UNIVERSITAS INDONESIA
KAJIAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KELELAHAN PENGEMUDI TRUK TRAILER DI PT
AMI TH 2012
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister
Nama : Aris Kristanto
NPM : 1006798505
PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JANUARI 2013
ABSTRAK
Nama : Aris Kristanto Program Studi : S2
Judul Tesis : Kajian Faktor-Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kelelahan Pengemudi Truk Trailer di PT AMI Tahun 2012.
Faktor kelelahan pengemudi merupakan salah penyebab utama terjadinya kecelakaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor resiko yaitu usia, IMT, kondisi fisik, monoton, total waktu tidur, durasi mengemudi, kualitas tidur dan total jam kerja (1 hari & 1 minggu) dengan terjadinya kelelahan pengemudi truk trailer. Penelitian dilakukan bulan Juni s/d Juli tahun 2012 pada pengemudi rute jarak menengah pendek yaitu tujuan daerah Purwakarta/ Bandung. Jumlah sampel penelitian 81 responden. Penelitian bersifat kuantitatif observational dengan menggunakan metode pendekatan potong lintang (cross-sectional). Pengukuran kelelahan menggunakan daftar pertanyaan berupa gejala kelelahan yang bersumber dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) dan hasilnya menunjukkan bahwa 92,6% responden mengalami kelelahan ringan. Sedangkan gejala kelelahan paling sering dialami oleh responden adalah merasa haus sebanyak 90,1%. Hasil perhitungan statistik chi-square diketahui hanya faktor usia yang memiliki hubungan bermakna dengan kelelahan pengemudi truk trailer PT AMI, dengan nilai p sebesar 0,017.
Kata kunci:
ABSTRACT
Name : Aris Kristanto Study Program : S2
Title : Study of risk factors associated with driver fatigue on trailer truck PT AMI in 2012
Driver fatigue is one of the main causes of accident. This study aimed to determine the correlation between driver fatigue truck trailer to the risk factors such as age, BMI (body mass index), physical condition, monotony, total of sleeping time, driving hours, sleep quality, and total of working hours (one day & one week). The study was conducted in June until July of 2012 on the short–range medium operation the destination Purwakarta / Bandung. Total sample are 81 respondents. Quantitative observational studies using cross-sectional approach. Measurement of fatigue using questionnaires of fatigue symptom that comes from the Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) and the results showed that 92.6% of respondents experienced mild fatigue. The most common of fatigue symptom respondents is thirst which has 90.1%. The results of the chi-square calculation known only factor age that a statistically significant association with driver fatigue on trailer truck PT AMI, with p value of 0.017.
Key word;
Fatigue, driver, trailer truck
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DATAR GAMBAR ... xv
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GRAFIK ... xvii
DAFTAR ISTILAH ... xviii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 4 1.3 Pertanyaan Penelitian ... 4 1.4 Tujuan Penelitian……… ... 5 1.4.1 Tujuan Umum………. ... 5 1.4.2 Tujuan Khusus……… ... 5 1.5 Manfaat Penelitian ... 6
1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti……….. ... 6
1.5.2 Manfaat Bagi Perusahaan………….. ... 6
1.5.3 Manfaat Bagi Pengemudi…… ... 6
1.5.4 Manfaat Bagi Pendidikan ... 6
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kelelahan ... 8
2.2 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kelelahan ... 10
2.2.1 Usia ... 12
2.2.2 Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 14
2.2.4 Monoton ... 18
2.2.5 Total Waktu Tidur ... 21
2.2.6 Kualitas Tidur... 24
2.2.7 Durasi Mengemudi ... 25
2.2.8 Total Jam Kerja ... 26
2.2.9 Lingkungan ... 27
2.3 Sistem Penggerak Kelelahan ... 32
2.4 Teori Penyebab Kelelahan ... 33
2.5 Pendekatan Studi Kelelahan ... ... 35
2.5.1 Ditinjau dari Ergonomi ... ... 35
2.5.2 Ditinjau dari Medis ... ... 37
2.6 Macam-Macam Kelelahan ... 39
2.7 Pengukuran Kelelahan ... 41
2.7.1 Kualitas dan Kuantitas Kerja yang dilakukan ... 41
2.7.2 Uji Psikomotor ... 42
2.6.3 Uji Hilang Kerlipan ... 42
2.6.4 Perasaan Kelelahan Secara Subyektif ... 43
2.6.5 Uji Performa Mental ... 44
2.8 Gejala Kelelahan ... 45
2.9 Pengaruh Kelelahan Ketika Mengemudi ... 46
2.10 Pengemudi dan Kendaraan Berat ... 46
BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Teori... 50
3.2 Kerangka Konsep ... 51
3.3 Hipotesis ... 52
3.4 Definisi Operasi ... 53
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis dan Design Penelitian ... 57
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 57
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 57
4.3.1 Populasi Penelitian ... 57
4.4 Instrumen Penelitian... 58
4.5 Teknik Pengumpulan Data ... 58
4.5.1 Data Primer ... 58 4.5.2 Data Sekunder ... 60 4.6 Pengolahan Data... 61 4.7 Analisa Data ... 62 4.7.1 Analisis Deskriptif ... 62 4.7.2 Analisis Bivariat ... 62 4.7.3 Analisis Multivariat ... 64
BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Sejarah Perusahaan PT AMI ... 66
5.1.1 Latar Belakang ... 66
5.1.2 Perkembangan Perusahaan ... 66
5.1.3 Tata Letak Perusahaan ... 69
5.1.4 Profil Umum Perusahaan ... 70
5.2 Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan ... 71
5.2.1 Visi ... 71
5.2.2 Misi ... 71
5.2.3 Tujuan ... 71
5.3 Organisasi Perusahaan ... 71
5.3.1 Struktur Organisasi PT AMI ... 73
5.4 Sistem Proses Produksi PTA ... 75
5.4.1 Unit Oksidasi ... 75
5.4.2 Unit Pemurnian (PTA) ... 76
5.5 Sistem Road Safety PT AMI ... 77
5.6 Prosedur Kerja ... 78
5.6.1 Pengemudi ... 79
5.6.2 Kendaraan ... 79
5.6.3 Operasi Kerja ... 86
5.7 Pengemudi Truk Trailer PT AMI ... 87
5.8 Data Kendaraan ... 88
BAB VI HASIL PENELITIAN
6.1 Karakteristik Responden ... 92
6.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 93
6.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Indeks Massa Tubuh ... 94
6.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Kondisi Fisik ... 94
6.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Aktivitas Monoton ... 94
6.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Total Waktu Tidur ... 95
6.1.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Kualitas Tidur ... 95
6.1.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Durasi Mengemudi ... 95
6.1.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Total Jam Kerja 1 Hari ... 96
6.1.9 Karakteristik Responden Berdasarkan Total Jam Kerja 1 minggu .. 96
6.2 Distribusi Tingkat Kelelahan ... 97
6.2.1 Distribusi Gejala Kelelahan Pada Pengemudi Truk Trailer PT AMI ... 97
6.3 Hubungan antara Faktor-Faktor Risiko terhadap Kelelahan Pengemudi Truk Trailer PT AMI ... 99
6.3.1 Hubungan antara usia terhadap terjadinya kelelahan
pada pengemudi truk trailer PT AMI ... 100
6.3.2 Hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap terjadinya kelelahan pada pengemudi truk trailer PT AMI ... 100
6.3.3 Hubungan antara Kondisi Kesehatan terhadap terjadinya kelelahan pada pengemudi truk trailer PT AMI ... 100
6.3.4 Hubungan antara Monoton terhadap terjadinya kelelahan pada pengemudi truk trailer PT AMI ... 101
6.3.5 Hubungan antara total waktu tidur terhadap terjadinya kelelahan pada pengemudi truk trailer PT AMI ... 101
6.3.6 Hubungan antara Kualitas tidur terhadap terjadinya kelelahan pada pengemudi truk trailer PT AMI ... 102
6.3.7 Hubungan antara durasi mengemudi terhadap terjadinya kelelahan pada pengemudi truk trailer PT AMI ... 102
6.3.8 Hubungan antara total jam kerja (1 hari) terhadap terjadinya kelelahan pada pengemudi truk trailer PT AMI ... 103
6.3.9 Hubungan antara total jam kerja (1 minggu) terhadap terjadinya kelelahan pada pengemudi truk trailer PT AMI ... 103
BAB VII PEMBAHASAN 7.1 Keterbatasan Penelitian ... 105
7.2 Gambaran Kelelahan Pengemudi Truk Trailer PT AMI ... 106
7.3 Analisa Gejala Kelelahan ... 107
7.4 Analisis Hubungan Faktor Internal dan Eksternal terhadap Kelelahan pada Pengemudi Truk Trailer PT AMI ... 111
7.4.1 Hubungan Antara Usia Terhadap Kelelahan... 111
7.4.2 Hubungan antara IMT terhadap kelelahan ... 113
7.4.3 Hubungan antara Kondisi Fisik terhadap kelelahan... 116
7.4.4 Hubungan antara kondisi monoton terhadap kelelahan ... 117
7.4.5 Hubungan antara total waktu tidur terhadap kelelahan ... 119
7.4.6 Hubungan antara kualitas tidur terhadap kelelahan ... 121
7.4.7 Hubungan antara durasi mengemudi terhadap kelelahan... 122
7.4.8 Hubungan antara total jam kerja (1 hari) terhadap kelelahan ... 123
BAB VIII KESIMPULAN
8.1 Kesimpulan ... 126
8.2 Saran ... 127
8.2.1 Saran untuk Perusahaan ... 127
8.2.2 Saran untuk Pengemudi ... 127
8.2.3 Saran untuk Peneliti lain ... 128
DAFTAR PUSTAKA ... 129
LAMPIRAN ... 137
D DAAFFTTAARR GGAAMMBBAARR Gambar 2.1 Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kelelahan ... 11
Gambar 2.2 Variabel endogen dan eksogen yang berhubungan dengan kelelahan ... 12
Gambar 2.3 Sistem Aktivasi dan Inhibisi dalam otak ... 33
Gambar 2.4 Ilustrasi penyebab kelelahan, tingkat kelelahan serta tahap pemulihan ... 33
Gambar 2.5 Sumber Pembentukan ATP ... 38
Gambar 3.1 Kerangka Teori ... 50
Gambar 3.2 Kerangka Konsep ... 51
Gambar 5.1 Struktur organisasi PT AMI ... 74
Gambar 5.2 Truk Trailer PT AMI ... 89
Gambar 5.3 Distribusi jalur pengiriman PT AMI ... 90
Gambar 5.4 Tempat istirahat sopir di Pool STA ... 91
Gambar 7.1 Pengemudi ketika berada di Kursi di Truk Trailer ... 109
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Status gizi berdasarkan Indeks Masa Tubuh ... 15
Tabel 2.2 Hubungan antara tipe jalan dengan kemungkinan monoton ... 20
Tabel 2.3 Penilaian subjektif terkait kantuk, kewapadaan dan monoton .... 21
Tabel 2.4 Standar pengaturan jam kerja pengemudi tunggal kendaraan berat ... 23
Tabel 2.5 Reaksi pengemudi terhadap getaran... 30 Tabel 2.6 Paparan getaran seluruh tubuh pada pekerja industri ... 31 Table 2.7 Gejala Subyektif Kelelahan Umum ...
43
Tabel 5.1 Peraturan Jam Kerja Pengemudi ... 87 Tabel 6.1 Distribusi Karakteristik Faktor-Faktor Pengemudi
Truk Trailer PT AMI Tahun 2012 ... 92 Tabel 6.2 Distribusi Tingkat Kelelahan Pengemudi Truk Trailer
PT AMI Tahun 2012 ... 97 Tabel 6.3 Distribusi Gejala Kelelahan Pengemudi Truk Trailer
PT AMI Tahun 2012 ... 97 Tabel 6.4 Distribusi Hubungan Faktor-Faktor Risiko terhadap
terjadinya Kelelahan Pengemudi Truk Trailer PT
AMI Tahun 2012 ... 99
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1. Jumlah Kecelakaan Kendaraan Truk Trailer PT AMI
DAFTAR ISTILAH
ANSI : American National Standard Institute APEC : Asia Pasific Economic Cooperation ATP : Adenosine Triphospat
ATT : Attention BMI : Body Mass Index
CFIDS : Chronic fatigue Dysfunction Syndrome EOG : Electro Oculo Graphy
FMCSA : Federal Motor Carrier Safety Administration GPS : Global Positioning System
IFRC : Industrial Fatigue Research Committee ILO : International Labor Organization IMT : Indeks Masa Tubuh
ISO : International Standard Organization
K : Kadang-kadang
K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja KSS : Karoline Sleep Scale
LTA : Land Transport Authority MCI : Mitsui Chemical Inc MON : Monoton
NHTSA : National Highway Traffic Safety Administration NTC : National Traffic Commission
NZTA : New Zealane Transportation Administration OHCOW : Occupation Health Clinics for Ontario Workers
OR : Odd Rasio
POLRI : Kepolisian Republik Indonesia
PT AMI : Perseroan Terbatas Amoco Mitsui PTA Indonesia PT STAL : Perseroan Terbatas Sinar Transindo Abadi Logistik PTA : Purified Thereptalic Acid
S : Sering
SPSS : Statistical Package Social Science SS : Sangat Sering
SST : Subjective Symptom Test TP : Tidak Pernah
VIUS : Vehicle Inventory and Use Survey WBC : Whole Body Vibration
WHO : World Health Organization
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kebutuhan akan moda transportasi di Indonesia cenderung meningkat dengan pesat, hal ini terbukti dengan jumlah kendaraan bertambah banyak setiap tahunnya. Pada tahun 2007 tercatat jumlah kendaraan ada 63.318.522 unit, yang terbagi atas mobil angkutan, mobil beban, mobil bus dan sepeda motor (data POLRI). Jumlah kendaraan ini merupakan tuntutan atas kebutuhan transportasi masyarakat untuk menunjang kegiatan sehari-hari, baik kebutuhan armada angkutan orang maupun angkutan barang atau logistik. Untuk mengoperasikan dan menjalankan fungsi kendaraan dibutuhkan sesorang yang memiliki ketrampilan khusus yaitu pengemudi.
Pengemudi wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi (UU 22 Th 2009). Hal ini karena pengemudi bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keselamatan dirinya, penumpang, muatan yang dibawa maupun pengguna jalan yang lain. Dalam kondisi seperti ini bisa menjadi sangat melelahkan bagi anggota tubuh terutama mata dan pikiran karena harus tetap fokus dalam waktu berjam-jam. Mengemudi adalah adalah salah satu jenis pekerjaan yang dikenal melelahkan, merupakan aktivitas yang monoton, baik tugas yang berulang-ulang dan merupakan salah satu pekerjaan yang memerlukan perhatian berkelanjutan (Williamson et al, 1996).
Di Selandia Baru kelelahan pengemudi merupakan faktor utama terjadi kecelakaan di jalan. Pada tahun 2007, kelelahan diidentifikasi sebagai faktor dalam 48 kecelakaan fatal, 130 cedera serius dan 554 cedera ringan. Kecelakaan ini mengakibatkan 54 kematian, 188 luka-luka berat dan 798 luka ringan. Biaya sosial total kecelakaan yang melibatkan pengemudi kelelahan adalah sekitar $ 332.000.000 - yaitu, sekitar 9 persen dari biaya sosial yang terkait dengan cedera semua kecelakaan (S. McKernon.,2009). Sedangkan untuk data kecelakaan di Indonesia menyebutkan bahwa kelelahan pengemudi menyumbang lebih dari 25% dari total kecelakaan yang terjadi (Direktorat Jendral perhubungan Darat Departemen Perhubungan 2005).
Kelelahan pada pengemudi menjadi salah satu penyebab suatu kecelakaan pada sektor transportasi. Berdasarkan estimasi National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA) setidaknya terdapat 100.000 kasus kecelakaan setiap tahun dan 1.500 kasus kecelakaan dan 71.000 kasus yang mengakibatkan korban luka terjadi di Amerika setiap tahunnya, akibat kelelahan pada pengemudi. Kecelakaan pengemudi truk akibat kelelahan merupakan salah satu faktor utama dimana menempati peringkat keenam di antara faktor-faktor penyebab kecelakaan pengemudi truk dengan persentase 13% (FMCSA, 2006).
Penelitian tentang penyebab dan efek kantuk menunjukkan bahwa pengemudi truk pada rute perjalanan jauh memiliki risiko lebih tinggi terjadi kecelakaan. Pegemudi truk biasanya memiliki jam kerja mengemudi panjang dan tidak teratur, terkadang bertentangan dengan ritme sirkadian alami. Mereka sering mengemudi sendirian, dengan kecepatan tinggi serta melakukan
aktivitas yang monoton. Banyak pengemudi truk memiliki kesempatan terbatas untuk istirahat cukup yang berkelanjutan guna mengembalikan kebutuhan tidur dan hal ini menyebabkan utang tidur yang cukup besar. Tidak sedikit pula yang mengalami kesulitan mempertahankan gaya hidup sehat, termasuk diet bergizi dan olahraga teratur (Anne T et al, 1999).
PT Amoco Mitusi PTA Indonesia adalah salah satu perusahaan penghasil purified therepthalic acid (PTA) yang memiliki kegiatan distribusi pengiriman produk kepelanggan yang cukup luas. Pengiriman produk ini melalui jalur darat yang meliputi area di wilayah Tangerang, Purkawarta dan Bandung. Untuk mendukung kegiatan ini, menggunakan armada/kendaraan jenis trailer head dan chasis yang dimuati dengan Kontainer 20 feet. PT AMI melakukan kerjasama dengan PT Sinar Transindo Abadi Logistik (PT STAL) sebagai subkontraktor yang bertanggungjawab untuk kegiatan distribusi produk ke pelanggan. Managemen pengemudi menjadi tanggungjawab oleh PT STAL dengan menjalankan peraturan dan kebijakan yang diberikan oleh PT AMI.
Pengemudi menggunaan kendaraan head truk dan kereta tempelan (chasis) beserta kontainer dengan membawa muatan lebih dari 21 ton dengan rute pengiriman perjalanan yang cukup jauh dari Merak sampai dengan Bandung. Jumlah pengiriman dalam sehari sekitar 70 kali dan bahkan bisa mencapai lebih dari 80 kali pengiriman apabila ada permintaan dari pelanggan. Jadwal pengiriman dilakukan selama 24 jam operasi, kecuali pada pukul 01:00 – 04:30 WIB, karena ada aturan tentang black out policy. Ada kondisi dimana pengemudi memulai perjalanan pada dini hari dikarenakan jumlah jadwal pengiriman banyak dan mengejar waktu pembongkaran di pelanggan yang memang sudah ditetapkan sebelumnya. Tempat istirahat pengemudi untuk mendapatkan tidur yang cukup berada di rest area dengan tidur di dalam kabin atau di masjid ketika melakukan pengiriman ke Bandung, mengakibatkan kualitas tidur yang baik bagi pengemudi sulit untuk didapatkan. Pengemudi mendapatkan pembayaran berdasarkan dari trip perjalanan pengiriman produk kepelanggan.
Dari data kejadian kecelakaan kendaraan pengangkutan produk di PT AMI diketahui bahwa sebagian besar disebabkan oleh pengemudi mengalami
kelelahan pada saat mengemudikan kendaraan. Jumlah kecelakaan di kendaraan pengangkut produk PT AMI yang disebabkan oleh kelelahan pengemudi seperti pada Grafik 1.1 dibawah ini:
Grafik 1.1 Jumlah Kecelakaan Kendaraan Truk Trailer PT AMI akibat Kelelahan antara Tahun 2008 – 2012.
Dari dua kecelakaan tersebut terjadi ketika pengemudi kembali dalam perjalanan dari custumer yang ada di Purwakarta. Kecelakaan tersebut terjadi di jalan tol Jakarta – Merak. Kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan oleh kecelakaan tersebut cukup parah dengan melibatkan kendaraan lain. Pengemudi yang telah mengalami kelelahan saat mengemudi tidak istirahat di perjalanan, akan tetapi melanjutkan perjalanan sehingga mengakibatkan menurunnya konsentrasi mengemudi, menurunkan reaksi dan sehingga tertidur sesaat pada saat berkendaraan.
Oleh karena itu diperlukan studi pengukuran kelelahan dan serta faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kelelahan pengemudi kendaraan truk trailer di PT AMI. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kelelahan pengemudi ketika mengirimkan produk ke pelanggan dan sebagai acuan untuk menentukan kebijakan perusahaan untuk menurunkan dan mencegah terjadinya kecelakaan kendaraan akibat kelelahan mengemudi.
0 1 2 3 4 5 2008 2009 2010 2011 2012 1 0 0 1 0 Jl h Kec e lakaan Tahun
Data kecelakaan truk trailer PT AMI akibat kelelahan antara tahun 2008 - 2012
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, penulis ingin melakukan kajian terhadap kelelahan pengemudi truk trailer di PT AMI pada rute jarak menengah pendek yaitu tujuan daerah Purwakarta/ Bandung pada Tahun 2012 serta mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kelelahan pengemudi tersebut.
1.3Pertanyaan Penelitian
1.3.1 Bagaimana gambaran kelelahan pengemudi truk trailer di PT AMI ? 1.3.2 Gejala-gejala kelelahan yang paling sering dialami oleh pengemudi
PT AMI ?
1.3.3 Faktor-faktor risiko apa saja yang berhubungan dengan kelelahan pengemudi truk trailer di PT AMI ?
1.3.4 Saran-saran apa saja yang dapat diberikan kepada pengemudi truk trailer PT AMI untuk mengurangi terjadinya kelelahan pada pengemudi ?
1.4Tujuan Penelitia 1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai kelelahan pengemudi truk trailer dan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kelelahan di PT AMI tahun 2012 pada rute jarak menengah pendek yaitu tujuan daerah Purwakarta/ Bandung.
1.4.2 Tujuan khusus
1. Diperoleh gambaran kelelahan pengemudi truk trailer di PT AMI pada tahun 2012.
2. Diperoleh gambaran hubungan antara usia dengan terjadinya kelelahan pada pengemudi truk trailer di PT AMI pada tahun 2012.
3. Diketahui hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan terjadinya kelelahan pada pengemudi truk trailer di PT AMI pada tahun 2012.
4. Diketahui hubungan antara kondisi fisik (kesehatan) dengan terjadinya kelelahan pada pengemudi truk trailer di PT AMI pada tahun 2012. 5. Diketahui hubungan antara aktivitas monoton dengan terjadinya
kelelahan pada pengemudi truk trailer di PT AMI pada tahun 2012 6. Diketahui hubungan antara total waktu tidur dengan terjadinya
kelelahan pada pengemudi truk trailer yang bekerja di PT AMI pada tahun 2012.
7. Diketahui hubungan antara durasi mengemudi dengan terjadinya kelelahan pada pegemudi truk trailer di PT AMI pada tahun 2012. 8. Diketahui hubungan antara kualitas tidur dengan terjadinya kelelahan
pada pengemudi truk trailer di PT AMI pada tahun 2012.
9. Diketahui hubungan antara total jam kerja (1 hari) dengan terjadinya kelelahan pada pengemudi truk trailer di PT AMI pada tahun 2012. 10.Diketahui hubungan antara total jam kerja (1 minggu) dengan
terjadinya kelelahan pada pengemudi truk trailer di PT AMI pada tahun 2012.
1.5 Manfaat Penelitian
1.4.1.Manfaat Bagi Peneliti
Dapat menerapkan keilmuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang diperoleh selama kuliah dalam praktek pada kondisi kerja yang nyata, sehingga bisa memberikan pengalaman nyata tentang implementasi dari teori dengan kondisi yang ada di kerjaan.
1.4.2.Manfaat Bagi Perusahaan
Dapat menjadi masukan bagi pihak perusahaan dalam rangka untuk mengetahui kelelahan yang terjadi pada pengemudi truk trailer di PT AMI, sehingga dapat dibuat suatu program keselamatan untuk meningkatkan sistem kerja diperusahaan. Hal ini bisa dijadikan dasar pertimbangan untuk menyusun peraturan atau kebijakan perusahaan khususnya berkaitan dengan pengemudi truk trailer yang mengangkut produk PTA untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan karena kelelahan pengemudi.
1.4.3.Manfaat Bagi Pengemudi
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadikan masukan bagi pengemudi tentang kelelahan yang diderita ketika melakukan pengiriman produk ke pelanggan sehingga kesadaran untuk istirahat ketika merasa lelah bagi pengemudi meningkat.
1.4.4.Manfaat Bagi Pendidikan
Dapat memperkaya khazanah keilmuan dalam bidang Keselamatan Kerja terutama mengenai permasalahan kelelahan yang dialami oleh pengemudi, serta sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
1.6Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan hubungan antara faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kelelahan pengemudi truk trailer PT AMI pada rute jarak menengah pendek yaitu tujuan daerah Purwakarta/ Bandung karena pengemudi memiliki risiko tinggi terhadap kelelahan akibat aktivitasnya yang membutuhkan konsentrasi tinggi dalam mengemudikan kendaraan. Penelitian dilakukan selama bulan Juni dan Juli tahun 2012. Penelitian ini bersifat kuantitatif observational dengan menggunakan metode pendekatan potong lintang (cross-sectional), yakni penelitian yang non-experimental menggunakan data primer (kuesioner) untuk mengetahui gambaran antara variable dependent dan variable independent yang diambil pada saat yang sama (bersamaan). Selain itu melakukan wawancara kepada beberapa karyawan operational serta evaluasi data yang dimiliki oleh PT AMI.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Definisi Kelelahan
Annis dan McConville (1996) berpendapat bahwa saat kebutuhan metabolisme bersifat dinamis dan aktivitas melampaui dari kapasitas energi yang dihasilkan, akibatnya pekerja akan terpengaruh sehingga kelelahan seluruh badan terjadi. Hancock dan Verwey (1997) menyatakan bahwa kelelahan adalah "fisiologis-kognitif‖ dari multidimensi individu terkait dengan pengulangan stimulus berlangsung lama di luar zona kenyamanan kinerja (p. 497).
Kelelahan secara umum kelelahan disebut sebagai perasaan kelelahan dan/ kewaspadaan berkurang yang berhubungan dengan kantuk, sehingga berpengaruh terhadap kemampuan dan kemauan untuk melakukan tugas (Lal dan Craig, 2001). Hal ini juga didefiniskan sebagai perubahan kemampuan akibat bekerja melebihi waktu (Johns, 2000). Caldwell (2003) mendefinisikan kelelahan adalah keadaan lelah yang berhubungan dengan jam kerja yang panjang, jangka waktu yang lama tanpa tidur, atau persyaratan untuk bekerja pada waktu yang "tidak selaras" dengan irama biologis tubuh atau sirkadian (p. 15).
Menurut Ganong (2001) kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran, di korteks serebri, yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonik, yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat terdapat dalam talamus yang mampu menurunkan reaksi manusia dan cenderung menyebabkan lelah dan ngantuk, sedangkan sistem penggerak terdapat pada formasio retikularis yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk bekerja. Keadaan seseorang sangat dipengaruhi oleh kedua sistem ini. Apabila sistem penghambat lebih kuat, maka tubuh akan mengalami keadaan
kelelahan. Sebaliknya, apabila sistem aktivasi lebih kuat maka tubuh akan terasa segar untuk bekerja (Grandjean, 1997).
Matthews et al (2000) menyatakan kelelahan akibat kerja mengacu pada perasaan letih dan ketidaknyamanan tubuh yang diasosiasikan dengan aktivitas
yang berlangsung lama ketika seseorang bekerja (p. 207). Kelelahan dapat diartikan sebagai suatu kondisi menurunnya efisiensi, performa kerja, dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan (Sritomo Wignjosoebroto, 2003 hal. 283). Selanjutnya Tarwaka, dkk (2004) menyatakan bahwa kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat (hal. 107).
Gimeno et al., (2006) menjelaskan kelelahan aktif merupakan beban mental atau permintaan tinggi dari kondisi mengemudi dan kelelahan pasif merupakan kondisi dari beban yang rendah. Seperti contohnya kelelahan aktif adalah ketika permintaan tugas mengemudi tinggi termasuk lalu lintas padat, padangan terhalang, atau tuntutan untuk menyelesaikan tugas tambahan atau sekunder (seperti mencari alamat) selain tugas mengemudi. Kelelahan pasif dihasilkan ketika pengemudi pada sebagian besar waktunya digunakan untuk mengamati kondisi lingkungan atau tugas mengemudi menjadi seperti hal biasa. Kelelahan pasif dapat terjadi ketika tugas mengemudi dapat diketahui atau diprediksi sebelumnya.
Martin Moore-Ede (2009) Kelelahan adalah gangguan fungsi mental dan fisik yang diwujudkan oleh sekelompok gejala yang melemahkan, seperti rasa kantuk yang berlebihan, berkurangnya kemampuan kinerja fisik dan mental, perasaan depresi dan kehilangan motivasi, yang disebabkan oleh berbagai penyebab. Williamson et al., (2011) mendefinisikan kelelahan sebagai dorongan biologis untuk beristirahat guna penyembuhan. Definisi tersebut memiliki maksud bahwa kelelahan terdiri dari beberapa bentuk seperti fisik dan mental termasuk juga ketika masa pengobatan mempengaruhi kelelahan. Jadi, tidur atau istirahat yang cukup diperlukan untuk menghilangkan kelelahan. Banyak defenisi tentang kelelahan ini, tetapi secara garis besarnya dapat dikatakan bahwa kelelahan merupakan suatu pola yang timbul pada suatu
keadaan, yang secara umum terjadi pada setiap individu, dimana sudah tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitasnya.
2.2Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kelelahan
Faktor-faktor utama kelelahan pengemudi truk jarak jauh menurut Wylie et al., (1996) yaitu
a. Waktu tugas h. Panas
b. Pekerjaan fisik i. Jam tidur c. Waktu Sirkadian rendah j. Kodisi cuaca
d. Kebisingan k . Mengemudi di lingkungan monoton e. Hutang tidur l. Alkohol dan obat-obatan
f. Getaran m. Mengemudi dalam kegelapan.
g. Jadwal bergantian
Sedangkan menurut Silaban (1998) bahwa faktor-faktor penyebab lain terjadinya kelelahan yaitu;
1. Pada pekerjaan bergilir diketahui bahwa tingkat kelelahan tenaga kerja yang bekerja pada giliran pagi lebih tinggi dari yang bekerja giliran malam dan suhu lingkungan kerja memberikan kontribusi yang besar terhadap tingkat kelelahan.
2. Waktu istirahat, pada umumnya kelelahan bersifat sementara dan dapat dikurang dengan istirahat .
3. Faktor tenaga kerja (kondisi kesehatan, penyakit, jenis kelamin, umur, pendidikan, masa kerja, status gizi, beban kerja dan sebagainya). 4. Faktor lingkungan kerja seperti suhu, kebisingan, getaran,
pencahayaan, dan ventilasi yang dapat mempengaruhi kenyaman fisik, sikap mental, output, dan kelelahan kerja.
Akerstedt (2000) Kelelahan pengemudi telah diidentifikasi sebagai kontributor utama dalam kecelakaan di jalan raya di kalangan pekerja serta masyarakat umum. Kelelahan mempengaruhi kinerja mengemudi sehingga menggangu penerimaan informasi, perhatian, serta waktu reaksi, akan tetapi juga dapat menyebabkan pengemudi tertidur. Waktu kerja, durasi terjaga,
kurang tidur, gangguan tidur, dan jam kerja telah diidentifikasi sebagai penyebab utama kelelahan. Lal dan Craig (2002) melakukan studi terhadap 35 pengemudi non-profesional dengan mengamati saat mereka ketika berada dalam simulasi mengemudi monoton menunjukkan tanda-tanda mengantuk dan ditemukan gejala yang di prediksi merupakan kelelahan serius dan penurunan dalam mengontrol diri. Terdapat sejumlah faktor yang berkontribusi terhadap kelelahan yang dialami oleh pengemudi truk jarak jauh.
Menurut kelompok ahli kelelahan Australia ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelelahan pengemudi seperti pada gambar 2.1 dibawah ini (Rail safety, 2011):
Gambar 2.1 Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terhadap Kelelahan
Sumber: Rail safety, 2011
Suma‘mur (2009) Kelelahan dapat ditandai dengan dengan kondisi yang cenderung untuk mengantuk. Kelelahan terjadi karena beberapa penyebab antara lain karena melakukan aktivitas monoton, beban dan waktu kerja yang berlebihan, keadaan lingkungan, keadaan kejiwaan dan keadaan gizi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa beban kerja fisik yang ringan dan suasana monoton di lingkungan kerja mempercepat timbulnya kelelahan yang dipicu oleh kebosanan. Ketika tuntutan fisik dan mental rendah, minat peserta didik
berkurang, aktivitas otak menurun dan menyebabkan kurangnya perhatian, resiko kesalahan meningkat dan timbul perasaan frustrasi.
Ada konsensus umum di antara para ahli dalam menentukan kontribusi utama kelelahan, dan beberapa di antaranya menggunakan bio-matematika model yang digunakan untuk memprediksi kelelahan (Dawson et al., 2011; Williamson et al., 2011). Akan tetapi, ada banyak sekali variabel endogen dan eksogen tambahan yang berkontribusi terhadap kelelahan atau pengaruhnya seperti pada gambar 2.2;
Gambar 2.2 Variabel Endogen dan Eksogen yang Berhubungan dengan Kelelahan.
Sumber: Dawson et al., 2011
2.2.1 Usia
Usia seseorang akan mempengaruhi kondisi, kemampuan dan kapasitas tubuh dalam melakukan aktivitasnya. Produktivitas kerja akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Seseorang yang berusia muda mampu melakukan pekerjaan berat dan sebaliknya jika seseorang bertambah usianya maka kemampuan melakukan pekerjaan berat akan menurun. Semakin bertambahnya usia, tingkat kelelahan akan semakin
cepat terjadi. Kapasitas kerja meliputi kapasitas fungional mental dan social akan menurun menjelang usia 45 tahun dan kapasitas untuk beberapa (tidak semua) pekerjaan menurut laporan akan terus menurun menjelang uisa 50 sampai 55 tahun (ILO& WHO, 1996).
Pengemudi yang masih muda (20-30 tahun) tampaknya lebih rentan terhadap rasa kantuk dan mereka lebih sering terlibat dalam kecelakaan kantuk terkait, terutama yang terjadi pada malam hari (Åkerstedt dan Kecklund, 2001). Ada bukti yang mendukung bahwa umur berhubungan dengan waktu istirahat dengan distribusi kecelakaan.Pengemudi yang masih muda (20-30 tahun) tampaknya lebih rentan terhadap rasa kantuk dan mereka lebih sering terlibat dalam kecelakaan kantuk terkait, terutama yang terjadi pada malam hari (Åkerstedt dan Kecklund, 2001). Ada bukti yang mendukung bahwa umur berhubungan dengan waktu istirahat dengan distribusi kecelakaan. Pengemudi muda <30 tahun tampaknya lebih rentan terhadap rasa kantuk dan menjadi lebih mudah berpotensi dalam kecelakaan kendaraan tunggal ketika kondisi malam dan pagi hari (Smolensky et al., 2011). Sebaliknya, pengemudi yang lebih tua > 64 tahun tampaknya lebih rentan terhadap rasa kantuk dan menjadi lebih mudah berpotensi dalam kecelakaan kendaraan tunggal di sore hari (Åkerstedt dan Kecklund, 2001).
Menurut Smith et al., (2005) bahwa pengemudi yang berusia muda sering kali tetap memaksakan berkendaraan dalam kondisi beresiko terjadi kecelakaan. Hal ini diprediksi pada masa ketika pengemudi sudah merasa mengantuk dan pada saat sudah merasa lelah dengan ritme circadian. Hal yang senada juga diungkapkan oleh Vassalo et al., (2007) bahwa pengemudi yang berusia muda sering kali terlibat dalam kondisi mengemudi yang beresiko termasuk mengemudi ketika mengalami kelelahan. Berbeda dengan kelompok umur yang lain, pengemudi yang berusia lebih muda lebih temperamental, memiliki masalah dalam perilaku, kompetisi dalam kehidpuan social lebih tinggi, dan hubungan interpersonal yang lebih kompleks (Mckernoon, 2008).
Penelitian mengenai kelelahan pada pengemudi yang dilakukan di Amerika memperlihatkan bahwa pola tidur berkontribusi terjadinya kecelakaan lalu lintas. Pola tidur ini dipengaruhi oleh usia seseorang. Mereka yang berusia hingga 45 tahun lebih berisiko pada waktu dini hari, sedangkan mereka yang berusia diantara 45 hingga 65 tahun memiliki resiko pada pukul 07.00 pagi, dan mereka yang berusia lebih dari 70 tahun memiliki periode puncak pada pukul 15.00 (Rospa, 2001). Studi pada pengemudi komersial memberi hasil beragam. Dalam sebuah penelitian yang terencana dari 80 pengemudi truk di Amerika Utara, prediktor terkuat bahwa kinerja mengemudi pada malam hari tingkat kewaspadaan dan kemampuan kinerja merupakan titik terendah dari sirkadian. Baik usia, jumlah jam mengemudi, dan / atau jumlah kumulatif perjalanan secara konsisten meramalkan kelelahan (Departemen Transportasi Amerika Serikat, 1996)
Dapat diketahui bahwa penuaan tampaknya mengakibatkan kerusakan bertahap mekanisme yang mendukung sistem fisiologis, sirkadian, dan tidur. Dari beberapa bukti menunjukkan hubungan linear antara usia dan kelelahan pada pekerja yang bekerja kantoran. Namun, saran ini perlu memenuhi persyaratan karena beberapa penelitian memiliki keterbatasan metodologis yang menghalangi inferensi kausal yang jelas, dan karena hubungan antara usia dan kelelahan dapat dimodifikasi oleh berbagai faktor, termasuk jadwal kerja, kontrol pekerjaan, jenis pekerjaan, dan strategi adaptif dari individu pekerja (Lee Di Milia et al., 2009)
2.2.2 Indeks Masa Tubuh (IMT)
Gizi adalah suatu proses menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan gizi dan penggunaan zat gizi tersebut atau keadaan fisiologi akibat dari tersedianya zat gizi dalam sel tubuh (Supariasa, dkk 2002). Menurut Emil Salim (2002), gizi kerja
adalah gizi yang diterapkan pada kayawan untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan jenis dan tempat kerja dengan tujuan dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang setinggi-tingginya
Status gizi didefinisikan sebagai keadaan tubuh sebagai akibat mengkonsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, dibedakan menjadi gizi buruk, kurang, baik dan lebih (Almatsier, 2004). Salah satu pengukuran antropometri untuk mengetahui status gizi adalah dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan berlebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu mempertahakankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang.
Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung menggunakan rumus berikut :
Berat Badan (Kg)
IMT = --- Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
Depkes RI (2003) mengklasifikasikan status gizi berdasarkan IMT. Pengklasifikasian status gizi oleh Depkes seperti pada tabel 2.1 dibawah ini:
Tabel 2.1 Status Gizi berdasarkan Indeks Masa Tubuh
Keadaan Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (Kg/m²) Laki-laki Perempuan
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat berat
<17.00
<17.00
ringan
Normal 17.00-23.00 18.50-25.00
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat ringan (overwight)
23.10-27.00 25.10-27.00
Kelebihan berat badan tingkat berat >27.00 >27.00
Sumber : Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis, Depkes RI (2003)
Gizi yang tepat dan kondisi fisik yang baik memberikan pengaruh yang sangat penting pada efek dari kelelahan pada pengemudi. Makan yang cukup dan seimbang pada siang hari dan sebelum tidur secara signifikan mempengaruhi kewaspadaan dan kualitas tidur. Menjaga kesehatan dan kondisi berat badan tidak hanya meningkatkan stamina tetapi juga dapat mengurangi kemungkinan dalam gangguan tidur (NTC, 2006)
2.2.3 Kondisi Fisik (Kesehatan)
Grandjean (1997) menyatakan bahwa kelelahan secara fisiologis dan psikologis dapat terjadi jika tubuh dalam kondisi tidak fit/sakit atau seseorang mempunyai keluhan terhadap penyakit tertentu. Semakin besar kondisi kesehatan yang dirasakan kurang sehat oleh pekerja maka kelelahan akan semakin cepat timbul. Kondisi tubuh yang tidak sehat yang menjadikan atau diikuti dengan kenaikan suhu di dalam tubuh banyak berpengaruh pula terhadap keperluan energi minimal di dalam tubuh. Menurut penelitian setiap terjadi kenaikan 1 °C diperlukan peningkatan energi basal sekitar 13 %, oleh karena itu kelelahan akan semakin cepat dirasakan (Marsetyo, 1995).
Tekanan melalui fisik (beban kerja) pada suatu waktu tertentu mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga berupa pada makin rendahnya gerakan. Keadaaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan–tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang. Keadaan seperti ini yang berlarut–larut mengakibatkan memburuknya kesehatan, yang disebut juga kelelahan klinis atau kronis. Perasaan lelah pada keadaan ini kerap muncul ketika bangun di pagi hari, justru sebelum saatnya bekerja, misalnya berupa
perasaan kebencian yang bersumber dari perasaan emosi. (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003, hal. 89).
Kelelahan seseorang juga dapat terjadi dari riwayat penyakit seseorang yang dapat berkontribusi menimbulkan kelelahan, seperti penyakit jantung, diabetes, anemia, gangguan tidur, parkinson (NTC, 2006). Penyakit anemia dapat disebabkan oleh rendahnya pembuatan sel darah merah di sumsum tulang, dikarenakan kurangnya zat besi, vitamin B12 dan asam folat. Komposisi ini dapat diperoleh dengan mengkonsumsi makanan dan nutrisi yang seimbang. Penyakit anemia dapat terjadi dikarenakan kurang kadar hemoglobin (Hb) dalam darah. Hb merupakan protein dalam sel darah merah yang mengantarkan oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh. Penyakit anemia menyebabkan kelelahan dan sesak napas karena kekurangan oksigen dalam tubuh (Yayasan Spritia, 2002).
Kurangnya waktu istirahat bukanlah satu-satunya faktor dalam ganguan tidur. Kondisi kesehatan secara umum, konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang, penyakit dan sedang dalam pengobatan juga menjadi penyebab dalam kelelahan. Meskipun ganguan tidur yang disebabkan konsumsi alkohol atau obat-obatan masih memberikan dampak pada ritme circadian, sehingga efeknya baru muncul pada periode gangguan tidur, yaitu pada waktu dini hari hingga awal pagi hari dan pada saat tengah hari (Rospa, 2001).
Caldwell (2001) Obat-obatan stimulan dapat meningkatkan kewaspadaan seperti contohnya kafein, modafinil, pemoline, dan amfetamin yang cukup berguna untuk membuat terjaga pada orang yang telah kehilangan atau mengalami kantuk. Kafein banyak tersedia di sekitar kita dan cukup efektif untuk menghindari kantuk, terutama pada orang yang biasanya tidak mengkonsumsi dalam jumlah besar. Kafein memiliki sedikit efek samping dan mudah diperoleh seperti dari minuman ringan, kopi, dan teh. Modafinil adalah psychostimulant yan baru muncul yang dapat meningkatkan kewaspadaan yang sama dengan yang dihasilkan oleh amfetamin. Pemoline telah terbukti efektif mempertahankan kinerja
orang-orang kurang tidur dan juga memiliki kecederungan efek lain yang menguntungkan. Akan tetapi karekteristik lain pemoline memiliki efek jauh lebih lambat dibandingkan dengan stimulan lainnya. Dextroamphetamine telah menjadi stimulan paling banyak diteliti dan telah terbukti meningkatkan kewaspadaan dan kinerja individu. Namun, ketergantungan yang luas pada stimulan amfetamin menimbulkan efek pada sistem kardiovaskular (yaitu, denyut jantung meningkat dan tekanan darah meningkat).
Konsumsi produk yang mengandung stimulan kimia - seperti kopi, "minuman energi", dan coklat oleh pengemudi profesional adalah sangat efektif dalam menjaga kewaspadaan dan hal ini juga ditemukan secara empiris cukup efektif (Gershon et al., 2009). Laboratorium telah menyelidiki penanggulangan praktis seorang pengemudi mengantuk dengan cara istirahat sejenak, termasuk dosis rendah kafein seperti satu atau dua cangkir kopi. Sebaliknya, 'minuman energi' mengandung jumlah yang telah diketahui kafein serta bahan aktif lain seperti sukrosa/glukosa, taurin dan glucuronolactone (Reyner, L.A 2002). Kafein berfungsi mengeblok resptor otak adenosin, sedangkan adenosin sendiri merupakan promotor untuk membuat orang tidur, maka kafein memiliki efek penghambatan langsung pada aspek sistem tidur (Radulovacki M, 1995). Penelitian di luar bidang mengemudi telah menunjukkan bahwa sekitar 150-200-mg kafein secara signifikan meningkatkan kewaspadaan pada orang mengantuk (Muehlbach MJ, 1995). Meskipun kafein adalah penentu penting untuk menjaga kewaspadaan, akan tetapi ada bukti bahwa 1 g taurin juga mungkin bermanfaat dalam menghambat kelelahan (Kagamimori S, 1999). Glukosa (berasal dari sukrosa) juga dapat memiliki efek meningkatkan kewaspadaan, akan tetapi penyerapan berjalan cepat, biasanya berlangsung singkat (sekitar 10 menit).
2.2.4 Monoton
Monoton biasanya didefinisikan dengan mengacu pada stimulasi sensorik yang hadir dalam situasi tertentu. Menurut McBain (1970), situasi dikatakan monoton ketika rangsangan tetap tidak berubah atau berubah
dalam cara yang dapat diperkirakan. Cabon (1992) mengamati bahwa ada dua konsep yang berbeda dapat dikaitkan dengan monoton yaitu tugas monoton dan keadaan monoton. Konsep pertama mengacu pada tindakan sederhana yang terjadi secara berulang selama jangka waktu yang lama, sedangkan yang kedua mencerminkan kombinasi dari perubahan fisiologis dan psikologis yang mempengaruhi operator melakukan tugas monoton. Perubahan fisiologis sesuai dengan variasi tonik dari sistem saraf otonom, yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas parasympatik menyebabkan penurunan aktivasi. Reaksi psikologis terhadap monoton terutama terdiri dari perasaan bosan dan mengantuk ditambah dengan kehilangan minat melakukan tugas yang ada.
Sagberg (1999) membandingkan laporan kelelahan mengemudi antara Amerika dengan Norwegia menunjukkan bahwa prevelansi lebih tinggi mengantuk dilaporkan di Amerika dikarenakan adanya perbedaan geometri jalan, design dan lingkungan serta kondisi paparan di jalan. Dia berpendapat bahwa resiko tinggi mengalami ngantuk lebih tinggi pada jalan yang lurus, kondisi jalan monoton dengan lalu lintas yang rendah/sedikit, sehingga menyebabkan terjadi kebosanan. Tipe jalan ini banyak ditemukan di Amerika bila dibandingkan dengan Norwegia. Gillberg, Kecklund, & Åkerstedt, (1996) Mengemudi terus menerus dan monoton untuk setidaknya 20-30 menit telah terbukti menyebabkan tingkat kewaspadaan menurun dan menyebabkan kelelahan pengemudi.
Dalam literature psikologi mendeskripsikan monoton merupakan bagian dari faktor endogen yang terpisah dari keadaan mental (faktor endogen mirip seperti kebosanan). Monoton merupakan bagian dari tugas dalam konteks tertentu, dimana dalam mengerjakan tugas akan dibedakan menjadi tugas monoton dan tidak monoton. Artinya bahwa tugas monoton dapat dipisahkan dari keadaan mental seseorang. Jadi terlepas dari bagaimana efek tugas seseorang, apabila stimulus rendah (berlangsung periodik), permintaan kognitif rendah dan variasi tugas rendah maka dapat disebut monoton. Tugas mengemudi di jalan pedesaan lurus dengan pemandangan yang sedikit pada hari yang cerah dapat digambarkan
sebagai monoton, terlepas dari apakah sopir menjadi lelah atau tidak. Kategori dari sejumlah kondisi jalan umum menjadi faktor kontribusi untuk lingkungan yang monoton, seperti pada tabel 2.2 dibawah ini (Fletcher, L et al., 2005);
Tabel 2.2 Hubungan antara Tipe Jalan dengank emungkinan Monoton
Type jalan Pemadangan Gangguan Jalan lengkung
Monoton
Urban road Tersebar Sering Tinggi Rendah
Country road Moderat Beberapa Bervariasi Moderat Minor
highway
Jarang Bervariasi Moderat Moderat
Major highway
Periodic Bervariasi Rendah Tinggi
Outback road Jarang Beberapa Rendah Tinggi
Sumber : Fletcher, L et al, 2005
Ada bukti dari data kecelakaan serta dari penelitian eksperimental bahwa fluktuasi kewaspadaan memiliki dampak negatif yang signifikan pada keamanan berkendara selama mengemudi siang hari dan terutama dalam kondisi monoton. Kewaspadaan dapat dipengaruhi oleh kondisi monoton yang mungkin sebagai penyebab atau menjadikan kelelahan atau kantuk. Beban mengemudi rendah bisa terjadi ketika jalan monoton dan kondisi lalu lintas rendah. Menguji efek lingkungan monoton pada kinerja mengemudi dengan simulasi mengemudi dan terungkap bahwa kinerja yang lebih rendah ketika kondisi monoton, seperti ditunjukkan oleh lebih banyak gerakan roda kemudi (over correction) (Thiffault dan Bergeron 2003).
E.A Schmidt et al., (2009) melakukan studi penilaian kewaspadaan subjektif pengemudi secara restrospektif setiap 20 menit dengan cara ikut bersama pengemudi ketika mengemudi. Penilaian secara lisan dilakukan
dengan menanyakan langsung terhadap kondisi pengemudi untuk menilai kantuk, berkurangnya perhatian dan monoton. Sebagai indikator kewaspadaan menggunakan single-item indikator Karolinska Sleep Scala (KSS; Åkerstedt dan Gillberg, 1990) serta menilai dua item lain berupa berkurangya perhatian pengemudi (ATT) dan kondisi monton (MON), dengan daftar pertanyaan seperti pada tabel 2.3 dibawah ini;
Tabel 2.3 Penilaian Subyektif Terkait Kantuk, Kewapadaan dan Monoton
KSS Bagaimana menjelaskan kondisi kewaspadaan Anda saat ini ?
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sangat terjaga penuh terjaga Tidak mengantuk maupun terjaga Mengantuk Sangat mengantuk, Ingin sekali tidur
ATT Bagaimana menjelaskan perhatian mengemudi Anda saat ini ?
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sangat perhatian penuh perhatian tidak perhatian maupun perhatian Tidak perhatian Sangat tidak perhatian
MON Bagimana anda melihat kondisi mengemudi saat ini ?
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sangat bervariasi bervariasi Tidak monoton maupun variasi Monoton Sangat monoton
Sumber : E.A Scmidt Schmidt et al, 2009
2.2.5 Total waktu tidur
Arnold et al., (1997) menerbitkan sebuah survei mengenai pengemudi truk di Australia bahwa ditemukan 20% dari pengemudi memiliki jam tidur kurang dari 6 jam, dalam perjalannya mereka dilaporkan bahwa 40% lebih besar mengalami peristiwa berbahaya. Hal ini
didefinisikan sebagai "kelelahan‖ seperti mengantuk, nyaris celaka atau kecelakaan.
Tubuh memiliki ritme alami yang berulang kira-kira setiap 24 jam, dan ini disebut 'jam tubuh' atau ritme sirkadian. Jam tubuh mengatur pola tidur, suhu tubuh, kadar hormon, pencernaan dan banyak fungsi lainnya, dan membantu melestarikan sumber daya. Ketika jam tubuh keluar dari keselarasan maka efeknya seperti hasil jet lag. Program jam tubuh seseorang untuk tidur di malam hari dan tetap terjaga di siang hari. Suhu tubuh turun pada malam mengakibatkan kantuk dan naik pada siang hari untuk membantu dalam perasaan waspada. Pada malam hari sistem pencernaan melambat (karena individu cenderung untuk makan) dan produksi hormon meningkat untuk memperbaiki tubuh. Jam tubuh dikendalikan antara lain dengan terang dan gelap dan sebagian oleh kegiatan apa saja yang dilakukan. Ketika bekerja mulai jam 9 pagi sampai 5 sore, hal yang terjadi sebagai akibat dari jam tubuh Anda meliputi (NTC Australia, 2007) seperti :
Cahaya pagi mengisyaratkan jam tubuh menjadi lebih waspada;
Setelah makan siang (tidur waktu siang) kewaspadaan jam tubuh akan berubah turun selama beberapa jam
Kewaspadaan akan meningkat pada sore dan awal malam
Diwaktu malam hari mengisyaratkan bahwa terjadi penurunan kewaspadaan jam tubuh untuk bersiap-siap untuk tidur, dan
Setelah penurunan tengah malam, suhu tubuh dan kewaspadaan ke level terendah.
Jumlah optimal dari tidur yang diperlukan bervariasi. Tidur rata-rata harian yang dibutuhkan untuk orang dewasa umumnya bervariasi antara 6 sampai 8 jam. Orang yang memiliki tidur kurang dari yang diperlukan akan dikenakan utang tidur. Waktu terbaik untuk mendapatkan kualitas tidur yang baik adalah di pagi hari (tengah malam sampai 6 pagi). Kecuali sopir pada shift malam, yang terbaik adalah untuk mencoba untuk tidur selama periode ini. Yang penting bahwa semua pihak mengetahui bahwa jam kerja pengemudi tidak teratur atau shift kerja secara rutin akan
dapat mengurangi jumlah dan mempengaruhi kualitas tidur mereka (NTC Australia, 2007).
Berdasarkan National Traffic Commission (NTC) bulan September 2008 mengenai pengaturan jam kerja dan istirahat pengemudi kendaraan berat (heavy vehicle) bahwa jam kerja mengemudi maksimum yang diperbolehkan adalah 12 jam dalam periode waktu selama 24 jam dan wajib untuk istirahat minimum selama 7 jam tanpa terputus. Istirahat disini maksudnya adalah pengemudi wajib untuk tidur tanpa terputus. Selain itu ada beberapa peraturan terkait jam kerja dan istirahat bagi pengemudi tunggal kendaraan berat (heavy vehicle) seperti pada tabel 2.4 dibawah ini;
Tabel 2.4 Standar Pengaturan Jam Kerja Pengemudi Tunggal Kendaraan Berat
Dalam rentang waktu …
Pengemudi tidak boleh bekerja maksimum dari ..
Harus memiliki waktu istirahat dari bekerja dengan minimum waktu ..
5 ½ jam 5 ¼ jam waktu kerja 15 menit kontinyu istirahat 8 jam 7 ½ jam waktu kerja 30 menit istirahat untuk
memotong 15 menit kontinyu istirahat
11 jam 10 jam waktu kerja 60 menit istirahat untuk memotong 15 menit kontinyu istiraht
24 jam 12 jam waktu kerja 7 jam kontinyu istirahat 7 hari 72 jam waktu kerja 24 jam kontinyu istirahat 14 hari 144 jam waktu kerja 2x istirahat malam* dan 2x
istirahat malam yang diambil berturut-turut.
Sumber : NTC, Sept 2008
*Istirahat malam terus menerus 7 jam diambil antara pukul 22:00 sampai dengan 08:00 pada hari berikutnya (menggunakan zona waktu dasar pengemudi) atau istirahat 24 jam terus menerus sisa stasioner
Waktu kerja mengacu pada aktivitas ketika sedang mengemudikan kendaraan dan melakukan tugas –tugas lain yang berhubungan dengan kegiatan operasi, sedangkan waktu lainnya dihitung sebagi waktu istirahat. Waktu dihitung dalam interval 15 menit dan dicatat sesuai dengan zona waktu dasar pengemudi (misalnya istirahat istirahat 30 menit dapat diambil sebagai 2x15 menit istirahat dll, akan tetapi 7 jam atau jam 24 istirahat sisanya tidak dapat dibagi).
Setiap orang memiliki kebutuhan tidur yang spesifik. Beberapa orang membutuhkan durasi tidur 9 jam/hari untuk memberikan perasaan segar dan tidak menyebabkan kantuk di siang hari, namun ada beberapa orang yang hanya membutuhkan durasi tidur 7 jam/hari dan tidak merasakan kantuk di siang hari. Jika sudah memiliki durasi tidur yang mencukupi pada malam hari tapi masih membutuhkan waktu untuk tidur siang dan masih sering mengantuk, maka hal tersebut merupakan suatu kelainan tidur dan bisa dijadikan alasan untuk konsultasi dengan dokter (National Sleep Foundation, 2011)
2.2.6 Kualitas tidur
McCartt et al., (1999) melakukan penelitian terkait kantuk ketika mengemudi dan/ atau kecelakaan disebabkan oleh adanya kuantitas dan kualitas tidur (merupakan durasi periode tidur sebelum mengemudi, dari total tidur yang diperoleh selama periode waktu 24 jam sebelum kecelakaan, dan pola tidur terfragmentasi/terpotong). Beberapa faktor, termasuk pembatasan tidur dan tidur terpotong dapat mengganggu pengemudi mendapatkan jumlah dan kualitas tidur yang diperlukan. Kualitas tidur dapat pengaruhi oleh tuntutan pekerjaan, pengobatan, tanggung jawab keluarga, faktor pribadi dan gaya hidup (Lyznicki et al., 1998)
Tidur sebelum bekerja adalah merupakan faktor yang paling mempengaruhi keadaan sadar pengemudi. Tidur adalah modulator penting bagi pelepasan hormon, aktivitas kardiovaskular, dan pengaturan glukosa, dan ini telah menunjukkan bahwa perubahan dalam kualitas tidur/durasi
memiliki dampak yang signifikan terhadap kemampuan seseorang/kondisi kesehatan (Gangwisch et al., 2006).
NTC Australia (2007) efek alkohol pada orang sangat mirip dengan kelelahan. Setelah mengkonsumsi alkohol satu-satunya cara untuk mengurangi efeknya adalah untuk membiarkannya beberapa waktu. Mengkonsumsi alkohol sebelum tidur akan mengurangi kualitas dan jumlah tidur seseorang. Terlalu banyak kafein dapat mengurangi keinginan seseorang untuk tidur, akan tetapi mengganggu dan mengurangi kualitas tidur yang ada. Hal ini juga dapat menyebabkan pencernaan, masalah jantung dan lainnya, termasuk sakit kepala. Kafein bisa menimbulkan dehidrasi tubuh yang merupakan masalah serius saat berkendara.
Pengukuran kualitas tidur menggunakan metode Groningen Sleep Quality Scale dimana kuesioner terdiri dari 14 pertanyaan yang berkaitan dengan kualitas tidur, yang meliputi gejala tidur :
a. Kualitas tidur umum (3 item); b. Kurang tidur (3 item);
c. Masalah dengan tidur (2 item); d. Bolak-balik saat tidur (1 item);
e. Masalah ketika kembali untuk tidur (3 item); f. Bangun tidak segar (2 item)
Cara penilaian terhadap pertanyaan tersebut adalah dengan menjawab Ya atau Tidak. Pada pertanyaan pertama tidak dihitung untuk skor total. Diberikan nilai satu (1) apabila jawabannya Ya untuk pertanyaan 2,3,4,5,6,7,9, 11, 13, 14, dan 15. Dan diberikan nilai satu (1) apabila jawabannya Tidak untuk pertanyaan 8, 10 dan 12. Skala ini berkisar dari 0 sampai 14, apabila hasil skor tinggi maka menunjukkan kualitas tidur pengemudi rendah. Kualitas tidur baik apabila hasil skor adalah kurang dari atau sama dengan 2 (Yair Morad et al., 2009).
2.2.7 Durasi mengemudi
Undang- Undang No.22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan menyebutkan bahwa waktu kerja pengemudi kendaraan bermotor umum paling lama adalah 8 (delapan) jam sehari dan setelah
mengemudikan kendaraan bermotor selama 4 (empat) jam berturut-turut wajib beristirahat paling singkat setengah jam. Dalam hal tertentu pengemudi kendaraan bermotor umum dapat dipekerjakan paling lama 12 (dua belas) jam sehari termasuk waktu istirahat selama 1 (satu) jam.
Konvensi ILO No.153 tahun 1979 mengenai waktu kerja dan periode waktu istirahat pada sektor transportasi, memiliki beberapa ketentuan dalam mengatur waktu kerja di dalam sektor transportasi, diantaranya;
a. Setiap pengemudi harus melakukan istirahat, setelah mengemudikan selama 4 jam atau setelah 5 jam mengemudi secara berturut-turut.
b. Jumlah durasi maksimal mengemudi dalam satu hari kerja tidak boleh melebihi dari 9 jam.
c. Total mengemudi waktu mengemudi dalam satu minggu tidak boleh lebih dari 48 jam.
d. Waktu untuk melakukan istirahat secara keseluruhan dalam satu hari harus tidak boleh kurang dari 8 jam bertutut-turut.
Seseorang yang mengemudi selama 17 jam memiliki risiko terjadi kecelakaan atau setara dengan berada di tingkat 0,05 alkohol darah atau yaitu dua kali risiko normal (SafetyNet, 2009)
2.2.8 Total Jam Kerja
Dalam UU no 22 tahun 2009 waktu kerja bagi pengemudi kendaraan bermotor umum paling lama 8 (delapan) jam sehari dan dalam hal tertentu pengemudi dapat dipekerjakan paling lama 12 (dua belas) jam sehari termasuk waktu istirahat selama 1 (satu) jam.
Kelelahan merupakan permasalah khusus bagi pengemudi profesional, terutama untuk pengemudi truk. Dalam prakteknya, karena tuntutan pekerjaan dengan menempuh perjalanan jarak jauh pada industri transportasi sering mengganggu istirahat normal. Praktek sistem kerja industri transportasi memiliki jam kerja yang panjang, bekerja pada waktu malam, jam kerja tidak teratur, sedikit atau kurang tidur dan bekerja lebih awal. Banyak pengemudi truk bekerja lebih dari 12 jam per hari, yang
setidaknya 60% biasanya dihabiskan untuk mengemudi. Bekerja lebih dari 70 jam dalam seminggu adalah praktek umum bagi sebagian pengemudi. Hal ini merupakan jam kerja panjang yang dapat mengakibatkan pengemudi tidak mendapatkan istirahat antara dari 7 sampai 8 jam yang diperlukan untuk tidur sehingga menyebabkan kelelahan (Buxton, S. & Hartley, L. 2001)
Kebanyakan pengemudi melaporkan bahwa mereka mengalami kelelahan dalam 10 jam pertama mengemudi. Pengemudi mengalami kelelahan paling sering terjadi ketika awal pagi dan pada tingkat lebih rendah di sore hari. Faktor-faktor yang diidentifikasi sebagai kelelahan pengemudi meningkat adalah jam mengemudi yang panjang dan masalah yang terkait dengan bongkar muat (terutama keterlambatan). Strategi driver dilaporkan sebagai yang paling efektif untuk mengelola kelelahan meliputi: tidur, istirahat, minuman yang mengandung kafein, dan "tetap-terjaga" obat-obatan (Williamson et al., 2001).
2.2.9 Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kelelahan manusia yang berada di ditempat tersebut. Hal ini terjadi akibat manusia menerima efek dari lingkungan yang melampui ambang batas dari kondisi tubuh yang dapat diterima. Lingkungan kerja fisik seperti intensitas penerangan, kebisingan, getaran, ventilasi, tekanan udara, micromilat (suhu udara ambient, kelembapan udara, kecepatan rambat udara, suhu radiasi, dan lain-lain) juga mempengaruhi beban kerja. Lingkungan sekitar pekerja juga mempengaruhi stress kerja pada pekerja, seperti halnya hubungan antar pekerja, hubungan pekerja dengan atasan, hubungan pekerja dengan keluarga dan pekerja dengan lingkungan sosial sekitar serta hal lain yang dapat berdampak pada performa kerja (Grandjean, 1997).
A. Tekanan Panas
Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur yang berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang
terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20 % untuk kondisi panas dan 35 % untuk kondisi dingin dari keadaan normal tubuh (Sedarmayanti, 1996). Menurut WHO sering ditemukan bahwa respon setiap orang terhadap panas berbeda, meskipun terpapar dalam lingkungan panas yang sama. Hal ini menggambarkan adanya perbedaan kondisi fisiologi dari masing-masing individu misalnya faktor aklimatisasi, kesegaran jasmani, perbedaan jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, dan suku bangsa (Wahyu, 2003).
Perbedaan ukuran badan akan mempengaruhi reaksi fisiologis badan terhadap panas. Orang gemuk mudah meninggal karena tekanan panas bila dibandingkan dengan orang kecil badannya karena orang yang kecil badannya mempunyai ratio luas permukaan badan yang lebih kecil dan panas yang ditimbulkan lebih sedikit. Suhu nikmat bagi orang Indonesia berkisar antara (24-26)0C, namun pada umumnya orang Indonesia mampu beraklimatisasi dengan iklim tropis yang suhunya sekitar (29-30)0C dengan kelembaban (85-95)0C. Aklimatisasi terhadap panas tersebut berarti proses penyesuaian terhadap panas pada seseorang selama seminggu pertama di tempat kerja yang panas, sehingga setelah itu dia mampu bekerja tanpa pengaruh tekanan panas (Wahyu, 2003).
Temperatur yang baik untuk pekerja berkisar antara (18,3-21,3)0C sedangkan untuk pekerja berat biasanya digunakan suhu yang lebih rendah yaitu (12,8-15,6)0C. Penyimpangan dari batas kenyamanan suhu menyebabkan perubahan fungsional yang meluas. Kelewat panas menjuruskan kepada perasaan capai dan ngantuk yang mengurangi kesediaan untuk berprestasi dan meningkatkan frekuensi kesalahan. Menurut Sedarmayanti (1996) bahwa temperatur yang terlampau dingin akan mengakibatkan gairah kerja menurun. Sedangkan temperatur yang terlampau panas, dapat mengakibatkan
timbulnya kelelahan tubuh yang lebih cepat dan dalam bekerja cenderung membuat banyak kesalahan.
B. Getaran
Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak-balik dari kedudukan seimbangnya. Paparan getaran pada tubuh manusia umumnya berupa getaran mekanik yang berasal dari berbagai macam peralatan kerja. Salah satu bentuk pemaparannya adalah getaran seluruh tubuh (whole body vibration) (Waserman & Waserman, 1999). Pemaparan getaran ini terjadi pada seluruh tubuh saat pekerja sedang berdiri atau duduk di lantai atau kursi yang bergetar. Biasanya dialami oleh para pengemudi truk dan bis, operator peralatan berat, peralatan pertanian dan sejumlah alat angkut lainnya.
Getaran seluruh tubuh (whole body vibration) merupakan pemindahan getaran dari lingkungan dengan frekuensi rendah ketubuh manusia melalui bidang kontak. Frekuensi ini berkisar antara 0.5 sampai 80 Hz (ISO, 1997; ANSI, 2002). Perpindahan getaran terjadi melalui kaki ketika berdiri, pantat saat duduk (skenario paling umum) atau sepanjang seluruh tubuh ketika berbaring di kontak dengan permukaan bergetar. Ada berbagai sumber getaran seluruh tubuh seperti berdiri di atas permukaan, lantai bergetar platform, mengemudi, dan konstruksi, manufaktur, dan transportasi. Tubuh secara keseluruhan dan masing-masing organ individu memiliki frekuensi alami yang dapat beresonansi dengan energi getaran yang diterima pada frekuensi alami mereka. Resonansi dari tubuh atau bagian-bagiannya karena WBV dicurigai bisa menyebabkan efek yang merugikan kesehatan, terutama dengan paparan kronis. (Helmut et al., 2011)
Pengemudi dan penumpang mobil terpapar oleh getaran yang secara langsung dipengaruhi oleh kendaraan dan karakteristik
permukaan jalan. Getaran ini ditransmisikan melalui dasar kursi ke bagian pantat dan sepanjang sumbu tulang belakang melalui bagian belakang kursi. Selain itu, pedal dan setir mengirimkan getaran tambahan untuk kaki dan tangan pengemudi. Selain itu, kontak getaran yang terlalu lama dapat mengakibatkan berbagai masalah fisiologis seperti instabilitas postural, kram, dan mati rasa. Penyelidikan sebelumnya juga melaporkan bahwa pengemudi dan penumpang mobil menjadi lelah selama perjalanan panjang (Duchene dan Lamotte, 2001).
Tabel 2.5 dibawah ini adalah nilai getaran yang diambil dari British Standard Institute (1987), yang memberikan indikasi reaksi pengemudi terhadap berbagai frekuensi rms getaran yaitu ;
Table 2.5 – Reaksi Pengemudi terhadap Getaran
Magnitude of Frequency Weighted RMS Acceleration
(m/s2)
Reaksi pengemudi
less than 0.315 Tidak tidak nyaman 0.315 to 0.63 Sedikit tidak nyaman
0.5 to 1.0 Cukup tidak nyaman 0.8 to 1.6 Tidak nyaman 1.25 to 2.5 Sangat tidak nyaman greater than 2.5 Sangat tidak nyaman sekali Sumber: British Standard Institute, 1987
OHCOW (2005) Dampak kesehatan getaran seluruh tubuh pada driver dari kendaraan berat dibandingkan pekerja di lingkungan yang sama yang tidak terkena getaran seluruh tubuh. Penelitian menunjukkan kembali gangguan yang lebih umum dan lebih parah pada pekerja terkena getaran versus tidak-terkena. Dengan paparan jangka pendek terhadap getaran di kisaran 2-20 Hz pada 1 m/sec2, seseorang dapat merasakan gejala yang berbeda;
a. nyeri perut
b. umumnya perasaan tidak nyaman, termasuk sakit kepala c. nyeri dada
e. kehilangan keseimbangan (balance)
f. kontraksi otot dengan penurunan kinerja dalam tugas-tugas g. sesak napas
h. berpengaruh saat berbicara
Paparan getaran seluruh tubuh dapat terjadi pada beberapa pekerjaan industry seperti pada tabel 2.6 dibawah ini;
Tabel 2.6 Paparan Getaran Seluruh Tubuh pada Pekerja Industri
Industri Kendaraan
Manufakturing Forklift
Konstruksi Power shovels, tow motors, cranes, wheel loaders, bulldozers, caterpillar, earth moving machinery.
Transportasi Bus, helikopters, subway trains, lokomotives, trucks
(tractor/trailer)
Agrikultur Traktor
Sumber: OHCOW, 2005
Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi PER/13/MEN/10/2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia ditempat kerja pasal 7 menjelaskan tentang ambang batas getaran kontak langsung maupun tidak langsung pada seluruh tubuh ditetapkan sebesar 0,5 meter per detik kuadrat (m/dtk2).
C. Pencahayaan
Pencahayaan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek-obyek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya tidak perlu. Lebih dari itu, pencahayaan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan.