yang gadis itu lontarkan, “Manis katamu?”
“Maksudku, ya-”
“Baik, Chanho manis!” Sichul sedikit memekik, “Sichul, suaramu terlalu besar” Bisik Joowon sebelum lelaki itu berdiri dan berjalan keluar dari ruangan kelas. Itu membuat Jikyung dan Chanho sontak melihat ke arah mereka. Membuat Hara dan Joowon mau tidak mau tersenyum seakan berkata bahwa tidak ada yang terjadi disana, “Sepertinya aku harus menyusul anak itu. Tunggu di kelas ya” Hara berdiri, meninggalkan Joowon yang menarik nafasnya dan kembali ke tempat duduk untuk membaca buku. Karna sebentar lagi adalah waktu ujian, “Bagaimana keadaan Habum?”
“Habum? Biasa saja, tak ada yang special” Joowon melirik ke arah Chanho dan Jikyung ketika
“Tidak, aku masih menyayanginya seperti dulu” Jikyung tersenyum, membuat Chanho terkekeh sejenak, “Sudah ku duga” Angguknya sebelum berdiri dari kursi, “Aku ke toilet sebentar”
“Baiklah” Joowon menggeleng pelan,
kembali fokus pada buku yang ada ditangannya, “Sedetik yang lalu bertengkar, sedetik kemudian berbaikan, benar benar unik” Batinnya
..
“Salju ya?” Jikyung tersenyum, menatap satu demi satu butiran salju turun dan berhenti dibawah ketika tak ada luang untuk jatuh lebih dalam lagi, “Pakai mantelmu, menurut kabar akan ada badai nanti malam”
“Badai lagi? Kenapa setiap tahun musim dingin cuaca tak pernah berbaik hati membiarkan kita bermain salju” Dengus Jikyung, melipat tangannya didada seakan mencoba untuk mengadili langit, “Mau
bermain salju?” Chanho membungkuk,
memperlihatkan wajahnya dihadapan Jikyung, “Mau!”
“Tunggu saja sampai saljunya reda, lalu lempar semua orang yang lewat dengan salju” Kalimat itu membuat Jikyung yang tadinya antusias
karna berharap Chanho akan bermain salju dengannya kecewa, “Kau menyebalkan!” Jikyung
menghentakkan kakinya, memutuskan untuk pergi dari sana agar menghindar dari Chanho, ia tak ingin dekat dekat dengan lelaki menyebalkan itu, “Hei
bantuanmu!” Ketusnya tanpa memandang, “Tak butuh bantuanku?”
“Eh?” Jikyung merasa suara Chanho berbeda, ia akhirnya mengangkat kepala menatap siapa pemilik payung tersebut, “Kim Habum?” Jikyung terkejut, melihat Habum lah pemilik payung yang menghindari kepalanya dari salju, “Ah, Jikyung ku sepertinya sedang kesal. Ada apa?” Habum membersihkan beberapa butir salju yang bertaburan di rambut Jikyung, “Tidak apa apa” Jikyung memperlihatkan eye smilenya. Chanho melihat hal itu, sebenarnya ia ingin berlari dan membawakan payung untuk Jikyung, tapi sepertinya langkah Chanho terlambat hingga Habum lebih dulu datang, “Ayo pulang”
“Kau sengaja menjemputku?”
“Ya, menjemput seseorang yang kurindukan bukan suatu kesalahan kan?” Jikyung menggeleng. Tangan Habum yang tergantung di pundak Jikyung seperti itu, membuat Chanho yang berjalan
dibelakang mereka dengan payungnya merasa sedikit kesal. Entah lah, apa yang harus ia lakukan ketika Jikyung berada di samping Habum. Sikapnya sangat berbeda dengan Habum. Lelaki itu selalu memperlihatkan sikap manis dan ketulusannya didepan Jikyung, sedangkan Chanho? Bahkan untuk berkata manis pun ia tak mampu. Baginya, mengungkapkan rasa sayang itu bukan dengan cara yang terlihat palsu. Memberikan sikap manis dan ketulusan seperti yang Habum lakukan, ia merasa semua itu palsu, sandiwara, acting dari sikapnya. Tidak ada orang yang bersikap selembut itu di dunia. Kecuali para selebriti yang berusaha tampak menarik didepan kamera. Ia tak suka ketika bersikap menjadi orang lain, baginya dirinya yang seperti ini sudah
cepat. Tapi itulah perasaan yang Chanho tahan selama hampir dari setahun terakhir. Ia terlambat menyatakan perasaannya ketika Jikyung belum bersama Habum. Ketika ia menuliskan pesan singkat di bunga yang ia kirim didepan rumah Jikyung, ‘I
Love You. Wait me, and I will show my feels’ Tapi
Jikyung dengan mudahnya berkata bahwa Habum mengirim bunga itu untuknya, dan ketika Habum menyatakan perasaannya seminggu setelah bunga itu datang, Jikyung menerima tanpa berpikir lagi. Karna memang ia menyukai lelaki yang di sebut ‘Legend of
Japan’ itu.
Sampai saat ini pun, tak ada yang dapat Chanho lakukan, selain memandangi mereka yang saling berebut kasih sayang dengan sikap Jikyung yang manja. Ia selalu berkata ‘Seharusnya aku yang
berada disana’ Tapi kalimat itu tak akan mampu
menahan rasa kecewanya ketika Jikyung tak mengerti
memperlihatkan hal itu didepan matanya, “Aku harus ke Jepang minggu ini”
“Benarkah? Kenapa Habum-ku sibuk sekali” “Maafkan aku, olimpiadenya akan diadakan disana”
“Aku mengerti, tak masalah” Jikyung yang tersenyum seperti itu, membuat Chanho pernah berpikir, ‘Gadis itu tak pernah memberiku senyumannya. Hanya wajah kesal,dan kusutnya yang selalu ia perlihatkan’
“Aku memang sudah kalah” Batin Chanho,
menghentikan langkahnya yang sejak tadi mengikuti arah punggung Jikyung dan Habum. Bukan karna enggan dan merasa ia kalah. Tapi ia mendengar suara lain selain langkah kaki dan deruman kendaraan di jalanan. Chanho melirik ke arah kiri dari tempatnya berdiri. Tepatnya ke arah sebuah pohon, Jikyung