• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN REFERENSI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

5

TINJAUAN REFERENSI

2.1 Efikasi Diri

2.1.1 Pengertian Efikasi Diri

Secara umum, efikasi diri adalah penilaian seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Orang lebih mungkin terlibat dalam perilaku tertentu ketika mereka yakin bahwa mereka akan mampu menjalankan perilaku tersebut dengan sukses yaitu ketika mereka memiliki efikasi diri yang tinggi (Bandura, 1997 dalam Ormrod, 2008).

Bandura (2001, dalam Ormrod, 2008) mendefinisikan efikasi diri sebagai “keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan kejadian dalam

lingkungan”. Bandura beranggapan bahwa “keyakinan atas efikasi seseorang adalah landasan dari agen manusia”. Manusia yang yakin bahwa mereka dapat melakukan sesuatu yang mempunyai potensi untuk dapat mengubah kejadian di lingkungannya, akan lebih mungkin untuk bertindak dan lebih mungkin untuk menjadi sukses daripada manusia yang mempunyai efikasi diri yang rendah.

2.1.2 Aspek-Aspek Efikasi Diri

Menurut Bandura (1997, dalam Maryam, 2013) aspek-aspek efikasi diri terdiri dari:

1) Tingkat Kesulitan (Magnitude)

Aspek ini berkaitan dengan susunan tugas menurut tingkat kesulitannya, maka efikasi diri pada setiap individu memiliki perbedaan dikarenakan adanya keterbatasan pada tugas-tugas yang sederhana,

menengah, atau tinggi. Individu akan melakukan tindakan yang menurutnya mampu dilaksanakannya dan menghindari tugas-tugas yang menurutnya di luar batas kemampuannya.

(2)

2) Umum (Generality)

Aspek ini berhubungan luas dengan bidang tugas atau tingkah laku. Beberapa pengalaman berangsur-angsur menimbulkan penguasaan terhadap bidang tugas yang khusus sedangkan pengalaman lain membangkitkan efikasi diri pada berbagai tugas.

3) Kekuatan (Strength)

Aspek ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dan kemantapan seseorang terhadap keyakinannya. Seseorang yang memiliki tingkat efikasi diri yang rendah akan mudah tergoyahkan dengan pengalaman-pengalaman yang akan memperlemah keyakinannya. Sedangkan seseorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan meningkatkan keyakinannya dalam

meningkatkan suatu usahanya meskipun menjumpai pengalaman yang akan memperlemah keyakinannya.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Efikasi Diri Menurut Ormrod (2008 : 23) berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan efikasi diri pada seseorang, diantaranya: 1) Keberhasilan dan Kegagalan Pembelajar Sebelumnya

Pembelajar lebih mungkin untuk yakin bahwa mereka dapat berhasil pada suatu tugas ketika mereka telah berhasil pada tugas tersebut atau tugas lain yang mirip di masa lalu (Bandura, 1986 dalam Ormrod, 2008).

Meskipun demikian, kita juga melihat perbedaan perkembangan pada tiap-tiap siswa, bagaimana mereka mempertimbangkan kesuksesan dan kegagalan mereka sebelumnya. Siswa mengembangkan efikasi diri yang lebih tinggi ketika mereka dapat menyelesaikan secara sukses tugas-tugas yang menantang. Begitu siswa telah mengembangkan perasaan efikasi diri yang tinggi, kegagalan yang sesekali terjadi tidak mungkin menurunkan optimismenya yang begitu besar. Ketika siswa menjumpai kemunduran dalam proses mencapai kesuksesan, mereka belajar bahwa mereka dapat meraih kesuksesan jika mereka berusaha, dan mereka juga mengembangkan sikap realistis mengenai kegagalan yang paling buruk adalah kegagalan yang

(3)

sementara, dan kegagalan yang paling baik itu kegagalan yang memberikan mereka informasi yang berguna untuk memperbaiki performanya.

2) Pesan dari Orang Lain

Dalam situasi-situasi tertentu, kita dapat meningkatkan efikasi diri siswa dengan cara menunjukkan secara eksplisit hal-hal yang telah mereka lakukan dengan baik sebelumnya atau hal-hal yang sekarang telah mereka lakukan dengan mahir. Menurut Zeldin&Pajares (2000) dalam Ormrod (2008), mengatakan bahwa kita juga mampu meningkatkan efikasi diri siswa dengan memberi mereka alasan-alasan untuk percaya bahwa mereka dapat sukses di masa depan. Terkadang pesan yang kita berikan secara langsung bersifat tersirat alih-alih, namun tetap dapat memiliki dampak yang sama pada efikasi diri. Bahkan umpan balik negatif dapat meningkatkan performa apabila umpan balik itu memberitahu siswa bagaimana mereka dapat memperbaiki performanya sekaligus mengkomunikasikan keyakinan bahwa perbaikan itu mungkin.

3) Kesuksesan dan Kegagalan Orang Lain

Menurut Zeldin & Pajares (2000) dalam Ormrod (2008), mengatakan bahwa kita sering membentuk opini mengenai kemampuan kita sendiri dengan mengamati kesuksesan dan kegagalan orang lain, secara khusus mereka yang serupa dengan kita. Sedangkan menurut Schunck & Hanson (1985) dalam Ormrod (2008), lebih dari sekedar memberitahukan kepada mereka kesuksesan orang lain, mengamati kesuksesan orang lain itu

menjadikan mereka yakin. Ketika mereka secara nyata mengamati orang lain dengan usia dan kemampuan yang setara mencapai suatu tujuan secara sukses, mereka kemungkinan yakin bahwa mereka juga dapat mencapai tujuan itu. Sebagai akibatnya, siswa terkadang mengembangkan efikasi diri yang lebih besar ketika mereka menyaksikan rekan mereka dalam

mencontohkan suatu perilaku, dibandingkan menyaksikan guru mereka mencontohkan perilaku itu.

4) Kesuksesan dan Kegagalan dalam Kelompok yang Lebih Besar

Pembelajar dapat berpikir secara lebih inteligen dan mendapatkan pemahaman yang lebih kompleks tentang sebuah topik ketika mereka

(4)

berkolaborasi dengan teman-teman sebaya dalam rangka menguasai dan menerapkan materi di kelas. Kolaborasi dengan teman-teman sebaya memiliki manfaat potensial lain, yaitu pembelajar mungkin memiliki efikasi diri yang lebih besar ketika mereka bekerja dalam kelompok dari pada sendiri. Efikasi diri kolektif semacam ini tergantung tidak hanya pada persepsi siswa akan kapabilitasnya sendiri dan orang lain, melainkan juga pada persepsi mereka mengenai bagaimana mereka dapat bekerja bersama-sama secara efektif dan mengkoordinasikan peran dan tanggung jawab mereka (Bandura, 2000) dalam Ormrod (2008).

2.2 Sekolah Asrama

2.2.1 Pengertian Sekolah Asrama

Sekolah asrama ialah sekolah yang menyediakan asrama untuk tempat tinggal dan juga tempat mendidik siswa-siswanya selama kurun waktu tertentu. Suatu sekolah yang memiliki manajemen sekolah berasrama biasanya

mewajibkan kepada siswa-siswanya untuk tinggal dan dididik di asrama sesuai dengan waktu yang ditentukan (Hendriyenti, 2014)

2.2.2 Keunggulan Sekolah Asrama

Menurut Sutrisno (dalam Hendriyenti, 2014), ada beberapa keunggulan dari sekolah berasrama, yaitu:

1) Program Pendidikan Paripurna

Sekolah berasrama dapat merancang program pendidikan keamanan, perkembangan akademik, keahlian hidup sampai membawa wawasan global. Bahkan pembelajaran tidak hanya sampai pada tataran teoritis, tapi juga implementasi baik dalam konteks belajar ilmu ataupun belajar hidup. 2) Fasilitas Lengkap

Sekolah berasrama mempunyai fasilitas yang lengkap, mulai dari fasilitas ruang belajar, ruang asrama sampai ruang dapur.

3) Guru Yang Berkualitas

Sekolah-sekolah berasrama umumnya menentukan persyaratan kualitas guru yang lebih jika dibandingkan dengan sekolah konvensional.

(5)

Kecerdasan intelektual, sosial, spiritual, dan kemampuan

peadagogis-metodologis serta adanya jiwa kependidikan pada setiap guru. Ditambah lagi kemampuan bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Arab, Mandarin, dan lain-lain.

4) Siswa Yang Heterogen

Sekolah berasrama mampu menampung siswa dari berbagai latar belakang yang tingkat heterogenitasnya tinggi. Berasal dari berbagai daerah dengan latar belakang sosial, budaya, tingkat kecerdasan, kemampuan akademik yang sangat beragam. Kondisi ini sangat kondusif untuk

membangun wawasan nasional dan siswa terbiasa berinteraksi dengan teman-temannya yang berbeda sehingga sangat baik bagi anak untuk melatih wisdom anak dan menghargai pluralitas.

5) Jaminan Keamanan

Jaminan keamanan diberikan oleh sekolah berasrama, mulai dari jaminan kesehatan, tidak narkoba, terhindar dari pergaulan bebas, dan jaminan keamanan fisik (tawuran dan perpeloncoan), serta pengaruh kejahatan dunia maya.

6) Jaminan Kualitas

Dalam sekolah berasrama, sekolah dapat melakukan treatment individual, sehingga setiap siswa dapat melejitkan bakat dan potensi individunya.

2.3 Remaja

2.3.1 Pengertian Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa Latin (adolescence) yang berarti “tumbuh” atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence mempunyai arti yang lebih luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget bahwa secara psikologis, masa remaja adalah usia ketika individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia ketika anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua, tetapi berada pada tingkat yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Marliani, 2015, hal 165).

(6)

Menurut Hurlock (1999, dalam Yunanto, 2007), remaja berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Ia juga memandang masa remaja sebagai masa peralihan dari suatu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya. Pada masa remaja ini individu dituntut untuk meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan mulai mempelajari pola perilaku dan sikap baru yang lebih dewasa. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (1953), masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak (Marliani, 2015, hal 165).

Menurut Santrock (2003), bahwa adolescence diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosialemosional (Marliani, 2015, hal 165). Sementara menurut Papalia (1992, hal 310), masa remaja adalah masa rentan tahun antara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masyarakat Barat, masa itu dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada awal 20 tahun. Perubahan biologis yang menandakan akhir dari masa kanak-kanak dan awal masa remaja adanya pertumbuhan yang pesat dalam tinggi badan dan berat badan, perubahan proporsi tubuh, pencapaian kematangan seksual dan kemampuan untuk

mereproduksi.

Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat definisi tentang remaja yaitu:

1) Menurut Hall (dalam Andea, 2010), usia remaja adalah masa antara usia 12 sampai 23 tahun.

2) Monks (1999, dalam Andea, 2010), menyatakan bahwa batasan usia remaja antara 12 hingga 21 tahun.

3) Menurut WHO (dalam Yunanto, 2007), batasan usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun.

2.3.2 Ciri-Ciri Masa Remaja

Dalam pandangan Hurlock (dalam Marliani, 2015), masa remaja adalah periode yang penting selama rentang kehidupan yang ditandai oleh ciri-ciri tertentu, diantaranya sebagai berikut:

(7)

1) Periode yang penting

Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental, terutama pada awal masa remaja. Semua

perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru.

2) Periode peralihan

Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke masa dewasa. Dalam setiap periode peralihan status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan terhadap peran yang harus dilakukan. Status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan, karena mendorongnya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai, dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya.

3) Periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Jika perubahan fisik menurun, perubahan sikap dan perilaku juga akan menurun.

4) Usia bermasalah

Masalah masa remaja sangat sulit diatasi, baik oleh anak laki-laki maupun perempuan. Ada 2 alasan bagi kesulitan itu, pertama sepanjang masa kanak-kanak sebagian masalah anak-anak diselesaikan oleh orang tua dan guru sehingga mereka tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena masa remaja merasa mandiri sehingga ingin mengatasi masalahnya sendiri tanpa mencoba untuk meminta bantuan orang lain.

5) Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat. Apakah ia seorang anak atau seorang dewasa? Apakah mampu percaya diri sekalipun latar belakang rasa tau agama atau nasionalnya membuat beberapa orang merendahkannya? Secara keseluruhan, apakah ia akan berhasil atau akan gagal?

(8)

6) Usia yang menimbulkan ketakutan

Seperti ditunjukkan oleh Majeres, “Banyak anggapan popular tentang remaja yang mempunyai arti yang bernilai, tetapi banyak diantaranya yang bersifat negative”. Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya, dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. 7) Masa yang tidak realistis

Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistis ini tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri-ciri dari awal masa remaja. Semakin tidak realistis cita-citanya, semakin ia menjadi emosional.

8) Ambang masa dewasa

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang, dan terlibat dalam perbuatan seks bebas. Mereka

menganggap bahwa perilaku yang dilakukannya tersebut memberikan citra yang diinginkannya.

2.3.3 Karakteristik Perkembangan dan Pertumbuhan Remaja 1) Perkembangan Fisik

Masa remaja ialah masa dimana memasuki periode yang disebut sebagai pubertas. Pubertas terjadi sebagai akibat dari peningkatan sekresi gonadotropin releasing hormon (GnRH) dari hipotalamus. Hal itu mengakibatkan aktifnya dua jenis hormon, yaitu Follicle Stimulating

(9)

Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Pada perempuan, hormon-hormon tersebut dapat merangsang perkembangan hormon-hormon kewanitaan yaitu estrogen dan testosterone. Sedangkan pada laki-laki merangsang

perkembangan testosterone (dalam Andea, 2010)

Perkembangan dari hormon-hormon tersebut dapat mempengaruhi perubahan pada biologis remaja. Pada perempuan, perubahan tersebut ditandai dengan terbentuknya payudara, diikuti oleh pubarke, yaitu tumbuhnya rambut pubis dan ketiak, lalu menarke, yaitu periode haid pertama. Sedangkan perubahan yang terjadi pada laki-laki seperti suara yang semakin berat, pertumbuhan otot, dan pertumbuhan rambut pada organ-organ tertentu (dalam Andea, 2010).

2) Perkembangan Psikologis

Perubahan psikologis mencakup sifat dan perilaku remaja dalam kehidupannya sehari-hari. Anak laki-laki yang lebih cepat matang akan cenderung stabil, santai, pembawaan baik, popular menjadi pemimpin, dan lebih cepat berkencan dengan gadis lain dibandingkan laki-laki yang

terlambat matang. Sedangkan anak perempuan yang lebih cepat matang, sisi sosialnya cenderung terbatas, kurang ekspresif, tidak stabil, tertutup, dan pemalu (Papalia, 1995 dalam Nisfiannoor & Kartika, 2004)

3) Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2002) mengatakan bahwa perkembangan kognitif pada seseorang disebut sebagai tahap pemikirin operasional formal. Pemikiran operasional formal berlangsung antara usia 11 sampai 15 tahun, disertai pemikiran yang abstark, idealis, dan logis dibandingkan dengan pemikiran operasional konkret. Piaget menekankan bahwa remaja akan lebih menyesuaikan dirinya dengan melakukan pengamatan dan

mengorganisasikan pengalaman dalam berfikir, dikarenakan mereka akan memberikan gagasa-gagasan baru yang lebih kritis untuk mendapatkan informasi dan pemahaman yang lebih mendalam.

(10)

2.4 Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Gambar bagan kerangka berpikiri diatas merupakan hasil dari pemikiran penulis. Pendidikan merupakan kunci bagi suatu bangsa agar dapat menyiapkan sumber daya manusia yang kreatif, mandiri, inovatif, demokratis, dan sanggup bersaing dengan bangsa lain. Sistem pendidikan nasional mengatakan bahwa ada 3 (tiga) jalur

pendidikan yaitu pendidikan formal, non formal, dan informal. Pendidikan formal atau juga disebut sebagai sistem persekolahan, memiliki peranan yang sangat menentukan perkembangan potensi individu secara maksimal, sehingga individu tersebut memiliki ketajaman response terhadap lingkungan disekitarnya, keterampilan, intelektual, memiliki kehidupan yang baik dan sehat, koperatif, mampu berkompetisi dan memiliki motivasi yang tinggi untuk berprestasi, toleransi, dapat menghargai pendapat orang lain, dan mampu mencapai kebahagiaan hidup (Sutjipto, 2005). Salah satu alternatif

pendidikan yang ditawarkan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas diantaranya ialah sekolah berasrama (Mardani, Hardjono, Karyanti, 2013). Sekolah berasrama atau juga biasa disebut dengan Boarding School, ialah dimana siswa-siswa mengikuti pendidikan regular di sekolah dari pagi hingga siang hari, dan selama 24 jam siswa berada dibawah pendidikan dan pengawasan para guru dan pembimbing

Tinggi Efikasi Diri

1.Magnitude 2.Strength 3.Generality Sedang Pendidikan Formal SMA Asrama Rendah

(11)

(Sutrisno, 2009). Pendidikan formal meliputi Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas. Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan institute pendidikan bagi para remaja, dimana individu mengalami masa-masa dari praremaja menjadi orang dewasa. (Widyasari, 2008). Masa remaja (adolescence) adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada sekitar usia 10 hingga 12 tahun dan berkahir pada usia sekitar 18 hingga 12 tahun (Santrock, 2011).

Melalui hasil survey dan wawancara dengan guru bimbingan konseling di sekolah berasrama, beliau mengatakan bahwa siswa di SMA Dwiwarna (Boarding School) kelas 10 ada yang memiliki keyakinan pada kemampuan yang dimilikinya dan ada juga yang tidak yakin dengan kemampuan yang dimilikinya. Hal tersebut dilihat dari bagaimana siswa tidak menyadari dan tidak bisa menyatakan kelebihan dan kemampuan yang dimilikinya. Namun, beliau juga mengatakan bahwa upaya sekolah mengatasi hal tersebut yaitu dengan memberikan pujian kepada siswa ketika

mendapatkan nilai yang baik dengan tujuan agar mereka yakin bahwa mereka bisa. Begitu juga dalam hal berorganisasi (non akademik) biasanya mereka diberikan

kesempatan untuk ikut serta dalam kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan Majelis Perwakilan Kelas (MPK). Siswa juga diberikan kewajiban untuk mengikuti salah satu ekstrakulikuler yang ada di sekolah.

Menurut hasil survey dan wawancara diatas, hal tersebut berkaitan dengan efikasi diri pada siswa, efikasi diri tersebut ialah keyakinan individu dengan

kemampuan yang dimilikinya untuk melakukan beberapa kontrol atas fungsi mereka sendiri dengan peristiwa di lingkungannya. Efikasi diri terbagi menjadi 3 (tiga) dimensi, yaitu magnitude, strength, dan generality. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran efikasi diri pada siswa SMA Dwiwarna (Boarding School) kelas 10.

(12)

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Teknologi ini lebih dikenal dengan teknologi kloning yaitu teknologi yang digunakan untuk menghasilkan individu duplikasi (mirip dengan induknya). Teknologi kloning telah berhasil

berhasil membuat susu formula mirip ASI, payudara dengan puting terbenam tidak dapat menyusui, pisang dapat menyembuhkan diare pada bayi, susu formula sama baiknya dengan ASI,

Jika ada dua persepsi yang mirip, bisa digunakan satu simbol yang sama untuk mengekspresikan persepsi yang mirip itu, atau kedua ha1 itu dapat merupakan bagian

perasaan yang positif mengenai pekerjaannya sedangkan seseorang yang memiliki level yang rendah pada kepuasan merujuk pada perasaan yang negatif.Seorang karyawan dapat

keadilan dari kebijakan pengembalian barang dapat disambut positif oleh pelanggan jika mereka yakin akan kemungkinan yang terjadi di masa depan sesuai dengan persepsi

Aplikasi pengenalan hewan purbakala berbasis Augmented Reality berhasil dirancang dan dibangun dengan menggunakan smartphone android untuk menjalankan aplikasi dan

Ketersediaan sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk pelaksaan tugas-tugas pada masa-masa yang akan datang adalah sangat penting untuk memastikan bahwa kegiatan

Dua pernyataan tersebut menegaskan bahwa keadilan dari kebijakan pengembalian barang dapat disambut positif oleh pelanggan jika mereka yakin akan kemungkinan yang terjadi