• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indonesia. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Indonesia. Abstrak"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Frekuensi dan Distribusi Lesi Periapikal Berdasarkan Elemen Gigi, Lokasi

Kelainan, Jenis Kelamin, dan Ukuran Lesi

(Studi pada Rumah Sakit Gigi dan Mulut Paviliun Khusus Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Periode Januari 2007 – September 2014)

Dede Sabrina1, Pradono2, Rachmitha Anne2

1Undergraduate Program, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jakarta 10430, Indonesia 2Department of Oral and Maxillofacial Surgery, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jakarta 10430,

Indonesia

E-mail: dede.sabrina@ui.ac.id

Abstrak

Latar Belakang: Lesi periapikal adalah lesi yang melibatkan area apikal gigi. Lesi periapikal merupakan proses tingkat lanjut dari karies. Lesi periapikal bervariasi pada kelompok rahang, elemen gigi, dan ukuran lesi. Selain itu, faktor sosiodemografi seperti jenis kelamin juga dapat mempengaruhi proses terjadinya lesi periapikal

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi dan distribusi lesi periapikal di RSGM Paviliun Khusus FKG UI periode Januari 2007 – September 2014 Metode : Penelitian ini berjenis observasi deskriptif dan merupakan studi retrospektif menggunakan data sekunder berupa gambaran radiografis yang terkomputerisasi dengan baik pada pasien RSGMP Paviliun Khusus FKG UI periode Januari 2007 – September 2014. Hasil : Didapatkan 425 kasus lesi periapikal. Frekuensi dan distribusi dipaparkan melalui tabel dan diagram. Kesimpulan : Frekuensi dan Distribusi lesi periapikal paling sering melibatkan gigi 4.6, lokasi terjadinya lesi periapikal paling sering terjadi pada rahang bawah posterior, kelompok ukuran lesi yang paling sering terjadi adalah lesi periapikal dengan ukuran 6-10 mm (49.18%), dan berdasarkan jenis kelamin, perempuan lebih sering terlibat dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 1:1:32.

Frequency and Distribution of Periapical Lesion Based on Tooth Element, Abnormalities Location, Sex, and the Size of Lesion

(Study in Rumah Sakit Gigi dan Mulut Paviliun Khusus Faculty of Dentistry University of Indonesia in Period of January 2007 - September 2014)

Abstract

Background : Periapical lesion is a lesion which involving the apical area of the tooth. Periapical lesion is an advanced process of caries which various in the group of the jaw, tooth element, and the size of the lesion. In addition, sociodemographic factor such as sex may also affect the occurrence of periapical lesion. Objective :

This research aimed to determine the frequency and distribution of lesion in RSGM Paviliun Khusus FKG UI period of January 2007 - September 2014. Methods : The type of this study is descriptive observation, and a retrospective study by using secondary data from the computerized radiographic picture in RSGM Paviliun Khusus FKG UI period of January 2007 - September 2014. Result: There are 425 cases of periapical lesion. Frequency and distribution presented through tables and diagrams. Conclusion : Frequency and distribution of periapical lesion is most commonly involve tooth 4.6, the location of periapical lesion is most commonly happen on the posterior mandible region, the group of the lesion size which commonly happen is 6-10 mm, and based on sex, women are more frequently that involved with the comparison between men and women 1: 1.32.

(2)

Pendahuluan

Lesi periapikal adalah lesi yang melibatkan area apikal dari gigi yang merupakan proses tingkat lanjut dari karies dan penyakit pulpa, dan bisa juga disebabkan oleh iritan mekanik, termis, dan kimia.1,2,3 Di Indonesia, prevalensi penyakit periapikal masih tergolong tinggi. Menurut DTD (Daftar Tabulasi Dasar) tahun 2010, penyakit pulpa dan periapikal menempati urutan ke-7 dari 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit seluruh Indonesia. Jumlah kasus sebanyak 86.421 diantaranya laki-laki sebanyak 39.427 kasus dan perempuan sebanyak 46.994 kasus dengan jumlah kunjungan ke rumah sakit selama tahun 2010 sebesar 163.211.4

Berdasarkan laporan diatas menyatakan bahwa kasus lesi periapikal di Indonesia meningkat. Namun, data-data mengenai distribusi dan frekuensi lesi periapikal masih sedikit. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui data tentang frekuensi dan distribusi lesi periapikal berdasarkan elemen gigi, lokasi kelainan, jenis kelamin, dan ukuran lesi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Paviliun Khusus Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, untuk pengambilan data dari foto radiograf periode Januari 2007 – September 2014 dengan waktu pengambilan data pada bulan Agustus hingga September, dan membandingkan data tersebut dengan data dari penelitian yang sudah ada sebelumnya.

Tinjauan Teoritis

Jaringan Periapikal

Jaringan Periapikal adalah jaringan yang mengelilingi daerah apikal gigi.5 Jaringan periapikal gigi terdiri dari sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Sementum merupakan jaringan serupa tulang yang menutupi akar gigi yang strukturnya memiliki beberapa kesamaan dengan tulang kompakta dengan perbedaan sementum bersifat avaskuler. Fungsi utama sementum adalah menyediakan tempat perlekatan bagi serabut-serabut utama ligament periodontal ke gigi, tempat perlekatan serat kolagen dari membran periodontal, kompensasi atrisi misalnya ausnya permukaan oklusal gigi, dan fungsi perbaikan misalnya karena fraktur akar atau resorpsi.5,6

Ligamen periodontal adalah suatu jaringan ikat yang melekatkan gigi ke tulang alveolar. ligamen periodontal mengandung serat-serat, substansi dasar, fibroblas, sementoblas, osteoblas, orthoclas, histiosit, sel Messenia yang tidak berdiferensiasi, dan sel epitel Malassez. Fungsi dari ligamen periodontal adalah memberikan nutrisi ke sementum, tulang alveolar dan gingival, melindungi pembuluh darah dan serabut saraf dari cedera

(3)

mekanik, sebagai perlekatan gigi dan tulang, dan menghantarkan stimulus rangsang tekan, sentuh, dan nyeri dengan serabut saraf sensori, menahan tekanan oklusal pada gigi untuk melindungi pembuluh darah, saraf dan tekanan mekanis, sebagai penghantar tekanan oklusal ke tulang alveolar.5,6 Tulang alveolar adalah bagian dari tulang maksila (rahang atas) dan mandibula (rahang bawah) yang membentuk dan mendukung soket gigi. Tulang ini terbentuk sewaktu gigi erupsi yang berfungsi untuk memberikan tempat perlekatan bagi ligamen periodontal yang akan terbentuk.5

Lesi Periapikal

Lesi periapikal adalah sebuah respon lokal dari tulang di sekitar apikal gigi yang terjadi akibat nekrosis pulpa atau melalui kerusakan jaringan periapikal.1,6,7

Etiologi dan Patogenesis

Iritan yang ada di dalam pulpa dan jaringan periapikal dapat menyebabkan inflamasi. Iritan utama dari jaringan periapikal dapat dibedakan menjadi dua,yaitu iritan hidup dan iritan tidak hidup. Yang termasuk iritan hidup adalah iritan mikrobial yaitu, bakteri, toksin bakteri, fragmen bakteri, dan virus. Iritan ini masuk ke jaringan periapikal melewati bagian apikal dari saluran akar dan menyebabkan inflamasi dan perubahan jaringan. Banyak studi yang mengatakan bahwa penyakit periapikal tidak akan muncul apabila tidak ada keterlibatan bakteri di dalamnya. Maka bakteri merupakan faktor utama yang dapat menyebabkan penyakit periapikal. Yang termasuk iritan tidak hidup adalah iritan mekanik yaitu prosedur operatif dan trauma, iritan termal berupa rangsang dingin dan panas, dan iritan kimia berupa bahan pengisi saluran akar, bahan pembersih kavitas, dan bahan antibakteri. 3,8

Iritasi pada jaringan periapikal menyebabkan inflamasi (peradangan). Peradangan periapikal umumnya terkait dengan gigi non vital dimana pulpa yang sudah nekrotik menstimulasi respon peradangan pada ligamen periodontal dan tulang alveolar.9,10 Respon vaskular terhadap peradangan adalah vasodilatasi, stasi pembuluh darah, dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah. Kemudian akan berlanjut dengan kebocoran cairan ke jaringan sekitar.10 Perubahan pembuluh darah ini menyebabkan kemerahan, rasa panas, pembengkakan, dan rasa sakit yang merupakan tanda-tanda penting dari peradangan. Hal ini disebabkan karena pulpa tidak mampu mengkompensasi secara adekuat reaksi peradangan karena pulpa dibatasi oleh dinding yang keras. Tekanan jaringan meningkat, ketidakmampuan pulpa untuk mengembang dan sirkulasi kolateral yang kurang menyebabkan nekrosis pulpa yang memudahkan kolonisasi bakteri menyebar melalui foramen apbikal menuju jaringan periapikal.7,11

(4)

Karies dan trauma pada gigi dapat menyebabkan inflamasi pada pulpa dan menyebabkan pulpa nekrosis. Bakteri memiliki akses untuk masuk ke jaringan periapekal, sehingga jaringan periapekal melakukan pertahanan melalui inflamasi berupa periodontitis apikalis. Proses ini meliputi respon imun non spesifik dan respon imun spesifik. Respon imun non spesifik melalui kinerja sel makrofag dan sel-sel PMN yang langsung membunuh bakteri. Pada proses ini terdapat bakteri dan sel-sel yang mati yang akan melepaskan arakidonik dan menginisiasi terbentuknya leukotrin dan prostaglandin yang menyebabkan meningkatnya jumlah makrofag, tersedianya ruang untuk respon imun dan merangsang untuk terjadinya respon imun spesifik.7

Respon imun spesifik merupakan sistem pertahanan dengan antibodi. Keadaan jaringan yang terinflamasi menyebabkan meningkatnya vasodilatasi disertai dengan menumpuknya sel-sel mati sehingga terbentuk eksudat. Bila sistem imun tidak berhasil melawan bakteri maka kelebihan cairan dan eksudat tidak dapat dikeluarkan karena sistem limfe kolaps dan terjadi pembengkakan. Keadaan ini disebut dengan abses alveolar akut yang ditandai dengan adanya nyeri hebat pada pasien. Bila keadaan ini dibiarkan maka akan berkembang menjadi osteomyelitis. Namun, bila bakteri berkurang dan pertahanan sistem imun meningkat dan menyebabkan keadaan seimbang antara sistem imun dengan bakteri maka abses akan berubah menjadi abses alveolar kronis dan bila pada suatu saat bakteri kembali meningkat dan sistem imun tidak mampu melawan bakteri maka keadaan akan menjadi akut lagi yang ditandai dengan timbulnya rasa sakit maka keadaan tersebut disebut dengan eksaserbasi akut.7

Pada kasus lain, bila saat respon spesifik mulai bekerja dan sistem imun berhasil melawan bakteri dan terjadi keseimbangan antara bakteri dan antibodi, maka akan terbentuk sinus tract oleh sitem limfe dibantu dengan proliferasi sel-sel epitel dari rest of Malasszes

yang dirangsang oleh sitokin dan liposakarida yang berasal dari bakteri dan terbentuklah

tissue path dan eksudat dikeluarkan melalui fistula atau bisul gusi , keadaan ini disebut

dengan abses alveolar kronis. Bila keadaan ini dibiarkan sel-sel epitel akan terus berproliferasi dan membentuk periapikal granuloma, granuloma ini akan berkembang menjauhi apeks, dimana ketika granuloma semakin jauh dari apeks, maka semakin sedikit nutrisi yang didapat sehingga bagian tengah dari granuloma akan mengalami kematian dan menyebabkan terjadinya kista.7

(5)

Gambaran Klinis

Gejala-gejala lesi inflamasi periapikal berkisar antara spektrum yang luas, dari tanpa gejala (asimtomatik), sakit gigi sesekali sampai sakit yang parah dengan atau tanpa pembengkakan pada wajah, demam, dan limfadenopati. Lesi akut seperti abses alveolar biasanya bermanifestasi dengan nyeri yang parah, mobilitas dan kadang-kadang terjadi elevasi dari gigi yang terlibat, dan terjadi pembengkakan. Palpasi daerah apikal menimbulkan rasa sakit. Drainase spontan melalui fistula dapat meredakan rasa sakit akut. Dalam kasus yang jarang, abses gigi dapat bermanifestasi gejala sistemik seperti demam, pembengkakan wajah, limfadenopati disertai rasa sakit. Lesi akut dapat berkembang menjadi kronis yaitu granuloma atau kista dengan tanda tanpa gejala (asimtomatik). Pasien sering memiliki riwayat sakit yang intermiten. Lesi yang asimtomatik, mungkin sensitif pada perkusi dan mobilitas.7

Gambaran Radiografis

Gambaran radiograf normal dari jaringan periapikal sangat bervariasi dari satu pasien ke pasien lain, bahkan dari satu area mulut di satu pasien dengan area mulut lainnya.12 Dalam mengobservasi jaringan periapikal pada gigi permanen harus memperhatikan 3 hal , yaitu : 1. Garis radiolusen yang menunjukkan ruang ligamen periodontal harus memberntuk garis

hitam tipis kontinyu mengelilingi outline akar

2. Garis radiopak yang menunjukkan lamina dura dari soket harus membentuk garis putih kontinyu yang berdekatan dengan garis radiolusen ruang ligamen periodontal.

3. Pola dan densitas trabekular. Biasanya di maksila, trabekular relatif lebih padat atau rapat, dan sering berbentuk lurus horizontal. Sedangkan pada mandibula, trabekular relatif lebih kecil dan jaraknya cukup luas (tidak rapat).

Secara umum, dalam menginterpretasi gambaran radiograf pada periapikal harus memperhatikan 3 hal, yaitu ketebalan, kontinuitas dan radiodensitas. Penyakit periapikal akan dideteksi dalam radiograf dimulai dari kelainan ruang periodontal ligamen (pelebaran ruang), diikuti kelainan lamina dura (garis radiopaknya hilang), baru terjadi resorpsi dan destruksi tulang alveolar.12

Proses penyakit periapekal dimulai dari proses inflamasi akut ke kronis dan proses akut bergerak lambat ke proses kronis, serta bergantung pada tingkat virulensi mikroorganisme yang menyerang apikal dan juga sistem pertahanan tubuh pejamu.12

(6)

Gambar 1 Gambaran radiografik infeksi dan inflamasi jaringan apikal

A.Normal, B.Pelebaran ruang ligamen periodontal C.Garis radiopak laminadura sekitar apikal hilang, D.Terbentuk abses yang makin banyak dan mengisi rongga dibawah apeks. Rongga ini yang berasal dari resoprsi tulang dibawah apikal, E.Terbentuk gambaran radiopak dibawah apikal (sclerosing osteitis), F.Terbentuk granuloma/ kista, garis radiolusen yang

dikelilingi sklerotik tulang.

Sumber :Whaites E, Essential of Dental Radiography and Radiology, 3th ed. 2003

Perubahan gambaran radiograf pada periapikal yang berhubungan perubahan proses inflamasi, dimulai dari akut dan dikuti kronis dapat digambarkan dibawah ini :12

1. Inflamasi akut awal

Perubahan yang terjadi pada periapikal berupa eksudat berkumpul di ligamen periodontal bagian apikal disebut periodontitis apikal akut.

Perubahan gambaran radiograf: terlihat pelebaran ruang ligamen periodontal, kadang tidak terlihat pelebaran. (gambar b)

2. Penyebaran inflamasi awal

Perubahan yang terjadi pada periapikal adalah terjadi resorpsi tulang dan destruksi pada soket tulang apikal sehingga terbentuk abses periapikal. Perubahan gambaran radiograf: kehilangan gambaran radiopak lamina dura di apikal. (gambar c)

3. Penyebaran inflamasi lanjut

Perubahan yang terjadi pada periapikal adalah resorpsi tulang dan destruksi tulang alveolar apikal lebih lanjut. Perubahan gambaran radiograf: terlihat gambran radiolusen di apeks karena kehilangan tulang pada apeks gigi. (gambar d)

4. Inflamasi kronis awal

Perubahan yang terjadi pada periapikal adalah destruksi minimal tulang apikal dan sistem pertahanan tubuh berkumpul di area apikal.

Perubahan gambaran radiograf : tidak terlihat perubahan destruksi minimal dan hanya terlihat sklerotik tulang disekitar apeks gigi atau sclerosing osteitis. (gambar e)

(7)

5. Inflamasi kronis lanjut

Perubahan yang terjadi pada periapikal adalah tulang apikal hancur dan membentuk granuloma atau kista periapikal.

Perubahan gambaran radiograf: gambaran radiolusen yang dikelilingi sklerotik tulang yang padat di sekitar area apeks gigi yang kehilang tulang. (gambar f)

Diagnosis Banding

Kedua jenis lesi yang paling sering dibedakan dengan lesi periapikal adalah periapikal

cemental dysplasia (PCD) dan enostosis (pulau-pulau tulang padat, osteoklerosis). Pada fase

awal karateristik radiograf pada PCD berupa gambaran radiolusen, tidak dapat dibedakan dengan dengan lesi periapikal. Diagnosis ditentukan dari pemeriksaan klinis, termasuk tes vitalitas gigi. Lesi PCD yang sudah lama menunjukkan bukti kepadatan, struktur radiopak dalam radiolusen yang membantu dalam menentukan diagnosis banding. PCD paling sering terjadi di daerah anterior mandibular gigi. Resorpsi akar lebih sering terjadi pada lesi periapikal dibandingkan PCD.7

Diagnosis banding lainnya adalah enostosis. Ketika enostosis berpusat pada apikal dapat mirip dengan lesi periapikal namun ligamen periodontal di sekitar apeks normal. Jika pasien pernah melakukan perawatan endodontik atau bedah, gambaran radiolusen pada lesi periapikal bisa menyerupai rarefying osteitis. Pada kedua kasus, kerusakan tulang tidak dapat diganti dengan jaringan parut. Dignosis tidak bisa dilakukan dengan radiograf saja, tanda dan gejala klinis harus lebih diutamakan.7

Perawatan

Standar perawatan lesi periapikal adalah perawatan saluran akar atau ekstraksi dengan tujuan menghilangkan bahan nekrotik dalam saluran akar dan sumber peradangan. Jika tidak dilakukan perawatan, gigi bisa asimtomatik (tanpa gejala) karena drainase melalui lesi karies atau purulis. Lesi periapikal bisa menyebar ke area yang lebih luas dan melibatkan tulang, sehingga terjadi osteomyelitis, atau ke jaringan lunak disekitarnya yang dapat mengakibatkan ruang infeksi atau selulitis yang bisa dirawat dengan pembedahan.7 Keberhasilan perawatan pada lesi peiapikal dapat dinilai berdasarkan analisa radiografik dan adanya gejala klinik pada saat pasien datang untuk kontrol perawatan.3

Klasifikasi lesi periapikal 1. Periodontitis Apikalis

Merupakan penyebaran pertama inflamasi pulpa kedalam jaringan periapikal sehingga menimbulkan radang di ligamen periodontal dengan rasa sakit akibat trauma, iritasi, atau

(8)

infeksi melalui saluran akar, tanpa memperhatikan apakah pulpa vital atau non vital.3,6 Pada periodontitis apikalis yang sudah berjalan lama, lesi biasanya berkembang dan membesar tanpa ada tanda dan gejala subyektif.3,6,13,14 Gambaran Radiografis periodontitis apikalis menunjukkan perubahan gambaran dasar radiolusen periapikal yaitu penebalan ligamen periodontal atau suatu daerah kecil refraksi bila melibatkan nekrosis pulpa, dan dapat menunjukkan struktur periradikular normal bila terdapat suatu pulpa vital.6,14 Lamina dura diskontinu & jaringan apikal menebal.3,6,13,14 periodontitis apikalis yang sudah berjalan lama mengakibatkan terputusnya lamina dura, kerusakan jaringan periapikal dan interradikular yang luas.3

2. Abses Alveolar

Abses alveolar adalah proses inflamasi pada jaringan periapikal gigi, yang disertai dengan pembentukan eksudat.13,14 Abses alveolar merupakan kumpulan nanah (pus) yang terbatas pada tulang alveolar pada apeks gigi setelah nekrosis pulpa dengan perluasan infeksi kedalam jaringan periradikular melalui foramen apikal.6 Abses alveolar bisa disebabkan oleh trauma, kimia, iritasi mekanis, dan masuknya bakteri, serta produknya dari saluran akar gigi yang terinfeksi yang meluas ke jaringan periapikal. Abses alveolar yang sudah berjalan lama dan bertingkat rendah akan melakukan drainase ke permukaan.3,6

Gambaran radiografis abses alveolar yaitu adanya gambaran radiolusensi pada periapikal dengan bentuk bulat dan batas yang tidak jelas atau difus, penebalan pada ligamen periodontal terutama sekitar apeks, dan terjadi diskontinuitas lamina dura hingga kerusakan tulang apikal, bila ada fistula terlihat garis radiolusen yang berhubungan dengan pusat radang.6,13,14

3. Granuloma

Granuloma adalah suatu pertumbuhan jaringan granulomatus yang bersambung dengan ligamen periodontal disebabkan oleh nekrosis pulpa dan difusi bakteri serta toksin bakteri dari saluran akar kedalam jaringan periradikular disekitarnya melalui foramen apikal dan lateral.6 Sebab pekembangan suatu granuloma adalah akibat nekrosis pulpa yang diikuti oleh suatu infeksi ringan atau iritasi jaringan periapikal yang merangsang suatu reaksi selular produktif.6 Granuloma juga bisa disebabkan oleh iritan mekanis setelah perawatan saluran akar, trauma oklusi, kelalaian prosedur orthodonti, iritan thermal dan iritan bahan kimia seperti larutan irigasi.3,15 Granuloma juga bisa disebabkan karena abses alveolar kronis.15

Gambaran radiograf granuloma terlihat ada gambaran radiolusensi disekitar apeks gigi, bulat , berbatas agak jelas dengan ukuran ± 0.5 cm.7,12 Ditandai dengan hilangnya lamin

(9)

dura, dengan atau tanpa keterlibatan kondensasi tulang.16 4. Kista Radikular

Kista radikular adalah kista tulang rahang yang paling banyak Ditemukan.9,10,17-22 Kista radikular disebut juga kista periapikal, kista periodontal apikal, atau kista dental. Sedangkan menurut regezi, kista radikular adalah kista yang berasal dari proliferasi sisa-sisa epitel Malassez yang dipicu oleh adanya reaksi inflamasi sebagai bentuk pertahanan tubuh terhadap invasi bakteri.10

Kista periapikal berkembang dari granuloma di periapikal yang sudah ada sebelumnya yang mengalami inflamasi kronik di jaringan granulasi apeks dari gigi yang non vital. Kista radikular terdapat pada apeks non vital yang disebabkan oleh karies atau trauma.10 Reaksi inflamasi ini ditambah lagi dengan adanya epitel dari rest of malassez. Pembentukan kista diawali dengan proliferasi epitel, yang dibantu dengan stimulus inflamasi dari pulpa yang nekrotik yang akan meresorpsi tulang di sekelilingnya.10

Secara radiografis, kista radikular seringkali tidak bisa dibedakan dengan granuloma periapikal.6,10,23 Bentuk gambaran radiolusensi biasanya bulat hingga oval dengan batas radiopak menyambung dengan lamina dura gigi yang bersangkutan. Kista yang sangat lebar dapat berbentuk ireguler.7 Ukurannya mulai beberapa millimeter hingga beberapa centimeter, namun kebanyakan tidak lebih dari 1.5 cm.7,19

Metode Penelitian

Jenis Penelitian ini merupakan deskripsi observasi dan merupakan studi retrospektif Penelitian ini bertempat di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Paviliun Khusus Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, untuk pengambilan data dari gambaran radiograf periode Januari 2007 – September 2014. Pengambilan data diambil dari bulan Agustus-September 2014.

Penelitian ini menggunakan subjek penelitian berupa data sekunder yang didapat dari gambaran radiograf periapikal secara komputerisasi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Paviliun Khusus Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode Januari 2007 – September 2014.

Alur penelitian adalah sebagai berikut. Penelitian diambil dari data sekunder berupa gambaran radiograf periapikal terkomputerisasi dan sudah sesuai kriteria Gambaran radiograf terkomputerisasi yang sesuai kriteria diambil data identitas pasien berupa nama dan jeniskelamin dan diagnosis lesi periapikal. Dari gambaran radiograf periapikal

(10)

terkomputerisasi yang sesuai dengan kriteria diambil data berupa elemen gigi, lokasi kelainan, dan ukuran lesi.

Analisis data pada penelitian ini menggunakan program program Microsoft Excel. Hasil data yang diolah akan menunjukkan frekuensi dan distribusi lesi periapikal berdasarkan elemen gigi, lokasi kelainan, jenis kelamin, dan ukuran di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Paviliun Khusus Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, untuk pengambilan data dari gambaran radiografis periode Januari 2007 – September 2014. Hasil pengumpulan data ini akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik frekuensi distribusi.

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian menggunakan data sekunder berupa gambaran radiograf mengenai frekuensi dan distribusi lesi periapikal berdasarkan elemen gigi, lokasi kelainan, jenis kelamin, dan ukuran lesi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Paviliun Khusus Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia pada periode Januari 2007-September 2014 dengan waktu pengambilan pada bulan September dan Oktober 2014, diperoleh 425 jumlah kasus lesi periapikal yang disajikan pada tabel dan diagram di bawah ini.

Tabel 5.1 Frekuensi Dan Distribusi Jenis Lesi Periapikal RSGM Paviliun Khusus FKG UI Periode Januari 2007-September 2014

Jenis Lesi Periapikal Frekuensi Kasus Persentase

Granuloma 106 24.94 %

Abses Apikalis 246 57.88 %

Kista Radikular 73 17.18%

Total 425 100 %

Tabel 2 Frekuensi Dan Distribusi Lesi Periapikal Berdasarkan Tahun Kunjungan RSGM Paviliun Khusus FKG UI Periode Januari 2007-September 2014

Tahun Kunjungan Frekuensi Kasus Persentase

Tahun 2007 63 14.82% Tahun 2008 55 12.94% Tahun 2009 52 12.24% Tahun 2010 53 12.47% Tahun 2011 48 11.29% Tahun 2012 53 12.47% Tahun 2013 52 12.24% Tahun 2014 49 11.53% Total 425 100%

(11)

Tabel 5.3 Frekuensi Dan Distribusi Kasus Lesi Periapikal Berdasarkan Elemen Gigi Di RSGM Paviliun Khusus FKG UI Periode Januari 2007-September 2014

Elemen Gigi Frekuensi Persentase

1.1 29 6.8% 1.2 27 6.4% 1.3 4 0.9% 1.4 14 3.3% 1.5 13 3.1% 1.6 11 2.6% 1.7 2 0.5% 2.1 34 8.0% 2.2 19 4.5% 2.3 6 1.4% 2.4 9 2.1% 2.5 13 3.1% 2.6 6 1.4% 2.7 4 0.9% 2.8 1 0.2% 3.1 4 0.9% 3.3 2 0.5% 3.4 8 1.9% 3.5 17 4.0% 3.6 58 13.6% 3.7 21 4.9% 3.8 4 0.9% 4.1 1 0.2% 4.2 4 0.9% 4.3 2 0.5% 4.4 4 0.9% 4.5 16 3.8% 4.6 66 15.5% 4.7 22 5.2% 4.8 4 0.9% TOTAL 425 100%

(12)

Tabel 4 Frekuensi Dan Distribusi Kasus Lesi Periapikal Berdasarkan Kelompok Elemen Gigi Di RSGM Paviliun Khusus FKG UI Periode Januari 2007-September 2014

Elemen Gigi Frekuensi Total

Insisif 132 31.06%

Premolar 94 22.12%

Molar 199 46.82%

Total 425 100.00%

Gambar 5 Diagram frekuensi dan distribusi lesi periapikal berdasarkan lokasi kelainan di RSGM Paviliun Khusus FKG UI periode Januari 2007-September 2014

Tabel 6 Frekuensi Dan Distribusi Kasus Lesi Periapikal Berdasarkan Jenis Kelamin Di RSGM Paviliun Khusus FKG UI Periode Januari 2007-September 2014

Jenis Kelamin Frekuensi Total

Laki-laki 183 43,06%

Perempuan 242 56,94%

Total 425 100.00%

Tabel 7 Frekuensi Dan Distribusi Kasus Lesi Periapikal Berdasarkan Kelompok Ukuran Lesi Di RSGM Paviliun Khusus FKG UI Periode Januari 2007-September 2014

Kelompok Ukuran Lesi Frekuensi Total

0-5 mm 48 11.29 % 6-10 mm 209 49.18 % 11-15 mm 111 26.12 % 16-20 mm 31 7,29 % 21-25 mm 15 3.53 % 25-30 mm 8 1.88 % >30 mm 3 0.71 % Total 425 100%

Rahang Frekuensi Total

Rahang Atas Anterior 119 28.00%

Rahang Atas Posterior 73 17.18%

Rahang Bawah Anterior 13 3.06%

Rahang Bawah Posterior 220 51.76%

(13)

Tabel 8 Frekuensi Dan Distribusi Kasus Lesi Periapikal Berdasarkan Jenis Lesi Periapikal dan Kelompok Elemen Gigi Di RSGM Paviliun Khusus FKG UI Periode Januari 2007-September 2014

Jenis Lesi Periapikal

Elemen Gigi

Total

Insisif Premolar Molar

F % F % F % F % Abses Apikalis 56 13.18 46 10.82 144 33.88 246 57.88 Granuloma 45 10.59 26 6.12 35 8.23 106 24.94 Kista Radikular 31 7.29 22 5.18 20 4.71 73 17.18 Total 132 31.06 94 22.12 199 46.82 425 100 Pembahasan

Pada penelitian mengenai frekuensi dan distribusi lesi periapikal berdasarkan elemen gigi, lokasi kelainan, jenis kelamin, ukuran lesi, dan batas lesi yang dilakukan dengan metode observasi data sekunder berupa gambaran radiograf di RSGM Paviliun Khusus Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode Januari 2007 – September 2014. Dari hasil observasi tersebut, didapatkan 425 kasus lesi periapikal yang didiagnosis berupa abses apikalis,granuloma, dan kista radikular.

Hasil penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 1 menunjukkan bahwa jenis lesi periapikal yang terbanyak di RSGM Paviliun Khusus FKG UI periode Januari 2007 – September 2014 adalah abses alveolar (57.88%), diikuti granuloma (24.94%), dan kista radikular (17.18%). Dari data tersebut menyatakan bahwa abses alveolar memiliki frekuensi tertinggi diatara lesi periapikal lainya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Vier dkk di Brazil yang menunjukkan persentase abses alveolar sebesar 50,7% diantara kelainan periapikal lainnya.24 Data tersebut berbeda dengan yang diungkapkan Ramachandran (1996) bahwa jenis lesi periapikal yang paling sering terjadi adalah granuloma, diikuti abses apikalis dan kista.25 Nobuhara dkk (1993) juga melaporkan bahwa granuloma (59,3%) adalah lesi periapikal yang paling sering ditemukan, diikuti kista (22%), scar (12%), dan penyakit lainnya (6,7%).3 Terdapat pula beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa kasus lesi periapikal yang paling sering terlibat adalah kista radikular.1,11 Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan cara pengambilan sampel yang berbeda seperti pengambilan sampel dengan cara melihat radiograf ataupun histopatologi, dan bisa disebabkan dari jumlah sampel penelitian.

(14)

Dari tabel 2 terlihat pola persentase kasus lesi periapikal mengalami peningkatan dan penurunan setiap tahun. Frekuensi kasus lesi periapikal paling tinggi terjadi pada tahun 2007. Kemudian menjadi menurun sampai tahun 2014. Frekuensi lesi periapikal diantara tahun 2008 sampai 2014 terjadi peningkatan dan penurunan yang tidak signifikan. Tahun 2008 memiliki frekuensi kedua tertinggi setelah tahun 2007, mengalami penurunan kembali pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 mengalami kenaikan yang tidak signifikan. Kemudian pada tahun 2011 mengalami penurunan dan merupakan penurunan paling rendah dari seluruh tahun yang diteliti pada kasus lesi periapikal yang diamati di RSGM Paviliun Khusus FKG UI. Namun, terjadi peningkatan lagi pada tahun 2012 dan mengalami sedikit penurunan kembali pada tahun 2013 dan 2014. Hasil penelitian ini tidak lepas dari beberapa faktor, seperti mutu dari gambaran radiograf yang kurang baik sehingga sulit untuk diamati dan dibedakan dengan kasus gigi dan mulut yang terjadi di area yang sama,yaitu area periapikal.

Dari hasil penelitian yang yang disajikan dalam Tabel 3, menunjukkan bahwa elemen gigi yang paling sering terlibat dalam terjadinya lesi periapikal adalah elemen gigi 4.6 sejumlah 66 kasus (15,5%), diikuti dengan elemen gigi 3.6 sejumlah 58 kasus (13.6%). Data tersebut menunjukkan bahwa daerah molar merupakan elemen gigi yang paling sering mengalami lesi periapikal secara umum. Hal ini sesuai dengan penelitian tedahulu yang dilakukan Salceanu dkk (2008), yang menunjukkan distribusi prevalensi lesi periapikal banyak terjadi pada gigi molar.26 Selanjutnya diikuti oleh elemen gigi 2.1 sejumlah 34 kasus (8.0%), elemen gigi 1.1 sejumlah 29 kasus (6.8%), elemen gigi 1.2 sejumlah 27 kasus (6.4%), dan elemen gigi 2.2 sejumlah 19 kasus (4.5%). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa lesi periapikal terlibat cukup sering pada daerah insisif. Hal ini berkaitan dengan kista radikular dan granuloma yang sering terjadi di daerah insisif.7,17,23,27,28-31 Selanjutnya elemen gigi yang sering terlibat adalah elemen 3.5 sejumlah 17 kasus (4.0%), elemen gigi 4.5 sejumlah 16 kasus (3.8%), elemen gigi 1.4 sejumlah 14 kasus (3.3%), dan elemen gigi 1.5 dan 2.5 masing-masing sejumlah 13 kasus (3.1%). Hal ini terlihat bahwa elemen gigi premolar juga ikut terlibat dalam lesi periapikal. Dari Tabel 4 mengenai frekuensi dan distribusi lesi periapikal berdasarkan kelompok elemen gigi di RSGM Paviliun Khusus periode Januari 2007-September 2014 menjelaskan bahwa kelompok elemen gigi molar merupakan kelompok elemen gigi yang paling sering terlibat yaitu sejumlah 199 kasus (46.82%), diikuti dengan kelompok gigi insisif yiatu sejumlah 132 kasus (31.06%), dan terakhir kelompok gigi premolar sejumlah 94 kasus (22.12%). Data tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Paramitha (2009) yang menjelaskan bahwa lesi periapikal paling banyak ditemukan pada kelompok gigi molar (49,25%), diikuti oleh

(15)

kelompok gigi insisif (30.30%), dan kelompok gigi premolar (20.45%).11 Hal ini berbeda dengan penelitian Safi (2008) distribusi tertinggi lesi terjadi pada kelompok gigi anterior rahang atas, diikuti kelompok gigi molar atau posterior rahang atas dan rahang bawah.11

Berdasarkan Tabel 5 mengenai lokasi lesi periapikal di rahang, terlihat bahwa lesi periapikal palimg sering terjadi pada rahang bawah posterior sejumlah 220 kasus (51.76%) diikuti oleh rahang atas anterior sejumlah 119 kasus (28.00%). Data tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Ramanpreet (2012) bahwa insiden lesi periapikal lebih tinggi pada anterior rahang atas dan posterior mandibula.32 Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian di Shiraz dental school yang menjelaskan bahwa lokasi lesi periapikal pada rahang atas dua kali lebih sering terjadi dibandingkan dengan bawah.11 Begitu pula penelitian yang dilakukan Saraf A, Kamat S, dkk pada tahun 2008 yang menyatakan bahwa distribusi lesi periapikal terjadi paling sering pada rahang atas sebesar 90%.1

Dari hasil penelitian yang yang disajikan dalam Tabel 6, dapat dilihat bahwa dari 425 kasus lesi periapikal yang menjadi sampel penelitian di RSGM Paviliun Khusus FKG UI periode Januari 2007-September 2014 berdasarkan jenis kelamin pasien diantaranya 242 adalah pasien perempuan dengan persentase sebesar 56.94% dan 183 sisanya adalah pasien laki-laki dengan persentase sebesar 43.06%. Terlihat dari hasil observasi tersebut, rasio lesi periapikal antara laki-laki dengan perempuan adalah 1:1.32. Data tersebut memperlihatkan bahwa rasio lesi periapikal pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Arfah (2007) dan Paramitha (2009) yang dilakukan di RSGMP FKG UI periode bulan Maret – Juni 2007 dan periode tahun 2008, yang menyatakan jumlah perempuan secara signifikan lebih besar dibanding jumlah laki-laki, di mana rasio lesi periapikal antara laki-laki dengan perempuan masing-masing sebesar 1:2.3, dan 1:1.3.33,34 Data tersebut sedikit berbeda dengan pernyataan Ramanpreet (2012) bahwa laki-laki lebih sering terkena lesi periapikal dibandingkan perempuan yaitu sebesar 61.85% dengan rasio laki-laki banding perempuan sebesar 1.62:1.32 Hal ini sesuai dengan penelitian dari Soekidjo Notoadmojo (2003) yang menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih tinggi di kalangan perempuan dibandingkan laki-laki. Terdapatnya perbedaan tingkat kesadaran antara perempuan dan laki-laki, dimana perempuan lebih memiliki kesadaran yang lebih baik untuk melakukan perawatan daripada laki-laki.35,36 Selain itu terdapatnya beberapa penelitian mengenai kerentanan kamu perempuan terhadap karies, yang mana diketahui bahwa karies merupakan etiologi umum penyebab lesi periapikal. Pada penelitian-penelitian tersebut menjelaskan adanya beberapa faktor yang menyatakan kerentanan perempuan terhadap karies yaitu perempuan lebih awal mengalami erupsi gigi dibandingkan laki-laki, hormon estrogen

(16)

yang terdapat pada perempuan lebih tinggi, rendahnya laju aliran saliva, dan adanya waktu yang lebih untuk mengkonsumsi kudapan diantara waktu makan.37-39 Hal-hal ini menjelaskan alsasan alasan lebih besarnya jumlah pasien perempuan yang tercatat melakukan perawatan gigi, khusunya masalah penyakit periapikal. Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin berbeda dengan hasil penelitian Safi dkk (2008), Saraf dkk (2014) yang menyatakan distribusi laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan dengan rasio lesi periapikal antara laki-laki dan perempuan sebesar 1.32:1.1,11

Dari hasil penelitian yang disajikan dalam Tabel 7 dan Gambar 7, menunjukkan bahwa kelompok ukuran lesi periapikal yang diukur secara supero-inferior yang paling sering terlibat adalah kelompok ukuran lesi dengan rata-rata 6-10 mm (49.18%). hasil penelitian mendukung penelitian yang dilakukan oleh Saraf dkk yang melakukan pengukuran lesi periapikal secara supero-inferior dengan rata-rata ukuran lesi adalah 10.07 mm.1 Beberapa studi sebelumnya menyatakan bahwa diagnosis klinis awal dapat dilakukan bila lesi besar dari 20 mm.40,41 White dkk menyatakan terkait ukuran dan jenis lesi, bahwa kista cenderung lebih besar dari granuloma.42 Sedangkan Mortenson menyatakan bahwa lesi lebih besar dari 1,5 cm (>15mm) dapat diklasifikasikan sebagai kista radikular.41

Hasil penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 8 menunjukkan bahwa frekuensi dan distribusi kasus lesi periapikal berdasarkan jenis lesi periapikal dan kelompok elemen gigi yang terlibat di RSGM Paviliun Khusus FKG UI Periode januari 2007-September 2014 menunjukkan bahwa pada kasus abses apikalis yang terdiri dari 246 kasus (57.88%), 144 kasus (33.88%) terjadi di kelompok gigi molar yang merupakan kelompok gigi yang paling banyak ditemukan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Quadros dkk. (2003) dan Salceanu dkk. (2008) yang menunjukkan keterlibatan kelompok gigi molar dengan frekuensi terbanyak dari kelompok gigi yang lain.26,43 menurut Al Kaabi dan Al Kubaisi (2002) dalam laporan kasusnya menyatakan bahwa abses apikalis yang erat kaitannya dengan adanya fistula paling umum terjadi di kelompok gigi molar, yaitu di posterior mandibula.44 Sedangkan pada kasus granuloma dengan persentase terbanyak terjadi pada kelompok gigi insisif sebanyak 45 kasus (10.59%), diikuti oleh kelompok gigi molar sebanyak 35 kasus (8.23%). hasil penelitian tersebut sesuai dengan laporan penelitian yang dilakukan oleh Yanagisawa (1980) yang menyatakan bahwa gigi anterior merupakan lokasi paling umum terjadinya granuloma periapikal.31

Pada kasus kista radikular paling banyak terjadi di kelompok gigi insisif dengan 31 kasus (7.29%.) Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Laskin (1985), Archer (1975), White (2004), Shear (2007), Balaji (2013). bahwa frekuensi tertinggi kista radikular terjadi

(17)

pada kelompok gigi insisif yaitu, gigi anterior rahang atas. Penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Jones (2002), Ochsenius dkk (2007), Pechalova dkk (2009) juga menunjukkan bahwa kista radikular paling banyak ditemukan pada regio anterior rahang atas.21,45,46 Beberapa penelitian sebelumnya telah banyak yang menguatkan bahwa kista radikular paling sering ditemukan di kelompok gigi insisif yaitu di regio anterior rahang atas.6,47,48 Ochsenius dkk (2007) mengungkapkan bahwa kista radikular lebih cenderung terjadi pada regio anterior rahang atas dikarenakan dengan alasan estetika, pasien cenderung mempertahankan gigi anterior rahang atasnya walaupun terdapat karies meluas.21

Selain itu gigi insisif rahang atas paling rawan terlibat dalam kista radikular karena posisi gigi ini mudah mengalami fraktur hingga pulpa tebuka dan merupakan gigi permanen yang tumbuh lebih awal sehingga dapat terjadi kerusakan lebih dahulu dibandingakan dengan gigi lainnya. Selain itu, gigi insisif rahang atas memiliki kamar pulpa yang dekat dengan permukaan luar gigi sehingga apabila terdapat karies akan lebih cepat mencapai pulpa dan berlanjut ke area periapikal.

Kesimpulan

1. Ditemukan 425 kasus lesi periapikal di RSGM Paviliun Khusus Fakultas Kedoketran Gigi Universitas Indonesia periode Januari 2007 – September 2014.

2. Terdapat tiga jenis lesi periapikal yang sering terdiagnosa yaitu abses apikalis sejumlah 57.88%, granuloma sejumlah 24.94%, dan kista radikular sejumlah 17.18%.

3. Elemen gigi yang paling banyak terlibat adalah elemen gigi 4.6 sejumlah 15.5%.

4. Lokasi lesi periapikal lebih banyak melibatkan elemen gigi di rahang bawah sejumlah 55.29%, sedangkan keterlibatan elemen gigi di rahang atas 44.71%.

5. Lesi periapikal lebih banyak ditemukan pada perempuan yaitu sejumlah 56.94% dibandingkan pada laki-laki sejumlah 43.06% dengan rasio pasien laki-laki dibandingkan dengan pasien perempuan dengan perbandingan 1 : 1.32.

6. Kelompok ukuran lesi yang paling sering terjadi adalah lesi periapikal dengan ukuran 6-10 mm sejumlah 49.18%.

Saran

1. Diagnosis sebaiknya ditegakkan melalui pemeriksaan yang lengkap yaitu pemeriksaan secara klinis, radiografis, dan histopatologis

2. Dalam sistem komputerisasi radiograf, sebaiknya dilengkapi dengan nomor rekam medik, dan biodata pasien lainnya secara lengkap agar memudahkan dalam pencarian data. 3. Penelitian selanjutnya tidak hanya dilakukan di RSGM Paviliun Khusus FKG UI agar

(18)

Daftar Referensi

1. Saraf PA, Kamat Sharad, Puranik RS, et al. Comparative evaluation of immunohistochemistry, histopathology and conventional radiography in differentiating periapical lesion. J conserv Dent. 2014 Mar-Apr;17(2): 164-168.

2. Soerono Akbar SMK. Endodontologi Kumpulan Naskah 1991.2003. cetakan Pertama. Jakarta. Hafizh. 2003 : 39,66,68-77.

3. Torabinejad M. Shabahang S. Pulp and Periapical Pathosis 4th ed. In: Torabinejad M, Walton RE, editors.

Endodontics Principles and Practice. St.Louis: Saunders Elsevier. 2009 : 49-65.

4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Ditjen Bina Upaya Kesehatan Dalam Profil Kesehatan Indonesia, 2010.

5. Carranza FA, Bernard GW. The Tooth-Supporting Structure. In: Newman MG, Takei HH. Carranza FA, editors. Carranza’s Clinical Periodontology. 9ed. Philadelphia: Elsevier: 2003 : 36-51

6. Grossman LI, Oliet S, Del Rio CE. Endodontic Practice. 11th ed. Philadelphia : Lea & Febiger. 1988 : 50,

82-97.

7. White SC, Pharoah MJ. Oral radiology : principle and interpretation 5thed.St Louis : The C.V. Mosby Company, 2004 : 366-371.

8. Gulabivala K. Biological and clinical rationale for root canal treatment. In: Stock C, Gulabivala K, Walker R, editorsa. Endodontics. 3ed. London: Mosby; 2004 : 25-42.

9. Cawson RA. Essentials of oral pathology and oral medicine 8th ed. Toronto : churchill Livingstone, 2002 : 102-108.

10. Regezi JA, Sciubba JJ. Oral pathology : clinical pathologic correlations 5th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 2012 : 246-249.

11. Safi L, Adl Alireza, Azar MR, Akbary R. A twenty-year survey of pathologic reports of two common types of chronic periapical lesions in Shiraz Dental School. J Dent Res Dent Clin Dent Prospect. 2008 Spring; 2(2): 63-70.

12. Whaites, eric. Essential of Dental Radiography and Radiology, 3th ed. Churchill livington. 2003 : 229-240. 13. Siquera JF. The Disease: Clinical Manifestations and Pathophysiology of Apical Periodontits. Treatment of

Endodontic Infections. Quintessence Publishing. 68-90. 14. Ingle J I., et al. Endodontics, 5th ed. London: BC Decker.2002.

15. Crawford WH. 2008. Oral and maxillofacial pathology in teeth and jaws : dental caries, inflammatory pulp and inflammatory periapical condition.

16. Lia RCC, Garcia JMQ, Sousa-Neto M, et al. Clinical, radiographic and histological evaluation of chronic periapical inflammatory lesion.J Appl Oral Sa 2004;12(2):117

17. Balaji SM. Textbook of oral and maxilofacial surgery 2nd ed. Elsevier : Reed Elsevier India Private

Limited, 2013 : 512.

18. Soames, J.V., dan Southam, J.C Oral Pathology 2nd ed. Oxford : Oxford University Press, 1993 : 67. 19. Cawson RA. Essentials of oral pathology and oral medicine 7th ed. Toronto : churchill Livingstone, 2007 :

102-108.

20. Sharifian MJ, Khalili M. Odontogenic cyst : a retrospective study of 1227 cases in an Iranian population from 1987 to 2007. Journal of Oral Science, Vol. 53, No.3, 361-367, 2011.

21. Ocsenius G, Escobar E, Godoy L, Penafel C. Odontogenic Cyst : Analysis of 2944 cases in Chile. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2007;12:E85-91.

22. Pedersen Gw, Oral surgery. Philadelphia : W.B Saunders Company, 1988 : 175-180

23. Archer WH. Oral and maxillofacial surgery vol 1 5th ed. Phladelphia : W.B Sunders Company, 1975 : 518-550.

24. Vier FV, Figueiredo JAPd. Prevalence of different periapical lesions associated with human teeth and their correlation with the presence and extension of apical external root resorption. Endodontics journal

2002;35(8):710:9.

25. Ramachandran Nair DN, pajarola Gion, Schroeder HE. Types and incidence of human periapical lesion obtained with extraction teeth. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod.2006.Vol.81, Issue 1 January 1996 : 93-102.

(19)

26. Salceanu M, Vataman M, H. Tudur, Liana A, Cl. Topoliceanu, Vataman R. Study on the influence of quality parameters of root canal filling on the prevalence and distribution of periapical lesions. Journal of Romanian Medical Dentistry 2008;40(5).

27. Shear M, Speight PM. Cyst of oral and maxillofacial regions 4th ed. Blackwell Munksgaard, 2007 :123-142.

28. Nair P. Non microbial endodontic disease. In Ingle Jl. Backland LK, Baumgartner JC, editors, endo. Bed. Ontario : Elsevier:2008. P.309.

29. Kim S, Woo S, Yoo S, Lee Y, Shim K.A. Clinical study of periapical Lesions. Journal Korean association maxillofacial plastic reconstruction Surgery 2001;23(31:232-7).

30. Ledesma-Montes C. Clinico-phatologic study of odontogenic cysts in a mexican sample population,

archives of medical research 2009;31(4):373-6.

31. Yanagisawa S. Pathologic study of periapical lesion : periapical granulomas. Oral and Medicines

2009;9(5):288-300.

32. Ramanpreet B, Simarpreet SV, Rajat B, dkk. Histopathological insight into periapical lesion : An institusional study from Punjab. International Journal of Oral and Maillofacial Pathology. 2012;3(3):02-07.

33. Paramitha E. Pola penyebaran penyakit periapeks berdasarkan jenis kelamin, usia, dan kelompok elemen gigi (Kajian di klinik integrasi RSGMP FKG UI tahun 2008) . Jakarta. FKG UI : 2009.

34. Arfah NS. Prevalesi dan distribusi penyakit periapeks berdasarkan faktor pejamu (manusia) di Klinik Integrasi RSGMP FKG UI Periode Bulan Maret-Juni 2007. Jakarta. 2007.

35. Pintauli S, Hamada T. Karies Gigi: Pengukuran Risiko dan Evaluasi. Menuju Gigi dan Mulut Sehat: Pencegahan dan Pemeliharaan. Medan: USU Press: 2008

36. Notoatmojo S. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Rineka Cipta:2002

37. Rehman K. Khan H, Shah SA. Frequency of Class II type carious lesion in first permanent molars and their association with pupl. Pakistan Oral and Dental Journal 2009;29(1):121.

38. Kutesa A, Mwanika A, Wandera M. Pattern of dental caries in mulago dental school clinic. Uganda.

African Health Sciences.

39. Lukaes JR. Largaespada L. Expalining sex differences in dental caries prevalence : saliva, hormones, and the “life-history” etiologi American Journal of Human Biologis 2006;18(4):540-55.

40. Nobuhara Wk, Del Rio CE, Incidence of periradicular pathosis in endodontic treatment failures. J Endod. 1993;19:315-8.

41. Carrillo C, Pendrocha M, Ortega B, Marti E, Bagan JU, Vera F. Correlation of radiographic size and the presence of radiopaque lamina with histological findings in 70 periapical lesion. J Oral Maxillofac Surg. 2008;66:1600-5.

42. White SC, Sapp JP, Seto BG Mankovich NJ. Absence of radiometric differentiation between periapical cysts and granulomas. Oral surg Oral Med Oral Pathol. 1994;78:650-4.

43. Quadros ID, Gomes BPFA, Zaia AA, Ferraz CCR, Souza-Filho FJ. Evaluation of Endodontic Treatments Performed by Students in a Brazillian Dental School. Journal of Dental Education 2005;69(10)1161-70. 44. Al-Kaabi M, Al-Kubaisi S. Diagnosis and Treatment of Cutaneous Facial Sinus Tract of Dental Origin.

Qatar Medical Journal 2002;11(1)

45. Neville BW, Damm DD, Allen DM, BouquotJE. Oral and Maxillofacial Pathology 2nd.Philadelphia: W.B. Saunders Company, 2002:105-109.

46. Jones AV, Craig GT, Franklin CD. Range and demographics of odontogenic cysts diagnosed in a UK population over a 30-year period.

47. Grossman Sm, Machado VC, Xavier GM, Moura MD, Gomez RS, Aguiar MC, dkk. Demographic profile of odontogenic and selected non-odontogenic cysts in Brazillian population. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2007;104(6):e35-41..

48. El Gehani R, Krishnan B, Orafi H. The prevalence of inflammatory and developmental odontogenic cysts in a libyan population. Department of Oral and Maxillofacial Surgery Faculty of Dentistry Al-Arab Medical University. Benghazi, Libya. 2005;75-77.

Gambar

Gambar 1  Gambaran radiografik infeksi dan inflamasi jaringan apikal
Tabel 2 Frekuensi Dan Distribusi Lesi Periapikal  Berdasarkan Tahun Kunjungan RSGM Paviliun  Khusus  FKG UI Periode Januari 2007-September 2014
Tabel 5.3 Frekuensi Dan Distribusi Kasus Lesi Periapikal  Berdasarkan Elemen Gigi Di RSGM Paviliun  Khusus FKG UI Periode Januari 2007-September 2014
Tabel  7 Frekuensi Dan Distribusi Kasus Lesi Periapikal  Berdasarkan Kelompok Ukuran Lesi  Di RSGM  Paviliun Khusus FKG UI Periode Januari 2007-September 2014
+2

Referensi

Dokumen terkait

Ade Mubarok dan Astri Rosmiati (2016) dalam jurnal “Sistem Penunjang Keputusan Prioritas Perbaikan Jalan Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process” hasil dari

Model pembelajaran TPS digabung dengan pendekatan inkuiri adalah suatu rangkaian pembelajaran siswa yang menekankan pada proses berfikir secara ilmiah, logis ,dan analisis

Kemudian, Diener (2004) menambahkan evaluasi kognitif dan emosional atau afektif termasuk dalam evaluasi seseorang terhadap kehidupannya tersebut yang terdiri dari penilaian

Perawatan satu kunjungan dapat dilakukan pada gigi-gigi dengan persyaratan bahwa gigi harus dalam kondisi antara lain tidak ada sensitivitas periapikal atau lesi periapikal, tidak

Terkait penelitian ini diharapkan dapat menemukan konsep dan model koordinasi yang dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah Kecamatan Kiaracondong kota Bandung

Karya tulis ilmiah merupakan karya sendiri/orisinal dari mahasiswa yang bersangkutan, belum pernah dipublikasikan sebelumnya di media manapun, belum pernah diikutkan

ASRI

Tupen: Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam nyeri hilang dengan criteria: Nyeri hilang, pasien tenang, tidak terjadi mual muntah, pasien dapat beristirahat