• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN PEUBAH-PEUBAH YANG MEMPENGARUHI PERSENTASE PENDERITA TUBERKULOSIS (TB) DI KOTA BOGOR DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN PEUBAH-PEUBAH YANG MEMPENGARUHI PERSENTASE PENDERITA TUBERKULOSIS (TB) DI KOTA BOGOR DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN PEUBAH-PEUBAH YANG MEMPENGARUHI

PERSENTASE PENDERITA TUBERKULOSIS (TB) DI KOTA BOGOR

DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL

SEKARSARI UTAMI WIJAYA

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

2

RINGKASAN

SEKARSARI UTAMI WIJAYA. Penentuan Peubah-Peubah yang Mempengaruhi Persentase Penderita Tuberkulosis (TB) di Kota Bogor dengan Pendekatan Regresi Spasial. Dibimbing oleh ITASIA DINA SULVIANTI dan ANIK DJURAIDAH.

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar bakteri ini menyerang paru-paru. Sebanyak 1 023 dari 7 641 orang suspek di Kota Bogor, dideteksi positif menderita penyakit TB. Kota Bogor termasuk peringkat kesepuluh tertinggi jumlah penderita TB se-Jawa Barat. Berdasarkan data yang diperoleh, jika penduduk pada suatu kelurahan menderita penyakit TB maka penduduk di kelurahan sekitarnya juga akan menderita penyakit TB. Penularan penyakit TB dari suatu kelurahan ke kelurahan lain memiliki pengaruh terhadap persentase penderita TB sehingga perlu dikaji lebih jauh peubah-peubah yang mempengaruhi persentase penderita TB dari aspek spasial. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi efek spasial dan menentukan peubah-peubah yang mempengaruhi persentase penderita TB di Kota Bogor. Berdasarkan hasil analisis, efek spasial berpengaruh signifikan terhadap penyebaran penyakit TB. Suatu kelurahan yang memiliki penderita TB akan menyebarkan bakteri tersebut ke kelurahan yang berada di sekitarnya sehingga penduduk di kelurahan yang berada di sekitarnya juga mengidap TB. Pencilan spasial atas pada kasus TB di Kota Bogor terletak di Kelurahan Katulampa. Sedangkan pencilan spasial bawah berada pada Kelurahan Kertamaya, Bojongkerta, dan Kedung Waringin. Selain itu, persentase penderita TB dipengaruhi oleh persentase penduduk perempuan. Penduduk perempuan berpengaruh terhadap persentase penderita TB karena mereka memiliki daya tahan tubuh yang lebih lemah dibandingkan dengan laki-laki sehingga rentan tertular TB.

Kata kunci: model otoregresif spasial, model galat spasial, Tuberkulosis (TB), pencilan spasial atas (hotspot), pencilan spasial bawah (coldspot)

(3)

PENENTUAN PEUBAH-PEUBAH YANG MEMPENGARUHI

PERSENTASE PENDERITA TUBERKULOSIS (TB) DI KOTA BOGOR

DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL

SEKARSARI UTAMI WIJAYA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Statistika pada

Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(4)

4

Judul Skripsi : Penentuan Peubah-Peubah yang Mempengaruhi Persentase Penderita Tuberkulosis (TB) di Kota Bogor dengan Pendekatan Regresi Spasial

Nama : Sekarsari Utami Wijaya

NIM : G14080013

Disetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Itasia Dina Sulvianti, M. Si. Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS.

NIP. 196005081988032002 NIP. 196305151987032002

Diketahui

Ketua Departemen Statistika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si. NIP. 196504211990021001

(5)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada nabi besar umat Islam, Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabatnya.

Karya ilmiah ini berjudul “Penentuan Peubah-Peubah yang Mempengaruhi Persentase Penderita Tuberkulosis (TB) di Kota Bogor dengan Pendekatan Regresi Spasial”. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, antara lain:

1. Ibu Dra. Itasia Dina Sulvianti, M. Si. dan Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS. selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta masukan selama proses penulisan karya ilmiah ini.

2. Ibu, Bapak, Mbak Uma, dan Ningrum atas doa, semangat, dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis selama ini.

3. Bapak Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si. beserta seluruh staf pengajar Departemen Statistika Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan berbagai bekal ilmu selama penulis melaksanakan studi di Institut Pertanian Bogor.

4. Seluruh staf administrasi dan karyawan Departemen Statistika yang selalu siap membantu penulis dalam menyelesaikan berbagai keperluan terkait penyelesaian karya ilmiah ini.

5. Feri dan Vita selaku teman satu bimbingan dan tempat berbagi satu sama lain. 6. Mba Mariana dan Faiz atas segala masukannya selama ini.

7. Mia dan Sela atas diskusinya mengenai regresi spasial. 8. Silvi, Arni, Nurul, Dania, dan Riza yang selalu memotivasi. 9. Kakak-kakak STK 44 serta adik-adik STK 46 dan STK 47.

10. Seluruh pihak yang telah memberikan dukungan doa serta motivasi dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Semoga segala kebaikannya dibalas oleh Allah SWT dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua orang yang membacanya.

Bogor, September 2012

(6)

6

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sekarsari Utami Wijaya dan dilahirkan di Bandung pada tanggal 12 Juni 1990, anak dari pasangan Ir. Dal Suparman dan Dra. Hariani Pahlawanita Astuti. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.

Tahun 2002 penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SDIT An-Nadwah Kota Bekasi. Penulis melanjutkan studinya di SMPN 1 Tambun Selatan Kabupaten Bekasi dan lulus pada tahun 2005. Tahun 2008 penulis lulus dari SMAN 1 Tambun Selatan Kabupaten Bekasi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih mayor Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan minor Matematika Keuangan dan Aktuaria.

Selama kuliah, penulis pernah aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Taekwondo IPB, menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisika Dasar, pengurus Himpunan Keprofesian Gamma Sigma Beta, beberapa kali menjadi asisten dosen mata kuliah Metode Statistika, dan sekarang aktif sebagai data analyst di Statistics Center. Pada tahun 2010 penulis memenangi Kompetisi Nasional Statistika sebagai juara II dan tahun 2012 penulis diundang dalam Annual Indonesian Scholar Conference in Taiwan (AISCT). Penulis melaksanakan kegiatan praktik lapang di Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian pada bulan Februari-April 2012.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 1

Analisis Regresi Berganda ... 1

Pemilihan Persamaan Regresi Terbaik ... 2

Analisis Regresi Spasial ... 2

Efek Spasial ... 2

Model Umum Regresi Spasial ... 3

Model Otoregresif Spasial ... 3

Model Galat Spasial ... 4

Matriks Pembobot ... 5

METODOLOGI ... 6

Data ... 6

Metode ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6

Eksplorasi Data ... 6

Pencilan Spasial pada TB ... 6

Pola Hubungan Peubah Penjelas dengan Persentase Penderita TB ... 8

Analisis Regresi Spasial ... 10

Identifikasi Efek Spasial ... 10

Model Regresi Spasial ... 10

Interpretasi Efek Spasial terhadap TB ... 11

SIMPULAN DAN SARAN ... 12

Simpulan ... 12

Saran ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 12

(8)

8

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Distribusi banyaknya kelurahan berdasarkan interval persentase penderita TB di

Kota Bogor ... 7

2. Pencilan spasial atas dan pencilan spasial bawah ... 8

3. Perbandingan persamaan regresi berdasarkan nilai R2, S, Cp, dan R2adj ... 9

4. Pendugaan dan pengujian parameter model regresi berganda ... 9

5. Hasil uji ketergantungan spasial ... 10

6. Pendugaan dan pengujian parameter model regresi spasial ... 11

7. Pengujian asumsi pada model regresi spasial ... 11

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Tetangga dalam queen contiguity ... 5

2. Matriks kebertetanggaan queen contiguity ... 5

3. Matriks pembobot queen contiguity ... 5

4. Peta tematik Kota Bogor ... 6

5. Diagram pencar Moran ... 7

6. Peta pencilan spasial ... 8

7. Matriks diagram pencar antara peubah penjelas dengan peubah respon... 8

8. Plot kenormalan pada regresi berganda ... 9

9. Diagram pencar galat dan nilai dugaan pada regresi berganda ... 10

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Peubah respon dan peubah penjelas ... 14

2. Uji korelasi antar peubah penjelas (Nilai-p) ... 15

3. Pengepasan pola garis ... 16

4. Plot kenormalan model otoregresif spasial ... 19

5. Diagram pencar galat dan nilai dugaan pada model otoregresif spasial ... 19

6. Plot kenormalan model galat spasial... 19

7. Diagram pencar galat dan nilai dugaan pada model galat spasial ... 19 viii

(9)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar bakteri ini menyerang paru-paru (WHO 2012). Selain itu, TB dapat menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan selaput otak. Penderita TB bertambah sebanyak sembilan juta orang di dunia setiap tahun dan 1.7 juta orang di dunia meninggal karena TB. Penyakit TB merupakan salah satu peringkat tertinggi penyebab kematian di dunia. Negara yang memiliki penderita TB terbanyak terdapat di negara-negara yang sedang berkembang.

TB juga menjadi penyebab utama masalah kesehatan di Indonesia. Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 2001, menunjukkan bahwa TB merupakan peringkat ketiga tertinggi penyebab kematian di Indonesia setelah penyakit jantung dan sistem pernapasan. Menurut laporan WHO dalam Global Report tahun 2012, peringkat jumlah penderita TB di Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TB sebesar 429 000 orang pada tahun 2009. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus TB pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria, dan Indonesia.

Berdasarkan Dinas Kesehatan Kota Bogor pada data Evaluasi Program TB Paru tahun 2010, sebanyak 1 023 dari 7 641 orang suspek di Kota Bogor, dideteksi positif menderita TB. Menurut Wasor Penanggulangan dan Pemberantasan Penyakit TB Paru Kota Bogor tahun 2011, Kota Bogor termasuk peringkat kesepuluh tertinggi jumlah penderita TB se-Jawa Barat. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Soejadi et al. (2007), yang mempengaruhi peningkatan jumlah penderita TB di antaranya tingkat pengetahuan penderita tentang TB, kebiasaan merokok, dan sanitasi perumahan. Sedangkan menurut Ruswanto (2010), faktor risiko terjadinya TB dibagi dua kelompok, yaitu faktor kependudukan (jenis kelamin, umur, status gizi, status imunisasi, dan kondisi sosial ekonomi) dan faktor lingkungan (kepadatan hunian, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembapan, suhu, dan ketinggian).

Penyebaran bakteri begitu cepat dari satu orang ke orang lain, dari satu keluarga ke keluarga lain, dari satu kelurahan ke kelurahan lain bahkan dari suatu wilayah ke wilayah lain yang lebih luas. Penyebaran bakteri yang cepat dan luas dapat mengakibatkan tingginya persentase penderita TB. Tobler dalam

Anselin (1999) menyatakan bahwa segala sesuatu yang berdekatan lebih erat hubungannya dibandingkan dengan yang berjauhan. Jika dihubungkan dengan pernyataan Tobler tersebut, hubungan antar kelurahan memiliki kemungkinan berpengaruh terhadap persentase penderita TB sehingga perlu dikaji lebih jauh peubah-peubah yang mempengaruhi persentase penderita TB dari aspek spasial. Analisis statistika yang digunakan untuk mengetahui peubah-peubah yang mempengaruhi persentase penderita TB adalah analisis regresi. Namun, aspek spasial juga perlu dikaji dalam penelitian ini maka analisis yang digunakan adalah regresi spasial. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan rekomendasi kepada pihak terkait seperti Kementerian Kesehatan RI dalam program Millennium Development Goals (MDGs) umumnya di Indonesia dan khususnya Dinas Kesehatan Kota Bogor.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi efek spasial pada persentase penderita TB di Kota Bogor dan menentukan peubah-peubah yang mempengaruhi persentase penderita TB di Kota Bogor dengan regresi spasial.

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda adalah suatu analisis untuk mengevaluasi suatu hubungan antara peubah respon dan beberapa peubah penjelas. Model umum regresi berganda, yaitu:

dengan adalah vektor peubah respon (N 1), adalah matriks peubah penjelas (N k), adalah vektor koefisien regresi (k 1), adalah vektor galat yang bebas otokorelasi (N 1), N adalah banyaknya pengamatan, dan k adalah banyaknya parameter. Parameter regresi diduga dengan metode kuadrat terkecil (MKT). Penduga parameter regresi:

Dugaan parameter regresi yang telah diperoleh perlu diuji dengan menggunakan uji t. Uji t bertujuan untuk menguji pengaruh setiap peubah penjelas secara satu per satu terhadap peubah responnya. Hipotesis untuk uji t sebagai berikut:

H0:

(10)

2

dengan statistik uji:

dengan adalah simpangan baku dari penduga parameter regresi.

Asumsi-asumsi yang harus terpenuhi dalam regresi berganda adalah:

1. Galat menyebar normal. 2. Ragam galat homogen (E[εi

2]=var[ε i]=σ

2

). 3. Galat saling bebas (E[εiεj]=0, i≠j). Pemilihan Persamaan Regresi Terbaik

Metode yang digunakan dalam pemilihan persamaan regresi terbaik (Draper & Smith 1992), yaitu:

1. Semua kemungkinan regresi.

Pemilihan persamaan regresi terbaik dengan metode ini dengan mempertimbangkan beberapa kriteria, yaitu nilai R2, nilai S, dan Cp Mallow.

2. Regresi himpunan bagian terbaik.

Metode regresi himpunan bagian terbaik mempertimbangkan nilai R2, R2adj, dan Cp

Mallow.

Analisis Regresi Spasial Efek Spasial

Sebelum mengidentifikasi efek spasial, uji otokorelasi spasial perlu dilakukan terlebih dahulu. Menurut Anselin (1999), pendeteksian otokorelasi spasial dapat menggunakan statistik indeks Moran. Hipotesis untuk menguji ada atau tidaknya otokorelasi spasial sebagai berikut:

H0:

H1:

dengan statistik uji:

dengan adalah vektor galat diperoleh dari selisih antara dan yang diperoleh dengan menggunakan pendugaan parameter MKT, adalah elemen dari matriks

pembobot, dan adalah banyaknya wilayah. Statistik indeks Moran mengikuti sebaran normal baku. Jika I lebih besar dari zα/2 maka

tolak H0 sehingga dapat disimpulkan galat

mengandung otokorelasi spasial. Selain itu, indeks Moran juga dapat mendeteksi pencilan spasial. Pencilan spasial terdiri atas dua jenis, yaitu pencilan spasial atas (hotspot) dan pencilan spasial bawah (coldspot). Pencilan spasial atas adalah wilayah yang nilai pengamatannya lebih tinggi dari rataan nilai pengamatan lainnya. Pencilan spasial bawah adalah wilayah yang nilai pengamatannya

lebih rendah dari rataan nilai pengamatan lainnya.

Efek spasial dibagi menjadi dua, yaitu ketergantungan spasial dan keheterogenan ragam spasial. Ketergantungan spasial dilakukan untuk mengetahui jenis ketergantungan yang dimiliki oleh data yang digunakan. Ketergantungan spasial terdiri atas dua jenis, yaitu ketergantungan spasial lag dan ketergantungan galat spasial. Jenis ketergantungan spasial yang diperoleh akan dijadikan landasan untuk membuat model regresi spasial. Uji ketergantungan spasial menggunakan uji Lagrange Multiplier (LM). Uji LM terdiri atas dua uji, yaitu:

1. Uji ketergantungan spasial dalam peubah respon/ketergantungan spasial lag dengan hipotesis sebagai berikut:

H0: ρ=0

H1: ρ≠0

dan statistik uji:

dengan dan adalah vektor galat (N 1), dan diperoleh dengan menggunakan MKT, dan adalah operator teras (Anselin 1999). Statistik LMlag menyebar χ2(1). Jika LMlag lebih besar dari χ2

(1) maka tolak H0

sehingga model yang dibuat adalah model otoregresif spasial.

2. Uji ketergantungan spasial dalam galat /ketergantungan galat spasial dengan hipotesis sebagai berikut:

H0: λ=0

H1: λ≠0

dan statistik uji:

dengan adalah vektor galat (N 1) dan adalah operator teras (Anselin 1999). Statistik LMgalat mengikuti sebaran χ2(1).

Jika LMgalat lebih besar χ2(1) maka tolak H0

sehingga model yang dibuat adalah model galat spasial.

Keheterogenan ragam spasial juga perlu diuji. Galat yang digunakan dalam pengujian ini adalah galat yang diperoleh dari model regresi berganda dengan unit pengamatannya berupa wilayah. Uji yang digunakan dalam mendeteksi keheterogenan ragam menggunakan uji Breusch-Pagan (BP).

(11)

Menurut Breusch dan Pagan (1979) dalam Arbia (2006), kehomogenan ragam terpenuhi jika persamaannya sebagai berikut:

dengan nilai bernilai nol (j = 2, 3, ..., k),

adalah konstanta regresi yang selalu bernilai satu, dan adalah peubah penjelas ke-2 sampai ke-k. Berdasarkan kriteria tersebut, hipotesis uji kehomogenan ragam sebagai berikut:

H0:

H1: minimal ada satu

jika H0 tidak ditolak maka kehomogenan

ragam terpenuhi sehingga E[εi2] = var[εi] = σi2

= = konstan. Adapun statistik uji BP sebagai berikut: dengan , , dan (Anselin 1988, diacu dalam

Arbia 2006). Uji statistik BP menyebar χ2(k-1)

dengan k adalah banyaknya parameter regresi. Jika BP lebih besar dari χ2

(k-1) maka tolak H0. Model Umum Regresi Spasial

Analisis regresi spasial digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara satu peubah dan beberapa peubah lain dengan memperhatikan pengaruh spasial. Model umum regresi spasial sebagai berikut:

dengan adalah vektor peubah respon (N 1), adalah koefisien otoregresif spasial lag, adalah matriks pembobot (N N), adalah matriks peubah penjelas (N k), adalah vektor koefisien regresi (k 1), adalah vektor galat yang diasumsikan mengandung otokorelasi (N 1), adalah koefisien spasial galat, dan adalah vektor galat yang bebas otokorelasi (N 1). Penduga parameter pada model regresi spasial menggunakan metode penduga kemungkinan maksimum.

Jika parameter model regresi spasial diduga dengan menggunakan metode penduga kemungkinan maksimum maka pengujian parameter dapat menggunakan uji Wald, uji t atau uji rasio kemungkinan (Anselin 1999). Pengujian parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah uji t. Parameter yang digunakan di antaranya koefisien regresi , koefisien otoregresif spasial lag ( ), dan koefisien galat spasial ( ).

Hipotesis untuk pengujian koefisien regresi adalah:

H0:

H1:

dengan statistik uji t:

jika thit lebih besar dari t(α/2, N-k) maka tolak H0.

Hipotesis untuk pengujian koefisien otoregresif spasial lag adalah:

H0:

H1:

dengan statistik uji t:

jika thit lebih besar dari t(α/2, N-k) maka tolak H0.

Hipotesis untuk pengujian koefisien galat spasial adalah:

H0:

H1:

dengan statistik uji t:

λ

λ

jika thit lebih besar dari t(α/2, N-k) maka tolak H0. Model Otoregresif Spasial

Model otoregresif spasial adalah salah satu model dari regresi spasial yang memiliki ketergantungan antar satu pengamatan di suatu wilayah dengan pengamatan lain di wilayah yang berbeda. Hal ini ditandai dengan adanya LMlag yang signifikan. Model otoregresif spasial sebagai berikut:

[1]

Parameter otoregresif spasial lag ( ) mengindikasikan tingkat korelasi komponen spasial dari suatu wilayah terhadap wilayah lain di sekitarnya (Ward & Kristiani 2008). Jika tidak terdapat ketergantungan spasial antara wilayah ke-i dan wilayah ke-j maka parameter dari model otoregresif spasial lag ( ) akan bernilai 0.

Fungsi kepekatan peluang dari galat, f( ):

Fungsi kepekatan peluang bersama dari galat, f( ):

(12)

4

Berdasarkan persamaan [1], galat (ε) sebagai berikut:

[2] Fungsi kepekatan peluang dari peubah respon:

dengan sehingga Fungsi kemungkinan:

Fungsi log kemungkinan diperoleh dengan melogaritmanaturalkan persamaan [3]. Fungsi log kemungkinan:

Penduga untuk diperoleh dengan cara memaksimalkan persamaan [4].

Penduga untuk :

Penduga untuk tidak dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan persamaan [4] secara analitik. Namun menurut Arbia (2006), penduga untuk dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut:

1. Regresikan antara dan . Duga parameter dengan menggunakan MKT sehingga diperoleh .

2. Regresikan dengan . Duga parameter dengan menggunakan MKT

sehingga diperoleh

.

3. Hitung galat dan .

4. Hitung dugaan untuk dengan memaksimalkan fungsi log kemungkinan parsial, yaitu:

Model Galat Spasial

Model galat spasial adalah salah satu model dari regresi spasial yang memiliki

ketergantungan galat spasial. Hal ini ditandai dengan adanya LMgalat yang signifikan. Model

galat spasial sebagai berikut:

[5]

[6]

Parameter mengindikasikan tingkat korelasi komponen spasial galat dari suatu wilayah terhadap wilayah lain di sekitarnya (Ward & Kristiani 2008). Jika tidak terdapat ketergantungan spasial galat antara wilayah ke-i dan wilayah ke-j maka parameter dari model galat spasial ( ) akan bernilai 0. Fungsi kepekatan peluang dari galat, f( ):

Fungsi kepekatan peluang bersama dari galat, f( ):

Berdasarkan persamaan [6], galat yang diasumsikan mengandung otokorelasi (u) sebagai berikut:

[7] Substitusikan persamaan [7] ke persamaan [5] sehingga diperoleh:

galat ( ) yang diperoleh sebagai berikut:

[8]

Fungsi kepekatan peluang dari peubah respon: dengan sehingga Fungsi kemungkinan: [3] [4] [9]

(13)

[10] Fungsi log kemungkinan diperoleh dengan melogaritmanaturalkan persamaan. Fungsi log kemungkinan:

Penduga untuk diperoleh dengan cara memaksimalkan persamaan [10].

Penduga untuk :

Penduga untuk tidak dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan persamaan [10] secara analitik. Penduga untuk diperoleh dengan cara yang sama seperti penduga untuk dengan memaksimalkan fungsi log kemungkinan parsial.

Matriks Pembobot

Matriks pembobot adalah suatu matriks yang merangkum hubungan spasial dalam data. Baris ke-i dari matriks pembobot menunjukkan hubungan wilayah ke-i dengan wilayah lainnya. Pembuatan matriks pembobot menggunakan konsep contiguity. Contiguity ditentukan dengan membayangkan bentuk wilayah seperti papan catur.

Ada tiga jenis contiguity (Dubin 2009), yaitu:

1. Rook contiguity

Tetangga adalah wilayah yang berada di sebelah utara, selatan, timur, dan barat suatu wilayah ke-i.

2. Bishop contiguity

Tetangga adalah wilayah yang terletak di sudut suatu wilayah ke-i.

3. Queen contiguity

Tetangga adalah wilayah yang bersentuhan dengan batas suatu wilayah ke-i, baik di sudut maupun sisi (Gambar 1).

3 6 9 2 5 8 1 4 7

Gambar 1 Tetangga dalam queen contiguity. Matriks pembobot yang digunakan adalah queen contiguity karena informasi yang didapatkan dari wilayah yang menjadi tetangga dari suatu wilayah ke-i lebih lengkap jika dibandingkan dengan jenis yang lain. Pembobotan dilakukan dengan

Nilai cij merupakan nilai dalam matriks

kebertetanggaan baris ke-i dan kolom ke-j

(Gambar 2). Nilai 1 diberikan jika wilayah ke-i bersebelahan dengan wilayah ke-j, sedangkan nilai 0 diberikan jika wilayah ke-i tidak bersebelahan dengan wilayah ke-j. Diagonal utama dari matriks kebertetanggaan bernilai nol karena matriks kebertetanggaan menunjukkan hubungan antar wilayah. Matriks kebertetanggaan selalu berdimensi N N dengan N adalah banyaknya wilayah.

Wilayah ke-j 1 2 3 4 5 6 7 8 9 W ilay ah k e-i 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 2 1 0 1 1 1 1 0 0 0 3 0 1 0 0 1 1 0 0 0 4 1 1 0 0 1 0 1 1 0 5 1 1 1 1 0 1 1 1 1 6 0 1 1 0 1 0 0 1 1 7 0 0 0 1 1 0 0 1 0 8 0 0 0 1 1 1 1 0 1 9 0 0 0 0 1 1 0 1 0 Gambar 2 Matriks kebertetanggaan queen

contiguity.

Nilai pada matriks kebertetanggaan akan digunakan untuk membuat matriks pembobot (Gambar 3). Matriks pembobot diperoleh dengan menstandarisasikan (membakukan) matriks kebertetanggaan queen contiguity. Adapun formulanya sebagai berikut:

dengan wij adalah elemen matriks pembobot

pada baris ke-i dan kolom ke-j. Wilayah ke-j 1 2 3 4 5 6 7 8 9 W ilay ah k e-i 1 0 1/3 0 1/3 1/3 0 0 0 0 2 1/5 0 1/5 1/5 1/5 1/5 0 0 0 3 0 1/3 0 0 1/3 1/3 0 0 0 4 1/5 1/5 0 0 1/5 0 1/5 1/5 0 5 1/8 1/8 1/8 1/8 0 1/8 1/8 1/8 1/8 6 0 1/5 1/5 0 1/5 0 0 1/5 1/5 7 0 0 0 1/3 1/3 0 0 1/3 0 8 0 0 0 1/5 1/5 1/5 1/5 0 1/5 9 0 0 0 0 1/3 1/3 0 1/3 0

(14)

6

METODOLOGI Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari data Potensi Desa (Podes) 2011. Data Podes diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor. Peubah penjelas pada penelitian ini menggunakan data Podes 2011. Sedangkan peubah respon merupakan proporsi antara banyaknya penderita TB dan banyaknya penduduk pada masing-masing kelurahan di Kota Bogor. Data ini diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Bogor. Peubah penjelas dan peubah respon yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Metode

Tahapan analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Eksplorasi data untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh spasial antar kelurahan. 2. Memilih peubah penjelas untuk

mengetahui ada atau tidaknya korelasi antar peubah penjelas (Lampiran 2). 3. Pengepasan pola garis untuk mengetahui

pola hubungan masing-masing peubah penjelas dengan peubah respon.

4. Menentukan peubah penjelas yang akan dimasukkan ke dalam regresi dengan

menggunakan metode semua

kemungkinan regresi dan regresi himpunan bagian terbaik.

5. Melakukan pendugaan dan pengujian parameter dari model regresi berganda. 6. Menguji asumsi galat dari model regresi

berganda.

7. Menentukan matriks pembobot dengan menggunakan metode queen contiguity. 8. Menguji otokorelasi spasial dengan

menggunakan indeks Moran.

9. Menguji keheterogenan ragam spasial. 10. Menguji ketergantungan spasial untuk

mengetahui pengaruh spasial lag dan galat spasial.

11. Menduga dan menguji parameter model regresi spasial.

12. Menguji asumsi model regresi spasial. 13. Menarik simpulan.

Software yang digunakan pada penelitian ini adalah software R 2.15.0 dan Microsoft Excel 2007.

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data Pencilan Spasial pada TB

Kota Bogor memiliki enam kecamatan, yaitu Bogor Utara, Bogor Timur, Bogor Selatan, Bogor Barat, Bogor Tengah, dan Tanah Sareal. Masing-masing kecamatan dibagi menjadi beberapa kelurahan sehingga jumlah kelurahan di Kota Bogor sebanyak 68 kelurahan. Luas wilayah kota Bogor sebesar 11 685.9 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 888 320 jiwa (BPS 2011).

Pengaruh spasial antar wilayah dapat dieksplorasi dengan menggunakan peta tematik Kota Bogor (Gambar 4). Peta tematik Kota Bogor dibuat dengan mengelompokkan kelurahan ke dalam empat kelompok. Hal ini didasarkan pada perhitungan pembuatan tabel frekuensi distribusi berkelompok (Tabel 1).

Gambar 4 Peta tematik Kota Bogor.

Peta tematik tersebut menunjukkan adanya pengaruh spasial antar wilayah (kelurahan). Pengaruh spasial ini ditunjukkan dengan adanya kedekatan posisi kelurahan pada kelompok yang sama. Sebagian besar kelurahan di Kota Bogor termasuk dalam kelompok dua, yaitu sebanyak 35 kelurahan sehingga dapat disimpulkan persentase penderita TB di sebagian besar kelurahan di Kota Bogor sebesar 0.0550%-0.1037%.

(15)

Berdasarkan Gambar 4, kelurahan yang memiliki persentase penderita TB tertinggi adalah Sindangrasa di Kecamatan Bogor Timur dan Pasir Jaya di Kecamatan Bogor Barat. Persentase penderita TB yang sangat tinggi menyebabkan kelurahan di sekitarnya juga memiliki persentase penderita TB yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri yang berada di Sindangrasa dan Pasir Jaya menyebar ke kelurahan lain sehingga kelurahan di sekitarnya memiliki persentase penderita TB yang cukup tinggi meskipun tidak setinggi di Sindangrasa dan Pasir Jaya. Berdasarkan peta tematik tersebut, terbukti secara visual ada pengaruh spasial antara satu kelurahan dan kelurahan lainnya.

Pengaruh ketergantungan spasial juga terlihat pada Gambar 5. Sebagian besar kelurahan mengelompok di kuadran satu (pojok kanan atas) dan tiga (pojok kiri bawah). Sebagian besar kelurahan yang berada di Kecamatan Bogor Timur, Bogor Barat, dan Bogor Utara mengelompok di kuadran satu. Pengelompokkan kelurahan di kuadran satu menunjukkan bahwa kelurahan yang memiliki persentase penderita TB yang tinggi dikelilingi oleh kelurahan yang memiliki persentase penderita TB yang tinggi pula. Sedangkan sebagian besar kelurahan yang berada di Kecamatan Bogor Selatan, Bogor Timur, dan Tanah Sareal mengelompok di kuadran tiga. Pengelompokkan kelurahan di kuadran tiga menunjukkan bahwa kelurahan yang memiliki persentase penderita TB yang rendah dikelilingi oleh kelurahan yang memiliki persentase penderita TB yang rendah pula. Pengaruh spasial ini juga diperkuat dengan modifikasi nilai indeks Moran yang cukup tinggi, yakni 0.872. Nilai indeks Moran

ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang cukup kuat antara satu kelurahan dan kelurahan lain yang menjadi tetangganya.

Gambar 5 Diagram pencar Moran.

Indeks Moran juga dapat mengidentifikasi pencilan spasial, yaitu pencilan spasial atas (hotspot) dan pencilan spasial bawah (coldspot). Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 6, Kelurahan Kedung Waringin, Kertamaya, dan Bojongkerta merupakan pencilan spasial bawah. Kelurahan-kelurahan tersebut memiliki persentase penderita TB di bawah rata-rata persentase penderita TB di kelurahan lainnya. Sedangkan Kelurahan Katulampa merupakan pencilan spasial atas. Kelurahan ini memiliki persentase penderita TB di atas rata-rata kelurahan lainnya.

Tabel 1 Distribusi banyaknya kelurahan berdasarkan interval persentase penderita TB di Kota Bogor Kelompok Interval Penderita

TB (%) Kelurahan

1 0.0062-0.0549 Genteng, Kertamaya, Harjasari, Muarasari, Pakuan, Gudang, Babakan Pasar, Cilendek Timur, Curug Mekar, Curug, Kebon Pedes, dan Cibadak.

2 0.0550-0.1037 Loji, Ranggamekar, Rancamaya, Bojongkerta, Cipaku, Lawang Gintung, Batutulis, Bondongan, Empang, Cikaret, Baranangsiang, Bantarjati, Tegal Gundil, Cibuluh, Kedunghalang, Paledang, Tegal Lega, Babakan, Sempur, Panaragan, Kebon Kelapa, Ciwaringin, Gunung Batu, Menteng, Cilendek Barat, Sindang Barang, Margajaya, Situ Gede, Kedung Waringin, Kedung Jaya, Tanah Sareal, Kedung Badak, Sukaresmi, Mekarwangi, dan Kencana.

3 0.1038-0.1525 Mulyaharja, Pamoyanan, Sindangsari, Tajur, Katulampa, Sukasari, Tanah Baru, Cimahpar, Ciluar, Ciparigi, Pabaton, Cibogor, Pasir Mulya, Pasir Kuda, Balungbang Jaya, Bubulak, Semplak, Sukadamai, dan Kayumanis.

(16)

8

Tabel 2 Pencilan spasial atas dan pencilan spasial bawah

Kelurahan Nilai-p Keterangan

Kedung Waringin 0.006 Rendah-rendah

Kertamaya 0.016 Rendah-rendah

Bojongkerta 0.002 Rendah-rendah

Katulampa 0.006 Tinggi-tinggi

Gambar 6 Peta pencilan spasial.

Pola Hubungan Peubah Penjelas dengan Persentase Penderita TB

Sebelum melakukan analisis regresi, pengujian multikolinieritas terhadap peubah penjelas perlu dilakukan. Multikolinieritas antar peubah penjelas dideteksi dengan menggunakan uji korelasi Pearson. Jumlah peubah penjelas sebelum diuji korelasi Pearson sebanyak sebelas peubah. Namun, setelah diuji korelasi Pearson yang tersisa hanya delapan peubah penjelas yang tidak berkorelasi (Lampiran 2). Peubah penjelas tersebut, yaitu:

1. X1 = kepadatan penduduk (jiwa/km2),

2. X2 = ketinggian (m dpl),

3. X3 = penduduk perempuan (%),

4. X4 = jarak poliklinik (km),

5. X5 = jumlah posyandu (unit),

6. X6 = penderita gizi buruk (%),

7. X7 = perokok (%), dan

8. X8 = gizi buruk pada balita (%).

Peubah penjelas yang terpilih selanjutnya dieksplorasi terlebih dahulu dengan menggunakan matriks diagram pencar seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Eksplorasi ini dilakukan untuk mengetahui pola hubungan antara peubah penjelas dan peubah respon (Draper & Smith 1992).

Berdasarkan Gambar 7, tebaran data antara masing-masing peubah penjelas dan peubah respon diduga memiliki pola hubungan linier,

kuadratik, bahkan ada yang tidak memiliki pola hubungan sama sekali. Oleh karena itu, eksplorasi secara mendalam perlu dilakukan dengan melakukan pengepasan pola garis. Berdasarkan pengepasan pola garis (Lampiran 3), peubah penjelas yang dimasukkan ke dalam pemilihan persamaan regresi terbaik adalah X1, X1

2

, X3, X3 2

, dan X7. Pemilihan

persamaan regresi terbaik menggunakan metode semua kemungkinan regresi dan regresi himpunan bagian terbaik. Pemilihan persamaan ini berdasarkan empat kriteria, yaitu R2, R2adj, S, dan Cp Mallow.

Gambar 7 Matriks diagram pencar antara peubah penjelas dan peubah respon.

Pemilihan persamaan regresi terbaik berdasarkan R2 dan R2adj mempertimbangkan

nilai R2 dan R2adj tertinggi serta peubah

penjelas yang konsisten. Berdasarkan hal tersebut, persamaan yang dipilih adalah persamaan yang memiliki parameter sebanyak empat dan melibatkan peubah penjelas X3,

X32, dan X7 (Tabel 3).

Persamaan regresi terbaik berdasarkan nilai S (simpangan baku galat) adalah persamaan yang menghasilkan simpangan baku galat terkecil dan mengandung sesedikit mungkin peubah penjelas. Persamaan yang dipilih adalah persamaan yang melibatkan empat parameter dengan peubah penjelas X3,

X32, dan X7 karena memiliki simpangan baku

galat terkecil dan mengandung sedikit peubah penjelas (Tabel 3).

Persamaan regresi terbaik yang dipilih berdasarkan Cp Mallow adalah persamaan

regresi dengan nilai Cp rendah atau kira-kira

sama dengan banyaknya parameter. Berdasarkan Tabel 3, persamaan yang memiliki Cp sama dengan banyaknya

parameter adalah persamaan yang memiliki tujuh parameter. Namun menurut Draper & Smith (1992), pemilihan persamaan regresi terbaik juga harus mempertimbangkan persamaan yang masuk akal dan melibatkan

P e n d e r it a T u b e r k u lo s is ( % ) 300 150 0 200 400 60045 50 550 4 8 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 40 25 10 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 0,2 0,1 0,0 0 10 20 0,0 1,5 3,0

Kepadatan Penduduk (j iwa/km 2) Ketinggian (m dpl) Penduduk Perem puan (%) Jarak Puskesm as (km )

(17)

sesedikit mungkin peubah penjelas. Oleh karena itu, persamaan regresi yang dipilih adalah persamaan yang melibatkan empat parameter dengan peubah penjelas X3, X3

2

, dan X7.

Persamaan yang terpilih yaitu persamaan yang melibatkan X3, X32, dan X7. Model

regresinya sebagai berikut:

Setelah memilih persamaan regresi terbaik, selanjutnya melakukan pendugaan dan pengujian terhadap parameter regresi. Pemodelan regresi berganda dilakukan sebelum membuat model regresi spasial yang dimaksudkan untuk mengetahui kontribusi atau pengaruh peubah penjelasnya. Kontribusi atau pengaruh dari peubah penjelas model regresi berganda akan dibandingkan dengan kontribusi atau pengaruh dari peubah penjelas model regresi spasial.

Pemodelan regresi berganda menghasilkan nilai F sebesar 2.812 dan nilai-p sebesar 0.046. Hal ini menunjukkan bahwa peubah penjelas berpengaruh secara simultan terhadap persentase penderita TB pada taraf nyata 5%. Setelah peubah penjelas diuji secara simultan terhadap peubah respon, selanjutnya peubah penjelas diuji secara parsial dengan menggunakan uji t (Tabel 4).

Tabel 4 Pendugaan dan pengujian parameter model regresi berganda

Prediktor Koefisien Nilai-t Nilai-p Konstanta 5.199 2.073 0.042*

X3 -0.207 -2.048 0.045*

X32 0.002 2.065 0.043*

X7 -0.002 -1.919 0.060

* Signifikan pada taraf nyata 5%

Berdasarkan uji t, peubah penjelas yang mempengaruhi persentase penderita TB adalah persentase penduduk perempuan. Persamaan regresi yang diperoleh sebagai berikut:

Adapun hasil pengujian asumsi yang telah dilakukan sebagai berikut:

1. Galat menyebar normal

Uji kenormalan dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (KS) (Gambar 8). Uji tersebut menghasilkan nilai-p sebesar 0.067. Hal ini menunjukkan bahwa galat mendekati sebaran normal pada taraf nyata 5%.

Gambar 8 Plot kenormalan pada regresi berganda.

2. Ragam galat bersifat homogen

Gambar 9 adalah diagram pencar antara

dan galat yang memiliki “pita

mendatar”. Hal ini menunjukkan bahwa ragam galat bersifat homogen.

3. Galat saling bebas

Titik-titik pada Gambar 9 tidak memiliki pola sehingga dapat disimpulkan

Sisaan P e rs e n ta s e 0,10 0,05 0,00 -0,05 -0,10 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1

Tabel 3 Perbandingan persamaan regresi berdasarkan nilai R2, S, Cp, dan R2adj

Parameter Fungsi R2 S Cp R2adj

2 Y=f(X7) 5.300 0.037 - 3.900 3 Y=f(X1 2 , X7) 7.500 0.036 - 4.700 4 Y=f(X3, X32, X7) 11.600 0.036 3.400 7.500 5 Y=f(X1 2 , X3, X3 2 , X7) 13.400 0.036 4.200 7.900 5 Y=f(X3, X32, X7, X1X3) - - 4.700 - 5 Y=f(X1, X3, X3 2 , X7) - - 4.700 - 6 Y=f(X1, X12, X3, X32, X7) 14.300 0.036 5.500 7.400 6 Y=f(X1 2 , X3, X3 2 , X7, X1X3) - - 5.600 - 6 Y=f(X1, X12, X32, X7, X1X3) - - 5.700 - 7 Y=f(X1, X12, X 3, X32, X7, X1X3) 15.000 0.036 7.000 7.000

(18)

10

bahwa asumsi galat saling bebas terpenuhi. Meskipun galat pada regresi berganda saling bebas, pengujian galat dengan menyertakan matriks pembobot spasial perlu dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya otokorelasi spasial pada model regresi berganda ini. Adapun pengujian galat dengan menyertakan pembobot ini dengan metode indeks Moran.

Gambar 9 Diagram pencar galat dan nilai dugaan pada regresi berganda. Nilai indeks Moran yang diperoleh sebesar 0.210 dengan nilai-p sebesar 0.005. Nilai ini menunjukkan bahwa ada otokorelasi spasial pada galat yang diperoleh dari model regresi berganda sehingga perlu dibuat model yang dapat mengakomodasi efek spasial, yaitu model regresi spasial.

Analisis Regresi Spasial Identifikasi Efek Spasial

Ada dua jenis efek spasial yang perlu diidentifikasi, yaitu ketergantungan spasial dan keheterogenan ragam spasial. Uji ketergantungan spasial digunakan untuk menentukan jenis ketergantungan yang dimiliki oleh data. Jenis ketergantungan yang diperoleh dijadikan landasan untuk membuat model regresi spasial.

Berdasarkan Tabel 5, nilai LMlag yang diperoleh sebesar 5.580. Nilai LM yang diperoleh lebih besar dari Chi-square (χ2

(1)=2.71) sehingga keputusan yang diambil

adalah tolak H0. Hal ini diperkuat dengan

adanya nilai-p (0.018) yang lebih kecil dari α (0.05). Oleh karena itu, model otoregresif spasial dapat digunakan. Nilai LMgalat yang

diperoleh sebesar 4.569. Nilai LM yang diperoleh lebih besar dari Chi-square (χ2

(1)=2.71) sehingga keputusan yang diambil

adalah tolak H0. Hal ini diperkuat dengan

adanya nilai-p (0.033) yang lebih kecil dari α (0.05). Oleh karena itu, model galat spasial dapat digunakan.

Tabel 5 Hasil uji ketergantungan spasial LM Statistik LM db Nilai-p

Lag 5.580 1 0.018

Galat 4.569 1 0.033

Selain uji ketergantungan spasial, uji efek spasial yang berikutnya adalah uji keheterogenan ragam spasial. Nilai BP yang diperoleh sebesar 3.234. Nilai BP ini lebih kecil dari Chi-square (χ2(3)=7.814) sehingga

keputusan yang diambil adalah tidak tolak H0.

Pengambilan keputusan ini juga diperkuat dengan nilai-p (0.357) yang lebih besar dari α (0.05). Pengujian ini menunjukkan bahwa keheterogenan ragam spasial tidak terpenuhi sehingga tidak perlu menggunakan model regresi spasial terboboti secara geografis.

Model Regresi Spasial

Peubah penjelas pada model otoregresif spasial dan model galat spasial ada yang berpengaruh terhadap persentase penderita TB (Tabel 6), yaitu persentase penduduk perempuan (X3 dan X32). Persentase penduduk

perempuan memiliki pola hubungan kuadratik terhadap persentase penderita TB. Efek spasial juga berpengaruh terhadap persentase penderita TB di Kota Bogor seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6. Ketergantungan spasial lag berpengaruh terhadap persentase penderita TB. Koefisien otoregresif spasial lag (

) yang diperoleh sebesar 0.353 artinya

korelasi persentase penderita TB pada suatu kelurahan dengan kelurahan lain yang menjadi tetangganya sebesar 0.353 dikalikan rata-rata persentase penderita TB di kelurahan sekelilingnya. Selain itu, ketergantungan galat spasial juga berpengaruh terhadap persentase penderita TB. Koefisien galat spasial ( ) yang diperoleh sebesar 0.344. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi galat pada suatu kelurahan dengan kelurahan yang menjadi tetangganya sebesar 0.344 dikali rata-rata galat di kelurahan yang mengelilinginya. Persamaaan otoregresif spasial yang diperoleh sebagai berikut:

Sedangkan persamaaan regresi galat spasial yang diperoleh sebagai berikut:

Koefisien regresi untuk persentase perokok pada persamaan regresi berganda dan persamaan regresi spasial bernilai negatif. Nilai negatif ini disebabkan karena unit pe-

Nilai Dugaan S is aa n 0,14 0,13 0,12 0,11 0,10 0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0,075 0,050 0,025 0,000 -0,025 -0,050

(19)

ngamatan peubah responnya adalah persentase penderita TB di setiap kelurahan di Kota Bogor sehingga individu yang merokok pada kelurahan tersebut belum tentu juga penderita TB. Selain itu, sebagian besar perokok adalah laki-laki. Menurut Clough (2010), laki-laki memiliki daya tahan tubuh yang lebih kuat dibandingkan dengan perempuan. Hal ini menyebabkan meskipun individu tersebut merokok mereka tidak mudah terserang TB.

Pengujian asumsi perlu dilakukan pada model otoregresif spasial dan model galat spasial. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi tercantum pada Tabel 7. Galat pada model otoregresif spasial memenuhi asumsi, yaitu galat menyebar normal (Lampiran 4), ragam galat homogen, dan galat saling bebas (Lampiran 5). Asumsi galat pada model galat spasial juga terpenuhi, yaitu galat menyebar normal (Lampiran 6), ragam galat homogen, dan galat saling bebas (Lampiran 7).

Interpretasi Efek Spasial terhadap TB

Kasus TB di Kota Bogor sangat dipengaruhi oleh efek spasial. Penyebaran penyakit TB yang cepat dari satu kelurahan ke kelurahan lain disebabkan oleh bakteri. Bakteri Mycobacterium tuberculosis ini dapat berkembang biak dengan cepat dan dengan mudah menyebar melalui udara sehingga efek spasial pada kasus ini signifikan.

Kelurahan Katulampa merupakan pencilan spasial atas. Kelurahan ini memiliki persentase penderita TB yang lebih tinggi dari rataan persentase penderita TB di kelurahan lainnya. Oleh karena itu, program penanggulangan dan pemberantasan TB harus dilaksanakan khususnya pada kelurahan ini untuk memutuskan rantai penularan TB. Kelurahan Katulampa memiliki persentase penduduk perempuan dan persentase gizi buruk pada balita yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan kelurahan lainnya sehingga strategi penanggulangan dan pemberantasan TB yang dilakukan harus menitikberatkan pada masalah tersebut. Strategi yang dilakukan meliputi memberikan paradigma sehat (meningkatkan penyuluhan untuk menemukan kontak sedini mungkin serta meningkatkan cakupan program, promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat, perbaikan

perumahan serta peningkatan status gizi pada kondisi tertentu), menggalakkan program pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung (DOTS), meningkatkan mutu pelayanan, dan melaksanakan program lainnya terkait penanggulangan dan pemberantasan TB.

Kelurahan Kertamaya, Kedung Waringin, dan Bojongkerta merupakan pencilan spasial Tabel 6 Pendugaan dan pengujian parameter model regresi spasial

Prediktor Model Otoregresif Spasial Model Galat Spasial Koefisien Nilai-t Nilai-p Koefisien Nilai-t Nilai-p

Konstanta 4.952 2.129 0.033* 5.072 2.117 0.034* X3 -0.198 -2.117 0.034* -0.202 -2.091 0.036* X32 0.002 2.134 0.033* 0.002 2.107 0.035* X7 -0.002 -1.549 0.121 -0.002 -1.48 0.139 0.353 2.281 0.022* - - - - - - 0.344 0.159 0.030*

Tabel 7 Pengujian asumsi pada model regresi spasial

Model

Asumsi-Asumsi pada Model Regresi Spasial Galat Menyebar

Normal (KS)

Ragam Galat

Homogen (BP) Galat Saling Bebas

Nilai-p Simpulan

Nilai-p Simpulan

Diagram Pencar

dan Sisaan Simpulan Model otoregresif spasial 0.071 Tidak tolak H0 0.248 Tidak tolak H0 Tidak berpola/acak Terpenuhi Model galat spasial 0.081 Tidak tolak H0 0.200 Tidak tolak H0 Tidak berpola/acak Terpenuhi

(20)

12

bawah. Persentase penderita TB di kelurahan tersebut lebih rendah daripada rataan di kelurahan lainnya. Meskipun pada kelurahan tersebut memiliki persentase penderita TB rendah, program-program penanggulangan dan pemberantasan TB tetap harus dilakukan untuk mencegah penyebaran TB pada wilayah yang lebih luas.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Efek spasial mempunyai nilai yang signifikan pada kasus TB di Kota Bogor. Nilai ini mampu menggambarkan bahwa terdapat ketergantungan persentase penderita TB antar kelurahan dan ketergantungan galat di suatu kelurahan dengan kelurahan yang mengelilinginya. Ketergantungan spasial ini menunjukkan penyebaran penyakit TB di suatu kelurahan akan menyebarkan bakteri tersebut ke kelurahan yang berada di sekitarnya sehingga penduduk di kelurahan yang berada di sekitarnya juga mengidap TB. Pencilan spasial atas terletak di Kelurahan Katulampa. Sedangkan pencilan spasial bawah berada pada Kelurahan Kertamaya, Bojongkerta, dan Kedung Waringin.

Peubah penjelas yang mempengaruhi persentase penderita TB adalah persentase penduduk perempuan. Penduduk perempuan berpengaruh terhadap persentase penderita TB karena mereka memiliki daya tahan tubuh yang lebih lemah dibandingkan dengan laki-laki sehingga rentan tertular TB.

Saran

Kelurahan Katulampa harus menjadi prioritas utama bagi Dinas Kesehatan Kota Bogor dalam pelaksanaan program penanggulangan dan pemberantasan TB di Kota Bogor. Hal ini disebabkan oleh tingginya persentase penderita TB di kelurahan tersebut dibandingkan dengan kelurahan lain secara statistik. Persentase penduduk perempuan mempengaruhi persentase penderita TB di Kota Bogor. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan Kota Bogor juga harus lebih memperhatikan penduduk perempuan.

Penelitian selanjutnya disarankan untuk memasukkan peubah penjelas lain yang mempengaruhi persentase penderita TB dan

menggunakan matriks pembobot dengan metode lain.

DAFTAR PUSTAKA

Anselin L. 1999. Spatial Econometrics. Dallas: University of Texas.

Arbia G. 2006. Spatial Econometrics: Statistical Foundation and Application to Regional Convergence. Berlin: Springer.

Clough S. 2010. Gender and The Hygiene Hypothesis. Social Science and Medicine xxx:1-8.

Draper NR, Smith H. 1992. Analisis Regresi Terapan. Bambang Sumantri penerjemah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Applied Regression Analysis.

Dubin R. 2009. Spatial Weights. Di dalam: A. Stewart Fotheringham, Peter AR, editor. The SAGE Handbook of Spatial Analysis. London: SAGE Publication Ltd. hlm 125-157.

Puji ST. 3 Agustus 2011. Sangat Menular dan Bisa Berakibat Kematian...1.023 Warga Bogor Mengidap TBC. Republika

[terhubung berkala].

http://www.republika. co.id/berita/ regional / jabodetabek / 11 /08/03/lpc0rf- Sangat- menular- dan-bisaberakibatkema tian1023-warga-bogor-mengidap-tbc [4 Juli 2012].

Ruswanto B. 2010. Analisis spasial sebaran kasus Tuberkulosis paru ditinjau dari faktor lingkungan fisik dalam dan luar rumah di Kabupaten Pekalongan [tesis]. Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro.

Soejadi TB, Apsari DA, Suprapto. 2007. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian kasus Tuberkulosis paru. Jurnal ilmiah pannmed 12: 13-19.

Ward MD, Kristian SG. 2008. Spatial Regression Models Series: Quantitative Application in the Social Science. California: Sage Publications, Inc. [WHO] World Health Organization. 2012.

Tuberculosis. WHO. [terhubung berkala]. http://www.who.int/mediacentre/factsheet s/fs104/en/ [4 Juli 2012].

(21)
(22)

14

Lampiran 1 Peubah respon dan peubah penjelas Jenis

Peubah Sektor Nama Peubah Satuan Keterangan

Peubah

respon Kesehatan

Penderita

Tuberkulosis %

Banyaknya penderita Tuberkulosis per kelurahan dibagi banyaknya penduduk per kelurahan dikali seratus

Peubah penjelas

Kependudukan

Kepadatan

penduduk jiwa/km

2 Banyaknya penduduk per kelurahan dibagi

luas kelurahan Ketinggian m dpl Ketinggian kelurahan Penduduk

perempuan %

Banyaknya penduduk perempuan per kelurahan dibagi banyaknya penduduk per kelurahan dikali seratus

Kesehatan

Jumlah sarana

kesehatan unit

Banyaknya rumah sakit, poliklinik, puskesmas, puskesmas pembantu, tempat praktek dokter, poskedes, posyandu, dan apotek

Jarak RS terdekat km Jarak dari kelurahan ke rumah sakit terdekat Jarak poliklinik

terdekat km Jarak dari kelurahan ke poliklinik terdekat Jarak puskesmas

terdekat km Jarak dari kelurahan ke puskesmas terdekat Jumlah posyandu unit Banyaknya posyandu per kelurahan

Gizi buruk %

Banyaknya penderita gizi buruk untuk semua umur per kelurahan dibagi banyaknya penduduk per kelurahan dikali seratus

Perokok %

Banyaknya perokok per kelurahan dibagi banyaknya penduduk per kelurahan dikali seratus

Gizi buruk balita %

Banyaknya penderita gizi buruk balita per kelurahan dibagi banyaknya balita per kelurahan dikali seratus

(23)

Lampiran 2 Uji korelasi antar peubah penjelas (Nilai-p) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) Ketinggian (m dpl) Penduduk Perempuan (%) Jumlah Sarana Kesehatan (unit) Jarak RS Terdekat (km) Jarak Poliklinik Terdekat (km) Jarak Puskesmas Terdekat (km) Jumlah Posyandu (unit) Gizi Buruk (%) Perokok (%) Gizi Buruk Balita (%) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 0.978 0.198 0.295 0.007 0.771 0.014 0.775 0.831 0.705 0.290 Ketinggian (m dpl) 0.321 0.322 0.308 0.802 0.058 0.577 0.436 0.920 0.983 Penduduk Perempuan (%) 0.009 0.084 0.517 0.248 0.564 0.997 0.926 0.921 Jumlah Sarana Kesehatan (unit) 0.000 0.004 0.003 0.581 0.388 0.728 0.025 Jarak RS Terdekat (km) 0.011 0.003 0.751 0.801 0.587 0.094 Jarak Poliklinik Terdekat (km) 0.002 0.254 0.763 0.847 0.694 Jarak Puskesmas Terdekat (km) 0.206 0.586 0.531 0.027 Jumlah Posyandu (unit) 0.829 0.699 0.613 Gizi Buruk (%) 0.916 0.563 Perokok (%) 0.621 Gizi Buruk Balita (%) 15

(24)

16

Lampiran 3 Pengepasan pola garis

1. Pengepasan pola garis linier (a) dan kuadratik (b) antara kepadatan penduduk dan persentase penderita TB

a b

2. Pengepasan pola garis linier (a) dan kuadratik (b) antara ketinggian dan persentase penderita TB

a b

3. Pengepasan pola garis linier (a) dan kuadratik (b) antara persentase penduduk perempuan dan persentase penderita TB

a b

4. Pengepasan pola garis linier (a) dan kuadratik (b) antara jarak poliklinik dan persentase penderita TB

a b

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

P en de ri ta T ub er k ul os is (% ) 300 250 200 150 100 50 0 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 S 0,0369620 R-Sq 2,0% R-Sq(adj) 0,5%

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

P en de ri ta T ub er k ul os is (% ) 300 250 200 150 100 50 0 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 S 0,0363247 R-Sq 6,7% R-Sq(adj) 3,9% Ketinggian (mdpl) P en de ri ta T u be rk u lo si s (% ) 600 500 400 300 200 100 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 S 0,0373261 R-Sq 0,0% R-Sq(adj) 0,0% Ketinggian (mdpl) P en de ri ta T ub er k ul os is (% ) 600 500 400 300 200 100 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 S 0,0376113 R-Sq 0,0% R-Sq(adj) 0,0% Penduduk Perempuan (% ) P en de ri ta T ub er k ul os is (% ) 54 53 52 51 50 49 48 47 46 45 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 S 0,0372663 R-Sq 0,3% R-Sq(adj) 0,0% Penduduk Perempuan (% ) P en de ri ta T u be rk u lo si s (% ) 54 53 52 51 50 49 48 47 46 45 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 S 0,0363605 R-Sq 6,6% R-Sq(adj) 3,7% Jarak Poliklinik (km) P e n d e r it a T u b e r k u lo s is ( % ) 6 5 4 3 2 1 0 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 Jarak Poliklinik (km) P e n d e r it a T u b e r k u lo s is ( % ) 6 5 4 3 2 1 0 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00

(25)

Jumlah Posyandu (unit) P en de ri ta T ub er k ul os is (% ) 40 35 30 25 20 15 10 5 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 S 0,0370917 R-Sq 1,3% R-Sq(adj) 0,0%

Jumlah Posyandu (unit)

P en de ri ta T ub er k ul os is (% ) 40 35 30 25 20 15 10 5 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 S 0,0373569 R-Sq 1,4% R-Sq(adj) 0,0%

Penderita Gizi Buruk (% )

P en de ri ta T u be rk u lo si s (% ) 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 S 0,0371612 R-Sq 2,4% R-Sq(adj) 0,0%

Penderita Gizi Buruk (% )

P en de ri ta T u be rk u lo si s (% ) 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 S 0,0368810 R-Sq 2,4% R-Sq(adj) 0,9% Perokok (% ) P en de ri ta T u be rk u lo si s (% ) 25 20 15 10 5 0 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 S 0,0363215 R-Sq 5,3% R-Sq(adj) 3,9% Perokok (% ) P en de ri ta T u be rk u lo si s (% ) 25 20 15 10 5 0 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 S 0,0363371 R-Sq 6,7% R-Sq(adj) 3,8%

5. Pengepasan pola garis linier (a) dan kuadratik (b) antara jumlah posyandu dan persentase penderita TB

b

a b

6. Pengepasan pola garis linier (a) dan kuadratik (b) antara persentase penderita gizi buruk dan persentase penderita TB

a b

7. Pengepasan pola garis linier (a) dan kuadratik (b) antara persentase perokok dan persentase penderita TB

(26)

18

Gizi Buruk pada Balita (% )

P en de ri ta T u be rk u lo si s (% ) 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 S 0,0373250 R-Sq 0,0% R-Sq(adj) 0,0%

Gizi Buruk pada Balita (% )

P en de ri ta T u be rk u lo si s (% ) 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 S 0,0375918 R-Sq 0,1% R-Sq(adj) 0,0%

8. Pengepasan pola garis linier (a) dan kuadratik (b) antara persentase gizi buruk pada balita dan persentase penderita TB

(27)

Lampiran 4 Plot kenormalan model otoregresif spasial

Lampiran 5 Diagram pencar galat dan nilai dugaan pada model otoregresif spasial

Lampiran 6 Plot kenormalan model galat spasial

.

Lampiran 7 Diagram pencar galat dan nilai dugaan pada model galat spasial

Sisaan P e rs e n ta s e 0,10 0,05 0,00 -0,05 -0,10 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 Nilai Dugaan S is a a n 0,14 0,13 0,12 0,11 0,10 0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0,075 0,050 0,025 0,000 -0,025 -0,050 Sisaan P e rs e n ta s e 0,10 0,05 0,00 -0,05 -0,10 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 Nilaan Dugaan S is a a n 0,13 0,12 0,11 0,10 0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0,075 0,050 0,025 0,000 -0,025 -0,050

Gambar

Gambar 1  Tetangga dalam queen contiguity.
Gambar 4  Peta tematik Kota Bogor.
Tabel 1  Distribusi banyaknya kelurahan berdasarkan interval persentase penderita TB di Kota Bogor  Kelompok   Interval Penderita
Gambar 6  Peta pencilan spasial.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Muhammad bin Abdul Wahhab seorang teolog dan tokoh pembaharu Islam terkemuka dari Arab, pelopor pergerakan pembaharu Islam

Sesuai dengan pasal ini, pelaku usaha yang memproduksi barang dan pemanfaatannya berkelanjutan untuk menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual, demikian

Fallah dan Ubell (2000) membandingkan skor peperiksaan pertengahan semester antara pelajar dalam talian dan tradisional di Institut Teknologi Stevens dan mendapati sedikit atau

Menurut pengalaman Bank Dunia 10-14 tahun terakhir ini, sejumlah faktor utama yang memberikan sumbangan terhadap keberhasilan pemukiman kembali antara lain adalah (i) komitmen

Berdasarkan tinjauan diatas kandungan Nutrisi Apu-apu tegolong cukup lengkap sehinggan bisa dijadikan bahan baku alternatif untuk dijadikan bahan pakan

Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur (Sugiyono, 20011 : 73) atau interview bebas terpimpin ( Suharsimi Arikunto, 1997 :146), yaitu

1) Lead-in dengan melakukan kegiatan yang terkait dengan pengalaman, analisis pengalaman, dan konsep-ide. Dimana dalam pembelajaran ini berhubungan dengan pengalaman atau

Setelah mendengar penjelasan dari guru, bermain scramble dan melakukan tanya jawab, siswa dapat menulis kalimat sederhana yang didiktekan dengan benar.. Materi Pembelajaran