• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kondisi Geografis dan Kependudukan

Kelurahan Batang Arau termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Kecamatan Padang Selatan terbentang seluas 10,03 Km2 antara 00 58’ LS dan 1000 21’’ 11’ BT (BPS 2010). Luas Kelurahan Batang Arau adalah 0,34 Km2. Batas wilayah Kelurahan Batang Arau sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Padang Barat dan Kecamatan Padang Timur, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Begalung, dan sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia (Lampiran 1).

Dilihat dari aspek kependudukan, data dari Kelurahan Batang Arau menunjukkan jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah 4.500 jiwa yang terdiri dari 2.266 laki-laki dan 2.280 perempuan. Pekerjaan masyarakat Kelurahan Batang Arau mayoritas sebagai nelayan, yaitu sejumlah 852 jiwa dengan perincian 425 orang buruh nelayan dan 427 orang nelayan pemilik. Selain itu, pekerjaan lain warga Kelurahan Batang Arau adalah berdagang (325 jiwa), PNS (52 jiwa), TNI/Polri (12 jiwa), swasta (115 orang), dan pengangguran (429 jiwa).

Agama yang dianut oleh penduduk Kelurahan Batang Arau cukup beragam, mulai dari Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Terdapat satu masjid sebagai rumah ibadah umat Islam dan satu pengajian perempuan yang diselenggarakan di masing-masing RW setiap minggu. Kegiatan warga lainnya adalah Siskamling, Posyandu, Klub Voli, Klub Sepakbola, Arisan, dan Wirid di masjid setempat.

Karakteristik Keluarga Status Usaha Nelayan

Contoh yang dipilih dalam penelitian ini adalah keluarga nelayan dengan kategori status usaha yang berbeda. Separuh dari keluarga (50,0%) adalah nelayan pemilik dan separuh lainnya (50,0%) adalah buruh nelayan. Seluruh contoh berasal dari Suku Minangkabau.

(2)

Umur Suami dan Istri

Berdasarkan kategori umur, secara umum lebih dari separuh keluarga nelayan (60,0%) berada pada pada kategori dewasa madya. Rata-rata umur nelayan pemilik (49,7) lebih besar daripada rata-rata umur nelayan buruh (39,3). Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara umur nelayan buruh dan nelayan pemilik. Hal ini dikarenakan nelayan yang berprofesi sebagai buruh cenderung lebih muda daripada yang menjadi nelayan pemilik (Tabel 2).

Tabel 2 Sebaran keluarga berdasarkan umur suami

Umur suami Pemilik Buruh Total

n % n % n % Dewasa muda 3 10,0 18 60,0 21 35,0 Dewasa madya 24 80,0 12 40,0 36 60,0 Dewasa tua 3 10,0 0 0,0 3 5,0 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0 Min-maks (tahun) 37-70 29-49 29-70 Rataan ± SD (tahun) 49,7 ± 8,3 39,3 ± 6,0 44,5 ± 8,9 p-value 0,000**

Keterangan : **=signifikan pada selang kepercayaan 99%

Berdasarkan pengategorian yang sama dengan variabel umur suami, secara keseluruhan, separuh (50,0%) dari istri nelayan berada pada kategori umur dewasa muda. Hampir tiga perempat (70,0%) istri buruh nelayan berada pada kategori dewasa muda. Sementara itu, lebih dari separuh istri nelayan pemilik berada pada kategori dewasa madya (63,3%). Terdapat perbedaan yang signifikan antara umur istri nelayan buruh dengan istri nelayan pemilik. Hal ini bermakna bahwa istri nelayan buruh cenderung lebih muda daripada istri nelayan pemilik (Tabel 3).

Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan umur istri

Umur istri Pemilik Buruh Total

n % n % n % Dewasa muda 9 30,0 21 70,0 30 50,0 Dewasa madya 19 63,3 9 30,0 28 46,7 Dewasa tua 2 6,7 0 0,0 2 3,3 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0 Min-maks (tahun) 27-61 27-46 27-61 Rataan ± SD (tahun) 44,7 ± 8,0 35,9 ± 6,5 40,3 ± 8,5 p-value 0,000**

(3)

Pendidikan Suami dan Istri

Pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan. Tabel 4 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, kurang dari separuh suami (38,3%) berada pada kategori lama pendidikan 7-9 tahun. Hal ini berarti kurang dari separuh suami menamatkan pendidikan hingga sekolah menengah pertama (SMP).

Suami yang bekerja sebagai buruh nelayan memiliki rata-rata lama pendidikan sebesar 9,13 tahun. Lebih dari separuh (56,7%) buruh nelayan berada pada kategori lama pendidikan 7-9 tahun (SMP). Sementara itu, separuh (50%) dari suami yang bekerja sebagai nelayan pemilik menyebar pada kategori lama pendidikan ≤6 tahun. Hal ini berarti separuh dari nelayan pemilik hanya menamatkan pendidikan hingga sekolah dasar (SD).

Tidak terdapat suami yang bersekolah hingga jenjang perguruan tinggi. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan nelayan pemilik dan nelayan buruh karena pendidikan nelayan buruh hampir sama tinggi dengan nelayan pemilik (Tabel 4).

Tabel 4 Sebaran keluarga berdasarkan pendidikan suami

Pendidikan suami Pemilik Buruh Total

n % n % n %

SD/sederajat (≤6 tahun) 15 50.0 5 16,7 20 33,3

SMP/sederajat (7-9 tahun) 6 20.0 17 56,7 23 38,4

SMA/sederajat (10-12 tahun) 9 30.0 8 26,3 17 28,3

Perguruan tinggi (>12 tahun) 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Total 30 100.0 30 100,0 60 100,0

Min-maks (tahun) 0-12 6-12 0-12

Rataan ± SD (tahun) 8.0 ± 3.0 9,1 ± 2.0 8,6 ± 2,6

p-value 0,118

Berdasarkan pengategorian yang sama dengan variabel pendidikan suami, pendidikan istri nelayan berada pada rentang 0 sampai 12 tahun. Hampir separuh (48,3%) dari istri nelayan memiliki kategori pendidikan pada rentang ≤6 tahun atau setara dengan SD. Sebanyak 56,7 persen istri buruh nelayan berada pada kategori pendidikan 7-9 tahun. Hal ini berarti bahwa lebih dari separuh istri buruh nelayan telah menamatkan pendidikan hingga SMP.

Lama pendidikan istri nelayan pemilik berada pada rentang 0-12 tahun dan lebih dari separuhnya (53,3%) menyebar terbanyak pada kategori ≤6 tahun. Hal

(4)

ini berarti bahwa lebih dari separuh istri nelayan pemilik hanya menamatkan pendidikan hingga SD. Tidak terdapat istri nelayan yang bersekolah hingga jenjang perguruan tinggi. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan istri nelayan buruh dan nelayan pemilik karena tingkat pendidikan istri nelayan pemilik hampir setara dengan istri nelayan buruh (Tabel 5).

Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan pendidikan istri

Pendidikan istri Pemilik Buruh Total

n % n % n %

SD/sederajat (≤6 tahun) 16 53,3 13 43,3 29 48,3

SMP/sederajat (7-9 tahun) 9 30,0 17 56,7 26 43,3

SMA/sederajat (10-12 tahun) 5 16,7 0 0,0 5 8,4

Perguruan tinggi (>12 tahun) 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Min-maks (tahun) 0-12 6-9 0-12

Rataan ± SD (tahun) 7,3 ± 3.0 7,6 ± 1,5 7,5 ± 2,4

p-value 0,635

Pekerjaan Istri

Istri yang bekerja akan mampu membantu perekonomian keluarga. Secara keseluruhan, sebanyak hampir tiga perempat istri nelayan (30,0%) tidak bekerja, sisanya memiliki pekerjaan dan penghasilan sendiri, yaitu pembantu rumah tangga (40,0%) dan pedagang (30,0%). Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara istri nelayan pemilik dan nelayan buruh dalam hal pekerjaan. Sebagian besar (86,7%) persen istri buruh nelayan bekerja dan lebih dari separuh (53,30%) istri nelayan pemilik tidak bekerja. Istri nelayan pemilik yang bekerja hanya sebesar 53,3 persen dan sisanya tidak bekerja (Tabel 6).

Tabel 6 Sebaran keluarga berdasarkan pekerjaan istri

Jenis Pekerjaan Pemilik Buruh Total

n % n % n %

Tidak Bekerja 16 53,3 2 6,7 18 30,0

Pembantu Rumah Tangga 8 26,7 15 50,0 24 40,0

Pedagang 6 20,0 13 43,3 18 30,0

Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Besar Keluarga

Besar keluarga adalah jumlah seluruh anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan orang tua. Besar keluarga dikategorikan menjadi keluarga kecil (jumlah anggota keluarga lebih kecil atau sama dengan empat orang), keluarga

(5)

sedang (jumlah anggota keluarga antara lima sampai enam orang), dan keluarga besar (jumlah anggota keluarga lebih besar atau sama dengan tujuh orang).

Berdasarkan pengamatan di lapangan, diketahui bahwa besar keluarga nelayan berada pada kategori keluarga sedang. Tabel 7 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, lebih dari separuh keluarga nelayan (60,0%) berada pada kategori keluarga sedang (5-6 orang). Besar keluarga terkecil adalah tiga orang dan besar keluarga terbesar adalah sembilan orang.

Sebagian besar keluarga buruh nelayan (70,0%) berada pada kategori keluarga sedang dengan rentang antara empat orang hingga delapan orang. Sementara itu, separuh contoh (50,0%) dari kalangan nelayan pemilik berada pada kategori besar keluarga sedang dengan jumlah anggota paling sedikit tiga orang dan paling banyak sembilan orang. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara besar keluarga nelayan pemilik dengan nelayan buruh.

Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga

Besar Keluarga Pemilik Buruh Total

n % n % n %

Keluarga kecil (≤ 4 orang) 9 30,0 3 10,0 12 20,0

Keluarga sedang (5-6 orang) 15 50,0 21 70,0 36 60,0

Keluarga besar (≥ 7 orang) 6 20,0 6 20,0 12 20,0

Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Min-maks (orang) 3-9 4-8 3-9

Rataan± SD (orang) 5,4 ± 1,6 5,6 ± 1,0 5,5 ± 1,1

p-value 0,495

Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga diperoleh dari jumlah pendapatan yang diperoleh suami dan istri per bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh nelayan pemilik dan lebih dari separuh nelayan buruh berada pada kategori pendapatan antara satu hingga dua juta rupiah per bulan. Rataan pendapatan keluarga nelayan pemilik lebih tinggi daripada nelayan buruh. Meskipun demikian, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan keluarga nelayan pemilik dan nelayan buruh (Tabel 8).

(6)

Tabel 8 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per bulan Pendapatan keluarga

(Rp/bulan)

Pemilik Buruh Total

n % n % n % 0-1.000.000 3 10,0 1 3,3 4 6,7 1.000.001-2.000.000 11 36,7 18 60,0 29 48,3 2.000.001-3.000.000 6 20,0 11 36,7 17 28,3 3.000.001-4.000.000 2 6,7 0 0,0 2 3,3 4.000.001-5.000.000 1 3,3 0 0,0 1 1,7 5.000.001-6.000.000 1 3,3 0 0,0 1 1,7 6.000.001-7.000.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 7.000.001-8.000.000 6 20,0 0 0,0 6 10,0 Total 30 100,0 30 100,0 55 100,0 Min-maks (Rp) 1.000.000-8.000.000 800.000-2.600.000 800.000-8.000.000 Rataan (Rp) ± SD 2.394.400±1.679.482 1.936.667±408.937,5 2.144.727±1.181.670 p-value 0,195

Tabel 9 menunjukkan bahwa dalam keluarga nelayan, dominasi suami dalam hal pendapatan masih tinggi. Suami berkontribusi sebesar 85,9 persen sementara istri hanya berkontribusi sebesar 14,1 persen. Hal ini dikarenakan hanya terdapat sedikit istri yang bekerja di luar rumah untuk menghasilkan pendapatan tambahan. Pendapatan istri nelayan pemilik relatif lebih tinggi daripada istri nelayan buruh. Hal ini menunjukkan bahwa istri nelayan buruh yang bekerja di luar rumah dituntut oleh tekanan ekonomi yang membuatnya harus mencari pendapatan tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hasil pengamatan di lapangan juga mendukung hal ini. Istri buruh nelayan bekerja tidak semata-mata untuk mengaktualisasikan diri, tapi cenderung karena dituntut tekanan ekonomi.

Tabel 9 Sebaran rataan pendapatan keluarga berdasarkan sumber

Sumber Pemilik Buruh Total

Rp/bulan % Rp/bulan % Rp/bulan %

Suami 3.777.000,0 89,3 1.520.000,0 78,5 2.648.500,0 85,9

Istri 451.666,67 10,7 416.666,7 21,5 434.166,7 14,1

Total 4.228.666,7 100,0 1.936.666,7 100,0 3.082.666,7 100,0

Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita per bulan diperoleh dari hasil pembagian antara pendapatan total keluarga per bulan dengan jumlah anggota keluarga. Pendapatan keluarga perkapita per bulan dikategorikan berdasarkan garis kemiskinan Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan, lebih dari separuh keluarga nelayan (56,7%) berada pada kategori

(7)

hampir miskin, dengan perincian lebih dari tiga perempat keluarga buruh nelayan (76,7%), dan hampir separuh keluarga nelayan pemilik (36,7%) terkategori hampir miskin dengan rentang antara Rp160.000,00/kapita/bulan sampai Rp7.666.666,66/kapita/bulan dan rata-rata sebesar Rp638.392,62/kapita/bulan. Lebih dari seperempat keluarga contoh (26,7%) berada pada kategori miskin yaitu kurang dari Rp306.108,00/kapita/bulan (Tabel 10).

Tabel 10 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan perkapita Pendapatan perkapita

(Rp/bulan)

Pemilik Buruh Total

n % n % n % Miskin (< 306.108) 9 30,0 7 23,3 16 26.7 Hampir Miskin (306.109-612.216) 11 36,7 23 76,7 34 56.7 Menengah ke atas (>612.217) 10 33,3 0 0,0 10 16.6 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0 Min-maks (Rp) 166.666,0-7.666.666,0 160.000,0-475.000,0 160.000,0-7.666.666,0 Rataan (Rp) ± SD 924.868,7± 1.476.836,4 351.916,5± 739.769,9 638.392,6± 1.076.217,3 p-value 0,018*

Keterangan : * =signifikan pada selang kepercayaan 95%

Aset dan Status Kepemilikan Aset Keluarga

Aset dalam penelitian ini adalah sumberdaya materi milik keluarga yang mempunyai nilai ekonomi. Aset yang dimiliki keluarga nelayan terdiri dari alat transportasi, alat tangkap, barang berharga, barang elektronik, dan tabungan (Tabel 11). Status kepemilikan aset keluarga dikategorikan menjadi milik istri, milik suami, dan milik bersama (Tabel 12).

Hanya nelayan pemilik yang memiliki alat transportasi sendiri untuk melaut. Sebanyak 6,7 persen nelayan mempunyai kapal motor ukuran sedang atau disebut sebagai kapal tonda untuk melaut. Nelayan dengan kapal jenis ini melaut sebanyak dua trip dalam satu bulan. Satu trip melaut memerlukan waktu dua minggu untuk musim banyak ikan. Beberapa hari istirahat di darat, lalu minggu berikutnya melayar lagi selama dua minggu. Apabila dalam kondisi musim biasa, nelayan dengan kapal tonda hanya melaut satu trip dalam sebulan. Apabila musim paceklik atau hujan badai yang parah, nelayan memilih untuk tidak melaut dengan kapal tonda.

Kapal tonda yang berukuran sedang ini memerlukan anak buah kapal (ABK) sekitar 13 orang sampai 15 orang, ditambah satu orang kapten dan satu orang

(8)

navigator. Oleh sebab itu, nelayan pemilik membutuhkan nelayan buruh sebagai pekerja ABK di kapal tonda. Pembagian hasil dalam pelayaran ini adalah satu bagian untuk buruh, dua bagian untuk kapten (pemilik kapal) dan dua bagian untuk navigator. Jenis ikan yang ditangkap dengan menggunakan armada ini biasanya ikan-ikan besar seperti tuna, cakalang, tongkol, kakap, tenggiri, layur, dan sisik yang diburu hingga Kepulauan Mentawai.

Tabel 11 Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan aset

Jenis Aset Memiliki Tidak Memiliki

n % n % Alat transportasi

- Kapal motor (tonda) 4 6,7 56 93,3

- Perahu motor robin 26 43,3 34 56,7

- Mobil 1 1,7 59 98,3 - Motor 43 71,7 17 28,3 - Sepeda 21 35,0 39 65,0 Alat tangkap 29 48,3 31 51,7 Barang berharga - Rumah 43 71,7 17 28,3 - Emas 11 18,3 49 81,7 Barang elektronik - Televisi 58 96,7 2 3,3 - Radio 34 56,7 26 43,3 - Kulkas 37 61,7 23 38,3 - Pemutar VCD/DVD 40 66,7 20 33,3 - Telepon genggam 42 70,0 18 30,0 - Kipas angina 44 73,3 16 26,7 - Mesin Cuci 16 26,7 44 73,3 - Dispenser 41 68,3 19 31,7 - Perangkat suara 36 60,0 24 40,0 - Komputer 4 6,7 56 93,3 - Laptop 13 21,7 47 78,3 - Tape recorder 19 31,7 41 68,3

- Rice Cooker/Magic Jar 48 80,0 12 20,0

- Play Station 16 26,7 44 73,3

- Blender 28 46,7 32 53,3

(9)

Sementara itu, hampir separuh (43,3%) nelayan melaut dengan menggunakan perahu motor robin dengan mesin tempel milik sendiri. Perahu motor jenis ini berukuran kecil, hanya seukuran sampan tradisional yang hanya mampu membawa dua sampai tiga orang. Perahu ditempeli mesin robin di bagian buritan dengan sebuah tali untuk menghidupkan mesin dan sebuah pedal untuk mengarahkan jalannya perahu.

Nelayan dengan perahu motor robin ini melaut dengan frekuensi trip harian. Nelayan berangkat pukul empat pagi dan kembali lagi pukul delapan pagi untuk menjual hasil tangkapan. Nelayan dengan armada jenis ini tidak membutuhkan bantuan ABK, sehingga nelayan hanya melaut sendiri, berdua dengan anak laki-laki, atau berdua dengan saudara laki-lakinya. Nelayan dengan armada perahu motor robin ini didominasi oleh laki-laki yang berumur dewasa madya hingga dewasa tua. Hal ini diduga karena nelayan yang berumur lebih muda cenderung untuk memilih pekerjaan lain yang lebih menjanjikan.

Separuh dari nelayan (50,0%) tidak memiliki armada alat transportasi apapun untuk melaut. Nelayan jenis ini lebih memilih untuk menjadi ABK di kapal-kapal yang berukuran sedang dan besar atau disebut juga sebagai nelayan buruh. Adapun kepemilikan alat transportasi melaut ini hampir sepenuhnya dipegang oleh suami sebagai kepala keluarga dan pengguna utama armada tersebut.

Hampir tiga perempat nelayan (71,7%) memiliki motor sebagai alat transportasi darat. Sebanyak 41,9 persen dari kepemilikan motor nelayan tersebut dimiliki oleh istri. Sedangkan kepemilikan motor yang dimiliki oleh suami dan bersama berturut-turut sebesar 25,6 persen dan 32,6 persen.

Tidak ada keluarga nelayan yang memiliki hak kepemilikan atas tanah, karena tanah di Kecamatan Batang Arau dan sekitarnya hanya memperoleh hak pakai dari pemilik tanah adat. Penduduk di kecamatan ini berhak untuk mendirikan bangunan namun tidak diizinkan untuk melakukan praktik jual beli tanah. Hampir tiga perempat (71,7%) nelayan memiliki rumah sendiri. Seluruh bangunan rumah yang dimiliki nelayan (100,0%), hak kepemilikannya dipegang oleh istri. Hal ini berimplikasi pada peran absolut yang dimiliki istri terhadap sumberdaya materi keluarga berupa rumah.

(10)

Seluruh barang elektronik dan tabungan yang dimiliki oleh keluarga nelayan dipandang sebagai harta bersama yang dimiliki bersama pula oleh suami dan istri. Adapun barang elektronik yang paling banyak dimiliki oleh sebagian besar nelayan (96,7%) adalah televisi. Sebagian besar nelayan (80,0%) memiliki magic jar untuk alat bantu memasak nasi. Sementara itu, hampir tiga perempat nelayan memiliki kulkas (61,7%), telepon genggam (70,0%), pemutar VCD/DVD (66,7%), kipas angin (73,3%), dispenser (68,3%), dan perangkat suara (60,0%). Kurang dari separuh nelayan (46,7%) memiliki blender. Status kepemilikan aset selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran keluarga berdasarkan status kepemilikan aset keluarga

Jenis Aset Persentase Kepemilikan

Istri Suami Bersama

n % n % n % Alat Transportasi

- Kapal motor (tonda) 0 0,0 3 75,0 1 25,0

- Perahu motor robin 0 0,0 26 100,0 0 0,0

- Mobil 1 100,0 0 0,0 0 0,0 - Motor 18 41,9 11 25,5 14 32,6 - Sepeda 6 28,6 5 23,8 10 47,6 Alat tangkap 0 0,0 29 100,0 0 0,0 Barang Berharga - Rumah 43 100,0 0 0,0 0 0,0 - Emas 11 100,0 0 0,0 0 0,0 Barang Elektronik - Televisi 0 0,0 0 0,0 58 100,0 - Radio 9 26,5 3 8,8 22 64,7 - Kulkas 5 13,5 6 16,2 26 70,3 - Pemutar VCD/DVD 5 12,5 3 7,5 32 80,0 - Telepon genggam 10 23,8 6 14,3 26 61,9 - Kipas angina 14 31,8 0 0,0 30 68,2 - Mesin Cuci 0 0,0 0 0,0 16 100,0 - Dispenser 0 0,0 0 0,0 41 100,0 - Perangkat suara 3 8,3 3 8,3 30 83,4 - Komputer 0 0,0 0 0,0 4 100,0 - Laptop 0 0,0 0 0,0 13 100,0 - Tape recorder 0 0,0 0 0,0 19 100,0

- Rice Cooker/Magic Jar 0 0,0 7 14,6 41 85,4

- Play Station 0 0,0 0 0,0 16 100,0

- Blender 0 0,0 0 0,0 28 100,0

(11)

Penerapan Sistem Matrilineal dalam Keluarga Persepsi Istri dalam Pengelolaan Sumberdaya Keluarga

Sistem matrilineal merupakan sistem kehidupan tradisional masyarakat Minangkabau dari zaman dahulu. Adanya sistem matrilineal ini telah menjadi landasan bagi hampir seluruh tata kehidupan bermasyarakat di Minangkabau, mulai dari hal yang sederhana dalam lingkup keluarga hingga hal yang kompleks dalam lingkup nagari atau daerah. Seiring dengan perkembangan zaman, penerapan sistem ini dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minangkabau telah mengalami pergeseran makna dan realita. Untuk mengukur pergeseran makna budaya Matrilineal tersebut, dilakukan uji beda antara persepsi istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga dengan praktik pengelolaan sumberdaya keluarga yang dilaksanakan sehari-hari.

Tabel 13 Sebaran per item persepsi istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga

No. Pernyataan Setuju (skor=1) Tidak Setuju (skor=0) n % n %

1. Istri memiliki hak atas kepemilikan aset tetap (seperti rumah, tanah, kendaraan, dll).

59 98,3 1 1,7

2. Istri secara sadar meminta atau diberikan wewenang

agar aset tertentu didaftarkan atas namanya agar dapat diwariskan kepada anak perempuan dalam keluarga.

45 75,0 15 25,0

3. Istri berhak untuk berunding bersama suami ataupun

keluarga besar untuk pengeluaran yang sifatnya besar atau pembayarannya jangka panjang.

55 91,7 5 8,3

4. Istri berhak atas seluruh pendapatan suami 55 91,7 5 8,3

5. Istri memiliki hak penuh atas pendapatannya sendiri 58 96,7 2 3,3

6. Istri bertindak sebagai pengelola utama keuangan keluarga

60 100,0 0 0,0

Min-maks 3,0-6,0

Rataan persepsi±SD (skor) 5,5±0,6

Tabel 13 menunjukkan bahwa hampir seluruh istri memiliki persepsi yang sesuai dengan budaya Matrilineal dalam menanggapi pernyataan bahwa dirinya memiliki hak atas kepemilikan aset, hak untuk berunding bersama suami atau keluarga besar terkait pengeluaran yang besar atau pembayaran yang sifatnya jangka panjang, hak untuk memperoleh nafkah dari pendapatan suami, dan hak untuk mengelola pendapatan sendiri. Seluruh istri menyatakan setuju bahwa

(12)

dirinya adalah pengelola utama keuangan keluarga. Hal ini sesuai dengan falsafah Minangkabau yang menyatakan bahwa perempuan adalah ambun puruak kuncian rangkiang (pemegang utama hak atas pengelolaan sumberdaya kaumnya).

Lebih dari separuh istri menyatakan bahwa dirinya secara sadar meminta atau diberikan wewenang agar aset tertentu didaftarkan atas nama dirinya agar dapat diwariskan kepada anak perempuan dalam keluarga. Adapun pernyataan-pernyataan tersebut merupakan sebagian dari nilai-nilai dasar sistem matrilineal yang dianut masyarakat Minangkabau.

Apabila dibagi berdasarkan karakteristik pekerjaan suami, maka diketahui bahwa istri nelayan pemilik dan buruh berada pada kategori tinggi dalam hal persepsinya mengenai pengelolaan sumberdaya keluarga berdasarkan sistem matrilineal (Tabel 14). Hal ini bermakna bahwa baik istri nelayan pemilik maupun istri nelayan buruh sama-sama memiliki pandangan dan pengetahuan yang baik mengenai hak-hak mereka sebagai perempuan dalam sistem matrilineal. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi istri nelayan pemilik dan istri nelayan buruh dalam hal pengelolaan sumberdaya keluarga berdasarkan sistem matrilineal.

Tabel 14 Persepsi istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga

Kategori Pemilik Buruh Total

n % n % n % Rendah (<60%) 0 0 1 3,3 1 1,7 Sedang (60%-80%) 0 0 1 3,3 1 1,7 Tinggi (>80%) 30 100,0 28 93,4 58 96,6 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0 Min-maks 83,3-100,0 50,0-100,0 50,0-100,0 Rataan±SD (persen) 92,7±10,4 91,6±12,2 92,2±10,4 p-value 0,000**

Keterangan : **=signifikan pada selang kepercayaan 99%

Praktik Sistem Matrilineal dalam Keluarga

Pernyataan yang sama digunakan untuk mengetahui penerapan nilai-nilai tersebut dalam praktik keseharian keluarga. Tabel 15 menunjukkan hanya pada pernyataan bahwa istri berhak atas seluruh pendapatan suami dan istri bertindak sebagai pengelola utama keuangan keluarga yang dipraktikkan oleh sebagian besar keluarga nelayan.

(13)

Tabel 15 Sebaran per item praktik peran istri dalam sistem matrilineal

No. Pernyataan Terjadi

(skor=1)

Tidak terjadi (skor=0)

n % n %

1. Aset tetap seperti rumah, tanah, dan kendaraan yang dimiliki keluarga berada dalam hak milik istri (didaftarkan atas nama istri).

43 71,7 17 28,3

2. Sumberdaya materi yang dimiliki saat ini akan

diwariskan kepada anak perempuan dalam bentuk harato

pusako.

30 50,0 30 50,0

3. Selalu berunding dengan suami ataupun keluarga besar terkait pengeluaran yang besar atau jangka panjang.

32 53,3 28 46,7

4. Memperoleh pendapatan dari suami setiap bulannya secara rutin.

49 81,7 11 18,3

5. Mempergunakan pendapatan pribadi (dari usaha selain nafkah suami) sesuai keinginan sendiri.

45 75,0 15 25,0

6. Istri yang selama ini memegang wewenang untuk membelanjakan, mengelola, dan mengatur pola pembelanjaan uang dari pendapatan dalam keluarga.

60 100,0 0 0,0

Min-maks 2,0-6,0

Rataan praktik±SD (skor) 4,32±1,2

Nelayan pemilik melakukan praktik sistem matrilineal dalam keluarga lebih tinggi daripada nelayan buruh. Lebih dari tiga perempat keluarga nelayan pemilik memiliki praktik yang tinggi dalam penerapan sistem matrilineal, sedangkan pada nelayan buruh hanya kurang dari separuh yang berada pada kategori tinggi. Terdapat perbedaan yang signifikan antara praktik peran istri dalam sistem matrilineal pada keluarga nelayan pemilik dan nelayan buruh. Data selengkapnya dapat dilihat di Tabel 16.

Tabel 16 Praktik sistem matrilineal dalam keluarga

Kategori Pemilik Buruh Total

n % n % n % Rendah (<60%) 0 0,0 13 43,3 13 21,7 Sedang (60%-80%) 5 16,7 13 43,3 18 30,0 Tinggi (>80%) 25 83,3 4 13,4 29 48,3 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0 Min-maks 0,0-83,3 13,4-43,3 21,7-48,3 Rataan±SD (persen) 85,5±11,3 58,3-16,2 71,9±66,7 p-value 0,000**

Keterangan : **=signifikan pada selang kepercayaan 99% Penerapan Sistem Matrilineal pada Keluarga Nelayan

Hasil uji beda paired sample t-test antara persepsi dan praktik matrilineal menunjukkan bahwa persepsi istri mengenai pengelolaan sumberdaya keluarga

(14)

berdasarkan sistem matrilineal menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan praktik yang terjadi di dalam keluarga. Hal ini bermakna bahwa telah terjadi pergeseran makna dan nilai budaya dalam penerapan sistem matrilineal pada keluarga nelayan di Minangkabau. Secara perseptual, istri tahu akan nilai-nilai dan hak yang diberikan oleh sistem ini terhadap kedudukan dirinya di keluarga, namun dalam pelaksanaannya ternyata tidak demikian. Hasil uji beda dapat dilihat pada tabel 17.

Tabel 17 Uji beda paired sample t-test antara persepsi dan praktik matrilineal

Rata-rata Persepsi Rata-rata Praktik

Penerapan sistem

matrilineal dalam keluarga (skor)

5,53 4,32

p-value 0,000**

Keterangan : **=signifikan pada selang kepercayaan 99%

Kontribusi Istri terhadap Pendapatan

Kontribusi istri terhadap pendapatan adalah persentase pendapatan yang diperoleh istri terhadap pendapatan total keluarga. Istri yang bekerja akan memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap pendapatan total keluarga dan membantu suami dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa secara keseluruhan, sebagian besar istri nelayan memiliki kontribusi yang rendah terhadap pendapatan keluarga. Hal ini karena hanya sebagian kecil dari istri nelayan yang bekerja. Sebagian besar istri nelayan hanya tinggal di rumah dan menjadi ibu rumah tangga.

Hampir separuh istri nelayan pemilik tidak berkontribusi terhadap pendapatan keluarga, sementara hanya kurang dari sepersepuluh istri nelayan buruh yang tidak berkontribusi. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak istri nelayan pemilik yang bekerja untuk membantu keuangan keluarga dibandingkan istri nelayan buruh. Lebih dari separuh istri nelayan buruh berada pada kategori kontribusi antara 20,1%-30,0% terhadap pendapatan keluarga. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kontribusi istri nelayan pemilik dan istri nelayan buruh terhadap pendapatan keluarga (Tabel 18).

(15)

Tabel 18 Sebaran keluarga berdasarkan kontribusi istri terhadap pendapatan

Kontribusi (%) Pemilik Buruh Total

n % n % n % 0,0 17 56,6 2 6,7 19 31,7 0,1-10,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 10,1-20,0 2 6,7 9 30,0 11 18,3 20,1-30,0 4 13,3 18 60,0 22 36,7 30,1-40,0 4 13,3 0 0,0 4 6,6 40,1-50,0 2 6,7 1 3,3 3 5,0 50,1-60,0 1 3,3 0 0,0 1 1,7 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0 Min-maks (persen) 0,0-54,5 0,0-50,00 0,0-54,5 Rataan (persen) ± SD 17,2±14,473 20,9±18,917 19,6±9,347 p-value 0,376

Peran Istri dalam Pengelolaan Sumberdaya Rumah Tangga

Peran adalah keikutsertaan seseorang untuk mengambil keputusan atas sesuatu dalam suatu kegiatan. Peran mengindikasikan suatu tugas, tanggung jawab, kualifikasi, atau wewenang seseorang. Peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga adalah posisi tawar yang dimiliki oleh istri karena keikutsertaannya dalam merencanakan, mengelola, dan mengambil keputusan atas faktor-faktor ekonomi keluarga, baik materi maupun non materi, dinyatakan dalam indeks dan diukur dengan skala likert. Peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga dibagi menjadi tiga indikator, yaitu peran dalam mengelola keuangan, peran domestik, dan peran publik atau sosial, kemudian dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan indeks.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa hampir seluruh istri nelayan (90,0%) memiliki peran yang tinggi dalam mengelola sumberdaya keluarganya. Indikator pengukuran peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga diantaranya diukur berdasarkan pembagian peran gender dalam tanggung jawab dan wewenang antara suami dan istri dalam hal peran pengelolaan keuangan, peran domestik, dan peran publik atau sosial.

Hampir tiga perempat (73,3%) keluarga nelayan hanya didominasi oleh istri saja dalam melaksanakan peran pengelolaan keuangan keluarga, mengatur, mencatat, dan menganggarkan keuangan keluarga. Sementara itu, dalam perencanaan keuangan keluarga dan pemegang hak milik atas aset tetap seperti rumah dan kendaraan, hampir separuh dari istri nelayan cenderung berperan lebih dominan. Kepemilikan aset tetap yang lebih dominan dipegang oleh istri ini

(16)

diduga karena masih adanya pengaruh nilai budaya matrilineal Minangkabau dalam keluarga nelayan.

Selanjutnya, dalam melaksanakan peran perawatan anak sehari-hari baik saat sakit maupun sehat, serta peran pemeliharaan domestik, hampir seluruh kegiatan tersebut (90,0%) dikelola oleh istri saja. Sedangkan peran dalam aktivitas sosial di luar rumah dalam hal pelaporan keluhan atas pelayanan PAM, Telkom, atau PLN, serta turut aktif dalam aktivitas sosial di lingkungan rumah, menjadi tokoh masyarakat, mengikuti pengajian di masjid, dan kegiatan sosial di luar rumah, lebih dari separuh (76,7%) istri dan suami dalam keluarga nelayan bekerja sama dalam melaksanakannya, sehingga peran istri berada pada kategori sedang.

Suami berperan dominan dalam pemenuhan keperluan properti rumah yang rusak dan suku cadang kendaraan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tingginya peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga disebabkan oleh tingginya keikutsertaan istri dalam pelaksanaan manajemen sumberdaya keluarga dan kepemilikan aset tetap (Tabel 19). Sebaran per item pertanyaan untuk peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 19 Sebaran keluarga berdasarkan peran istri dalam pengelolaan sumberdaya

Kategori Keuangan Domestik Publik Total

n % n % n % n % Rendah (<33,3%) 2 3,3 0 0,0 0,0 0,0 0 0,0 Sedang (33,3 %-66,7%) 14 23,3 6 10,0 46 76,7 6 10,0 Tinggi (>66,7%) 44 73,4 54 90,0 14 23,3 54 90,0 Total 60 100,0 60 100,0 60 100,0 60 100,0 Min-maks 28,0-100,0 50,0-100,0 34,0-100,0 37,0-100,0 Rataan±SD 73,8±17,322 86,8±13,678 57,5±14,535 72,7±12,480

Tabel 19 menunjukkan bahwa dalam peran keuangan, lebih dari separuh istri berada pada kategori tinggi. Peran istri dalam urusan domestik juga berada pada kategori tinggi, sedangkan peran publik istri nelayan berada pada kategori sedang. Namun, secara keseluruhan, peran istri berada pada kategori tinggi. Hal ini berarti istri nelayan memiliki keikutsertaan dan tanggung jawab yang tinggi dalam mengelola sumberdaya keluarganya.

(17)

Hubungan Antara Karakteristik dengan Penerapan Matrilineal, Kontribusi Istri terhadap Pendapatan Keluarga, dan Peran Istri

Tabel 20 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara pendidikan istri dengan perannya dalam mengelola sumberdaya keluarga. Hal ini berarti peran istri akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pendidikan istri.. Pendapatan istri dan suami juga berhubungan dengan kontribusi istri terhadap pendapatan. Adapun hubungan pendapatan suami dengan kontribusi istri terhadap pendapatan adalah negatif. Hal ini bermakna semakin tinggi pendapatan suami, istri pun semakin sedikit berkontribusi dalam ekonomi keluarga. Dapat diketahui bahwa istri nelayan yang diteliti akan ikut bekerja apabila pendapatan dari suami dianggap kurang.

Adapun jika ditinjau dari masing-masing dimensi peran istri, diketahui bahwa umur istri dan suami berhubungan positif signifikan dengan peran sosialnya. Pendidikan istri berpengaruh positif signifikan dengan peran domestiknya, dan penerapan matrilineal dalam keluarga berpengaruh sangat signifikan terhadap peran sosialnya. Selain itu, semakin tua usia suami dan istri, maka peran sosialnya akan semakin meningkat. (Tabel 20).

Tabel 18 Hubungan antara karakteristik dengan penerapan matrilineal, kontribusi istri terhadap pendapatan keluarga, dan peran istri Variabel Penerapan Matrilineal Kontribusi Pendapatan Istri Peran Istri dalam MSDK

Umur istri (tahun) .225 -.149 -.009

Umur suami (tahun) .235 -.122 .030

Pendidikan istri (tahun) -.007 -.041 .310 *

Pendidikan suami (tahun) -.162 -.062 .059

Besar keluarga (orang) -.135 .236 -.151

Pendapatan istri (Rp/bln) .119 .643 ** .125

Pendapatan suami (Rp/bln) .228 -.317 * -.063

Keterangan : * =signifikan pada selang kepercayaan 95% **=signifikan pada selang kepercayaan 99%

Dalam masyarakat pesisir Kota Padang yang diteliti, nilai-nilai budaya matrilineal masih dianut dalam kehidupan bermasyarakat. Terbukti dengan hubungan yang signifikan antara umur suami dan penerapan matrilineal dengan dimensi sosial peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga (Tabel 21).

(18)

Tabel 19 Hubungan karakteristik contoh dengan dimensi peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga

Variabel Keuangan Domestik Sosial

Umur istri (tahun) -.152 -.108 .258

Umur suami (tahun) -.164 -.100 .366 **

Pendidikan istri (tahun) .268 * .381 * .111

Pendidikan suami (tahun) .105 .162 -.127

Besar Keluarga (orang) -.101 -.200 -.078

Pendapatan istri (Rp/bulan) -.005 -.190 .147

Pendapatan suami (Rp/bulan) -.164 -.038 .074

Pendapatan keluarga (Rp/bulan) -.158 -.011 .090

Penerapan matrilineal (skor) -.204 -.090 .372 **

Kontribusi ekonomi istri (persen) .125 .170 .130

Kesejahteraan subyektif (skor) -.065 -.143 -.171

Keterangan : * =signifikan pada selang kepercayaan 95% **=signifikan pada selang kepercayaan 99%

Kesejahteraan Subyektif Istri

Kesejahteraan adalah hasil dari pengelolaan sumberdaya keluarga untuk mencapai suatu keadaan yang mencukupi baik secara fisik, ekonomi, maupun psikologis. Kesejahteraan yang dinilai berdasarkan tingkat kepuasan psikologis disebut juga sebagai kesejahteraan subyektif. Kesejahteraan subyektif istri adalah tingkat kepuasan istri terhadap kehidupannya secara fisik dan non fisik serta pada gaya manajemen sumberdaya keluarganya, dinyatakan dalam persen dan diukur dengan skala likert. Adapun pengategorian untuk kesejahteraan subyektif istri antara lain rendah (kurang dari 60 persen), sedang (antara 60 persen hingga 80 persen), dan tinggi (di atas 80 persen).

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar istri nelayan (83,3%) memiliki kesejahteraan subyektif yang tinggi. Sebanyak 41,7 persen nelayan pemilik dan nelayan buruh keduanya memiliki kesejahteraan subyektif yang tergolong tinggi. Hasil uji beda menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kesejahteraan subyektif nelayan pemilik dan nelayan buruh (Tabel 20). Hal ini didukung fakta bahwa mayoritas istri nelayan menyatakan puas dan sangat puas pada seluruh item pertanyaan yang mengukur kesejahteraan subyektif istri (Lampiran 4).

Responden menyatakan sangat puas pada kondisi fisik dan psikologis anak, dan puas terhadap kondisi psikologis, perekonomian, tempat tinggal, aset, dan hubungan komunikasi baik dalam internal keluarga inti maupun keluarga luas. Responden juga merasa puas dengan hubungannya dengan suami dan anak-anak

(19)

serta lingkungan pertetanggaan. Kesejahteraan subyektif bersifat sangat personal, berkaitan dengan kepuasan psikologis dan emosional terhadap kondisi diri dan keluarga. Maka, dapat dikatakan bahwa contoh cenderung mensyukuri apapun yang diperoleh sehingga perasaan puas terhadap kondisi keluarganya dapat tercapai dengan baik.

Tabel 20 Sebaran keluarga berdasarkan kesejahteraan subyektif

Kategori Pemilik Buruh Total

n % n % n % Rendah (<60,0%) 2 6,6 0 0,0 2 3,3 Sedang (60,00%-80,0%) 3 10,0 5 16,6 8 13,3 Tinggi (>80,0%) 25 83,4 25 83,4 50 83,4 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0 Min-maks (persen) 56,8-99,3 74,2-87,7 56,8-94,2 Rataan (persen) ± SD 82,2±10,1 81,8±2,9 81,8±6,0 p-value 0,595

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa kesejahteraan subyektif istri berhubungan negatif signifikan dengan pendapatan istri dan kontribusi ekonomi istri dalam keluarga (Tabel 23). Artinya, semakin tinggi pendapatan istri, maka semakin besar kontribusinya, semakin istri merasa tidak puas terhadap kondisi diri dan keluarganya. Hal ini unik, diduga terjadi karena istri bekerja bukan untuk mengaktualisasikan diri, melainkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang dirasa kurang bisa dipenuhi suami. Alasan lainnya adalah ketidakpuasan yang menjadi sifat dasar manusia. Secara psikologis, manusia tidak pernah merasa puas terhadap hal-hal yang dimilikinya hari ini.

Tabel 21 Hubungan karakteristik, kontribusi ekonomi, dan peran istri dengan kesejahteraan subyektif istri

Variabel Kesejahteraan Subyektif Istri

Umur istri (tahun) -.102

Umur suami (tahun) -.190

Pendidikan istri (tahun) -.036

Pendidikan suami (tahun) .066

Besar Keluarga (orang) .213

Pendapatan istri (Rp/bulan) -.351 **

Pendapatan suami (Rp/bulan) .023

Pendapatan keluarga (Rp/bulan) -.025

Penerapan matrilineal (skor) .069

Kontribusi ekonomi istri (persen) -.334 **

Peran istri dalam MSDK (skor) -.146

(20)

Manusia selalu mengharapkan yang lebih baik di masa yang akan datang. Oleh sebab itu, kesejahteraan subyektif yang diukur berdasarkan tingkat kepuasan psikologis menunjukkan hasil yang bertolak belakang dengan pendapat bahwa perempuan bekerja akan meningkatkan kesejahteraannya, yang diukur berdasarkan kepuasan materi atau finansial.

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kesejahteraan Subyektif Istri Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan subyektif istri diuji menggunakan uji regresi linier berganda. Adapun model regresi linier berganda terdiri ini terdiri dari enam variabel independen yaitu umur istri, pendidikan istri, besar keluarga, pendapatan keluarga, peran istri, dan kontribusi istri dalam pendapatan, sedangkan kesejahteraan subyektif istri sebagai variabel dependen. Model ini memiliki nilai Adjusted R square sebesar 0,167. Hal ini berarti, variabel-variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap kesejahteraan subyektif sebesar 16,7 persen sedangkan sisanya (83,3%) dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti (Tabel 24).

Tabel 22 Nilai koefisien regresi linier faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subyektif istri

Variabel Koefisien β Tidak terstandarisasi Terstandarisasi .Sig Konstanta 130,385 - 0,000 **

Umur istri (tahun) -0,208 -0,189 0,134

Pendidikan istri (tahun) 0,285 0,074 0,579

Besar keluarga (orang) 2,369 0,332 0,012 *

Pendapatan keluarga (rupiah) -2,401E-7 -0,095 0,459

Peran istri (skor) -0,038 -0,062 0,636

Kontribusi istri (persen) -0,283 -0,441 0,001 **

F 2,968*

0,167 0,014 Adjusted R Square

Sig.

Keterangan : *=signifikan pada selang kepercayaan 95% **=signifikan pada selang kepercayaan 99%

Hasil uji regresi linier berganda (Tabel 24) menunjukkan bahwa besar keluarga berpengaruh positif signifikan dengan koefisien regresi sebesar 2,369 dan kontribusi istri berpengaruh negatif signifikan dengan koefisien regresi sebesar 0,283 terhadap kesejahteraan subyektif istri. Artinya, dengan bertambahnya satu orang anggota keluarga, maka akan meningkatkan skor

(21)

kesejahteraan subyektif yang dirasakan oleh istri sebesar 2,369. Bertambahnya satu persen kontribusi istri terhadap pendapatan keluarga akan menurunkan skor kesejahteraan subyektif yang dirasakannya sebesar 0,283.

Pembahasan

Kedudukan perempuan di Sumatera Barat dipengaruhi oleh budaya matrilineal yang menjadi nilai dasar kehidupan orang suku Minangkabau. Pandangan tentang gender di masyarakat Minangkabau penting untuk dipelajari karena keunikan praktik pelaksanaannya dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.

Konsep gender tidak dapat dipisahkan dengan konsep ekologi manusia yang menyangkut saling ketergantungan antara manusia dan lingkungan sekitar yang sesuai dengan aturan norma kultural yang dianut. Sumatera Barat, dalam hal ini, menganut kultur sistem matrilineal yang mengatur akses, kontrol, peran, dan fungsi laki-laki dan perempuan baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat sesuai dengan garis keturunan ibu. Masyarakat Minangkabau secara ideal mengatur bahwa kedudukan perempuan setara dengan laki-laki. Bahkan, pada beberapa hal, perempuan memiliki akses dan kontrol lebih tinggi daripada laki-laki, seperti pengaturan hak waris dan kepemilikan aset tetap. Di Minangkabau, hak atas kepemilikan aset tetap seperti rumah, tanah, dan kendaraan cenderung berada dalam penguasaan istri.

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga nelayan pemilik dan nelayan buruh di Kecamatan Batang Arau, Kelurahan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat. Contoh yang diambil dalam penelitian ini adalah istri nelayan, baik yang bekerja maupun tidak bekerja. Masyarakat nelayan Minangkabau yang diteliti memiliki keunikan dari karakteristik kehidupan sosialnya yang rentan terhadap pengaruh budaya luar. Begitupun dengan konsep sistem matrilineal yang dianut oleh suku Minangkabau, dalam hal ini nelayan, tampaknya telah mengalami pergeseran makna.

Teori ekologi yang dijelaskan oleh Brofenbrenner (1981) yang telah dimodifikasi oleh Puspitawati (2012) menyatakan bahwa konsep kesetaraan dan keadilan gender berada pada sistem makro, dimana terdapat keterkaitan antara keluarga dan lingkungan dalam melihat perubahan budaya. Selain itu, model yang

(22)

dikembangkan dalam teori ini juga relevan untuk melihat pengaruh budaya secara makro terhadap lingkungan ekso, meso, dan mikro tempat keluarga berkembang sesuai dengan kultur sosial budaya yang berlaku setempat.

Istri lebih banyak berperan pada ranah domestik daripada mengurusi keuangan atau berkiprah di ranah sosial. Adapun peran yang didominasi oleh istri adalah perawatan anak sehari-hari, urusan rumah tangga, dan urusan keluarga. Hal ini sesuai dengan budaya Minangkabau yang memberikan wewenang kepada perempuan dalam mengurusi rumah tangga dan menjadi pewaris atas harta pusaka keluarga matrilinealnya. Proses tersebut berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi (Abidin 2009). Namun, perempuan tidak dapat memangku fungsi pemimpin kelompok ke ranah sosial di luar keluarga. Jika suami berhalangan, fungsi keluar ini diwakili oleh pemimpin keluarga yang paling dekat kekerabatannya, yaitu saudara laki-laki ibu (Beckmann 2000).

Dalam penelitian ini, kesejahteraan subyektif istri ditinjau berdasarkan pengaruh kontribusi istri terhadap pendapatan keluarga dan peran istri dalam pengelolaan sumberdaya rumah tangga. Selain itu, kesejahteraan subyektif istri juga dipengaruhi oleh karakteristik individu dan keluarganya seperti umur, pendidikan istri, dan besar keluarga. Hal lain yang memberikan pengaruh adalah penguasaan istri atas aset dan sumberdaya keluarga. Semakin istri memiliki hak kepemilikan atas aset dan sumberdaya keluarga, maka semakin tinggi pula rasa kepuasan yang dirasakan istri, meski mayoritas istri nelayan tidak bekerja.

Nelayan pemilik dan nelayan buruh yang diteliti berada pada status hampir miskin dengan sebagian besar istri tidak bekerja. Adapun istri yang bekerja mayoritas adalah istri nelayan buruh yang memiliki pendapatan lebih rendah daripada nelayan pemilik. Guhardja et al. (1992) menyatakan bahwa individu dan keluarga berpendapatan rendah biasanya mempunyai orientasi untuk masa sekarang saja daripada orientasi untuk masa depannya dalam perspetif waktu. Oleh karenanya, kontribusi pendapatan istri tergolong rendah. Hal yang menarik dari kontribusi pendapatan istri nelayan ini adalah semakin tinggi kontribusinya maka semakin rendah kesejahteraan subyektif yang dirasakannya. Sejalan dengan hal ini, Andriyadi (2000) menyatakan bahwa tinggi rendahnya kontribusi ekonomi wanita ditentukan oleh jumlah anggota keluarga atau rumah tangga yang bekerja

(23)

mencari nafkah dan memperoleh pendapatan berupa uang. Apabila kontribusi ekonomi istri tinggi, maka kebutuhan dapat terpenuhi dan meningkatkan kesejahteraan obyektif keluarga.

Kontribusi istri terhadap pendapatan berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan subyektif. Hal ini dapat dijelaskan dengan fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa istri yang bekerja dan berkontribusi dalam pendapatan keluarga kebanyakan adalah istri nelayan buruh yang berpendapatan rendah. Sehingga, motif istri dalam bekerja di luar rumah adalah untuk membantu keuangan keluarga yang kekurangan, bukan sebagai ajang aktualisasi diri. Adapun hasil penelitian Hayati (2011) menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi istri terhadap pendapatan keluarga berpengaruh positif terhadap kesejahteraan obyektif.

Kesejahteraan subyektif istri ditinjau berdasarkan pengaruh kontribusi istri terhadap pendapatan keluarga dan peran istri dalam pengelolaan sumberdaya rumah tangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesejahteraan subyektif istri dipengaruhi besar keluarga dan kontribusi pendapatan istri. Hal lain yang memberikan pengaruh adalah penguasaan istri atas aset dan sumberdaya keluarga. Semakin istri memiliki hak kepemilikan atas aset dan sumberdaya keluarga, maka semakin tinggi pula rasa kepuasan yang dirasakan istri. Sejalan dengan hasil penelitian Rachmawati (2010), yang menyatakan bahwa kesejahteraan subyektif dipengaruhi secara negatif oleh kontribusi ekonomi istri.

Besar keluarga berpengaruh positif terhadap kesejahteraan subyektif istri. Hal ini berarti meskipun masyarakat Minangkabau secara adat mengutamakan perempuan dalam segala hal, tapi peran dan fungsi nature perempuan dalam pengasuhan dan pemeliharaan keluarga tidak mengalami pergeseran nilai karena sudah diatur sedemikian rupa oleh norma budaya setempat. Semakin banyak anggota keluarga yang diurus di dalam keluarga, maka semakin tinggi pula kepuasan yang dirasakan oleh istri. Hal ini sejalan dengan pendapat Nurulfirdausi (2010), yang menyatakan bahwa besar keluarga berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan subyektif istri.

Peran gender dalam keluarga nelayan yang diteliti lebih dititikberatkan kepada peran istri dalam pengelolaan sumberdaya rumah tangga. Berkaitan

(24)

dengan peran gender tersebut, digunakan istilah-istilah dalam analisis gender Moser dan Harvard (Puspitawati 2012) yang mencakup peran domestik, peran publik, dan peran kemasyarakatan. Dalam masyarakat Minangkabau yang mengutamakan perempuan, ternyata peran gender yang terjadi dalam keluarga masih dominan dipegang oleh istri. Peran gender istri nelayan pemilik dan nelayan buruh dalam penelitian ini sama-sama berada pada kategori tinggi. Hal ini diduga karena besarnya alokasi waktu melaut yang dihabiskan suami di luar rumah, sehingga istri berperan lebih besar dalam mengelola rumah tangga.

Namun, tingginya peran istri dalam mengelola sumberdaya keluarga ini justru memberikan pengaruh positif terhadap kesejahteraan subyektif yang dirasakannya. Hal ini diduga karena istri nelayan memiliki penguasaan yang absolut terhadap hak atas kepemilikan rumah dan benda berharga, sehingga istri nelayan memperoleh rasa aman dalam hal finansial.

Penelitian ini memberikan pandangan yang sedikit berbeda dari konsep gender secara umum karena tatanan masyarakat yang diteliti juga memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh masyarakat lain di Indonesia. Kesejahteraan subyektif perempuan dari perspektif gender ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh kiprah perempuan di luar rumah, namun bisa jadi dengan pengabdian perempuan di dalam keluarganya, perempuan merasakan kesejahteraan dan kepuasan secara psikologis. Demikian pula dengan kesejahteraan, penelitian ini menunjukkan bahwa kesejahteraan tidak hanya bisa diraih dengan kecukupan materi, namun bisa dirasakan dengan kepuasan batin dalam menjalankan peran dan fungsi dalam keluarga yang dianut oleh masyarakat setempat.

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak diketahuinya jumlah sampel antara nelayan pemilik dengan nelayan buruh, sehingga tidak bisa dilakukan pengambilan sampel secara acak proporsional. Untuk mengatasi hal ini, peneliti melakukan pengambilan sampel dengan metode purposive secara snowball. Hal ini menyebabkan hasil penelitian hanya dapat menerangkan kondisi masyarakat nelayan yang diteliti, akan tetapi tidak bisa di generalisasi pada masyarakat Matrilineal yang lebih luas.

Gambar

Tabel 8 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per bulan  Pendapatan keluarga
Tabel 11 Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan aset
Tabel 12 Sebaran keluarga berdasarkan status kepemilikan aset keluarga
Tabel 13 Sebaran per item persepsi istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga
+6

Referensi

Dokumen terkait

Modul Proses adalah modul utama dari sistem ini, digunakan untuk merubah data - data pada tabel Transaksi Compact menjadi Tabel Rules menggunakan Algoritma Pincer Search. Tabel

Dalam transaksi penjualan tersebut ada beberapa pemilik swalayan yang kurang mengetahui barang apa saja yang terjual atau yang paling banyak di beli oleh pelanggan

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Arslan &amp; Zaman (2014) yang mengungkapkan bahwa kualitas pelayanan yang baik akan menimbulkan minat

Kedua nilai tersebut merupa- kan bagian dari nilai-nilai kerja umum yang sifatnya beroposisi yaitu antara Keterbukaan Pada Perubahan dengan Konservasi.. Temuan ini sejalan dan

x Kesepadanan struktur Kalimat tersebut tidak mempunyai subjek karena dalam kalimat tersebut terdapat kata maka, agar menjadi kalimat yang efektif lebih baik kata maka

Arsitektur Ekologi Sebagai Dasar Penataan Lansekap yang Berwawasan Lingkungan  Kondisi lingkungan Rowo Jombor yang mulai tercemar merupakan dampak dari keberadaan warung apung

Tujuan umum penelitian ini yaitu memperoleh HMF analog kaya laurat pada posisi sn-1 dan sn-3 dan kaya palmitat pada posisi sn-2 dengan bahan baku stearin sawit dan VCO. Tujuan

Berdasarkan kenyataan di lapangan yaitu di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)-B Putera Asih Kediri bahwa pada pelaksanaan metode oral pada anak tunarungu masih rendah