1
PENDAHULUAN
Nutrisi yang cukup sangat penting untuk pertumbuhan dan menjaga homeostatis tubuh. Gangguan terhadap asupan nutrisi dapat menyebabkan seseorang terkena malabsorbsi dan berakibat fatal. Penyebabnya dapat berupa gangguan absorbsi makanan pada saluran cerna ataupun penderita luka bakar yang tidak mampu mengkonsumsi makanan secara langsung. Salah satu terapi untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memberikan sumber nutrisi langsung ke dalam pembuluh darah dalam bentuk sediaan Total Parenteral Nutrition (TPN) (Dipiro, 1997).
TPN umumnya tersusun dari beberapa komponen utama dan komponen tambahan. Mikroemulsi parenteral (Intravenous Lipid Emulsion, IVLE) merupakan salah satu komponen utama dalam TPN yang berfungsi sebagai sumber energi. Sumber energi TPN yang lain dapat diperoleh dari karbohidarat (dekstrosa) maupun dari protein (Dipiro, 1997). Masalah yang sekarang banyak menjadi perhatian dalam formulasi TPN adalah stabilitas dari IVLE yang dapat mempengaruhi keamanan penggunaan TPN. Penelitian membuktikan tipe trigliserida dalam komponen minyak merupakan faktor yang penting yang dapat mempengaruhi kestabilan dari IVLE (Balogh et al., 2005). Minyak yang mengandung kombinasi trigleserida rantai menengah (Medium chain triglycerides/ MCT) dan trigiserida rantai panjang (Long chain triglycerides/ LCT) lebih stabil dibandingkan minyak yang hanya mengandung trigliserida rantai panjang, seperti minyak kedelai dan minyak bunga matahari yang banyak digunakan sebagai sumber nutrisi dalam TPN (Driscoll et al., 2000).
Keuntungan lain dari kombinasi MCT dan LCT dalam minyak adalah proses klirens oleh hati akan lebih cepat sehingga tidak akan terjadi penumpukan kolesterol dalam pembuluh darah (Eastwood, 2003). Selain itu kombinasi MCT dan LCT dapat menghasilkan mikroemulsi yang lebih jernih dibandingkan minyak murni mengandung hanya LCT saja.
2 Di pasaran, minyak yang digunakan dalam sediaan TPN masih banyak yang berasal dari minyak kedelai dan minyak bunga matahari (contohnya : Liposyn®
III). Walaupun ada juga produk yang memasukkan tambahan trigliserida rantai menengah ke dalam minyak-minyak tersebut untuk meningkatkan kestabilan emulsi serta menurunkan ukuran partikel minyak tetapi belum ada TPN yang menggunakan minyak murni yang mengandung kombinasi MCT dan LCT.
Sebagai alternatif untuk mengganti minyak kedelai dan bunga matahari dalam emulsi IVLE dapat digunakan VCO. Kelebihan dari VCO adalah mengandung trigliserida rantai menengah sekitar 57% dan sisanya (43%) berupa trigliserida rantai pendek dan panjang. Kombinasi trigliserida dalam VCO secara teoritis dapat menghasilkan sediaan TPN yang lebih stabil dibandingkan sediaan TPN yang berasal dari minyak kedelai dan minyak bunga matahari. Kombinasi trigliserida itu juga akan mempermudah proses metabolisme lemak. Dalam penelitian ini dikembangkan formulasi mikroemulsi VCO untuk sediaan TPN.
3 BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Sediaan Parenteral
Sediaan parenteral, secara luas, adalah bentuk sediaan dimana rute pemberiannya tidak melalui saluran cerna. Parenteral berasal dari kata para enteron (yunani) yang berarti ”menghindari usus”. Tetapi para praktisi farmasi dan kedokteran membatasi pemberian obat secara parenteral hanya meliputi cara pemberian yang langsung ke dalam jaringan, rongga jaringan atau komparten-kompartemen tubuh secara suntikan atau infus. Sediaan parenteral digunakan pertama kali oleh manusia sejak tahun 1660. Meskipun demikian, perkembangan injeksi baru berlangsung tahun 1852, khususnya saat diperkenalkannya ampul gelas oleh Limousin (Perancis) dan Friedleader (Jerman). Perkembangan teknik-teknik untuk pemberian obat secara parenteral, demikian juga penggunaannya telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir (Lukas, 2006).
Rute pemberian secara parenteral diindikasikan untuk mendapatkan efek obat yang tidak mungkin dicapai melalui rute lain yang mungkin disebabkan obat tidak dapat diabsorsi atau rusak jika diberikan secara oral atau rute lainnya (Lukas, 2006). Selain itu sediaan parenteral digunakan untuk pemberian obat bagi penderita yang tidak sadarkan diri serta untuk mendapatkan efek lokal yang diinginkan.
1.2 Nutrisi Lengkap Parenteral
Nutrisi lengkap Parenteral (Total Parenteral Nutrition, TPN) adalah sediaan yang mengandung nutrien lengkap diberikan secara intravena untuk mengembalikan berat badan dan keadaan anabolik, jika rute oral dan enteral tidak memungkinkan karena saluran cerna tidak berfungsi (Wesly, 1990).
4 1.2.1 Indikasi dan Kontra Indikasi
TPN diberikan untuk penderita yang mengalami gangguan absorbsi, penyakit kanker, ankreatis sedang sampai berat, malnutrisi berat, penyakit kritis, luka bakar dan sepsis (Wesly, 1990).
TPN kontra indikasi pada pasien dengan syok hemodinamik, seperti syok atau dehidrasi yang belum diatasi. Dalam kondisi tersebut kadar hormon dalam tubuh masih tinggi, sel resisten terhadap insulin, dan kadar gula meningkat sehingga pemberiaan TPN dapat mengakibatkan hipermetabolisme (Wesly, 1990).
1.2.3 Komponen
Secara umum komponen dalam Total parenteral nutrition terdiri dari : a. Makronutrient
Karbohidrat, sebagai sumber energi. Protein, sebagai sintesis jaringan dan fungsi sel, serta bias juga sebagai sumber energi. Mikroemulsi Parenteral, sebagai sumber energi dan asam lemak esensial seperti asam linoleat.
b. Mikronutrient
Vitamin, elektrolit-elektrolit, dan unsur-unsur mineral yang mendukung aktivitas metabolisme untuk metabolisme selular, reaksi enzimatik, kesetimbangan asam basa, serta cairan elektrolit.
1.2.4 Formulasi Sediaan TPN
Formulasi dalam pembuatan TPN berbeda komposisinya tergantung pada usia dari target pasien. Untuk dewasa, formula standar untuk TPN mengandung asam amino 4,25%, karbohidrat 15% dan emulsi lemak 20% ditambah dengan elektrolit dan vitamin. Sumber kalori berasal dari protein 20%, karbohidrat 60% dan lemak 20% (Wesly, 1990).
Komposisi TPN pada anak-anak berusia dibawah 10 tahun mengandung asam amino 3% dan emulsi lemak 20%, sedangkan penggunaan karbohidrat dihitung dari berat badan pasien. Apabila berat badan pasien kurang dari 10 kg, karbohidrat yang digunakan sebanyak 7,5% (Wesly, 1990).
1.2.5 Rute Pemberiaan a. Rute pemberian periferal
Pemberian TPN melalui pembuluh darah peripheral memiliki keterbatasan karena sifat dari pembuluh peripheral itu sendiri. Sediaan yang diberikan melalui rute ini biasanya berupa larutan asam amino, dekstrosa dan mikronutrient. Sedangkan pemberian emulsi lemak melalui rute ini dihindari karena dapat menyebabkan embolik pembuluh darah (Dipiro, 1997).
Keuntungan penggunaan rute periferal mencakup rendahnya resiko infeksi dari luar, dan kesulitan-kesulitan metabolisme bila dibandingkan pemberian lewat sentral. Kesulitan dalam penggunaan rute ini terjadi pada pasien malnutrisi, pengobatan kemoterapi dan pada pasien usia lanjut di mana pemberian nutrisi melalui pembuluh darah peripheral terbatas. Selain itu pada pemberian melalui rute ini harus diperhatikan tonisitas dari sediaan yang dibuat, yaitu harus isotonis, sediaan yang hipertonis dapat menyebabkan thrombophlebitis (Dipiro, 1997).
Penggunaan rute ini relatif aman dan mudah dibandingkan rute sentral pada pasien yang sesuai. Pasien yang dipilih haruslah pasien yang tidak memiliki keterbatasan pada cairan tubuh, tidak memerlukan nutrisi dalam jumlah besar dan fungsi saluran pencernaan diperkirakan akan membaik setelah 7-10 hari (Dipiro, 1997).
b. Rute pemberian sentral
Pemberian nutrisi melalui rute sentral biasanya berupa larutan berkonsentrasi tinggi yang hipertonis sehingga harus diberikan melalui pembuluh darah vena sentral. Pembuluh vena sentral memiliki kecepatan aliran darah (blood flow rate) lebih tinggi dibandingkan pembuluh darah peripheral sehinga dapat mengencerkan larutan yang hipertonis dengan cepat. Pemberian rute sentral biasanya mengguanakan kateter yang diinjeksikan pada pembuluh darah vena cava superior (Dipiro, 1997).
Rute sentral diberikan pada pasien yang menggunakan TPN lebih dari 10 hari, kebutuhan nutrisi yang besar, akses nutrisi melalui pembuluh peripheral yang buruk, dan kebutuhan cairan tubuh yang bervariasi seperti pada pasien sehabis operasi, trauma, luka bakar parah, kegagalan multi organ dan penderita tumor (Dipiro, 1997).
6
1.2.6 Pencampuran Komponen
Secara umum ada dua jenis pencampuran komponen TPN yang digunakan : a. All-in-one admixture
All-in-one admixture merupakan sediaan TPN yang dibuat dengan mencampurkan larutan dekstrosa-asam amino dengan emulsi lemak secara bersamaan. Keuntungan dari sediaan seperti ini adalah penggunaan peralatan seperti pompa infus, tube dan lain-lainnya lebih sedikit dibandingkan pencampuran TPN terpisah, waktu pembuatan dan pemberian yang lebih singkat dan penyimpanan all-in-one admixture lebih mudah karena hanya membutuhkan satu kantong plastik steril (Dipiro, 1997).
Sedangkan kerugian yang diberikan dengan metode pembuatan seperti ini adalah peningkatan resiko infeksi bakteri dan stabilitas serta ketidaktercampuran komponen dalam sediaan TPN (Dipiro, 1997).
b. TPN terpisah
TPN terpisah merupakan sediaan yang nutrisi di mana larutan dekstrosa-asam amino terpisah wadahnya dari emulsi lemak. Keuntungan dari sediaan bentuk ini adalah stabilitas dari masing-masing komponen akan lebih lama dibandingkan all-in-one admixture (mencapai 24 bulan setelah pembuatan). Sedangkan kerugian dari pembuatan metode ini adalah penggunaan peralatan seperti pompa infus, tube dan lain-lainnya lebih banyak dibandingkan all-in-one admixture (Dipiro, 1997).
1.2.7 Wadah dan Penyimpanan
Sediaan TPN dikemas dalam botol kaca steril atau botol plastik steril infus intravena dengan ukuran yang sesuai. Botol plastik unutk sediaan TPN terbuat dari etil vinil asetat (EVA) yang tidak mengandung pemlastis atau pengenyal dan sesuai dengan sediaan yang mengandung lemak (Dipiro, 1997).
Cairan TPN harus segera digunakan begitu selesai dibuat. Jika tidak, harus disimpan pada suhu 4°C. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kecepatan degradasi kimia komponen nutrisi dan meminimalkan kesempatan terjadinya kontaminasi mikroorganisme (Dipiro, 1997).
1.3 Mikroemulsi
Mikroemulsi adalah dispersi dari fase minyak dan fase air yang secara termodinamik stabil, transparant (atau translusent) yang distabilkan oleh adanya interfasial film atau molekul surfaktan. Surfaktan yang digunakan dapat merupakan surfaktan murni, campuran atau kombinasi dengan zat tambahan lain. Sistem yang homogen ini menghasilkan larutan dengan viskositas yang rendah, dibuat dengan mencampur perbandingan tertentu antara komposisi surfaktan, minyak dan air.
Mikroemulsi dapat dibedakan dari makroemulsi karena bersifat transparan, viskositasnya rendah dan secara termodinamik lebih stabil dibandingkan dengan makroemulsi. Dengan menggunakan elektron mikrograf, dapat teramati bahwa sistem ini merupakan dispersi transparan yang terdiri dari globul berukuran mikro yang sferis dari minyak dalam air (M/A) atau air dalam minyak (A/M). Globul tersebut dilapisi oleh film pada batas antarmuka yang berasal dari surfaktan dan etanol (sebagai kosurfaktan). Ukuran dari globul yang dihasilkan lebih kecil dari ukuran globul pada emulsi yaitu 100-600 nm (Swarbrick, 1995).
1.3.1 Sifat Fisika Mikroemulsi
Mikroemulsi dapat dibedakan karena globul fase terdispersi mempunyai ukuran yang sangat kecil. Sifat optis dan sifat mikroglobul dalam medan gravitasi merupakan sifat fisika yang membedakannya dengan makroglobul (Lissant, 1984).
Berdasarkan sifat optis, diketahui bahwa mikroemulsi menghasilkan larutan yang transparan atau transluesen. Selain itu juga memberikan efek Tyndall. Makroemulsi menghasilkan sediaan berwarna putih susu, sementara mikroemulsi yang tidak transparan namun bersifat transluscent akan menghasilkan efek Tyndall yang dapat dilihat secara kasat mata. Metode pengukuran untuk sediaan mikroemulsi tidak dapat menggunakan mikroskop cahaya, namun dibutuhkan ultramikroskop atau mikroskop elektron. Mikroskop cahaya hanya dapat digunakan untuk melihat partikel dengan ukuran lebih besar dari 0,2 µm sehingga tidak dapat digunakan untuk mengamati mikroemulsi. Ultramikroskop dapat digunakan untuk mendeteksi partikel dengan ukuran 100-2000Å. Ukuran globul mikroemulsi dapat dilihat dengan jelas menggunakan mikroskop elektron (Lissant, 1984).
8 Untuk melihat stabilitas dari mikroemulsi dapat dilakukan pengamatan sedimentasi dan pengamatan koalesen. Ada tiga cara untuk mengukur kecepatan sedimentasi yaitu dengan mengukur kecepatan sedimentasi akibat pengaruh gravitasi, cara sentrifugasi atau dengan ultrasentrifugasi. Jika sampel emulsi tidak menunjukkan pemisahan setelah disentrifugasi beberapa menit dengan kecepatan sentrifugasi 100 g, dapat dikatakan bahwa telah terbentuk mikroemulsi. Mikroemulsi tidak akan mengalami koalesen, karena adanya gerakan Brown dalam sistem yang mencegah globul-globul dari mikroemulsi bersatu menghasilkan creaming. Efektifitas dari gerakan Brown dapat diuji dengan cara: terhadap mikroemulsi dilakukan ultrasentrifugasi pada 130,000 g. Walaupun dihasilkan globul-globul yang mengendap, namun globul-globul-globul-globul ini tidak berkoalesen dan akan kembali ke kondisi awalnya jika didiamkan (Lissant, 1984).
1.3.2 Formulasi Mikroemulsi
Suatu mikroemulsi umumnya dibentuk dari kombinasi oleh tiga sampai lima komponen, terdiri dari fase eksternal, fase internal dan fase interfasial (Swarbrick, 1995).
a. Fase eksternal
Fase eksternal/luar/kontinu atau fase pendispersi mumnya merupakan bagian cairan dengan jumlah lebih banyak, dimana cairan yang kedua terdispersi dalam bentuk partikel-partikel halus. Dalam hal-hal tertentu mungkin dapat menjadi fase dalam atau sebaliknya. Misalnya sistem mikroemulsi tersebut adalah M/A, akan dapat diubah menjadi A/M atau sebaliknya mikroemulsi A/M menjadi M/A, tergantung jumlah fase terdispersi dan pendispersi.
b. Fase internal
Fase internal/dalam/diskontinu atau fase terdispersi terdiri dari partikel-partikel cairan yang terdispersi dalam bentuk tetesan kecil (globul) dalam fase luar. Ukuran partikel untuk mikroemulsi sekitar 100 nm.
c. Fase interfasial
Fase interfasial terdiri dari surfaktan primer, terkadang dibantu dengan surfaktan sekunder (kosurfaktan) dan penambahan elektrolit. Peranan utama komponen ini adalah sebagai penstabil mikroemulsi.
Sistem mikroemulsi umumnya lebih sulit untuk diformulasi dibandingkan dengan emulsi biasa, karena pembentukan sistem ini merupakan proses yang sangat spesifik yang
melibatkan interaksi spontan diantara molekul-molekul penyusun. Struktur asosiasi yang dihasilkan dari komponen-komponen ini pada suhu tertentu tergantung tidak hanya dari struktur kimia komponen penyusun namun juga dari konsentrasi yang digunakan.
Tahap yang paling menentukan dalam pembuatan mikroemulsi adalah pemilihan surfaktan dan kosurfaktan (jika dibutuhkan) untuk fase minyak. Surfaktan yang dipilih harus menurunkan tegangan antarmuka antara kedua fase sampai nilai yang sangat rendah, sehingga memudahkan proses dispersi pada mikroemulsi dan pembuatan lapisan tipis film yang akan melapisi globul kecil yang terbentuk. Lapisan tipis emulgator yang digunakan harus memiliki nilai hidrofilik-lipofilik yang sesuai pada daerah antarmuka supaya dihasilkan mikroemulsi tipe A/M ataupun M/A (Swarbrick, 1995).
Surfaktan rantai tunggal tidak dapat menurunkan nilai tegangan antarmuka antara fase minyak-air sampai nilai yang mencukupi untuk dihasilkan mikroemulsi. Penambahan kosurfaktan yang dapat menurunkan nilai tegangan antarmuka antara fase minyak dan fase air lebih rendah.
1.3.3 Teori Pembentukan Mikroemulsi
Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui mekanisme pembentukan mikroemulsi dan stabilitas yang dimiliki oleh sistem tersebut. Salah satu teori yang menjelaskan mekanisme pembentukan mikroemulsi adalah teori mixed-film, yang menyatakan bahwa mikroemulsi dapat terbentuk karena adanya pembentukan lapisan film pada daerah antar muka dan tegangan antar permukaan yang sangat rendah. Namun ada juga teori yang menyatakan bahwa sistem mikroemulsi adalah sistem yang secara alami merupakan sistem fase tunggal (teori solubilisasi). Namun tidak semua teori tersebut dapat menjelaskan secara keseluruhan aspek struktur dan stabilitas mikroemulsi yang terbentuk (Swarbrick, 1995).
Teori mixed-film menekankan pentingnya pembentukan film pada bagian antarmuka dan tegangan antar permukaan yang sangat rendah. Pembentukan spontan dari globul mikroemulsi dapat dihasilkan karena adanya pembentukan lapisan film kompleks pada antar permukaan air-minyak oleh surfaktan dan kosurfaktan. Hal ini akan menyebabkan reduksi tegangan antar permukaan antara minyak-air ke nilai yang sangat rendah (dari nilai nol sampai negatif).
10
1.3.5 Keuntungan Mikroemulsi
Stabilitas termodinamik dari mikroemulsi lebih baik dibandingkan dengan makroemulsi dan suspensi, karena mikroemulsi dapat dibuat dengan menggunakan input energi yang lebih kecil (seperti pemanasan atau pengadukan) namun memiliki shelf life yang panjang. Selain itu, umumnya sediaan bentuk mikroemulsi lebih disukai karena stabilitasnya lebih baik atau karena sifatnya yang transparan yang lebih menarik minat dari konsumen (Swarbrick, 1995).
Produk yang ada di pasaran saat ini sudah banyak yang berupa mikroemulsi atau mengandung komponen dalam bentuk mikroemulsi. Beberapa sediaan mikroemulsi yang sudah dihasilkan, yaitu emulsi Carnauba-Wax, minyak pelumas, parfum, cairan pembersih, formula antiseptik, kosmetik dan toiletries, dan sediaan farmasi (Swarbrick, 1995).
1.4 Mikroemulsi Parenteral
Emulsi adalah suatu sistem dispersi heterogen atara dua cairan atau lebih yang tidak saling bercampur. Sistem emulsi mempunyai sifat yang tidak stabil, dan diperlukan suatu zat penstabil yang dinamakan pengemulsi (emulsifiying agent). Emulsifiying agent digunakan untuk mencegah koalesen dari partikel-partikel minyak atau air yang teremulsi (Lachman et al., 1976).
Dalam pembuatan mikroemulsi parenteral sangat penting untuk mencapai kestabilan globul-globul yang berukuran kurang dari 1µm agar tidak terjadi emboli pada pembuluh darah (Lachman et al., 1976).
Mikroemulsi parenteral diberikan melalui pembuluh darah dalam bentuk globul-globul yang sangat kecil yang dinamakan chylomicra. Chylomicra memiliki ukuran diameter 0,5-1,0 µm dan terdiri dari inti trigliseraldehid dan bagian luarnya berupa fosfolipid. Mikroemulsi parenteral yang diberikan secara intravena biasanya mengandung lemak 10% sekalipun dapat dibuat sampai 20% (Martins, 1993).