57
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Obyek Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap kadar Fibroblast Growth Factor-23 (FGF-23) dan Albuminuria pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) stadium V di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi Surakarta. Obyek penelitian dikumpulkan 43 pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium V dilakukan inklusi dan eksklusi didapatkan 30 pasien. Dari 30 pasien dilakukan randomisasi dibagi menjadi 2 kelompok yang digolongkan menjadi kelompok placebo dan perlakuan masing-masing 15 pasien. Dalam perjalanan kelompok placebo drop out 4 pasien karena keluarga pasien tidak menyetujui untuk melanjutkan penelitian dan satu lagi mengalami perburukan karena overload cairan. Sehingga tersisa baik kelompok perlakuan maupun kelompok placebo dengan total 26 orang. Obyek penelitian berjumlah 26 orang dibagi dalam dua kelompok sampel yaitu kelompok placebo dengan jumlah sampel sebanyak 11 orang dan kelompok perlakuan dengan jumlah sampel sebanyak 15 orang. Kelompok perlakuan mendapatkan perlakuan dengan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol), sedangkan kelompok placebo tidak mendapatkan perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) itu tetapi diberikan plasebo.
Sebelum melakukan analisis lebih lanjut, lebih dahulu dijelaskan karakteristik obyek penelitian untuk masing-masing kelompok sampel. Selain deskripsi singkat tentang karakteristik obyek penelitian, sekaligus dilihat sejauhmana tingkat homogenitas karakteristik obyek penelitian itu berdasarkan kelompok sampel. Karakteristik penelitian yang berupa variabel kualitatif, uji homogenitas dilakukan menggunakan uji Chi Square. Karakteristik penelitian yang berupa variabel-variabel kuantitatif, uji homogenitas dilakukan menggunakan uji beda 2 mean dimana jenis ujinya didasarkan pada distribusi data variabel karakteristik itu. Jika distribusi data variabel bersifat normal, maka uji beda 2 mean menggunakan jenis analisis statistik parametrik yaitu uji t untuk beda 2 mean sampel independent. Namun apabila distribusi data bersifat tidak normal, maka uji beda 2 mean menggunakan jenis analisis statistik non parametrik yaitu uji Mann-Whitney.
Gambar 5.1. Perjalanan penelitian
Hasil uji homogenitas variabel karakteristik jenis kelamin menunjukkan bahwa variabel tersebut memiliki sebaran yang homogen antara kelompok sampel kontrol dan perlakuan. Nilai chi kuadrat didapatkan sebesar 3,939 dengan probabilitas sebesar 0,055 (p>0,05) yang berarti tidak ada perbedaan proporsi jenis kelamin laki-laki atau perempuan antara kelompok plasebo dan kelompok perlakuan.
43 pasien Penyakit Ginjal Kronik stadium V
Kriteria Eksklusi Kriteria Inklusi
30 pasien Randomisasi
15 pasien Kelompok Placebo 15 pasien Kelompok Uji
Analisis Statistik Sebelum perlakuan:
Sampel darah Fibroblast Growth Factor-23 (FGF-23)
Sampel urin (Albuminuria)
11 pasien setelah perlakuan: Sampel darah Fibroblast Growth Factor-23 (FGF-23)
Sampel urin (Albuminuria)
Sebelum perlakuan: Sampel darah Fibroblast Growth Factor-23 (FGF-23)
Sampel urin (Albuminuria)
15 pasien setelah perlakuan: Sampel darah Fibroblast Growth Factor-23 (FGF-23)
Sampel urin (Albuminuria)
Teraapi standar + Placebo Terapi standar + Calcitriol
oral 1x0,5µg (4 minggu)
Drop Out :
Kelompok placebo (4)
Tabel 5.1. Perbandingan Jenis Kelamin Kelompok Placebo dan Kelompok Perlakuan Jenis Kelamin
Placebo Perlakuan Uji Chi Square
N % N % Χ2 P value
Laki-laki 3 27,30 10 66,70
3,939 0,055
Perempuan 8 72,70 5 33,30
Total 11 100,00 15 100,00
Berdasarkan tabel 5.1. di atas, pada kelompok plaacebo dari 11 orang sampel terdiri dari 3 orang laki-laki (27,30 persen) dan 8 orang perempuan (72,70 persen), sedangkan pada kelompok perlakuan dengan 15 orang sampel juga terdiri dari 10 orang laki-laki (66,70 persen) dan 5 orang perempuan (33,30 persen). Dengan komposisi jenis kelamin seperti diuraikan di atas didapatkan hasil pengujian bahwa variabel jenis kelamin adalah homogen berdasarkan kelompok sampel.
Variabel karakteristik umur responden menunjukkan nilai rata-rata 48,93 tahun untuk kelompok perlakuan dengan standar deviasi 11,17 tahun dan sebesar 47,91 tahun untuk kelompok kontrol dengan standar deviasi sebesar 11,38 tahun. Distribusi data variabel umur baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan bersifat tidak normal sehingga uji homogenitas untuk variabel umur digunakan uji statistic non parametrik uji beda 2 mean dengan uji Mann Whitney. Hasil analisis uji beda 2 mean menggunakan uji Mann Whitney mendapatkan nilai Z sebesar -0,235 dengan probabilitas 0,838 (p>0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 mean yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa rata-rata umur antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan itu tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel karakteristik umur bersifat homogen. Deskripsi dan hasil pengujian karakteristik umur adalah sebagai berikut:
Tabel 5.2. Perbandingan Umur Kelompok Placebo Kelompok Perlakuan
Variabel Placebo Perlakuan Uji Beda 2 Mean
Rata-rata Std Deviasi Rata-rata Std Deviasi Nilai t P value Umur (tahun) 47,91 11,38 48,93 11,17 -0,235 0,838
Selain jenis kelamin dan umur sebagai karakteristik demografis, pengujian homogenitas juga dilakukan terhadap variabel karakteristik klinis yang meliputi Lama HD, Sistole, Diastole, Berat Badan (BB), HB, AL, Ureum, Creatinin, Kalsium, Albumin, Vitamin D Total dan Glukosa Darah Sewaktu (GDS). Setelah masing-masing variabel itu diuji normalitas datanya, kemudian dilanjutkan uji homogenitas variabel itu menurut kelompok sampel.
Distribusi data variable Sistole, BB, HB, AL, Ureum, Creatinin, Albumin, Vitamin D Total dan GDS cenderung bersifat normal sehingga uji homogenitas atas variable-variabel di atas menggunakan statistik uji beda 2 mean uji t untuk sampel independent, sedangkan distribusi data variable Lama HD, Diastoledan Kalsium bersifat tidak normal sehingga uji homogenitas yang dilakukan menggunakan uji statistik beda 2 mean dengan uji Mann-Whitney. Berdasarkan deskripsi dan pengujian homogenitas variabel karakteristik klinis dalam tabel 5.3. berikut menunjukkan bahwa semua variabel karakteristik klinis bersifat homogen, karena perbedaan rata-rata variabel-variabel karakteristik klinis tersebut pada dua kelompok sampel yaitu kelompok perlakuan dan kelompok sampel tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen (p>0,05).
Deskripsi dan hasil pengujian homogenitas variabel karakteristik klinis yang bersifat dalam penelitian ini dapat disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 5.3. Perbandingan Variabel Karakteristik Klinis Awal pada Kelompok Placebo dan Kelompok Perlakuan
Variabel
Placebo Perlakuan Uji Beda 2 Mean
Rata-rata Std Deviasi Rata-rata Std Deviasi Nilai Statistik P value Lama HD 1,44 1,06 2,17 1,98 Z = -0,809 0,443 Sistole 148,18 17,22 159,33 22,82 t = -1,359 0,187 Diastole 90,91 5,39 95,33 9,15 Z = -1,251 0,281 BB 53,73 8,13 55,87 10,26 t = -0,572 0,573 HB 9,15 1,10 9,66 0,88 t = -1,299 0,206 AL 7,41 1,27 7,59 0,80 t = -0,455 0,653 Ureum 125,91 47,82 134,13 58,01 t = -0,384 0,705 Cretinin 10,67 1,90 11,07 4,66 t = -0,265 0,793 Kalsium 1,02 0,08 0,99 0,08 Z = -1,254 0,217
Albumin 3,78 0,23 3,75 0,24 t = 0,373 0,713 Vitamin D Total 17,69 7,82 14,47 3,88 t = 1,387 0,178
GDS 131,00 18,76 138,87 15,72 t = -1,162 0,257
Keterangan : *) Signifikan pada derajat signifikansi 5 persen.
Uji homogenitas atas variabel Sistole, BB, HB, AL, Ureum, Creatinin, Albumin, Vitamin D Total dan GDS dengan menggunakan uji beda 2 uji t untuk sampel independent menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (p>0,05) yang berarti kesembilan variabel karakteristik klinis itu homogen. Uji homogenitas atas variabel Lama HD, Diastole dan Kalsium dengan menggunakan uji beda 2 mean uji Mann-Whitney menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (p>0,05) yang berarti keempat variabel karakteristik klinis itu homogen.
Dengan demikian karena hampir semua variabel karakteristik baik demografis (jenis kelamin dan umur) maupun variabel klinis (Lama HD, Sistole, Diastole, Berat Badan (BB), HB, AL, Ureum, Creatinin, Kalsium, Albumin, Vitamin D Total dan Glukosa Darah Sewaktu (GDS) bersifat homogen, maka analisis dapat dilanjutkan pada pengujian terhadap variabel utama yaitu Fibroblast Growth Factor-23 (FGF-23) dan Albuminuria.
5.2 Pengujian Variabel Utama
Pembuktian hipotesis ada pengaruh pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap kadar Fibroblast Growth Factor-23 (FGF-23) dan Albuminuria dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
1. Menguji beda 2 mean Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria antara kelompok perlakuan dan kelompok placebo untuk masing-masing kondisi sebelum dan sesudah pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) dengan uji beda 2 mean sampel independent. Dengan langkah ini diharapkan pada kondisi setelah pemberian perlakuan perbedaan mean kelompok placebo dan kelompok sampel akan terjadi perbedaan yang signifikan, sedangkan pada kondisi sebelum pemberian perlakuan tidak terjadi perbedaan yang signifikan, karena pada kondisi ini sama-sama tidak diberikan perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol).
2. Menguji beda 2 mean variabel Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan untuk masing-masing kelompok sampel dengan uji beda 2 mean untuk sampel berpasangan. Dengan langkah ini diharapkan pada kelompok perlakuan akan terjadi perbedaan yang signifikan, sedangkan pada
kelompok placebo tidak terjadi perbedaan yang signifikan karena pada kelompok ini tidak diberikan perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol).
3. Menguji beda 2 mean variabel perubahan variabel Fibroblast Growth Factor-23 (delta-Fibroblast Growth Factor-23) dan perubahan variabel Albuminuria (delta-albuminuria) dengan uji beda 2 mean untuk sampel independent. Dengan langkah ini diharapkan ada perbedaan signifikan beda 2 mean kedua variabel perubahan tersebut (delta-Fibroblast Growth Factor-23 dan delta-albuminuria) antar kelompok perlakuan dan kelompok placebo, karena kelompok perlakuan diharapkan mengalami perubahan setelah perlakuan sedangkan kelompok placebo tidak berubah setelah perlakuan. Sebelum dilakukan pengujian beda 2 mean itu, terlebih dahulu juga dilakukan pengujian normalitas data variabel utama untuk memastikan jenis uji statistik yang akan digunakan untuk pengujian beda 2 mean dimaksud.
Langkah Pertama, variable Fibroblast Growth Factor-23 pada kondisi sebelum
perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol), untuk data pada kelompok placebo berdistribusi tidak normal dan pada kelompok perlakuan berdistribusi normal, sehingga uji beda 2 mean tersebut dapat menggunakan uji t untuk sampel independent. Variabel Albuminuria untuk data pada kelompok placebomaupun kelompok perlakuan masing-masing berdistribusi tidak normal, sehingga ui beda 2 mean itu menggunakan uji Mann Whitney.
Hasil pengujian beda 2 mean kelompok placebo dan perlakuan untuk variabel Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria pada kondisi sebelum perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) menunjukkan hasil pengujian yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen (p>0,05). Dengan demikian variable Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria kelompok placebo dan perlakuan pada kondisi sebelum perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) tidak berbeda secara meyakinkan atau berarti kedua rata-rata itu relatif sama. Nilai mean dan standar deviasi serta hasil pengujian variabel Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria kelompok placebo dan perlakuan pada kondisi sebelum perlakuan adalah:
Tabel 5.4. Perbandingan Variabel Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria pada Kelompok Placebo dan Perlakuan di Kondisi Sebelum Perlakuan
Variabel
Placebo Perlakuan Uji Beda 2 Mean
Rata-rata Std Deviasi Rata-rata Std Deviasi Nilai Statistik P value Fibroblast Growth Factor-23 (RU/mL) 876,24 795,93 1210,96 845,97 t = -1,021 0,317 Albuminuria (µg/mg) 72,30 195,06 206,63 327,25 Z = -1,012 0,330 Keterangan: *) Signifikan pada derajat signifikansi 5 persen (p<0,05).
**) Signifikan pada derajat signifikansi 1 persen (p<0,01).
Variabel Fibroblast Growth Factor-23 sesudah perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) pada kelompok placebo berdistribusi normal namun pada kelompok perlakuan berdistribusi tidak normal, sehingga uji beda 2 mean itu dapat menggunakan uji t untuk sampel independent. Sementara variabel Albuminuria sesudah perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) pada kelompok placebo maupun kelompok perlakuan memiliki distribusi tidak normal, sehingga uji beda 2 mean itu menggunakan uji Mann Whitney.
Hasil pengujian beda 2 mean kelompok placebo dan perlakuan untuk variable Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria pada kondisi sesudah perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) menunjukkan hasil pengujian yang signifikan untuk variable Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria dengan derajat signifikansi 5 persen (p<0,05). Hal itu berarti setelah mendapat perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) variable Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria pada kelompok perlakuan masing-masing memiliki rata-rata lebih rendah (mengalami penurunan) secara meyakinkan.
Tabel 5.5. Perbandingan kadar Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria Kelompok Placebo dan Perlakuan pada Kondisi Sesudah Perlakuan.
Variabel
Placebo Perlakuan Uji Beda 2 Mean
Rata-rata Std Deviasi Rata-rata Std Deviasi Nilai Statistik P value Fibroblast Growth Factor-23 (RU/mL) 1235,69 791,71 612,33 487,32 t = 2,484 0,020* Albuminuria (µg/mg) 320,14 208,90 192,89 316,00 Z = -2,103 0,036* Keterangan : *) Signifikan pada derajat signifikansi 5 persen.
**) Signifikan pada derajat signifikansi 1 persen.
Perbandingan rata-rata variabel kadar Fibroblast Growth Factor-23 pada kelompok placebo dan kelompok perlakuan sebelum dan sesudah perlakuan dapat digambarkan sebagai berikut :
p = 0,317 p = 0,020
Gambar 5.2. Perbandingan Kadar Fibroblast Growth Factor-23 Kelompok Placebo dan Kelompok Perlakuan pada Kondisi Sebelum (p= 0,317) dan Sesudah (0,020) Perlakuan
Nampak dalam gambar di atas bahwa kondisi sebelum perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) tidak ada perbedaan rata-rata variabel Fibroblast Growth Factor-23 antara kelompok placebo dan perlakuan. Setelah dilakukan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) kepada kelompok perlakuan, rata-rata variable Fibroblast Growth Factor-23 menurun, sementara kelompok kontrol yang tidak diberi 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) rata-rata variabel Fibroblast Growth Factor-23 cenderung meningkat, sehingga perbedaan rata-rata Fibroblast Growth Factor-23 pada kelompok kontrol dan perlakuan itu semakin nyata.
Hal itu terbukti pada kondisi sebelum perlakuan perbedaan rata-rata Fibroblast Growth Factor-23 kelompok placebo dan perlakuan tidak signifikan, sedangkan pada kelompok perlakuan perbedaan rata-rata Fibroblast Growth Factor-23 itu signifikan pada derajat signifikansi 5 persen. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa “Ada pengaruh pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap kadar
Fibroblast Growth Factor-23 pada pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium V yang menjalani hemodialisis”, dapat dibuktikan kebenarannya.
Sedangkan perbandingan rata-rata variabel Albuminuria kelompok placebo dan kelompok perlakuan pada kondisi sebelum dan sesudah perlakuan dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 5.3. Perbandingan Albuminuria Kelompok Plasebo dan Kelompok Perlakuan pada Kondisi Sebelum (p = 0,330) dan Sesudah (0,036) Perlakuan
P=0,330
Nampak dalam gambar di atas bahwa kondisi sebelum perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) tidak ada perbedaan rata-rata variabel Albuminuria antara kelompok kontrol dan perlakuan. Setelah dilakukan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) kepada kelompok perlakuan, rata-rata variabel Albuminuria menurun, sementara kelompok kontrol yang tidak diberi 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) rata-rata variabel Albuminuria cenderung meningkat, sehingga perbedaan rata-rata-rata-rata Albuminuria pada kelompok kontrol dan perlakuan itu semakin nyata. Hal itu terbukti pada kondisi sebelum perlakuan perbedaan rata-rata Albuminuria kelompok kontrol dan perlakuan tidak signifikan, sedangkan pada kelompok perlakuan perbedaan rata-rata Albuminuria itu signifikan pada derajat signifikansi 5 persen.
Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa “Ada pengaruh
pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap Albuminuria pada pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium V yang menjalani hemodialisis”, juga dapat benar-benar
terbukti secara meyakinkan. Jadi dengan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) benar-benar dapat menurunkan Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria.
Langkah Kedua, variable Fibroblast Growth Factor-23 sebelum perlakuan pada
kelompok placebo berdistribusi tidak normal sementara sesudah perlakuan berdistribusi normal, maka uji beda 2 mean untuk sampel berpasangan dapat dilakukan dengan uji beda 2 mean dengan uji t untuk sampel berpasangan. Demikian pula variabel Albuminuria sebelum perlakuan pada kelompok placebo memiliki distribusi tidak normal, namun sesudah perlakuan memiliki distribusi normal, sehingga uji beda 2 mean variabel Albuminuria sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok placebo ini juga dapat menggunakan uji beda 2 mean dengan uji t untuk sampel berpasangan.
Hasil pengujian beda 2 mean variabel Fibroblast Growth Factor-23 sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok placebo menunjukkan bahwa rata-rata variable Fibroblast Growth Factor-23 tersebut berubah meningkat tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen (p>0,05). Sedangkan pengujian beda 2 mean variabel Albuminuria sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok placebo bahwa rata-rata variabel Albuminuria itu berubah meningkat signifikan pada derajat signifikansi 5 persen (p<0,05). Perbandingan variabel Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok placebo itu adalah sebagai berikut:
Tabel 5.6. Perbandingan Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Placebo
Variabel
Sebelum Sesudah Uji Beda 2 Mean
Rata-rata Std Deviasi Rata-rata Std Deviasi Nilai Statistik P value Fibroblast Growth Factor-23 (RU/mL) 876,24 795,93 1235,69 791,71 t = -2,128 0,059 Albuminuria (µg/mg) 72,30 195,06 320,14 208,90 t = -4,338 0,001* Keterangan: * Signifikan pada Derajat Signifikansi 5 persen.
Variabel Fibroblast Growth Factor-23 sebelum pada kelompok sampel perlakuan berdistribusi normal, namun sesudah perlakuan variabel Fibroblast Growth Factor-23 pada kelompok placebo itu berdistribusi tidak normal, sehingga pengujian beda 2 mean sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan itu dapat menggunakan uji t untuk sampel berpasangan. Variabel Albuminuria sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok sampel perlakuan masing-masing berdistribusi tidak normal, sehingga pengujian beda 2 mean sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan itu menggunakan uji Wilcoxon.
Hasil pengujian beda 2 mean sampel berpasangan variabel Fibroblast Growth Factor-23 dengan menggunakan uji t untuk sampel berpasangan menunjukkan hasil pengujian yang signifikan pada derajat signifikansi sebesar 5 persen (p<0,05). Demikian pula hasil pengujian beda 2 mean berpasangan atas variabel Albuminuria sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok sampel perlakuan menunjukkan hasil pengujian yang signifikan pada derajat signifikansi sebesar 5 persen (p<0,05) untuk kedua variabel tersebut. Hal itu dapat diartikan bahwa setelah mendapatkan perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol), variabel Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria mengalami perubahan secara meyakinkan. Variabel Fibroblast Growth Factor-23 setelah perlakuan mengalami perubahan yang menurun secara meyakinkan, demikian pula variabel Albuminuria setelah perlakuan juga mengalami perubahan yang menurun secara signifikan.
Tabel 5.7. Perbandingan Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Perlakuan
Variabel
Sebelum Sesudah Uji Beda 2 Mean
Rata-rata Std Deviasi Rata-rata Std Deviasi Nilai Statistik P value Fibroblast Growth Factor-23 (RU/mL) 1210,96 845,97 612,33 487,32 t = 3,812 0,002** Albuminuria (ug/mg) 206,63 327,25 192,89 316,00 t = -3,408 0,001** Keterangan: * Signifikan pada Derajat Signifikansi 5 persen.
** Signifikan pada Derajat Signifikansi 1 persen.
Perbandingan rata-rata variabel kadar Fibroblast Growth Factor-23 sebelum dan sesudah perlakuan baik pada kelompok placebo maupun kelompok perlakuan dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 5.4. Perbandingan Kadar Fibroblast Growth Factor-23 Sebelum dan Sesudah
Perlakuan pada Kelompok Placebo maupun kelompok perlakuan
Nampak dalam gambar di atas bahwa pada kelompok placebo rata-rata variabel Fibroblast Growth Factor-23 sebelum dan setelah perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxy vitamin D (Calcitriol) cenderung tidak ada perbedaan yang meyakinkan. Pada kelompok perlakuan, rata-rata variabel Fibroblast Growth Factor-23 mengalami perubahan menurun
876.24 1,210.96 1,235.69 612.33 200.00 400.00 600.00 800.00 1,000.00 1,200.00 1,400.00 Plasebo Perlakuan RU/mL
Fibroblast Growth Factor-23
Sebelum Sesudah
setelah dilakukan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol), sehingga perbedaan rata-rata Fibroblast Growth Factor-23 sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan itu relatif lebih nyata penurunannya. Hal itu terbukti pada kelompok placebo perbedaan rata-rata Fibroblast Growth Factor-23 sebelum dan setelah perlakuan tidak signifikan, sedangkan pada kelompok perlakuan perbedaan rata-rata Fibroblast Growth Factor-23 itu sebelum dan sesudah perlakuan signifikan pada derajat signifikansi 5 persen. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa “Ada pengaruh pemberian
1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap kadar Fibroblast Growth Factor-23 pada pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium V yang menjalani hemodialisis”, dapat dibuktikan
kebenarannya.
Sedangkan perbandingan rata-rata variabel Albuminuria sebelum dan sesudah perlakuan baik pada kelompok placebo maupun kelompok perlakuan adalah:
Gambar 5.5. Perbandingan Albuminuria Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada
Kelompok Placebo dan Kelompok Perlakuan
Nampak dalam gambar di atas bahwa pada kelompok placebo rata-rata variabel Albuminuria sebelum dan setelah perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) cenderung berbeda dengan kecenderungan meningkat bahkan dengan peningkatan yang meyakinkan. Pada kelompok perlakuan, rata-rata variabel Albuminuria mengalami perubahan menurun setelah dilakukan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol), sehingga perbedaan rata-rata Albuminuria sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan itu relatif lebih nyata penurunannya. Dan ternyata perubahan
72.30 206.63 320.14 192.89 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 450.00 Plasebo Perlakuan μg/mg
Albuminuria
Sebelum Sesudah p = 0,001 p = 0,001menurun variabel Albuminuria setelah perlakuan pada kelompok sampel perlakuan itu signifikan pada derajat signifikansi 5 persen.
Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa: “Ada pengaruh 1,25
Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap Albuminuria pada pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium V yang menjalani hemodialisis” dapat benar-benar terbukti secara
meyakinkan.
Langkah Ketiga, pembuktian hipotesis pertama dan kedua itu juga dapat dilakukan
dengan menggunakan pengujian atas variabel perubahan Fibroblast Growth Factor-23 (delta-Fibroblast Growth Factor-23) dan perubahan Albuminuria (delta-albuminuria). Variabel perubahan Fibroblast Growth Factor-23 (delta-Fibroblast Growth Factor-23) merupakan selisih Fibroblast Growth Factor-23 sebelum perlakuan dengan Fibroblast Growth Factor-23 sesudah perlakuan, sedangkan variabel perubahan Albuminuria (delta-albuminuria) merupakan selisih Albuminuria sebelum perlakuan dengan Albuminuria sesudah perlakuan. Maka apabila rata-rata variabel perubahan (delta) itu positif menunjukkan adanya penurunan setelah ada perlakuan dan sebaliknya jika rata-rata variabel perubahan (delta) itu negatif berarti setelah ada perlakuan variabel itu mengalami peningkatan.
Variabel delta-Fibroblast Growth Factor-23 pada kelompok placebo berdistribusi normal dan pada kelompok perlakuan memiliki distribusi tidak normal, sehingga pengujian beda 2 mean delta-Fibroblast Growth Factor-23 pada kelompok placebo dan perlakuan dapat menggunakan uji t untuk sampel independent. Variabel delta-albuminuriapada kelompok control memiliki distribusi normal sedangkan pada kelompok perlakuan berdistribusi tidak normal, sehingga uji beda 2 mean itu dapat menggunakan uji t untuk sampel independent.
Uji beda 2 mean variabel delta Fibroblast Growth Factor-23 dan delta Albuminuria pada kelompok placebo dan kelompok perlakuan dengan mengunakan uji t untuk sampel independent mendapatkan hasil bahwa kedua variabel itu berbeda secara meyakinkan pada derajat signifikansi sebesar 5 persen (p<0,05).
-359.45 -247.84 598.63 13.73 -600.00 -400.00 -200.00 0.00 200.00 400.00 600.00 800.00
Delta FGF-23 Delta Albumin
Delta FGF-23 dan Delta Albuminuria
Plasebo Perlakuan
Tabel 5.8 Perbandingan Delta Fibroblast Growth Factor-23 dan Delta Albuminuria pada Kelompok Placebo dan Kelompok Perlakuan
Variabel
Placebo Perlakuan Uji Beda 2 Mean
Rata-rata Std Deviasi Rata-rata Std Deviasi Nilai Statistik P value Delta-Fibroblast Growth Factor-23 (RU/mL) -359,45 560,23 598,63 608,27 t = -5,332 0,001** Delta-albuminuria (µg/mg) -247,84 189,48 13,73 23,15 t = -4,100 0,001** Keterangan : * Signifikan pada Derajat Signifikansi 5 persen.
** Signifikan pada Derajat Signifikansi 1 persen.
Nampak bahwa perubahan Fibroblast Growth Factor-23 (delta-Fibroblast Growth Factor-23) dan perubahan Albuminuria (delta-albuminuria) pada kelompok placebo masing-masing negatif yang berarti sebelum diberi 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) kedua variabel itu cenderung mengalami peningkatan, namun setelah diberikan perlakuan dengan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) masing-masing variabel Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria meningkat hal itu nampak pada selisih kedua variabel pada kelompok perlakuan yang bernilai rata positif. Perbandingan rata-rata variabel Delta-Fibroblast Growth Factor-23 dan Delta-albuminuria pada kelompok placebo dan kelompok perlakuan dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 5.6. Perbandingan Variabel Perubahan Fibroblast Growth Factor-23 Fibroblast Growth Factor-23) dan perubahan Albuminuria (Delta-albuminuria) pada Kelompok placebo (p=0,001) dan Kelompok Perlakuan (p=0,001)
Sehingga dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa :“Ada pengaruh
pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap kadar Fibroblast Growth Factor-23 pada pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium V yang menjalani hemodialisis”
dapat dibuktikan kebenarannya. Demikian pula hipotesis kedua yang menyatakan bahwa :“Ada pengaruh 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap Albuminuria pada pasien
Penyakit Ginjal Kronik Stadium V yang menjalani hemodialisis” juga dapat dibuktikan
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Berdasarkan Prinsip Ontologi
Berdasarkan prinsip ontologi,Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam yang dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif dan pada umumnya akan berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, dimana pada suatu derajat memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, baik berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
Penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien Penyakit Ginjal Kronik adalah insiden kardiovaskuler yang didasari oleh proses aterosklerosis. Stres oksidatif dan reaksi inflamasi merupakan faktor yang bertanggung jawab dalam pembentukan dan perkembangan plak arteriosklerotik (Montesa et al, 2009). Peningkatan kadar substansi prooksidan dan penurunan kadar antioksidan pada pasien dialisis memainkan peran penting terjadinya stres oksidatif dan menghasilkan kerusakan molekul yang ireversibel. Adanya hubungan antara stres oksidatif dan insiden kardiovaskuler pada pasien hemodialisis telah dibuktikan oleh banyak penelitian (Payson et al, 2004).
Berbagai macam faktor resiko dan perubahan metabolik yang didapatkan pada kondisi uremia, berkontribusi terhadap terjadinya faktor resiko penyakit kardiovaskuler pada populasi tersebut (Muntner, 2005).
Fibroblast Growth Factor-23 sangat penting untuk mempertahankan homeostasis fosfat dan dikaitkan dengan regulasi metabolisme vitamin D (1,25 (OH) 2 D 3) (Yu dan Putih,2005; Liu et al, 2006; Razzaque dan Lanske, 2006).
Fibroblast Growth Factor-23 berinteraksi dengan reseptor Fibroblast Growth Factor Reseptor (FGFRs) karena adanya kofaktor klotho (Goetz et al 2007; Kurosu et al, 2006; Urakawa et al, 2006). Gen klotho mengkode protein transmembran dengan ekstraseluler domain terdiri dari dua domain homolog yangurutan homolog dengan b-glukosidase. Klotho memfasilitasi pengikatan Fibroblast Growth Factor-23 untuk Fibroblast Growth Factor Reseptor FGFR1c, FGFR3c dan FGFR4 (Kurosu et al, 2006; Urakawa et al, 2006). Ekspresi klotho menentukan spesifisitas fungsi jaringan Fibroblast Growth Factor-23(Urakawa et al, 2006; Torres et al, 2007). Klotho sebagian
hipofisis (Torres et al, 2007; Nabeshima Y, 2006). Fibroblast Growth Factor-23-Klotho ditemukan untuk menghambat transportasi fosfat di sel epitel proksimal tubulus ginjal (PTEC) oleh cotransporters natrium fosfat (Yu dan Putih, 2005).
Vitamin D merupakan salah satu dari hormon steroid dan terdapat secara alami dalam berbagai macam makanan. Sejumlah makanan yang telah difortifikasi dan juga sinar matahari yang memproduksi vitamin D di kulit, merupakan prohormon yang akan mengalami 2 tahap hidroksilasi untuk menghasilkan bentuk hormon yang aktif. Hidroksilasi pertama terjadi di hati menghasilkan 25(OH)D3 dan hidroksilasi tahap dua terjadi di ginjal dengan bantuan enzim 1-hydroxylase yang menghasilkan bentuk aktif 1,25(OH)2D (Jia dan Zhang, 2013).
Peran vitamin D sebagai anti inflamasi melalui penekanan pada jalur Nuclear Factor kB (NF-ĸB), dimana jalur Nuclear Factor kBini sangat berperan penting dalam progresivitas penyakit ginjal, karena jalur tersebut akan memicu inflamasi dan fibrogenesis melalui pelepasan sitokin pro inflamasi (Lang, 2014). Peran vitamin D aktifdalam mengatasifibrosis ginjal dan disfungsi ginjal pada beberapa jalur patogen berkorelasi antara menurunnya vitamin D aktif pada ginjaldan rendahnya kadar serum
1,25(OH)2D3atau Calcitriol sering dikaitkan denganpenurunan fungsi ginjal (Llach
dan Yudd, 1998).
6.2 Pendekatan prinsip Epistomologi
a. Pengaruh pemberian 1,25 dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap kadar Fibroblast Growth Factor-23 pada pasien penyakit ginjal kronik stadium V.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian 1,25 dihydroxyvitamin D (calcitriol) pada kelompok perlakuan mengalami penurunan kadar Fibroblast Growth Factor-23 yang bermakna dibandingkan kelompok placebo pada pasien penyakit ginjal kronik stadium V. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan olehYan et al, 2013 yang menyebutkan bahwa rendahnya kadar 25-
hydroxyvitamin Datau 25(OH) vitamin D berhubungan dengan meningkatnya
resiko penyakit jantung vaskuler.
Penelitian epidemiologi menyebutkan bahwa rendahnya kadar 25- hydroxy vitamin D berhubungan dengan meningkatnya resiko penyakit jantung vaskuler (Ku et al, 2013). Penelitian lain menyebutkan bahwa rendahnya kadar vitamin D
pada pasien Penyakit Ginjal Kronik baik pre dialisis maupun yang menjalani dialisis berhubungan erat dengan peningkatan mortalitas dan kejadian kardiovaskuler (Pilz et al, 2011).
Fibroblast Growth Factor-23 mempunyai efek menghambat kalsifikasi melalui penurunan kalsium serum dan kadar fosfat. Shimada menunjukkanFibroblast Growth Factor-23dapat menekan ekspresi ginjal dari enzim 1a-hidroksilase dengan mengubah metabolit vitamin D ke dalam bentuk aktif (Shimada T et al, 2004). Fibroblast Growth Factor-23 dapat mengurangi kalsifikasi dengan menghambat aktivitas vitamin D. Inaba baru-baru ini melaporkan bahwa Fibroblast Growth Factor-23 merupakan faktor independen yang berhubungan dengan kalsifikasi pada arteri, tetapi tidak pada aorta pada pasien yang menjalani hemodialisis (Inaba et al, 2006).
Kalsifikasi kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani dialisis, meskipun serum Fibroblast Growth Factor-23 tinggi (Stompor T, 2007; Cozzolino et al, 2007; DeLoach SS dan Berns JS, 2007).
Vitamin D juga mencegah nefrosklerosis dan memperlambat progresivitas Penyakit Ginjal Kronik melalui efek anti inflamasi dan anti proliferatimya. Pada pasien Penyakit Ginjal Kronik stadium 3-5, terapi dengan calcitriol dihubungkan dengan tren ke depan dapat memperlambat kebutuhan inisiasi dialisis. Vitamin D dikenal merupakan terapi lini pertama yang dapat menekan kadar hormon parathiroid pada pasien Penyakit Ginjal Kronik dengan hiperparathiroid sekunder. Selain menekan kadar hormon parathiroid, vitamin D juga dapat memodulasi respon imun dan diferensiasi sel. Karena efek tersebut, diharapkan vitamin D dapat mengontrol status inflamasi pada pasien Penyakit Ginjal Kronikdan pemberian vitamin D dapat menekan mortalitas pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (Teng et al, 2003).
b. Pengaruh pemberian 1,25 dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap Albuminuria pada pasien penyakit ginjal kronik stadium V.
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian1,25 dihydroxyvitamin D (calcitriol) dapat menurunkan albuminuria pada Penyakit Ginjal Kronik stadium V. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Moscovici et
disertai dengan penurunan produksi 1,25-dihydroxyvitamin D, dimulai pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 2 yang secara progresif bertambah rendah dengan bertambahnya stadium penyakit. Rendahnya kadar 1,25 dihydroxyvitamin D tersebut akan menyebabkan beberapa efek samping pada pasien Penyakit Ginjal Kronik, meliputi gangguan pada homeostasis mineral tulang dan hormon parathiroid, kalsifikasi ekstraskeletal dan terganggunya fungsi biologi multiorgan (Moscovici et al, 2007).
Beberapa studi observasional menunjukkan rendahnya 25 (OH) D dan 1,25 (OH) 2D pada pasien Chronic Kidney Disease dan Endstate Renal Disease termasuk hilangnya protein yang mengikat vitamin D dalam urin, sintesis tidak efektif setelah terpapar radiasi ultraviolet dan berkurangnya asupan gizi (Wolf M et al, 2007; Bhan I,2010; Koenig KG, 1992).
Rendahnyakadar D 25 (OH) pada pasien dengan Chronic Kidney Disease dan Endstate Renal Disease telah dikaitkan dengan resiko yang lebih tinggi dari seluruh penyebab kematian pada penyakit ginjal (Ravani P et al, 2009; Drechsler C et al, 2010; Drechsler C et al, 2011). Pada populasi umum, tingkat 25 (OH) D yang rendah juga dikaitkan dengan semua penyebabkematian, kejadian kardiovaskular, penyakit pembuluh darah perifer, hipertensi, gagal jantung kongestif dan kebutuhan untuk terapi penggantian ginjal (Melamed ML, 2008; Wang TJ et al, 2008; Forman JP et al, 2007). Rendahnya 1,25 (OH) dihubungkan dengan semua penyebab kematian, terapi vitamin D aktif juga telah dikaitkan dengan perkembangan lebih lambat untuk mencegah penyakit cardiovaskuler (Wolf M et al, 2007; Dobnig H et al, 2008).
Beberapa jaringan memiliki 25-hydroxyvitamin D 1α-hidroksilase yang dapat mengkonversi 25-hydroxyvitaminD untuk 1,25 dihydroxyvitamin D (Zehnder, 2001). Namun pada serum 1,25 dihidroksivitamin D atau Calcitriol diatur oleh ginjal menjadi 25-hydroxyvitamin D 1α-hidroksilase. Dalam studi baru-baru ini evaluasi penyakit ginjal tahap awal, defisiensi calcitriol (didefinisikan bila kadar vitamin D serum <22 pg/ ml ditemukan pada 32% Chronic Kidney Diseasestg 3 dan >60 % pada Chronic Kidney Disease stg 4 dan 5 pasien pra-dialisis (Levin, 2005).
Dalam Journal Clinical of American Society of Nephrology tahun 2009 menyebutkan bahwa pemberian paricalcitol dapat menurunkan kadar Hormon
Paratiroid, sedangkan ergocalciferol tidak menurunkan kadar Hormon Paratiroid.Pada penelitian secara meta-analisis menunjukkan bahwa terapi vitamin D aktif telah terbukti menurunkan kadar Hormon Paratiroid (Kalantar ZK dan Kovesdy CP, 2009; Kovesdy CP et al, 2012).
6.3 Pendekatan Prinsip Axiologi
Berdasarkan prinsip axiology, secara keseluruhan manfaat hasil penelitian ini adalah pemberian1,25 dihydroxyvitamin D (calcitriol 0,5µg/ hari)pada pasien penyakit ginjal kronik stadium V yang menjalani hemodialisis, dapat menurunkan resiko komplikasi atherosklerosis melalui penurunan kadar Fibroblast Growth Factor-23 dan penurunan albuminuria. Dari hasil penelitian ini menunjukkan dapat digunakannya 1,25 dihydroxyvitamin D (calcitriol) sebagai terapi alternatif atau suplementasi dalam penatalaksanaan pasien penyakit ginjal kronik stadium V yang menjalani hemodialisis.
6.4 Keterbatasan Penelitian
a. Penelitian ini hanya melibatkan satu center dengan subyek penelitian dan jangka waktu penelitian yang terbatas.
b. Penggunaan obat rutin yang berbeda-beda pada masing-masing subyek penelitian tidak dapat diseragamkan sehingga tidak diketahui apakah terdapat pengaruh antara obat yang dikonsumsi pasien terhadap penyerapan vitamin D, kadar Fibroblast Growth Factor-23 dan albuminuria.
c. Penelitian ini memerlukan gradasi dosis vitamin D, dalam hal ini dosis
calcitriol, dimana perlu disesuaikan dengan level kadar 1,25 Dihydroxyvitamin
D pada masing-masing individu, apakah dia masuk dalam kelompok defisiensi vitamin D (kadar serum vitamin D <20 ng/ ml) atau masuk dalam kelompok insuffisiensi vitamin D (kadar serum vitamin D <30 ng/ ml), untuk mendapatkan dosis yang paling tepat.