• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Women As a Leader, Why Not?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "The Women As a Leader, Why Not?"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

The Women As a Leader, Why Not?

Eka Sustri Harida,

Institut Agama Islam Negeri Padangsidimpuan, email:esha_stainpasid@yahoo.com

Abstract

This article aimed to describe the leadership done by the women, and also to show the reality of the women leadership in IAIN Padangsidimpuan whether it has been fulfilled the gender equity of the leadership in this place or not. The data gained through qualitative research, that is by doing observation and interviews, and giving questionnaires. The data have been analysed through grouping, verifying, interpreting, and concluding. The result showed that many informants agreed that women must give the chance to lead. The women leadership is accepted in IAIN Padangsidimpuan, it is shown by the result that 65.83% students and 93.93% from the other components in IAIN Padangsidimpuan agreed to women leadership. It means that many people in IAIN Padangsidimpuan agree for the women leadership. Moreover, the equality of gender in leadership has been fulfilled, because about 40% the leader in IAIN Padangsidimpuan are women.Based on the result, it can be stated that in IAIN Padangsidimpuan, the women leaders are accepted; and it is also not rejected by Al-Qur’an. So, will be the woman as a leader? Why not. IAIN Padangsidimpuan also supported it.

Keywords:leadership, women, and equality.

Abstrak

Pemberdayaan perempuan mencakup segala aspek kehidupan termasuk dalam hal kepemimpinan Berkaitan dengan kepemimpinan, perbedaan gender selalu menjadi polemik dalam pengambilan sebuah keputusan, Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tentang pelaksanaan kepemimpinan perempuan di IAIN Padangsidimpuan. Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi, angket, dan wawancara. Data dianalisis melalui tahapan pengelompokkan, verifikasi, interpretasi, dan pengambilan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan terhadap kepemimpinan perempuan oleh mahasiswa sebesar 65,83%, namun dari komponen pegawai dan dosen baik laki-laki maupun perempuan memberikan persetujuan 93,93% tentang kepempinan perempuan. Hal ini telah membuktikan bahwa masyarakat kampus IAIN Padangsidimpuan setuju terhadap kepemimpinan perempuan. Kajian ini juga mendapati bahwa dari seluruh level kepemimpian di IAIN Padangsidimpuan, 40% diamanahkan kepada perempuan. IAIN Padangsidimpuan tidak menolak kepemimpian perempuan, dimana hal ini juga tidak ada penolakan dalam Al-Qur’an. Jadi apakah perempuan bisa memimpin? Kenapa tidak. IAIN Padangsidimpuan adalah salah satu perguruan tinggi yang cukup memberikan dukungan bagi kepemimpinan perempuan.

Kata Kunci:Kepemimpinan, perempuan, dan keadilan.

PENDAHULUAN

Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah memiliki kewajiban untuk mengabdi kepada Allah, serta memiliki tugas besar dalam memajukan bangsa dan negara, juga dirinya sendiri. Perempuan sebagai manusia memiliki peranan dalam menjadikan sebuah negara menjadi lebih

baik, karena dari perempuan baik-baik akan melahirkan generasi yang baik pula. Peningkatan peranan perempuan di Indonesia bukanlah isu yang baru, karena pergerakan perempuan dalam memperjuangkan haknya sudah dimulai dari zaman dahulu kala, seperti contoh yang dilakukan oleh R.A. Kartini yang

KAFAAH JOURNAL, 7 (2), 2017, (112-121)

(Print ISSN 2356-0894 Online ISSN 2356-0630)

(2)

telah berhasil memperjuangkan perempuan dalam mencapai haknya dengan istilah emansipasi. R.A. Kartini telah berhasil memperjuangkan posisi perempuan dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang Pendidikan (Ohorella, Sutjiatiningsih, & Ibrahim, 1992). Di pemerintahan, isu tentang peningkatan perananan pemberdayaan perempuan dijadikan agenda dan prioritas pembangunan nasional sekitar tahun 2000-an yang tercantum dalam Agenda Permasalahan dan Pembangunan Nasional tahun 2004-2009

(http://www.bappenas.go.id/files/7113/523 0/0985/). Jadi jelas bahwa masalah pemberdayaan perempuan bukanlah hal baru, karena sudah menjadi program pemerintah semenjak tahun 2000an, namun masih tetap hangat untuk dibicarakan sampai saat ini.

Pemberdayaan perempuan memiliki visi yang jelas, seperti tercantum dalam Agenda Pembangunan Nasional (Bayoa, 2013) yakni dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, kesejahteraan dan perlindungan anak dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Kemudian dalam rangka mencapai visi tersebut maka didukung dengan pelaksanaan enam misi pemberdayaan perempuan yaitu: Pertama, meningkatkan kualitas hidup perempuan; Kedua, memajukan tingkat keterlibatan perempuan dalam proses politik dan jabatan publik;

Ketiga, penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan; Keempat, meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak; Kelima, meningkatkan pelaksanaan dan memperkuat kelembagaan PUG; serta Keenam, meningkatkan partisipasi masyarakat (Sufiarti, 2013).

Keinginan untuk melakukan

pemberdayaan terhadap perempuan menjadi suatu hal yang tidak mustahil untuk diwujudkan melalui enam visi di atas.

Pemerintah sangat mendukung perihal pemberdayaan terhadap

perempuan, hal ini ditunjukkan dengan ditetapkannya arah kebijakan program pembangunan pemberdayaan perempuan (Marhaeni, 2008, 2008; Parawansa, 2003). (Sufiarti, 2013) menjelaskan bahwa kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah dengan cara memberikan peluang yang cukup besar bagi perempuan dalam berpolitik serta memiliki jabatan publik. Selain itu, pemerintah juga membantu meningkatkan taraf Pendidikan dan layanan kesehatan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan sumberdaya perempuan di Indonesia. Pemerintah juga melakukan aktifitas yang cuup berarti dalam rangka perlindungan terhadap perempuan, yakni dengan meningkatkan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta penyempurnaan terhadap hukum pidana bagi pelaku kekerasan terhadap rumah tangga. Hal ini tentu sangat membantu perempuan untuk mendapatkan perlindungan dalam sebuah negara yang merdeka. Memperkuat kelembagaan dan jaringan dalam rangka pengarusutamaan gender dan perlindungan terhadap anak juga menjadi program pemerintah, disamping meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan terhadap anak. Kebijakan yang dilakukan pemerintah ini merupakan sebuah peluang bagi seluruh perempuan di Indonesia untuk mendapatan perlindungan dan kesejahteraan.

Kesetaraan gender yang telah diperjuangkan oleh R.A. Kartini tentunya akan terus membara sampai tidak ada lagi kesenjangan yang terjadi antara perempuan dan laki-laki. Gender merupakan seperangkat sikap, tanggungjawab, peran, tugas, hak, dan perilaku yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh lingkungan budaya dan masyarakat (Mulia, 2014). Jadi gender itu bukanlah seks namun lebih kepada perannya. Hal ini seperti disampaikan oleh (Abidin, 2017; Arsyad, 2015) yang dengan jelas memberikan perbedaan antara seks dan gender. Seks merupakan pemberian (ciptaan) Tuhan, namun gender adalah

(3)

pemberian (ciptaan) manusia yang merupakan konstruksi social (Mulia, 2014; Siregar, 2015). Seks juga merupakan suatu hal yang abadi, tidak berubah, dan ada semenjak manusia dalam kandungan; sementara gender merupakan suatu hal yang temporer dan dapat berubah karena manusia memiliki pengetahuan dan pendidikan. Perbedaan terakhir yang disampaikan oleh Taha adalah berkaitan dengan sanksi, apabila dilakukan perubahan terhadap seks maka Allah akan murka, dan itu merupakan dosa besar, selanjutnya apabila terjadi perubahan terhadap gender itu mrupakan suatu hal yang biasa, sesuai dengan kesepakatan dan keadaan masyarakat tempat seseorang itu berada.

Jadi jelas bahwa seks dan gender itu berbeda, seks merupakan pemberian dari Allah yang merupakan kodrat manusia, sementara gender merupakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan peran, tanggungjawab, hak dan kewajiban sebagai suatu anggota masyarakat berdasarkan lingkungan dan budaya.

Pemberdayaan perempuan menjadi suatu hal yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan pembangunan nasional. Pemberdayaan perempuan dilakukan hendaknya mencakup segala aspek kehidupan yang tentu saja tidak melanggar kodratnya sebagai ciptaan Allah, salah satunya adalah dalam hal kepemimpinan. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Padangsidimpuan adalah salah satu institusi yang cukup mendukung pemberdayaan perempuan, khususnya dalam kepemimpinan. Terdapat beberapa posisi kepemimpinan yang cukup strategis dipegang oleh perempuan di IAIN Padangsidimpuan. Hal ini menunjukkan suatu hal yang sangat positif dalam rangka kesetaraan gender dalam hal kepemimpinan; perempuan mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki dalam memimpin. Sesungguhnya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam melakukan aktivitas ibadah kepada

Allah swt. Allah tidak membedakan hamba-Nya, kecuali dari sisi ketaqwaan untuk menghambakan diri kepada Allah swt. Demikian juga halnya dalam kepemimpinan, tidak ada perbedaan bagi perempuan dan laki-laki untuk memimpin sebuah organisasi, instansi, bahkan negara sekalipun. Namun hal ini tentu tidak berlaku bagi pemimpin dalam shalat, yang mengharamkan perempuan menjadi imam bagi laki-laki. Dalam kehidupan keseharian boleh saja perempuan menjadi pemimpin bagi laki-laki, tidak ada larangan bagi perempuan untuk menjadi seorang pemimpin, asal saja dia memiliki pengetahuan dan kapasitas untuk memimpin.

Hal ini yang menjadi pertimbangan bagi sebuah keputusan untuk memilih perempuan sebagai pemimpin di IAIN Padangsidimpuan. Sebagai suatu insititusi Islam, IAIN menggunakan aturan Islam dalam menetapkan dan menentukan sabuah keputusan. Dalam al Qur’an surah At-Taubah ayat 71 dinyatakan bahwa laki-laki dan perempuan mendapatkan hak yang sama di sisi Allah, ayat tersebut berbunyi:

ﻢﻬﻀﻌﺑ ﺖﻨﻣﺆﻤﻟاو نﻮﻨﻣﺆﻣااو

ﺾﻌﺑءﺎﻴﻟوأ

ج

نوﺮﻣﺄﻳ

ﺮﻜﻨﻤﻟا ﻦﻋ نﻮﻬﻨﻳو فوﺮﻌﻤﻟﺎﺑ

نﻮﻤﻴﻘﻳو

،ﻪﻟﻮﺳرو ﷲا ﺖﻧﻮﻌﻴﻄﻳو ةﻮﻛﺰﻟا نﻮﺗﺆﻳوةﻮﻠﺻاا

ﷲاا ﻢﻬﻤﺣ ﺮﻴﺳ ﻚﺌﻟْوْأ

ﻢﻴﻜﺣﺰﻳﺰﻋ ﷲاﺎﻧإ

. Artinya:

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS 10 : 71).

Dalam ayat ini dinyatakan bahwa perempuan dan laki-laki merupakan

(4)

penolong satu sama lainnya, melakukan ibadah yang diperintahkan Allah, dalam melakukan amar ma’ruf nahi mugkar. Perempuan dipandang sama dengan laki-laki selama masih melaksanakan ibadah kepada Allah, yang menjadi perbedaan adalah dari tingkat keimanannya. Ayat inilah yang dijadikan oleh Quraish Shihab sebagai patokan bahwa perempuan dibenarkan menjadi pemimpin bagi kaumnya sendiri maupun bagi laki-laki (Muamar, 2016; Muqoddas, 2015).

Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi dan membimbing orang lain agar mau bekerjasama dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Felix dalam situsnya bahwa kepemimpinan itu merupakan suatu kemampuan dalam mempengaruhi dan mengarahkan orang lain, bawahan, atau kelompoknya untuk mencapai suatu tujuan tertentu dari kelompoknya tersebut (Marpaung, 2014; Ohorella et al., 1992). Ada tiga gaya kepemimpinan menurut Felix, yakni kepemimpinan otoriter, kepemimpinan demokratis, dan kepemimpinan bebas (Ikrom, 2013; Supriadi, 2017). Kempemimpinan otoriter merupakan gaya kepemimpinan dengan segala kebijakan dan keputusan oleh dirinya sendiri tanpa meminta pertimbangan atau petunjuk orang lain. Selanjutnya, kepemimpinan demokratis merupakan kepemimpinan dimana pemimpinnya dalam melakukan pengambilan keputusan selalu mempertimbangkan saran dan keikutsertaan bawahannya sehingga menjadi suatu kesatuan tim yang utuh. Terakhir kepemimpinan bebas dimana pemimpinnya hanya terlibat sebahagian kecil saja dalam pengambilan dan pelaksanaan keputusan, bawahan lebih berperan dalam segala hal yang akan diputuskan. Dari ketiga gaya kepemiminan di atas, kepemimpinan dengan gaya demokratis membawa dampak yang sangat baik bagi perkembangan dan pertumbuhan sebuah organisasi.

Kepemimpinan perempuan adalah sebuah kepemimpinan yang dipegang oleh perempuan dalam menjalankan roda organisasi (Abidin, 2017; Subhan, 2004; Supriadi, 2017). Sebagai seorang pemimpin, tentu menjadi orang nomor satu di lingkungan yang dipimpinnya, serta memiliki wewenang untuk menentukan keputusan. Dalam Piagam PBB tercantum kebebasan bagi seluruh anak manusia, semua memiliki kesamaan hak dalam hal berinteraksi dalam pergaulannya serta menikmati hal tanpa diskriminasi dan pembedaan gender (Hakim, 2015; Monib & Bahrawi, 2011; Supeno, 2010). Dari hal tersebut jelas bahwa perempuan sebagai manusia memiliki akal dan hak serta kewajiban yang sama dengan laki-laki dalam menentukan sebuah keputusan. Terkait dengan kepemimpinan perempuan ini, keterangannya dapat dilihat dalam al-Qur’an surat An-Naml ayat 23 – 24; yang artinya:

Sesungguhnya Aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk, yaitu ratu Balqis yang memerintah kerajaan Sabaiyah di zaman nabi Sulaiman. (QS. 27: 23 – 24)

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa tidak ada larangan bagi perempuan untuk menjadi pemimpin, hal ini sudah terlihat dari zaman dahulu kala yang diabadikan kisahnya dalam al-Qur’an, dengan kepemimpinan ratu Balqis yang melaksanakan kepemimpinan dengan baik dan bijaksana untuk membawa

(5)

kemaslahatan bagi orang yang dipimpinnya.

Beberapa penelitian juga telah menunjukkan bahwa kepemimpinan yang dilakukan perempuan dapat dilaksanakan dengan baik. Seperti yang dinyatakan oleh (Monib & Bahrawi, 2011; Mulia, 2014; Sufiarti, 2013) bahwa prestasi kaum perempuan dalam memimpin tidak kalah dengan laki-laki, oleh karenanya, perempuan juga memiliki tanggungjawab yang cukup tinggi apabila dibebankan untuk melakukan sebuah kepemimpinan.

Perbedaan gender selalu menjadi polemik dalam pengambilan sebuah keputusan, hal ini tentu dikarenakan ketidakmengertian akan gender itu sendiri. Dalam Permendagri Nomor 11 tahun 2011, jelas dinyatakan bahwa pemaknaan gender itu adalah sebagai “konsep yang mengacu pada pembedaan peran, fungsi dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat” (Hastuti, 2004). Jadi, gender disini adalah berkaitan dengan peranan, fungsi, dan tanggungjawab dalam hubungan sosial dan budaya dalam masyarakat antara perempuan dan laki-laki, bukan dalam hal menggantikan peran laki-laki.

Adanya pendapat tentang kesenjangan kesetaraan gender, mengakibatkan munculnya perjuangan terhadap kesetaraan gender. Pandangan tentang ketidakseimbangan antara perilaku dan kewajiban sosial antara laki-laki dan perempuan menjadi hal yang diperbincangkan diberbagai forum kajian. Kesetaraan gender merupakan suatu kesamaan kondisi bagi perempuan dan laki-laki dalam memperoleh kesempatan dan memeproleh hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan perpartisipasi dalam kegiatan masyarakat, baik politik, ekonomi, sosial dan budaya, pertahanan, keamanan, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan (Aryanti, 2014; Kaseuntung, Kundre, & Bataha, 2015). Kesetaraan gender itu

merupakan suatu persamaan antara laki-laki dan perempuan, dalam hal peran dan partisipasi; salah satu kesetaraan tersebut juga berlaku bagi kesempatan dipilihnya perempuan sebagai pemimpin,

Hal inilah yang menjadikan alasan utama bagi peneliti untuk melakukan penelitian berkaitan dengan kepemimpinan perempuan yang ada di IAIN Padangsidimpuan. Sebagaimana diketahui

bersama bahwasanya IAIN

Padangsidimpuan adalah salah satu instansi Perguruan Tinggi Islam, dimana keputusan dan kebijakan yang dilaksanakan hendaknya sesuai dengan kebijakan dan aturan dalam Islam.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, angket, dan wawancara. Informan dalam penelitian ini adalah dosen, pegawai, dan mahasiswa di IAIN Padangsidimpuan, dengan jumlah 40 orang dari dosen dan pegawai, serta 48 orang dari mahasiswa. Dari informan tersebut diperoleh data angket, untuk kemudian dilakukan wawancara kepada beberapa orang informan tersebut dengan menggunakan

purposive sampling. Analisis data dilakukan dengan verifikasi, mengelompokkan, interpretasi, dan pengambilan kesimpulan. Data yang diperoleh akan dilakukan pengecekan keabsahan data dengan menggunakan triangulasi, yakni dengan membandingkan hasil wawancara, observasi, dan angket yang diperoleh.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dari hasil analisis data ditemukan bahwa perempuan di IAIN telah banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan IAIN Padangsidimpuan. Hal ini terlihat dari banyaknya posisi yang cukup penting dipegang oleh perempuan,

(6)

seperti tampuk pimpinan di fakultasm yakni pada Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Komunikasi (FTIK) dan Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK), Dari 4 Fakultas yang ada dua Dekan diamanahkan kepada perempuan. Tidak hanya pada level Dekan tetapi juga yang lainnya, seperti Wakil Dekan Bidang Akademik di FTIK dan Wakil Dekan Bidang Perencanaan dan Keuangan di Fakultas Eknomi dan Bisnis Islam (FEBI. Hal ini menunjukkanbahwa IAIN Padangsidimpuan cukup positif menanggapi kesetaraan gender dalam kepemimpinan, dan tidak menganggap bahwa perbedaan seks itu sebagai sebuah hambatan untuk menjadi pimpinan.

Memperhatikan komposisi kepemimpinan di IAIN Padangsidempuan terlihat bahwa banyak posisi yang cukup berarti diamanahkan kepada perempuan. Posisi tersebut adalah Ketua dan Sekretaris Jurusan Program Studi Tadris Bahasa Inggris, Sekretarus Jurusan Tadris Matematika, Ketua dan Sekretaris Jurusan Bimbingan Konseling Islam, Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Ketua dan Sekretaris Jurusan Ahwalul Syakhsiyah, dan Sekretaris Jurusan Hukum Islam. Mereka berada pada level Fakultas yang telah memberikan cukup banyak kontribusi bagi pengembangan fakultas tempat mereka bertugas. Masih ada lagi tempat-temapt lain yang juga dipegang kepemimpinannya oleh perempuan, seperti Sekretaris Lembaga Penjaminan Mutu IAIN Padangsidimpuan. Jelas terlihat

bahwa perempuan di IAIN

Padangsidimpuan cukup diberi kesempatan untuk memegang jabatan kepemimpinan. Disamping itu, Posisi Kasubbag dan Kepala Pusat juga banyak yang dipegang oleh perempuan, seperti Kasubbag Akademik dan Urusan Kemahasiswaa, Kasubbag Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat, Kepala Pusat Studi Gender dan Anak, serta Kepala Pusat Audit Internal. Dari observasi yang dilakukan mereka semua memiliki kemampuan yang

baik dalam melaksanakan kepemimpinan yang dimanahkan kepada mereka.

Dari penelitian ini, peneliti menemukan data tentang respon informan penelitian terhadap kepemimpinan perempuan, sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini yang menunjukkan bahwa kepemimpinan perempuan cukup diakui di IAIN Padangsidimpuan.

Tabel 1: Tabel Respons Informan terhadap Kepemimpinan Perempuan Kepemimpinan Perempuan Menurut Mahasiswa Kepemimpinan Perempuan Menurut Dosen dan Pegawai 65.83% 93.93%

Dari table di atas, dilakukan interpretasi nilai dengan menggunakan table di bawah ini:

Tabel 2: Tabel Interpretasi Nilai

No. RentangNilai Interpretasi

1. 76 % -100% Baik

2. 51% - 75% Cukup

3. 26% - 50% Kurang

4. 0% - 25% Buruk

Dari interpretasi skor di atas terlihat bahwa persepsi mahasiswa terhadap kepemimpinan perempuan di IAIN Padangsidimpuan ada pada level cukup, karena persentasi jawaban mahasiswa ada pada 65,83%. Hal ini menunjukkan dari seluruh informan penelitian (100%), sekitar 65% memiliki pandangan bahwa perempuan cukup baik dalam melakukan kepemimpinannya. Sementara menurut para dosen dan pegawai, kepemimpinan perempuan di IAIN Padangsidimpuan baik, hal ini terlihat dari persentase yang diperoleh setelah analisis data dilakukan, yakni 93.93%. Artinya lebih dari 90% dosen dan pegawai tidak keberatan atau mendukung kepemimpinan yang dilakukan oleh perempuan. Dari gambaran di atas dapat diambil kesimpulan bahwa lebih dari 90%

(7)

pegawai dan dosen setuju kepemimpinan perempuan, sementara mahasiswa menganggap hal itu kurang baik, karena hanya sekitar 65% saja mereka menyetujui kepemimpinan perempuan tersebut.

Dari data yang diperoleh diketahui bahwa dari begitu banyaknya pemimpin di IAIN Padangsidimpuan, 40% diantaranya dipegang oleh perempuan. Hal ini ditunjukkan dengan 48 posisi kepemimpinan yang ada, 19 posisi ditempati oleh perempuan. Walaupun perempuan tidak mendominasi tampuk kepemimpinan pada level Rektor dan Wakil Rektor, namun perempuan telah diberikan amanah yang cukup berarti bagi kepemimpinan di IAIN Padangsidimpuan. Hal ini menunjukkan bahwa IAIN Padangsidimpuan telah melakukan proses kesetaraan gender antara laki – laki dan perempuan dalam kepemimpinan.

Dari data yang diperoleh diketahui bahwa mahasiswa memiliki pendapat bahwa kepemimpinan perempuan itu kurang efektif dan kurang disiplin, karena ketika mereka dibutuhkan mereka tidak berada ditempat karena anak sakit dan alasan lain sebagainya. Namun sebahagian mahasiswa masih berfikir bahwa kepemimpinan yang dilakukan perempuan cukup efektif adanya, karena mereka telah melakukan tugas mereka dengan baik.

Dari dosen dan pegawai diperoleh berbagai pendapat. Ketika ditanya tentang keefektifan kepemimpinan perempuan, mereka berpendapat bahwa kepemimpinan perempuan cukup efektif. Selain dari hasil wawancara, hasil penelusuran melalui angket juga menunjukkan hasil yang sama, yakni 77% dari 100% menyatakan tidak setuju dengan pernyataan bahwa kepemimpinan perempuan tidak efektif. Hal ini menunjukkan bahwa banyak pegawai dan dosen setuju bahwa perempuan cukup efektif dalam memimpin di IAIN Padangsidimpuan.

Berikutnya tentang membangun hubungan. Banyak informan berpendapat

bahwa perempuan melakukan

kepemimpinannya menggunakan perasaan

dan penuh kekeluargaan, sehingga memberikan pengaruh yang cukup baik bagi kepemimpinan yang dilakukannya. Dari jawaban informan penelitian diketahui bahwa perempuan lebih banyak menggunakan perasaan, rasa kekeluargaan, dan penuh dengan rasa persahabatan. Hal ini sangat membantu dalam membangun kinerja yang baik bagi orang-orang yang dipimpinnya.

Dalam hal kebijaksanaan, banyak informan berpendapat bahwa perempuan lebih bijaksana dari pada laki-laki dalam memimpin. Hal ini diperoleh dari informan laki-laki dan perempuan, artinya mereka setuju bahwa perempuan lebih bijaksana dalam memimpin daripada laki-laki. Berikutnya dalam hal melakukan atau mengaktualisasikan keputusan yang telah diambil, sebahagian berpendapat bahwa antara laki-laki dan perempuan terdapat kesamaan dalam hal ini. Walaupun banyak yang berpendapat bahwa hampir sama pelaksanaan keputusan yang telah diambil antara pemimpin laki-laki dan perempuan, namun ada juga yang berpendapat bahwa laki-laki lebih konsisten dalam menjalankan keputusan yang telah diambil. Data yang dipeorleh tersebut ternyata memberikan bukti bahwa kepemimpinan di IAIN Padangsidimpuan telah memenuhi kriteria baik, karena telah menempatkan perempuan pada 40% dari kepemimpinan yang ada. Ketiga sumber data, yakni data dari observasi, angket dan wawancara menunjukkan kesamaan hasil. Artinya apa yang diperoleh dari observasi mendukung apa yang didapat dari angket juga wawancara. Hal ini menunjukkan bahwa data yang diperoleh ini benar-benar mendukung penelitian ini.

Dari hasil yang diperoleh di atas, tidak ada alsan untuk melarang perempuan untuk menjadi pemimpin, karena perempuan juga memiliki kemampuan untuk mengorganisir dan mengarahkan anggota atau bawahannya. Apa yang telah peneliti temukan di atas menunjukkan bahwa keadilan gender akan kepemimpinan perempuan di IAIN

(8)

Padangsidimpuan telah dapat dilakukan dengan baik. IAIN Padangsidimpuan

cukup mendukung perempuan

diamanahkan sebagai pemimpin, hal yang perlu untuk diperhatikan adalah bahwa seorang pemimpin itu harus memiliki kemampuan, kinerja yang baik, dan suka bekerja keras dalam membantu pihak Rektor dalam mengembangkan institusi ini.

Kesetaraan gender merupakan satu perjuangan gender dalam meningkatkan kualitas perempuan. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah tidak ada diskriminasi dalam segala lini kegiatan yang ada di setiap organisasi, instansi, dan kelompok dalam rangka memperoleh kesetaraan dan keadilan gender. IAIN Padangsidimpuam adalah salah satu institusi yang menyetujui kepemimpinan perempuan, karena tidak pernah memberikan penghalang kepada perempuan untuk menjadi salah satu pimpinan di lingkungan kampus IAIN Padangsidimpuan.

Seperti yang telah ditemukan di atas, bahwa tidak ada perbedaan dan diskriminasi bagi perempuan dalam kepemimpinan di IAIN Padangsidimpuan. Ada 40% kepemimpinan di tangan perempuan pada IAIN Padangsidimpuan. Hal ini tentu sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Allah swt bahwa posisi perempuan dan laki-laki itu sama, perempuan tidak lebih rendah dari pada laki-laki. Perbedaan hanya dipandang Allah dari segi ketaatan menyembah kepada-Nya. Hal ini tercantum dalam al-Qur’an surah Al Dzariyat ayat 56 sebagai berikut:

ﺎﻣَو

ُﺖﻘَﻠَﺧ

ﱠﻦِﺠﻟا

َﺲﻧِﻹاَو

ّ ﻻِإ

ِنوﺪُﺒﻌَﯿِﻟ

Artinya: “Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu”. (QS 51: 56)

Perbedaan disini Allah menyebutkan bahwa perbedaan bukan karena jenis kelamainnya, tetapi karena

keimanan yang dimiliki seseorang. Allah telah menciptakan Jin dan manusia untuk melakukan penghambaan kepada-Nya.

Hal ini sesuai pula dengan apa yang disampaikan oleh Zulfiri (2010) dalam penelitiannya yang menemukan bahwa dalam semangat al-Qur’an tidak ditemukannya salah satu seks atau jenis kelamin lebih baik dari pada lainnya. Dari penelitiannya diketahui bahwa tidak ada speisfikasi khusus bagi sebuah gender, yang ada adalah kesetaraan dan kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Begitu pula dalam kepemimpinan, jujur dikatakan bahwa kepemimpinan yang dilakukan perempuan biasanya lebih bijaksana, jujur, dan lebih terorganisir dengan baik dibandingkan kepemimpinan laki-laki. Temuan penelitian ini mendukung apa yang telah ditemukan oleh peneliti sebelumnya, yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan gender di mata Allah.

Kepemimpinan perempuan yang ada di IAIN Padangsidimpuan cukup baik adanya, hal ini membuktikan bahwa kesetaraan gender dalam hal kepemimpinan sudah terwujud di IAIN Padangsidimpuan. Penelitian yang dilakukan oleh Sufiarti (2004) menyatakan bahwa keilmuan perempuan tersebut tidak serta merta mendukung kepemimpinan yang dilaksanakan perempuan, hal ini menjadikan perempuan tersebut tidak

mampu dalam melakukan

kepemimpinannya dengan baik. Namun tidak demikian adanya di IAIN Padangsidimpuan, kepemimpinan yang dilakukan oleh perempuan yang ada di sekitar IAIN Padangsidimpuan cukup baik adanya, hal ini terlihat dari efektifitas dan loyalitas kerja para bawahannya. Hal ini juga terbukti dengan kondusifnya lingkungan kerja dimana perempuan sebagai pemimpinnya. Jadi bukan jaminan kalau laki-laki memimpin akan lebih baik daripada perempuan, begitu pula sebaliknya.

Tidak ada salahnya diberikan kesempatan memimpin bagi kaum perempuan, apalagi bagi mereka yang

(9)

memang memiliki kualitas dan kapabilitas untuk pekerjaan yang akan dipimpinnya. Sehingga dapat dinyatakan bahwa IAIN Padangsidimpuan cukup mendukung kesetaraan gender dalam hal kepemimpinan, karena tidak ada halangan bagi perempuan untuk menjadi seorang pemimpin.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dari hasil penelitian ini didapat kesimpulan bahwa IAIN Padangsidimpuan mendukung kesetaraan gender dalam kepemimpinan. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang diperoleh, bahwa 65.83 mahasiswa setuju atas kepemimpinan perempuan yang ada di IAIN Padangsidimpuan, sementara dosen dan pegawai menganggap hal itu suatu yang yang biasa, dimana 93.93% dari sumber data menyatakan bahwa mereka tidak keberatan dengan adanya kepemimpinan

perempuan. Ada 40% posisi

kepemimpinan di IAIN Padangsidimpuan diberikan kepada perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa top pimpinan di IAIN Padangsidimpuan setuju dengan kesetaraan gender. Jadi, kalau dipertanyakan “bagaimana jika seorang perempuan itu jadi pemimpin?” Kenapa tidak, asal saja mereka dapat melakukan tugas dengan penuh semangat dan tanggungjawab, serta memiliki kemampuan untuk memegang tampuk pimpinan tersebut. Tidak ada pembedaan dimata Allah kecuali tingkat ketaatannya. Hal inilah yang menjadi acuan dalam kepemimpinan yang ada di IAIN Padangsidimpuan, berdasarkan atas loyalitas dan kredibilitas serta kinerja seseorang, bukan pada laki-laki atau perempuannya.

Dengan demikian jelas bahwa tidak ada hambatan bagi seorang perempuan untuk menjadi seorang pemimpin dimanapun dia berada. Hal yang utama tentunya apabila terkait dengna kodrat sebagai perempuan, misalnya melahirkan dan menyusui harus tetap menjadi

pekerjaan seorang perempuan karena fitrah dia sebagai perempuan. Alasan karena seorang perempuan itu lemah dan tidak berdaya serta tidak mampu untuk meimpin adalah suatu hal yang tidak wajar. Perempuan harus tetap dihargai dan diberi kesempatan untuk menunjukkan jatidiri serta kemampuannya, utamanya dalam memimpin. Jadi, jangan halangi perempuan untuk menjadi pimpinan, karena dia memiliki hak dan kemampuan untuk itu.

Referensi

Abidin, Z. (2017). Kesetaraan gender dan emansipasi perempuan dalam pendidikan Islam. Tarbawiyah Jurnal Ilmiah Pendidikan,12(01), 1–17.

Arsyad, J. (2015). Islam dan kesetaraan gender.Tajdid,13(2), 327–344. Aryanti, H. (2014). Faktor-faktor yang

berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi pada wanita kawin usia dini di Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur.

Tersedia Di: Http://Www. Pps. Unud. Ac. Id/Thesis/Pdf_thesi s/Unud-1007-437265649-Hery% 20aryanti,20, 1292161023. Bayoa, G. A. (2013). Partisipasi

perempuan dalam implementasi kebijakan pengelolahan program keluarga dan masyarakat sejahtera (Suatu studi analisi dalam Peraturan Daerah Propinsi Papua No. 9 Tahun 2008 Di Kampung Menawi Distrik Angkaisera Kabupaten Kepulauan Yapen).

Governance,5(1).

Hakim, F. Y. (2015). Universal declaration of human rights.IJIL,4(1).

(10)

Hastuti, E. L. (2004). Hambatan sosial budaya dalam pengarusutamaan gender di Indonesia. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departememen Pertanian. Bogor.

Ikrom, M. (2013). Syariat Islam dalam perspektif gender dan Hak Asasi

Manusia (HAM). Jurnal

Supremasi Hukum,2(1).

Kaseuntung, C., Kundre, R., & Bataha, Y. (2015). Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap pengetahuan Wanita Usia Subur (WUS) dalam pemilihan kontrasepsi di Desa Kalama Darat Kecamatan Tamako Kepulauan Sangihe.

Jurnal Keperawatan,3(3).

Marhaeni, A. (2008). Perkembangan studi perempuan, kritik, dan gagasan sebuah perspektif untuk studi gender ke depan.Piramida. Marpaung, M. (2014). Pengaruh

kepemimpinan dan team work terhadap kinerja karyawan di koperasi Sekjen Kemendikbud Senayan Jakarta. Jurnal Ilmiah WIDYA,1(1).

Monib, M., & Bahrawi, I. (2011). Islam & hak asasi manusia dalam pandangan Nurcholish Madjid. Gramedia Pustaka Utama.

Muamar, A. (2016). Ketentuan nasab anak sah, tidak sah, dan anak hasil teknologi reproduksi buatan manusia: antara UU Perkawinan dan Fikih Konvensional. Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam,6(1), 45–56.

Mulia, S. M. (2014). Kemuliaan perempuan dalam Islam. Elex Media Komputindo.

Muqoddas, D. (2015). Kontribusi hakim perempuan dalam penegakan hukum di Indonesia. Jurnal Asy-Syari’ah,18(1).

Ohorella, G. A., Sutjiatiningsih, S., & Ibrahim, M. (1992). Peranan wanita Indonesia dalam masa pengerakan nasional. Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Parawansa, K. I. (2003). Pemberdayaan perempuan dalam pembangunan berkelanjutan.Bali, Hlm, 1–15. Siregar, C. (2015). Menyoal jenis kelamin

Allah dalam perspektif teologi feminis: Menuju teologi yang lebih berkeadilan terhadap perempuan. Humaniora, 6(4), 433–443.

Subhan, Z. (2004). Perempuan dan politik dalam Islam. PT LKiS Pelangi Aksara.

Sufiarti, S. (2013). Persepsi perempuan berkarir di lingkungan UPI tentang konsep kesetaraan gender.

Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Supeno, H. (2010). Kriminalisasi anak: Tawaran gagasan radikal peradilan anak tanpa pemidanaan. PT Gramedia Pustaka Utama.

Supriadi, S. (2017). Pengaruh gaya kepemimpinan kepala madrasah dan disiplin kerja terhadap kinerja guru di MTs Dinniyah Putri Lampung (PhD Thesis). UIN Raden Intan Lampung.

Gambar

Tabel 1: Tabel Respons Informan terhadap Kepemimpinan Perempuan Kepemimpinan Perempuan Menurut Mahasiswa KepemimpinanPerempuanMenurut Dosendan Pegawai 65.83% 93.93%

Referensi

Dokumen terkait

Aluminium merupakan salah satu bahan logam non ferro yang banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan manusia, baik untuk keperluan umum seperti untuk

Untuk lebih memahami suatu sistem, maka perlu dibuat model yang mewakili sistem tersebut, agar sistem tersebut dapat lebih mudah di mengertidalam penetapan jenis model, maka

Pematangan ( ripening ) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 adalah proses yang mengubah dadih-dadih (keju mentah) segar menjadi keju yang penuh dengan

Kondisi jenis mangrove pada tingkat semai, sapihan, tiang dan pohon di wilayah Pelabuhan Wisata, Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat.. indeks

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

Metode Vernam Cipher merupakan algoritma berjenis symmetric key kunci yang digunakan untuk melakukan enkripsi dan dekripsi yang menggunakan kunci yang

115. Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dibawa ibunya ke puskesmas dengan keluhan batuk disertai dahak kental sejak satu minggu yang lalu. Dahak sulit dikeluarkan. Keluhan

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmi dkk., (2012), yaitu semakin banyak penambahan konsentrasi gelatin, maka semakin banyak pula air yang terperangkap