• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT

KECAMATAN KRAMAT JATI

JAKARTA TIMUR

JL. RAYA INPRES NO. 48

PERIODE 8 JANUARI

18 JANUARI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

RIZKI JAKA GUSTIANSYAH, S.Farm.

1206313633

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(2)

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT

KECAMATAN KRAMAT JATI

JAKARTA TIMUR

JL. RAYA INPRES NO. 48

PERIODE 8 JANUARI

18 JANUARI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Apoteker

RIZKI JAKA GUSTIANSYAH, S. Farm.

1206313633

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(3)
(4)

iv

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala, yang telah senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur.

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia untuk mencapai gelar profesi Apoteker. Selain itu juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memahami peran dan tugas Apoteker di lembaga pemerintahan, khususnya di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati di Jakarta Timur berlangsung pada periode 8 Januari – 18 Januari 2013. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan bimbingan yang diberikan, kepada:

1. Drs. Mawardinur, Apt., sebagai pembimbing PKPA dan Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan yang telah membimbing dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung.

2. Prima Setiawan, Apt., sebagai pembimbing lapangan di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur yang telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat dan pengalaman yang berharga serta telah membimbing dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berangsung.

3. Dra. Dyan Sulistyorini, Apt., sebagai Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman yang telah memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung.

4. drg. Margaretha S.D.W., sebagai Koordinator Tenaga Kesehatan yang telah memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung.

5. drg. Roselyne Tobing, sebagai Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan yang telah memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung.

(5)

v

6. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

7. Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

8. Dr. Fadlina Chany S., MSi., Apt., sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA.

9. Para Staf Bagian Farmasi di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur, Bu Titin, Bu Ai, Mba Rini, Mas Oo, Bu Manur, dan Bu Marince atas bantuan selama pelaksanaan kegiatan PKPA di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur

10. Seluruh staf Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur yang telah menerima dan membantu penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA. 11. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia.

12. Orang tua, adik-adik, serta Emak dan Bapak penulis atas doa, semangat, dan dukungan moril serta materil yang telah diberikan.

13. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia angkatan LXXVI atas kebersamaan dan dukungan selama menempuh pendidikan. 14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.

Penulis

(6)

:

Sebagai sivitas akademik Universitas lndonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis karya

Rizki Jaka Gustiansvah. S.Farm. 1206313633

Profesi Apoteker Farmasi

Laporan Praktik Kerja

Demi pengembangan iknu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas I ndonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur Periode 7 Januari - 28 Januari 2013

Beserta perangkat yang ada (fika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universias Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ format-kan, mengelola dalam bentuk pengkalan data (database), merawat, dan meraublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan ruilna saya sebagai penulislpencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya Dibuatdi: Depok Pada tanggal : 04 Agustus 2013

Yang menyatakan

(7)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL………....i

HALAMAN JUDUL……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN………... iii

KATA PENGANTAR………... iv

DAFTAR ISI………... vi

DAFTAR LAMPIRAN……….... vii

BAB 1 PENDAHULUAN………... 1

1.1.Latar Belakang………... 1

1.2.Tujuan……….... 3

BAB 2 TINJAUAN UMUM……….... 4

2.1.Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur………. 4

2.2.Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)………... 5

2.3.Puskesmas Kecamatan Kramat Jati……….... 6

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS………... 10

3.1.Pengelolaan Obat di Puskesmas………... 10

3.2.Pelayanan Informasi Obat di Puskesmas………... 22

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN………. 27

4.1.Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Farmasi Puskesmas……….. 27

4.2.Alur Pengelolaan Obat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur………... 27

4.3.Pelayanan Informasi Obat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur………... 34

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN………. 36

5.1.Kesimpulan………... 36

5.2.Saran………. 37

(8)

vii

Lampiran 1. Struktur organisasi Puskesmas Kecamatan Kramat Jati ... 39 Lampiran 2. Data nama item obat berdasarkan anggaran APBD untuk

pengadaan 2012 ... 40 Lampiran 3. Prosedur tetap proses distribusi obat di Puskesmas Kecamatan

Kramat Jati………. ... …..……43 Lampiran 4. Label warna di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati sebagai

penanda masa daluarsa obat ... 44 Lampiran 5. Prosedur tetap pelaksanaan kegiatan pelayanan di Apotek

Puskesmas Kecamatan Kramat Jati ... 45 Lampiran 6. Form pelayanan kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Kramat

Jati ... 47 Lampiran 7. Lembar dokumntasi kegiatan PIO di Puskesmas Kecamatan

(9)

1 Universitas Indonesia BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom, sistem pemerintahan yang dianut saat ini adalah sistem desentralisasi. Hal ini bermakna bahwa pemerintah daerah wajib mengembangkan dan mengelola daerahnya secara mandiri, termasuk bidang kesehatan dimana pengembangan dan pengelolaan tersebut diterapkan untuk memajukan tingkat kesehatan masyarakat di daerahnya.

Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 10 tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta, dibentuk Dinas Kesehatan sebagai suatu unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, sebagai perpanjangan tangan dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, merupakan perangkat daerah tingkat kota administrasi (kotamadya) yang salah satu fungsinya yaitu sebagai pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dalam kegiatan penyelenggaraan kesehatan lingkungan, kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan baik pelayanan kesehatan perorangan, rujukan, khusus, tradisional, maupun keahlian dimana dalam hal ini puskesmas termasuk di dalamnya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, puskesmas termasuk fasilitas pelayanan kefarmasian yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian yang bermutu perlu diterapkan oleh puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan demi terbentuknya kecamatan yang sehat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

(10)

Universitas Indonesia Aspek-aspek pelayanan kefarmasian dalam lingkup puskesmas meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi, dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat, dan pencatatan/penyimpanan resep) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian agar terciptanya pelayanan kefarmasian yang bermutu adalah pengelolaan sumber daya, dalam hal ini adalah pengelolaan obat serta pelayanan informasi obat.

Obat merupakan komponen yang esensial dari suatu pelayanan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang baik dan benar serta efektif dan efisien secara berkesinambungan. Obat hendaknya dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya tepat jumlah, tepat jenis, tepat penyimpanan, tepat waktu pendistribusian, tepat penggunaan, dan tepat mutu di tiap unit pelayanan kesehatan. Pengelolaan obat publik meliputi kegiatan perencanaan dan permintaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, pencatatan dan pelaporan, serta supervisi dan evaluasi pengelolaan obat (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Pelayanan informasi obat didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, lengkap, terkini oleh tenaga kefarmasian yang kompeten kepada pasien, tenaga kesehatan, masyarakat maupun pihak yang memerlukan. Informasi umum tentang nama obat, cara pemakaian, dan lama penggunaan dapat disampaikan oleh tenaga kefarmasian atau tenaga kesehatan lain yang terlatih (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

Untuk mengetahui peran dan fungsi apoteker dalam hal sistem pengelolaan dan pelayanan informasi obat di puskesmas maka calon apoteker membutuhkan suatu program yang mampu memfasilitasi agar kebutuhan tersebut terpenuhi. Sehingga, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur dan Puskesmas Tingkat Kecamatan mengadakan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang berlangsung dari tanggal 8 Januari hingga 18 Januari 2013 di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur.

(11)

3

Universitas Indonesia 1.2. Tujuan

Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur adalah agar mahasiswa program profesi apoteker Fakultas Farmasi UI :

1. Mengetahui tugas pokok dan fungsi bagian farmasi di puskesmas

2. Mengetahui alur pengelolaan obat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur

3. Mengetahui kegiatan pelayanan informasi obat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur

(12)

4 Universitas Indonesia BAB 2

TINJAUAN UMUM

2.1. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur

Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi merupakan Unit Kerja Dinas Kesehatan pada Kota Administrasi dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009, 2009). Oleh karena suku dinas kesehatan (yang selanjutnya disebut dengan sudinkes) merupakan suatu unit kerja dinas kesehatan yang berada pada tingkat kota administrasi maka setiap wilayah (kotamadya) di Provinsi DKI Jakarta memiliki satu sudinkes, termasuk wilayah Jakarta Timur.

Suku Dinas Kesehatan (sudinkes) Jakarta Timur dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas yang secara teknis dan administrasi berkedudukan di bawah Dinas Kesehatan (yang selanjutnya disebut dengan dinkes) DKI Jakarta dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan serta secara operasional berkedudukan dan bertanggung jawab kepada Walikota Jakarta Timur. Berdasarkan peran dan fungsinya, dinkes berperan sebagai regulator, sedangkan sudinkes berperan sebagai auditor (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009, 2009).

Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi, termasuk Sudinkes Jakarta Timur mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Lebih lanjut lagi, Sudinkes mempunyai fungsi antara lain (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009, 2009) :

a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas.

b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas.

c. Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian penyelenggaraan kesehatan lingkungan, kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan perorangan, rujukan, khusus, tradisional, dan keahlian.

d. Pengendalian penanggulangan kegawatdaruratan, bencana, dan Kejadian Luar Biasa (KLB).

(13)

5

Universitas Indonesia e. Pengendalian, pencegahan, dan pemberantasan penyakit menular atau tidak

menular.

f. Pengawasan dan pengendalian ketersediaan kefarmasian. g. Pelaksanaan surveilans kesehatan.

h. Pelaksanaan monitoring penerapan sistem manajemen mutu kesehatan.

i. Pengendalian pencapaian standardisasi prasarana dan sarana pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.

j. Pemberian, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi perizinan atau rekomendasi atau sertifikasi di bidang kesehatan.

k. Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada lingkup Kota Administrasi.

l. Pelaksanaan pengembangan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat.

m. Penghimpunan, pengolahan, pemeliharaan, penyajian, pengembangan dan pemanfaatan data dan informasi mengenai kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, prasarana dan sarana pelayanan kesehatan perseorangan, rujukan khusus, tradisional, dan keahlian pada lingkup Kota Administrasi.

n. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana kerja Suku Dinas.

o. Pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang.

p. Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggan dan ketatausahaan.

q. Pelaksanaan kegiatan publikasi dan pengaturan acara Suku Dinas.

r. Penyiapan bahan laporan ke Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas dan fungsi Suku Dinas.

s. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas.

2.2. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan. Puskesmas merupakan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat,

(14)

Universitas Indonesia dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Fungsi Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu dengan tujuan untuk meningkatkan hidup sehat dan derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan.

Program upaya pengobatan di puskesmas bertujuan meningkatkan mutu pelayanan dan menjaga tingkat ketersediaan obat pada semua unit pelayanan yang ada di wilayahnya. Dalam melaksanakan pengelolaan obat di Puskesmas telah ditetapkan unit pengelola obat dengan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) di bagian farmasi di puskesmas yaitu:

a. Petugas menerima obat dari gudang farmasi Kabupaten/Kota sesuai slip penerimaan obat.

b. Petugas menyimpan obat sesuai dengan bentuk sediaan, kemudian abjad nama obat dengan memperhatikan waktu kadaluarsa (bila ada).

c. Petugas mencatat setiap jenis obat dalam kartu stok obat.

d. Petugas mendistribusikan obat ke unit pelayanan dalam bentuk buku register harian.

e. Petugas membuat Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) setiap akhir bulan.

2.3. Puskesmas Kecamatan Kramat Jati (Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, 2012)

Puskesmas Kecamatan Kramat Jati merupakan puskesmas tingkat kecamatan yang berada di wilayah Jakarta Timur. Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas Kecamatan Kramat Jati adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Untuk mencapai hal tersebut, Puskesmas Kecamatan Kramat Jati berupaya untuk selalu meningkatkan pelayanan kesehatan, salah satunya yaitu menerapkan sistem ISO 9001 – 2008. Demi terwujudnya Kecamatan Sehat maka Puskesmas Kecamatan Kramat Jati mempunyai komitmen yang dituangkan dalam Visi, Misi, dan Kebijakan Mutu.

(15)

7

Universitas Indonesia Struktur Organisasi dari Puskesmas Kecamatan Kramat Jati dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.3.1. Visi Puskesmas Kecamatan Kramat Jati

Visi Puskesmas Kecamatan Kramat Jati yaitu “Puskesmas Kecamatan Kramat Jati yang modern, mandiri, dengan pelayanan prima yang sesuai dengan standar internasional dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat”.

2.3.2. Misi Puskesmas Kecamatan Kramat Jati

Misi Puskesmas Kecamatan Kramat Jati yaitu :

a. Memberikan pelayanan kesehatan yang modern, ditunjang oleh fasilitas modern, tenaga professional dengan tarif bersaing.

b. Melaksanakan manajemen BLUD meliputi perencanaan, pengelolaan, pertanggungjawaban, dan evaluasi.

c. Menyediakan jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat.

2.3.3. Kebijakan Mutu Puskesmas

Puskesmas Kecamatan Kramat Jati bertekad melaksanakan pelayanan prima sesuai dengan standra internasional dlam upaya meningkatkan kepuasan seluruh pelanggan melalui :

a. Penggunaan peralatan yang memadai b. Penerapan sistem pelayanan yang bermutu c. Kompetensi tenaga medik yang tinggi d. Penerapan sasaran mutu yang terukur e. Penerapan peraturan yang berlaku f. Penanganan setiap keluhan pelanggan

g. Perbaikan terus menerus untuk meningkatkan efektivitas sistem Manajemen Mutu

(16)

Universitas Indonesia 2.3.4. Moto Puskesmas Kecamatan Kramat Jati

Puskesmas Kecamatan Kramat Jati memiliki moto yang dapat disingkat dengan “SEHAT ITU RAKHMAT”. Penjabarannya yaitu :

S = Sejahtera lahir dan bathin E = Ekonomis dalam pembiayaan H = Harmonis antara sesame karyawan A = Asih, Asuh, Asah

T = Tertib Administrasi  I = Inovatif dan proaktif

T = Teladan dalam mengemban tugas

U = Upayakan budaya kerja yang profesional R = Ramah dalam memberikan pelayanan A = Aman dalam melaksanakan tugas

K = Kekeluargaan dalam rangka mempererat persaudaraan  H = Hati yang tulus dalam melaksanakan tugas

M = Mandiri dalam manajemen puskesmas  A = Adil dalam pembagian kesejahteraan

T = Tawakal dalam pengabdian

2.3.5. Gedung Puskesmas Kecamatan Kramat Jati

Gedung Puskesmas Kecamatan Kramat Jati dibangun pada tahun 1996 – 1997 dan mulai dioperasikan pada tanggal 4 Juni 1997. Bangunan Puskesmas Kecamatan Kramat Jati memiliki luas sebesar 1.500 m2 dan terdiri dari 3 lantai.

Lantai 1 dari gedung Puskesmas Kecamatan Kramat Jati dimanfaatkan sebagai rumah bersalin (mulai dioperasikan per tanggal 7 September 1998), gudang obat dan alat-alat kesehatan, unit pelayanan kesehatan 24 jam, poliklinik kebidanan, loket pendaftaran KIA/KB, poliklinik KIA dan KB, ruang satker/server, ruang PTRM, dan apotek.

Lantai 2 dari gedung Puskesmas Kecamatan Kramat Jati dimanfaatkan sebagai loket pendaftaran, poliklinik spesialis anak, poliklinik spesialis kulit, poliklinik THT, poliklinik umum, poliklinik IMS, poliklinik gigi (2 ruangan),

(17)

9

Universitas Indonesia poliklinik MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit), poliklinik peserta ASKES dan JAMSOSTEK, poliklinik TB dan MH (melayani penderita TBC dan kusta), poliklinik gizi dan poliklinik jiwa (satu ruangan), poliklinik sanitasi, poliklinik DM, poliklinik PAL, pemeriksaan kesehatan haji, pojok ASKEP, kamar tindakan dan suntik, dan laboratorium.

Lantai 3 dari gedung Puskesmas Kecamatan Kramat Jati dimanfaatkan sebagai ruang kepala puskesmas, ruang sub bagian tata usaha, ruang sub bagian keuangan, ruang seksi kesmas, ruang quality management representative (QMR), ruang subsi penyakit menular dan subsi kesling, ruang markting dan seksi yankes, unit pelayanan radiologi, aula, dan musholla.

(18)

10 Universitas Indonesia BAB 3

TINJAUAN KHUSUS

3.1. Pengelolaan Obat (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010)

Obat merupakan komponen yang esensial dari suatu pelayanan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang baik dan benar serta efektif dan efisien secara berkesinambungan. Pengelolaan obat di puskesmas meliputi kegiatan perencanaan dan permintaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, serta pencatatan dan pelaporan. Obat hendaknya dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya tepat jumlah, tepat jenis, tepat penyimpanan, tepat waktu pendistribusian, tepat penggunaan, dan tepat mutunya di tiap unit pelayanan kesehatan.

3.1.1. Perencanaan dan Permintaan Obat 3.1.1.1. Perencanaan Obat di Puskesmas

Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan kesehatan untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat di puskesmas. Perencanaan kebutuhan obat untuk puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Pengelola Obat dan Perbekalan Kesehatan di puskesmas. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan mengunakan LPLPO. Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat puskesmas di wilayah kerjanya. Ketepatan dan kebenaran data di puskesmas akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di Kab/Kota.

Tujuan dilakukan perencanaan obat adalah untuk :

a. Mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan b. kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan.

c. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat. d. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.

(19)

11

Universitas Indonesia Dalam melakukan proses perencanaan obat, terdapat tiga tahapan yang perlu dipertimbangkan agar proses perencanaan obat brjalan dengan baik. Ketiga tahapan tersebut yaitu :

A. Menentukan Jenis Permintaan Obat

Terdapat dua jenis permintaan obat dalam proses perencanaan obat di puskesmas, yaitu permintaan rutin dan permintaan khusus. Pada permintaan rutin, kegiatannya dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk masing-masing puskesmas. Permintaan ini tidak mengalami banyak perubahan dikarenakan jumlah dan jenis obat yang akan disediakan berdasarkan laporan penggunaan obat periode sebelumnya. Sedangkan pada permintaan khusus, kegiatannya dilakukan di luar jadwal distribusi rutin dimana hal ini dikarenakan antara lain :

a. Kebutuhan meningkat b. Terjadi kekosongan

c. Ada Kejadian Luar Biasa (KLB/bencana)

B. Menententukan Jumlah Permintaan Obat

Dalam menentukan jumlah permintaan obat, diperlukan data-data yang diperlukan dalam rangka menentukan jumlah permintaan obat antara lain :

a. Data pemakaian obat periode sebelumnya b. Jumah kunjungan resep

c. Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota d. Sisa stok

C. Menghitung Kebutuan Obat

Kebutuhan obat di suatu puskesmas dapat dilihat dari dua indikator, yaitu stok optimum dan jumlah. Jika diasumsikan jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama dengan pemakaian pada periode sebelumnya maka dapat dilakukan perhitungan stok optimum dengan rumus di bawah ini :

SO = SK + SWK + SWT + SP

Sedangkan untuk menghitung permintaan obat dapat dilakukan dengan rumus : Permintaan = SO – SS

(20)

Universitas Indonesia Keterangan :

SO = Stok optimum

SK = Stok Kerja (stok pada periode berjalan)

SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu (Lead time) SP = Stok penyangga

SS = Sisa stok

3.1.1.2 Permintaan Obat di Puskesmas

Sumber penyediaan obat di puskemas berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di puskesmas adalah obat esensial yang jenis dan itemnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan merujuk pada Daftar Obat Esensial Nasional. Selain itu, sesuai dengan kesepakatan global maupun Keputusan Menteri Kesehatan No. 085 tahun 1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan atau Menggunakan Obat Generik di Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah dan Permenkes RI No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, maka hanya obat generik saja yang diperkenankan tersedia di puskesmas.

Adapun beberapa dasar pertimbangan dari Kepmenkes tersebut adalah : a. Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di seluruh

dunia bagi pelayanan kesehatan publik.

b. Obat generik mempunyai mutu dan efikasi yang memenuhi standar pengobatan.

c. Meningkatkan cakupan dan kesinambungan pelayanan kesehatan publik. d. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi alokasi dana obat di pelayanan

kesehatan publik.

Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing puskesmas diajukan oleh Kepala Puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO, sedangkan permintaan dari sub unit ke kepala puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO sub unit.

(21)

13

Universitas Indonesia 3.1.2. Penerimaan, Penyimpanan, dan Distribusi Obat

3.1.2.1. Penerimaan Obat di Puskesmas

Penerimaan adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola di bawahnya. Penerimaan obat harus dilaksanakan oleh petugas pengelola obat atau petugas lain yang diberi kuasa oleh Kepala Puskesmas.

Penerimaan obat bertujuan agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh puskesmas.

Petugas penerima obat bertanggung jawab atas pemeriksaan fisik, penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan obat berikut kelengkapan catatan yang menyertainya. Petugas penerima obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat yang diserahterimakan, meliputi kemasan, jenis dan jumlah obat, bentuk sediaan obat sesuai dengan isi dokumen (LPLPO), dan ditandatangani oleh petugas penerima serta diketahui oleh Kepala Puskesmas. Petugas penerima dapat menolak apabila terdapat kekurangan dan kerusakan obat. Setiap penambahan obat, dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok.

3.1.2.2. Penyimpanan Obat di Puskesmas

Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia, dan mutunya tetap terjamin. Terdapat lima hal yang menjadi fokus perhatian dalam melakukan kegiatan penyimpanan obat di puskesmas, yaitu persyaratan gudang, pengaturan penyimpanan obat, kondisi penyimpanan, tata cara penyusunan, dan penjaminan mutu terhadap obat yang disimpan.

Bila ruang penyimpanan obat di puskesmas terlalu kecil, dapat digunakan sistem dua rak. Obat yang siap dipakai diletakkan di bagian rak A sedangkan sisanya di bagian rak B. Pada saat obat di rak A hampir habis maka pesanan mulai dikirimkan ke gudang farmasi, sementara itu obat di rak B digunakan. Pada saat obat di rak B hampir habis diharapkan obat yang dipesan sudah datang. Jumlah obat yang disimpan di rak A atau rak B tergantung dari berapa lama waktu yang diperlukan saat mulai memesan sampai obat diterima (waktu tunggu).

(22)

Universitas Indonesia Misalnya permintaan dilakukan setiap satu bulan dan waktu yang diperlukan saat mulai memesan sampai obat tiba adalah dua minggu. Maka jumlah pemakaian satu bulan dibagi sama rata untuk rak A dan rak B. Apabila waktu tunggu yang diperlukan hanya satu minggu maka ¾ bagian obat disimpan di rak A dan ¼ bagian di rak B.

A. Persyaratan Gudang

a. Luas minimal 3 x 4 m2 dan atau disesuaikan dengan jumlah obat yang disimpan.

b. Ruangan kering dan tidak lembab. c. Memiliki ventilasi yang cukup.

d. Memiliki cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai pelindung untuk menghindarkan adanya cahaya langsung dan berteralis.

e. Lantai dibuat dari semen/tegel/keramik/papan (bahan lain) yang tidak memungkinkan bertumpuknya debu dan kotoran lain.

f. Harus diberi alas papan (palet).

g. Dinding dibuat licin dan dicat warna cerah.

h. Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam. i. Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat. j. Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda.

k. Tersedia lemari/laci khusus untuk narkotika dan psikotropika yang selalu terkunci dan terjamin keamanannya.

l. Harus ada pengukur suhu dan higrometer ruangan.

B. Pengaturan Penyimpanan Obat

a. Obat di susun secara alfabetis untuk setiap bentuk sediaan. b. Obat dirotasi dengan sistem FEFO dan FIFO.

c. Obat disimpan pada rak.

d. Obat yang disimpan pada lantai harus diletakan di atas palet. e. Tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk. f. Sediaan obat cairan dipisahkan dari sediaan padatan.

g. Sera, vaksin, dan supositoria disimpan dalam lemari pendingin. h. Lisol dan desinfektan diletakkan terpisah dari obat lainnya.

(23)

15

Universitas Indonesia C. Kondisi Penyimpanan

Kondisi penyimpanan menjadi salah satu hal yang penting untuk diperhatikan. Hal ini dikarenakan untuk menjamin mutu dari obat-obatan tersebut. Terdapat enam hal yang menjadi fokus perhatian, yaitu :

C.1. Kelembaban

Udara lembab dapat mempengaruhi obat-obatan sehingga mempercepat kerusakan. Untuk menghindari udara lembab tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya berikut :

a. Ventilasi harus baik, jendela dibuka. b. Simpan obat ditempat yang kering.

c. Wadah harus selalu tertutup rapat, jangan dibiarkan terbuka.

d. Bila memungkinkan pasang kipas angin atau AC. Karena makin panas udara di dalam ruangan maka udara semakin lembab.

e. Biarkan pengering (silica gel) tetap dalam wadah tablet dan kapsul. f. Kalau ada atap yang bocor harus segera diperbaiki.

C.2. Sinar Matahari

Sebagian besar cairan, larutan dan injeksi cepat rusak karena pengaruh sinar matahari. Sebagai contoh, injeksi klorpromazin yang terkena sinar matahari akan berubah warna menjadi kuning terang sebelum tanggal kadaluwarsa. Cara mencegah kerusakan karena sinar matahari antara lain dengan memasang gorden di jendela atau dengan mencat jendela dengan warna putih.

C.3. Temperatur/Panas

Obat seperti salep, krim, dan supositoria sangat sensitif terhadap pengaruh panas. Panas yang berlebihan mampu menyebabkan sediaan-sediaan tersebut rusak atau pun meleleh. Oleh karena itu hindarkan obat dari udara panas. Sebagai contoh, salep oksitetrasiklin akan lumer bila suhu penyimpanan tinggi dan akan mempengaruhi kualitas salep tersebut.

Ruangan obat harus sejuk, beberapa jenis obat harus disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu 4 – 8oC, seperti :

(24)

Universitas Indonesia b. Sera dan produk darah

c. Antitoksin d. Insulin

e. Injeksi antibiotika yang sudah dipakai (sisa) f. Injeksi Oksitosin

g. Injeksi Metil Ergometrin

Untuk DPT, DT, TT, vaksin atau kontrasepsi jangan dibekukan karena akan menjadi rusak. Cara mencegah kerusakan karena panas antara lain :

a. Bangunan harus memiliki ventilasi/sirkulasi udara yang memadai. b. Hindari atap gedung dari bahan metal.

c. Jika memungkinkan dipasang Exhaust Fan atau AC.

C.4. Kerusakan Fisik

Di bawah ini merupakan contoh cara yang dapat dilakukan dalam hal penyimpanan suatu obat agar tidak terjadi kerusakan secara fisik sehingga mutu obat tetap terjamin, yaitu :

a. Penumpukan dus obat harus sesuai dengan petunjuk pada karton, jika tidak tertulis pada karton maka maksimal ketinggian tumpukan delapan dus, karena obat yang ada di dalam dus bagian tengah ke bawah dapat pecah dan rusak, selain itu akan menyulitkan pengambilan obat.

b. Hindari kontak dengan benda - benda yang tajam

C.5. Kontaminasi

Wadah obat harus selalu tertutup rapat. Apabila wadah terbuka, maka obat mudah tercemar oleh bakteri atau jamur. Oleh karena itu diperlukan manajemen penyimpanan dan evaluasi yang dilakukan secara berkala agar meminimalisasi kerusakan yang terjadi pada obat, terutama akibat kontaminasi.

C.6. Pengotoran

Ruangan yang kotor dapat mengundang tikus dan serangga lain yang kemudian merusak obat. Etiket dapat menjadi kotor dan sulit terbaca. Oleh karena

(25)

17

Universitas Indonesia itu bersihkan ruangan setiap hari. Lantai disapu dan dipel, dinding dan rak dibersihkan.

D. Tata Cara Penyusunan Obat

Di bawah ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rangka melakukan penyusunan obat di gudang puskesmas, antara lain :

a. Penyusunan dilakukan dengan sistem First Expired First Out (FEFO) untuk masing-masing obat, artinya obat yang lebih awal kadaluwarsa harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang kadaluwarsa kemudian, dan First In First Out (FIFO) untuk masing-masing obat, artinya obat yang datang pertama kali harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang datang kemudian. Hal ini sangat penting karena obat yang sudah terlalu lama biasanya kekuatannya atau potensinya berkurang. Beberapa obat seperti antibiotik mempunyai batas waktu pemakaian artinya batas waktu dimana obat mulai berkurang efektivitasnya.

b. Pemindahan posisi/letak obat harus dilakukan dengan hati-hati supaya obat tidak pecah/rusak.

c. Golongan antibiotik harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari cahaya matahari, disimpan di tempat kering.

d. Vaksin dan serum harus dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya dan disimpan dalam lemari pendingin (suhu 4 – 8o

C). Kartu temperatur yang ada harus selalu diisi setiap pagi dan sore.

e. Obat injeksi disimpan dalam tempat yang terhindar dari cahaya matahari langsung.

f. Bentuk dragee (tablet salut) disimpan dalam wadah tertutup rapat dan pengambilannya menggunakan sendok.

g. Untuk obat dengan waktu kadaluwarsa yang sudah dekat supaya diberi tanda khusus, misalnya dengan menuliskan waktu kadaluarsa pada dus luar dengan mengunakan spidol.

h. Penyimpanan obat dengan kondisi khusus, seperti lemari tertutup rapat, lemari pendingin, kotak kedap udara dan lain sebagainya.

(26)

Universitas Indonesia j. Kondisi penyimpanan beberapa obat.

Beri tanda/kode pada wadah obat.

Beri tanda semua wadah obat dengan jelas.

Apabila ditemukan obat dengan wadah tanpa etiket, jangan digunakan. Apabila obat disimpan di dalam dus besar maka pada dus harus tercantum:

に Jumlah isi dus, misalnya : 20 kaleng @ 500 tablet.

に Kode lokasi.

に Tanggal diterima.

に Tanggal kadaluwarsa.

に Nama produk/obat.

E. Pengamatan Mutu

Setiap pengelola obat, perlu melakukan pengamatan mutu obat secara berkala, setiap bulan. Hal ini bertujuan agar menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan pada konsumen, seperti resistensi mikroba akibat penggunaan antibiotik yang sudah kadaluarsa atau pun rusak dan keracunan akibat substansi obat yang sudah terurai menjadi substansi-substansi yang toksik. Pengamatan mutu obat dilakukan secara visual dengan melihat tanda–tanda sebagai berikut : a. Tablet

Terjadi perubahan warna, bau dan rasa, serta lembab.

Kerusakan fisik seperti pecah, retak, sumbing, gripis, dan rapuh.  Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat.

 Untuk tablet salut, disamping informasi di atas, juga basah dan lengket satu dengan lainnya.

Wadah yang rusak.

b. Kapsul

 Cangkangnya terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya.

Wadah rusak.

(27)

19

Universitas Indonesia c. Cairan

Cairan jernih menjadi keruh, timbul endapan. Cairan suspensi tidak bisa dikocok.

Cairan emulsi memisah dan tidak tercampur kembali.

d. Salep

Konsistensi warna dan bau berubah (tengik). Pot/tube rusak atau bocor.

e. Injeksi

Kebocoran

Terdapat partikel untuk sediaan injeksi yang seharusnya jernih sehingga keruh atau partikel asing dalam serbuk untuk injeksi.

Wadah rusak atau terjadi perubahan warna.

3.1.2.3. Distribusi Obat di Puskesmas

Distribusi/penyaluran adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan antara lain ke sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, dan polindes.

Dalam meakukan kegiatan distribusi obat, terdapat tiga hal yang menjadi fokus perhatian, yaitu menentukan frekuensi distribusi, menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan, dan melaksanakan penyerahan obat dan penerimaan sisa obat dari subsub unit. Pada tahapan menentukan frekuensi distribusi, yang perlu dipertimbangkan adalah jarak sub unit pelayanan dan biaya distribusi yang tersedia. Dengan mempertimbangkan kedua hal tersebut diharapkan mampu menentukan frekuensi pendistribusian obat yang efektif dan efisien.

Tahapan selanjutnya setelah menentukan frekuensi distribusi yaitu menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan. Dalam menentukan jumlah obat perlu dipertimbangkan :

a. Pemakaian rata-rata per periode untuk setiap jenis obat. b. Sisa stok.

(28)

Universitas Indonesia c. Pola penyakit.

d. Jumlah kunjungan di masing-masing sub unit pelayanan kesehatan.

Tahapan terakhir dalam proses distribusi obat di puskesmas yaitu melaksanakan penyerahan obat dan menerima sisa obat dari subsub unit. Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara :

a. Puskesmas menyerahkan/mengirimkan obat dan diterima di sub unit pelayanan.

b. Obat diambil sendiri oleh sub-sub unit pelayanan. Obat diserahkan bersama-sama dengan formulir LPLPO sub unit yang ditandatangani oleh penanggung jawab sub unit pelayanan puskesmas dan kepala puskesmas sebagai penanggung jawab pemberi obat dan lembar pertama disimpan sebagai tanda bukti penerimaan obat.

3.1.3. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan data obat di puskesmas merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obatan secara tertib, baik obat-obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di puskesmas dan atau unit pelayanan lainnya. Puskesmas bertanggung jawab atas terlaksananya pencatatan dan pelaporan obat yang tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk mendukung pelaksanaan seluruh pengelolaan obat.

Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah : a. Bukti bahwa suatu kegiatan telah dilakukan.

b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian. c. Sumber data untuk perencanaan kebutuhan.

d. Sumber data untuk pembuatan laporan.

3.1.3.1. Sarana Pencatatan dan Pelaporan

Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas adalah Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dan kartu stok. LPLPO yang dibuat oleh petugas puskesmas harus tepat data, tepat isi dan dikirim tepat waktu serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga

(29)

21

Universitas Indonesia dimanfaatkan untuk analisis penggunaan, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan obat.

3.1.3.2. Penyelenggaraan Pencatatan di Puskesmas

Terdapat tempat-tempat/lokasi yang menyelenggarakan pencatatan baik di dalam puskesmas itu sendiri maupun di luar puskesmas, yaitu :

A. Gudang Puskesmas

Setiap obat yang diterima dan dikeluarkan dari gudang dicatat di dalam Buku Penerimaan dan Kartu Stok. Laporan penggunaan dan lembar permintaan obat dibuat berdasarkan Kartu Stok Obat dan catatan harian penggunaan obat. Data yang ada pada LPLPO merupakan laporan puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

B. Kamar Obat

Setiap hari jumlah obat yang dikeluarkan kepada pasien dicatat pada buku catatan pemakaian obat harian. Laporan pemakaian dan permintaan obat ke gudang obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok.

C. Kamar Suntik

Obat yang akan digunakan dimintakan ke gudang obat. Pemakaian obat dicatat pada buku penggunaan obat suntik dan menjadi sumber data untuk permintaan obat.

D.PuskesmasKeliling, Puskesmas Pembantu, dan Poskesdes

Pencatatan diselenggarakan seperti pada kamar obat, yaitu setiap hari jumlah obat yang dikeluarkan kepada pasien dicatat pada buku catatan pemakaian obat harian. Laporan pemakaian dan permintaan obat ke gudang obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok.

3.1.3.3. Alur dan Periode Pelaporan

Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub unit. LPLPO dibuat 3 (tiga) rangkap, diberikan ke Dinkes Kabupaten/Kota melalui Instalasi

(30)

Universitas Indonesia Farmasi Kabupaten/Kota, untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah ditandatangani oleh kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota, satu rangkap untuk Kepala Dinas Kesehatan, satu rangkap untuk Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan satu rangkap dikembalikan ke puskesmas.

LPLPO sudah harus diterima oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota paling lambat tanggal 10 setiap bulannya.

3.2. Pelayanan Informasi Obat (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010)

3.2.1. Deskripsi

Pelayanan informasi obat (PIO) didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, lengkap, terkini oleh tenaga kefarmasian yang kompeten kepada pasien, tenaga kesehatan, masyarakat maupun pihak yang memerlukan.

3.2.2. Tujuan

PIO bertujuan untuk menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan dan pihak lain untuk menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional.

3.2.3. Sasaran

Sasaran pelayanan informasi obat di puskesmas antara lain : a. Pasien dan/atau keluarga pasien.

b. Tenaga Kesehatan : dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten apoteker, dan lain-lain.

c. Pihak lain : manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain.

3.2.4. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana pelayanan informasi obat disesuaikan dengan kondisi sarana pelayanan kesehatan. Jenis dan jumlah perlengkapan bervariasi tergantung ketersediaan dan perkiraan kebutuhan dalam pelaksanaan pelayanan

(31)

23

Universitas Indonesia informasi obat. Sarana ideal untuk pelayanan informasi obat sebaiknya disediakan, antara lain :

a. Ruang pelayanan. b. Kepustakaan. c. Komputer.

d. Telepon dan faksimili. e. Jaringan internet.

3.2.5. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat

Kegiatan pelayanan informasi obat yang dapat dilaksanakan di puskesmas, meliputi :

a. Menjawab pertanyaan.

b. Mengkaji dan menyampaikan informasi bagi yang memerlukan. c. Menyiapkan materi dan membuat buletin, brosur, leaflet, dll.

3.2.6. Informasi obat yang lazim diperlukan pasien :

a. Waktu penggunaan obat; misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari, apakah di waktu pagi, siang, sore atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan.

b. Lama penggunaan obat; apakah selama keluhan masih ada atau harus dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Sebagai contoh, antibiotika harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi.

c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral, obat tetes mata, salep mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung, tetes telinga, suppositoria, dan krim/salep rektal dan tablet vagina.

d. Efek yang akan timbul dari penggunaan obat; misalnya berkeringat, mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna, air kencing berubah warna, dan sebagainya.

e. Hal-hal lain yang mungkin timbul; misalnya interaksi obat dengan obat lain atau makanan tertentu dan kontraindikasi obat tertentu dengan diet rendah

(32)

Universitas Indonesia kalori, kehamilan dan menyusui serta kemungkinan terjadinya efek obat yang tidak dikehendaki.

3.2.7. Sumber Informasi Obat

Pelayanan Informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini dalam upaya penggunaan obat yang rasional oleh pasien dan tenaga kesehatan. Oleh karena itu semua pustaka yang dijadikan sebagai sumber informasi diusahakan terbaru dan disesuaikan dengan tingkat dan tipe pelayanan.

Pustaka dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu : a. Pustaka Primer

Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi yang terdapat didalamnya berupa hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Sebagai contoh yaitu laporan hasil penelitian, laporan kasus, studi evaluatif dan laporan deskriptif.

b. Pustaka Sekunder

Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari berbagai macam artikel jurnal. Sumber informasi sekunder sangat membantu dalam proses pencarian informasi yang terdapat dalam sumber informasi primer. Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai data base.

c. Pustaka Tersier

Pustaka tersier berupa buku teks atau data base, kajian artikel, kompendia dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang berisi materi yang umum, lengkap dan mudah dipahami, seperti IONI, ISO, DOEN, DOI, MIMS, Buku Saku Pelayanan Kefarmasian, dan lain sebagainya.

Selain dari sumber informasi di atas, informasi obat juga dapat diperoleh dari setiap kemasan atau brosur obat yang berisi :

a. Nama dagang obat jadi. b. Komposisi.

(33)

25

Universitas Indonesia c. Bobot, isi atau jumlah tiap wadah.

d. Dosis pemakaian. e. Cara pemakaian.

f. Indikasi atau khasiat atau kegunaan. g. Kontra indikasi (bila ada).

h. Tanggal kadaluarsa.

i. Nomor ijin edar/nomor registrasi. j. Nomor kode produksi.

k. Nama dan alamat industri.

3.2.8. Dokumentasi

Semua kegiatan pelayanan informasi obat harus didokumentasikan. Manfaat dokumentasi adalah sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa, memprioritaskan penyediaan sumber informasi yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan, sebagai media pelatihan tenaga farmasi serta sebagai basis data pencapaian kinerja, penelitian, analisis, evaluasi dan perencanaan layanan. Hal-hal yang perlu di muat dalam kegiatan dokumentasi, yaitu :

a. Tanggal dan waktu pertanyaan dimasukkan. b. Nama dan umur pasien.

c. Informasi yang diberikan.

3.2.9. Evaluasi

Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan informasi obat, harus dilakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan secara berkala. Evaluasi ini digunakan untuk menilai/mengukur keberhasilan pelayanan informasi obat itu sendiri dengan cara membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat.

Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan dengan mengumpulkan data dari awal dan mendokumentasikan pertanyaan – pertanyaan yang diajukan, serta jawaban dan pelayanan yang diberikan kemudian dibuat laporan tahunan. Laporan ini dievaluasi dan berguna untuk memberikan masukan kepada pimpinan dalam membuat kebijakan di waktu mendatang. Untuk mengukur tingkat keberhasilan

(34)

Universitas Indonesia tersebut harus ada indikator yang digunakan. Indikator tersebut bersifat dapat diukur dan valid (tidak cacat). Indikator keberhasilan pelayanan informasi obat mengarah kepada pencapaian penggunaan obat

secara rasional di puskesmas itu sendiri. Indikator dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan pelayanan informasi obat antara lain : a. Meningkatnya jumlah pertanyaan yang diajukan.

b. Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab. c. Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan.

d. Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leaflet, buletin, ceramah). e. Meningkatnya pertanyaan berdasar jenis pertanyaan dan tingkat kesulitan. f. Menurunnya keluhan atas pelayanan.

(35)

27 Universitas Indonesia BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Tugas Pokok dan Fungsi Puskesmas

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan, termasuk upaya pengobatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan. Program upaya pengobatan di puskesmas bertujuan meningkatkan mutu pelayanan dan menjaga tingkat ketersediaan obat pada semua unit pelayanan yang ada di wilayahnya. Dalam melaksanakan pengelolaan obat di Puskesmas telah ditetapkan unit pengelola obat dengan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) bagian farmasi di puskesmas yaitu:

a. Petugas menerima obat dari gudang farmasi Kabupaten/Kota sesuai slip penerimaan obat.

b. Petugas menyimpan obat sesuai dengan bentuk sediaan, kemudian abjad nama obat dengan memperhatikan waktu kadaluarsa (bila ada).

c. Petugas mencatat setiap jenis obat dalam kartu stok obat.

d. Petugas mendistribusikan obat ke unit pelayanan dalam bentuk buku register harian.

e. Petugas membuat Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) setiap akhir bulan.

4.2.Alur Pengelolaan Obat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur

Pada dasarnya, alur pengelolaan obat di puskesmas tingkat kecamatan di Provinsi DKI Jakarta sama dengan di provinsi lain, yaitu meliputi kegiatan perencanaan dan permintaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, serta pencatatan dan pelaporan. Namun perbedaan yang signifikan dapat dilihat dalam proses pengadaan (termasuk ke dalam alur perencanaan dan permintaan).

Oleh karena penerapan sistem desentralisasi yang didasari oleh Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan

(36)

Universitas Indonesia Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom, proses pengadaan yang di lakukan di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati yaitu bersifat mandiri dimana Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, seperti pada puskesmas tingkat kecamatan lainnya yang berada di wilayah DKI Jakarta, menentukkan sendiri jumlah dan jenis obat untuk periode mendatang. Proses selanjutnya yaitu melakukan proses lelang sebagai tahapan pengadaan obat. Obat yang di dapatkan dari proses lelang disebut sebagai obat yang bersumber dari dana APBD.

Gambaran umum mengenai lelang yang dilakukan oleh Puskesmas Kecamatan Kramat Jati sebagai usaha pengadaan obat yang bersumber dari dana APBD adalah sebagai berikut :

1. Dilakukan pengumuman lelang melalui internet melalui SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik) serta papan pengumuman

2. Rekanan yang berminat untuk mengikuti lelang tersebut mengunduh dokumen persyaratan sebagai syarat pengajuan untuk ikut lelang dan melengkapi segala persyaratan yang telah ditetapkan.

3. Rekanan kemudian mengirim berkas-berkas yang dipersyaratkan dalam proses lelang tersebut melalui SPSE.

4. Panitia mengunduh berkas penawaran dari rekanan yang masuk di SPSE untuk kemudian melakukan penilaian dalam penentuan pemenang lelang. Penilaian yang dimaksud meliputi evaluasi administrasi dan evaluasi teknis serta harga. 5. Pantia lelang menentukan pemenang yang memenuhi syarat dan membuat

perjanjian untuk melakukan kerjasama dengan pihak rekanan yang terpilih 6. Rekanan yang terpilih melakukan tanggung jawabnya untuk melakukan

pengadaan dan pengiriman obat ke gudang induk Puskesmas Kecamatan Kramat Jati sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

Berdasarkan anggaran APBD, jumlah dan jenis obat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati dapat dilihat di lampiran 2.

Selain bersumber dari dana APBD, pengadaan obat yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati juga dapat bersumber dari dana BLUD (Badan Layanan Umum Daerah). Pemakaian dana BLUD dimaksudkan untuk pembelian langsung dengan jumlah kecil untuk obat-obatan yang habis sebelum memasuki

(37)

29

Universitas Indonesia masa pengadaan berikutnya dan juga obat-obatan yang tidak termasuk dalam pengadaan yang bersumber dari APBD.

Jenis obat berdasarkan permintaan rutin di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati di dominasi oleh obat generik (96,77%). Hal ini didasari oleh kesepakatan global maupun Keputusan Menteri Kesehatan No. 085 tahun 1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan atau Menggunakan Obat Generik di Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah dan Permenkes RI No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Adapun beberapa dasar pertimbangan dari Kepmenkes tersebut adalah :

a. Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di seluruh dunia bagi pelayanan kesehatan publik.

b. Obat generik mempunyai mutu dan efikasi yang memenuhi standar pengobatan.

c. Meningkatkan cakupan dan kesinambungan pelayanan kesehatan publik. d. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi alokasi dana obat di pelayanan

kesehatan publik.

Setelah melakukan proses perencanaan dan pengadaan, Puskesmas Kecamatan Kramat Jati melakukan proses penerimaan, penyimpanan, dan distribusi obat. Sama seperti puskesmas lainnya, proses penerimaan obat bertujuan agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh puskesmas. Petugas penerima obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat yang diserahterimakan, meliputi kemasan, jenis dan jumlah obat, bentuk sediaan obat sesuai dengan isi dokumen serta membuat berita acara penerimaan obat. Apabila terdapat item obat yang tidak sesuai dengan dokumen maka petugas penerima berhak menolak dan mengembalikannya. Petugas gudang obat bertanggung jawab atas pemeriksaan fisik, penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan, dan penggunaan obat berikut kelengkapan catatan yang menyertainya. Petugas gudang obat mencatat setiap penambahan obat dan membukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok. Setelah proses penerimaan selesai, obat akan disimpan di gudang induk

(38)

Universitas Indonesia Di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, penyimpanan obat dilakukan di gudang induk di puskesmas kecamatan. Dari gudang induk puskesmas kecamatan, obat akan didistribusikan ke gudang puskesmas kecamatan dan ke puskesmas kelurahan yang ada di lingkup Kecamatan Kramat Jati. Pendistribusian obat tersebut dilaksanakan sebanyak 4 kali dalam 1 tahun. Prosedur tetap daam proses distribusi obat dapat dilihat pada lampiran 3. Puskesmas-puskesmas kelurahan yang berada di bawah Puskesmas Kecamatan Kramat Jati yaitu Puskesmas Kelurahan Cawang, Puskesmas Kelurahan Cililitan, Puskesmas Kelurahan Kramat Jati I, Puskesmas Kelurahan Kramat Jati II, Puskesmas Kelurahan Batu Ampar, Puskesmas Kelurahan Balekambang, Puskesmas Kelurahan Tengah, dan Puskesmas Kelurahan Dukuh.

Proses penyimpanan obat dilakukan sebelum obat-obatan tersebut didistribusikan ke tempat-tempat yang dituju. Di setiap tempat penyimpanan obat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati dilengkapi dengan kartu stok. Hal ini dimaksudkan agar semua item obat mampu tercatat dan terdokumentasi dengan baik sehingga data fisik akan sama dengan data yang terdapat di laporan.

Penyimpanan yang dilakukan di gudang induk Puskesmas Kecamatan Kramat Jati secara keseluruhan cukup baik walaupun masih belum memenuhi standar yang dipersyaratkan mengenai suhu ruangan yakni dengan tidak lengkapinya gudang dengan penyejuk udara (AC). Mengenai suhu ruangan di gudang induk, Puskesmas Kecamatan Kramat Jati menyiasati dengan membangun ruangan gudang induk yang tinggi yang disertai dengan ventilasi yang cukup pada bagian atap sehingga meminimalisasi kondisi suhu yang terlampau tinggi.

Kondisi penyimpanan di gudang Puskesmas Kecamatan Kramat Jati lebih baik bila dibandingkan dengan di gudang induk. Gudang Puskesmas Kecamatan Kramat Jati dilengkapi dengan penyejuk udara sebagai pengontrol suhu ruangan, termometer ruangan serta lemari pendingin sebagai tempat menyimpan sediaan yang memerlukan suhu 4 – 8oC yang disertai termometer yang berada di dalamnya.

Selain di gudang induk dan gudang puskesmas, obat juga disimpan di dalam Unit Pelayanan Kesehatan 24 Jam dan di apotek. Penyimpanan obat di dalam Unit Pelayanan Kesehatan 24 Jam cukup memenuhi syarat. Hal tersebut

(39)

31

Universitas Indonesia disebabkan karena hanya obat-obat tertentu yang berada di dalamnya dan dalam jumlah kecil serta ruangan tersebut juga telah dilengkapi dengan penyejuk udara. Begitu pula dengan di apotek. Obat-obat yang terdapat di apotek merupakan obat-obatan yang bersifat fast moving. Penyimpanan di dalam apotek cukup memenuhi persyaratan serta suhu ruangan terkontrol dengan baik dengan adanya penyejuk udara. Obat-obat yang tergolong narkotik maupun psikotropika yang terdapat di dalam apotek, seperti kodein dan fenobarbital, disimpan di lemari yang terpisah dengan obat-obatan lain dan dikunci ganda.

Penyimpanan obat di setiap tempat penyimpanan obat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati memakai sistem FEFO dan FIFO. Pihak farmasi dari Puskesmas Kecamatan Kramat Jati memberikan label berupa warna di setiap kemasan sekunder maupun tersier dari setiap item obat sebagai tanda mengenai batas daluarsa dari masing-masing item obat. Hal ini ditujukan agar menjadi tanda bagi petugas gudang dan/atau apoteker untuk dapat memprioritaskan penggunaan obat yang mendekati masa daluarsa dan menjadi tanda untuk obat-obatan yang telah memasuki tiga bulan sebelum masa daluarsa untuk segera dipisahkan dari item obat lainnya agar tidak digunakan untuk selanjutnya dikembalikan ke perusahan obat yang bersangkutan. Pengklasifikasian label warna di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati sebagai penanda masa daluarsa obat dapat di lihat di lampiran 4.

Penyusunan obat, baik di gudang induk, gudang puskesmas kecamatan, apotek, maupun di Unit Pelayanan 24 jam berdasarkan bentuk sediaan dan alfabetis. Hal ini sangat memudahkan bagi petugas gudang obat dan/atau tenaga kefarmasian lain untuk menemukan obat. Khusus obat-obatan yang ada di apotek, beberapa obat disimpan tidak pada wadah aslinya. Sebagai contoh, tablet CTM, tablet parasetamol, tablet deksametason, tablet prednison, dan tablet lainnya yang bersifat fast moving tidak disimpan di dalam kemasan aslinya. Obat-obatan tersebut disimpan di dalam plastik obat dan jumlahnya untuk dikonsumsi dengan estimasi waktu pengobatan yaitu selama tiga hari dengan frekuensi penggunaan tiga kali sehari satu tablet. Hal ini bertujuan agar mempercepat dalam proses dispensing. Mengingat jumlah pasien yang tidak sebanding dengan jumlah tenaga

(40)

Universitas Indonesia kefarmasian yang ada serta untuk memperpendek waktu tunggu pasien dalam mendapatkan obat.

Sediaan berupa pulveres/puyer di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati ditriturasi dengan menggunakan blender. Hal ini dilakukan bertujuan agar memperpendek waktu tunggu pasien untuk mendapatkan puyer. Perlu diketahui bahwa sebelum blender digunakan untuk proses triturasi, blender tersebut dicuci bersih dan digunakan antiseptik agar kebersihan dari blender tersebut tetap terjaga.

Obat-obatan yang ada di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati hanya bisa dikeluarkan dari apotek dengan resep yang berasal dari setiap poli yang ada di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati. Hal ini bermakna bahwa resep yang bukan berasal selain dari dokter, dokter gigi, maupun bidan yang berada di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati tidak dapat ditebus di apotek Puskesmas Kecamatan Kramat Jati.

Sebelum obat diserahkan ke pasien, petugas kefarmasian yang bertugas di Apotek Puskesmas Kecamatan Kramat Jati melakukan pengecekan berulang agar obat yang diserahkan tidak terdapat kesalahan, baik dari jumlah, jenis, maupun dalam penulisan etiket. Ketika resep diterima oleh apotek, apoteker dan/atau asisten apoteker melakukan skrinning terhadap resep tersebut, mulai dari kelengkapan administratif dari resep tersebut hingga obat-obatan yang diresepkan (terutama dosis yang dituliskan). Apabila terdapat keraguan dari resep yang diterima, misalnya mengenai dosis dari suatu item obat maka apoteker dan/atau asisten apoteker melakukan konfirmasi ke dokter yang bersangkutan.

Setelah tahapan di atas selesai dilakukan maka tahapan berikutnya yaitu penulisan etiket sesuai dengan resep yang dituliskan oleh dokter. Penulisan etiket meliputi tanggal penulisan etiket, nama pasien, dan tata cara penggunaan obat serta frekuensi penggunaannya. Kemudian, dilakukan penyiapan obat yang akan diberikan ke pasien. Obat-obat yang diresepkan oleh dokter/dokter gigi/bidan dimasukkan ke dalam plastik obat disertai dengan etiketnya. Perlu diketahui bahwa Puskesmas Kecamatan Kramat Jati memiliki kesepakatan bahwa pengobatan yang pasien terima hanya untuk tiga hari dan untuk pasien-pasien

(41)

33

Universitas Indonesia tertentu seperti pasien diabetes melitus, hipertensi, dan jiwa terdapat pengecualian.

Setelah proses di atas selesai maka obat-obatan tersebut sudah siap untuk dibagikan ke pasien. Sebelum membagikan obat, petugas melakukan pengecekan terakhir untuk memastikan bahwa obat-obat tersebut sesuai dengan yang telah diresepkan. Setelah yakin bahwa tidak ada kesalahan maka obat tersebut dapat diberikan ke pasien. Penyerahan obat ke pasien disertai dengan informasi yang pasien butuhkan untuk mengonsumsi obat-obatan yang akan mereka konsumsi. Informasi yang disampaikan berupa mengonsumsi obat sebelum/sesudah makan, harus dihabiskan atau tidak, dikunyah terlebih dahulu, dikonsumsi setengah jam sebelum makan, diminum dengan air putih yang cukup banyak, kocok dahulu, dan lain sebagainya. Sebenarnya informasi tersebut sudah tertera di etiket setiap item obat. Pemberian informasi secara lisan ke pasien ketika pasien menerima obat bertujuan agar pasien lebih waspada dengan pengobatan yang dia terima. Prosedur tetap pelaksanaan kegiatan pelayanan di apotek dapat dilihat pada lampiran 5.

Seluruh rangkaian dan informasi di atas dapat dievaluasi dalam form pelayanan kefarmasian di puskesmas (lampiran 6). Dengan form tersebut, seluruh kegiatan pelayanan di bagian farmasi di puskesmas dapat terkuantifikasi sehingga hasil yang didapatkan dapat dijadikan bahan evaluasi.

Rata-rata per hari jumlah resep yang diterima oleh Puskesmas Kecamatan Kramat Jati yaitu berjumlah 306 resep dengan jumlah R/ rata-rata per hari yaitu 975 R/.

Tahapan terakhir dalam proses pengelolaan obat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati yaitu pencatatan dan pelaporan obat. Setiap item obat baik yang diterima atau pun dikeluarkan/didistribusikan harus dilakukan pencatatan. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi obat keluar maupun obat masuk. Selain itu, dengan dilakukan pencatatan maka akan diketahui jumlah terkini per item obat. Hasil dari pencatatan tersebut dituangkan dalam bentuk Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) periode bulanan.

Data LPLPO bulanan merupakan data yang mampu menggambarkan profil penggunaan obat, perencanaan kebutuhan obat, dan pengelolaan obat dari suatu unit kesehatan, dalam hal ini puskesmas. LPLPO merupakan perwujudan dari

(42)

Universitas Indonesia tahapan pencatatan dan pelaporan dalam proses pengelolaan obat di puskesmas dimana dengan dilakukan pencatatan yang rapi dan tertib maka diharapkan suatu sinkronisasi antara data yang terdapat dalam laporan dan data yang terdapat secara fisik

4.3. Pelayanan Informasi Obat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur

Kegiatan pelayanan informasi obat (yang selanjutnya disebut PIO) di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur dilaksanakan dengan cukup baik. Pelaksanaan kegiatan PIO yang ideal harus didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai serta terdokumentasi dengan baik dan tertib agar keseluruhan rangkaian kegiatan PIO dapat dievaluasi.

Idealnya, pelaksanaan kegiatan PIO di puskesmas harus ditunjang dengan kelengkapan sarana dan prasarana, seperti ruang pelayanan, kepustakaan, komputer yang dilengkapi jaringan internet serta terdapat telepon ataupun faksimili. Namun, kelengkapan sarana dan prasarana, baik jumlah maupun jenisnya, bervariasi tergantung ketersediaan dan perkiraan kebutuhan dalam melaksanakan kegiatan PIO tersebut di puskesmas sehingga kelengkapan tidak menjadi syarat mutlak.

Secara umum, kegiatan PIO di Puskesmas Kramat Jati dilaksanakan secara lisan, baik pasien sebagai sasaran PIO maupun tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati sebagai sasaran PIO. Apoteker dan/asisten apoteker akan melaksanakan PIO bersamaan ketika proses penyerahan obat di loket penyerahan obat jika pasien sebagai sasaran PIO. Sedangkan Apoteker dan/asisten apoteker akan melaksanakan PIO ke dokter/dokter gigi/bidan ketika ada telepon masuk ke bagian apotek/farmasi.

Informasi obat yang biasa di sampaikan ke pasien sebagai sasaran PIO meliputi cara penggunaan, frekuensi penggunaan, kapan penggunaan harus dihentikan, dan instruksi khusus, misalnya penggunaan antibiotik harus dihabiskan dan penggunaan ISDN yaitu dengan meletakkan tabet ISDN di bawah lidah. Akan tetapi informasi seperti kekuatan dosis obat, interaksi obat maupun kontraindikasi dari pemakaian suatu obat tidak disampaikan. Penyampaian

(43)

35

Universitas Indonesia informasi terebut dilakukan hanya jika pasien bertanya mengenai hal tersebut. Selanjutnya, PIO yang dilakukan ke dokter/dokter gigi/bidan lebih berupa untuk mengingatkan bahwa jika di dalam resep tidak tertulis obat beserta kekuatannya, misal haloperidol saja, maka yang akan digunakan adalah haloperidol dengan kekuatan terkecil yang apotek miliki. Sedangkan, PIO yang dilakukan ke sesame tenaga kefarmasian di apotek dapat berupa mengingatkan mengenai aturan pemakaian suatu obat.

Pembuatan buletin, brosur, atau leaflet sebagai salah satu contoh kegiatan PIO yang bersifat pasif tidak dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati. Hal ini disebabkan karena beban kerja yang tinggi yang dihadapi oleh tenaga farmasi di apotek.

Kegiatan PIO di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur tidak disertai dengan dokumentasi yang memadai. Padahal, dengan mendokumentasikan kegiatan PIO maka data yang ada dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk menilai/mengukur keberhasilan kegiatan PIO itu sendiri. Idealnya, evaluasi yang dilakukan yaitu dengan cara membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat. Contoh lembar dokumentasi kegiatan PIO dapat dilihat pada lampiran 7.

Gambar

Tabel 2.1.  Contoh  hasil  anamnesis,  diagnosis,  beserta  terapi  yang  diberikan pada pasien dengan diagnosis amoebiasi.......................
Tabel 2.1. Contoh hasil anamnesis, diagnosis, beserta terapi yang diberikan pada  pasien dengan diagnosis amoebiasis

Referensi

Dokumen terkait

Jadi istilah exeplessonto dari akar kata ekplesso (ek-place-so) dalam Matius 7: 28, bila ditinjau secara leksikal adalah Yesus mengajar dengan professional, Dia mengajar

Berdasarkan paparan di atas bahwa diduga adanya pengaruh antara kemampuan menulis cerpen terhadap variabel-variabel yang lain seperti penggunaan media pembelajaran dan

Dari data dun gambar I di atas ditunjukkan bahwa pemisahan V terhadap Y menggunakan teknik ekstraksi cair-cair secara catu dengan memakai ekstraktan D2EHPA dalam dodekan,

Kepada seluruh pihak, saudara, sahabat dan teman penulis lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas semua semangat, motivasi dan

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang tersebut, pada penelitian ini akan diimplementasikan metode marker based tracking dan metode markerless augmented

Bahan baku crude oil dan naphtha yang diolah berasal dari beberapa sumber dengan mengacu pada pembatasan yang sudah ada pada PT PERTAMINA (Persero) pusat.. Crude oil

Sedangkan sebaliknya, jika pikiran Anda masih KABUR dengan tujuan hidup Anda sendiri, maka bisa jadi Anda akan bernasib sama dengan surat yang tidak lengkap