• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

5.1 Teknik Penangkaran 5.1.1 Perkandangan

Kandang merupakan salah satu syarat yang diperlukan di dalam penangkaran mambruk. Untuk membuat kandang mambruk sebaiknya tidak terlalu besar atau tidak terlalu kecil dan harus disesuaikan dengan jumlah burung yang ada atau akan direncanakan dalam penangkaran (Warsito 2010). Untuk mendapatkan kondisi seperti di habitat alaminya, terdapat beberapa persyaratan dalam memilih lokasi kandang burung antara lain (Setio & Takandjandji 2007):

a. Berada pada tempat yang bebas banjir pada musim hujan. b. Jauh dari keramaian dan kebisingan.

c. Berada pada tempat yang mudah diawasi dan mudah dicapai. d. Tidak terganggu oleh berbagai polusi (debu, asap, dan bau gas).

e. Tidak berada pada tempat yang lembab, becek atau tergenang air karena akan menyebabkan timbulnya berbagai penyakit.

f. Di dalam kandang hendaknya ditanami pohon-pohon pelindung agar terasa sejuk dan burung merasa seperti di habitat alaminya.

g. Terisolasi dari pengaruh binatang atau ternak lain.

h. Tersedianya sumber air yang cukup untuk minum dan mandi burung serta untuk pembersihan kandang.

i. Mudah untuk mendapatkan pakan dan tidak bersaing dengan manusia. 5.1.2.1Jenis dan ukuran kandang

Jenis kandang mambruk victoria di MBOF merupakan jenis kandang pemeliharaan. Kandang ini dibuat secara permanen yang berbentuk persegi panjang dengan atap yang lebih tinggi agar mambruk lebih leluasa dalam pergerakan sayapnya atau terbang dan sebaiknya kandang tersebut minimal memperoleh 80% terkena sinar matahari langsung (Warsito 2010). Kandang mambruk di MBOF memiliki ukuran panjang 40 m, lebar 25 m, dan tinggi 5 m atau seluas 1000 m2. Kandang tersebut biasa digunakan oleh mambruk untuk melakukan segala tingkah lakunya antara lain makan, minum, istirahat, kawin,

(2)

dan sebagainya. Selain itu, mambruk juga berasosiasi dengan jenis lain khususnya dalam hal makanan yakni dengan merak (Pavo sp.) dan itik mandarin (Aix galericulata Linnaeus, 1758).

5.1.2.2Konstruksi kandang

Konstruksi kandang mambruk di MBOF dibuat secara permanen dengan bahan-bahan antara lain dinding tembok, besi berdiameter 5 cm, dan kawat ram sebagai atap kandang. Pembuatan dinding tembok dilakukan untuk menghindari adanya gangguan yang dapat menyebabkan ketenangan burung menjadi terganggu. Selain itu, pembangunan kandang permanen untuk pemeliharaan mambruk memiliki keunggulan yaitu segi pemakaian yang lebih tahan lama daripada kandang yang terbuat dari bahan kayu atau bambu yang hanya bertahan 3 – 4 tahun (Warsito 2010).

5.1.2.3Fasilitas di dalam kandang

Secara umum, fasilitas yang terdapat di dalam kandang burung antara lain tempat bertengger yang terbuat dari batang pohon sehingga tampak alami dan tempat makan dan minum yang terbuat dari bahan plastik bermutu baik yang bertujuan untuk menghindari kandungan racun yang terdapat dalam plastik tersebut yang dapat mengganggu kesehatan satwa yang ditangkarkan (Dharmojono 1996, diacu dalam Nasution 2005). Beberapa fasilitas yang terdapat di dalam kandang mambruk victoria di MBOF antara lain tempat makan dan minum, tempat bertengger, tempat bersarang, dan kolam (Gambar 5).

Gambar 5 Fasilitas di dalam kandang mambruk victoria, (A) tempat makan; (B) tempat minum; (C) tempat bersarang; (D) tempat bertengger; dan (E) kolam.

(3)

Selain fasilitas tersebut, di dalam kandang mambruk victoria juga terdapat beberapa tumbuhan yaitu jambu air (Syzigium sp.) dan pepaya (Carica papaya). Selain sebagai tempat berlindung bagi mambruk victoria, tumbuhan tersebut juga berguna sebagai pakan buah alami (Warsito 2010). Berdasarkan hasil pengamatan di MBOF, pengelola menyediakan ranting-ranting pohon yang sengaja diletakkan di dalam kandang agar mambruk victoria dapat membuat sarang sendiri seperti di habitat alaminya. Menurut Waluyo et al. (1993), sarang mambruk victoria di habitat alaminya berdiameter antara 250 – 450 mm dengan kedalaman + 160 mm. 5.1.2.4Perawatan dan sanitasi kandang

Kebersihan kandang beserta kelengkapannya perlu diperhatikan karena termasuk ke dalam aspek perawatan kandang dan akan berhubungan dengan kesehatan burung. Menurut Setio dan Takandjandji (2007), beberapa tindakan yang diperlukan untuk merawat dan menjaga kebersihan kandang antara lain:

a) Mengeruk, menyikat, dan menyapu kotoran yang melekat pada bagian-bagian kandang untuk dibuang pada tempat pembuangan yang telah disediakan.

b) Menyemprot atau menyiram dengan air pada bagian kandang yang telah dibersihkan secara rutin dua kali sehari.

c) Menyemprot kandang dengan desinfektan secara teratur tiap sebulan sekali.

Kegiatan perawatan kandang di MBOF meliputi pembersihan kandang dari feses burung, sisa-sisa makanan burung, daun-daun kering, pembersihan tempat makan dan minum burung, serta penggantian dan perbaikan kawat ram atau besi yang sudah rusak. Kegiatan pembersihan di dalam kandang dilakukan secara rutin setiap dua kali sehari. Hal ini dilakukan untuk menghindari timbulnya

serangan berbagai penyakit sebagai akibat dari kandang yang kotor (Setio & Takandjandji 2007). Selain itu, perawatan tidak hanya dilakukan di

dalam kandang, melainkan juga dilakukan di luar kandang. Kegiatan perawatan di luar kandang meliputi pembersihan sampah-sampah atau daun-daun kering dan perawatan tanaman di sekitar kandang agar terlihat lebih indah. Berdasarkan hasil pengamatan di MBOF, alat-alat yang digunakan dalam merawat dan

(4)

membersihkan kandang antara lain sapu lidi, pengki, gunting rumput, karung, gerobak dorong, selang air, dan sikat.

5.1.2.5Suhu dan kelembaban kandang

Berdasarkan hasil pengamatan, suhu di dalam kandang mambruk victoria di MBOF berkisar antara 25 – 32oC yang dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Grafik suhu dalam kandang mambruk victoria.

Selain itu, kelembaban udara di dalam kandang mambruk victoria di MBOF berkisar antara 57 – 78% yang dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Grafik kelembaban udara dalam kandang mambruk victoria. Berdasarkan hasil pengamatan, suhu dalam kandang mambruk victoria tergolong tinggi dengan kelembaban udara yang rendah jika dibandingkan dengan kondisi suhu dan kelembaban udara yang sangat disukai mambruk victoria di habitat alaminya yakni dengan suhu sekitar 25 – 27oC dan memiliki kelembaban

25.3 27.5 29.3 30.8 32 32 32.3 32.3 32 30.8 0 5 10 15 20 25 30 35 S u h u ( oC) Waktu (WIB) 78 76.8 69.5 64.5 59.5 59.5 57.3 58.5 59.3 63.5 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 K el em b ab an ( % ) Waktu (WIB)

(5)

udara sekitar 80 – 90% (Warsito 2010). Menurut Notanubun (2002) dan Tribisono (2002), mambruk pada umumnya senang hidup pada bagian hutan yang memiliki pohon besar dan terdapat sumber air dengan suhu berkisar antara 20 – 27oC dan kelembaban udara berkisar antara 80 – 92% serta pada ketinggian + 500 mdpl.

Suhu dan kelembaban udara dalam kandang mambruk victoria di MBOF yang berbeda dengan habitat alaminya lebih dikarenakan kondisi kandang yang lebih terbuka. Selain itu, vegetasi di dalam kandang mambruk victoria sangat sedikit dan hanya memiliki tinggi sekitar 2 – 3 meter. Menurut Warsito (2010), meskipun mambruk victoria menyukai daerah yang lembab, sinar matahari tetap diperlukan untuk menghangatkan tubuhnya dan hal ini sesuai dengan kondisi kandang mambruk victoria yang terdapat di MBOF yang terbuka sekitar 80% dan mendapatkan sinar matahari langsung.

5.1.2 Kesehatan

Burung mambruk victoria yang terdapat di dalam penangkaran dapat terjangkiti penyakit apabila pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan kurang baik, sehingga perlu diberikan obat-obatan dan vitamin yang dibutuhkan oleh mambruk victoria yang dipelihara di penangkaran. Berdasarkan hasil pengamatan, sejak pertama kali didatangkan pada tahun 2005 hingga pertengahan tahun 2011, mambruk victoria yang terdapat di MBOF pernah terjangkiti beberapa penyakit yaitu CRD (Chronic Respiratory Disease), cacingan, dan kaki bengkak. Menurut Sauvani (2008), diacu dalam Warsito (2010), gejala klinis, penyebab, pengendalian, dan pengobatan dari penyakit CRD (Cronic Respiratory Disease) dan penyakit cacingan yang biasa diderita oleh mambruk victoria yaitu:

1. CRD (Chronic Respiratory Disease) a) Gejala:

Mambruk seperti menderita pilek atau flu (keluar lendir melalui hidung) yang disertai ngorok dan sulit untuk bernafas.

b) Penyebab:

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycoplasma galisepticum yang dapat mengakibatkan kekurusan pada satwa dan keluarnya cairan bernanah pada hidung (Pusat Kesehatan Hewan 2008).

(6)

c) Pengendalian:

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan kandang, pakan, air minum, dan alat sanitasi kandang.

d) Pengobatan:

Pengobatan biasanya dilakukan dengan cara memberikan Tetra chlorine capsule melalui oral dengan dosis dua kali sehari berturut-turut selama sakit atau menggunakan antibiotik seperti Tylocin atau Mitraflox-12 yang dilarutkan di dalam air minum.

2. Cacingan a) Gejala:

Mambruk mengalami mencret yang disertai lendir yang berwarna putih mirip berak kapur. Gejala lebih lanjut adalah mambruk tampak kurus, lemah dan lesu, nafsu makan berkurang, jambul atau mahkota tidak berdiri tegak, dan apabila mengeluarkan kotoran (feses) akan keluar cacing.

b) Penyebab:

Penyakit ini disebabkan oleh Cestoda (cacing pita), Nematoda (cacing askaris), dan cacing mata akibat sanitasi kandang yang buruk atau kandang yang terlalu lembab. Serangan parasit ini dapat menyebabkan radang usus dan dapat merusak mata.

c) Pengendalian:

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan kandang, pakan, air minum, dan alat sanitasi kandang.

d) Pengobatan:

Pengobatan untuk serangan cacing mata dapat dilakukan dengan cara memberikan Kreolin 5% yang diteteskan pada mata, sedangkan untuk serangan cacing pita dapat menggunakan Dichloropen dengan dosis 300mg/kg dan di–N–butyl laurat 500 mg/kg. Sementara itu, untuk serangan cacing askaris dapat menggunakan Piperazin, Hygromycin B, Vermixon atau Nethyridine dengan dosis 200–400 mg/100 ml air minum.

(7)

Untuk penyakit kaki bengkak, pengelola MBOF biasanya mengobati dengan menggunakan salep Thrombophob dengan cara mengoleskan pada kaki mambruk selama kaki bengkak hingga kaki kembali seperti semula. Kaki bengkak biasanya disebabkan oleh kaki mambruk yang terjepit atau keseleo. Selain itu, pengelola MBOF juga memberikan vitamin berupa kurkumavit dengan dosis 1g/2 liter air minum dengan waktu pemberian setiap lima hari sekali yang dicampurkan ke dalam air minum. Pemberian vitamin bertujuan untuk menambah nafsu makan mambruk dan meningkatkan stamina mambruk sehingga mambruk menjadi cukup kuat, segar, dan sehat (Warsito 2010).

5.1.3 Pengaturan reproduksi

Reproduksi merupakan kunci keberhasilan dalam penangkaran untuk meningkatkan populasi dan produktivitas, sehingga memiliki pengetahuan tentang biologi dan perilaku reproduksi jenis satwa yang ditangkarkan sangat penting karena dapat memberikan arah pada tindakan manajemen yang diperlukan untuk menghasilkan produksi satwa yang ditangkarkan sesuai dengan harapan (Setio & Takandjandji 2007). Kegiatan pengelolaan reproduksi yang dilakukan oleh pengelola MBOF antara lain sumber dan jumlah bibit, penentuan jenis kelamin, pemilihan bibit untuk dijadikan sebagai indukan, teknik penjodohan, pembesaran piyik atau anakan yang baru menetas, dan tingkat keberhasilan breeding.

5.1.3.1Sumber dan jumlah bibit

Sumber bibit burung mambruk victoria (Goura victoria Fraser, 1844) yang terdapat di Mega Bird and Orchid Farm (MBOF) berasal dari Papua yang diambil langsung dari alam atau hutan. Burung tersebut pertama kali didatangkan pada tahun 2005 sebanyak satu pasang. Berdasarkan hasil pengamatan, populasi mambruk victoria di MBOF sampai pertengahan tahun 2011 adalah lima ekor yang terdiri dari dua individu jantan dan tiga individu betina. Berdasarkan kondisi populasi tersebut, untuk kelas umur dewasa atau indukan sebanyak dua ekor yang terdiri dari satu individu jantan dan satu individu betina, sedangkan untuk kelas umur remaja sebanyak tiga ekor yang terdiri dari satu individu jantan dan dua individu betina.

(8)

Jumlah individu mambruk victoria di MBOF sampai pertengahan tahun 2011 tergolong sedikit. Hal ini disebabkan sulitnya mambruk victoria dalam menghasilkan telur karena telur yang dihasilkan dalam satu musim perkawinan atau tiap tahunnya hanya 1 – 2 butir telur (Warsito 2010). Selain itu, penyebab lain sedikitnya jumlah individu mambruk victoria di MBOF adalah terganggunya proses perkawinan mambruk victoria karena adanya burung merak (Pavo sp.). Burung merak di lokasi tersebut cukup mendominasi sehingga proses perkawinan (kopulasi) mambruk victoria sulit terjadi. Hal ini ditunjukkan dengan dirusaknya sarang mambruk yang terdiri dari ranting-ranting pohon oleh burung merak ketika mambruk akan membuat sarang.

5.1.3.2Penentuan jenis kelamin

Menurut Wahyuningsih (1991), diacu dalam Notanubun (2002) dan Rumbino (1997), burung jantan dan burung betina mambruk victoria dapat dibedakan dari bentuk tubuh, bagian atas kepala, dan ukuran paruh. Burung jantan memiliki bentuk tubuh yang membulat, sedangkan pada burung betina memiliki bentuk tubuh yang agak memanjang dengan bagian atas kepala pada burung jantan agak melengkung dan pada burung betina agak mendatar, sedangkan untuk ukuran paruh, pada burung jantan memiliki ukuran paruh yang besar dan agak panjang, sedangkan pada burung betina memiliki ukuran paruh yang kecil dan agak pendek. Perbedaan ukuran tubuh mambruk victoria jantan dan mambruk victoria betina yang terdapat di MBOF dapat dilihat pada Tabel 5, Gambar 8, dan Lampiran 4.

Tabel 5 Perbandingan ukuran tubuh mambruk victoria jantan dan betina di MBOF

No. Indikator Ukuran tubuh

Jantan Betina 1 Panjang badan (cm) 75 68 2 Lingkar badan (cm) 50 49 3 Panjang paruh (cm) 5,35 4,85 4 Tinggi mahkota (cm) 15 14 5 Panjang kaki (cm) 31 28 6 Panjang ekor (cm) 28 25 7 Rentang sayap (cm) 48 45

(9)

Gambar 8 Mambruk victoria betina (A) dan mambruk victoria jantan (B) di MBOF

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap mambruk victoria yang terdapat di MBOF, terdapat perbedaan ukuran morfologi tubuh mambruk victoria jantan dan mambruk victoria betina. Individu jantan memiliki ukuran mahkota yang lebih besar dan lebih tegak, memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dan lebih bulat, dan memiliki perilaku yang lebih agresif dibandingkan dengan individu betina. Jika dilihat dari ukurannya, sifat morfologi tersebut tidak hanya dipegaruhi oleh genetik tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan tempat satwa tersebut hidup seperti iklim, makanan, dan sebagainya (Notanubun 2002).

5.1.3.3Pemilihan induk dan teknik penjodohan

Pemilihan induk yang baik dan dapat dijadikan sebagai bibit atau induk produktif juga termasuk salah satu teknik dalam menangkarkan mambruk. Menurut Warsito (2010), beberapa langkah untuk mendapatkan induk produktif, antara lain:

1. Burung dewasa yang sehat dengan usia 1 – 1,5 tahun.

2. Memiliki bulu badan halus (tidak kusam), warna cerah dan bersih, serta bulu ekor tidak rebah ke tanah.

3. Memiliki mata yang terang, jernih, dan agak menonjol ke luar.

4. Memiliki jambul (mahkota) yang berdiri tegak dan tidak lemah atau rebah ke samping atau ke belakang.

5. Mempunyai nafsu makan yang tinggi.

6. Memiliki gerakan yang lincah yang tampak pada saat lari, berjalan, maupun akan terbang.

(10)

Pemilihan indukan mambruk victoria oleh pengelola MBOF dilakukan dengan cara memilih indukan yang sehat, tidak cacat, dan terhindar dari penyakit. Selain itu, proses penjodohan indukan mambruk victoria yang dilakukan oleh pengelola di MBOF adalah dengan cara membiarkan indukan mambruk tersebut melakukan perkawinan sendiri di dalam kandang. Usia indukan siap kawin (minimum breeding age) pada mambruk victoria berkisar antara umur 1 – 1,5 tahun atau 18 – 20 bulan (Warsito 2010; Kiman 1979, diacu dalam Indasari 2001). Selain itu, mambruk victoria merupakan jenis burung yang menganut pola perkawinan monogami (tidak berganti pasangan) dengan proses perkawinan yang terjadi sepanjang tahun dengan intensitas perkawinan tertinggi terjadi pada bulan April – Juli dan bulan November – Maret (Warsito 2010).

5.1.3.4Pengaturan peneluran dan penetasan

Setelah melakukan perkawinan, burung jantan dan betina biasanya selalu bersama atau beriringan tanpa terganggu oleh kehadiran burung mambruk lainnya (Warsito 2010). Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola MBOF, musim bertelur mambruk victoria di MBOF biasa terjadi pada bulan Juli – Agustus dengan telur yang dihasilkan setiap satu kali musim kawin adalah sebanyak satu butir telur. Hal ini sesuai dengan pendapat Warsito (2010) dan Waluyo et al. (1993) yang menyatakan bahwa telur yang dihasilkan oleh indukan betina mambruk victoria selama musim perkawinan sebanyak satu butir telur dengan ukuran 55 mm × 38 mm. Namun sampai pertengahan tahun 2011, jumlah individu mambruk victoria sejak pertama kali datang di MBOF pada tahun 2005 hanya berjumlah lima ekor. Hal ini dikarenakan dalam proses pengeraman, mambruk victoria mengalami banyak gangguan, baik gangguan dari mambruk lainnya (mambruk cristata) maupun dari burung jenis lain yakni burung merak (Pavo sp.). Hal ini sesuai dengan pendapat Waluyo et al. (1993) yang menyatakan bahwa apabila induk mambruk yang sedang mengerami telur mendapatkan gangguan akan berdampak pada induk mambruk yang akan meninggalkan sarangnya, sehingga proses pengeraman akan terganggu dan akan menyebabkan telur tersebut tidak akan menetas.

(11)

Di MBOF, penetasan telur mambruk victoria juga dilakukan secara alami oleh indukan dan tidak menggunakan mesin tetas. Menurut Warsito (2010) dan Waluyo et al. (1993), masa pengeraman telur mambruk victoria rata-rata 21 – 24 hari dengan proses pengeraman yang dilakukan secara bergantian oleh induk jantan maupun induk betina.

5.1.3.5Pengasuhan atau pembesaran piyik

Proses pengasuhan dan pembesaran anakan mambruk di MBOF dilakukan dengan cara pengelola membiarkan induk mambruk mengasuh dan membesarkan anaknya sendiri secara alami. Proses pengasuhan anakan mambruk biasanya dilakukan oleh induk jantan dan induk betina yang bergantian menyuapi anaknya sampai anakan tersebut berumur tiga bulan dan pada umur tersebut, bulu anakan mambruk victoria sudah berubah seperti induknya (Waluyo et al. 1993).

Menurut Warsito (2010), anakan mambruk victoria dijaga dan diasuh secara bersama-sama oleh kedua induknya. Secara naluriah, anakan mambruk dilatih untuk mencari makan dengan cara mengais tanah atau mematuk-matuk. Setelah anakan mencapai usia dewasa (umur 8 – 10 bulan), secara alamiah indukan mambruk akan berjalan sendiri seakan mau memisahkan sendiri dengan anaknya dan pada akhirnya kedua indukan mambruk victoria sudah dapat berkembang biak lagi.

5.1.3.6Tingkat keberhasilan breeding

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola di MBOF mengenai tingkat keberhasilan breeding mambruk victoria, dapat diketahui bahwa sejak tahun 2005 hingga pertengahan tahun 2011, indukan mambruk victoria di lokasi tersebut telah menghasilkan enam telur. Namun dari keenam telur tersebut, hanya tiga butir telur yang berhasil menetas dan mampu hidup hingga mencapai usia dewasa pada saat ini. Tingkat keberhasilan breeding pada mambruk victoria di MBOF dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Persentase tingkat keberhasilan breeding pada mambruk victoria di MBOF

No. Indikator Persentase (%) Kriteria

1 Daya tetas telur 50 sedang

2 Angka kematian 0 rendah

(12)

Berdasarkan informasi tersebut, dapat diketahui bahwa persentase daya tetas telur adalah 50% dengan jenis kelamin jantan sebanyak satu individu dan jenis kelamin betina sebanyak dua individu. Nilai persentase tersebut menunjukkan bahwa daya tetas telur mambruk victoria di MBOF tergolong sedang karena dalam proses pengeraman, indukan mambruk victoria sering mengalami berbagai gangguan dari satwa lain yakni adanya burung merak yang dikumpulkan dalam satu kandang dengan mambruk victoria sehingga terdapat telur yang tidak menetas. Hal ini sesuai dengan pendapat Waluyo et al. (1993) yang menyatakan bahwa apabila induk mambruk yang sedang mengerami telur mendapatkan gangguan akan berdampak pada induk mambruk yang akan meninggalkan sarangnya, sehingga proses pengeraman akan terganggu dan akan menyebabkan telur tersebut tidak akan menetas. Untuk persentase kematian adalah 0% karena sejak tahun 2005 hingga pertengahan tahun 2011 belum ada anakan mambruk yang mati. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kematian mambruk victoria di MBOF tergolong rendah.

Selain itu, untuk untuk persentase tingkat perkembangbiakan mambruk victoria di MBOF adalah sebesar 100%. Nilai persentase tersebut menunjukkan bahwa tingkat perkembangbiakan mambruk victoria di MBOF tergolong tinggi karena dari total indukan yang ada yang terdiri dari satu pasang indukan (jantan dan betina), hanya satu pasang indukan tersebut yang berhasil melakukan perkawinan dan mampu bertelur hingga menghasilkan tiga ekor anak yang berhasil hidup sampai saat ini.

5.1.4 Pakan

Salah satu aspek yang penting dalam pemeliharaan burung adalah penyediaan pakan. Di alam bebas, burung dapat memenuhi kebutuhan gizinya sendiri dengan memanfaatkan makanan yang tersedia di alam, sedangkan jika telah dipelihara oleh manusia, ruang gerak burung akan dibatasi oleh kandang atau sangkar dan untuk memenuhi kebutuhan gizinya, burung hanya

mengandalkan makanan yang diberikan oleh pemeliharanya

(13)

5.1.4.1Jenis pakan

Jenis pakan yang biasa dimakan oleh mambruk victoria di habitat alaminya berupa buah-buahan hutan yang jatuh seperti buah pohon beringin, jambu hutan, dan kenari (Notanubun 2002). Jenis pakan utama mambruk victoria yang diberikan oleh pengelola MBOF terdiri dari beras merah, jagung giling kuning, kacang hijau, dan beras menir (Gambar 9). Selain itu, mambruk victoria juga diberikan pakan tambahan berupa sayuran yang terdiri dari sawi, tauge kacang hijau, daun pepaya, dan jagung muda kuning (Gambar 10). Menurut Handini et al. (1992), mambruk victoria menyukai pakan dalam bentuk butiran yang sudah dipecahkan dan tidak menyukai bahan pakan berbentuk tepung tetapi juga menerima bahan pakan berbentuk pelet.

Gambar 9 Jenis pakan utama mambruk victoria di MBOF yang terdiri dari (A) beras merah; (B) beras menir; dan (C) jagung giling kuning.

Gambar 10 Jenis pakan tambahan mambruk victoria di MBOF yang terdiri dari campuran jagung muda kuning, sawi, daun pepaya, dan tauge kacang hijau.

(14)

Dari jenis pakan utama yang diberikan oleh pengelola MBOF terhadap mambruk victoria, pakan yang sering dimakan oleh mambruk adalah jenis jagung giling kuning, beras merah, kacang hijau, dan beras menir. Mambruk victoria di lokasi tersebut kurang menyukai pakan yang berbentuk pur. Menurut Handini et al. (1992), mambruk yang dikandangkan biasanya lebih menyukai pakan dalam betuk butiran yang sudah dipecahkan seperti jagung pecah, tauge kacang hijau, ulat, dan kelapa iris. Pakan berupa pelet atau pur biasanya sangat diperlukan bagi perkembangan anakan mambruk yang masih berusia beberapa hari (Warsito 2010).

5.1.4.2Jumlah pakan yang diberikan

Pakan yang terdapat di kandang pemeliharaan diberikan oleh pengelola MBOF tidak hanya untuk mambruk victoria saja, melainkan untuk semua individu atau untuk semua jenis burung yang dipelihara dalam satu kandang dengan mambruk victoria. Jumlah pakan utama yang diberikan di MBOF setiap harinya berkisar + 1.800 g, sedangkan untuk jumlah pakan tambahan berkisar + 1.500 g atau dengan jumlah total pakan yang diberikan berkisar + 3.300 g. Berdasarkan jumlah pakan yang diberikan (baik pakan utama maupun pakan tambahan), mambruk victoria di MBOF mampu menghabiskan pakan sebanyak 41,28 g/ekor/hari dengan asumsi bahwa dari total pakan yang diberikan oleh pengelola, pakan tersebut dihabiskan oleh semua individu yang terdapat di dalam kandang tersebut dalam jumlah yang sama (Tabel 7).

Tabel 7 Persentase jumlah pakan yang diberikan pada mambruk victoria di MBOF

No. Jenis bahan pakan Jumlah (g) Persentase (%)

1 Beras merah 5,16 12,5

2 Jagung giling kuning 5,16 12,5

3 Kacang hijau 5,16 12,5

4 Beras menir 5,16 12,5

5 Sawi 5,16 12,5

6 Tauge kacang hijau 5,16 12,5

7 Daun pepaya 5,16 12,5

8 Jagung muda kuning 5,16 12,5

(15)

5.1.4.3Kandungan gizi pakan

Hal yang harus diperhatikan dalam penyediaan pakan burung adalah kandungan gizi, jenis pakan yang disukai, dan tidak membosankan bagi burung. Menurut Soemadi dan Mutholib (1995), kandungan gizi yang kurang akan menyebabkan kondisi kesehatan burung menurun dan dapat menyebabkan penampilan burung menjadi kurang menarik. Namun, jika kelebihan gizi juga akan berpengaruh tidak baik pada kesehatan burung yakni dapat menyebabkan kegemukan sehingga burung terlihat lamban dan malas. Secara umum, kandungan dan peranan zat-zat makanan yang terdapat dalam pakan burung meliputi (Soemadi & Mutholib 1995; Widodo 1995):

1) Energi

Sebagian besar, energi digunakan untuk kebutuhan hidup pokok yang meliputi berbagai tingkah laku burung sehari-hari. Energi bisa dihasilkan dari karbohidrat maupun lemak. Peranan karbohidrat selain sebagai sumber energi adalah untuk membakar lemak, membantu memperkecil oksidasi protein menjadi energi, dan memelihara fungsi alat pencernaan makanan agar berjalan normal. Selain energi yang dihasilkan oleh karbohidrat, energi juga dihasilkan dari lemak. Selain sebagai sumber energi, lemak juga berperan untuk mengatur suhu tubuh, melindungi organ tubuh, membawa vitamin (A, D, E, K), membawa asam lemak esensial, dan sebagai bahan baku pembentukan hormon steroid.

2) Protein

Protein yang dibutuhkan burung berbeda-beda tergantung dari berbagai faktor yang mempengaruhinya yaitu suhu lingkungan, umur, jenis spesies, kandungan asam amino, dan bobot badan. Dalam tubuh burung, protein memiliki peranan sebagai bahan pembangun tubuh, pengganti sel-sel tubuh yang telah rusak, bahan baku pembentukan enzim, hormon, dan antibodi serta sebagai pengatur peredaran cairan tubuh dan zat yang larut di dalamnya.

(16)

3) Vitamin

Vitamin memiliki peran sebagai mediator dalam sintesis atau degradasi suatu zat tanpa ikut menyusun zat yang disintesis atau dipecah serta sebagai pemeliharaan dan pertumbuhan jaringan dalam tubuh burung.

4) Mineral

Secara umum, peranan mineral adalah untuk memelihara kondisi ionik dalam tubuh, memelihara keseimbangan asam basa tubuh, memelihara tekanan osmotik cairan tubuh, dan menjaga kepekaan otot dan syaraf.

5) Air

Air memiliki peranan yang sangat penting dalam tubuh yakni sebagai komponen penyusun darah dan cairan limfa yang merupakan organ vital dalam proses kehidupan, sebagai media pengangkut zat-zat makanan dalam proses metabolisme, sebagai bahan pelembut bahan makanan, dan sebagai stabilisator suhu tubuh.

Dari total pakan yang diberikan oleh pengelola MBOF untuk semua jenis burung yang terdapat di dalam kandang pemeliharaan, mambruk victoria mampu menghabiskan jumlah pakan sebanyak 41,28 g/ekor/hari. Berdasarkan pakan yang diberikan, terdapat delapan jenis bahan penyusun pakan yang memiliki kandungan gizi yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil perhitungan kandungan gizi pada pakan mambruk victoria di MBOF, kandungan energi yang terdapat pada pakan mambruk victoria di MBOF adalah sebesar 1.257,34 kkal/ekor/hari dengan kandungan protein sebesar 5,72% (Tabel 8).

Berdasarkan jumlah kebutuhan energi minimum pada unggas yakni sebesar 2.900 – 3.200 kkal dan protein minimum pada unggas yakni sebesar 10–30%, maka jumlah kandungan energi pada pakan mambruk victoria di MBOF masih kurang (Widodo 1995; Sudarwo & Siriwa 1999). Oleh karena itu, perlu dibuat suatu formulasi pakan bagi mambruk victoria yang terdapat di MBOF. Jenis bahan pakan yang digunakan dalam penyusunan formulasi pakan bagi mambruk victoria di MBOF antara lain jagung (41 g), kacang hijau (25 g), buah kenari (15 g), bungkil kedelai (15 g), sawi (10 g), dan belalang (5 g), sehingga berat total bahan pakan yang digunakan dalam penyusunan formulasi pakan bagi

(17)

mambruk victoria adalah 111 g. Kandungan gizi dari formulasi pakan yang dibuat untuk mambruk victoria di MBOF dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 8 Kandungan gizi pakan mambruk victoria di MBOF

No. Jenis Bahan Pakan

Kandungan Zat Gizi Energi (kkal) Protein (%) Lemak (%) Kalsium (%) Fosfor (%) Kadar abu (%) Serat kasar (%) Kadar air (%) 1 Beras Merah 159,96 0,42 - - - - 2 Jagung giling 95,72 0,86 0,37 0,25 0,04 0,80 0,34 - 3 Kacang hijau 121,26 1,15 0,01 1,68 1,73 0,02 0,06 2.10 4 Beras menir 137,26 0,53 0 0 0,01 - - - 5 Sawi 161,66 1,28 0,02 4,94 2,06 0,04 0,16 4.57 6 Tauge kacang hijau 192,83 0,15 0,01 - - - - 3.48 7 Daun pepaya 211,66 0,87 0,44 0,24 0,02 0,64 0,84 - 8 Jagung 176,99 0,46 0,20 0 0,01 0,12 0,10 0.33 Total 1.257,34 5,72 1,05 7,11 3,86 1,61 1,51 10,48

Sumber: Abun (2006); Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia (2010); Widodo (1995). Tabel 9 Kandungan gizi formulasi pakan untuk mambruk victoria di MBOF

No.

Jenis Bahan Pakan

Kandungan Zat Gizi Energi (kkal) Protein (%) Lemak (%) Kalsium (%) Fosfor (%) Kadar abu (%) Serat kasar (%) Kadar air (%) 1 Jagung 1816,30 3,69 1,60 0,01 0,04 0,92 0,82 2,61 2 Kacang hijau 587,50 6,00 0,05 8,14 8,36 0,07 0,30 10,16 3 Buah kenari 98,10 2,23 5,74 6,62 23,36 0,42 0,45 0,27 4 Belalang 21,00 3,11 0,52 - - - 0,12 0,35 5 Sawi 313,30 2,49 0,03 9,58 4,00 0,08 0,31 8,86 6 Bungkil kedelai 334,50 6,90 0,14 0,08 0,10 0,73 1,10 1,28 Total 3.170,70 24,42 8,08 24,42 35,85 2,22 3,10 23,53

Sumber: Abun (2006); Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia (2010); Widodo (1995). Dari hasil penyusunan formulasi pakan mambruk di MBOF diperoleh hasil total energi sebesar 3.170,70 kkal/ekor/hari dengan kandungan protein sebesar 24,42%. Kandungan lemak pada pakan mambruk victoria yang biasa diberikan oleh pengelola adalah 1,05%, sedangkan kandungan lemak pada formulasi pakan adalah 8,08%. Kandungan lemak tersebut masih masuk dalam standar kebutuhan lemak pada pakan unggas yaitu batas maksimum kebutuhan lemak pada pakan unggas adalah sebesar 10% dari total pakan yang diberikan (Waluyo et al. 1993).

(18)

5.1.5 Pemanfaatan atau pengelolaan hasil

Menurut Warsito (2010), perdagangan mambruk victoria merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat di Papua. Hal ini dikarenakan selain sebagai sumber protein, burung ini juga memiliki keindahan morfologis berupa mahkota yang indah dan keunikan tingkah laku yang menjadi daya tarik tersendiri bagi kolektor burung (Tribisono 2002). Namun, permintaan dan harga yang cukup tinggi menyebabkan perdagangan secara ilegal tetap marak terjadi (Warsito 2010). Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola MBOF, mambruk victoria di lokasi tersebut diperoleh dari kolektor burung dengan harga + Rp. 15.000.000,00 per pasang. Oleh pengelola MBOF, harga tersebut mengalami kenaikan jika ada pembeli yang berminat untuk membelinya. Pengelola MBOF memberikan harga sekitar + Rp. 25.000.000,00 tiap pasang mambruk victoria dan harga tersebut belum ditambah dengan biaya pengiriman. Namun, sampai saat ini masih belum ada calon pembeli yang berminat untuk membeli mambruk victoria hasil penangkaran di MBOF. Di lokasi tersebut, calon pembeli masih lebih tertarik pada jenis burung lain selain mambruk seperti jalak bali, murai batu, dan cucak rawa. Namun jika melihat harga jual mambruk victoria di Indonesia, harga tersebut masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan harga jual mambruk victoria di luar negeri. Menurut Brancato (2004), harga jual mambruk di luar negeri bisa mencapai 5.000 – 7.500 US$.

Jika terdapat calon pembeli yang berminat untuk membeli mambruk victoria di MBOF, pengelola biasanya memperlakukan burung yang akan dijual sama seperti burung-burung lainnya yang telah terjual seperti jalak bali, murai batu atau cucak rawa. Penanganan terhadap mambruk victoria yang akan dijual adalah burung tersebut akan dipisahkan dari kelompoknya dan diletakkan dalam satu kandang tersendiri. Setelah itu, pengelola biasanya akan mengurus surat-surat pengiriman dan akta kelahiran ke Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA). Setelah mendapatkan surat-surat dari Dirjen PHKA, burung yang siap dijual dimasukkan ke dalam boks atau kotak yang terbuat dari triplek. Untuk calon pembeli di Pulau Jawa, pengelola biasanya mengantar langsung burung yang dibeli ke rumah calon pembeli. Hal ini selain

(19)

untuk mengurangi resiko selama pengiriman, calon pembeli biasanya juga meminta untuk diantar langsung (khusus untuk Pulau Jawa).

Namun, jika terdapat pembeli dari luar Pulau Jawa, pengelola MBOF biasanya menggunakan jasa pengiriman atau kargo. Hal ini dilakukan untuk menghemat biaya pengeluaran (biaya pengiriman) yang dikeluarkan oleh pengelola MBOF karena biaya pengiriman yang dikeluarkan jika menggunakan jasa pengiriman kargo lebih kecil jika dibandingkan dengan pengelola yang harus mengantarkan sendiri burung yang sudah terjual ke rumah pembeli yang berada di luar Pulau Jawa.

5.1.6 Teknik adaptasi satwa

Selain kegiatan pemeliharaan, pembersihan di dalam dan di luar kandang, serta pengobatan dan penanggulangan penyakit, kegiatan pengelolaan penangkaran yang lain yang juga dilakukan oleh pengelola di MBOF adalah kegiatan adaptasi satwa. Proses adaptasi satwa bagi mambruk victoria yang terdapat di MBOF adalah mambruk victoria yang baru datang diletakkan di dalam satu kandang terpisah (kandang karantina) untuk menghindari mambruk tersebut menjadi stress. Lama proses adaptasi mambruk victoria yang sudah pernah dilakukan oleh pengelola di MBOF sekitar dua minggu. Menurut Warsito (2010), untuk perlakuan pada mambruk yang di karantina, pada hari pertama hingga hari kelima kandang karantina ditutup dengan kain berwarna gelap untuk mengurangi cahaya dan gangguan di sekitarnya. Selanjutnya, pada hari berikutnya secara bertahap kain tersebut dibuka dari 10 – 100% untuk mendapatkan cahaya. Pembukaan kain diawali dari bagian atas kandang hingga dibuka pada bagian dinding kandang. Perlakuan ini dapat dilakukan hingga minggu ketiga atau perilaku mambruk menjadi lebih tenang.

Perlakuan yang diberikan oleh pengelola MBOF terhadap mambruk victoria yang sedang berada di dalam kandang karantina adalah sama seperti perlakuan pada burung lainnya yakni pemberian makan dan minum serta pemberian vitamin dan obat-obatan untuk mencegah mambruk yang terdapat di dalam kandang karantina terserang penyakit.

(20)

5.2 Faktor Penunjang Keberhasilan dalam Kegiatan Pengelolaan Penangkaran di MBOF

Menurut Setio dan Takandjandji (2007), dalam penangkaran burung terutama dalam hal pengadaan dan pemeliharaannya, perlu memperhatikan tata cara dan peraturan yang berlaku yang dapat mengacu kepada peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan PP No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwaliar. Apabila dalam suatu penangkaran belum terdapat Standar Operasional Prosedur (SOP) mengenai pengadaan dan pemeliharaan satwa yang akan ditangkarkan, maka pengelola bisa membuat peraturan sendiri SOP tersebut. Hal ini yang dilakukan oleh pengelola MBOF dalam menangkarkan burung, khususnya mambruk victoria di lokasi tersebut. Pengelola MBOF membuat sendiri peraturan dalam hal pengadaan dan pemeliharaan burung-burung yang ditangkarkan. Namun SOP yang dibuat oleh pengelola MBOF tidak secara tertulis, melainkan secara lisan yang disampaikan langsung oleh manajer MBOF kepada karyawan yang bekerja langsung dalam mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan perawatan dan pemeliharaan burung yang ditangkarkan di MBOF.

Penerapan SOP dalam kegiatan pengelolaan penangkaran dimaksudkan agar burung yang dipelihara dapat hidup dan berkembang biak dengan baik serta menjaga lingkungan tetap sehat dan bersih dari segala sumber penyakit (Setio & Takandjandji 2007). SOP yang dibuat oleh pengelola MBOF meliputi tatacara pengadaan dan pengiriman burung, penerimaan dan karantina burung, adaptasi dan penempatan burung, pengelolaan pakan dan obat-obatan, sanitasi kandang dan lingkungan serta pengelolaan kesehatan dan pengendalian penyakit. Pengelolaan penangkaran yang dilakukan di MBOF dengan mengacu pada SOP yang telah ada membuat kegiatan penangkaran di lokasi tersebut cukup baik dan teratur, sehingga burung-burung yang ditangkarkan di MBOF dapat hidup dan berkembang biak dengan baik. Oleh karena itu, selain adanya SOP yang merupakan suatu peraturan yang telah dibuat oleh pengelola MBOF dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan penangkaran, beberapa hal yang menjadi faktor penunjang keberhasilan dalam kegiatan pengelolaan penangkaran di MBOF antara lain:

(21)

a. Letak kandang yang jauh dari kebisingan dan gangguan manusia. b. Kebersihan, keamanan, dan perawatan kandang yang selalu terjaga. c. Pakan yang rutin diberikan tiap pagi dan sore hari.

d. Pemberian obat dan vitamin secara rutin untuk menjaga kesehatan dan mencegah terserangnya penyakit pada burung yang ditangkarkan.

e. Menjaga kemurnian genetik dan menghindari terjadinya inbreeding.

5.3 Aktivitas Harian

5.3.1 Alokasi waktu aktivitas harian mambruk victoria

Mambruk merupakan salah satu burung yang memiliki perilaku unik, dimana aktivitas harian lebih banyak dilakukan di lantai hutan atau tanah untuk mencari makan, bermain, dan kawin (Warsito 2010). Jika dilihat dari alokasi waktu aktivitas harian mambruk victoria di MBOF, aktivitas harian mambruk victoria di lokasi tersebut lebih banyak dilakukan di atas tanah daripada di atas pohon atau tempat bertengger (Tabel 10).

Tabel 10 Alokasi waktu aktivitas harian mambruk victoria di MBOF

No. Jenis Tingkah Laku Jantan Betina

Menit/hari % Menit/hari % 1 Berjalan 42,98 7,16 54,67 9,11 2 Memanggil 0,97 0,16 0,23 0,04 3 Membuang kotoran 0,12 0,02 0,12 0,02 4 Mematuk benda 3,90 0,65 4,96 0,83 5 Diam 228,39 38,07 206,08 34,35 6 Makan 62,90 10,48 86,31 14,38 7 Minum 0,63 0,11 0,60 0,10 8 Mandi 0 0 0 0 9 Menyelisik bulu 168,70 28,12 183,60 30,60 10 Siaga 47,34 7,89 21,22 3,54 11 Kawin 0 0 0 0 12 Menari 0,27 0,04 0 0 13 Berjemur 19,80 3,30 17,05 2,84 14 Istirahat 5,03 0,84 8,03 1,34 15 Terbang 8,90 1,48 0,43 0,07 16 Membersihkan paruh 0,82 0,14 0,77 0,13

17 Saling menyelisik bulu 0,12 0,02 0 0

18 Saling mendekati 5,86 0,98 11,75 1,96

19 Saling mengejar 2,45 0,41 2,60 0,43

(22)

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa tingkah laku yang paling banyak dilakukan oleh mambruk victoria di MBOF selama 10 hari pengamatan, pada individu jantan adalah tingkah laku diam dengan 228,39 menit atau 38,07% diikuti dengan tingkah laku menyelisik bulu dengan 168,70 menit atau 28,12%, sedangkan pada individu betina adalah tingkah laku diam dengan 206,08 menit atau 34,35% diikuti dengan tingkah laku menyelisik bulu dengan 183,60 menit atau 30,60%. Jenis tingkah laku yang tidak dijumpai selama pengamatan adalah tingkah laku mandi dan tingkah laku kawin. Bentuk aktivitas yang terjadi lebih banyak dilakukan di pagi hari dimana mambruk biasanya memulai aktivitasnya di pagi hari dengan turun dari sarangnya untuk mencari makan (Warsito 2010). Rata-rata sebaran waktu temporal aktivitas harian mambruk victoria di MBOF dapat dilihat pada Lampiran 7.

5.3.2 Karakteristik aktivitas harian mambruk victoria

Aktivitas harian pada individu jantan dan betina mambruk victoria di MBOF memiliki pola tingkah laku yang hampir sama. Namun, dalam setiap tingkah laku yang dilakukan terdapat satu perbedaan tingkah laku yakni tingkah laku menari yang hanya dilakukan oleh individu jantan untuk menarik perhatian individu betina mambruk victoria sebelum melakukan proses perkawinan (Warsito 2010). Aktivitas harian yang ditunjukkan oleh individu jantan selama pengamatan cenderung lebih aktif dibandingkan individu betina. Hal ini sesuai dengan pendapat Houpt dan Thomas (1982) yang menyatakan bahwa pada umumnya satwa jantan lebih agresif dibandingkan dengan satwa betina, baik dalam hubungan interspecies maupun intraspecies.

5.3.2.1Tingkah laku berjalan

Tingkah laku berjalan merupakan salah satu tingkah laku yang paling banyak dilakukan oleh mambruk victoria di MBOF setelah tingkah laku diam dan menyelisik bulu. Tingkah laku berjalan dominan dilakukan di atas tanah dan pada saat berjalan ekornya bergerak ke atas dan ke bawah (Gambar 11).

(23)

Gambar 11 Tingkah laku berjalan pada mambruk victoria di MBOF.

Frekuensi tingkah laku berjalan yang dilakukan oleh mambruk victoria jantan dan mambuk victoria betina selama pengamatan terdapat perbedaan yang dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Persentase frekuensi tingkah laku berjalan berdasarkan waktu pengamatan.

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa tingkah laku berjalan mambruk victoria terjadi dengan frekuensi yang berbeda setiap jamnya. Persentase frekuensi tingkah laku berjalan pada mambruk victoria jantan di MBOF mencapai puncak tertinggi pada pukul 08.00 – 09.00 yaitu sebesar 23,25% dari seluruh tingkah laku berjalan yang dilakukan mambruk victoria jantan selama periode waktu pengamatan, sedangkan pada mambruk victoria betina di MBOF mencapai puncak tertinggi pada pukul 07.00 – 08.00 yaitu sebesar 22,18% dari seluruh tingkah laku berjalan yang dilakukan mambruk betina selama periode waktu pengamatan. 0 5 10 15 20 25 F re k u en si (% ) Waktu Pengamatan Jantan Betina

(24)

Persentase frekuensi tingkah laku berjalan sudah meningkat di pagi hari sejak pukul 07.00 – 09.00 dan menurun pada pukul 09.00–10.00. Namun, antara pukul 10.00–14.00 persentase tingkah laku berjalan mambruk victoria di MBOF relatif stabil kemudian cenderung menurun. Persentase tingkah laku berjalan mambruk victoria sudah cukup tinggi sejak pagi hari dikarenakan pada pagi hari biasanya mambruk turun dari sarang untuk mencari makan di atas tanah (Warsito 2010).

5.3.2.2Tingkah laku memanggil

Young (1989), diacu dalam Rekapermana (2005) menyatakan bahwa suara yang dikeluarkan oleh burung terdiri dari dua macam yaitu suara panggilan (call note) yang digunakan untuk peringatan terhadap burung lain dan komunikasi sosial lainnya serta nyanyian (song) yang berhubungan dengan penguasaan wilayah teritori, pembentukan, dan pembangunan sarang. Tingkah laku memanggil dilakukan oleh mambruk victoria biasanya ditandai dengan suara “hoooomm” yang dikeluarkan secara berulang-ulang untuk memanggil teman-temannya agar dapat bergabung bersama (Warsito 2010). Frekuensi tingkah laku memanggil yang dilakukan oleh mambruk victoria selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Persentase frekuensi tingkah laku memanggil berdasarkan waktu pengamatan.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa tingkah laku memanggil yang dilakukan oleh mambruk victoria di MBOF terjadi antara pukul 07.00 – 11.00. Namun, dalam pengamatan juga dijumpai tingkah laku memanggil

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 F re k u en si (% ) Waktu Pengamatan Jantan Betina

(25)

yang dilakukan oleh mambruk victoria di lokasi tersebut yakni pada pukul 16.00 – 17.00. Persentase frekuensi tingkah laku memanggil pada mambruk victoria jantan mencapai puncaknya terjadi pada pukul 07.00 – 08.00 yaitu sebesar 36,36% dari tingkah laku memanggil yang dilakukan mambruk victoria jantan selama periode waktu pengamatan dan antara pukul 08.00 – 13.00 frekuensi tingkah laku memanggil yang dilakukan oleh mambruk victoria jantan cenderung stabil. Dalam pengamatan juga dijumpai tingkah laku memanggil yang dilakukan oleh membruk victoria betina yang terjadi pada pukul 10.00 – 11.00 yaitu sebesar 83,33% dari seluruh tingkah laku memanggil yang dilakukan mambruk victoria betina selama periode waktu pengamatan.

5.3.2.3Tingkah laku membuang kotoran

Tingkah laku membuang kotoran merupakan salah satu dari beberapa tingkah laku utama yang terjadi pada satwa (Alikodra 2002; Lehner 1979). Tingkah laku membuang kotoran dilakukan dengan cara mengeluarkan kotoran (feses) yang agak lembek dan biasanya berwarna sesuai dengan makanan yang telah dikonsumsinya (Purnama 2006). Frekuensi tingkah laku membuang kotoran yang dilakukan oleh mambruk victoria selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Persentase frekuensi tingkah laku membuang kotoran berdasarkan waktu pengamatan.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa tingkah laku membuang kotoran yang dilakukan oleh mambruk victoria di MBOF terjadi pada pukul 09.00 – 11.00, 12.00 – 14.00, dan 15.00 – 17.00. Tingkah laku membuang kotoran yang dilakukan oleh individu jantan dan betina mambruk victoria

0 5 10 15 20 25 30 F re k u en si (% ) Waktu Pengamatan Jantan Betina

(26)

memiliki persentase yang sama yakni sebesar 25% dari seluruh tingkah laku membuang kotoran yang dilakukan mambruk victoria selama periode waktu pengamatan.

5.3.2.4Tingkah laku mematuk benda

Mambruk victoria yang diamati biasanya mematuk-matuk tanah sambil berjalan atau dalam kondisi diam. Frekuensi tingkah laku mematuk benda yang dilakukan oleh mambruk victoria selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Persentase frekuensi tingkah laku mematuk benda berdasarkan waktu pengamatan.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa tingkah laku mematuk benda yang dilakukan oleh individu jantan mancapai puncaknya pada pukul 08.00 – 09.00 yakni sebesar 24,14% dari seluruh tingkah laku mematuk benda yang dilakukan oleh mambruk victoria jantan selama periode waktu pengamatan. Namun, pada pukul 09.00 – 10.00 mengalami penurunan dan di waktu-waktu selanjutnya tingkah laku mematuk benda yang dilakukan oleh individu jantan cenderung stabil. Untuk tingkah laku mematuk benda yang dilakukan oleh individu betina mencapai puncaknya pada pukul 08.00 – 09.00 yakni sebesar 27,27% dari seluruh tingkah laku mematuk benda yang dilakukan oleh mambruk victoria betina selama periode waktu pengamatan. Persentase tingkah laku mematuk benda yang dilakukan oleh individu betina juga sama seperti yang dilakukan oleh individu jantan yakni mengalami penurunan. Namun, pada pukul 10.00 – 11.00 tingkah laku mematuk benda yang dilakukan oleh

0 5 10 15 20 25 30 F re k u en si (% ) Waktu Pengamatan Jantan Betina

(27)

individu betina kembali mengalami peningkatan yakni sebesar 21,21%. Di waktu-waktu berikutnya tingkah laku mematuk benda yang dilakukan oleh individu betina kembali mengalami penurunan. Hal ini lebih disebabkan tingkah laku yang dilakukan oleh mambruk victoria biasanya diakhiri pada sore hari karena mambruk victoria akan kembali beristirahat di sore hari (Warsito 2010).

5.3.2.5Tingkah laku diam

Tingkah laku diam yang dilakukan oleh mambruk victoria di MBOF merupakan tingkah laku yang paling banyak dilakukan dibandingkan tingkah laku lainnya. Tingkah laku diam yang dominan adalah tingkah laku diam berdiri (Gambar 16).

Gambar 16 Tingkah laku diam pada mambruk victoria di MBOF.

Frekuensi tingkah laku diam yang dilakukan mambruk victoria di MBOF memiliki perbedaan antara individu jantan dan individu betina (Gambar 17).

Gambar 17 Persentase frekuensi tingkah laku diam berdasarkan waktu pengamatan. 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 F re k u en si (% ) Waktu Pengamatan Jantan Betina

(28)

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa puncak frekuensi tingkah laku diam mambruk victoria jantan adalah pada pukul 07.00 – 09.00 yakni sebesar 18,37% dari seluruh tingkah laku diam yang dilakukan selama periode waktu pengamatan dan pada individu betina terjadi pada pukul 08.00 – 09.00 yakni sebesar 17,06% dari seluruh tingkah laku diam yang dilakukan selama periode waktu pengamatan. Tingkah laku diam yang terjadi pada mambruk victoria di MBOF mengalami penurunan setelah pukul 09.00 – 10.00. Namun, tingkah laku diam kembali mengalami peningkatan sampai pukul 11.00 – 12.00. Setelah itu, tingkah laku diam mambruk victoria di MBOF kembali mengalami penurunan tetapi penurunan tingkah laku yang terjadi cenderung stabil. Penurunan tingkah laku diam yang terjadi lebih dikarenakan pada sekitar pukul 09.00 – 10.00 adalah waktu yang digunakan mambruk untuk berjemur di bawah sinar matahari (Warsito 2010).

5.3.2.6Tingkah laku makan

Tingkah laku makan yang dilakukan oleh mambruk victoria di MBOF terjadi pada pagi hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Goodwin (1978), diacu dalam Indasari (2001) dan Warsito (2010) yang menyatakan bahwa di habitat aslinya mambruk akan memulai tingkah laku pagi harinya dengan turun dari sarangnya untuk mencari makan. Tingkah laku makan pada mambruk victoria dapat dilihat pada Gambar 18.

(29)

Frekuensi tingkah laku makan yang dilakukan mambruk victoria di MBOF memiliki perbedaan antara individu jantan dan individu betina yang dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19 Persentase frekuensi tingkah laku makan berdasarkan waktu pengamatan.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa frekuensi tingkah laku makan mambruk victoria sudah meningkat sejak pagi hari pukul 07.00 – 08.00 tetapi mulai menurun pada pukul 08.00 – 09.00 dan meningkat lagi pada pukul 10.00 – 12.00. Namun, fluktuasi frekuensi tingkah laku makan mambruk victoria terjadi secara stabil. Puncak persentase frekuensi tingkah laku makan pada individu jantan adalah sebesar 28,57% dan pada individu betina adalah sebesar 29,33%. Persentase tingkah laku makan pada mambruk victoria di MBOF yang sudah meningkat di pagi hari lebih dikarenakan hal tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi untuk tingkah laku di siang harinya (Indasari 2001).

Namun, dalam pengamatan ditemukan persaingan dalam perebutan makanan antara mambruk victoria dengan merak dan jenis burung lain yang lebih kecil. Sebelum melakukan tingkah laku makan, mambruk victoria di MBOF akan mengamati lingkungan sekitarnya sampai kondisi aman dan nyaman untuk memulai tingkah laku makannya. Menurut Indasari (2001), persaingan yang terjadi dalam perebutan makanan antara mambruk dengan merak lebih disebabkan karena mambruk merasa bahwa tubuh merak lebih besar sehingga merak dianggap lebih dominan atau memiliki tingkat hirarki yang lebih tinggi tetapi jika menghadapi burung yang lebih kecil, mambruk akan mengusirnya karena selain

0 5 10 15 20 25 30 35 F re k u en si (% ) Waktu Pengamatan Jantan Betina

(30)

ukuran tubuhnya lebih besar, mambruk merasa memiliki tingkat hirarki yang lebih tinggi dibandingkan burung-burung yang lebih kecil.

5.3.2.7Tingkah laku minum

Tingkah laku minum yang dilakukan oleh mambruk victoria di MBOF termasuk salah satu tingkah laku yang jarang dilakukan. Hal ini bisa disebabkan oleh pakan yang diberikan telah cukup mengandung air (Indasari 2001). Frekuensi tingkah laku minum mambruk victoria di MBOF dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20 Persentase frekuensi tingkah laku minum berdasarkan waktu pengamatan.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa tingkah laku minum yang dilakukan oleh mambruk victoria di MBOF terjadi secara konstan yakni sebesar 25% dari seluruh tingkah laku minum yang dilakukan berdasarkan periode waktu pengamatan, baik pada individu jantan maupun individu betina. Tingkah laku minum terjadi sejak pukul 09.00 – 17.00. Namun, terdapat perbedaan tingkah laku minum yang dilakukan yakni tingkah laku minum pada individu jantan terjadi pada pukul 09.00 – 12.00 dan pada pukul 14.00 – 17.00, sedangkan pada individu betina terjadi pada pukul 09.00–13.00. Menurut Indasari (2001), tingkah laku minum berhubungan dengan suhu karena dengan minum, maka cairan yang keluar setelah proses metabolisme akan terganti.

5.3.2.8Tingkah laku menyelisik bulu

Tingkah laku menyelisik bulu yang dilakukan oleh mambruk victoria di MBOF meliputi daerah sayap, punggung, dada, dan ekor. Menurut Indasari (2001), tingkah laku menyelisik bulu dilakukan dengan cara memutar leher ke

0 5 10 15 20 25 30 F re k u en si (% ) Waktu Pengamatan Jantan Betina

(31)

samping badan untuk mencapai sayap bagian dalam sambil mengangkat atau mengembangkan sayap tersebut, sedangkan pada bagian punggung dapat dicapai dengan memutar leher ke belakang dan pada bagian leher dilakukan cukup dengan cara menundukkan kepala serta pada bagian ekor dilakukan dengan cara menarik ekor ke samping dan mengembangkannya yang diikuti dengan pembersihan yang dilakukan oleh paruh mambruk. Tingkah laku menyelisik bulu pada mambruk victoria dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21 Tingkah laku menyelisik bulu pada mambruk victoria di MBOF. Persentase frekuensi tingkah laku menyelisik bulu yang terjadi pada mambruk victoria di MBOF terdapat perbedaan antara individu jantan dan individu betina yang dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22 Persentase frekuensi tingkah laku menyelisik bulu berdasarkan waktu pengamatan. 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 F re k u en si (% ) Waktu Pengamatan Jantan Betina

(32)

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa persentase frekuensi tingkah laku menyelisik bulu sudah meningkat sejak pagi hari pada pukul 07.00 – 08.00. Persentase frekuensi tingkah laku menyelisik bulu pada individu jantan adalah sebesar 17,10%, sedangkan pada individu betina sebesar 15,89% dari seluruh tingkah laku menyelisik bulu yang dilakukan. Dari hasil pengamatan juga diketahui bahwa persentase tingkah laku menyelisik bulu mengalami kenaikan dan penurunan yang stabil dari pagi hari hingga sore hari. Persentase frekuensi tingkah laku menyelisik bulu paling sedikit dilakukan pada pukul 15.00 – 16.00. Persentase frekuensi tingkah laku menyelisik bulu yang dilakukan pada pukul tersebut adalah 4,15% pada individu jantan dan 2,65% pada individu betina. Tingkah laku menyelisik bulu yang dilakukan berguna untuk menghilangkan semua kotoran yang menempel pada bulu dan untuk menetralkan kembali panas tubuhnya (Purnama 2006).

5.3.2.9Tingkah laku siaga

Tingkah laku siaga yang dilakukan oleh mambruk victoria di MBOF lebih disebabkan karena adanya bentuk gangguan, baik dari manusia maupun dari jenis burung yang lain sebelum burung mambruk menghindar atau terbang untuk menyelamatkan diri. Tingkah laku siaga pada mambruk victoria dapat dilihat pada Gambar 23.

Gambar 23 Tingkah laku siaga pada mambruk victoria di MBOF.

Bentuk tingkah laku siaga yang ditunjukkan oleh mambruk victoria biasanya dengan menggerakkan ekornya ke atas dan ke bawah sambil berjalan bolak-balik (Balen et al. 2005). Persentase tingkah laku siaga pada mambruk

(33)

victoria di MBOF terdapat perbedaan antara jantan dan betina yang dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24 Persentase frekuensi tingkah laku siaga berdasarkan waktu pengamatan.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa persentase frekuensi tingkah laku siaga sudah mencapai puncaknya sejak pagi hari pukul 07.00 – 10.00. Persentase terbesar tingkah laku siaga pada individu jantan adalah 18% dari seluruh tingkah laku siaga yang dilakukan selama periode waktu pengamatan, sedangkan pada individu betina adalah 21% dari seluruh tingkah laku siaga yang dilakukan selama periode waktu pengamatan. Namun, persentase tingkah laku siaga yang terjadi mengalami penurunan dan kenaikan secara stabil dari pukul 10.00 – 17.00. Tingginya persentase frekuensi tingkah laku siaga yang terjadi di pagi hari lebih disebabkan karena di pagi hari mambruk memulai tingkah lakunya dengan tingkah laku makan dan hal ini yang memungkinkan lebih banyak tingkah laku siaga yang terjadi di pagi hari karena adanya bentuk persaingan dalam perebutan makanan antara mambruk victoria dengan merak sehingga hal ini menyebabkan mambruk victoria di MBOF lebih waspada atau siaga dalam melakukan tingkah laku makan agar tidak diganggu oleh merak. Hal ini sesuai dengan pendapat Indasari (2001) yang menyatakan bahwa mambruk akan lebih banyak melakukan tingkah laku siaga pada saat melakukan tingkah laku makan untuk menghindari perselisihan antara mambruk dengan merak jika makanan yang diberikan kepada mambruk diletakkan satu tempat dengan makanan yang diberikan kepada merak.

0 5 10 15 20 25 F re k u en si (% ) Waktu Pengamatan Jantan Betina

(34)

5.3.2.10Tingkah laku menari

Tingkah laku menari merupakan tingkah laku yang sangat jarang ditemui selama pengamatan. Tingkah laku menari yang dilakukan oleh mambruk victoria merupakan suatu bentuk perilaku yang dilakukan oleh mambruk jantan untuk menarik perhatian mambruk betina sebelum melakukan proses perkawinan (Warsito 2010). Persentase tingkah laku menari yang dilakukan oleh mambruk victoria di MBOF dapat dilihat pada Gambar 25.

Gambar 25 Persentase frekuensi tingkah laku menari berdasarkan waktu pengamatan.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa tingkah laku menari pada mambruk victoria hanya dilakukan oleh individu jantan saja. Tingkah laku menari yang dilakukan oleh mambruk victoria jantan selama pengamatan hanya terjadi pada waktu-waktu tertentu, yakni pada pukul 09.00 – 10.00, 12.00 –

13.00, dan pada pukul 15.00 – 16.00. Hal ini sesuai dengan pendapat Warsito (2010) yang menyatakan bahwa tingkah laku menari yang merupakan

perilaku awal sebelum mambruk victoria melakukan proses perkawinan biasanya terjadi di atas tanah di saat mambruk sedang bermain atau istirahat, dimana tingkah laku menari biasanya terjadi di saat hari menjelang siang dan pada saat istirahat atau di waktu sore hari. Persentase frekuensi tingkah laku menari yang terjadi memiliki nilai yang sama yakni sebesar 33,33% dari seluruh tingkah laku menari yang dilakukan oleh individu jantan selama periode pengamatan.

Tingkah laku menari merupakan tingkah laku yang dilakukan oleh individu jantan untuk menarik perhatian individu betina sebelum melakukan

0 5 10 15 20 25 30 35 F re k u en si (% ) Waktu Pengamatan Jantan Betina

(35)

proses perkawinan (Warsito 2010). Menurut Goodwin (1978), diacu dalam Indasari (2001), tingkah laku kawin yang ditunjukkan oleh sepasang mambruk diawali dengan tingkah laku burung jantan yang menundukkan kepala yang diikuti dengan gerakan menari dengan sayap yang terbentang dan burung betina akan menanggapi dengan mengangkat sayapnya tinggi-tinggi kemudian akan berlari mengelilingi burung jantan dengan membengkokkan kakinya dan mendekatkan paruhnya sambil mengeluarkan suara-suara pendek. Setelah proses percumbuan selesai dan burung betina siap untuk kawin, maka burung betina akan membungkukkan badannya yang diikuti burung jantan yang berlari mengelilingi tubuh betina satu hingga dua kali dan setelah itu burung jantan menaiki punggung burung betina sehingga terjadi kopulasi dan selang waktu kopulasi burung mambruk terjadi selama 20 – 30 detik.

5.3.2.11Tingkah laku berjemur

Tingkah laku berjemur yang dilakukan oleh mambruk victoria di habitat aslinya biasanya terjadi pada saat menjelang siang dan tingkah laku ini dilakukan dengan cara mambruk victoria berbaring di atas tanah dengan satu atau kedua sayap yang terbuka (Indasari 2001; Warsito 2010). Tingkah laku berjemur yang dilakukan oleh mambruk victoria di MBOF dapat dilihat pada Gambar 26.

Gambar 26 Tingkah laku berjemur pada mambruk victoria di MBOF. Persentase frekuensi tingkah laku berjemur yang terjadi pada mambruk victoria di MBOF terdapat perbedaan antara individu jantan dan individu betina yang dapat dilihat pada Gambar 27.

(36)

Gambar 27 Persentase frekuensi tingkah laku berjemur berdasarkan waktu pengamatan.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa perbedaan yang terjadi dalam tingkah laku berjemur pada mambruk victoria di MBOF tidak hanya dalam jumlah presentasenya, melainkan juga dalam jumlah frekuensi yang dilakukan. Selama periode pengamatan, tingkah laku berjemur yang dilakukan oleh individu jantan adalah sebanyak tiga kali yang terjadi pada pukul 10.00 – 11.00 dan pukul 12.00 – 14.00, sedangkan pada individu betina adalah sebanyak empat kali yang terjadi pada pukul 10.00 – 14.00. Persentase puncak frekuensi tingkah laku berjemur yang dihasilkan juga memiliki perbedaan yakni pada individu jantan sebesar 40% dan pada individu betina sebesar 37,50%.

Secara keseluruhan, tingkah laku berjemur yang dilakukan oleh mambruk victoria di MBOF terjadi pada saat menjelang siang hingga siang hari, dimana sudah terdapat sinar matahari yang cukup. Hal ini sesuai dengan pendapat Indasari (2001) dan Warsito (2010) yang menyatakan bahwa tingkah laku berjemur yang dilakukan oleh mambruk adalah dimulai pada saat hari menjelang siang atau antara pukul 10.00 – 13.00 karena waktu tersebut adalah waktu yang ditunggu mambruk untuk istirahat atau berjemur.

5.3.2.12Tingkah laku istirahat

Tingkah laku istirahat pada mambruk victoria biasanya dilakukan dengan berdampingan dengan mambruk victoria yang lain. Menurut Indasari (2001) dan Warsito (2010), tingkah laku istirahat yang ditunjukkan mambruk victoria biasa dilakukan di lantai hutan dan apabila sedang bertengger, mambruk victoria akan

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 F re k u en si (% ) Waktu Pengamatan Jantan Betina

(37)

mencari pohon yang tidak terlalu tinggi dan memiliki dahan yang kuat untuk beristirahat. Tingkah laku istirahat pada mambruk victoria di MBOF dapat dilihat pada Gambar 28.

Gambar 28 Tingkah laku istirahat pada mambruk victoria di MBOF. Terdapat perbedaan frekuensi tingkah laku istirahat yang dilakukan oleh mambruk victoria, baik pada individu jantan maupun pada individu betina. Perbedaan frekuensi tingkah laku istirahat dapat dilihat pada Gambar 29.

Gambar 29 Persentase frekuensi tingkah laku istirahat berdasarkan waktu pengamatan.

Berdasarkan hasil pengamatan, tingkah laku istirahat mambruk victoria di MBOF terjadi sejak pukul 08.00 – 09.00. Persentase tingkah laku istirahat pada individu jantan mengalami puncaknya pada pukul 12.00 – 13.00 sebesar 46,15% dari seluruh tingkah laku istirahat yang dilakukan selama periode waktu pengamatan, sedangkan pada individu betina, puncak tingkah laku istirahat terjadi pada pukul 14.00 – 15.00 dan pukul 16.00 – 17.00 sebesar 25% dari seluruh

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 F re k u en si (% ) Waktu Pengamatan Jantan Betina

(38)

tingkah laku istirahat yang dilakukan selama periode waktu pengamatan. Tingkah laku istirahat yang ditunjukkan oleh mambruk victoria di MBOF paling banyak dilakukan dalam posisi berdiri. Tingkah laku istirahat yang dilakukan mambruk victoria dalam posisi berdiri lebih disebabkan karena kondisi kandang yang luas sehingga memberikan ruang gerak yang lebih luas dan dilakukan di sela-sela tingkah laku berjalan (Indasari 2001).

5.3.2.13Tingkah laku terbang

Tingkah laku terbang yang dilakukan oleh mambruk victoria di MBOF merupakan salah satu tingkah laku yang paling jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan mambruk victoria merupakan jenis burung yang lebih banyak melakukan tingkah lakunya di atas tanah (Indasari 2001; Warsito 2010). Persentase aktivivtas terbang yang dilakukan oleh mambruk victoria di MBOF dapat dilihat pada Gambar 30.

Gambar 30 Persentase frekuensi tingkah laku terbang berdasarkan waktu pengamatan.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa persentase tingkah laku terbang mambruk victoria pada individu jantan sudah mengalami peningkatan sejak pukul 08.00 – 09.00 yaitu sebesar 40% dari seluruh tingkah laku terbang yang dilakukan selama periode waktu pengamatan. Namun pada pukul 09.00 – 10.00, persentase tingkah laku terbang pada individu jantan mengalami penurunan dan kembali mengalami peningkatan pada pukul 13.00 – 14.00. Persentase tingkah laku terbang pada individu betina menunjukkan nilai yang konstan dari pukul 08.00 – 10.00 yaitu 28,57% dari seluruh tingkah laku

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 F re k u en si (% ) Waktu Pengamatan Jantan Betina

(39)

terbang yang dilakukan selama periode waktu pengamatan. Namun, persentase tingkah laku terbang pada individu betina juga mengalami penurunan pada pukul 10.00 – 11.00. Tingkah laku terbang yang terjadi pada mambruk victoria di MBOF lebih disebabkan adanya bentuk gangguan dari manusia atau dari jenis lain seperti dari burung merak. Hal ini menyebabkan mambruk victoria merasa terancam dan langsung terbang ke dahan tempat bertengger untuk menyelamatkan diri. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Warsito (2010) yang menyatakan bahwa tingkah laku terbang biasanya terjadi apabila mambruk victoria berada dalam kondisi terancam atau terkejut sehingga burung tersebut akan terbang ke pohon untuk menyelamatkan diri.

5.3.2.14Tingkah laku membersihkan paruh

Tingkah laku membersihkan paruh yang dilakukan oleh mambruk victoria termasuk dalam salah satu tingkah laku membersihkan diri selain tingkah laku menyelisik bulu (Indasari 2001). Tingkah laku membersihkan paruh pada mambruk victoria dilakukan dengan cara mengangkat kaki dan menggarukkan ke paruh sampai semua kotoran yang menempel di paruh hilang atau bersih. Tingkah laku ini biasanya dilakukan untuk membersihkan kotoran sisa pakan yang menempel di sekitar paruh (Purnama 2006). Persentase frekuensi tingkah laku membersihkan paruh dapat dilihat pada Gambar 31.

Gambar 31 Persentase frekuensi tingkah laku membersihkan paruh berdasarkan waktu pengamatan. 0 5 10 15 20 25 30 35 40 F re k u en si (% ) Waktu Pengamatan Jantan Betina

Gambar

Gambar 6  Grafik suhu dalam kandang mambruk victoria.
Tabel  5    Perbandingan  ukuran  tubuh  mambruk  victoria  jantan  dan  betina  di  MBOF
Gambar 8  Mambruk victoria betina (A) dan mambruk victoria jantan (B)             di MBOF
Tabel  6    Persentase  tingkat  keberhasilan  breeding  pada  mambruk  victoria  di  MBOF
+7

Referensi

Dokumen terkait

a) Karakteristik pada jam sibuk pagi, cenderung tidak memiliki daerah stabil. b) Karakteristik pada jam sibuk siang, akumulasi pertambahan nilai LF mencapai titik optimum

S-makin suur tanah sa*ahnya; s-makin s-dikit tamahan :u:uk untuk  makanan tanamannya. 'aktor utama k-suuran tanaman adaah k-suuran tanah. -suuran tanah t-rgantung

Alat pemindahan bahan ( material handling equipment ) adalah peralatan yang digunakan untuk memindahkan muatan yang berat dari satu tempat ke tempat lain dalam jarak yang tidak

Muntah h adalah keluarn adalah keluarnya ya kembal kembali i sebagi sebagian an besar atau besar atau seluru seluruh h isi lambung isi lambung yang terjadi secara paksa

Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis data kuantitatif deskriptif. Data yang dianalisis meliputi analisis kelayakan dan respon siswa terhadap Game

Penelitian ini bertujuan untuk: 1 mengetahui bentuk-bentuk peran majelis ta‟lim triwulan Muslimat Nahdlatul Ulama‟ pada masyarakat Dusun Songaran Desa Sidomulyo Kecamatan Modo

Dalam penelitian ini ada tiga hal penting yang diteliti yaitu mengenai latar belakang terjadinya merarik pocol, pelaksanaan adat merarik pocol dan pandangan

No Subbidang, Program, dankegiatan Frek & Durasi Mh syg terlibat Rencana Pelaksana an A.. Penyelenggaraan Praktik memanfaatkan barang bekaskepada anak-anak di Dusun