• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PUPUK FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN GENERATIF ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PUPUK FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN GENERATIF ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN GENERATIF

ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)

OLEH:

RIA DERITA DIBATA RADJA A24052907

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

RINGKASAN

RIA DERITA DIBATA RADJA. Pengaruh Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). (Dibimbing oleh SLAMET SUSANTO).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pupuk fosfor terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB pada bulan Februari hingga Juni 2009.

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap. Perlakuan yang digunakan yaitu dosis pupuk fosfor yang terdiri atas lima taraf meliputi 0 g SP-18/polibag, 10 g SP-SP-18/polibag, 20 g SP-SP-18/polibag, 30 g SP-SP-18/polibag, dan 40 g SP-18/polibag. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 15 satuan percobaan.

Bahan tanam yang digunakan ialah benih rosela merah. Benih ditanam pada media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 5:1 pada polibag berukuran 10 kg sebanyak ¾ volume polibag. Jarak tanam yang digunakan ialah 1 m x 1,5 m. Dosis fosfor yang digunakan sesuai perlakuan, sedangkan dosis N dan K masing-masing sebanyak 30 g urea/polibag dan 15 g KCl/polibag. Aplikasi pupuk P dan K pada 4 MST, sedangkan pupuk N diaplikasikan pada 4 dan 10 MST.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh peubah vegetatif yang terdiri atas tinggi tanaman, diameter tajuk, jumlah cabang primer, jumlah cabang sekunder, jumlah daun, bobot basah dan kering tajuk, bobot basah dan kering akar serta rata-rata luas per daun tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pada lima taraf pupuk fosfor. Begitu juga peubah generatif yang meliputi jumlah kaliks, bobot basah dan kering kaliks, bobot basah dan kering buah, bobot basah dan kering per kaliks, bobot basah dan kering per buah, serta kandungan antosianin menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Secara umum dapat disimpulkan bahwa penambahan pupuk fosfor pada media tanam dengan status fosfor sangat tinggi (283 ppm) tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela.

(3)

PENGARUH PUPUK FOSFOR TERHADAP

PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN GENERATIF

ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

OLEH:

RIA DERITA DIBATA RADJA A24052907

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(4)

Judul : PENGARUH PUPUK FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN

VEGETATIF DAN GENERATIF ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)

Nama : Ria Derita Dibata Radja NRP : A24052907

Menyetujui, Dosen Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, MSc.) NIP: 19610202 198601 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

(Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.) NIP: 19611101 198703 1 003

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banjarnegara, Jawa Tengah pada tanggal 17 Maret 1987. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak Luhut Simamora dan Ibu Sumiyati.

Tahun 1999 penulis lulus dari SD Krandegan 2 Banjarnegara, kemudian melanjutkan studi di SLTPN 1 Banjarnegara hingga tahun 2002. Selanjutnya penulis lulus dari SMAN 1 Banjarnegara pada tahun 2005.

Penulis diterima sebagai mahasiswa mayor minor IPB angkatan pertama pada tahun 2005 melalui jalur SPMB. Selanjutnya tahun 2006 penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Dasar-Dasar Agronomi tahun ajaran 2008/2009 dan Dasar-Dasar Hortikultura tahun ajaran 2008/2009. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang liburan di Balai Penelitian Tanaman Hias pada tahun 2008. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan acara mahasiswa tingkat Departemen maupun Fakultas.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada :

1. Kedua orang tua dan kedua kakak tercinta yang telah memberikan doa dan dorongan yang tulus baik secara moril maupun materiil.

2. Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, MSc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian serta penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS. dan Ani Kurniawati, SP. MSi. selaku dosen penguji

4. Dr. Ir Faiza C. Suwarno, MS. selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan kesabaran yang telah diberikan selama masa kuliah penulis. 5. Ir. Arifah Rahayu, MSi. atas bimbingan, pengarahan dan masukan yang

diberikan selama pelaksanaan penelitian.

6. Staf kebun percobaan Cikabayan, staf lab. umum, lab hortikultura, dan RGCI yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian.

7. Yunus Yuniarko atas doa, perhatian, bantuan, serta dorongan yang diberikan. 8. Sahabat seperjuangan Titistyas Gusti Aji atas semangat, bantuan serta masukan. 9. D’Cumi: Yusnita Sari, Whisnu Wardhana, Uli Khusna, Ari Purwanti, Much.

Rofiq, Edi W., Lina N., Haryo P. Siti Maryati, atas kasih sayang dan persahabatan yang kalian berikan.

10. Hafith Furqoni, Rifqi Fauzi, Arie Eka, Riski Dwima, Vica, M. Suwarno, Istiana Nur, Rahman A., Adi Daryanto dan teman-teman AGH 42 lainya serta pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas segala bantuaanya.

Semoga penelitian ini memberi manfaat bagi penulis maupun yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2010 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Halaman PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 3 Hipotesis ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 Rosela ... 4 Budidaya Rosela ... 5

Khasiat Kaliks Rosela ... 6

Pupuk Fosfor ... 8

BAHAN DAN METODE ... 10

Waktu dan Tempat ... 10

Bahan dan Alat ... 10

Metode ... 10

Pelaksanaan ... 11

Pengamatan ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

Kondisi Umum ... 15

Hasil ... 16

Pembahasan ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(8)

DAFTAR TABEL

Teks

Nomor Halaman

1. Rekapitulasi Sidik Ragam Perlakuan Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Rosela ... 16 2. Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk serta Akar Tanaman

Rosela pada Lima Taraf Pupuk Fosfor ... 20 3. Rata-Rata Luas Per Daun Rosela pada Lima Taraf Pupuk

Fosfor ... 20 4. Jumlah Kaliks Rosela yang Dipanen pada Lima Taraf Pupuk

Fosfor ... 21 5. Bobot Basah dan Kering Kaliks Rosela pada Lima Taraf

Pupuk Fosfor ... 21 6. Bobot Basah dan Bobot Kering Buah Rosela pada Lima Taraf

Pupuk Fosfor ... 22 7. Bobot Basah dan Kering per Kaliks serta Bobot Basah dan

Kering per Buah pada Lima Taraf Pupuk Fosfor ... 23 8. Kandungan Antosianin Kaliks Rosela pada Lima Taraf Pupuk

Fosfor ... 23

Lampiran

1. Data Klimatologi Bulan Februari – Juni 2009 ... 33 2. Data Analisis Media Tanam ... 34 3. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Rosela pada Umur 3-17

MST ... 35 4. Data Pertumbuhan Diameter Tajuk Tanaman Rosela pada

Umur 3-17 MST ... 35 5. Data Pertumbuhan Jumlah Cabang Primer Tanaman Rosela

pada Umur 3-17 MST ... 36 6. Data Pertumbuhan Jumlah Cabang Sekunder Tanaman Rosela

(9)

7. Data Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST ... 37 8. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Rosela Umur 3-17 MST ... 38 9. Sidik Ragam Diameter Tajuk Rosela Umur 3-17 MST ... 40 10. Sidik Ragam Jumlah Cabang Primer Rosela Umur 3-17 MST 42 11. Sidik Ragam Jumlah Cabang Sekunder Rosela Umur 5-17

MST ... 44 12. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Rosela Umur 3-17 MST 45 13. Sidik Ragam Bobot Basah dan Kering Tajuk serta Akar

Tanaman Rosela ... 47 14. Sidik Ragam Rata-rata Luas Per Daun Tanaman Rosela ... 48 15. Sidik Ragam Panen Rosela ... 48 16. Sidik Ragam Bobot Basah dan Kering per Kaliks serta Bobot

Basah dan Kering per Buah Rosela ... 50 17. Sidik Ragam Total Panen Rosela ... 51 18. Sidik Ragam Kandungan Antosianin Kaliks Rosela ... 51

(10)

DAFTAR GAMBAR

Teks

Nomor Halaman

1. Rosela : a). Tanaman Rosela, b). Bunga, c). Kaliks dan Buah .. 4 2. Bagan Pengukuran Kandungan Antosianin ... 14 3. Hama yang Menyerang Tanaman Rosela: a) Daun keriting

akibat kutu daun; b) Ulat; c) Belalang ... 16 4. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST . 17 5. Pertumbuhan Diameter Tajuk Tanaman Rosela pada Umur

3-17 MST ... 18 6. Pertumbuhan Jumlah Cabang Primer Tanaman Rosela pada

Umur 3-17 MST ... 18 7. Pertumbuhan Jumlah Cabang Sekunder Tanaman Rosela pada

Umur 5-17 MST ... 19 8. Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Rosela pada Umur 3-17

MST ... 19

Lampiran

1. Keragaan Rosela pada Lima Taraf Perlakuan saat Umur 7 MST ... 52 2. Keragaan Rosela pada Lima Taraf Perlakuan saat Umur 12

(11)

PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia telah mengenal dan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya menanggulangi masalah kesehatan sebelum mengenal pengobatan modern. Pengunaan tanaman obat saat ini meningkat pesat dengan adanya kesadaran masyarakat dalam menerapkan pola hidup kembali ke alam (back to nature) dengan keyakinan bahwa mengkonsumsi obat alami relatif lebih aman dibandingkan obat sintetik (Departemen Kesehatan, 2007). Peningkatan ini terlihat dari naiknya nilai perdagangan obar herbal, suplemen makanan, nutraceutical dan sebagainya di dunia pada tahun 2000 sebesar US$ 40 miliar menjadi US$ 60 miliyar tahun 2002. Pada tahun 2050 diperkirakan menjadi US$ 5 trilyun dengan peningkatan 15% per tahun, lebih tinggi jika dibandingkan dengan peningkatan perdagangan obat konvensional modern yang hanya 3% per tahun. Di Indonesia pasar obat herbal pada tahun 2005 sebesar Rp 2.9 trilyun meningkat menjadi Rp 5.2 trilyun pada tahun 2009 dan tahun 2010 diperkirakan meningkat 38% mencapai Rp 7.2 trilyun (Departemen Pertanian, 2007).

Salah satu tanaman obat yang mulai dikenal masyarakat ialah rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Rosela memiliki berbagai khasiat. Menurut Morton (1987), kaliks rosela berkhasiat sebagai diuretic (peluruh air seni), cholerectic (merangsang keluarnya empedu), febrifugal (menurunkan demam), hypotensive (menurunkan tekanan darah), menurunkan kekentalan darah dan merangsang gerak peristaltik usus. Kaliks rosela juga berkhasiat melancarkan peredaran darah, menghentikan batuk dan memperlancar buang air besar (laxative) (Dinas Pertanian Jawa Timur, 2007). Mardiah et al. (2009) menambahkan rosela berkhasiat sebagai antikanker, antihipertensi dan antidiabetes. Kandungan bahan aktif terbesar pada kaliks ialah antosianin yang menyebabkan kaliks berwarna merah. Selain kandungan antosianin, kandungan vitamin C kaliks rosela cukup tinggi berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit.

Produktivitas rosela sebesar 2-3 ton/ha kaliks segar tanpa biji (Dinas Pertanian Jawa Timur, 2007). Mardiah et al. (2009) menambahkan di Senegal, produktivitas kaliks rosela mencapai 4.6 ton/ha, sedangkan rosela yang ditanam di Jawa mampu menghasilkan kaliks 0.2-1 kg/tanaman. Di tempat lain seperti

(12)

2

California, Puerto Rico, dan Florida Selatan produktivitas kaliks rosela masing-masing mencapai 1.3 kg/tanaman, 1.8 kg/tanaman, dan 7.25 kg/tanaman (Morton, 1987). Data tersebut menunjukkan bahwa produktivitas rosela Indonesia masih kurang dibandingkan dengan negara lain.

Meningkatnya pedagangan obat herbal terutama rosela perlu diimbangi dengan peningkatan produktivitas untuk menghasilkan produk dengan jumlah yang memadai dan berkualitas. Peningkatan produktivitas tanaman memerlukan penelitian teknik budidaya yang tepat, salah satunya ialah pemupukan fosfor. Keseimbangan fosfor dalam tanah dan ketersediaannya bagi tanaman perlu dipertahankan dengan pemberian pupuk fosfor dalam dosis dan waktu yang tepat (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Tanaman yang telah memasuki fase generatif harus mendapatkan unsur fosfor yang cukup karena fosfor berperan dalam pembentukan sel-sel, lemak dan albumin, memperbaiki pembungaan, pembuahan dan pembentukan benih, mempercepat pemasakan buah, memperbaiki perkembangan perakaran khususnya akar-akar lateral dan sekunder, mengurangi kerontokan buah, menambah ketahanan terhadap penyakit serta memperbaiki kualitas, khususnya tanaman rumput dan sayuran (Soepardi, 1983). Marsono dan Sigit (2001) menambahkan, fosfor berfungsi sebagai bahan dasar protein (ATP dan ADP), membantu asimilasi dan respirasi, mempercepat proses pembungaan dan pembuahan, serta pemasakan biji dan buah. Leiwakabessy dan Sutandi (2004) menegaskan bahwa fosfor berperan dalam merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar, mempercepat kematangan dan produksi buah serta biji, berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk energi baik penyimpanan maupun peredarannya keseluruh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP.

(13)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pupuk fosfor terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela (Hibiscus sabdariffa L.).

Hipotesis

Aplikasi dosis pupuk fosfor tertentu dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela (Hibiscus sabdariffa L.).

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Rosela

Menurut Morton (1987) rosela merupakan tanaman asli Afrika tropik dan mulai menyebar secara luas ke negara-negara tropik dan subtropik seperti Amerika Tengah dan India Barat. Berikut ialah klasifikasi tanaman rosela:

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Malvales Famili : Malvaceae Genus : Hibiscus

Spesies : Hibiscus sabdariffa L. var. sabdariffa

Rosela merupakan tanaman setahun, tegak dengan tinggi mencapai 4.5 m. Batang membulat berwarna keseluruhan hijau, hijau dengan bercak merah atau seluruhnya merah. Kedudukan daun berseling dan terbagi dalam tiga atau lima lobi dengan tepi daun bergerigi. Daun yang panjang dan lebar biasanya terdapat pada rosela batang hijau atau hijau dengan bercak merah, sedangkan daun berukuran lebih kecil pada rosela batang merah. Tangkai daun berbulu serta berduri atau berduri saja dan terdapat kelenjar madu pada pangkal tulang daun (Loebis, 1970). Morton (1987) menambahkan daun berwarna hijau dengan panjang 7.5-12.5 cm dan urat daun kemerahan dengan tangkai daun yang panjang atau pendek.

Gambar 1. Rosela : a). Tanaman Rosela, b). Bunga, c). Kaliks dan Buah Buah Kaliks

(15)

Menurut Morton (1987) bunga muncul dari ketiak daun dengan diameter mencapai 12.5 cm, berwarna kuning atau kekuningan dan berubah menjadi merah muda saat sore hari. Kaliks rosela berwarna merah, berdaging renyah namun mengandung banyak air dengan panjang 3.2-5.7 cm. Sastrahidayat dan Soemarno (1991) menambahkan bunga rosela merupakan bunga hermaprodit. Bentuk bunga soliter, aksiler, bercuping 5, berwarna hijau, merah atau keputihan. Mahkota berbentuk lonceng, berdaging, ujung membulat, gundul hingga berambut, berwarna kuning hingga kuning kemerahan pada bagian tengah dalam.

Buah rosela beruang lima, tiap ruang terdapat dua barisan biji. Buah muda diselaputi kulit tipis berwarna hijau serta berbulu halus. Buah berbentuk kapsul atau bulat telur, tiap buah berisi 30-40 biji. Bentuk biji mengginjal dengan panjang 4-4.5 mm. Biji berwarna hitam kelabu dengan banyak titik-titik kecil coklat kekuningan (Loebis, 1970)

Budidaya Rosela

Rosela paling baik dibudidayakan pada daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian mencapai 900 mdpl dengan curah hujan sekitar 182 mm selama musim tanam (Morton, 1987). Menurut Ahmad dan Vossen (2003) rosela dapat dibudidayakan pada 7° LS (Jawa, Indonesia) dan 23° LU (Bangladesh). Rosela tumbuh pada berbagai tipe tanah namun mempunyai tekstur dan drainase yang baik. Tanaman ini toleran pada tanah dengan keasaman tinggi dan kadar garam yang cukup, tetapi tidak toleran terhadap hilangnya air. Selama pertumbuhan rosela membutuhkan rata-rata temperatur bulanan 25-30°C, curah hujan 140-270 mm/bulan dan kelembaban udara lebih dari 70%. Meskipun tanaman ini membutuhkan curah hujan melimpah selama periode vegetatif untuk hasil panen yang maksimum, rosela juga tumbuh pada area dengan curah hujan bulanan rendah. Dinas Pertanian Jawa Timur (2007) menambahkan rosela dapat tumbuh baik dengan pH antara 6.5–7.5.

Rosela umumnya diperbanyak dari biji namun dapat ditumbuhkan dari stek batang (Morton, 1987; Sastrahidayat dan Soemarno, 1991; Ahmad dan Vossen, 2003). Perbanyakan dengan stek batang menghasilkan tanaman yang

(16)

6

lebih pendek. Petani di India menggunakan metode ini untuk penanaman di antara tanaman budidaya lain (interplanting) namun kaliks yang dihasilkan rendah.

Menurut Sastrahidayat dan Soemarno (1991), jarak tanam untuk produksi kaliks rosela ialah 120 cm x 90 cm. Ahmad dan Vossen (2003) menegaskan bahwa jarak tanam untuk produksi daun maupun kaliks rosela ialah 60 cm x 100 cm dan 120 cm x 90 cm.

Pemupukan dengan pupuk kandang dilakukan sebelum tanam, sedangkan pupuk buatan yang diberikan masing-masing sebanyak 300 kg urea/ha, 150 kg SP-36/ha dan 150 KCl kg/ha. Pupuk urea diaplikasikan dua kali pada 3 MST dan 7–8 MST sebanyak 30-40 g/tanaman. Kemudian dilakukan pemanenan sejak umur tiga minggu setelah berbunga dan dapat dipanen terus menerus dalam jangka waktu 3 bulan sebelum akhirnya diganti bibit baru. Pemanenan dilakukan dengan gunting pangkas untuk memotong tangkai bunga kemudian buah dipisahkan dari kaliks kemudian kaliks dikeringkan (Dinas Pertanian Jawa Timur, 2007).

Khasiat Kaliks Rosela

Mardiah et al. (2009) mengemukakan bahwa kandungan penting yang terdapat pada kaliks rosela ialah pigmen antosianin. Antosianin pada rosela terdiri dari cyanidin-3-sambubioside, delphinidin-3-glucose, dan delphinidin-3-sambubioside.

Antosianin merupakan salah satu bagian dari flavonoid. Sebagian besar antosianin berada dalam bentuk glikosida yang terdiri dari pelargonidin, sianidin, peonidin, delphinidin, petunidin dan malvidin (Vickery dan Vickery, 1981). Menurut Harborne (1987), antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah, ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah. Secara kimia antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi maupun glikosilasi. Robinson (1995) menambahkan bahwa antosianin

(17)

ialah pigmen daun bunga merah sampai biru yang banyaknya sampai 30% bobot kering dalam beberapa bunga.

Pada kaliks rosela terkandung 51% antosianin dan 24% antioksidan (Tsai

et al., 2002). Kandungan bahan aktif tersebut memiliki khasiat sebagai diuretic

(peluruh air seni), cholerectic (merangsang keluarnya empedu), febrifugal (menurunkan demam), hypotensive (menurunkan tekanan darah) dengan cara menurunkan derajat kekentalan darah sehingga kerja jantung memompa darah semakin ringan dan merangsang gerak peristaltik usus. Dalam 100 g kaliks rosela terkandung 1.14 g protein, 12 g serat, 8.98 zat besi, sedangkan pada 100 g ekstrak rosela terkandung vitamin A dan vitamin C masing-masing sebanyak 113.46 mg 214.68 mg dimana vitamin C berkhasiat untuk meningkatkan daya tahan tubuh manusia terhadap serangan penyakit (Morton, 1987). Hasil penelitian Khosravi et

al. (2009) menegaskankan bahwa mengkonsumsi teh rosela berkhasiat

menurunkan tekanan darah pada penderita diabetes dengan hipertensi ringan. Zhang dalam Mualim (2009) menambahkan, antosianin mampu menghambat sel kanker diantaranya sel kanker perut, kanker usus besar, kanker payudara, dan kanker paru-paru.

Vickery dan Vickery (1981) menyatakan bahwa biosintesis antosianin disebabkan oleh cahaya. Meskipun total kandungan antosianin umumnya meningkat, namun respon tanaman terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang kompleks. Salisbury dan Ross (1995) menegaskan, terbentuknya pigmen antosianin sering terpacu oleh cahaya. Cahaya memacu sintesis pigmen tersebut pada organ yang sedikit atau sama sekali tidak melakukan fotosintesis, yakni di daun pada musim gugur, daun mahkota bunga dan kecambah teretiolasi.

(18)

8

Pupuk Fosfor

Menurut Sutedjo (1994) pupuk adalah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik maupun anorganik dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah dan bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman dalam keadaan faktor keliling atau lingkungan yang baik. Leiwakabessy dan Sutandi (2004) menyatakan pupuk ialah bahan yang diberikan kepada tanaman baik langsung maupun tidak langsung untuk mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan produksi atau memperbaiki kualitasnya sebagai akibat perbaikan nutrisi tanaman. Pemberian pupuk dalam dosis yang tepat dan waktu yang tepat untuk mempertahankan keseimbangan unsur hara dalam tanah dan ketersediaan bagi tanaman disebut pemupukan.

Fosfor diserap oleh tanaman sebagai orto fosfat primer (H2PO4-) atau

sekunder (HPO42-). Pada umumnya bentuk H2PO4- lebih tersedia bagi tanaman

daripada bentuk HPO42- (Soepardi, 1983). Partohardjono dan Syarifuddin (1991)

menambahkan kemasaman tanah sangat menentukan rasio serapan H2PO4- dan

HPO42-. Pada sebagian besar tanah ketersediaan fosfor maksimum saat pH 6.0-6.5.

Dalam tanah sangat masam kepekatan ion besi dan aluminium jauh melebihi ion H2PO4- membentuk lebih banyak senyawa fosfor yang tidak larut sehingga hanya

sejumlah kecil H2PO4- tersisa dan tersedia bagi tanaman. Apabila kondisi tanah

alkalin terjadi pengendapan fosfor oleh senyawa kalsium yang akan menurunkan ketersediaan bagi tanaman.

Tanaman yang telah memasuki fase generatif harus mendapatkan unsur fosfor untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar, mempercepat kematangan dan produksi buah dan biji, berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk energi baik penyimpanan maupun peredarannya keseluruh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Pupuk fosfor umumnya tidak mobile dan tidak bergerak jauh dari tempat semula sehingga sering menyebabkan defisiensi. Defisiensi terhadap unsur hara ini mengakibatkan tanaman berenergi rendah sehingga sel tidak dapat membelah. Oleh karena itu, tanaman menjadi kerdil, panen terlambat, biji tumbuh tidak sempurna, dan menurunkan mutu hasil (Partohardjono dan Syamsuddin, 1991).

(19)

Soepardi (1983) menyatakan manfaat pemupukan fosfor yaitu untuk pembentukan sel-sel, lemak dan albumin, memperbaiki pembungaan, pembuahan dan pembentukan benih, mempercepat pemasakan buah, memperbaiki perkembangan perakaran, khususnya akar-akar lateral dan sekunder, mengurangi kerontokan buah, menambah ketahanan terhadap penyakit serta memperbaiki kualitas, khususnya tanaman rumput dan sayuran. Marsono dan Sigit (2001) menambahkan fosfor sebagai bahan dasar protein (ATP dan ADP), membantu asimilasi dan respirasi, mempercepat proses pembungaan dan pembuahan, serta pemasakan biji dan buah. Defisiensi terhadap fosfor menyebabkan daun berubah warna menjadi tua atau tampak mengilap kemerahan, tepi daun, cabang dan batang berwarna merah ungu lalu berubah menjadi kuning, selain itu buah yang dihasilkan kecil, jelek dan lekas matang. Tanaman yang kekurangan fosfor waktu pertumbuhan awal dapat tumbuh baik dan menghasilkan panen cukup baik hanya agak lambat masak.

Hasil penelitian Jeppsson (2000) menunjukan bahwa penambahan pupuk NPK dapat menurunkan kandungan antosianin chokebery (Aronia melanocarpa), namun kombinasi pupuk 50 kg N/ha, 44 kg P/ha dan 100 kg K/ha mampu menghasilkan produksi antosianin per tanaman tertinggi. Tripatmasari (2008) menyatakan kandungan antosianin daun dewa menurun dengan penambahan pupuk kotoran sapi dan atau NPK (100 kg SP-36 kg/ha) serta Mg, namun produksi total antosianin meningkat dengan penambahan pupuk kotoran sapi (20 ton/ha). Mualim (2009) menyatakan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan antosianin daun kolesom, namun pemupukan PK (100 kg SP-36/ha dan 100 kg KCl/ha) menyebabkan produksi antosianin daun kolesom tertinggi.

(20)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari 2009 sampai Juni 2009.

Bahan dan Alat

Bahan yang akan dipergunakan dalam penelitian adalah benih rosela merah, polibag, tanah, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk SP-18, pupuk KCl, Decis, dan Dithane 45. Alat yang digunakan adalah cangkul, kored, ember, gembor, gunting pangkas, penggaris, hand tally counter, timbangan, spektrofotometer serta alat tulis.

Metode

Penelitian ini dilakukan menggunakan faktor tunggal dengan susunan rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan yang digunakan yaitu dosis pupuk fosfor yang terdiri atas lima taraf yaitu 0 g SP-18/polibag (0 kg SP-18/ha), 10 g 18/polibag (66 kg 18/ha), 20 g 18/polibag (133 kg 18/ha), 30 g SP-18/polibag (198 kg SP-18/ha), dan 40 g SP-SP-18/polibag (266 kg SP-18/ha) atau setara dengan 0 kg P2O5/ha, 12 kg P2O5/ha, 24 kg P2O5/ha, 36 kg P2O5/ha, dan 48

kg P2O5/ha. Lima perlakuan tersebut diulang sebanyak tiga kali, sehingga terdapat

15 satuan percobaan. Data yang diperoleh akan diuji dengan uji F, bila berbeda nyata maka akan dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%.

Model linier percobaan ini adalah:

Yij = µ + αi + εij (i = 1, 2, 3, 4, 5 ; j = 1, 2, 3) Keterangan :

Yij = respon pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j µ = nilai tengah umum

αi = pengaruh perlakuan ke- i

(21)

Pelaksanaan

Kegiatan penelitian dimulai dengan persiapan alat dan bahan. Sebelum benih ditanam, terlebih dahulu dilakukan persiapan media tanam. Persiapan media tanam dimulai dengan mencampur tanah dan pupuk dasar berupa pupuk kandang dengan perbandingan 5:1 lalu memasukkan media tanam tersebut pada polibag ukuran 10 kg. Polibag diisi media tanam sebanyak ¾ bagian dari volume polibag dengan jarak tanam yang digunakan ialah 1 m x 1,5 m.

Benih yang akan ditanam direndam terlebih dahulu selama 24 jam kemudian dipilih benih yang tenggelam dengan butiran yang baik. Benih rosela kemudian ditanam pada media tanam yang telah disediakan. Setiap polibag diisi 5 benih rosela. Pada 3 MST dilakukan penjarangan terhadap bibit rosela sehingga setiap polibag hanya disisakan 1 bibit rosela dengan pertumbuhan terbaik dan seragam.

Pemupukan P dan K dilakukan satu kali pada 4 MST, sedangkan pupuk N diaplikasikan dua kali saat tanaman berusia 4 MST dan 10 MST dengan cara dibenamkan disekeliling tanaman yaitu 10 cm dari tanaman. Dosis P yang digunakan sesuai perlakuan yaitu 0 g 18/polibag, 10 g 18/polibag, 20 g SP-18/polibag, 30 g SP-18/polibag dan 40 g SP-18/polibag. Untuk dosis N dan K masing-masing sebanyak 30 g urea/polibag dan 15 g KCl/polibag.

Pemeliharaan tanaman dilakukan secara teratur hingga panen. Penyiraman dilakukan 1 kali sehari atau sesuai kondisi cuaca di lapang. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma disekitar tanaman. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan pestisida. Pengajiran dilakukan pada 12 MST.

Pemanenan dilakukan 4 minggu setelah mekarnya bunga menggunakan gunting pangkas. Panen dilakukan secara berkala setiap 10 hari selama empat kali berturut-turut. Hasil panen dipisahkan antara kaliks dan buah kemudian masing-masing ditimbang berat basah dan berat keringnya. Selain itu, diamati pula kadar antosianin yang terkandung dalam kaliks rosela dengan bantuan spektrofotometer.

(22)

12

Pengamatan

Pengamatan dilakukan saat fase vegetatif dan fase generatif. Pertumbuhan tanaman fase vegetatif diamati setiap minggu mulai dari 3 MST. Peubah pertumbuhan yang diamati yaitu:

1. Tinggi tanaman.

Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang utama yang menyentuh permukaan tanah sampai titik tumbuh batang utama tanaman.

2. Diameter tajuk.

Diameter tajuk diukur dari diameter tajuk terlebar pada setiap tanaman dari setiap perlakuan.

3. Jumlah daun.

Jumlah daun yang telah membuka sempurna dari keseluruhan daun pada tiap tanaman dari setiap perlakuan. Jumlah daun dihitung menggunakan

hand tally counter.

4. Jumlah cabang primer.

Jumlah cabang primer dihitung dari cabang yang muncul dari batang utama.

5. Jumlah cabang sekunder.

Jumlah cabang sekunder dihitung dari cabang yang muncul dari cabang primer.

6. Bobot basah dan bobot kering tajuk serta akar.

Bobot basah dan bobot kering tajuk serta akar dihitung setiap tanaman setelah panen terakhir. Bobot kering diukur setelah tajuk maupun akar tanaman dikeringkan menggunakan oven bersuhu 105°C selama 2 hari. 7. Rata-rata luas per daun.

Rata-rata luas per daun ditentukan dengan metode gravimetri. Perhitungan dilakukan di akhir penelitian dengan merata-ratakan luas tiga daun pada setiap tanaman.

Peubah pertumbuhan generatif tanaman yang diamati yaitu: 1. Minggu saat tanaman mulai berbunga 75%.

(23)

Jumlah kaliks dihitung dari keseluruhan kaliks yang dapat dipanen tiap tanaman pada saat panen.

3. Bobot basah dan bobot kering kaliks.

Bobot basah dan bobot kering kaliks dihitung dari keseluruhan kaliks tiap tanaman pada saat panen. Bobot kering kaliks diukur setelah kaliks di oven pada suhu 50ºC selama 4 hari.

4. Bobot basah dan bobot kering buah.

Bobot basah dan bobot kering buah dihitung dari keseluruhan buah tiap tanaman pada saat panen. Bobot kering kaliks diukur setelah buah di oven pada suhu 50ºC selama 4 hari.

5. Bobot basah dan bobot kering per kaliks

Bobot basah dan bobot kering per kaliks dihitung dari total bobot basah kaliks dan total bobot kering kaliks dibagi jumlah total kaliks.

6. Bobot basah dan bobot kering per buah

Bobot basah dan bobot kering per buah dihitung dari total bobot basah buah dan total bobot kering buah dibagi jumlah total buah.

7. Kandungan antosianin.

Kadar antosianin yang terkandung pada kaliks diukur dengan spektrofotometer. Perhitungan dilakukan terhadap kaliks basah hasil panen terakhir, yaitu diambil masing-masing satu kaliks terbaik dari setiap tanaman sebagai sampel. Pengukuran kandungan antosianin manggunakan metode Sims dan Gamon terdapat pada Gambar 2.

(24)

14

Sampel kaliks 0.5 g

Sampel digerus +2 ml acetris

Masukkan ke microtube 2 ml

Sentrifuge 14000 rpm 10 menit

Pipet 1 ml supernatan ke dalam tabung reaksi

Tambahkan 2 ml acetris

Spektrofotometer (λ537 nm, λ647 nm, dan λ 663 nm)

Gambar 2. Bagan Pengukuran Kandungan Antosianin Perhitungan kandungan antosianin =

[(0.08173 x λ537)-(0.00697 x λ647)-(0.002228 x λ663)] x fp x vol. tera bobot sample

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah pada bulan April yaitu 259.9 mm dan tertinggi mencapai 570.6 mm pada bulan Mei. Temperatur berkisar antara 25.1ºC - 26.2ºC dengan kelembaban udara rata-rata 84 %. Media tanam yang digunakan masam karena mempunyai pH sebesar 5.2 dengan kandungan fosfor dalam media tanam tergolong sangat tinggi (Tabel Lampiran 2). Menurut Ahmad dan Vossen (2003) selama pertumbuhan rosela membutuhkan rata-rata temperatur bulanan 25-30°C, curah hujan 140-270 mm/bulan dan kelembaban udara lebih dari 70%. Curah hujan selama penelitian yang lebih tinggi tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan rosela.

Pertumbuhan rosela pada awal penanaman hingga 17 MST cukup baik ditandai dengan peningkatan pertumbuhan vegatatif. Pertumbuhan rosela saat umur 7 MST serta 12 MST dapat dilihat pada Gambar Lampiran 1 dan 2. Tanaman rosela memperoleh cahaya matahari secara langsung karena kanopi tanaman tidak saling bersinggungan sehingga seluruh tanaman memperoleh cahaya yang cukup. Perkembangan generatif ditandai dengan munculnya kuncup bunga pada 6 MST. Pemanenan dilakukan saat tanaman berumur 12 MST atau kurang lebih enam minggu setelah munculnya kuncup bunga. Kriteria kaliks yang bisa dipanen ialah kaliks berwarna merah dan telah mencapai ukuran maksimum dengan diameter 3.5-4.5 cm, bentuk kaliks merekah dengan buah yang mulai terlihat kecoklatan.

Hama yang menyerang diantaranya kutu pengisap daun (Empoasca sp.), belalang dan ulat (Gambar 3). Menurut Team IPB dan Direktorat Djendral Perkebunan Rakjat (1968) hama yang banyak terdapat pada rosela ialah

Empoasca sp. tetapi tidak membahayakan produksi serat. Loebis (1970)

menambahkan hama pada rosela salah satunya Empoasca sp. yang mengisap bagian bawah daun. Daun-daun yang diserang akan berkerut dan keriting pada pinggirannya. Belalang dan ulat memakan daun muda namun tidak menimbulkan

(26)

16

kerusakan yang berarti. Pengendalian hama ini dilakukan dengan penyemprotan pestisida setiap minggu pada 6 MST hingga 10 MST agar serangan tidak meluas.

Gambar 3. Hama yang Menyerang Tanaman Rosela: a) Daun keriting akibat kutu daun; b) Ulat; c) Belalang

Hasil

Hasil analisis ragam terhadap peubah pertumbuhan vegatatif yang meliputi tinggi tanaman, diameter tajuk, jumlah cabang primer, jumlah cabang sekunder, jumlah daun, bobot basah dan kering tajuk, bobot basah dan kering akar serta rata-rata luas per daun tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pada lima taraf pupuk fosfor. Hal yang sama terjadi pada peubah pertumbuhan generatif yang meliputi jumlah kaliks, bobot basah dan kering kaliks, bobot basah dan kering buah, bobot basah dan kering per kaliks, bobot basah dan kering per buah, serta kandungan antosianin. Rekapitulasi sidik ragam peubah pertumbuhan vegetatif dan generatif disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Perlakuan Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Rosela

MST Peubah Tinggi Tanaman Diameter Tanaman Jumlah Cabang Primer Jumlah Cabang Sekunder Jumlah Daun 3 tn tn tn - tn 4 tn tn tn - tn 5 tn tn tn tn tn 6 tn tn tn tn tn 7 tn tn tn tn tn 8 tn tn tn tn tn 9 tn tn tn tn tn 10 tn tn tn tn tn 11 tn tn tn tn tn 12 tn tn tn tn tn 13 tn tn tn tn tn a) b) c)

(27)

Tabel 1. (Lanjutan) Rekapitulasi Sidik Ragam Perlakuan Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Rosela

MST Peubah Tinggi Tanaman Diameter Tanaman Jumlah Cabang Primer Jumlah Cabang Sekunder Jumlah Daun 14 tn tn tn tn tn 15 tn tn tn tn tn 16 tn tn tn tn tn 17 tn tn tn tn tn Bobot Basah Tajuk Bobot Kering Tajuk Bobot Basah Akar Bobot Kering Akar Luas Daun tn tn tn tn tn Jumlah Kalik Bobot Basah Kalik Bobot Kering Kalik Bobot Basah Buah Bobot Kering Buah Panen 1 tn tn tn tn tn Panen 2 tn tn tn tn tn Panen 3 tn tn tn tn tn Panen 4 tn tn tn tn tn Total tn tn tn tn tn Bobot Basah per Kalik Bobot Kering per Kalik Bobot Basah per Buah Bobot Kering per Buah Kadar Antosianin tn tn tn tn tn

Keterangan : tn : tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%

Tinggi Tanaman

Perlakuan pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman rosela pada semua umur tanaman seperti terlihat pada Gambar 4.. Peningkatan tinggi tanaman rosela terjadi secara cepat saat tanaman berumur 3 MST hingga memasuki umur 11 MST. Pada akhir pengamatan tinggi tanaman rosela berkisar antara 136.2 - 147.8 cm.

Gambar 4. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST

0 20 40 60 80 100 120 140 160 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 T in g g i (c m ) MST 0 g SP-18/polybag 10 g SP-18/polybag 20 g SP-18/polybag 30 g SP-18/polybag 40 g SP-18/polybag

(28)

18

Diameter Tajuk

Perlakuan pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter tajuk tanaman rosela. Diameter tajuk rosela saat tanaman berumur 17 MST berkisar antara 120.0-140.2 cm, dimana perlakuan dengan dosis pupuk fosfor tertinggi menghasilkan diameter tajuk terlebar yaitu 140.2 cm meskipun tidak berbeda nyata secara statistik (Gambar 5).

Gambar 5. Pertumbuhan Diameter Tajuk Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST

Jumlah Cabang Primer

Gambar 6. memperlihatkan bahwa jumlah cabang primer meningkat setiap minggu. Namun hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan cabang primer rosela. Saat tanaman berumur 17 MST cabang primer berjumlah antara 30 sampai 34 cabang.

Gambar 6. Pertumbuhan Jumlah Cabang Primer Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST 0 20 40 60 80 100 120 140 160 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 D ia m e te r ( c m ) MST 0 g SP-18/polybag 10 g SP-18/polybag 20 g SP-18/polybag 30 g SP-18/polybag 40 g SP-18/polybag 0 5 10 15 20 25 30 35 40 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 J u m la h c a b a n g MST 0 g SP-18/polybag 10 g SP-18/polybag 20 g SP-18/polybag 30 g SP-18/polybag 40 g SP-18/polybag

(29)

Jumlah Cabang Sekunder

Cabang sekunder tanaman rosela muncul mulai 5 MST. Penambahan pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan jumlah cabang sekunder rosela. Jumlah cabang sekunder berkisar antara 0 – 198 cabang (Gambar 7).

Gambar 7. Pertumbuhan Jumlah Cabang Sekunder Tanaman Rosela pada Umur 5-17 MST

Jumlah Daun

Peubah jumlah daun dihitung berdasarkan keseluruhan daun yang ada pada satu tanaman. Peubah jumlah daun dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil analisis menunjukkan penambahan pupuk fosfor tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun rosela. Jumlah daun berkisar antara 9 helai saat tanaman berumur 3 MST hingga 1180 helai saat tanaman berumur 17 MST. Semakin bertambahnya umur maka semakin bertambah pula jumlah daun, namun memasuki 12 MST terjadi penurunan laju peningkatan jumlah daun kemudian pada 16 MST laju pertambahan jumlah daun mengalami peningkatan kembali.

Gambar 8. Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST

0 50 100 150 200 250 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 J u m la h c a b a n g MST 0 g SP-18/polybag 10 g SP-18/polybag 20 g SP-18/polybag 30 g SP-18/polybag 40 g SP-18/polybag 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 J u m la h d a u n MST 0 g SP-18/polybag 10 g SP-18/polybag 20 g SP-18/polybag 30 g SP-18/polybag 40 g SP-18/polybag

(30)

20

Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk serta Akar

Perlakuan pupuk fosfor tidak berpengaruh nyata terhadap peubah bobot basah dan bobot kering tajuk maupun akar rosela. Bobot basah tajuk berkisar antara 1293.3-1990.0 g dengan bobot kering tajuk seberat 268.6-416.7 g atau terjadi penurunan kadar air sebesar 76-79% dari bobot basah tajuk. Bobot kering akar berkisar antara 25.0%-30.1% dari bobot basah akar 83.3 g-128.3 g (Tabel 2).

Tabel 2. Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk serta Akar Tanaman Rosela pada Lima Taraf Pupuk Fosfor

Dosis SP-18 (g/polibag) Peubah Bobot Basah Tajuk Bobot Kering Tajuk Bobot Basah Akar Bobot Kering Akar ………..….. g …………... 0 1293.3 268.6 83.3 23.9 10 1305.0 311.2 83.3 24.0 20 1484.2 330.7 84.2 25.4 30 1473.3 307.3 91.7 26.3 40 1990.0 416.7 128.3 32.1

Rata-Rata Luas Per Daun

Rata-rata luas per daun pada berbagai taraf dosis pupuk fosfor disajikan pada Tabel 3. Rata-rata luas per daun yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh yang nyata. Rata-rata luas per daun berada antara 33.1-41.2 cm2.

Tabel 3. Rata-rata Luas Per Daun Rosela pada Lima Taraf Pupuk Fosfor Dosis SP-18 (g/polibag) Luas daun

……… cm2 ……… 0 33.1 10 34.2 20 35.2 30 35.4 40 41.2 Jumlah Kaliks

Jumlah kaliks rosela panen ke-1 hingga panen ke-4 maupun jumlah kaliks total tidak memberikan pengaruh nyata pada setiap taraf dosis pupuk fosfor.

(31)

Jumlah kaliks rosela mengalami peningkatan dari panen ke-1 hingga panen ke-3 kemudian mengalami penurunan pada panen ke-4. Total kaliks rosela yang dipanen selama empat kali panen berkisar antara 194-247 kaliks (Tabel 4).

Tabel 4. Jumlah Kaliks Rosela yang Dipanen pada Lima Taraf Pupuk Fosfor Dosis SP-18 (g/polibag) Panen

1 2 3 4 Total 0 13 46 109 31 199 10 14 50 101 29 194 20 15 50 121 29 215 30 24 63 95 37 219 40 17 59 129 42 247

Bobot Basah dan Bobot Kering Kaliks

Penambahan pupuk fosfor kepada tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot basah maupun bobot kering kaliks rosela pada empat kali pemanenan maupun pada total panen. Peningkatan bobot basah maupun bobot kering kaliks rosela terjadi mulai panen ke-1 hingga panen ke-3. Saat memasuki panen ke-4 bobot basah kaliks turun hingga 22.5% dari bobot basah kaliks panen ketiga sedangkan bobot kering kaliks panen ke-4 turun hingga 23,2% dari bobot kering panen ke-3 (Tabel 5).

Tabel 5. Bobot Basah dan Kering Kaliks Rosela pada Lima Taraf Pupuk Fosfor

Dosis SP-18 (g/polibag) Panen

1 2 3 4 Total

Bobot Basah Kaliks …………..……. g ……….

0 50.7 188.1 402.2 119.2 760.2 10 58.3 214.0 395.3 123.6 791.2 20 69.3 222.4 453.8 102.1 847.6 30 71.2 240.6 352.2 144.7 808.7 40 69.5 255.1 459.5 178.4 962.5 Bobot Kering Kaliks

0 3.7 13.9 34.1 10.0 61.8 10 4.4 15.3 34.5 11.6 65.9 20 5.2 17.5 37.2 8.6 68.5 30 5.5 17.7 28.2 12.3 63.6 40 5.2 20.2 39.4 15.8 80.6

(32)

22

Bobot Basah dan Bobot Kering Buah

Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan lima taraf pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot basah dan bobot kering buah dari empat kali panen maupun total panen. Total bobot basah buah berada antara 552.2 g sampai 677.1 g dengan total bobot kering buah berkisar antara 166.2 g sampai 225.7 g (Tabel 6).

Tabel 6. Bobot Basah dan Bobot Kering Buah Rosela pada Lima Taraf Pupuk Fosfor

Dosis SP-18 (g/polibag) Panen

1 2 3 4 Total Bobot Basah Buah …………..……. g ………….….

0 43.8 144.7 286.3 77.4 552.2 10 50.0 160.7 283.4 69.6 563.7 20 57.7 183.7 325.2 67.1 633.7 30 60.8 185.0 246.3 90.9 583.0 40 60.3 177.4 344.4 95.0 677.1 Bobot Kering Buah

0 10.8 42.7 97.4 15.3 166.2 10 11.4 49.6 96.8 18.5 176.4 20 13.1 52.3 106.3 15.3 187.0 30 14.2 61.3 85.3 21.4 182.2 40 14.0 57.7 126.1 28.0 225.7

Bobot Basah dan Bobot Kering Per Kaliks serta Per Buah

Perlakuan lima taraf pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot basah dan bobot kering per kaliks maupun bobot basah dan bobot kering per buah. Bobot kering per kaliks berkisar antara 7.9% sampai 8.4% dari bobot basah per kaliks sebesar 3.7 g hingga 4.1 g. Bobot kering per buah menyusut hingga 29.5% sampai 33.3% dari bobot basah buah 2.7 g sampai 3.0 g (Tabel 7).

(33)

Tabel 7. Bobot Basah dan Kering per Kaliks serta Bobot Basah dan Kering per Buah pada Lima Taraf Pupuk Fosfor

Dosis SP-18 (g/polibag) Peubah Bobot Basah per Kaliks Bobot Kering per Kaliks Bobot Basah per Buah Bobot Kering per Buah ………..… g ……..………..….. 0 3.8 0.3 2.8 0.8 10 4.1 0.3 2.9 0.9 20 4.0 0.3 3.0 0.9 30 3.7 0.3 2.7 0.8 40 3.9 0.3 2.7 0.9 Kandungan Antosianin

Kandungan antosianin merupakan hasil analisis kaliks rosela segar pada panen keempat. Dari hasil analisis diketahui pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan antosianin rosela. Pada penelitian ini kandungan antosianin rosela berkisar antara 0.31 – 0.39 mmol/g bobot basah kaliks (Tabel 8). Kandungan antosianin terbesar terdapat pada perlakuan 20 g SP-18/polibag meskipun tidak berbeda nyata.

Tabel 8. Kandungan Antosianin Kaliks Rosela pada Lima Taraf Pupuk Fosfor Dosis SP-18 (g/polibag) Kandungan antosianin

………mmol/g bobot basah kaliks………

0 0.31

10 0.38

20 0.39

30 0.33

(34)

24

Pembahasan

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam kehidupan dan perkembangbiakan suatu tanaman. Kedua proses ini dikendalikan oleh genotipe dan lingkungan, tingkat pengaruhnya tergantung pada karakteristik tanaman tersebut. Pertumbuhan ialah proses pembesaran dan pembelahan sel akibat adanya interaksi antara faktor genetik dengan unsur-unsur iklim, tanah dan biologis dari lingkungan (Gardner et al., 1991). Sitompul dan Guritno (1995) menambahkan pertumbuhan merupakan proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga yang menentukan hasil tanaman. Pertumbuhan tanaman terdiri dari dua fase yang berbeda yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Fase vegetatif terutama terjadi pada perkembangan akar, daun dan batang, sedangkan fase generatif terjadi pada pembentukan dan perkembangan kuncup bunga, buah dan biji (Harjadi, 1996).

Pada penelitian ini perlakuan pupuk fosfor pada taraf 0, 10, 20, 30, dan 40 g SP-18/polibag atau setara 0, 24, 36, dan 48 kg P2O5/ha dengan kandungan fosfor

di media tanam sangat tinggi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua peubah pertumbuhan vegetatif maupun generatif tanaman rosela. Hasil penelitian Machfud et al.(1998) menunjukkan bahwa penambahan pupuk fosfor hingga 56.25 kg P2O5/ha pada lahan yang beresidu fosfor tinggi sampai sangat

tinggi tidak memberikan pengaruh pada pertumbuhan, komponen hasil dan hasil kapas tumpangsari kedelai akibat residu fosfor tanah masih dapat diserap tanaman.

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Rosela

Pertambahan tinggi tanaman merupakan pertumbuhan ujung pucuk tumbuhan yang berhubungan dengan aktivitas maristematik di ujung batang dimana sel-sel baru untuk pertumbuhan apikal terbentuk dalam jaringan tersebut akibatnya pertumbuhan dapat cepat dan tinggi batang dapat bertambah beberapa sentimeter selama musim tumbuh (Tjitrosomo, 1984). Gardner et al. (1991) menambahkan pemanjangan ruas akibat meningkatnya jumlah sel dan meluasnya sel menyebabkan meningkatnya pertumbuhan tinggi batang. Pada penelitian ini

(35)

pertumbuhan tinggi tanaman tidak dipengaruhi secara nyata oleh lima taraf dosis pupuk fosfor. Hasil penelitian Komariah (2007) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk fosfor pada dosis 0 dan 75 kg P2O5/ha tidak berpengaruh nyata terhadap

tinggi tanaman jagung semi.

Pertambahan lebar diameter tajuk rosela lebih berhubungan dengan pertumbuhan cabang primer dan sekunder. Pertumbuhan diameter tajuk tanaman rosela meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah cabang primer maupun sekunder. Cabang primer yang muncul dari ketiak daun membentuk cabang-cabang sekunder sehingga terbentuk tajuk yang lebar. Pengamatan terhadap jumlah cabang primer maupun sekunder menunjukkan pertambahan setiap minggu, namun hasil analisis secara statistik tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata diantara lima taraf pupuk fosfor. Hasil penelitian Atmoko (2006) menunjukkan bahwa penambahan pupuk fosfor hingga 160 kg P2O5/ha

memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah cabang ubi jalar. Peningkatan jumlah cabang primer rosela setiap minggu diduga akibat meningkatnya tinggi batang tanaman. Semakin tinggi tanaman maka jumlah mata tunas yang membentuk cabang primer juga akan bertambah. Demikian pula jumlah cabang sekunder yang meningkat akibat perpanjangan cabang primer.

Seperti pada peubah pertumbuhan vegetatif yang lain yaitu tinggi tanaman, diameter tajuk dan jumlah cabang, pertumbuhan jumlah daun rosela saat berumur 3-11 MST mengalami peningkatan jumlah daun kemudian terjadi penurunan laju pertumbuhan ketika memasuki umur 12 MST. Menurut Gardner et al. (1991) setelah pembungaan pertumbuhan generatif berubah menjadi sangat kuat, yang membatasi pembagian hasil asimilasi untuk pertumbuhan daun, batang dan akar tambahan. Pertumbuhan buah menuntut nutrisi yang banyak menyebabkan terjadinya mobilisasi dan transport dari bagian vegetatif ke tempat perkembangan buah dan biji. Fosfor merupakan salah satu nutrisi yang mobile dalam jaringan tanaman, bila nutrisi ini dalam persediaan terbatas maka nutrisi ini ditranslokasikan dari daun tua ke daun muda atau buah yang sedang berkembang walaupun sumber dari tanah terganggu. Oleh karena itu, saat tanaman memasuki pertumbuhan buah terjadi penurunan aktivitas vegetatif diantaranya penurunan jumlah daun.

(36)

26

Daun ialah organ utama fotosíntesis pada tumbuhan tingkat tinggi. Permukaan luar daun yang luas memungkinkannya menangkap cahaya semaksimal mungkin sehingga proses fotosíntesis berlangsung optimal. Fotosintesis ialah proses perombakan karbondioksida dan air dibawah pengaruh cahaya menjadi persenyawaan organik yang berisi karbon dan kaya energi (Harjadi, 1996). Perluasan daun yang cepat dapat memaksimalkan penyerapan cahaya dan asimilasi sehingga total produksi bahan kering meningkat (Gardner et

al., 1991). Humphries dan Wheeler dalam Gardner et al. (1991) melaporkan, lebar

daun dan luas daun dipengaruhi secara nyata oleh pemupukan nitrogen.

Peubah bobot basah maupun bobot kering tanaman berguna untuk mengukur kemampuan tanaman sebagai penghasil fotosintat karena sedikitnya 90% bahan kering tanaman adalah hasil fotosintesis (Goldsworthy dan Fisher, 1992). Sugito (1994) menyatakan semakin meningkatnya sumber karbohidrat yang dihasilkan daun mengakibatkan sistem perakaran terbentuk lebih luas dan struktur vegetatif yang lebih besar sehingga pertumbuhan tajuk biasanya sebanding dengan pertumbuhan akar. Pada penelitian ini bobot basah dan bobot kering tajuk maupun akar meningkat seiring dengan penambahan pupuk fosfor, namun tidak memberikan pengaruh nyata. Hal ini berarti penambahan pupuk fosfor hingga dosis 40 g SP-18/polibag belum mampu menghasilkan fotosintat baru yang lebih efisien dan memindahkan lebih banyak fotosintat ke akar untuk mempertahankan laju penyerapan hara.

Meningkatnya pertumbuhan tinggi tanaman, diameter tajuk, jumlah cabang, jumlah daun, luas daun, maupun bobot tajuk akar yang termasuk peubah-peubah vegetatif tanaman rosela ialah hasil dari aktivitas pembelahan sel dan pemanjangan sel yang merupakan pertumbuhan diatas tanah. Menurut Soepardi (1983) pertumbuhan diatas tanah sebagian besar dirangsang oleh ketersediaan nitrogen. Ketersediaan nitrogen pada media tanam cukup (0.28%). Foth (1988) menyatakan bahwa amonium dan nitrat (bentuk tersedia nitrogen) relatif tetap tersedia untuk digunakan tanaman, sedangkan fosfor lebih lambat tersedia bagi tanaman.

Menurut Harjadi (1996) pada pH 5-7 fosfor berada pada keadaan paling tersedia. Ketersediaan fosfor menurun sejalan dengan menurunnya pH tanah,

(37)

dimana pada tanah masam umumnya ketersediaan unsur Al, Fe dan Mn larut lebih besar sehingga cenderung mengikat H2PO4-. Reaksi antara Al, Fe dan Mn dengan

H2PO4- menyebabkan fosfor tidak larut dan menjadi tidak tersedia bagi tanaman

(Soepardi, 1983). Masamnya media tanam (pH 5,2) diduga menghambat serapan pupuk fosfor sehingga hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan tanaman, sisanya terfiksasi meskipun lambat laun dapat dimanfaatkan tanaman berikutnya.

Pertumbuhan Generatif Tanaman Rosela

Pada pengamatan peubah generatif, penambahan pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah kaliks rosela. Jumlah kaliks rosela mengalami peningkatan mulai dari panen ke-1 hingga panen ke-3, namun memasuki panen ke-4 terjadi penurunan jumlah kaliks yang hampir sebanding dengan pertambahannya. Penurunan jumlah kaliks ini diakibatkan sebagian kaliks mengalami kerontokan akibat adanya persaingan internal sehingga hanya beberapa kaliks saja yang mampu berkembang. Goswami dan Dayal dalam Goldsworty dan Fisher (1992) menyatakan hanya 10-35 % kuncup bunga kapas membentuk buah dan kira-kira setengah dari buah yang terbentuk rontok. Perontokan yang berat dimulai bila kebutuhanya melebihi penyediaan karbohidrat. Ketersediaan karbohidrat yang menurun sejalan menuanya tanaman rosela diduga mengakibatkan pada panen ke-4 jumlah kaliks yang dipanen menurun.

Buah dan kaliks rosela yang berdaging ialah hasil dari pertumbuhan generatif dimana pada fase ini tanaman menyimpan sebagian karbohidrat yang dibentuknya. Tidak semua karbohidrat hasil fotosintesis digunakan untuk perkembangan batang dan daun, sebagian disisakan untuk perkembangan bunga dan buah (Harjadi, 1996). Penimbunan karbohidrat tersebut menyebabkan bobot kaliks dan buah rosela bertambah. Pada penelitian ini bobot kaliks dan buah rosela dipengaruhi oleh jumlah kaliks yang dipanen. Peningkatan bobot kaliks dan buah meningkat seiring peningkatan jumlah kaliks maupun sebaliknya.

Pengukuran kandungan antosianin rosela tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada lima taraf pupuk fosfor. Kandungan antosianin rosela meningkat hingga perlakuan 20 g SP-18/polibag lalu menurun seiring penambahan pupuk fosfor, meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Hasil

(38)

28

penelitian Tripatmasari (2008) menunjukkan bahwa pemupukan dengan kotoran sapi dan atau NPK (100 kg SP-36 kg/ha) tidak nyata meningkatkan kandungan antosianin daun dewa. Mualim (2009) menambahkan rata-rata produksi antosianin kolesom nyata tertinggi pada pemupukan PK dan terendah pada pemupukan NP (100 kg SP-36/ha) tetapi pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan antosianinnya. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan pigmen antosianin dapat diturunkan atau ditingkatkan oleh hari panjang tergantung pada spesies, cahaya matahari juga memacu sintesis antosianin pada organ yang sedikit atau sama sekali tidak melakukan proses fotosintesis, yakni di daun saat musim gugur dan daun mahkota bunga, hal tersebut diduga menyebabkan pupuk fosfor tidak mempengaruhi kandungan antosianin rosela.

Penambahan fosfor ke media tanam melalui pemupukan diharapkan membantu pertumbuhan generatif tanaman karena fosfor berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk energi baik penyimpanan maupun peredarannya keseluruh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP, merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar, mempercepat kematangan dan produksi buah serta biji (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Penambahan pupuk fosfor hingga dosis 40 g SP-18/polibag (266 kg SP-18/ha) dengan kandungan P2O5 sebesar 48 kg/ha sudah

cukup tinggi, sehingga penambahan pupuk fosfor pada media tanam dengan status dan ketersediaan fosfor sangat tinggi (283 ppm) tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela.

(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan pupuk fosfor dengan dosis 0, 10, 20, 30 dan 40 g SP-18/polibag tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela. Status hara fosfor di media tanam sangat tinggi yaitu 283 ppm, sehingga penambahan pupuk fosfor sampai dengan 40 g SP-18/polibag tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela dengan kandungan antosianin berkisar 0.31-0.39 mmol/g bobot basah kaliks.

Saran

Pada kondisi media tanam dengan kandungan fosfor tinggi tidak perlu dilakukan pemupukan fosfor. Analisis terhadap media tanam sebaiknya dilakukan sebelum penanaman sehingga dapat diperkirakan dosis pupuk yang tepat.

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, S. and H.A.M. V. D. Vossen. 2003. Fibre plants. Prosea (17):162-167. Atmoko, W. 2006. Respon Ubijalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) Varietas

Shiroyutaka terhadap Pemupukan Fosfor dan Pemangkasan Di Bawah Naungan Kelapa Sawit Produktif. Skripsi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 75 hal.

Departemen Kesehatan. 2007. Tanaman Obat Asli Milik Masyarakat Bangsa dan Negara RI. www.bmf.litbang.depkes.go.id. [16 November 2008].

Departemen Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. 39 hal.

Dinas Pertanian Jawa Timur. 2007. Bertanam Rosela. www.roselakita.blogspot.com. [16 November 2008].

Foth, H. D. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. E. D. Purbayanti, D. R. Lukiwati dan R. Trimulatsih (Penerjemah). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 762 hal. Terjemahan dari: Fundamentals of Soil Science.

Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. H. Susilo (Penerjemah). UI-Press. Jakarta. 428 hal. Terjemahan dari : Physiology of Crop Plants.

Goldsworthy, P. R. dan N. M. Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Tohari (Penerjemah). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 874 hal. Terjemahan dari : The Physiology of Tropical Field Crops.

Harborne J. B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. K. Padmawinata dan Iwang Soediro (Penerjemah). Penerbit ITB. Bandung. 354 hal.

Harjadi, S. S. 1996. Pengantar Agronomi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 191 hal.

Jeppsson, N. 2000. The effects of fertilizer rate on vegetative growth, yield and fruit quality, with special respect to pigments, in black chokeberry (Aronia

melanocarpa) cv. ‘Viking'. Scientia Horticulturae 83: 127-137.

Khosravi, H. M., B. A. J. Khanabadi, M. A. Ardekani, F. Fathehi, and M. N. Shadkam. 2009. The effects of sour tea (Hibiscus sabdariffa) on hypertension in patients with type II diabetes. Journal of Human Hypertension 23:48-54.

(41)

Komariah. 2007. Pengaruh pemupukan nitrogen, fosfor dan kalium terhadap produksi dan kualitas jagung semi (Zea mays L.) Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 52 hal.

Leiwakabessy, F. M. dan A. Sutandi. 2004. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 208 hal.

Loebis, A. 1970. Pengantar Bertjotjok Tanam Rosela. CV Yasaguna. Djakarta. 115 hal.

Machfud, M, M. Sahid, dan F. T. Kadarwati. 1998. Pemupukan P kapas yang ditumpangsarikan dengan kedelai di lahan sawah. Prosiding Diskusi Kapas Nasional. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat. Malang. Vol. II:135-139.

Mardiah, S. Hasibuan, A. Rahayu, dan R. W. Ashadi. 2009. Budidaya dan Pengolahan Rosela Si Merah Segudang Manfaat. Agromedia Pustaka. Jakarta. 98 hal.

Marsono dan P. Sigit. 2001. Pupuk Akar Jenis dan Aplikasinya. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 hal.

Morton, J. 1987. Roselle, In: Fruits of Warm Climates. Florida. p 281-286.

Mualim, L. 2009. Kajian pemupukan NPK dan jarak tanam pada produksi antosianin daun kolesom. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 70 hal.

Partohardjono, I. M. dan Syarifuddin K. 1991. Fosfor, Peran dan Penggunaannya dalam Bidang Pertanian. PT Petrokimia Gresik dan Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. 34 hal.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi Edisi Keenam. K. Padmawinata (Penerjemah). ITB Bandung. Bandung. 367 hal.

Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. D. R. Lukman dan Sumaryono (Penerjemah). ITB Bandung. Bandung. 343 hal. Terjemahan dari: Plant Physiology.

Sastrahidayat, I. R. dan Soemarno, D. S. 1991. Budidaya Berbagai Jenis Tanaman Tropika. Usaha Nasional. Surabaya. 524 hal.

Sitompul. S. M. dan B Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 412 hal

(42)

32

Sugito, Y. 1994. Dasar-Dasar Agronomi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 220 hal.

Sutedjo, M. M. 1994. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. 176 hal. Tsai, P. J., J. McIntosh, P. Pearce, Blake Camden, and B. R. Jordan. 2002. Anthocyanin and anthioxydant capacity in roselle (Hibiscus sabdariffa L.) extract. Food Research International 35:351-356.

Team IPB dan Direktorat Djendral Perkebunan Rakjat. 1968. Survey Tanaman Serat Bahan Pengepak. IPB. Bogor. 30 hal.

Tjitrosomo, S. S. 1984. Botani Umum 1. Angkasa. Bandung. 255 hal.

Tripatmasari. M. 2008. Pengaruh pemupukan dan waktu pemanenan terhadap produksi antosianin daun dan kuersetin umbi tanaman daun dewa (Gynura

pseudochina). Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Bogor. 56 hal.

Vickery, M and B. Vickery. 1981. Secondary Plant Metabolism. The Macmillan Press. London. 335 p.

(43)
(44)

33

Tabel Lampiran 1. Data Klimatologi Bulan Februari – Juni 2009

Bulan Temperatur (⁰C) Kelembaban (%) Curah Hujan (mm)

Februari 25.1 88 305.3

Maret 25.8 82 261.1

April 26.2 82 259.9

Mei 26.1 85 570.6

Juni 26.1 83 338.0

Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Besar Wilayah II Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor (2009)

(45)

Tabel Lampiran 2. Data Analisis Media Tanam

Tekstur pH Bahan organik HCl 25%

Kadar air Pasir Debu Liat H2O KCl C N C/N P2O5 K2O

Olsen P2O5

…...%…… ….%…. ..mg/100g.. .ppm.

1 16 83 5.2 4.8 2.71 0.28 10 228 272 283 6.53 Sumber : Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Departemen Pertanian (2009)

Kriteria Penilaian Sifat-Sifat Kimia Tanah menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) Sifat Tanah

Penilaian Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi C - Organik (%) <1.00 1.00 - 2.00 2.01 - 3.00 3.01 - 5.00 > 5.00 N- Total (%) <0.10 0.10 - 0.20 0.21-0.50 0.51-0.75 > 0.75 C/N <5.0 5.0-10.0 11.0-15.0 16.0-25.0 > 25.0 P2O5 HCl 25% (ppm) <15.0 15.0-20.0 21.0-40.0 41.0-60.0 > 60.0 P2O5 Bray 1 (ppm) <4.0 4.0-7.0 8.0-10.0 11.0-15.0 > 15.0 P2O5 Olsen (ppm) <10.0 10.0-25.0 26.0-45.0 46.0-60.0 > 60.0 K2O.HCl 25% <10.0 10.0-20.0 21.0-40.0 41.0-60.0 > 60.0 KTK (me/100 g) <5.0 5.0-10.0 11.0-20.0 21.0-40.0 > 40.0

Basa-Basa dapat Ditukar

K <0. 1 0.1-0.3 0.4-0.5 0.6-1.0 > 1.0 Mg <0.3 0.3-1.0 1.1-2.0 2.1-8.0 > 8.0 Ca <2.0 2.0-5.0 6.0-10.0 11.0-20.0 > 20.0 Na <0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 > 1.0 KB (%) <20.0 20.0-40.0 41.0-60.0 61.0-80.0 > 80.0 Kej. Al (me/100 g) <5.0 5.0-10.0 11.0-20.0 21.0-40.0 > 40.0

Reaksi Tanah (pH H2O) Sangat Masam Masam Agak

Masam Netral

Agak

Alkalis Alkalis < 4.5 4.5-5.5 5.6-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 > 8.5

(46)

35

Tabel Lampiran 3. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST

Tabel Lampiran 4. Data Pertumbuhan Diameter Tajuk Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST

Dosis SP-18 (g/polibag) MST 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 ……….…….cm………...………...………. 0 11.3 27.0 35.9 48.4 65.0 80.8 91.7 104.3 112.3 119.7 122.7 114.3 118.0 116.7 120.0 10 11.4 28.0 35.9 48.5 63.3 73.0 91.6 104.5 112.7 120.0 123.5 118.3 121.8 122.2 124.0 20 12.4 28.3 36.3 48.8 63.8 79.7 92.5 106.3 116.3 119.0 124.5 124.3 122.5 122.5 123.6 30 12.9 28.3 36.6 50.5 68.7 79.8 87.3 98.5 104.8 109.2 120.1 123.0 120.7 122.8 124.3 40 13.4 30.5 41.6 60.3 79.3 91.3 104.7 116.1 126.8 140.7 143.5 142.2 145.8 145.2 140.2 Dosis SP-18 (g/polibag) MST 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 ………...……….…..…….cm………...………. 0 8.7 18.7 23.5 37.8 50.1 68.3 81.6 100.7 113.3 117.7 121.9 122.4 124.4 127.3 136.2 10 8.9 19.2 23.3 36.1 51.8 68.4 80.2 101.3 113.5 117.5 122.1 124.5 125.8 129.8 137.0 20 9.3 19.5 24.8 36.7 52.1 68.7 83.6 101.4 113.5 117.5 122.5 125.5 126.7 132.0 139.0 30 9.8 19.5 25.2 38.4 53.4 68.9 83.8 102.2 116.2 120.2 121.2 125.7 126.6 131.2 138.2 40 10.9 21.0 26.3 41.6 54.3 69.0 87.3 106.1 122.7 127.3 130.0 131.8 135.2 138.5 147.8 3

(47)

Tabel Lampiran 5. Data Pertumbuhan Jumlah Cabang Primer Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST Dosis SP-18 (g/polibag) MST 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 ……… cabang ……...………. 0 4 7 10 14 17 18 22 23 27 28 28 29 29 30 32 10 4 7 10 14 16 18 20 24 27 27 28 28 29 29 30 20 4 7 10 14 16 18 22 24 27 27 29 29 29 31 33 30 4 8 10 14 16 19 22 25 28 28 29 30 30 31 32 40 4 8 11 15 17 19 22 26 29 31 32 32 33 33 34 Tabel Lampiran 6. Data Pertumbuhan Jumlah Cabang Sekunder Tanaman Rosela pada Umur 5-17 MST

Dosis SP-18 (g/polibag) MST 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 ……….…..……… cabang …………..………. 0 1 14 36 54 79 102 105 138 127 133 136 154 163 10 2 13 35 53 72 90 108 127 128 140 133 151 142 20 0 13 36 53 72 90 111 132 142 143 134 158 163 30 2 19 42 57 75 97 115 135 144 148 136 160 158 40 2 22 48 70 92 143 169 174 191 196 197 197 198 3

(48)

37

Tabel Lampiran 7. Data Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST Dosis SP-18 (g/polybag) MST 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 0 10 30 51 117 165 211 296 461 567 512 556 559 580 705 938 10 9 30 44 90 173 252 302 453 503 509 583 587 584 637 840 20 11 31 53 81 176 254 303 460 529 549 588 608 589 651 972 30 11 31 53 116 187 273 381 481 537 605 613 637 615 745 1005 40 12 33 56 137 225 306 430 575 727 783 771 914 843 923 1180 3

(49)

Tabel Lampiran 8. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Rosela Umur 3-17 MST Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Pr KK (%) 3 MST Perlakuan 4 9.31 2.33 0.40 0.80 25.16 Galat 10 57.50 5.75 Total 14 66.81 4 MST Perlakuan 4 9.27 2.32 0.23 0.91 16.18 Galat 10 100.39 10.04 Total 14 109.66 5 MST Perlakuan 4 18.72 4.68 0.27 0.89 16.92 Galat 10 172.98 17.30 Total 14 191.69 6 MST Perlakuan 4 54.71 13.68 0.47 0.76 14.23 Galat 10 293.96 29.40 Total 14 348.67 7 MST Perlakuan 4 31.35 7.84 0.23 0.92 11.21 Galat 10 344.10 34.41 Total 14 375.44 8 MST Perlakuan 4 1.04 0.26 0.00 1.00 13.12 Galat 10 811.16 81.12 Total 14 812.20 9 MST Perlakuan 4 87.29 21.82 0.09 0.98 18.38 Galat 10 2342.99 234.30 Total 14 2430.28 10 MST Perlakuan 4 56.22 14.05 0.04 1.00 18.11 Galat 10 3435.05 343.51 Total 14 3491.27 11 MST Perlakuan 4 191.83 47.96 0.11 0.98 17.94 Galat 10 4316.13 431.61 Total 14 4507.96

Gambar

Gambar 6. memperlihatkan bahwa jumlah cabang primer meningkat setiap  minggu.  Namun  hasil  analisis  menunjukkan  bahwa  perlakuan  pupuk  fosfor tidak  memberikan  pengaruh  nyata  terhadap  pertumbuhan  cabang  primer  rosela

Referensi

Dokumen terkait

Tindakan kekerasan merupakan suatu aktivitas kelompok atau individu, yang disebut kekerasan individu atau kolektif, istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan perilaku baik

Populasi dalam penelitian ini adalah warga lansia yang menderita hipertensi di Panti Sasana Tresna Werdha Jelambar Jakarta Barat sebanyak 30 orang... menjadikan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja aparat bidang pelayanan pada Pengadilan Negeri Yogyakarta.. Analisis kinerja aparat bidang pelayanan yang diteliti

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan peningkatan keterampilan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran dan mendeskripsikan peningkatan hasil belajar IPS materi

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu : “Bagaimana hubungan antara motivasi dengan efikasi diri pada pasien post stroke

Sampai saat ini manajemen pengelola wakaf di Kabupaten Aceh Utara masih sangat memperihatinkan karena Nadzir yang tidak professional maka akibatnya banyak harta

lainnya menginginkan negara yang bersistem hukum Eropa yang, karena keragaman hukum rakyat tak terumus secara eksplisit itu, alasanya adalah sistem

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa penambahan minyak atsiri jahe merah pada edible coating yang diaplikasikan pada fillet ikan patin