• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 4 HASIL PENELITIAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Obyek Penelitian

4.1.1 Profil Perusahaan

a. Sejarah Laboratorium Klinik Prodia

Gambar 4.1 Logo Laboratorium Klinik Prodia

Gambar 4.2 Logo Love for Quality

PT. Prodia Widya Husada atau yang lebih dikenal Laboratorium Klinik Prodia adalah perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa laboratorium klinik dengan kantor pusat beralamat di jalan Kramat Raya No. 150 Jakarta Pusat. Laboratorium Klinik pertama kali didirikan di Solo pada tanggal 7 Mei 1973 oleh

(2)

beberapa orang idealis berlatar belakang pendidikan farmasi yaitu Drs Andi Wijaya, MBA, Drs. Gunawan, Drs. Hamdono dan Singgih, SH.

Awal mendirikan Laboratorium Klinik Prodia bermula ketika Andi Wijaya, Hamdono dan Singgih sedang bermain tenis mendapat kabar bahwa istri Gunawan mendapatkan kesulitan melahirkan. Bayinya tertutup plasenta, harus lahir lewat operasi caesar dan ibunya memerlukan tambahan darah. Semua teman tenis menyumbangkan darahnya termasuk Andi Wijaya yang golongan darahnya B.

Anehnya, ketika Andi Wijaya dan teman tenis melakukan tes ulang pemeriksaan golongan darah di rumah sakit tempat istri Gunawan di rawat, semua hasil golongan darah di diagnosa adalah golongan darah O. Tentu saja ini tidak benar, dan sangat membahayakan untuk si penerima darah. Andi Wijaya meminta agar ada penelitian ulang golongan darahnya. Inilah yang mendasari atau memicu berdirinya Laboratorium Klinik Prodia dengan komitmen ‘Untuk Diagnosa Lebih Baik’.

Sejak awal berdiri, pendiri dan seluruh staff Laboratorium Klinik Prodia tetap mejaga komitmen mutu untuk mempersembahkan hasil pemeriksaan terbaik dengan layanan sepenuh hati. Komitmen itulah yang mengantarkan Prodia menjadi laboratorium klinik terbaik dan terbesar di Indonesia serta menjadi pusat rujukan nasional.

Atas komitmen dan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat, kini Laboratorium Klinik Prodia hadir dengan memiliki 8 kantor wilayah yang terdiri dari 113 cabang di 90 kota yang tersebar di 29 provinsi di Indonesia. Untuk memenuhi kepuasan dan kebutuhan pelanggan, Prodia memberikan layanan sebagai berikut :

1. Layanan pemeriksaan laboratorium rutin. 2. Layanan pemeriksaan laboratorium khusus. 3. Layanan penunjang diagnostik lain.

4. Layanan General Medical Check Up. 5. Layanan khusus anak Prodia ChildLab.

6. Layanan khusus wanita Prodia Women Helath (segera dibuka). 7. Layanan penunjang penelitian.

8. Layanan rujukan dari rumah sakit, laboratorium klinik dan klinik lainnya. 9. Layanan ambil darah, antar hasil kerumah dan kantor tanpa biaya

(3)

10. Layanan edukasi , tour the lab, dan konsultasi kesehatan tanpa biaya tambahan.

11. Layanan informasi kesehatan kedokteran yang lengkap melalui brosur, booklet, journal, informasi laboratorium, forum diagnostikum, majalah smart living yang diberikan berdasarkan kebutuhan pelanggan.

Layanan diberikan kesemua pelanggan dan mitra kerja sama Prodia yaitu ;

1. Masyarakat Umum 2. Dokter

3. Perusahaan & Institusi

4. Rumah Sakit dan Laboratorium Klinik 5. Organisasi Kemasyarakatan

6. Mitra Kerja Prodia

b. Misi & Visi Perusahaan

Prodia berkomitmen untuk memuaskan pelanggan dengan cara terus meningkatkan mutu layanan dan produk. Visi dan misi Prodia yang tercantum di dalam logo Prodia adalah sebagai berikut :

Misi

1. Untuk DIAgnosa Lebih Baik

2. Untuk si DIA yang bergabung dengan Prodia.

Misi ini yang selalu dijunjung tinggi oleh Laboratorium Klinik Prodia dalam rangka mewujudkan diagnosa terbaik untuk kepuasan pelanggan dan para pemangku kepentingan (stakeholder). Hal tersebut diwujudkan dengan adanya beragam sertifikasi bergengsi yang diraih oleh PT. Prodia Widyahusada, antara lain, sertifikasi ISO 09001, ISO 09002, akrediasi ISO 15189, Sertifikasi Departement Kesehatan Indonesia, National Guidelines Standart Program Hba1c, dan sertifikat tertinggi dunia Colledge American Phatologis.

Semua sertifikasi di dukung oleh budaya kerja melalui kebijakan mutu di Laboaratorium Klinik Prodia yaitu “Melalui kinerja berlandaskan mutu, manajemen dan karyawan Prodia komitmen untuk menghasilkan pemeriksaan dan layanan kesehatan prima yang memuaskan pelanggan dan pihak terkait melalui perbaikan berkesinambungan“. Berkat komitmen mutu tersebut, Prodia berhasil mensejajarkan

(4)

diri dengan laboratorirum dunia dengan menempati urutan delapan besar terbaik di dunia.

Manajemen Prodia komitmen melakukan pengawasan manajemen mutu dan tehnical quality assurance melalui kegiatan audit internal dan eksternal dari Badan

Sertifikasi secara berkala untuk memastikan Standard Operating Prosedure (SOP) dan mutu terimplementasi sempurna dan menyeluruh di setiap cabang Prodia.

Berbagai program pemantapan mutu Nasional dan Internasional yang di ikuti oleh Laboratorium Klinik Prodia untuk mendukung misi tersebut adalah :

1. College of American Pathologost (CAP)

2. Royal College Pathologist Australiasian (RSPA) dan External Quality Assurance Services (EQAS) BIO RAD dari USA.

3. Depaetemen Kesehatan Republik Indonesia 4. Medical Laboratory Evaluation (MLE) – USA 5. Euroimun – Germany

Tidak ketinggalan sertifikasi lain yang diraih Prodia adalah the best customer service championship, Top Brand 5tahun berturut-turut, Original Brand dan sertifikasi perusahaan terbaik dan terbesar.

Visi

1. Menjadi laboratorium klinik dan pusat rujukan diagnostik terbaik dan terbesar.

2. Sebagai centre of excellence.

Visi tersebut diwujudkan dengan membangun jejaring dengan laboratorium luar negeri. Visi Prodia sebagai centre of exellence membawa Prodia untuk terus meningkatkan kualitas dan layanan kepada para pelanggan.

Beberapa aktivitas untuk mewujudkan visi tersebut adalah

1. Mendirikan laboratorium Pusat Rujukan Nasional ( PRN )

di Jl. Kramat Raya No. 150 Jakarta Pusat, yang menerima bahan pemeriksaan dari seluruh cabang Laboratorium Klinik Prodia, laboaratroium klinik lain dan rumah sakit yang ada di seluruh Indonesia. PRN beroperasi 24 jam sehari dan menggunakan sistem online untuk registrasi pasien dari perujuk.

(5)

2. Pusat Informasi Diagnostik Prodia

Membuat seri edukasi berupa Informasi Laboaratotium ( IL ) dan Forum Diagnostikum, untuk para dokter, seri edukasi berisi edukasi berbagai macam penyakit berupa booklet dan majalah Smart Living untuk masyarakat awam, perpustakaan, website, seminar dan buku reference laboratory untuk rumah sakit atau laboratoium klinik perujuk.

3. Menunjang Pengembangan Ilmu Kedokteran Laboratorium

Langkah ini dibangun melalui jalinan kerjasama dengan intitusi luar negeri antara lain : National University Hospital Singapore (NUH) di Singapura, Quest Diagnostic di America Serikat, Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Kesehatan Indonesia (PATELKI), Asian and Pacific Federation of Clinical Biochemistery (APFCB), Asia Association of Medical Laboratory Scientists (AAMLS), Clinical Laboratory Standard Institude (CLSI) dan American Association for Clinical Chemistry (AACC).

4. Laboratorium Pusat Penunjang Penelitian

Layanan ini disediakan sejak tahun 1991 hingga saat ini telah mendukung lebih dari 1100 penelitian yang melibatkan 450 jenis pemeriksaan yang khusus disediakan untuk penelitian. Fasilitasnya adalah : Laboaratorium Riset dan Esoterik, Laboratorium Molekuler, Laboratorium Analitik untuk liquid chromatography dan mass spectrometry

5. Laboaratorium Sentral untuk semua bidang kedokteran

Para Professional Prodia merupakan pendiri dan pengurus aktif di beberapa organisasi, Perhimpunan Aterosklerosis & Penyakit Vaskular Indonesia, Himpunan Studi Obesitas Indonesia, Persatuan Diabetes Indonesia.

6. Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kesehatan di Indonesia

Prodia dilengkapi dengan Departemen Pengembangan Diagnostik dengan fokus kepada Trend Spotter yaitu mengevaluasi perkembangan ilmu dan teknologi laboratorium kesehatan, termasuk pemeriksaan, metode dan instrumen. Pengembangan jenis pemeriksaan baru, mencari perlengkapan dan metode pemeriksaan terbaru untuk memastikan bahwa Prodia menunjang diagnosis yang lebih akurat dan presisi.

(6)

Untuk membangun awareness kepada pelanggan akan pentingnya deteksi dini penyakit melalui pemeriksaan laboratorium, Laboratrium Klinik Prodia mengadakan seminar nasional, brand activity yang diadakan setiap tahunnya roadshow di kota-kota besar di seluruh Indonesia.

4.1.2 Struktur Organisasi:

Gambar 4.3 Struktur Organisasi Wilayah 3 Jakarta

President Director Dr. Dewi Muliaty, M.Si Regional Head Region III

Dra. Sri Hadiati

Regional Consumer Relations/ Customer Service Manager

Dewi Trini, MBA

Regional Customer Service Supervisor

Regional Marketing Manager Tri Hastuti, Psi Regional Financial Manager

Lily Chandra, SE Regional Operation Manager

Dra. Ellis Zarni, M.Si

Regional Human Resource Manager Chandra Ninghayu, M.Si

Regional Customer Service Officer

Branche Unit Customer Service Manager

Branche Customer Service Supervisor

Branche Customer Service & Customer Care Branch Manager – Region III Jakarta

(7)

Gambar 4.4 Struktur Organisasi Divisi Marketing Wilayah 3 Jakarta

Regional Marketing Manager Tri Hastuti, Psi

Regional Marketing Supervisor Public Customer Relations

Mahdalena Lubis / Helen N

Laboratorium Information Sevice Officer

Laboratorium Infomation Service Executive

Regional Marketing Supervisor Internis

Dina Khatrinaini, BA

Regional Marketing Supervisor Non Internis

Berlian Delima Suratin, SE Regional Marketing Supervisor General Phsysian & Other Professional

Wawan K & Catur Indah Regional Marketing Supervisor Other City LPG/PLG/BGR/CLG

Andy Nur Prasetyo Regional Marketing Supervisor

Contractor / Reference Lab Pipih H / Martono, BA Koordinator Supporting

(8)

Aktivitas divisi marketing memiliki keterkaitan pada semua related departement, disini peneliti memberikan gambaran aktivitas divisi marketing terutama bagian Public Customer Relations.

Customer Relations sebagai ujung tombak dalam membina hubungan baik untuk menciptakan saling pengertian dengan pelanggan internal sesama cabang Prodia wilayah 3 Jakarta dan pelanggan eksternal yaitu pelanggan awam secara umum dan PCC secara khusus untuk jangka panjang . Dibagian inilah peneliti melakukan magang untuk menambah pengetahuan yang terkait dengan pendidikan yang sedang dijalani.

Adapun project dalam Public Customer Relations adalah sebagai berikut:

1. Fact Finding

Setelah memenrima perencanaan pemasaran dari pusat, CS mempelajari analisa SWOT, trend yang lagi berkembang baik itu tentang wanita, keluarga, anak-anak, diabetes dan lain-lainya yang terkait di wilayah 3 Jakarta.

2. Setelah menemukan fact finding, melakukan perencanaan melalui sistem P-O-A-C-E (programing, organizing, aktuating, controling, evaluasi) yang dikembangankan sendiri dari tools yang telah ditetapkan pusat agar satu arah dengan tujuan perusahaan. Contoh: Strategi kampanye kesehatan keluarga, kampanye women health, kampanye pencegahan diabetes dan setersunya.

Sesuai dalam proses komunikasi, Public Customer Relations melalukan perncanaan komunikasi dengan cara menetapkan siapa pelaksana, apa pesan yang akan disampaikan, media apa yang digunakan dalam menyampaikan pesan, siapa sasaran khalayaknya, apa efek yang diharapkan. Bagimana aplikasinya, apa yang di kontrol, dan apa yang di evaluasi, KPI dari masing-masing perencanaan tersebut serta anggaran yang dibutuhkan.

3. Komunnikasi atau implementasi

Melaksanakan program yang telah ditetapkan, contoh kampanye kesehatan keluarga, media yang digunakan radio, poster, banner, video melalui kerjasama dengan women radio, club-club wanita dan seterusnya.

(9)

4. Evaluasi

Mengevalusi hasil kinerja omzet bulanan, triwulan, semester dan tahunan, untuk memastikan bahwa semua program terlaksna sesuai rencana dan efektifitas dalam pengeluaran biaya.

4.1.3 Profil Informan

Teknik pemilihan informan yang digunakan yaitu teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009, p. 85). Teknik ini bisa diartikan sebagai suatu proses pengambilan sampel dengan menentukan terlebih dahulu jumlah sampel yang hendak diambil, kemudian pemilihan sampel dilakukan dengan berdasarkan tujuan-tujuan tertentu, asalkan tidak menyimpang dari ciri-ciri sampel yang ditetapkan. Informan yang diwawancarai juga sesuai dengan bidangnya

Tabel 4.1: Kajian Peneliti Nama : Jabatan : Umur : Lama Bekerja : : Tri Hastuti

Regional Marketing Manager 43 Tahun

23 Tahun

Alasan kenapa dipilih:

Peneliti menilai Ibu Tri tepat untuk dijadikan narasumber karena kapasitasnya sebagai pusat informasi berkenaan dengan posisinya sebagai kepala wilayah (RMM). Selain itu beliau sudah 23 tahun bekerja di Prodia sehingga banyak sekali informasi yang dapat digali dari beliau.

Nama : Jabatan : Umur : Lama Bekerja : Raden Soeharyono Administration Officer 37 Tahun 18 tahun

(10)

Peneliti menilai Bapak Soeharyono layak dijadikan narasumber karena kapasitasnya sebagai Administration Officer beliau banyak berhubungan dengan karyawan lainnya di dalam divisi pemasaran. Sehingga tentunya beliau memiliki banyak informasi untuk digali dari beliau.

Nama : Jabatan : Umur : Lama Bekerja :

Rhadevka Widi Murmanda

Training and Development Officer 22 Tahun

5 Tahun Alasan kenapa dipilih:

Peneliti memilih informan berdasarkan posisinya yang berada dalam naungan HRD, sehingga tentunya Rhadevka banyak bertemu dengan karyawan-karyawan baru dan oleh sebab itulah Rhadevka memiliki kapasitas sebagai sumber informasi yang mumpuni.

4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam sub bab ini peneliti akan memaparkan kutipan-kutiapan hasil yang didapat melalui wawancara dengan narasumber, juga melalui observasi selama melakukan Kerja Praktek di PT Prodia Widyahusada pada periode Maret sampai dengan Mei. Peneliti juga melakukan beberapa dokumentasi untuk mendukung dan mengoptimalkan hasil dari penelitian ini. Selain itu juga terdapat pembahasan dengan menghubungkan hasil penelitian yang diperoleh dengan teori-teori yang relevan untuk melihat keterkaitan serta menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang ada..

4.2.1 Bentuk Komunikasi Fatis Verbal Nonverbal yang Diterapkan

Untuk menajawab pertanyaan penelitian pertama mengenai bentuk komunikasi fatis verbal nonverbal yang diterapkan, pada penelitian ini penulis mengacu pada teori komunikasi fatis menurut buku Ilmu Komunikasi (Mulyana, 2008, p. 18), yaitu dalam kehidupan sehari-hari secara sadar ataupun tidak, kita sering mengucapkan “Selamat pagi,” “Halo,” Assalamu’alaikum,” Apa kabar?” menganggukkan kepala, melambaikan tangan, menepuk bahu, atau bersalaman, untuk setidaknya mengakui

(11)

kehadiran orang lain, untuk menunjukkan bahwa kita ramah, dan untuk menumbuhkan atau memupuk kehangatan dengan orang lain.

Adapun menurut Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi (2007, p. 13), ketika kita mengucapkan “Selamat Pagi,” “Apa Kabar?”, kita tidak bermaksud untuk mencari keterangan. Komunikasi itu hanya dilakukan untuk mengupayakan agar orang lani merasa apa yang disebut Analisis Transaksional sebagai “Saya Oke – Kamu Oke”. Komunikasi ini lazim disebut sebagai komunikasi fatis (phatic communication), dimaksudkan untuk menumbulkan kesenangan. Komunikasi inilah yang menjadikan hubungan kita hangat, akrab, dan menyenangkan.

Hasil wawancara dengan ibu Tri pada 21 Mei 2014 pukul 09.00 WIB mengemukakan bahwa bentuk komunikasi fatis verbal yang diterapkan di kalangan internal secara langsung biasanya berupa sapaan, sedangkan secara tidak langsung atau menggunakan tulisan melalui chat BBM atau WA. Untuk komunikasi fatis nonverbalnya berupa penggunaan gestur seperti melambai ketika mau/hendak pulang, atau memberikan isyarat berupa gerakan tangan yang memiliki makna bahwa hal tersebut tidak relevan untuk dibicarakan.

Hasil wawancara dengan pak Soeharyono pada 21 Mei 2014 pukul 14.00 WIB mengemukakan bahwa bentuk komunikasi fatis verbal yang diterapkan di kalangan internal itu berupa sapaan kepada teman-teman dengan menanyakan kabarnya. Sedangkan untuk bentuk komunikasi non verbalnya adalah tepukan di pundak dan bersalaman.

Hasil wawancara dengan Rhadevka pada 22 Mei 2014 pukul 12.00 WIB mengemukakan bahwa bentuk komunikasi verbal yang diterapkan di kalangan internal sehari-harinya adalah sapaan, ketika bertemu di pagi hari atau ketika sedang berkunjung ke divisi lain. Sedangkan untuk bentuk komunikasi fatis nonverbalnya adalah berupa tepukan di pundak ketika bertemu teman, atau lambaian tangan kala menyapa atau hendak pulang kerja.

Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dapat diketahui bahwa, bentuk komunikasi fatis verbal yang seringkali dilakukan adalah sapaan seperti hai dan apa kabar. Sedangkan bentuk komunikasi fatis nonverbal yang seringkali dilakukan adalah berupa tepukan di pundak, lambaian tangan kala menyapa atau hendak pulang kerja dan juga memberi isyarat ketika ada suatu hal yang tidak seharusnya dibicarakan.

(12)

Untuk mendapatkan kesehatan emosional, kita harus memupuk perasaan positif dan mencoba menetralisasikan perasaan negatif. Orang yang tidak pernah memperoleh kasih sayang dari orang lain akan mengalami kesulitan untuk menaruh perasaan itu terhadap orang lain, karena ia sendiri tidak pernah mengenal dan merasakan perasaan tersebut. Kita hanya bisa mengekternalisasikan suatu makna, gagasan, atau perasaan yang kita internalisasikan dari lingkungan kita. Begitulah, dalam kehidupan sehari-hari secara sadar ataupun tidak, kita sering memberikan stimulus dengan cara mengucapkan sapaan secara verbal, atau bentuk tindakan nonverbal seperti tepukan dan lambaian kepada orang lain baik secara sadar maupun tidak dengan tujuan untuk mengakui keberadaan orang tersebut, menunjukkan bahwa kita ramah, sehingga komunikan akan memberikan respon balik kepada kita dengan ramah juga. Jadi, komunikasi fatis bermanfaat untuk memupuk hubungan yang lebih hangat dengan cara komunikator memberikan stimulus yang baik terhadap komunikator dan komunikator akan memberikan respons yang baik pula terhadap komunikan dan disinilah terciptanya hubungan yang hangat dan menimbulkan kesenangan.

Komunikasi fatis verbal nonverbal tersebut sebenarnya hanya dilakukan untuk menciptakan suasana hangat antara komunikator dengan komunikan, dimana pelaku komunikasi fatis tersebut tidak benar-benar berniat untuk mencari informasi ataupun keterangan melalui sapaannya seperti menanyakan kabar, sudah makan atau belum, sedang sibuk apa, dan sebagainya. Atau dengan kata lain, pelaku komunikasi fatis ini melaksanakan komunikasi fatis baik verbal maupun nonverbal hanya untuk memperoleh keseangan semata, karena pelaku akan dianggap ramah jika melakukan komunikasi fatis ini. Biasanya komunikasi fatis diterapkan ketika pelaku baru bertemu dengan orang yang ada dalam lingkungan pelaku komunikasi fatis tersebut seperti di lingkungan kantor atau lingkungan tempat tinggalnya. Atau bahkan terkadang komunikasi fatis ini dilakukan sebagai tahapan awal pembuka diskusi atau pembicaraan yang lebih penting, karena komunikasi fatis menimbulkan kenyamanan sehingga bisa mencairkan suasana terlebih dahulu sebelum masuk ke pembahasan yang utama.

Komunikasi fatis yang lebih banyak terlihat sebenarnya adalah secara verbal. Hal ini disebabkan karena ada beberapa bentuk dari komunikasi fatis secara nonverbal yang melibatkan kontak fisik diantara komunikator dengan komunikannya, seperti berpelukan, merangkul, cium pipi, dan sebagainya. Untuk

(13)

melakukan komunikasi fatis nonverbal dengan kontak fisik seperti itu dibutuhkan kedekatan antara komunikator dan komunikan yang cukup terlebih dahulu, karena tidak semua orang akan merasa nyaman diperlakukan seperti itu tanpa ada kedekatan yang terjalin dengan baik sebelumnya. Sehingga, komunikasi fatis verbal-lah yang lebih sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari karena hanya berbentuk kalimat sapaan maupun tulisan yang tidak begitu memperlukan kedekatan yang cukup mendalam diantara komunikator dan komunikan.

Di Prodia, komunikasi fatis merupakan bagian dari budaya organisasinya. Menurut Pacanowsky dan O’Donnell Trujilo, budaya dalam organisasi diartikan sebagai cara hidup di dalam organisasi. Misalnya iklim atau atmosfer emosional dan psikologis, yang mencakup semangat kerja karyawan, sikap dan tingkat produktivitas, dan simbol-simbol (West & Turner, 2009, p. 317).

Pacanowsky dan O’Donnell Trujilo menyatakan bahwa anggota organisasi melakukan performa komunikasi tertentu yang berakibat pada munculnya budaya organisasi yang unik. Performa adalah metafora yang menggambarkan proses simbolik dari pemahaman akan perilaku manusia dalam sebuah organisasi. Performa budaya ini dibagi menjadi 5 bagian, yakni ritual, hasrat, sosial, politik, dan enkulturasi. Dan dalam penelitian ini, komunikasi fatis merupakan bagian dari performa ritual yang diterapkan. Performa ritual adalah semua performa komunikasi yang terjadi secara teratur dan berulang, dan termasuk dalam jenis ritual personal, ritual sosial dan ritual organisasi.

Ritual personal merupakan semua hal yang rutin dilakukan di tempat kerja, lalu ritual sosial adalah rutinitas verbal dan nonverbal yang biasanya mempertimbangkan interaksi dengan orang lain. Sedangkan ritual organisasi ialah kegiatan perusahaan yang sering di lakukan seperti rapat divisi, rapat fakultas, bahkan piknik perusahaan.

Dalam ritual personal, publik internal Prodia setiap harinya mengenakan pakaian Prodia yang disesuaikan warnanya berdasarkan hari-hari dalam 1 minggu tersebut. Sedangkan dalam ritual sosial, setiap harinya ketika salah satu staff datang baru tiba ke kantor maka mereka akan menyapa rekan-rekan kerjanya dengan menggunakan komunikasi fatis baik secara verbal maupun nonverbal (berupa sapaan yang disertai tepukan, salaman, dan sebagainya). Dan yang terakhir adalah ritual organisasi, ketika ada event-event tertentu yang diselenggarakan oleh Prodia, maka publik internal yang turut serta dalam kegiatan tersebut akan berpartisipasi dengan antusias dengan budaya kekeluargaannya yang kental, dan tentu saja penggunaan

(14)

komunikasi fatis diterapkan dalam berinteraksinya (untuk event yang bernuansa tidak formal seperti bakti sosial, ulang tahun organisasi, seminar).

4.2.2 Fungsi Penerapan Komunikasi Fatis Verbal Nonverbal Dalam Mencapai Komunikasi Efektif

Pertanyaan kedua dalam penelitian ini adalah fungsi penerapan komunikasi fatis verbal dan nonverbal dalam mencapai komunikasi efektif, dimana terlebih dahulu kita perlu mengetahui komunikasi seperti apa yang dapat dikatakan efektif. Dalam buku Psikologi Komunikasi yang ditulis oleh Jalaluddin Rakhmat (2011, p. 13-16), dijelaskan bahwa komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menimbulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Pengertian: Penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oleh komunikator.

2. Kesenangan: Komunikasi yang dilakukan tidak untuk menyampaikan informasi, membentuk pengertian, atau mencari keterangan. Melainkan untuk menimbulkan kesenangan sehingga hubungan terasa hangat, akrab dan menyenangkan. Komunikasi ini lazim disebut sebagai komunikasi fatis.

3. Mempengaruhi sikap: Komunikasi yang dilakukan bertujuan untuk mempengaruhi orang lain.

4. Hubungan sosial yang baik: Komunikasi yang ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik, karena manusia merupakan makhluk sosial sehingga manusia ingin berhubungan dengan orang lainnya secara positif.

5. Tindakan: Merupakan indikator efektivitas yang paling penting. Karena untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil terlebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan baik.

Hasil wawancara dengan ibu Tri pada 21 Mei 2014 pukul 09.00 WIB mengemukakan bahwa fungsi penerapan komunikasi fatis dalam mencapai komunikasi efektif adalah untuk menjalin hubungan, mencairkan suasana, dan sebagai sarana untuk memotivasi.

Hasil wawancara dengan pak Soeharyono pada 21 Mei 2014 pukul 14.00 WIB mengemukakan bahwa fungsi penerapan komunikasi fatis dalam mencapai komunikasi efektif adalah untuk mempererat hubungan kekeluargaan, problem

(15)

solving yang dapat dilakukan dengan mudah karena proses komunikasi yang terjadi sudah efektif.

Hasil wawancara dengan Rhadevka pada 22 Mei 2014 pukul 12.00 WIB mengemukakan bahwa fungsi penerapan komunikasi fatis dalam mencapai komunikasi efektif adalah mempermudah koordinasi pekerjaan dan problem solving.

Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dapat diketahui bahwa, fungsi penerapan komunikasi fatis verbal-nonverbal dalam mencapai komunikasi efektif antara lain untuk menjalin hubungan, mempererat kekeluargaan, memotivasi, mencairkan suasana, mempermudah koordinasi pekerjaan dan problem solving.

Pada pembahasan pertanyaan sebelumnya telah dibahas mengenai bentuk-bentuk komunikasi fatis baik secara verbal maupun nonverbal. Komunikasi fatis penerapannya akan berdampak pada hubungan yang terasa lebih hangat dan menyenangkan diantara pihak yang melakukannya. Pelaku akan memberikan stimulus/rangsangan berupa komunikasi fatis baik secara verbal ataupun nonverbal dan kemudian komunikan akan merespon balik dengan ramah pula karena adanya rasa senang yang dirasaka oleh komunikan akibat dari stimuli baik yang diterimanya dari komunikator. Maka dari itu komunikan akan memberikan respon yang baik pula kepada komunikan, dan ini tentunya akan berdampak pada terciptanya hubungan sosial yang baik diantara kedua individu tersebut.

Komunikasi fatis dapat perlahan-lahan merubah sikap suatu individu, apabila individu tersebut terus menerima rangsangan/stimuli berupa komunikasi fatis sehingga ia akan merasa nyaman, diterima dan memiliki tempat di lingkungan tersebut. Dari titik inilah hubungan sosial yang baik akan tercipta dan kedepannya tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu tersebut akan bersifat positif dan komunikasi yang efektif dapat tercipta.

Adapun faktor lain yang mempengaruhi seseorang sehingga ia dapat merasa nyaman karena diterima atau sebalkinya oleh lingkungannya, yakni adalah konsep diri. Konsep diri menurut Jalaluddin Rakhmat (2007, p. 99) adalah dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada penilaian diri kita. Namun konsep diri ini juga dapat dipengaruhi oleh orang lain. Apabila diri kita diterima, dihormati, dan disenangi oleh orang lain maka kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita, dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan menyenangi diri kita. Maka

(16)

dari itulah penerapan komunikasi fatis baik secara verbal maupun nonverbal sangat berguna untuk menimbulkan rasa penerimaan baik dari sisi komunikator maupun dari sisi komunikan. Sehingga pada akhirnya ketika hubungan sosial sudah terjalin dengan baik, dan dengan sendirinya komunikasi interpersonal dapat berjalan secara efektif.

Konsep diri (West & Turner, p. 101) merupakan seperangkat perspektif yang relatif stabil yang dipercaya orang mengenai dirinya sendiri. Ketika setiap aktor sosial menanyakan pertanyaan “Siapakah saya?” jawabannya berhubungan dengan konsep diri. Karakteristik yang diakui oleh aktor sosial tersebut tentang ciri-ciri fisiknya, peranan, talenta, keadaan emosi, nilai, ketrampilan, dan keterbatasan sosial, intelektualitas, dan seterusnya membentuk konsep dirinya.

Lebih lanjut, La Rossan dan Reitzes dalam Richard West dan Lynn Turner (2009, p. 101-103) mengemukakan 2 asumsi tambahan untuk tema konsep diri ini, antar lain:

1. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain.

Orang-orang tidak lahir dengan konsep diri, mereka belajar tentang diri mereka melalui interaksi. Aktor sosial akan mempunyai perasaan akan diri sebagai hasil dari kontaknya dengan orang tua, guru, dan koleganya. Interaksi dengan orang-orang tersebut akan memberitahukan kepada aktor sosial ini siapa dirinya. Di Prodia sendiri, tiap-tiap individu saling berinteraksi satu dengan lainnya untuk memeroleh dan mengenal konsep diri yang mereka miliki.

2. Konsep diri memberikan motif yang penting untuk perilaku.

Pemikiran bahwa keyakinan, nilai, perasaan, penilaian-penilaian mengenai diri memengaruhi perilaku adalah sebuah prinsip penting dalam interaksional simbolik. Misalnya jika kita merasa yakin akan kemampuan kita dalam pelajaran teori komunikasi, maka akan sangat mungkin bahwa kita akan berhasil dengan baik dalam pelajaran itu. Proses tersebut seringkali disebut sebagai prediksi pemenuhan diri, atau pengharapan akan diri yang menyebabkan seseorang untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga harapannya terwujud. Tiap publik internal di Prodia akan berusaha membentuk konsep diri yang baik melalui interaksi-interaksi antar

(17)

individu dengan menerapkan komunikasi fatis baik secara verbal maupun nonverbal, karena komunikasi dengan bentuk ini pada dasarnya untuk membangun hubungan yang hangat, terlebih lagi memang merupakan budaya organisasi/perusahaan, ini menjadi motivasi bagi tiap-tiap publik internal Prodia dalam membentuk konsep diri yang baik melalui berbagai interaksi yang dilakukan dengan sesama rekan kerjanya.

Selain itu, penerapan komunikasi fatis juga dapat diterapkan untuk membentuk atau menciptakan first impression (kesan pertama). Menurut Goodall (2010, 97), kesan pertama dibentuk melalui serangkaian proses kompleks yang disebut persepsi. Persepsi berarti bagaimana kita mengolah dan menginterpretasikan isyarat-isyarat dari penampilan fisik, suara, dan bahasa seseorang. Menurut Goodall (2010, p. 97), kesan pertama dibentuk melalui serangkaian proses kompleks yang disebut persepsi. Persepsi berarti bagaimana kita mengolah dan menginterpretasikan isyarat-isyarat dari penampilan fisik, suara, dan bahasa seseorang. Kesan pertama juga berkaitan dengan rasa penerimaan individu dalam suatu kelompok atau lingkungan. Maka dengan menerapkan komunikasi fatis baik secara verbal maupun nonverbal, individu tersebut dapat menciptakan kesan pertama yang baik di mata individu-individu lainnya dalam suatu lingkungan tersebut.

4.2.3 Manfaat Penerapan Komunikasi Fatis Verbal Nonverbal Dalam Mencapai Komunikasi Efektif

Pertanyaan ketiga dalam penelitian ini mengenai manfaat penerapan komunikasi fatis verbal maupun nonverbal dalam mencapai komunikasi efektif. Jika berbicara manfaat, maka kita perlu melihat dari dua sisi, yakni komunikator dan komunikannya. Manfaat yang ditimbulkan dari penerapan komunikasi fatis harus bisa saling menguntungkan individu yang terlibat dalam komunikasi interpersonal tersebut.

Hasil wawancara dengan ibu Tri pada 21 Mei 2014 pukul 09.00 WIB mengemukakan bahwa manfaat penerapan komunikasi fatis dalam mencapai komunikasi efektif adalah untuk menyemangati orang lain dan diri sendiri, mempermudah proses berkomunikasi karena suasana yang nyaman.

(18)

Hasil wawancara dengan pak Soeharyono pada 21 Mei 2014 pukul 14.00 WIB mengemukakan bahwa manfaat penerapan komunikasi fatis dalam mencapai komunikasi efektif adalah untuk mempermudah proses berkomunikasi yang berlangsung karena suasana yang nyaman telah tercipta.

Hasil wawancara dengan Rhadevka pada 22 Mei 2014 pukul 12.00 WIB mengemukakan bahwa manfaat penerapan komunikasi fatis dalam mencapai komunikasi efektif adalah untuk mempermudah proses berkomunikasi dan problem solving karena suasana yang nyaman telah tercipta.

Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dapat diketahui bahwa, manfaat penerapan komunikasi fatis verbal-nonverbal dalam mencapai komunikasi efektif antara lain untuk menyemangati orang lain dan diri sendiri, mempermudah proses berkomunikasi serta problem solving karena suasana yang nyaman telah tercipta.

Pada pembahasan dua pertanyaan penelitian sebelumnya telah dibahas bagaimana bentuk-bentuk komunikasi fatis serta fungsi penerapnnya dalam proses interaksi sehingga dapat menimbulkan komunikasi yang efektif. Bentuk-bentuk komunikasi fatis beranekaragam, dan semuanya merupakan bentuk stimuli positif yang menimbulkan rasa nyaman, senang, dan hubungan yang hangat antar individu dalam komunikasi interpersonal yang berlangsung. Sehingga akibat dari berlangsungnya proses pertukaran stimuli dan respon diantara komunikator dan komunikan, maka terciptanya hubungan yang terasa hangat dan menyenangkan bagi mereka dan inilah manfaat yang dapat dirasakan dari penerapan komunikasi fatis.

Apabila komunikasi fatis ini terus berlanjut, maka tentunya hubungan antar individu di suatu lingkungan akan terjalin semakin baik dan erat, dan pada akhirnya komunikasi yang mereka lakukan akan berjalan secara efektif dengan sendirinya.

Gambar

Gambar 4.2 Logo Love for Quality
Gambar 4.3 Struktur Organisasi Wilayah 3 Jakarta
Gambar 4.4 Struktur Organisasi Divisi Marketing Wilayah 3 Jakarta
Tabel 4.1: Kajian Peneliti  Nama     :  Jabatan  :  Umur     :  Lama Bekerja  :  :  Tri Hastuti

Referensi

Dokumen terkait

Komunikasi dikatakan efektif apabila penerima pesan (komunikan) memperoleh pemahaman yang cermat atas isi pesan yang disampaikan oleh komunikator. Kegagalan utama

Komunikasi yang dilakukan oleh Bapermas Bidang Keluarga Berencana, sebagai komunikator dalam penyampaian pesan atau informasi kepada masyarakat isi dari pesan

Berdasarkan penjelasan yang didapatkan mengenai pengertian komunikasi, dapat diketahui bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian pesan yang dilakukan komunikator

sebagaimana fungsinya, media sebagai suatu alat unuk menyampaikan pesan- pesan komunikasi (informasi). Kegiatan ini dilakukan oleh komunikator untuk diampaikan kepada

Komunikasi dakwah merupakan komunikasi yang dilakukan antara komunikator (da’i) dan komunikan (mad’u) untuk menyampaikan informasi dan pesan yang bersumber

Dengan komunikasi yang dilakukan oleh karyawan perusahaan, dapat disimpulkan bahwa alur komunikasi organisasi tidak bergerak secara hierarki atau struktural karena

Secara sederhana proses komunikasi akan berjalan lancar apabila adanya pengirim atau komunikator yang menyampaikan informasi berupa lambang verbal maupun nonverbal

Menurut Cangara, media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak, sedangkan pengertian media massa sendiri alat