• Tidak ada hasil yang ditemukan

POA Ispa Perbaikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POA Ispa Perbaikan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Dalam GBHN dinyatakan bahwa pola dasar pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia. Jadi jelas bahwa hubungan antara usaha peningkatan kesehatan masyarakat dengan pembangunan, karena tanpa modal kesehatan niscaya akan gagal pula pembangunan.

Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat.

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan. Dikecamatan Lubuk kilangan pada semester pertama tahun 2010 ispa merupakan penyakit terbanyak yaitu 51 % dari totas pasien yang berkunjung ke balai pengobatan.

GRAFIK 10 PENYAKIT TERBANYAK PUSKESMAS LUBUK KILANGAN SEMESTER I 2010

(2)

Beberapa ISPA dapat menyebabkan KLB dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi, sehingga menyebabkan kondisi darurat pada kesehatan masyarakat dan menjadi masalah internasional. Langkah-langkah perlindungan lainnya diindikasikan untuk ISPA yang berpotensi menjadi KLB seperti SARS, flu burung pada manusia, atau patogen lain yang belum diketahui pola penyebarannya.

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40-60% dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan ISPA mencakup 20-30%. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan.Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit dan kurang gizi.

Pada semester pertama tahun 2010 dilubuk kilangan terdapat 3042 pasien ispa,yang terbanyak adalah di Bandar buat yaitu 219 pasien.

KASUS ISPA DIDAERAH LUBUK KILANGAN

Didaerah Lubuk kilangan banyak terdapat industri seperti semen padang dan terdapat jalan raya yang dilalu kendaraan-kendaraan pabrik yang menghasilkan asap pabrik dan asap kendaraan yang mempengaruhi kejadian ispa di lubuk kilangan.

(3)

Selain itu status gizi anak di lubuk kilangan

Berdasarkan alasan diatas maka kami mengangkatkan makalah ini dengan judul “ Upaya Penurunan Kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan”.

I.2 Perumusan Masalah

• Apa faktor yang menyebabkan tingginya kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan?

• Bagaimana upaya penurunan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan?

I.3 Tujuan Penulisan

 Mengidentifikasi masalah yang terdapat pada Puskesmas Lubuk Kilangan.

 Menemukan prioritas masalah yang terdapat pada Puskesmas Lubuk Kilangan.

 Mengidentifikasi masalah tingginya kejadia ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan.

 Mencari alternatif solusi untuk menurunkan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan.

 aMenentukan Plan of action dari masalah tingginya kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan.

(4)

• Sebagai bahan masukan bagi petugas Puskesmas Lubuk Kilangan sehingga dapat dijadikan sebagai solusi alternative dalam menurunkan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan.

• Sebagai bahan pembelajaran bagi dokter muda dalam menerangkan problem solving cycle.

(5)

BAB II II.1 Kondisi Geografis

Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan meliputi seluruh Wilayah Kecamatan Lubuk Kilangan dengan luas Daerah 85,99 Km2 yang terdiri dari 7 kelurahan dengan luas:

a. Kelurahan Batu Gadang : 19.29 Km2 b. Kelurahan Indarung : 52.1 Km2 c. Kelurahan Padang Besi : 4.91 Km2 d. Kelurahan Bandar Buat : 2.87 Km2 e. Kelurahan Koto Lalang : 3.32 Km2 f. Kelurahan Baringin : 1.65 Km2 g. Kelurahan Tarantang : 1.85 Km2

Adapun batas-batas Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pauh b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Solok

c. Sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Lubuk Begalung

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bungus Teluk Kabung

(6)

II.2 Kondisi Demografi

Jumlah Penduduk Kecamatan Lubuk Kilangan adalah 43.532 Jiwa yang terdiri dari 10.707 KK dengan perincian sebagai berikut:

a. Kelurahan Bandar Buat : 11.172 jiwa dan 2.743 KK b. Kelurahan Padang Besi : 6.211 jiwa dan 1.610 KK c. Kelurahan Indarung : 10.669 jiwa dan 2.632 KK d. Kelurahan Koto Lalang : 6.378 jiwa dan 1.550 KK e. Kelurahan Batu Gadang : 5.828 jiwa dan 1.489 KK f. Kelurahan Baringin : 1.226 jiwa dan 244 KK g. Kelurahan Tarantang : 2.048 jiwa dan 439 KK

a. Sarana Kesehatan

Puskesmas Lubuk Kilangan memiliki sarana:  Puskesmas Induk : 1 Unit  Puskesmas Pembantu : 3 Unit

- Pustu Indarung

- Pustu Batu Gadang

- Pustu Baringin

 Rumah Sakit PT Semen Padang : 1 Unit  Puskesmas Keliling : 1 Unit

II.3 Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi Penduduk a. Kondisi Sosial dan Budaya

Suku terbesar yang ada di Kecamatan Lubuk Kilangan adalah Suku Minang, juga ada suku lainnya, yaitu Jawa dan Batak. Mayoritas agama yang dianut masyarakatnya adalah Islam( 43.451 Jiwa) dan Kristen dan Katolik (80 Jiwa).

b. Kondisi Ekonomi

(7)

BAB III

DAFTAR PUSTAKA Pengertian ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan sekelompok penyakit kompleks dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat mengenai setiap lokasi di sepanjang saluran nafas (WHO, 1986).

ISPA merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya angka kematian dan angka kesakitan pada balita dan bayi di Indonesia.

Secara klinis ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Adapun yang termasuk ISPA adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis, bronkhitis akut, brokhiolitis, dan pneumonia

Morbiditas dan mortalitas

Insiden ISPA anak di negara berkembang maupun negara yang telah maju tidak berbeda, tetapi jumlah angka kesakitan di negara berkembang lebih banyak (WHO, 1992). Berbagai laporan menyatakan bahwa ISPA anak merupakan penyakit yang paling sering pada anak, mencapai kira-kira 50% dari semua penyakit balita dan 30% pada anak usia 5-12 tahun.

Kejadian ISPA pada balita lebih sering terjadi di daerah perkotaan dibandingkan pada balita di daerah pedesaan. Seorang anak yang tinggal di daerah perkotaan akan mengalami ISPA sebanyak 5-8 episode setahun, sedangkan bila tinggal di pedesaan sebesar 3-5 episode (WHO, 1992).

ISPA merupakan penyakit yang utama dari layanan rawat jalan meliputi 25-40% balita yang berobat, dan ISPA pula yang merupakan penyebab rawat inap balita di rumah sakit sekitar 30-35% dari seluruh balita yang dirawat inap.

Angka kematian yang tinggi karena ISPA khususnya pneumonia masih merupakan masalah di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. WHO (1992) memperkirakan 12,9 juta balita meninggal dunia karena ISPA terutama pneumonia.

(8)

Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya lebih kecil (WHO, 1984). Dalam Harrison’s Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh bakteri di mana Streptococcus Pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan Stafilococcus Aureus dan H. Influenza sekitar 10-20% Faktor resiko

Menurut WHO (1992) beberapa faktor yang telah diketahui mempengaruhi pneumonia dan kematian ISPA adalah malnutrisi, pemberian ASI kurang cukup, imunisasi tidak lengkap, defisiensi vitamin A, BBLR, umur muda, kepadatan hunian, udara dingin, jumlah kuman yang banyak di tenggorokan, terpapar polusi udara oleh asap rokok, gas beracun dan lain-lain.

Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai berikut:

1. Faktor host (diri) a. Usia

Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).

b. Jenis kelamin

Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.

Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al, 2003)

c. Status gizi

Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lainnya

(9)

(Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.

. Pemberian suplemen vitamin A

Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.

f. Pemberian air susu ibu (ASI)

ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis.

ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).

2. Faktor lingkungan a. Rumah

Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu (WHO, 1989).

Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark (Koch et al, 2003).

b. Kepadatan hunian (crowded)

Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat. c. Status sosioekonomi

Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosioekonomi (Darmawan,1995).

(10)

d. Kebiasaan merokok

Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok (Koch et al, 2003)

e. Polusi udara

Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA.

Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra, 2003).

III.3. Klasifikasi ISPA

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:

1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).

2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia (4).

(11)

Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.

Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :

1. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.

2. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.

Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :

1. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).

2. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.

3. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

III.6 Manifestasi Klinis

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat. Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.1,3

(12)

1. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.

2. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.

3. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.

4. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

Tanda-tanda laboratoris yang ditemukan yaitu hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosia baik secara metabolik atau repsiratorik.1,3

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.1,3

III.7 Penatalaksanaan ISPA

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup promosi dan pencegahan termasuk petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA (4). Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :3

III.7.1 Pengobatan pada ISPA

1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus , di beri oksigen dan sebagainya.

2. Pneumonia: diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol, jika terjadi alergi atau tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin.

(13)

3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik selama 10 hari.1

III.7.2 Pencegahan dan Pemberantasan Pencegahan dapat dilakukan dengan :

• Menjaga keadaan gizi agar tetap baik. • Immunisasi.

• Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan. • Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.1

Pemberantasan yang dilakukan adalah :

• Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu. • Pengelolaan kasus yang disempurnakan.

• Immunisasi.1

III.7.3 Pelaksana pemberantasan

Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama. Kepala Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di wilayah kerjanya.4

Sebagian besar kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat pengobatan petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat melalui aktifitas kader akan sangat membantu menemukan kasus-kasus pneumonia yang perlu mendapat pengobatan antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-kasus pneumonia berat yang perlu segera dirujuk ke rumah sakit. 4,1

Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut : 5

1. Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana dan tenaga yang tersedia.

(14)

2. Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA kepada perawat atau paramedis.

3. Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia berat/penyakit dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila dianggap perlu.

4. Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah sakit. 5. Bersama dengan staff puskesmas memberi kan penyuluhan kepada ibu-ibu yang

mempunyai anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia serta tindakan penunjang di rumah,

6. Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri wewenang mengobati penderita penyakit ISPA,

7. Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat memberikan penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA,

8. Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan pemberantasan penyakit ISPA. menditeksi hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan dan pelaporan serta pencapaian target.

Paramedis Puskesmas pembantu

1. Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk yang ada.

2. Melakukan konsultasi kepada dokter Puskesmas untuk kasus-kasus ISPA tertentu seperti pneumoni berat, penderita dengan weezhing dan stridor.

3. Bersama dokter atau dibawah, petunjuk dokter melatih kader. 4. Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.

5. Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan Puskesmas sehubungan dengan pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA.5

Kader kesehatan

1. Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan pneumonia tidak berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia.

2. Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa (bukan pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal tindakan yang perlu dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit.5

(15)

BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Identifikasi Masalah

Proses identifikasi masalah dilakukan melalui kegiatan observasi dan wawancara dengan staf puskesmas dan menganalisis laporan tahunan puskesmas. Beberapa potensi masalah yang berhasil diidentifikasi di puskesmas Lubuk Kilangan adalah:

1. Rendahnya partisipasi masyarakat ke posyandu

Berdasarkan laporan tahunan puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2009 serta diskusi dengan pemegang program, pencapaian D/S di posyandu bayi masih rendah di banding target yang telah ditetapkan oleh dinas kesehatan kota Padang. Jumlah sasaran yang ditetapkan DKK adalah sebesar 904 bayi (65%) sedangkan angka pencapaian D/S bayi di Puskesmas lubuk Kilangan tahun 2009 adalah 555 bayi (56%). Dari data ini didapatkan kesenjangan sebesar 9 %.

Tabel 1. Hasil Pencapaian program PROMKES Tahun 2009

NO URAIAN PENCAPAIAN (%) TARGET (%) KESENJANGAN (%) 1 D/S 56 65 -9 2 PENYULUHAN DALAM GEDUNG 96 100 -4 3 PENYULUHAN LUAR GEDUNG 93 100 -7 4 PEMBENTUKKAN DESA

SIAGA 4 KEL 7 KEL -3 KEL

5 POSYANDU AKTIF 41 (100%) 41 (100%)

-6

POSYANDU LANSIA

AKTIF 11 BUAH 7 BUAH +4

7 KADER AKTIF 87 90 -3

8 JUMLAH TOGA 28 -

(16)

-2. Rendahnya cakupan penemuan TB Paru (CDR= Case Detection Rate) di kecamatan Lubuk Kilangan

Berdasarkan laporan tahunan puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2009 serta diskusi dengan pemegang program dan pimpinan puskesmas, pencapaian CDR TB Paru masih jauh di bawah target yaitu sebesar 22% (15 orang), sedangkan target sasaran CDR TB Paru yang ditetapkan Dinas Kesehatan Kota yaitu sebesar 70 % (68 orang). Dengan demikian didapatkan kesenjangan yang cukup jauh yaitu sebesar 48%.

Tabel 2. Data CDR TB Paru di Puskesmas Lubuk Kilangan 2008-2009 NO Kinerja Puskesmas Target /

Sasaran % Hasil Pencapaian % Kesenjangan A TB Paru 1. Angka Penemuan BTA + 2008 68 70 13 19 -51 2. Angka Penemuan BTA + 2009 68 70 15 22 -48

3. Masih rendahnya pencapaian target pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Lubuk Kilangan Pada tahun 2009, dari laporan tahunan bagian KIA di Puskesmas Lubuk Kilangan, didapatkan angka pemberian ASI Eksklusif yang rendah, yakni hanya 79,7 % sedangkan target pemberian ASI eksklusif adalah 100%. Dari data tersebut didapatkan kesenjangan sebanyak 33,8%.

(17)

Tabel 3. Hasil Pencapaian Program KIA Tahun 2009

NO KINERJA SASARAN TARGET

(%) HASIL / PENCAPAIA N % KESENJA NGAN 1 ANC 995 968 97.2 + 2.2% K1 995 95 897 90.1 + 0.1 % K4 994 90 199 20 2 RESTI 995 20 773 85.5 + 1.5 % 3 NEONATUS 904 84 826 87.4 + 2.4 % 4 PERSALINAN 945 85 2701 149.3 5 IBU MENYUSUI 1088 100 110 6.1 6 ASI EKSKLUSIF 1088 100 721 66,2 33.8 %

4. Tingginya angka Total Goiter Rate (TGR) di kecamatan Lubuk Kilangan

Dalam laporan pemetaan Gangguan Akibat Kekurangan Garam Yodium (GAKY) serta diskusi dengan pemegang program gizi , diketahui bahwa kecamatan Lubuk Kilangan mempunyai angka TGR yang cukup besar, yaitu sebesar 29,9%. Dimana angka tersebut mempunyai makna bahwa daerah tersebut termasuk kedalam daerah endemik sedang.

Demikian juga data yang didapatkan dari pemeriksaan garam yang mengandung iodium dengan menggunakan iodina test, hasilnya menunjukan bahwa sebanyak 87,1 % yang menggunakan garam beryodium, sedangkan yang tidak menggunakan garam beryodium sebesar 12,9 %.

Tabel 4. Data Survey Pemetaan GAKY Kota Padang TGR menurut Kecamatan Tahun 2009

Kecamatan Total Goiter Rate

2006 2009

Padang Barat 25,5 17,3

Nanggalo 21,4 12,5

Bungus Tel. Kabung 44,5 13,6

Padang Utara 19,2 30,1

Koto Tangah 40,0 14,2

(18)

Kuranji 32,1 37,5 Padang Timur 19,6 16,7 Pauh 20,1 26,9 Lubuk Kilangan 14,8 29,9 Lubuk Begalung 25,2 23,8 Kota Padang 26,4 21,4

Tabel 5. Pemakaian garam yang mengandung Yodium dengan Iodina Test Menurut Kelurahan di Kecamatan Lubuk Kilangan

Kelurahan Garam + Mengandung Yodium (%)

Indarung 20 Koto Lalang 96 Bandar Buat 93,75 Batu Gadang 56,25 Padang Besi 87,5 Tarantang 100 Baringin 100

Kecamatan Lubuk Kilangan 87,1

5. Tingginya angka kejadian ISPA di puskesmas Lubuk Kilangan

Berdasarkan laporan tahunan puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2009 serta diskusi dengan pemegang program dan pimpinan puskesmas, jumlah penderita ISPA di BP & KIA masih merupakan penyakit terbanyak. Dalam laporan tahunan puskesmas tahun 2009, angka kejadian ISPA di puskesmas Lubuk Kilangan adalah 2901. Sedangkan jumlah angka kejadian ISPA dari laporan triwulan I Puskesmas tahun 2010 adalah 2089. Angka ini terlihat semakin meningkat dari sebelumnya.

IV.2 Penentuan Prioritas Masalah

Adanya beberapa masalah yang ditemukan di puskesmas Lubuk Kilangan harus ditentukan prioritas masalahnya dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan puskesmas. Upaya yang dilakukan untuk menentukan prioritas masalah tersebut adalah menggunakan teknik scoring sebagai berikut:

(19)

1. Urgency (merupakan masalah yang penting untuk diselesaikan ) Nilai 1 : tidak penting

Nilai 2 : kurang penting Nilai 3 : cukup penting Nilai 4 : penting

Nilai 5 : sangat penting

2. Kemungkinan Intervensi Nilai 1 : tidak mudah Nilai 2 : kurang mudah Nilai 3 : cukup mudah Nilai 4 : mudah

Nilai 5 : sangat mudah

3. Biaya

Nilai 1 : sangat mahal Nilai 2 : mahal

Nilai 3 : cukup mahal Nilai 4 : murah

Nilai 5 : sangat murah

4. Kemungkinan meningkatkan mutu Nilai 1 : sangat rendah

Nilai 2 : rendah Nilai 3 : sedang Nilai 4 : tinggi

Nilai 5 : sangat tinggi

Tabel 6. Penilaian Prioritas Masalah di Puskesmas Lubuk Kilangan

(20)

1. Rendahnya partisipasi masyarakat ke posyandu 3 2 4 2 11 V 2.Rendahnya cakupan penemuan TB Paru (CDR= Case Detection Rate) di kecamatan Lubuk Kilangan 4 2 3 3 12 IV 3. Masih rendahnya pencapaian target pemberian ASI Eksklusif di puskesmas Lubuk Kilangan 4 3 3 4 14 III 4. Tingginya angka Total Goiter Rate (TGR) di kecamatan Lubuk Kilangan 5 3 4 4 16 I 5. Tingginya angka kejadian ISPA di puskesmas Lubuk Kilangan 4 3 4 4 15 II

Berdasarkan penilaian prioritas masalah di atas, didapatkan masalah dengan nilai tertinggi yaitu tingginya angka kejadian goiter di kecamatan Lubuk Kilangan. Selanjutnya urutan kedua yaitu tingginya angka kejadian ISPA di Puskesmas Lubuk Kilangan. Untuk itu, kami mencoba mengangkat permasalahan tingginya angka kejadian ISPA ini sebagai topik POA.

(21)

Angka kejadian ISPA di Puskesmas Lubuk Kilangan menempati urutan tertinggi diantara penyakit-penyakit lain. Hal ini terlihat dari data laporan tahunan puskesmas tahun 2009 dan laporan triwulan I puskesmas tahun 2010.

Tabel 7. Laporan tahunan puskesmas tahun 2009

No Penyakit Jumlah 1 Ispa 2901 2 Peny.Kulit lainnya 472 3 Diare 366 4 Gastritis 345 5 Rematik 226 6 Kel.Refraksi 216

7 Peny.pilpa dan jaringan peripikal 208

8 Infeksi bawah kulit 191

9 Hipertensi 81

10 Konjungtivitis 79

Tabel 8. Laporan triwulan I tahun 2010 puskesmas lubuk kilangan

No Penyakit Jumlah

1 Ispa 2089

2 Gastritis 446

3 Pen. Pulpa & peripikal 406

4 Rematik 390

5 Peny. kulit lainnya 375

6 Diare 215

7 Peny.kulit infeksi 201

8 Peny.rongga mulut & kelenjar ludah 167

9 Scabies 148

10 Hipertensi 87

Berdasarkan penilaian prioritas dan data diatas, kami menganggap perlunya upaya penurunan angka kejadian ISPA di puskesmas Lubuk Kilangan. Pada tahap awal, dilakukan wawancara dengan pemegang program ISPA mengenai tingginya kejadian ISPA di Puskesmas Lubuk Kilangan. Dari hasil wawancara dan catatan laporan tahunan, penyebab tingginya kejadian ISPA tersebut, antara lain :

(22)

1. Manusia

• Kurangnya pengetahuan dan tindakan masyarakat dalam melindungi diri dari resiko terkena ISPA.

• Kebiasaan merokok dalam masyarakat tinggi.

• Anggapan masyarakat bahwa ISPA adalah penyakit yang biasa dan belum pernah ada laporan tentang kematian ISPA di Puskesmas.

• Kurangnya perhatian orang tua terhadap kesehatan anak-anaknya.

2. Material

• Kurangnya sarana (media) penyampaian informasi mengenai ISPA dan cara pencegahan seperti poster, leaflet, spanduk di pos pelayanan kesehatan (Puskesmas induk, Puskesmas pembantu, Posyandu) dan di tempat-tempat umum ( halte, sekolah, pasar). Hal ini berdasarkan wawancara dengan pemegang program dan bagian promosi kesehatan bahwa tidak mencukupinya pembagian poster, leaflet, spanduk dari Dinas Kesehatan Kota ke puskesmas dan pelayanan kesehatan lain.

3. Metode

• Jadwal penyuluhan ISPA yang belum teratur. Berdasarkan wawancara dengan pemegang program dan bagian Promosi Kesehatan bahwa belum ada waktu yang rutin untuk penyuluhan ISPA.

4. Lingkungan

• Daerah lubuk kilangan merupakan kawasan industri pabrik semen

• Polusi udara tinggi karena banyaknya asap kendaraan bermotor dan pabrik.

Berdasarkan wawancara dengan petugas Puskesmas dan masyarakat bahwa penyaringan dari pabrik di matikan pada malam hari. Hal ini terlihat dari tebalnya debu di atap rumah- rumah penduduk.

(23)

Untuk menunjukkan hubungan sebab akibat, maka dibuat diagram sebab akibat (diagram tulang ikan atau diagram ischikawa) sebagai berikut :

Tingginya kejadian ISPA di Puskesmas

Lingkungan :

> Daerah lubuk kilangan merupakan kawasan industri pabrik semen

> Polusi udara tinggi karena banyaknya asap kendaraan bermotor dan pabrik

Manusia :

Kurangnya pengetahuan dan tindakan masyarakat dalam melindungi diri agar resiko terkena ISPA berkurang

Kebiasaan merokok tinggi

Anggapan masyarakat bahwa ISPA adalah penyakit yang biasa dan belum pernah ada laporan tentang kematian ISPA

(24)

IV.4 Alternatif pemecahan masalah 1. Manusia

Meningkatkan pengetahuan warga masyarakat mengenai cara melindungi diri agar resiko terkena penyakit ISPA berkurang

 Rencana :

o Melakukan penyuluhan interaktif mengenai ISPA dan cara melindungi diri agar resiko terkena penyakit ISPA berkurang

o Membuat dan menyebarkan leaflet atau pamphlet mengenai melindungi diri agar resiko terkena penyakit ISPA berkurang

 Pelaksana : Petugas puskesmas??? (promkes n pemegang program)  Pelaksanaan : satu kali sebulan pada minggu ke dua ( bukan hari pasar).  Sasaran : Masyarakat di Kecamatan Lubuk Kilangan

Metode :

Jadwal penyuluhan ISPA yang belum teratur

Material :

Kurangnya sarana (media) penyampaian informasi mengenai ISPA dan cara pencegahan seperti poster, leaflet, spanduk, stiker di pos pelayanan kesehatan dan di tempat-tempat umum ( halte, sekolah, pasar)

(25)

 Target : Masyarakat mengetahui mengenai penyakit ISPA dan cara melindungi dirinya agar resiko terkena penyakit ini berkurang  Indikator :

• Penyuluhan mengenai ISPA terlaksana 1 kali sebulan secara rutin dan lancar.

• Tersedianya leaflet/ pamphlet/ poster yang menarik mengenai ISPA di setiap tempat pelayanan kesehatan (Puskesmas induk, Puskesmas Pembantu, posyandu) di Kecamatan Lubuk Kilangan dan di tempat-tempat umum (halte, pasar, sekolah).

2. Material

Penambahan media penyuluhan, seperti leaflet dan poster penyuluhan ISPA dan cara melindungi diri agar resiko terkena penyakit ISPA berkurang di tempat pelayanan kesehatan (Puskesmas induk, Puskesmas Pembantu, posyandu) di Kecamatan Lubuk Kilangan dan di tempat-tempat umum (halte, pasar, sekolah).

 Rencana :

o Pertemuan kepala Puskesmas dan Dinas kesehatan Kota tentang penambahan penyediaan media penyuluhan.

 Pelaksana : Pimpinan Puskesmas, Dinas Kesehatan Kota, Pemegang program.  Pelaksanaan : September 2010

 Sasaran : Dinas Kesehatan Kota

 Target : Dinas Kesehatan Kota menyediakan penambahan media penyuluhan seperti leaflet dan poster penyuluhan ISPA.

 Indikator : Tersedianya leaflet/ pamphlet/ poster mengenai ISPA di setiap tempat pelayanan kesehatan (Puskesmas induk, Puskesmas Pembantu, posyandu) di Kecamatan Lubuk Kilangan dan di tempat-tempat umum (halte, pasar, sekolah).

(26)

3. Metode

Jadwal penyuluhan ISPA teratur

 Rencana : Membuat jadwal tetap penyuluhan ISPA

• Pelaksana : Pemegang program P2P-ISPA dan bagian Promosi Kesehatan. • Pelaksanaan : satu kali sebulan

 Penyuluhan dalam gedung ( hari senin minggu ke dua )

 Penyuluhan di luar gedung pada minggu ke dua ( bukan hari pasar).  Sasaran : Pengunjung puskesmas dan masyarakat kecamatan Lubuk Kilangan  Target :Pengunjung puskesmas masyarakat mendapat penyuluhan mengenai ISPA

secara rutin dan teratur.

 Indikator : Jadwal penyuluhan ISPA teratur dan pengunjung puskesmas serta masyarakat mendapat penyuluhan mengenai ISPA secara rutin dan teratur.

4. Lingkungan

Mengurangi polusi udara dengan melakukan penghijauan

 Rencana : Mengajak masyarakat Kecamatan Lubuk Kilangan untuk menanam pohon di perbatasan jalan raya terutama Kelurahan Bandar Buat, Indarung dan Padang Besi.

 Pelaksana : Pemegang program, Kesehatan lingkungan ,promosi kesehatan, Camat, Lurah, RT, RW , Dinas Kehutanan dan Masyarakat Kecamatan Lubuk Kilangan.

 Pelaksanaan : Pada saat diadakan bulan cinta alam, bulan November.  Sasaran : Masyarakat Kecamatan Lubuk Kilangan terutama Kelurahan Bandar Buat, Indarung dan Padang Besi.

 Target : Terciptanya penghijauan di Kecamatan Lubuk Kilangan terutama Kelurahan Bandar Buat, Indarung dan Padang Besi.

(27)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan

Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan masih tingginya kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan adalah :

(28)

• Kecamatan Lubuk Kilangan merupakan kawasan industri pabrik semen • Polusi udara tinggi karena banyaknya asap kendaraan bermotor dan pabrik

• Kurangnya pengetahuan dan tindakan masyarakat dalam mengurangi resiko agar tidak terkena penyakit ini

• Kebiasaan merokok tinggi

• Anggapan masyarakat bahwa ISPA adalah penyakit yang biasa dan belum pernah ada laporan tentang kematian ISPA

• Kurangnya sarana (media) penyampaian informasi mengenai ISPA dan cara pencegahan seperti poster, leaflet, spanduk, stiker di pos pelayanan kesehatan (Puskesmas induk, Puskesmas Pembantu, Posyandu) dan di tempat-tempat umum ( halte,sekolah,pasar). • Jadwal penyuluhan ISPA yang belum teratur

V.2 Saran

• Berdasarkan analisis sebab akibat masalah di atas, maka diperlukan alternatif solusi masalah dari berbagai factor yang menyebabkan tingginya kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan.

• Sebaiknya dilakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang ISPA secara teratur.

• Dibutuhkan penambahan penyediaan media penyuluhan seperti leaflet dan poster penyuluhan ISPA di setiap tempat pelayanan kesehatan (Puskesmas induk, Puskesmas Pembantu, posyandu) di Kecamatan Lubuk Kilangan dan di tempat-tempat umum (halte, pasar, sekolah).

• Mengadakan penghijauan lingkungan di di perbatasan jalan raya Kecamatan Lubuk Kilangan terutama Kelurahan Bandar Buat, Indarung dan Padang Besi.

DAFTAR PUSTAKA 1. Laporan Tahunan Puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2009

(29)

2. Rasmaliah, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara: 2004

3. www.doctorology.net, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), :2009

4. Bimbingan Ketrampilan Dalam Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak. Jakarata, :10 ,1991.

5. Pusdiklat Kesehatan Depkes dan WHO, Bahan Pembelajaran Peningkatan Mutu Penatalaksanaan ISPA melalui Pendekatan Competency Based Training (CBT), CD ROM Versi 01: 2003

6. Aide-Memoire, Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung epidemi dan Pandemi, Pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan, www.who.intl: 2008

Gambar

GRAFIK 10 PENYAKIT TERBANYAK PUSKESMAS LUBUK KILANGAN  SEMESTER I 2010
Tabel 1. Hasil Pencapaian program PROMKES Tahun 2009
Tabel 2. Data CDR TB Paru di Puskesmas Lubuk Kilangan 2008-2009 NO Kinerja Puskesmas Target   /
Tabel 4. Data Survey Pemetaan GAKY Kota Padang TGR menurut Kecamatan Tahun 2009
+3

Referensi

Dokumen terkait

Disarankan kepada Puskesmas Jatinangor untuk mengadakan program penyuluhan tentang sanitasi rumah yang baik untuk pencegahan penyakit ISPA dengan perawat berperan

Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) merupakan 10 penyakit terbanyak di Rumah Sakit, Puskesmas dan pelayanan kesehatan lainnya dan masih merupakan penyebab utama

Namun pada kenyataannya yang terjadi adalah pelaksanaan pelayanan preventif dan promotif untuk penyakit ISPA di Puskesmas Sukaramai belum begitu menunjukkan hasil

Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi pengetahuan ibu-ibu PKK di Kabupaten Grobogan tentang penyakit ISPA sebelum dan sesudah mendapat edukasi melalui metode ceramah dan

Faktor yang berhubungan dengan penyakit ISPA pada balita adalah status gizi balita, status imunisasi, kepadatan tempat tinggal, keadaan ventilasi rumah, status

Apakah bapak.ibu mengetahui adanya kegiatan penyuluhan kesehatan atau pelayanan pencegahan penyakit (program promotif dan preventif) yang dilakukan oleh tenaga

terdapat 252 balita dari 1174 balita yang terkena penyakit ISPA di puskesmas wonosobo pada bln januari 2016 Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan pemberian ASI