• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 116 / VII /2010 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 116 / VII /2010 TENTANG"

Copied!
331
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 116 / VII /2010

TENTANG

PETUNJUK DAN TATA CARA PENYELENGGARAAN

KALIBRASI FASILITAS NAVIGASI DAN PROSEDUR PENERBANGAN (Advisory Circular Part 171 - 5)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan telah mengatur fasilitas navigasi penerbangan yang dioperasikan untuk pelayanan navigasi penerbangan wajib dikalibrasi secara berkala agar tetap laik operasi;

b. bahwa dalam peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 10 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 171 (Civil Aviation Safety

Regulations Part 171) Tentang Penyelenggara Pelayanan

Telekomunikasi Dan Radio Navigasi Penerbangan (Aeronautical Telecommunication Service And Radio

Navigation Service Providers), telah mengatur mengenai

inspeksi penerbangan (flight inspection);

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara tentang Petunjuk Dan Tata Cara Penyelenggaraan Kalibrasi Fasilitas Navigasi Dan Prosedur Penerbangan;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4075);

(2)

3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;

4. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2008;

5. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 69 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Kalibrasi Fasilitas Penerbangan;

6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 20 Tahun 2008;

7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 10 Tahun 2009 tentang Peraturan-Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 171 (Civil Aviation Safety

Regulations part 171) tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Telekomunikasi Dan Radio Navigasi Penerbangan (Aeronautical Telecommunication Service

And Radio Navigation Service Providers);

8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 21 Tahun 2009 tentang Peraturan-Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 173 (Civil Aviation Safety Regulations part

173) tentang Perancangan Prosedur Penerbangan

Instrumen (Instrument Flight Procedure Design);

9. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SKEP/99/II/2009 Tentang Petunjuk Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 171 (Manual Of

Standard Part 171) Telekomunikasi Aeronautika

(Aeronautical Telecommunication) Dan Pelayanan Radio Navigasi (Radio Navigation Services);

(3)

MEMUTUSKAN :

Menetapkan: PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN

UDARA TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA

PENYELENGGARAAN KALIBRASI FASILITAS NAVIGASI DAN PROSEDUR PENERBANGAN.

Pasal 1

Memberlakukan Petunjuk Dan Tata Cara Penyelenggaraan Kalibrasi Fasilitas Navigasi dan Prosedur Penerbangan.

Pasal 2

Petunjuk dan Tata Cara Penyelenggaraan Kalibrasi Fasilitas Navigasi dan Prosedur Penerbangan, sebagaimana tercantum dalam lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

Pasal 3

(1) Fasilitas telekomunikasi penerbangan dan fasilitas pelayanan pendaratan visual yang dioperasikan untuk pelayanan navigasi penerbangan wajib dikalibrasi secara berkala agar tetap laik operasi.

(2) Fasilitas telekomunikasi penerbangan sebagaimana ayat (1), meliputi:

a. Fasilitas komunikasi aeronautika bergerak, terdiri dari: i. Very High Frequency Air Ground (VHF A/G) b. Fasilitas radio navigasi aeronautika, terdiri dari:

i. Very High Omnidirectional Range (VOR); ii. Non Directional Beacon (NDB);

iii. Instrument Landing System (ILS); iv. Distance Measuring Equipment (DME). c. Fasilitas pengamatan penerbangan, terdiri dari:

i. Radio Detection and Ranging (RADAR); (3) Fasilitas pelayanan pendaratan visual, terdiri dari:

a. Approach Lighting System; b. Flashing Light;

c. Threshold Light; d. Runway Light;

e. Precision Approach Path Indicator (PAPI); f. Visual Approach Slope Indicator (VASI);

(4)

Pasal 4

Prosedur penerbangan instrumen (Standar Instrument Approach Procedure) dan visual (Instrument and Visual Flight Procedure) yang digunakan untuk pelayanan navigasi

penerbangan dan dikalibrasi, terdiri dari: a. Standar Instrument Departure (SID);

b. Standar Terminal Arrival Route (STAR);

c. Area Navigation (RNAV);

d. Required Navigation Performance (RNP);

e. Instrument Approach Procedure (IAP);

f. Enroute (ATS Route dan Visual Route);

g. Minimum Vectoring Altitude;

h. Minimum Sector Altitude.

Pasal 5

Jenis kalibrasi penerbangan (Type of Flight Inspection) terdiri dari:

a. Evaluasi lapangan (Site evaluation );

b. Pemeriksaan awal untuk siap dioperasikan (Flight

Commissioning);

c. Berkala (Periodic);

d. Pemantauan (Surveillance);

e. Kondisi khusus (Special Flight Inspection), yang meliputi: 1. setelah terjadinya kecelakaan (after accident);

2. permintaan operator (request by operator). Pasal 6

Fasilitas navigasi penerbangan yang baru dipasang harus di Flight Commissioning meliputi :

a. fasilitas komunikasi penerbangan, yang digunakan untuk komunikasi dari darat ke pesawat udara (Ground to Air). b. fasilitas radio navigasi penerbangan;

c. fasilitas pengamatan penerbangan; d. fasilitas pelayanan pendaratan visual.

(5)

Pasal 7

(1) Masa berlaku/periodisasi kalibrasi penerbangan adalah sebagai berikut:

(2) Hasil kalibrasi penerbangan (Flight Inspection Report) fasilitas navigasi penerbangan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 3 berupa status peralatan:

a. Tanpa batasan (Unrestricted); b. Terbatas (Restricted); atau

c. Tidak dapat digunakan (Unuseable).

(3) Hasil kalibrasi penerbangan sementara (interim report) disampaikan kepada penyelenggara bandar udara atau penyelenggara navigasi penerbangan.

(4) Penyelenggara bandara atau penyelenggara navigasi penerbangan harus menyampaikan hasil kalibrasi penerbangan sementara (interim report) sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) kepada Notam Office dengan menggunakan format notam sesuai dengan aturan yang berlaku.

(5) Hasil akhir kalibrasi penerbangan (final report)

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaporkan kepada Direktur Jenderal cq. Direktur Navigasi Penerbangan.

Pasal 8

(1) Hasil pengujian di darat (Ground Inspection) dapat dijadikan perpanjangan masa berlaku kalibrasi penerbangan, dalam hal pelaksanaan kalibrasi penerbangan belum dapat dilaksanakan.

NO JENIS /PERALATAN FASILITAS NAVIGASI PENERBANGAN PERIODISASI FLIGHT INSPECTION 1. ILS 6 Bulan 2. DVOR 12 Bulan 3. DME 24 Bulan 4. CVOR 12 Bulan 5. NDB 36 Bulan

6. RADAR Apabila diperlukan

7. KOMUNIKASI (VHF) Apabila diperlukan.

8. SIAP Apabila diperlukan

9. PAPI with ILS 6 Bulan

10. PAPI without ILS 24 Bulan

(6)

(2) Pengujian di darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh operator yang memberikan pelayanan navigasi penerbangan sesuai dengan prosedur pengujian di darat yang telah ditetapkan.

(3) Perpanjangan masa berlaku kalibrasi (extend) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan maksimum 2 (dua) kali periode perpanjangan dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Untuk peralatan ILS (Instrument Landing System) diberikan periode perpanjangan selama 3 bulan;

b) Untuk peralatan DVOR (Doppler Very High

Omnidirectional Range) diberikan periode

perpanjangan selama 6 bulan;

c) Untuk peralatan DME (Distance Measuring Equipment) diberikan periode perpanjangan selama 6

bulan;

d) Untuk peralatan CVOR (Conventional Very High

Omnidirectional Range) diberikan periode

perpanjangan selama 6 bulan;

e) Untuk peralatan NDB (Non Directional Beacon) diberikan periode perpanjangan selama 6 bulan;

f) Untuk peralatan PAPI (Precision Approach Path

Indicator) diberikan periode perpanjangan selama 6

bulan;

g) Untuk peralatan VASI (Visual Approach Slope

Indicator) diberikan periode perpanjangan selama 6

bulan.

Pasal 9

Dengan berlakunya peraturan ini, maka Flight Inspection Manual DOK.OP.OO.F1,1.78 tahun 1978, cetakan kedua tahun 1992 dan SKEP/182/VII/2009 tentang Petunjuk Dan Tata Cara Penyelenggaraan Kalibrasi Fasilitas Navigasi Dan Prosedur Penerbangan Bagian 171 – 5 (Advisory Circular Part 171 – 5), dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

(7)
(8)

Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara

Nomor : SKEP / 116 / VII /2010

Tanggal : 07 Juli 2010

ADVISORY CIRCULAR PART 171 - 5

(AC 171-5)

PETUNJUK DAN TATA CARA PENYELENGGARAAN

(9)

CATATAN AMANDEMEN

(10)

DAFTAR ISI BAGIAN 101 UMUM BAGIAN BAGIAN 101 UMUM HAL 101 - 1 PENDAHULUAN…..……….. 101 - 1 101 - 2 TUJUAN .……… 101 - 1 101 - 3 LATAR BELAKANG………. 101 - 1 101 - 4 DEFINISI……… 101 - 2

101 - 5 UNIT DARI PENGUKURAN ..……….. 101 - 3

BAGIAN BAGIAN 102

KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB PETUGAS KALIBRASI PENERBANGAN 102 - 1 KEWENANGAN………... 102 - 1 102 - 2 TANGGUNG JAWAB ..………. 102 - 1 BAGIAN BAGIAN 103 PERSYARATAN KHUSUS 103 - 1 PENDAHULUAN ………... 103 - 1 103 - 2 PESAWAT TERBANG ………. 103 - 1

103 - 3 KEANGGOTAAN PERSONEL INSPEKSI PENERBANGAN ……… 103 - 1 103 - 4 PERALATAN PENUNJANG UNTUK DI DARAT

DAN DI PESAWAT ………..… 103 - 1

BAGIAN BAGIAN 104

JENIS DAN PRIORITAS INSPEKSI PENERBANGAN

104 - 1 PENDAHULUAN ……….. 104 - 1

104 - 2 INSPEKSI EVALUASI LAPANGAN…..………. 104 - 1

104 - 3 INSPEKSI COMMISSIONING ……… 104 - 1

104 - 4 INSPEKSI BERKALA……….. 104 - 1

104 - 5 INSPEKSI KONDISI KHUSUS…..………. 104 - 1

104 - 6 INSPEKSI PEMANTAUAN (SURVEILLANCE)……….. 104 - 3 104 - 7 PRIORITAS DARI INSPEKSI PENERBANGAN ……….. 104 - 4

BAGIAN BAGIAN 105

FREKUENSI INSPEKSI BERKALA PENERBANGAN

105 - 1 PENDAHULUAN ……….. 105 - 1

105 - 2 PERPANJANGAN (EKSTENSI) LAYANAN YANG MELEWATI

TANGGAL JATUH TEMPO INSPEKSI BERKALA (PERIODIK) …... 105 - 2 105 - 3 NAVAIDS YANG SEMENTARA TIDAK DAPAT BEROPERASI ….. 105 - 2 105 - 4 CEKPOIN PENERIMA RHO-THETA (RHO-THETA RECEIVER)…. 105 - 3

(11)

BAGIAN BAGIAN 106

PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN SECARA UMUM

106 - 1 PENDAHULUAN ……….. 106 - 1

106 - 2 PERMINTAAN INSPEKSI PENERBANGAN ……….. 106 - 1

106 - 3 PERSIAPAN SEBELUM TERBANG……….. ……….. 106 - 1

106 - 4 PELAKSANAAN INSPEKSI PENERBANGAN……….. 106 - 2

106 - 5 ANALISA DAN EVALUASI …….……… 106 - 4

106 - 6 TINDAKAN SETELAH INSPEKSI PENERBANGAN .………. 106 - 4

BAGIAN BAGIAN 107

KLASIFIKASI STATUS FASILITAS DAN NOTAM

107 - 1 PENDAHULUAN ……….. 107 - 1

107 - 2 KLASIFIKASI STATUS FASILITAS ……..………. 107 - 1

107 - 3 NOTAM… ………... 107 - 2

BAGIAN BAGIAN 108

REKAMAN DAN LAPORAN

108 - 1 PENDAHULUAN ………. 108 - 1

108 - 2 PENCATATAN………... 108 - 1

108 - 3 LAPORAN ..……… 108 - 2

BAGIAN BAGIAN 109

PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN DARURAT MILITER DAN BENCANA ALAM

109 - 1 PENDAHULUAN ………... 109 - 1

109 - 2 PERSYARATAN PRA PENERBANGAN ……….. 109 - 1

109 - 3 PROSEDUR PENDEKATAN (APPROACH) ..………. 109 - 3 109 - 4 EN-ROUTE DAN TRANSITION COVERAGE ………. 109 - 3 109 - 5 STATUS FASILITAS DAN NOTAM ...……… 109 - 3 109 - 6 DOKUMENTASI INSPEKSI PENERBANGAN DAN LAPORAN ….. 109 - 4 109 - 7 PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN DAN TOLERANSI ……. 109 - 5

BAGIAN BAGIAN (110 – 199) DISIAPKAN (110-199) -1

BAGIAN BAGIAN 201

SISTEM RHO DAN THETA

201 - 1 PENDAHULUAN ………... 201 - 1

201 - 2 PERSYARATAN PRA PENERBANGAN ……….. 201 - 1 201 - 3 PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN ……….. 201 - 1

201 - 4 ANALISA ……… 201 - 17

201 - 5 ANALISA SPEKTRUM ………... 201 - 20

201 - 6 COURSE STRUCTURE ………. 201 - 23

(12)

BAGIAN BAGIAN 202

PENGETESAN FASILITAS VOR

202 - 1 PENDAHULUAN ………... 202 - 1

202 - 2 PERSYARATAN SEBELUM TERBANG ...……… 202 - 1

202 - 3 PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN ……… 202 - 2

202 - 4 ANALISA.. ………. 202 - 5

202 - 5 TOLERANSI ... ………... 202 - 5

BAGIAN BAGIAN 203 DISIAPKAN 203 - 1

BAGIAN BAGIAN 204

VISUAL GLIDE SLOPE INDICCATOR (VGSI)

204 - 1 PENDAHULUAN……… 204 - 1

204 - 2 PERSYARATAN SEBELUM TERBANG ..……… 204 - 4

204 - 3 PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN ……… 204 - 5

204 - 4 ANALISA.. ………. 204 - 10

204 - 5 TOLERANSI ... ………... 204 - 10 204 - 6 PENYESUAIAN/PENGESETAN .……… 204 - 12

BAGIAN BAGIAN (205 – 206) DISIAPKAN (205-206) -1

BAGIAN BAGIAN 207

FREKUENSI RENDAH DAN MENENGAH NONDIRECTIONAL BEACON (NDB)

207 - 1 PENDAHULUAN……… 207 - 1

207 - 2 PERSYARATAN SEBELUM TERBANG (PREFLIGHT)…..………… 207 - 1

207 - 3 PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN ……… 207 - 1

207 - 4 ANALISA.. ………. 207 - 3

207 - 5 TOLERANSI……… 207 - 4

207 - 6 PENYESUAIAN/PENGESETAN .……….. 207 - 5

BAGIAN BAGIAN 208. UHF HOMING BEACONS (DISIAPKAN) 208 - 1

BAGIAN BAGIAN 209

AREA NAVIGATION (RNAV)

209 - 1 PENDAHULUAN……… 209 - 1

209 - 2 PERSYARATAN SEBELUM TERBANG ..……… 209 - 3 209 - 3 PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN .……… 209 - 4 209 - 4 ANALISA INSPEKSI PENERBANGAN ..………. 209 - 11

209 - 5 TOLERANSI ……..……… 209 - 13

209 - 6 PENYESUAIAN/PENGESETAN .……….. 209 - 14

(13)

BAGIAN BAGIAN 211 KOMUNIKASI

211 - 1 PENDAHULUAN……… 211 - 1

211 - 2 PERSYARATAN SEBELUM TERBANG……….…..……… 211 - 1

211 - 3 PROSEDUR PENERBANGAN ………..……… 211 - 1

BAGIAN BAGIAN 212. DIRECTION FINDING STATIONS (DF)

(DISIAPKAN)

212 - 1

BAGIAN BAGIAN 213 DISIAPKAN 213 - 1

BAGIAN BAGIAN 214

INSPEKSI PENERBANGAN

UNTUK PROSEDUR PENERBANGAN INSTRUMENT

214 - 1 PENDAHULUAN……… 214 - 1

214 - 2 PERSYARATAN SEBELUM TERBANG ..……… 214 - 1 214 - 3 PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN ……… 214 - 2

214 - 4 ANALISA.. ………. 214 - 8

214 - 5 TOLERANSI ……..……… 214 - 10

214 - 6 PENYESUAIAN/PENGESETAN .……….. 214 - 10

BAGIAN BAGIAN 215

SURVEILANCE RADAR AND AIR TRAFFIC CONTROL RADAR BEACON SYSTEM (ATCRBS)

215 - 1 PENDAHULUAN……… 215 - 1

215 - 2 PERSYARATAN SEBELUM TERBANG ..……… 215 - 2 215 - 3 PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN ……… 215 - 5

215 - 4 ANALISA... ………. 215 - 19

215 - 5 TOLERANSI ……..……… 215 - 20

215 - 6 DOKUMENTASI ……….. 215 - 21

215 - 7 KLASIFIKASI FASILITAS ……… 215 - 21

BAGIAN BAGIAN 216. PRECISION APROACH RADAR (PAR)

(DISIAPKAN)

216 - 1

BAGIAN BAGIAN 217

INSTRUMEN LANDING SYSTEM (ILS)

217 - 1 PENDAHULUAN……… 217 - 1

217 - 2 PERSYARATAN SEBELUM TERBANG ..……… 217 - 1 217 - 3 PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN ...……… 217 - 6

217 - 4 ANALISA .. ………. 217 - 51

217 - 5 TOLERANSI ……..……… 217 - 57

(14)

BAGIAN BAGIAN 218 LAMPU PENDEKATAN

218 - 1 PENDAHULUAN ……….. 218 - 1

218 - 2 PERSYARATAN SEBELUM TERBANG……..……… 218 - 3

218 - 3 PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN ……… 218 - 3

218 - 4 ANALISA INSPEKSI PENERBANGAN ………. 218 - 6

218 - 5 TOLERANSI …..………... 218 - 6

218 - 6 PENYESUAIAN ……… 218 - 7

BAGIAN BAGIAN 219

75 MHz. MARKER BEACON

219 - 1 PENDAHULUAN ……….. 219 - 1

219 - 2 PERSYARATAN SEBELUM TERBANG……… 219 - 2

219 - 3 PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN ……… 219 - 2

219 - 4 ANALISA ………..………. 219 - 7

219 - 5 TOLERANSI ………... 219 - 8

BAGIAN BAGIAN 220. MICROWAVE LANDING SYSTEM (MLS)

(DISIAPKAN)

220 - 1

BAGIAN BAGIAN 221. FLIGHT INSPECTION OF VFR AERONAUTICAL

CHARTS (DISIAPKAN)

221 - 1

BAGIAN BAGIAN (222 – 299) DISIAPKAN (222-299) -1

BAGIAN BAGIAN 301

INFORMASI TAMBAHAN

301 - 1 DEFINISI DAN SIMBOL ……….. 301 - 1

BAGIAN BAGIAN 302 FORMULA – FORMULA 302 - 1 PENDAHULUAN ……….. 302 - 1 302 - 2 UMUM …..……….. 302 - 1 302 - 3 TACAN ……….. 302 - 4 302 - 4 MARKERS(75 MHZ)………. 302 - 4 302 - 5 RADAR ……….. 302 - 5 302 - 6 LOCALIZER ……….. 302 - 5 302 - 7 GLIDE SLOPE ……….. 302 - 6 302 - 8 PRECISION APPROACH ………. 302 - 7 302 - 9 PROSEDUR… ………. 302 - 8

302 - 10 MLS PFE/PFN/CMN ANGULAR TOLERANCE ..……… 302 - 9 302 - 11 FMS WAYPOINT DME EVALUATION ORBIT/ARC RADIUS ..…… 302 - 9

(15)

BAGIAN BAGIAN 303 CHART

303 - 1 RADIO LINE OF SIGHT CHART ………. 303 - 1 303 - 2 CORRECTION FOR EARTH CURVATURE ……….. 303 - 2 303 - 3 TAILORED LOCALIZER COURSE WIDTH ………. 303 - 3 303 - 4 ILS STRUCTURE TOLERANCES ……… 303 - 4

BAGIAN BAGIAN 304 KESALAHAN THEODOLITE 304 - 1 BAGIAN BAGIAN 305 SPEKTRUM FREKUENSI 305 - 1 ALOKASI FREKUENSI ……..……….. 305 - 1 305 - 2 TATA NAMA FREQUENCY BANDS…………....……….. 305 - 3

(16)

BAGIAN 101. UMUM 101.1 PENDAHULUAN

Keselamatan penerbangan dan pengontrolan pergerakan pesawat terbang yang efektif memerlukan adanya peralatan navigasi penerbangan yang akurat, handal, dan dapat dipercaya. Untuk mencapai keselamatan penerbangan pada tingkat yang tinggi maka ditetapkan prosedur pemeliharaan standar peralatan navigasi penerbangan.

Peralatan navigasi penerbangan dioperasikan oleh instansi yang berbeda antara lain Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, TNI Angkatan Udara dan swasta.

Fasilitas navigasi penerbangan harus memberikan pelayanan yang maksimum kepada para pemakai, dengan memberikan informasi yang seragam sesuai dengan standar yang ditetapkan. Pengecekan fisik pola pancaran elektromagnetik di ruang udara dari fasilitas navigasi penerbangan harus dilakukan untuk menentukan kwalitas derajat akurasi dari informasi yang diberikan dan untuk meyakinkan keakuratan peralatan tersebut.

Inspeksi penerbangan yang akurat dengan pesawat terbang yang dilengkapi dengan komputer konsol dan personil berkwalitas sangatlah penting bagi tujuan ini.

Instansi yang diberi hak untuk menyediakan tugas inspeksi penerbangan di wilayah Indonesia adalah Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan.

101.2 TUJUAN

Buku Petunjuk ini berisikan kebijakan, prosedur dan kriteria dari inspeksi penerbangan dan pengesahan dari pelayanan navigasi penerbangan dan prosedur penerbangan instrumen.

Buku Petunjuk ini digunakan sebagai pedoman dalam inspeksi penerbangan dari semua fasilitas navigasi penerbangan dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

101.3 LATAR BELAKANG

a. Kebijakan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Penyelenggaraan

kalibrasi penerbangan dapat dilakukan oleh pemerintah dan / atau badan hukum yang mendapat sertifikat dari Menteri.

b. Tujuan Program. Perencanaan sekarang dan yang akan datang harus

disesuaikan dengan tujuan sebagai berikut:

- Kemampuan survei peralatan dan analisa di darat serta data penerbangan.

- Korelasi pengukuran di darat dan di pesawat pada saat commissioning.

(17)

- Pengawasan penerbangan di wilayah ruang udara Indonesia, penentuan kemampuan sistem, batasan sistem dan masukan untuk pengembangan sistem.

- Untuk meninjau ulang, memverifikasi, dan menyesuaikan topografi, pola dan

data penghalang (jalan, rel kereta api, antena-antena, menara-menara, saluran listrik, sungai, wilayah perkotaan, dan lain-lain.) yang termuat pada peta penerbangan guna melihat keakuratan dan keterbatasan navigasi.

- Jaminan pengukuran atas pengukuran di darat, yang tidak dapat dilakukan

dengan metode lainnya.

c. Hubungan dengan aturan memerintah. Prosedur Penerbangan Instrumen

(Flight Instrument Procedure) dan pelayanan lalu lintas penerbangan memerlukan pengawasan penerbangan berkala pada sistem navigasi penerbangan dan pemenuhan atas standar unjuk kerja yang digunakan pada setiap alat bantu.

d. Standar. Buku Petunjuk Inspeksi Penerbangan Indonesia mengacu pada:

- ICAO Annex 10 Aeronautical Telecommunication Vol. 1 (Radio Navigation Aids)

- ICAO Annex 14 Aerodrome Design and Operations Vol. 1 - ICAO Doc. 8071 Manual on Testing of Radio Navigation Aids - ICAO Doc. 9157-AN/901 Part 4 (Visual Aids)

- FAA 8200.1B (Flight Inspection Manual)

e. Jaminan Kualitas. Inspeksi Penerbangan adalah program jaminan kualitas yang

dilaksanakan dengan cara memverifikasi unjuk kinerja pelayanan navigasi penerbangan dan prosedur-prosedur penerbangan instrumen yang telah diterbitkan.

101.4 DEFINISI

Buku petunjuk ini berisi statemen-statemen kebijakan dan materi petunjuk.

Kata kerja yang digunakan:

a. Penggunaan HARUS adalah tindakan yang bersifat wajib dilaksanakan.

b. Penggunaan AKAN adalah tindakan yang bersifat akan dilaksanakan.

c. Penggunaan PERLU adalah tindakan yang diperlukan tetapi tidak bersifat wajib.

(18)

101. 5 UNIT DARI PENGUKURAN

Acuan-acuan yang digunakan pada buku petunjuk ini (sampai ada informasi yang lainnya) sebagai berikut:

Istilah Referensi

Mil ………...…. Mil laut

Airspeeds dan Groundspeed …....…………...…... Knots

Bearing, headings, Azimuth Radial, Direction Informastion & Instructions ….. Magnetic North Altitudes ……...………. Absolute

(Tinggi sebenarnya diatas tanah).

(19)

BAGIAN 102. KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB PETUGAS KALIBRASI PENERBANGAN

.

102.1 KEWENANGAN

Petugas kalibrasi penerbangan mempunyai kewenangan :

a. Melaksanakan inspeksi penerbangan terhadap fasilitas navigasi penerbangan

(NAVAIDS) untuk menentukan bahwa pelayanan navigasi tersebut memenuhi toleransi yang ditetapkan dalam buku petunjuk ini, dan fasilitas tersebut dapat mendukung prosedur penerbangan.

b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelayanan penerbangan.

c. Pengajuan penerbitan NOTAM-NOTAM sesuai dengan pembatasan-pembatasan

yang terdapat di bagian 107.

d. Menjamin signal di udara (signal-in-space) fasilitas navigasi penerbangan

berdasarkan hasil dari inspeksi penerbangan.

e. Melaporkan segala kondisi bahaya selama inspeksi penerbangan. f. Mengambil tindakan-tindakan sesuai dengan prosedur.

g. Meninjau ulang, memverifikasi, dan menyesuaikan topografi, pola dan data

penghalang (jalan, rel kereta api, antena-antena, menara-menara, saluran listrik, sungai, wilayah perkotaan, dan lain-lain.) yang termuat pada peta penerbangan guna melihat keakuratan dan ketidakgunaan navigasi.

102.2 TANGGUNG JAWAB

Petugas kalibrasi penerbangan bertanggung jawab atas:

a. Melaksanakan inspeksi penerbangan sesuai dengan prosedur dalam Buku

Petunjuk ini.

b. Menentukan kemampuan pelayanan untuk memenuhi fungsi yang diperlukan. c. Menganalisa dan mengevaluasi data inspeksi penerbangan untuk menetapkan

klasifikasi status yang sesuai.

d. Menjamin sinyal di udara atas fasilitas navigasi penerbangan sesuai dengan

toleransi-toleransi yang dijelaskan di dalam Buku petunjuk ini.

e. Berkoordinasi dengan engineer, teknisi, dan/atau personil operasi lalu lintas

penerbangan.

f. Melaporkan hasil dari inspeksi penerbangan dan status fasilitas kepada instansi

(20)

g. Memberikan penjelasan teknis secara detail pada Notam berdasarkan data

inspeksi penerbangan.

h. Membuat rekomendasi kepada komandan Militer dalam hal Notam untuk fasilitas

militer.

i. Memeriksa keakuratan dari NOTAM dan informasi yang dikirimkan.

j. Menginspeksi Prosedur Penerbangan Instrumen sebelum dipublikasikan. k. Mengoptimalkan unjuk kerja fasilitas dengan melakukan adjusment yang

diperlukan saat inspeksi penerbangan.

l. Menentukan bahwa jenis prosedur RNAV memenuhi persyaratan prosedur

(21)

BAGIAN 103. PERSYARATAN KHUSUS 103.1 PENDAHULUAN.

Bagian ini menjelaskan konsep persyaratan khusus dari suatu pesawat terbang, anggota personil inspeksi penerbangan, dan peralatan di darat yang digunakan untuk inspeksi.

103.2 PESAWAT TERBANG.

Organisasi Inspeksi penerbangan harus mengidentifikasikan persyaratan pesawat secara spesifik berdasarkan kebutuhan operasional. Karakteristik umum pesawat terbang untuk inspeksi penerbangan sebagai berikut:

a. Pesawat terbang dilengkapi dengan instrumen untuk terbang malam.

b. Kapasitas yang cukup untuk personil inspeksi penerbangan, observer, dan

teknisi di darat dan/atau teknisi serta peralatan penunjang lainnya.

c. Memiliki jangkauan dan daya tahan yang cukup dalam misi normal tanpa

membutuhkan persediaan cadangan.

d. Aerodinamik yang stabil sepanjang daerah laju. e. Suara dan getaran rendah.

f. Sistem elektrik yang stabil dan memadai, mampu digunakan untuk

mengoperasikan peralatan elektronik yang diperlukan dan peralatan perekam serta peralatan pesawat terbang lainnya.

g. Memiliki ragam kecepatan dan jangkauan ketinggian, yang diperlukan dalam

inspeksi penerbangan pada kondisi normal seperti yang diminta oleh pengguna.

h. Dapat di Modifikasi sesuai kebutuhan inspeksi penerbangan yang baru atau

peningkatan pelayanan navigasi.

103.3 KEANGGOTAAN PERSONEL INSPEKSI PENERBANGAN (DISIAPKAN)

103.4 PERALATAN PENUNJANG UNTUK DI DARAT DAN DI PESAWAT TERBANG

Peralatan penunjang di pesawat terbang dan di darat harus dikalibrasi sesuai dengan standart teknologi internasional.

a. A u to mated F ligh t In sp ectio n S ystem (AF IS ), apabila dapat

digunakan, metode ini dapat diterapkan untuk melaksanakan inspeksi penerbangan.

(22)

b. Sistem lain yang disetujui (P ortable/U t ility C lass) dan metode-metode

(theodolite, RTT atau manual) bisa digunakan selama tidak bertentangan dengan buku petunjuk inspeksi penerbangan. P ortable/U tili ty C lass, yang dipasang di pesawat terbang untuk tujuan inspeksi penerbangan, harus dipasang sesuai dengan prosedur-prosedur yang disetujui oleh ICAO.

(23)

BAGIAN 104. JENIS DAN PRIORITAS INSPEKSI PENERBANGAN

104.1 PENDAHULUAN.

Inspeksi Penerbangan dibagi dalam lima kategori: Evaluasi Lapangan, Pemeriksaan awal untuk siap dioperasikan (Commissioning), Berkala, Kondisi Khusus, dan Pemantauan.

104.2 INSPEKSI EVALUASI LAPANGAN

Inspeksi penerbangan untuk menentukan kelaikan suatu lokasi yang diusulkan sebagai lokasi pemasangan fasilitas secara permanen. Inspeksi ini dapat meliputi pengecekan serta pengecekan tambahan lainnya selama diperlukan.

104.3 INSPEKSI COMMISSIONING

Inspeksi penerbangan secara komprehensif untuk memperoleh informasi yang lengkap seperti unjuk kerja sistem dan untuk memastikan bahwa sistem mampu memenuhi persyaratan operasional.

104.3.1 Inspeksi Commisioning Pada Fasilitas Yang Terpasang Pada landasan pacu yang belum selesei.

Adakalanya, commisioning dilaksanakan sebelum selesainya kegiatan konstruksi landasan, termasuk pengecatan dan penerangan. Ketika ini terjadi, Inspeksi Kondisi Khusus harus dilaksanakan setelah selesainya pekerjaan landasan dan sebelum fasilitas navigasi ditempatkan dalam pelayanan. Petugas kalibrasi penerbangan melaksanakan commisioning dan inspeksi Kondisi Khusus. Jika, petugas kalibrasi penerbangan menyatakan bahwa sisa pekerjaan landasan dapat diabaikan dan tidak perlu pelaksanaan inspeksi kondisi khusus sebelum fasilitas digunakan, kondisi ini harus didokumentasikan pada laporan kalibrasi penerbangan (Daily Flight Log).

104. 4 INSPEKSI BERKALA

Inspeksi penerbangan yang dilakukan secara berkala/terjadwal untuk menentukan bahwa sistem memenuhi standar dan persyaratan operasional.

104. 5 INSPEKSI KONDISI KHUSUS

Inspeksi Kondisi Khusus adalah inspeksi penerbangan diluar jadwal inpeksi penerbangan. Digunakan untuk mengevaluasi karakteristik unjuk kerja sistem, subsistem, atau fasilitas. Teknisi pemelihara fasilitas memiliki tanggung jawab untuk berkoordinasi dengan petugas kalibrasi penerbangan yang melakukan inspeksi, berdasarkan persyaratan dan jenis pemeliharaan yang digunakan.

a. Fasilitas Yang Tidak Disetujui.

Inspeksi fasilitas yang tidak disetujui untuk digunakan (peralatan di dalam pengetesan, fasilitas tanpa monitor, dan lain-lain) akan dilaksanakan Inspeksi Kondisi Khusus. Saat fasilitas ini tidak bisa di commisioning untuk IFR maka fasilitas

(24)

tersebut tidak boleh digunakan. Pengecekan item-item dilakukan berdasarkan permintaan dari pengguna.

b. Pemindahan dan Penggantian Fasilitas.

Penggantian peralatan yang jenis dan konfigurasinya sama serta ditempatkan di lokasi yang kondisi fisiknya sama, termasuk lokasi antena, maka perlu dilakukan inspeksi Kondisi Khusus. Item-item yang diperlukan untuk perubahan antena harus dilakukan seminimal mungkin. Persyaratan tambahan dari inspeksi tersebut ditentukan bersama-sama oleh petugas kalibrasi penerbangan dan teknisi pemeliharaan fasilitas navigasi penerbangan.

104.5.1 Setelah Kecelakaan.

Inspeksi ini dilaksanakan berdasarkan permintaan koordinator/investigator kecelakaan, dilakukan untuk memverifikasi bahwa unjuk kerja sistem masih laik digunakan dan dapat mendukung prosedur penerbangan instrumen.

a. Tindak lanjut

Inspeksi ini merupakan prioritas 1a dan harus dilaksanakan sesegera mungkin.

b. Preflight Persyaratan-persyaratan.

Petugas kalibrasi penerbangan harus memperoleh informasi sebagai berikut:

(1) Konfigurasi peralatan pada saat kecelakaan, yaitu penerima, pemancar atau

radar channel pada kondisi beroperasi.

(2) Penggunaan prosedur penerbangan instrumen.

(3) Segala informasi tambahan yang membantu di dalam analisa inspeksi.

c. Prosedur Inspeksi.

(1) Berkoordinasi dengan teknisi pemeliharaan fasilitas untuk menkonfigurasi sistem sesuai alinea b(1).

(2) Melengkapi checklist inspeksi berkala. Pengecekan dilakukan hanya pada peralatan dan prosedur penerbangan instrumen yang digunakan oleh pesawat terbang yang kecelakaan. Penyetelan lintasan orbit VOR atau TACAN tidak perlu dilakukan. Dilarang melaksanakan penyetelan fasilitas setelah terjadi kecelakaan. Penyetelan peralatan dilakukan pada inspeksi kondisi khusus yang terpisah.

(3) Jika sistem atau prosedur tidak memiliki persyaratan inspeksi berkala, evaluasi dilakukan pada area dimana kecelakaan terjadi.

(25)

(4) Lengkapi segala materi tambahan yang di minta oleh teknisi pemeliharaan fasilitas, personil pengatur lalu lintas udara (ATC), koordinator/investigator kecelakaan, atau pimpinan pada suatu fasilitas militer.

(5) Apabila faktor kecelakaan terkait dengan permukaan bumi atau bangunan yang dibuat manusia, evaluasi dilakukan dengan studi pemetaan atau evaluasi penerbangan.

d. Kerahasiaan informasi kecelakaan.

Segala temuan pada inspeksi penerbangan atau informasi lain terkait hasil

penyelidikan kecelakaan harus dibatasi dengan sepengetahuan

koordinator/investigator kecelakaan, teknisi, dan personil lalu lintas udara (ATC). Hasil inspeksi penerbangan harus sesegera mungkin diberikan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan Komisi Nasional Kecelakaan Transportasi dan harus disimpan.

104.5.2 Konfigurasi Ulang.

Inspeksi kondisi khusus dilakukan berdasarkan permintaan teknisi pemelihara fasilitas, dilakukan apabila terdapat modifikasi atau relokasi pada suatu fasilitas sehingga mempengaruhi pola pancarannya (radiation pattern). Perubahan jenis antena diklasifikasikan sebagai konfigurasi ulang. Semua Inspeksi commissioning harus dilaksanakan sesuai konfigurasi ulang fasilitas, kecuali tidak dipersyaratkan oleh petugas kalibrasi penerbangan dan teknisi pemelihara fasilitas. Toleransi pada hasil inspeksi commissioning harus di gunakan.

104.5.3 Inspeksi TACAN

Inspeksi TACAN ditetapkan selesai pada pertengahan inspeksi. Maka harus dilaksanakan inspeksi kondisi khusus pada pengecekan berikutnya.

104.6 IN SP E K S I PE M AN TAU AN (S U R VE IL L AN C E).

Observasi yang dilakukan secara terus menerus terhadap komponen pada suatu sistem, prosedur, atau pelayanan. Inspeksi yang dilaksanakan meliputi pengecekan sepintas (spot check) selama operasi penerbangan normal. Tidak perlu dilaporkan kecuali ditemukan penyimpangan. Penyimpangan (out-of-tolerance) atau kondisi yang tidak sesuain ditemukan pada saat inspeksi pemantauan harus dicatat pada laporan kalibrasi penerbangan, dan apabila perlu diterbitkan NOTAM.

104.6.1 P em an tau an P ela yan an P en erban g an

Selama operasi penerbangan rutin, petugas kalibrasi penerbangan wajib

memberitahukan segala sesuatu yang tidak biasa, tidak standar atau yang memungkinkan adanya bahaya.

a. In sp eksi.

(26)

(1) Kondisi landasan pacu, taxiway, daerah sekitar Bandar udara.

(2) Landasan pacu, landasan hubung, warna rambu dan posisi rambu, kehilangan atau kerusakan pada petunjuk visual atau kondisinya telah buram atau hilang.

(3) Kondisi permukaan landasan pacu akibat dari tabrakan antar pesawat terbang, kendaraan atau pejalan kaki (runway Incursion).

(4) Kegiatan pekerjaan bangunan di Bandar udara yang membahayakan atau menyebabkan menurunnya unjuk kerja alat bantu navigasi.

(5) Halangan baru pada daerah pendekatan instrumen (instrument approach

area) yang menghalangi pemanduan atau menyebabkan kondisi berbahaya.

(6) Semak-semak atau pohon yang tumbuh menghalangi sinar lampu landasan (approach lights).

(7) Pemudaran atau landasan pacu rusak atau terhalang sinar lampu. (8) Situasi bahaya lain seperti bahaya karena burung.

(9) Pelayanan lalu lintas penerbangan contohnya persetujuan rencana terbang, komunikasi dan sebagainya.

(10) Pelayanan jasa lainnya seperti BMKG atau pelayanan pendukung Bandar udara lainnya.

b . L apo ran .

Lihat instruksi pelaporan pada Buku petunjuk ini di bagian 108.3

104.7 P R IO R ITAS D AR I IN S PE KS I PE NE RB AN G AN

Daftar prioritas di bawah harus dijadikan ketetapan untuk menentukan prioritas pelaksanaan inspeksi penerbangan apabila ada dua atau lebih permintaan untuk melaksanakan inspeksi penerbangan dikarenakan keterbatasan sumber daya pada Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan. Dengan pengecualian pada inspeksi setelah terjadi kecelakaan, semua inspeksi yang lain dapat dijadwalkan seefektif mungkin sesuai penggunaan pesawat terbang dan awak pesawatnya. Penjadwalan inspeksi penerbangan harus mempertimbangkan cuaca, ketersediaan tim perawatan, Fasilitas perjalanan lain dan pengaruh di bandar udara ketika inspeksi dijadwalkan.

P rio ritas Tipe P ela yan an

1a Investigasi Kecelakaan.

1b Perbaikan dari fasilitas yang rusak diluar yang tidak terjadwal atau

inspeksi NAVAIDs pendukung operasional Penerbangan militer.

1c Inspeksi penerbangan dari adanya laporan kerusakan fungsi

fasilitas

(27)

2b Inspeksi commissioning pada fasilitas baru atau prosedur Penerbangan instrumen baru.

3a Inspeksi berkala.

3b Perbaikan pada peralatan cadangan (standby equipment) (kecuali

ILS CAT II/III, lihat prioritas 1b)

3c Evaluasi Penganalisa sinyal alat bantu navigasi (Navigational Aids

Signal Evaluator).

3d Perbaikan pada fasilitas training VFR menurut jadwal atau diluar

(28)

BAGIAN 105. FREKUENSI INSPEKSI BERKALA PENERBANGAN

105.1 PENDAHULUAN.

Bagian ini menjelaskan frekuensi minimum inspeksi berkala penerbangan. Apabila diperlukan untuk kepentingan keselamatan penerbangan atau justifikasi lainnya, frekuensi inspeksi berkala dapat ditingkatkan. Setiap inspeksi yang dilakukan diluar frekuensi yang dijelaskan pada bagian ini digolongkan sebagai inspeksi kondisi khusus seperti yang jelaskan pada paragraf 104.5, dan hasilnya dilaporkan. Apabila semua persyaratan yang ada pada inspeksi berkala terpenuhi pada saat pelaksanaan inspeksi kondisi khusus, inspeksi berkala berikutnya dijadwal ulang sesuai interval inspeksi kondisi khusus.

105.1.1 Umum. a. Interval.

Tabel 105-1 menjelaskan interval waktu inspeksi berkala penerbangan yang

dijadwalkan. Jatuh tempo untuk inspeksi berkala berdasarkan jadwal

berikut. Semua laporan dan catatan harus menunjukkan tanggal aktual dari inspeksi dan menunjukkan tanggal selesainya. Untuk inspeksi yang diselesaikan pada saat periode tanggal jatuh tempo atau ekstensi, inspeksi berikutnya harus didasarkan pada tanggal jatuh tempo yang dijadwalkan sebelumnya.

(1) Tanggal jatuh tempo untuk periodesasi fasilitas navigasi penerbangan berbasis instrument adalah dari 15 hari sebelum sampai 15 hari setelah tanggal jatuh tempo.

(2) Tanggal jatuh tempo untuk semua fasilitas navigasi berbasis visual, sistem, dan prosedur adalah dari 60 hari sebelum sampai 60 hari setelah tanggal jatuh tempo.

(3) Tanggal jatuh tempo untuk VFR Aeronautical Chart adalah dari 120 hari sebelum dan 120 hari sesudah tanggal jatuh tempo.

b. Penjadwalan.

(1) Fasilitas NAVAIDs seperti VORTAC, VOR / DME, ILS, MLS, dll, harus di inspeksi pada tanggal jatuh tempo dan inspeksi interval yang sama untuk semua komponen fasilitasnya.

(2) Prioritas inspeksi harus mengacu pada poin 1a ketika sistem, fasilitas, atau

prosedur telah melampaui batas akhir tanggal jatuh tempo.

(3) Inspeksi berkala dianggap lengkap jika semua pemeriksaan yang direncanakan dicapai kecuali catatan di bawah ini. Ketika inspeksi penerbangan untuk Standar Prosedur Pendekatan Instrumen (SIAP) tidak dapat diselesaikan dalam

(29)

dilaksanakan untuk memastikan prosedur inspeksi SIAP telah selesei dan pada saat prosedur SIAP tidak diperiksa sampai batas akhir waktu periodik / ekstensi, NOTAM yang menjelaskan bahwa prosedur SIAP tidak bisa digunakan harus diterbitkan. SIAP kembali bisa dipakai apabila telah dilaksanakan inspeksi kondisi khusus.

c. Inspeksi Progresif.

Persyaratan untuk inspeksi berkala ditetapkan dalam cheklist pada setiap bagian dari buku petunjuk ini. Inspeksi partial atau progresif dapat dilakukan, dengan syarat bahwa semua item yang dilakukan saat inspeksi berkala sesuai dengan persyaratan dalam interval waktu sebelum jatuh tempo.

105.2 PERPANJANGAN (EKSTENSI) LAYANAN YANG MELEWATI TANGGAL

JATUH TEMPO INSPEKSI BERKALA (PERIODIK)

Jika inspeksi commissioning dilakukan untuk inspeksi SIAP/ NAVAID tidak selesai sampai tanggal jatuh tempo, jangka waktunya dapat diperpanjang berdasarkan hasil pengecekan di darat (ground inspection). Prioritas Inspeksi penerbangan ekstensi untuk NAVAID atau SIAP sama dengan inspeksi untuk fasilitas NAVAID/SIAP yang telah melewati batas waktunya.

Jatuh tempo Inspeksi penerbangan berkala untuk peralatan NAVAID dapat di

perpanjang sesuai ketentuan sebagai berikut:

1) Untuk peralatan ILS (Instrument Landing System) diberikan periode perpanjangan selama 3 bulan;

2) Untuk peralatan DVOR (Doppler Very High Omnidirectional Range) diberikan periode perpanjangan selama 6 bulan;

3) Untuk peralatan DME (Distance Measuring Equipment) diberikan periode perpanjangan selama 6 bulan;

4) Untuk peralatan CVOR (Conventional Very High Omnidirectional Range) diberikan periode perpanjangan selama 6 bulan;

5) Untuk peralatan NDB (Non Directional Beacon) diberikan periode perpanjangan selama 6 bulan;

6) Untuk peralatan PAPI (Precision Approach Path Indicator) diberikan periode perpanjangan selama 6 bulan;

7) Untuk peralatan VASI (Visual Approach Slope Indicator) diberikan periode perpanjangan selama 6 bulan.

105.3 NAVAIDS YANG SEMENTARA TIDAK DAPAT BEROPERASI

a. Gunakan prioritas yang terdapat pada paragraf 104.7 dalam buku petunjuk ini

apabila diperlukan pelaksanaan inspeksi ulang. Inspeksi berkala berikutnya harus diprediksikan penyelesaian waktunya dengan telah memenuhi semua persyaratan inspeksi berkala.

b. Jika NAVAID digunakan kembali untuk pelayanan navigasi penerbangan, tanggal

jatuh tempo inspeksi berkala-nya ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. Peralatan cadangan atau associated NAVAID. Ketika inspeksi peralatan

(30)

inspeksi berkala dianggap selesai jika peralatan cadangan atau associated NAVAID tidak bisa beroperasi (menunggu suku cadang, dll), atau tidak digunakan dalam pelayanan (karena rusak, dll). Peralatan cadangan atau associated NAVAID harus gunakan kembali untuk pelayanan jika telah memenuhi semua persyaratan inspeksi berkala (termasuk monitor, jika ada).

105.4 CHEKPOIN PENERIMA RHO-THETA (RHO-THETA RECEIVER).

Apabila inspeksi penerbangan berkala khusus untuk cekpoin penerima di darat dan udara tidak dapat diselesaikan, inspeksi dianggap lengkap. Tindakan berikut harus diambil:

a. Awak pesawat mendokumentasikan inspeksi yang diperlukan sesuai dengan Log

penerbangan harian dan laporan inspeksi penerbangan. Masukkan dalam catatan bahwa cekpoin belum diinspeksi.

b. Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan melakukan hal-hal sebagai berikut:

(1) Menjadwalkan inspeksi kondisi khusus untuk menyelesaikan cekpoin yang belum di inspeksi pada fasilitas yang sudah siap untuk di inspeksi.

(2) Menerbitkan NOTAM yang menjelaskan untuk tidak menggunakan cekpoin penerima jika inspeksi kondisi khusus tidak selesai dalam masa periodesasi inspeksi fasilitas. Laporkan pada otoritas bandara bahwa chekpoin penerima di darat harus tidak digunakan atau diganti.

105.5 INTERVAL INSPEKSI BERKALA.

Jadwal penerbangan inspeksi berkala harus sesuai dengan tabel 105-1.

a. Penetapan interval.

(1) Commissioning, Inspeksi fasilitas presisi baru dan inspeksi berikutnya

disesuaikan dengan jadwal pada tabel 105-1.

(2) Inspeksi Kondisi khusus selain konfigurasi ulang. Fasilitas dapat digunakan

kembali ke periodisasi awal tanpa pemeriksaan lebih lanjut pada saat inspeksi kondisi khusus telah selesai dan dianggap hasilnya baik oleh teknisi pesawat terbang atau teknisi pemelihara fasilitas di darat. Perbaharui tanggal jatuh tempo berkala jika semua persyaratan inspeksi berkala untuk jadwal inspeksi selanjutnya telah selesai selama pelaksanaan inspeksi kondisi khusus.

(3) Rekonfigurasi Pelayanan Pendekatan Presisi (Precision Approach

Services). Pelayanan pendekatan presisi yang di konfigurasi ulang, harus diperiksa. Untuk ILS, dilaksanakan inspeksi berkala dengan pengecekan referensi monitor pada localizer dan glideslope harus dijadwalkan sebagai bagian dari inspeksi kondisi khusus, dan hasil inspeksi berkala dengan monitor referensi harus diperbaharui pada Daily Flight log (DFL).

(31)

105.5.1 Interval inspeksi referensi Monitor ILS harus dilaksanakan dua kali pada interval. Tabel 105 - 1 NO JENIS /PERALATAN FASILITAS NAVIGASI PENERBANGAN PERIODISASI FLIGHT INSPECTION 1. ILS 6 Bulan 2. DVOR 12 Bulan 3. DME 24 Bulan 4. CVOR 12 Bulan 5. NDB 36 Bulan

6. RADAR Apabila diperlukan

7. KOMUNIKASI (VHF) Apabila diperlukan.

8. SIAP Apabila diperlukan

9. PAPI with ILS 6 Bulan

10. PAPI without ILS 24 Bulan

(32)

B AG I AN 1 0 6 . P R O S E D U R - P R O S E D U R I N S P E K S I P E N E R B AN G AN S E C AR A U M U M

106.1 PENDAHULUAN

Urutan kegiatan petugas kalibrasi penerbangan di dalam pelaksanaan misi inspeksi penerbangan secara umum sebagai berikut:

a. Permintaan inspeksi penerbangan. b. Persiapan sebelum terbang.

c. Pelaksanaan inspeksi penerbangan. d. Analisa dan Evaluasi.

e. Peninjauan ulang inspeksi penerbangan dan Pelaporan

106.2 PERMINTAAN INSPEKSI PENERBANGAN.

Evaluasi lapangan, commisioning, dan beberapa inspeksi kondisi khusus harus diminta oleh yang berwenang. Permintaan untuk inspeksi penerbangan berkala tidak diperlukan.

106.2.1 Status dari Peralatan. P ermintaan inspeksi penerbangan tidak boleh

dilakukan sampai semua fasilitas yang terpasang, diset dengan baik, terkalibrasi, dan beroperasi secara normal.

106.2.2 Pemberitahuan. Petugas kalibrasi penerbangan atau pihak dari

penyelenggara kalibrasi penerbangan hanya harus memberitahukan teknisi pemelihara fasilitas perkiraan waktu kedatangan (Estimate Time Arrival / ETA) pesawat terbang kalibrasi. Pemberitahuan selebihnya dimungkinkan untuk tujuan inspeksi penerbangan yaitu evaluasi lapangan, commissioning, berkala dengan monitor atau inspeksi yang memerlukan dukungan pihak pemelihara fasilitas.

Inspeksi berkala ILS tanpa monitor tidak memerlukan koordinasi awal dengan

pihak personil pemelihara fasilitas. Inspeksi ini harus dilaksanakan pada pemancar yang sedang beroperasi jika ditemukan ketidaksesuaian dengan nilai toleransi, beritahu pihak pemelihara fasilitas bahwa telah ditemukan ketidaksesuaian dan lakukan pemeriksaan peralatan cadangan. NOTAM harus diterbitkan apabila ketidaksesuaian belum dibetulkan.

106.3 PERSIAPAN SEBELUM TERBANG.

Kesepahaman antara teknisi dan awak pesawat kalibrasi sangat penting untuk menunjang kelancaran dari pelaksanaan inspeksi penerbangan. Petugas kalibrasi penerbangan dan petugas dari fasilitas bersama-sama bertanggung jawab untuk berkoordinasi pada saat sebelum, selama, dan setelah inspeksi penerbangan. Petugas kalibrasi penerbangan memberi arahan kepada teknisi

tentang langkah-langkah penting yang diambil sebelum pelaksanaan

(33)

106.3.1 Personil Teknisi Fasilitas, Efisiensi dan kelancaran Inspeksi

penerbangan memerlukan persiapan sebelum terbang dan tindakan-tindakan dari teknisi. Persiapan tersebut meliputi:

a . Menyiapkan peralatan komunikasi radio dua - arah dan sumber daya

pada lokasi-lokasi fasilitas. Komunikasi dua-arah akan dilaksanakan pada

inspeksi penerbangan pada saat theodolite atau RTT diperlukan.

b . Pastikan bahwa semua komponen fasilitas terkalibrasi sesuai

persyaratan teknis.

c . Pastikan keberadaan personil teknisi untuk melakukan koreksi dan

pengesetan.

d . Menyiapkan alat transportasi untuk memindahkan peralatan kalibrasi dan

personil.

e . Menyiapkan data fasilitas yang akurat untuk fasilitas baru atau yang

dipindahkan.

106.3.2 Personil Petugas kalibrasi penerbangan. Tindakan berikut ini harus

dilakukan sebelum pelaksanaan inspeksi penerbangan :

a . Pastikan bahwa semua peralatan inspeksi penerbangan telah dikalibrasi

dan dapat dioperasikan.

b. Memberi arahan kepada teknisi fasilitas.

c. Memberi arahan kepada awak pesawat kalibrasi.

d . Menyiapkan peta, chart, peralatan, lembar data, dan sebagainya.

e . Meninjau ulang status, batasan-batasan, dan karakteristik dari fasilitas.

Pastikan bahwa publikasi dan pencatatan hasil dari inspeksi penerbangan

yang sebelumya benar, dan semua pembatasan yang diterapkan akurat.

f. Memberi arahan kepada personil Pengatur Lalu Lintas Udara (ATC)

tentang wilayah dan ketinggian yang digunakan untuk maneuver terbang selama inspeksi penerbangan dan kemungkinan adanya perubahan pemancar.

106.4 PELAKSANAAN INSPEKSI PENERBANGAN.

Laksanakan inspeksi penerbangan sesuai prosedur di dalam buku petunjuk ini

106.4.1 Tenaga Ahli. Selama pelaksanaan inspeksi penerbangan, personil

berkwalitas harus ditugaskan agar tidak terjadi kesalahan terhadap unjuk kerja peralatan.

106.4.2 Peralatan Cadangan (Standby Equipment). Ini dibutuhkan untuk

mengetahui sistem atau pemancar mana yang beroperasi sehingga unjuk kerja tiap peralatan tersebut dapat diketahui.

a . Pada saat suatu unit fasilitas ganda (dual equipped facility) ditemukan tidak

sesuai toleransi, harus diidentifikasi dan tidak digunakan dalam pelayanan. Unit itu dapat diidentifikasi sebagai pemancar nomor 1 atau 2. Channel A atau B, nomor urut, dll.

(34)

b . Beberapa Inspeksi mungkin hanya membutuhkan pengecekan pada satu

peralatan saja. Informasi detail untuk masing-masing jenis fasilitas telah termasuk pada checklist fasilitas.

106.4.3 Daya Cadangan (Standby Power).

a . Petugas kalibrasi penerbangan harus memeriksa fasilitas dengan daya

cadangan selama inspeksi penerbangan commissioning apabila telah dipasang daya cadangan. Jika sistem daya cadangan dipasang setelah pelaksanaan inspeksi commissioning, petugas kalibrasi penerbangan harus memeriksa fasilitas dengan daya cadangan pada pelaksanaan inspeksi penerbangan berkala berikutnya. Dalam pelaksanaan inspeksi penerbangan harus dibuat perbandingan pengukuran untuk memastikan bahwa unjuk kerja fasilitas tidak menurun dengan sistem daya cadangan, dipastikan bahwa semua nilai toleransi parameter pada inspeksi telah dipenuhi. Pemeriksaan daya cadangan tidak diperlukan untuk fasilitas yang menggunakan tenaga

baterei yang secara konstan di supply oleh sumber daya lainnya.

b . Tidak perlu dilaksanakan inspeksi ulang pada fasilitas apabila ada

penggantian daya cadangan.

106.4.4 Filosofi di lapangan. Petugas kalibrasi penerbangan wajib membantu

memecahkan ketidaklayakan pada fasilitas dan meletakkan fasilitas dalam pelayanan sebelum digunakan kembali.

106.4.4.1 Pembatasan. Pada saat parameter fasilitas tidak memenuhi tolerasnsi

atau standar yang ada, petugas kalibrasi penerbangan harus melaksanakan inspeksi untuk menentukan area yang bisa digunakan oleh fasilitas tersebut. Data ini digunakan sebagai dasar pembatasan, NOTAM, dan pembuatan prosedur ulang.

106.4.4.2 Pembatasan manajemen spektrum. Fasilitas yang ditetapkan dalam

pembatasan manajemen spektrum digolongkan sebagai "Restricted" dan harus diidentifikasikan pada data sheet fasilitas. Pembatasan ini tetap berlaku walaupun tidak ada gangguan pada unjuk kerja fasilitas. Tidak boleh mencabut

pembatasan manajemen spektrum berdasarkan pada hasil inspeksi

penerbangan.

106.4.5 Pengesetan. Permintaan untuk pengesetan harus spesifik. Awak

pesawat kalibrasi akan memberikan informasi yang cukup untuk membantu teknisi melaksanakan pengesetan. Pengesetan yang mempengaruhi unjuk kerja fasilitas harus diinspeksi ulang. Sertifikasi hasil inspeksi penerbangan harus berdasarkan unjuk kerja fasilitas setelah semua pengesetan selesai.

106.4.6 Inspeksi Tak Lengkap. Apabila inspeksi commisioning fasilitas harus

dihentikan dalam kondisi belum selesai dikarenakan kerusakan pada pesawat terbang, cuaca, dll., teknisi dan awak pesawat kalibrasi dan teknisi pemelihara fasilitas harus mendiskusikan kondisi fasilitas dan pengecekan yang belum selesai. Apabila buku pedoman pemeliharaan fasilitas mengizinkan pengesetan parameter tanpa inspeksi penerbangan, dan ada referensi yang cukup pada pengecekan sebelumnya, peralatan itu dapat digunakan dalam pelayanan.

(35)

sesuai dengan batasan nilai toleransi, pemeriksaan itu harus dihentikan, status fasilitas diubah menjadi ”unusable”, dan Inspeksi diklasifikasikan sebagai inspeksi tak lengkap sampai sisa pengecekan diselesaikan.

106.5 ANALISA DAN EVALUASI

a . Data inspeksi penerbangan harus dianalisa dan dievaluasi dalam

pelaksanaan inspeksi penerbangan sesuai dengan nilai toleransi yang ditetapkan di dalam buku petunjuk ini. Perekaman yang dilakukan selama pelaksanaan inspeksi penerbangan adalah data rekaman unjuk kerja fasilitas yang bersifat permanen.

b . Permintaan, data perekaman inspeksi penerbangan dibuat dan

disediakan untuk teknisi pemeliharaan fasilitas untuk analisa teknik. Rekaman itu harus dipelihara dan segera dikembalikan ke unit Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan setelah selesainya analisa teknis.

c . Petugas Navigasi Penerbangan yang memiliki tanggung jawab terkait

Aeronautical Chart VFR harus merekam semua catatan tentang VFR pada bagian VFR chart sheet. Bagian VFR chart sheet merupakan sumber data dan harus disimpan dan diarsipkan oleh Direktorat Navigasi Penerbangan untuk keperluan mendatang.

106.5.1 Kesepakatan Pengesetan. Pengesetan fasilitas omni-directional (VOR,

TACAN, DF, NDB, ASR, dll) harus dihitung melalui penambahan aljabar. Referensi azimut (AFIS, Theodolite, peta) harus selalu bernilai positif (+), dan referensi azimut fasilitas darat harus selalu bernilai negatif (-). Jadi dengan penerima radial VOR yang bernilai 090.5 dan AFIS/mao position 090.0, maka

kesalahan pada fasilitas -0,50.Kesalahan pengesetan dapat juga dipahami yaitu

searah jarum jam (positif) dan berlawanan jarum jam (negatif).

106.5.2 Evaluasi Sistem. Petugas kalibrasi penerbangan harus menentukan

kemampuan maksimum sistem inspeksi penerbangan. Pada saat inspeksi

kondisi khusus hanya untuk satu bagian sistem, seperti VTAC/V, ILS/G, atau MLS/A, Marker, MLS/E, dan DME harus direkam dan dianalisa pada inspeksi pemantauan dengan manuver yang tepat, Perekam jejak yang diset default pada posisi ON tidak boleh diset OFF kecuali terdapat jejak lain yang tidak

dikenali.Tidak perlu dilakukan inspeksi tambahan untuk memeriksa komponen

yang ditambahkan, kecuali ditemukan kondisi ketidaksesuain dengan toleransi, hal ini diatur dalam paragrap 104.6 (Pemantauan).

106. 6 TINDAKAN SETELAH INSPEKSI PENERBANGAN

Setelah menyelesaikan inspeksi penerbangan, awak pesawat kalibrasi harus melakukan tindakan berikut:

a. Memberi arahan kepada teknisi pemelihara. b. Menetapkan status Fasilitas.

c. Mempersiapkan penerbitan dan/atau pembatalan NOTAM. d. Menyiapkan laporan inspeksi penerbangan.

(36)

106.6.1 Memberi arahan kepada teknisi pemelihara mengenai hasil dari

inspeksi penerbangan. Inspeksi penerbangan semua fasilitas harus dilaporkan

kepada personil yang berwenang.

106.6.2 Status fasilitas. Inspeksi penerbangan harus menetapkan status

fasilitas (lihat bagian 107). Inspeksi penerbangan juga harus memberitahu segala catatan tentang status fasilitas kepada personil yang berwenang.

106.6.3 NOTAM. Petugas kalibrasi penerbangan harus menyiapkan penerbitan

dan/atau pembatalan NOTAM berdasarkan hasil inspeksi penerbangan (lihat bagian 107).

106.6.4 Reports. Laporan inspeksi penerbangan harus akurat dan menjelaskan

unjuk kerja dan karakteristik fasilitas.Laporan harus diselesaikan sesuai dengan

standar ICAO.

106.6.5 Informasi Penerbangan. Petugas kalibrasi penerbangan harus

menyediakan informasi untuk dipublikasikan untuk disampaikan kepada Direktorat Navigasi Penerbangan.

a . Cek Poin penerima.Informasi berikut harus disediakan untuk cek poin

penerima:

(1) Nama bandar udara.

(2) Sudut Bearing magnetik dari VOR/TACAN

(3) Lokasi dan penjelasan

(4) Jarak dan ketinggian Catatan : Contoh

1. Cek Poin Darat Halim Perdana kusuma Internasional - Jakarta: 2480, 0.7 nm, Stop pad taxiway Alpha Runway 24.

2 . Cek Poin Udara, Budiarto – Tangerang: 1460, 6.7 nm, diatas bangunan Citra Raya 3,000.

b . VOR Test Fasilitas (VOT). Informasi berikut harus disediakan untuk VOT:

(1) Nama Fasilitas (dan nama bandara) (1) Frekuensi VOT

(2) Tipe Fasilitas (daerah atau bandara) (3) Informasi daerah yang digunakan

(37)

106.6.6 Aeronautikal chart VFR

a . Mengkonsolidasikan dan mentransfer semua catatan di lapangan pada

chart baru, yang disediakan dan diterbitkan oleh unit kartografi.

(38)

BAGIAN 107. KLASIFIKASI STATUS FASILITAS DAN NOTAM 107.1 PENDAHULUAN.

Fasilitas navigasi penerbangan dan pemanduan lalu lintas penerbangan diharapkan dapat digunakan dengan batas-batas jarak dan ketinggian tertentu (layanan volume). Klasifikasi status fasilitas dan NOTAM mengindikasikan batasan-batasan yang dapat diterapkan pada fasilitas tersebut. Klasifikasi status fasilitas menunjukkan unjuk kerja fasilitas secara umum berdasarkan hasil inspeksi penerbangan. Klasifikasi ini hanya ditujukan untuk pihak pemeliharaan dan/atau pengguna fasilitas. NOTAM memberi informasi kepada pengguna tentang segala pembatasan pada fasilitas tersebut.

107.2 KLASIFIKASI STATUS FASILITAS.

Berdasarkan unjuk kerja fasilitas, inspeksi penerbangan harus menetapkan salah satu dari klasifikasi status berikut:

(1) Unrestricted : Status atas fasilitas yang memenuhi nilai toleransi yang dipersyaratkan.

(2) Restricted : Status atas fasilitas yang tidak memenuhi nilai toleransi yang ditentukan berdasarkan standar inspeksi (wilayah ruang udara yang menggunakan fasilitas tersebut harus didefinisikan sebagai unusable pada NOTAM).

(3) Unusable : Status atas fasilitas yang tidak aman atau tidak dapat diandalkan untuk navigasi (NOTAM harus diterbitkan dengan mendefinisikan bahwa fasilitas tersebut unusable).

107.2.1 Fasilitas Internasional.

Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan dapat melakukan inspeksi penerbangan fasilitas Internasional berdasarkan kontrak atau perjanjian dan untuk NAVAIDS yang mendukung prosedur kontrol instrumen dari Ditjen Hubud. Fasilitas International ini dipelihara menggunakan instruksi manual dari pabrik pembuat dan mungkin tidak mempunyai prosedur untuk menyelesaikan beberapa pemeriksaan yang diperlukan. Jika pemeriksaan dilakukan seperti ini, sementara Negara memiliki persyaratan prosedural dan sertifikasi pemeliharaan sendiri, serta tidak mencakup semua daftar item yang dibutuhkan dari fasilitas Ditjen Hubud, prosedur khusus berlaku untuk pemeriksaan yang dilakukan, di bawah kondisi ini.

a. Untuk fasilitas yang telah menjadi tanggung jawab inspeksi penerbangan Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan, dan semua item checklist sesuai untuk

inspeksi yang telah selesai, petugas kalibrasi penerbangan harus menetapkan status fasilitas.

b. Untuk fasilitas yang telah menjadi tanggung jawab inspeksi penerbangan Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan, dan semua item checklist sesuai untuk

(39)

ICAO Annex 10 sebagai dalam konfigurasi kiri (left configuration). Fasilitas yang ditetapkan statusnya sebagai bisa digunakan.

c. Jika cek tidak memenuhi persyaratan dari pesanan ini atau menjamin standar ICAO Lampiran 10, Negara Otoritas harus menetapkan status fasilitas.

d. Untuk memeriksa fasilitas hanya sejauh bahwa mereka mendukung instrumen prosedur Ditjen Hubud, tidak ada statusnya harus ditetapkan, dan laporan harus

dijelaskan sebagai inspeksi terbatas.

e. Jika ada daftar item tidak selesai, mereka harus tercantum pada laporan tersebut. 107.2.2 Cakupan Fasilitas di Wilayah Terbatas.

Ketika jangkauan peralatan tidak dapat diperiksa sesuai dengan standar volume pelayanan inspeksi penerbangan karena batas-batas negara atau wilayah udara terbatas, fasilitas ini harus digolongkan sebagai Restricted, dengan catatan pada laporan untuk terbang jangkauan yang terbatas karena batas negara tersebut. NOTAM dan tindakan publikasi harus menunjukkan fasilitas sebagai tidak dapat digunakan (unsuable) di daerah yang tidak di inspeksi.

107.3 NOTAM.

a. Fasilitas NOTAM, petugas kalibrasi penerbangan harus segera melakukan

tindakan NOTAM setiap kali ditemukan penyebab klasifikasi sebuah fasilitas menjadi terbatas (Restricted) atau direvisi. Untuk mengeluarkan NOTAM itu harus digunakan Surat Pemberitahuan (NOTAM) yang sesuai dengan buku petunjuk yang dikeluarkan oleh ICAO. Sebuah NOTAM harus dikeluarkan jika efek pembatasan prosedur penerbangan instrumen, pendekatan minimum, atau otorisasi kategori (CAT) II atau III. Untuk memulai aksi NOTAM, diperlukan nasihat yang sesuai dari Flight Service Station (FSS) atau Base Operasi Militer. NOTAM yang

direkomendasikan mendefinisikan pembatasan yang ditemukan. Operator

penerbangan harus memverifikasi bahwa NOTAM yang dikeluarkan sudah sesuai dan benar dalam waktu 24 jam. Petugas kalibrasi penerbangan harus memverifikasi bahwa NOTAM yang benar yang diterbitkan dalam publikasi.

b. Prosedur penerbangan instrumen. Petugas kalibrasi penerbangan harus

berkoordinasi dengan Direktorat Navigasi Penerbangan jika pembatasan terhadap NAVAIDs mungkin berefek terhadap prosedur penerbangan instrumen yang diterbitkan. Prosedur spesialis harus:

(1) Menentukan dampak dari prosedur penerbangan instrumen yang diterbitkan. (2) Inisiatif membuat NOTAM untuk melakukan perubahan/amandemen atau

menunda prosedur tersebut.

(3) Mengevaluasi yang menjadi batasan NAVAID untuk menentukan apakah batasan tersebut akan memiliki efek pada prosedur penerbangan instrumen. Pusat penjadwalan dan fasilitas pengiriman akan memastikan bahwa NOTAM yang diperlukan segera dikirim ke Direktorat Navigasi Penerbangan, petugas kalibrasi penerbangan harus memverifikasi bahwa setiap NOTAM yang diperlukan sudah dikeluarkan.

(40)

c. Fasilitas yang tidak memerlukan NOTAM, jangan mengeluarkan NOTAM untuk

menggambarkan pembatasan yang ditemukan selama pengecekan radar atau Direction Finder. namun, tinjau kembali prosedur penerbangan instrumen telah dirubah untuk menjamin bahwa prosedur tersebut memerlukan radar atau ditunda. Koordinasikan tindakan ini dengan spesialis prosedur.

d. Volume Layanan Fasilitas yang diperluas Extended Service Volume (ESV). Jika fasilitas tidak bisa mendukung ESV, fasilitas ini tidak dibatasi, tapi

NOTAM harus dikeluarkan untuk prosedur penerbangan instrumen didasarkan pada

ESV. Koordinasikan dan terbitkan ESV yang baru dan prosedur

penerbangan instrumen yang baru.

e. Out-of-Toleransi peralatan cadangan. Jika salah satu pemancar dari dua yang

beroperasi terbatas karena parameter yang diluar toleransi dan yang lainnya adalah

memuaskan, transmiter yang memuaskan dapat dioperasikan tanpa

NOTAM. Namun, data NOTAM yang menggambarkan pembatasan harus disediakan untuk teknisi pemeliharaan fasilitas . Dalam hal pemancar terbatas yang digunakan, operasi boleh mengeluarkan NOTAM.

107.3.1 NOTAM Pada Fasilitas Militer (termasuk kapal).

a. Komandan Instalasi Militer mempunyai wewenang dan tanggung jawab akhir

untuk penerbitan NOTAM dan untuk operasi semua fasilitas militer yang bukan merupakan bagian dari Sistem Ruang Udara Nasional. Komandan dapat memilih untuk menggunakan "Hanya Untuk Militer" jika ditemukan fasilitas yang kondisinya tidak memuaskan untuk selanjutnya digunakan pada Ruang Udara Nasional.

b. Petugas kalibrasi penerbangan akan merekomendasikan NOTAM ke wakil

komandan militer ketika fasilitas di bawah yurisdiksi komandan memerlukan tindakan NOTAM.

c. NOTAM harus tidak dikeluarkan pada fasilitas kapal. 107.3.2 Persiapan NOTAM.

a. NOTAM meliputi nama, jenis, komponen, dan daerah tidak bisa digunakan /

ketinggian. Tidak adanya informasi ketinggian atau jarak khusus akan merujuk ke semua ketinggian dan jarak yang ada, penting untuk memasukkan informasi tertentu untuk menghindari kebingungan. Alasan pembatasan, misalnya, kurangnya frekuensi sinyal gangguan, course structure, keterpaduan, unlock dll, yang ditujukan kepada suatu yang tidak penting dan harus tidak disertakan di dalam teks dari NOTAM.

b. Pembatasan azimut TACAN tidak termasuk dalam publikasi, tetapi mengacu

kepada militer jika penyebarannya dianggap diperlukan. Salinan dari tiap NOTAM yang diterbitkan atau direkomendasikan untuk pembatasan azimut TACAN harus disimpan dalam file untuk referensi fasilitas selama penerbangan inspeksi subsequence. Penyiapan NOTAM untuk komponen azimut TACAN dari suatu VORTAC identik dengan VOR.

Gambar

Figure 201- 3                C AT A T AN :
Figure 201 – 5: Structure (Example – not drawn to scale)  201.7  TOLERANSI.

Referensi

Dokumen terkait

(2) Pada ruangan pusat komando sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus ada petugas yang selalu siap bekerja sesuai jam operasi bandar udara dan/atau

Badan usaha angkutan udara dan perusahaan angkutan udara asing yang telah memiliki persetujuan slot penerbangan berjadwal pada periode musim berjalan/berlangsung dan tidak

bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu diatur mengenai Prosedur Pengujian di Darat (Ground Inspection) Peralatan Fasilitas Elektronika

dimaksud pada huruf a, perlu diatur Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Tentang Pedoman Teknis Operasional Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139-08, Buku

Stress Thallium Scan atau Stress Echocardiography atau Dobutamine Stress Echocardiography Kecuali pemeriksaan Coronary Angiography atau Katerisasi jantung sebagaimana tersebut pada

5.4 Apabila Penyelenggara bandar udara ( Aerodrome) tidak dapat memenuhi ketentuan atau persyaratan atau prosedur sebagaimana ditetapkan dalam Manual of Standard, Direktorat

bahwa dalam Subbagian 139 D angka 139.045 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 24 tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil bagian 139 (Civil Aviation

Pengecualian untuk Sertifikat/Register Bandar Udara ini diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara berdasarkan peraturan penerbangan Indonesia dibawah