• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Daerah Penelitian

Keadaan umum

Secara keseluruhan kelompok tani hutan kemayarakatan di Kabupaten Lampung Barat berjumlah 31 kelompok yang terdiri dari 5 kelompok telah mendapat izin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) selama 35 tahun dan 26 kelompok mendapat izin sementara selama 5 tahun yang sebagian besar berada di kecamatan Sumberjaya dan Way Tenong. Kelompok tani hutan kemasyarakatan dalam penelitian ini adalah kelompok tani yang telah mendapat Izin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) selama 35 tahun sebanyak 5 kelompok yaitu Kelompok Bina Wana, Kelompok Mitra Wana Lestari Sejahtera, Kelompok Setia Wana Bhakti, Kelompok Rimba Jaya dan Kelompok Rigis Jaya II. Secara administrasi Kelompok Bina Wana terletak di Pekon (desa) Tribudisyukur Kecamatan Sumberjaya, Kelompok Mitra Wana Lestari Sejahtera terletak di Pekon Simpangsari Kecamatan Sumberjaya, Kelompok Setia Wana Bhakti terletak di Pekon Simpangsari Kecamatan Sumberjaya, Kelompok Rimba Jaya terletak di Pekon Tambak Jaya Kecamatan Way Tenong dan Kelompok Rigis Jaya II terletak di Pekon Gunung Terang Kecamatan Way Tenong.

Batas Pekon Tribudisyukur, pada sebelah utara berbatasan dengan Pekon Simpangsari, sebelah selatan berbatasan dengan Pekon Purajaya, sebelah barat dan sebelah timur berbatasan dengan Hutan Lindung. Pekon Tribudisyukur mempunyai luas 727 ha, jumlah penduduk 2.609 jiwa dengan jumlah laki-laki 1.520 jiwa, perempuan 1.089 jiwa, jumlah kepala rumahtangga 752 KK. Sebanyak 470 jiwa mengelola kawasan hutan lindung register 45 B Bukit Rigis. Batas Pekon Simpangsari, pada sebelah utara berbatasan dengan Pekon Sukapura, sebelah selatan berbatasan dengan Pekon Tribudisyukur, sebelah barat berbatasan dengan Pekon Way Petai, dan sebelah timur berbatasan dengan Hutan Lindung. Pekon Simpangsari mempunyai luas 2.483 ha, terletak pada ketinggian 900 m dpl, curah hujan rata-rata 1.500 mm per tahun, suhu rata-rata harian sebesar 32o C, dan termasuk desa sekitar hutan. Jumlah penduduk sebanyak 2.408 orang terdiri dari 1.291 laki-laki, 1.117 orang perempuan, dan 677 KK.

(2)

 

Batas Pekon Tambak Jaya adalah sebelah utara berbatasan dengan Pekon Sanyir, sebelah selatan berbatasan dengan Pekon Argosari, sebelah barat berbatasan dengan Pekon Sekincau, dan sebelah timur berbatasan dengan Pekon Margahayu. Pekon Tambak Jaya mempunyai luas 910,9 ha, terletak pada ketinggian 912 m dpl, curah hujan rata-rata 1.600 mm per tahun, suhu rata-rata harian sebesar 32o C, dan termasuk desa sekitar hutan. Jumlah

penduduk sebanyak 2.280 orang terdiri dari 1.231 laki-laki, 1.049 orang perempuan, dan 587 KK. Batas Pekon Gunung Terang adalah sebelah utara berbatasan dengan Pekon Sumber Sari, sebelah selatan berbatasan dengan Hutan Lindung, sebelah barat berbatasan dengan Pekon Mekarjaya, dan sebelah timur berbatasan dengan Pekon Gedung Surian. Pekon Gunung Terang mempunyai luas 2.393,67 ha, terletak pada ketinggian 1000 m dpl, curah hujan rata-rata 3.000 mm per tahun, suhu rata-rata harian sebesar 30o C, dan

termasuk desa sekitar hutan.

Kecamatan Sumberjaya dan Way Tenong merupakan 2 Kecamatan dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Barat. Kecamatan Sumberjaya berbatasan langsung dengan Kecamatan Way Tenong. Ibu Kota Kecamatan Sumberjaya terletak di Kelurahan Tugu Sari yang berjarak sekitar 76 km dari Ibu Kota Kabupaten (Liwa), dan ibu kota Kecamatan Way Tenong terletak di Kelurahan Fajar Bulan yang berjarak sekitar 56 km dari ibu kota kabupaten. Wilayah keseluruhan berupa daerah yang berbukit-bukit dengan wilayah datar sampai berombak 15%, berombak sampai berbukit 65% dan wilayah berbukit sampai bergunung 20%.

Kelima kelompok tersebut mengelola areal Hutan Lindung Register 45 B (Bukit Rigis) yang merupakan Hulu dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Besai. Register 45B ini berbatasan dengan kawasan hutan lindung regsiter 34 (Tangkit Tebak), Register 32 (bukit Rindingan) dan Register 39 (Kota Agung Utara) Register 45B ini ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung pada masa penjajahan Belanda melalui Besluit Residen No. 117 tanggal 19 Maret 1935 dengan luas 8.295 Ha. Penduduk mulai menempati wilayah ini mulai tahun 1951 melalui program Biro Rekonstruksi Nasional yaitu program transmigrasi dibawah koordinasi ABRI. Penduduk yang ditransmigrasikan ini adalah veteran perang kemerdekaan dari Jawa Barat dan Jawa Tengah. Luas lahan dan jumlah anggota kelompok HKm yang telah memperoleh ijin pengelolaan 35 tahun dapat dilihat pada Tabel 3.

(3)

 

Tabel 3 Luas lahan dan jumlah anggota kelompok tani hutan kemasyarakatan di Kabupaten Lampung Barat

Nama Kelompok Tani

Luas lahan (ha) Jumlah anggota

(KK) Budidaya Perlindungan Luas

Total

Bina Wana 645,00 0 645,00 493

Mitra Wana Lestari Sejahtera 260,76 173,64 260,76 73 Setia Wana Bhakti 259,00 159,96 259,00 145

Rimba Jaya 600,0 0 600,00 297

Rigis Jaya 205,20 74,08 131,84 74

Jumlah 1969,96 407,68 1896,60 1082

Mata pencaharian

Sebagian besar penduduk di wilayah HKm bermatapencaharian sebagai petani, dalam hal ini petani kopi. Mata pencaharian lainnya adalah buruh tani dan buruh di luar tani, wiraswasta serta pegawai negeri sipil/militer. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai buruh dan wiraswasta sebenarnya juga merupakan petani kopi. Mata pencaharian sebagai buruh dan wiraswasta merupakan suatu strategi untuk mengakumulasi modal sehingga mereka menjadi tidak mudah terpengaruh oleh fluktuasi harga dan produksi kopi. Sumber pendapatan dari usahatani tidak seluruhnya dari tanaman kopi. Penduduk umumnya juga mengusahakan tanaman selain kopi seperti lada, buah-buahan, pinang, cengkeh, dan sebagainya. Pola tanam yang umumnya dilakukan adalah tumpangsari dengan kopi. Akan tetapi, sumbangan kopi merupakan yang paling dominan bagi pendapatan petani di Kecamatan Sumberjaya (Sihite, 2001).

Usahatani kopi merupakan sumber terbesar pendapatan petani walaupun usahatani ini umumnya memiliki resiko ketidakpastian akibat kegagalan panen dan harga. Perbedaan kondisi kemiringan lahan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil panen petani. Kebun di lahan yang datar cenderung memberikan hasil panen yang stabil. Lima tahun terakhir cara budidaya kopi yang dilakukan mulai berubah dan ketergantungan kepada input pupuk menjadi relatif lebih tinggi. Kegagalan panen dapat disebabkan perubahan iklim yang cukup ekstrim seperti musim kemarau atau hujan yang panjang. Selain itu, serangan hama dan penyakit juga merupakan faktor penting dalam produksi kopi dan tanaman lainnya.

(4)

 

Karakteristik Rumahtangga Petani HKm

Jumlah anggota rumahtangga

Rata-rata jumlah anggota rumahtangga petani HKm adalah 4 orang dengan kisaran terendah 1 orang dan tertinggi 7 orang. Selanjutnya berdasarkan kriteria rumahtangga yang ditetapkan oleh BKKBN yaitu rumahtangga kecil (jumlah anggota ≤ 4 orang) dan rumahtangga besar (jumlah anggota >4 orang), maka dapat dilihat bahwa sebaran rumahtangga lebih banyak berada pada pada kategori rumahtangga kecil (77,8%), sisanya masuk dalam kategori rumahtangga besar (22,2%). Sebaran jumlah anggota rumahtangga dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran rumahtangga petani HKm berdasarkan ukuran jumlah anggota rumahtangga

No Ukuran rumahtangga Jumlah rumahtangga Jumlah anggota rumahtangga

n % Rata-rata Minimum Maksimum

1 Besar 20 22 5,45 5 7

2 Kecil 70 78 3,36 1 4

Total 90 100 3,82 1 7

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa rumahtangga petani HKm yang termasuk ke dalam kategori rumahtangga kecil jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan rumahtangga petani HKm yang termasuk ke dalam kategori rumahtangga besar. Besarnya jumlah anggota rumahtangga akan berpengaruh terhadap jumlah pangan yang dikonsumsi oleh anggota rumahtangga. Menurut den hartog et al. (1995) ukuran rumahtangga (household size) merupakan penentu dalam konsumsi pangan. Semakin besar ukuran keluarga semakin sedikit pangan tersedia yang yang dapat didistribusikan pada anggota rumahtangga. Selain itu, pada rumahtangga yang sangat miskin, jumlah anggota rumahtangga yang sedikit akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makannya sedangkan pada rumahtangga yang besar mungkin pangan yang tersedia cukup untuk rumahtangga yang besarnya setengah dari rumahtangga tersebut (Khomsan, 1996).

(5)

 

Umur kepala dan ibu rumahtangga

Rata–rata umur kepala rumahtangga petani HKm adalah 42 tahun, dengan kisaran terendah pada umur 24 tahun dan tertinggi pada umur 72 tahun. Sedangkan rata-rata umur ibu adalah 36 tahun, dengan kisaran terendah pada umur 18 tahun dan tertinggi pada umur 62 tahun. Selanjutnya bila umur kepala rumahtangga dan ibu dikelompokkan ke dalam rentang 0-18 tahun, 19-29, tahun, 30-49 tahun, 50-64 tahun dan >65 tahun (Hardinsyah dan Tambunan, 2004), maka hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran rumahtangga petani HKm berdasarkan kelompok umur kepala dan ibu rumahtangga

No. Kelompok umur

(tahun) n % Jumlah ht Rata-rata Minimum Umur Maksimum Kepala rumahtangga 1. <19 0 0,0 0 0 0 2. 19 – 29 5 5,6 26,7 19 29 3. 30 – 49 58 64,4 36,6 30 49 4. 50 – 64 26 28,9 57,4 50 64 5. >65 1 1,1 65 65 65 Total 90 100,0 42,2 24 72 Ibu rumahtangga 1. <19 2 2,2 18 18 18 2. 19 – 29 20 22,2 24,6 19 29 3. 30 – 49 57 63,4 36,7 30 49 4. 50 – 64 11 12,2 54,6 50 64 5. >65 0 0,0 0 0 0 Total 89 100,0 36,3 18 62

Sebagian besar kepala dan ibu rumahtangga berumur antara 30–49 tahun (64,4% kepala rumahtangga dan ibu 63,4%). Jika dilihat usia poduktif yang terletak pada umur 15–65 tahun, maka usia kepala rumahtangga yang termasuk dalam kategori usia produktif sebanyak 99,9% dan ibu sebanyak 100%. Bila ditinjau dari aspek konsumsi energi maka hampir seluruh kepala dan ibu rumahtangga berada pada usia produktif untuk bekerja, artinya pada rumahtangga petani HKm membutuhkan konsumsi energi yang besar untuk bekerja. Sedangkan jika ditinjau dari aspek tenaga kerja artinya banyak tenaga kerja pada komposisi penduduk yang berada pada usia produktif dan membutuhkan lapangan kerja. Lapangan kerja yang tersedia selama ini adalah

(6)

 

menjadi petani pengolah lahan garapan. Mengingat jumlah lahan garapan kelompok yang luasnya hanya 1969,96 hektar maka pemerintah harus memikirkan untuk menciptakan lapangan kerja baru bagi tenaga kerja yang memiliki ketrampilan lain selain bertani.

Bila ditinjau dari aspek kemampuan reproduksi jumlah kepala dan ibu rumahtangga yang memiliki umur 19-49 tahun adalah 70% dan 85,5 % artinya bahwa potensi bertambahnya penduduk besar. FAO (1989) menjelaskan bahwa hampir semua wanita umur 15–49 tahun memiliki potensi untuk hamil dan hampir semua laki– laki dapat menjadi ayah dari anak–anak, meskipun potensinya semakin menurun.

Tingkat pendidikan formal kepala dan ibu rumahtangga

Rata–rata lama pendidikan kepala rumahtangga adalah 7 tahun dengan pendidikan terendah 0 tahun dan tertinggi 12 tahun. Sedangkan rata–rata tingkat pendidikan ibu rumahtangga adalah 6 tahun dengan kisaran terendah 0 tahun dan tertinggi 16 tahun. Tingkat pendidikan kepala dan ibu rumahtangga dapat dikelompokkan berdasarkan kriteria Badan Pusat Statistik, yaitu lama pendidikan 0 tahun (tidak sekolah), 1-6 tahun (SD), 7–9 tahun (SLTP), 10–12 tahun (SLTA), dan >12 tahun (PT). Sebaran mengenai tingkat penddikan kepala rumahtangga dan ibu hal ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran rumahtangga petani HKm berdasarkan tingkat pendidikan formal kepala dan ibu rumahtangga

No Tingkat pendidikan

(tahun) Jumlah rumahtangga n % ht ht Rata-rata MinimumUmur Maksimum

Kepala rumahtangga 1. 0 (Tidak Sekolah) 2 2,2 0,0 0 0 2. 1 – 6 (SD) 49 54,4 5,8 1 6 3. 7 – 9 (SLTP) 34 5,6 8,9 7 9 4. 10 – 12 (SLTA) 5 37, 8 11,8 11 12 5. >12 (PT) 0 0,0 5,0 0 0 Total 90 100,0 0,0 0 12 Ibu rumahtangga 1. 0 (Tidak Sekolah) 4 4,5 0,0 0 0 2. 1 – 6 (SD) 58 65,2 5,9 4 6 3. 7 – 9 (SLTP) 22 24,7 8,9 7 9 4. 10 – 12 (SLTA) 3 3,4 12,0 12 12 5. >12 (PT) 2 2,2 15,0 14 16 Total 89 100,0 6,7 0 16

(7)

 

Keterangan: Terdapat satu kepala rumahtangga yang tidak beristri

Tingkat pendidikan formal kepala dan ibu rumahtangga paling banyak adalah pada tingkat SD (54,4% untuk kepala rumahtangga dan ibu 65,2%). Jumlah ibu rumah tangga yang tidak memiliki pendidikan formal lebih banyak (4,5%) dibandingkan dengan kepala rumahtangga (2,2%), akan tetapi tidak terdapat kepala rumahtangga yang berpendidikan sampai tingkat Perguruan Tinggi (0%), sedangkan ibu sebanyak (2,2%) berpendidikan sampai Peguruan Tinggi. Rendahnya tingkat pendidikan sebagian besar kepala dan ibu rumahtangga ini mungkin disebabkan lokasi tempat tinggal yang jauh dari akses pendidikan. Hal ini dapat memberikan dampak terhadap seluruh aspek kehidupan seperti pengambilan keputusan, pengetahuan kesehatan, pengetahuan gizi, dan lainnya.

Tingkat pendidikan berkaitan dengan wawasan dan pengetahuannya mengenai sumber-sumber gizi dan jenis-jenis makanan yang dikandungnya yang baik untuk konsumsi keluarga (Nielhof,1998). Tingkat pendidikan formal turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Pengetahuan gizi ibu misalnya, juga turut mempengaruhi pola konsumsi pangan keluarga. Ibu, sebagai pengambil keputusan dalam menentukan pola makanan keluarga, memliki preferensi dan cara tersendiri dalam menentukan menu makanan keluarga (Suhardjo, 1995). Berkaitan erat dengan pengetahuan gizi ibu adalah tingkat pendidikan kepala keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga, maka semakin luas pengetahuan yang dimilikinya, termasuk mengenai sumber-sumber makanan atau pangan bergizi yang baik untuk dikonsumsi bagi keluarganya.

Pekerjaan sampingan

Selain memiliki pekerjaan utama sebagai petani, kepala rumahtangga memiliki pekerjaan sampingan. Pekerjaan sampingan rumahtangga petani HKm terdiri dari 5 jenis pekerjaan yaitu beternak, buruh, pedagang, mengojek, dan kelompok lain-lain. Pekerjaan sampingan sebagai buruh atau upahan merupakan pekerjaan sampingan terbanyak dengan jumlah rumahtangga 46 (51,1%), diikuti mengojek dengan jumlah rumahtangga 18 (20,0%), beternak dengan jumlah rumahtangga 11 (12,2%), berdagang dengan jumlah rumahtangga 9 (10,0%), dan kelompok lain-lain dengan jumlah rumahtangga 6

(8)

  ( p d G s s t g m s a m p S d p ( p y (6,7%) yang penjahit, tan dapat dilihat Gambar 2 S k Peke saat merek sampingan tidak terlalu garapannya memiliki ase sebagai pek ayam, itik da mencukupi panen maup Suku asal Suku dan Lampu persentase (2,2%). De persentase yang bersuk g terdiri dari ni nilam, dan t pada Gamb Sebaran rum kepala ruma erjaan samp ka tidak m sebagai bu luas sehin sedangkan et berupa m kerjaan sam an angsa. P kebutuhann pun terjadiny u rumahtang ung. Kepal tertinggi (5 emikian pul tertinggi (4 ku Sumendo 0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% Persentase pekerja be n tukang pijit bar 2. mahtangga p ahtangga. pingan para melakukan a ruh dilakuka gga memilik n mengojek motor. Jenis mpingan unt Pekerjaan sa ya, terutam ya penuruna gga petani H a rumaht 50%), Jawa a ibu rum 9,4%), Jaw o (0%). % % % % % % % Buruh ngkel, usah . Sebaran p petani HKm m petani hutan aktivitas be an oleh rum ki sisa wakt biasanya d hewan terna uk menamb ampingan jug a untuk me an harga. HKm terdiri d tangga yan a (43,3%), mahtangga y a (47,2%), Mengojek a penggiling ekerjaan sa menurut pek n kemasyara ertani di la mahtangga y tu dalam m dilakukan ole ak yang dius bah penghas ga merupak engantisipas dari suku Su ng bersuku Lampung ( yang bersuk Lampung ( Beternak B gan tepung, mpingan rum kerjaan sam akatan dilak ahannya. yang memili mengolah se eh rumahtan sahakan rum silan adalah kan upaya pe i timbulnya unda, Jawa, u Sunda m (4,4%) dan ku Sunda m (3,4%), dan Berdagang L pengrajin, mahtangga pingan kukan pada Pekerjaan ki garapan ndiri lahan ngga yang mahtangga h kambing, etani untuk kegagalan , Semendo mempunyai Sumendo mempunyai tidak ada Lainnya

(9)

 

Tabel 7 Sebaran rumahtangga petani HKm berdasarkan suku kepala dan ibu rumahtangga

No.

Suku Jumlah kepala rumahtangga Jumlah ibu rumahtangga

n % n % 1. Jawa 39 43,3 42 47,2 2. Lampung 4 4,4 3 3,4 3. Semendo 2 2,2 0 0 4. Sunda 45 50,0 44 49,4 Total 90 100,0 89 100,0

Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa mayoritas suku kepala rumahtangga maupun ibu petani HKm adalah Sunda dan Jawa, sedangkan penduduk asli (suku Lampung) justru sedikit persentasenya. Hal ini disebakan daerah penelitian merupakan daerah sasaran transmigrasi melalui program Biro Rekonstruksi Nasional yaitu program transmigrasi dibawah koordinasi ABRI. Penduduk mulai menempati wilayah ini mulai tahun 1951. Penduduk tersebut berasal dari berbagai daerah di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Suku, budaya dan adat istiadat dapat menentukan pola makan seseorang. Pola sosial budaya dan kesukaan seseorang serta situasi akan mempengaruhi kebiasaan makan, jumlah dan jenis pangan cukup tersedia, cara rumahtangga dan seseorang memilih pangan yang tersedia merupakan faktor yang mempengaruhi status gizi. Suku jawa dan sunda yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi sayur-sayuran pangan sumber protein nabati seperti tempe dan tahu lebih banyak dibanding pangan sumber protein hewani.

Lama menetap

Petani Hkm sebagian besar bukan merupakan penduduk asli Lampung Barat. Mereka merupakan penduduk pendatang yang berasal dari daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah serta luar kabupaten yang datang beberapa tahun yang lalu untuk kemudian menetap di lokasi HKm. Sekitar 42,2 % kepala rumahtangga dan 36,7 % ibu rumahtangga telah menetap di lokasi tempat tinggal saat ini antara 19-36 tahun. Sebaran lama menetap kepala dan ibu rumahtangga dapat dilihat pada Tabel 8.

(10)

 

Tabel 8 Sebaran rumahtangga petani HKm berdasarkan lama menetap kepala dan ibu rumahtangga

Lama menetap Jumlah kepala Jumlah ibu

n % n %

1. 3-18 tahun 30 33,3 42 46,7

2. 19–36 tahun 38 42,2 33 36,7

3. >36 tahun 22 24,4 15 16,7

Total 90 100,0 89 100,0

Rumahtangga petani HKm sebagian besar telah menetap di tempat tinggal sekarang selama lebih dari 2 generasi. Waktu yang lama ini telah menyebabkan mereka berbaur antar suku dan beradaptasi dengan kondisi lingkungannya yang berupa hutan. Suhardj0 (1989) menyatakan bahwa kondisi ekosistem mempunyai peran yang dominan terhadap terbentuknya pola konsumsi pangan. Dalam hal ini hutan merupakan penghasil berbagai jenis sayuran dan buah-buahan. Hal ini diduga berpengaruh terhadap pola makan rumahtangga petani Hkm saat ini.

Pendapatan rumahtangga

Pendapatan rumahtangga berasal dari pendapatan HKm dan luar HKm. Pendapatan dari HKm sebagian besar berasal dari hasil penjualan kopi dari lahan HKm. Pendapatan luar HKm diperoleh dari hasil pekerjaan di luar Hkm seperti usaha tani di luar lahan HKm dan usaha lainnya.

Tabel 9 Gambaran pendapatan rumahtangga petani HKm per kapita/bulan dari HKm dan luar HKm

Jenis pendapatan Minimum (Rp.) Rata-rata (Rp.) Maksimum (Rp.) % Pendapatan HKm 74.900 327.452 941.667 64,5 Pendapatan Luar HKm 138.889 182.172 1.218.333 35,7 Total 206.965 509.626 1.415.875 100,0

Rata-rata pendapatan rumahtangga petani HKm adalah Rp. 509.626 per kapita/bulan dengan jumlah minimum Rp. 206.965 per kapita/bulan dan maksimum Rp 1.415.875 per kapita/bulan. Jika menggunakan perhitungan rasio gini diperoleh hasil rasio gini pendapatan sebesar 0,21 yang artinya bahwa kesenjangan pendapatan per kapita rumahtangga petani HKm rendah atau pendapatannya cenderung merata. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 3. Luas

(11)

 

areal yang dibentuk oleh Perfect line dan Lorenz curve menggambarkan sebaran pendapatan rumahtangga petani HKm.

Gambar 3 Sebaran pendapatan per kapita rumahtangga petani HKm.

BPS (2008) menetapkan bahwa standar garis kemiskinan untuk wilayah pedesaan di Indonesia secara nasional adalah Rp. 146.837 per kapita/bulan dan untuk Propinsi Lampung Rp. 145.637 per kapita/bulan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa seluruh rumahtangga petani HKm memiliki pendapatan lebih tinggi daripada standar garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS baik secara nasional maupun secara wilayah Lampung. Pendapatan rumahtangga yang cukup tinggi ini mengartikan bahwa rumahtangga petani Hkm sudah sejahtera sehingga sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizinya. Oleh karena itu selain untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, sebagian pendapatan digunakan untuk menaikkan investasi dengan membeli lahan, kebun dan pekarangan. Fenomena ini banyak terjadi mengingat adanya kekhawatiran petani Hkm jika suatu saat nanti tidak lagi diijinkan untuk mengelola kawasan hutan maka mereka akan kehilangan sumber kehidupan. Oleh karena itu sebagian pendapatan ditabung dan digunakan untuk membeli lahan yang berada di luar kawasan hutan untuk menjamin keberlangsungan hidup mereka sehingga mereka merasa lebih tenteram.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Persen  Kumulatif  (%) Perfect line Lorenz curve

(12)

 

Pengeluaran rumahtangga

Secara umum pengeluaran rumahtangga dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan. Pengeluaran pangan adalah jumlah uang yang dibelanjakan untuk penyediaan pangan, sedang pengeluaran non pangan adalah jumlah uang yang dibelanjakan untuk keperluan selain pangan seperti untuk kesehatan, pendidikan, perumahan, pakaian, pesta/selamatan, transportasi dan lain-lain. Pengeluaran pangan dan non pangan rumahtangga petani HKm per kapita/bulan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Gambaran biaya pengeluaran rumahtangga petani HKm berdasarkan kelompok pengeluaran

Kelompok Pengeluaran

(Rupiah per kapita/bulan)

% Rata-rata Minimum Maksimum Jumlah

Pangan 213.136 130.944 327.993 19.182.273 51,9 Non Pangan 197.851 57.917 692.750 17.806.631 48,1

Total 410.987 201.809 976.107 36.988.904 100,0

Data yang disajikan pada Tabel 10 menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran kelompok pangan rata-rata rumahtangga petani HKm adalah 51,9% dari total pengeluaran, dengan rata-rata pengeluaran pangan adalah Rp. 213.136 per kapita/bulan dengan jumlah terendah Rp. 130.944 per kapita/bulan dan tertinggi Rp. 327.993 per kapita/bulan. Sedangkan pengeluaran rumahtangga untuk kebutuhan non pangan adalah 48,1 % dari total pengeluaran dengan jumlah rata-rata Rp. 197.851 per kapita/bulan pada kisaran terendah Rp. 57.917 per kapita/bulan dan tertinggi Rp. 692.750 per kapita/bulan. Artinya adalah proporsi pengeluaran pangan rumahtangga petani HKm lebih besar jika dibandingkan dengan pengeluaran non pangannya.

Kemampuan rumahtangga dalam memenuhi kebutuhan pangannya dalam hal ini kemampuan untuk menyediakan pangan merupakan salah satu prasyarat agar gizi anggota rumahtangga tercukupi. Pengeluaran pangan rumahtangga petani HKm dikelompokkan ke dalam sembilan kelompok jenis pangan yaitu kelompok padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, kacang-kacangan, sayur dan buah, buah/biji berminyak, minyak dan lemak, gula serta lainnya.

(13)

 

Data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa pengeluaran pangan terbesar rumahtangga petani HKm adalah untuk pengeluaran pangan sumber energi kelompok padi-padian, diikuti oleh kelompok sayur dan buah serta kelompok pangan sumber protein hewani.

Tabel 11 Pengeluaran pangan per kapita/bulan rumahtangga petani HKm berdasarkan kelompok pangan

No Jenis Kelompok Pangan Rata-rata (Rp.) Minimum (Rp.) Maksimum (Rp.) Total (Rp.) % 1 Padi-padian 67.584 27.949 118.190 6.082.574 31,7 2 Umbi-umbian 3.062 0 22.813 275.534 1,4 3 Pangan Hewani 43.168 8.681 117.661 3.885.104 20,3 4 Kacang-kacangan 8.767 2.000 22.813 789.063 4,1 5 Sayur dan buah 39.334 9.135 109.510 3.540.104 18,5 6 Minyak dan lemak 9.669 2.125 26.389 870.195 4,5 7 Buah biji

berminyak 5.819 0 22.668 523.789 2,7

8 Gula 15.449 1.652 38.813 1.390.388 7,2

9 Lain-lain 20.284 2.206 105.967 1.825.524 9,5 Total 213.136 130.944 327.993 19.182.273 100,0

Alokasi pengeluaran untuk padi-padian adalah 31,7% dengan rata-rata pengeluaran Rp. 67.584 per kapita/bulan dengan jumlah terendah Rp 27.949 per kapita/bulan dan tertinggi Rp. 118.190 per kapita/bulan diikuti oleh kelompok pangan hewani (20,3%) serta sayur dan buah (18,5%). Rata-rata pengeluaran kelompok sayur dan buah adalah Rp 39.334 per kapita/bulan dengan jumlah terendah Rp. 9.135 per kapita/bulan dan tertinggi Rp. 109.510 per kapita/bulan. Untuk kelompok pangan hewani rata-rata pengeluaran adalah Rp. 43.168 per kapita/bulan dengan jumlah terendah Rp. 8.681 per kapita/bulan dan tertinggi Rp. 117.661 per kapita/bulan. Pengeluaran terendah adalah untuk kelompok umbi-umbian (1,4%) pada rata-rata Rp. 3.062 per kapita/bulan dengan jumlah terendah Rp. 0 dan tertinggi Rp. 22.813 per kapita/bulan. Hal ini disebabkan karena konsumsi umbi-umbian pada rumahtangga sangat sedikit.

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pengeluaran pangan padi-padian sebagai sumber energi serta pangan hewani dan kacang-kacangan sebagai sumber protein akan berpengaruh besar terhadap pengeluaran sehingga semakin besar pengeluaran untuk membeli pangan akan semakin besar pula pengeluaran untuk pangan padi-padian, hewani dan kacang-kacangan. Hal

(14)

 

tersebut akan mengakibatkan semakin besar pula jumlah energi dan protein yang dikonsumsi oleh rumahtangga petani HKm.

Kebiasaan Konsumsi Pangan

Frekuensi makan

Frekuensi makan rumahtangga petani Hkm 100 % menunjukkan makan 3 kali sehari yaitu sarapan pagi, siang dan malam hari dengan makanan pokok seluruhnya nasi. Untuk memenuhi makan nasi 3 kali sehari tersebut sebagian besar (54,4 %) rumahtangga memasak 2 kali sehari dan sisanya (45,6%) memasak 1 kali sehari. Frekuensi masak biasanya dipengaruhi oleh banyaknya jumlah anggota rumahtangga. Bagi rumahtangga dengan anggota rumahtangga besar umumnya memasak 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari.

Tabel 12 Sebaran rumahtangga petani HKm berdasarkan frekuensi memasak No. Frekuensi memasak Jumlah rumahtangga

n %

1. 1 kali sehari 41 45,6

2. 2 kali sehari 49 54,4

Total 90 100,00

Seluruh rumahtangga mengkonsumsi nasi untuk sarapan. Kebiasaan ini disebabkan sebagai petani mereka membutuhkan energi yang besar untuk bekerja dan nasi dianggap lebih mengenyangkan dibanding makanan lainnya. Suharjo (1995) menyatakan bahwa pilihan jenis makanan untuk sarapan pada masyarakat pedesaan dimana pada pagi hari masih dapat berperilaku secara santai maka sarapan nasi adalah pilihan yang selaras akan tetapi dalam kehidupan kota yang modern dimana orang dituntut untuk bertindak dan berbuat serba cepat, maka roti adalah bahan sarapan yang sesuai. Selain makanan pokok berupa nasi, sayur dan lauk masih ditambah dengan makanan selingan yang yang terdiri dari teh atau kopi dan makanan ringan berupa gorengan. Frekuensi makanan selingan adalah sering (78%), jarang 22,2% dan tidak pernah 6,7%. Sebaran rumahtangga petani HKm berdasarkan frekuensi makan makanan selingan dapat dilihat pada Tabel 13.

(15)

 

Tabel 13 Sebaran rumahtangga petani HKm berdasarkan frekuensi makan makanan selingan

No. Frekuensi makan makanan selingan Jumlah rumahtangga

n %

1. Sering (1-3 kali sehari) 64 71,0 2. Jarang (1–3 kali seminggu) 20 22,2

3. Tidak pernah 6 6,7

Total 90 100,0

Waktu makan makanan selingan bervariasi yaitu pagi hari setelah sarapan, siang setelah makan dan sore hari. Ada juga yang makan makanan selingan pada malam hari. Makan makanan selingan ini biasanya dilakukan sebelum pergi ke kebun, siang hari pada saat beristirahat dari bekerja atau sore hari setelah pulang dari kebun, bahkan kadang-kadang minuman dan makanan selingan dibawa ke kebun sebagai bekal. Jenis makanan yang dikonsumsi sebagai selingan adalah minuman kopi dan teh dengan jenis makanan kombinasi antara bakwan, pisang goreng, singkong goreng, kripik dan krupuk. Pisang goreng merupakan makanan selingan yang paling sering dikonsumsi kemudian krupuk singkong, bakwan, kripik dan singkong goreng.

Tabel 14 Sebaran rumahtangga petani HKm berdasarkan waktu makan makanan selingan

No. Frekuensi makan makanan selingan Jumlah rumahtangga

n %

1. Pagi saja,siang saja dan malam saja 37 41,0 2. Pagi dan siang, pagi dan sore saja 19 21,0

3. Pagi, siang dan sore 5 5,5

3. Tidak tentu 29 32,0

Total 90 100,0

Jenis makanan

Rumahtangga petani HKm mayoritas beretnis Jawa dan Sunda, dari hasil penelitian tidak terdapat perbedaan terhadap pola makan mereka. Jenis bahan makanan yang dikonsumsi adalah beras, mie, singkong, jagung, ubi jalar, kentang, sagu, talas, ikan asin, ikan segar (ikan mas), telur, ayam, daging sapi, tempe, oncom, kacang hijau, kacang merah, kacang tanah, kedelai, emping, bayam, kangkung, kacang panjang, daun singkong, nangka, sawi, tauge, gambas, wortel, kol, labu siam, daun labu, terong, daun tangkil, cabe, buncis,

(16)

 

tangkil, tomat, pepaya, pisang, melon, semangka, alpukat, jambu air, mangga, jeruk, minyak sawit, margarine, kelapa, kemiri, gula pasir, gula merah, sirup, minuman jadi, teh, kopi, lada, merica, garam, MSG, kunyit, jahe serta jajanan. Beras merupakan bahan makanan pokok yang selalu tersedia untuk dikonsumsi rumahtangga. Lauk hewani yang dikonsumsi adalah ikan asin, ikan segar (mas), telur dan ayam. Daging dikonsumsi setahun sekali pada hari raya saja. Lauk nabati yang sering dikonsumsi adalah tempe dan tahu sedangkan sayur-sayuran yang sering dikonsumsi adalah kangkung, bayam, kacang panjang, sawi, dan sayur asam. Buah buahan yang sering dikonsumsi adalah pisang dan pepaya. Rumahtangga petani HKm mengkonsumsi minyak dan gula setiap hari. Minyak digunakan untuk menumis sayur, menggoreng lauk dan makanan selingan sedangkan gula selain digunakan untuk campuran memasak juga sebagai minuman dicampur dengan kopi dan teh. Kelapa dan kemiri digunakan untuk mengolah sayuran.

Jenis pangan pokok yang dikonsumsi setiap hari seperti penduduk Indonesia pada umumnya yaitu beras (100%). Mie dikonsumsi 1-2 kali seminggu oleh 71 % rumahtangga dan umumnya hanya untuk anak-anak sedangkan jagung jarang dikonsumsi (25% rumahtangga). Antang (2002) menyatakan bahwa penyebab suatu pangan menjadi pangan pokok adalah pangan tersebut dikonsumsi secara teratur oleh rumahtangga atau masyarakat dalam jumlah yang cukup besar dan memberikan sumbangan terbesar dari konsumsi energi total. Singkong dikonsumsi kurang dari 1 bulan sekali oleh 46,7% rumahtangga petani HKm sebagai makanan selingan. Ubi jalar, kentang dan talas jarang dikonsumsi. Sekitar 74,5 % rumahtangga tidak pernah mengkonsumsi ubi jalar, 46,7 % tidak pernah mengkonsumsi kentang dan 40 % tidak pernah mengkonsumsi talas. Hal ini mungkin berkaitan selain dengan tidak terbiasa mengkonsumsi umbi juga karena ketersediaan ketiga jenis umbi tersebut sedikit. Umbi-umbian tidak ditanam di lahan HKm karena hama babi hutan. Selain padi-padian dan umbi-umbian sebagai sumber energi, kelompok pangan yang dikonsumsi oleh rumahtangga petani HKm adalah pangan hewani dan kacang- kacangan sebagai sumber protein.

(17)

 

Tabel 15 Sebaran rumahtangga petani HKm menurut frekuensi konsumsi beberapa jenis bahan makanan

Bahan Pangan

Frekuensi mengkonsumsi

Jumlah Tiap hari Sering * Jarang** pernah Tidak

Jumlah RT Jumlah RT Jumlah RT Jumlah RT Jumlah RT n % n % n % n % n % Beras Mie Singkong Ubi jalar Kentang Ikan asin Ikan segar Telur Ayam Daging Tempe Tahu Bayam Kangkung Sawi Kacang panjang Pepaya Pisang Minyak sawit Kelapa Gula pasir 90 16 5 0 0 21 0 10 0 0 9 7 8 5 0 3 5 3 90 6 90 100,0 17,8 5,6 0,0 0,0 23,3 0,0 11,1 0,0 0,0 10,0 7,8 8,9 5,6 0,0 3,3 5,6 7,8 100 6,7 100,0 0 64 31 5 12 63 39 29 3 0 79 80 72 50 58 56 25 68 0 54 0 0,0 71,1 34,4 5,6 13,3 70,0 43,3 32,2 3,3 0,0 87,8 88,9 80,0 77,8 64,4 62,2 27,8 75,0 0,0 60,0 0,0 0 10 42 18 36 3 49 49 85 43 2 3 8 15 26 29 45 15 0 27 0 0,0 11,1 46,7 20,0 40,0 3,3 54,4 54,4 94,4 47,8 2,2 3,3 8,9 16,7 28,9 32,2 50,0 16,7 0,0 30,0 0,0 0 0 12 67 42 3 2 2 2 47 0 0 2 0 6 2 15 0 0 3 0 0,0 0,0 13,3 74,5 46,7 3,3 2,3 2,3 2,3 52,2 0,0 0,0 2,3 0,0 6,7 2,3 16,7 0,0 0,0 3,3 0,0 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

*) Lebih dari 1 kali sebulan dan minimal 4 kali seminggu ** ) Kurang dari 1 kali sebulan

Data yang disajikan pada Tabel 15 menunjukkan bahwa pangan sumber protein hewani yang paling sering dikonsumsi adalah ikan asin. Hasil penelitian menyebutkan sebanyak 23,3 % rumahtangga mengkonsumsi ikan asin setiap hari, 70 % mengkonsumsi ikan asin seminggu 3 sampai 4 kali, sisanya jarang dan tidak pernah mengkonsumsi ikan asin. Ikan asin ini merupakan lauk hewani yang paling sering dikonsumsi karena harganya yang relatif murah dibanding lauk hewani lainnya serta mudah didapatkan karena banyak tersedia di warung-warung dan awet/tidak cepat rusak. Selain ikan asin, ikan mas merupakan lauk hewani yang dikonsumsi. Sekitar 43% rumahtangga mengkonsumsi ikan mas seminggu 1 sampai 2 kali. Ikan mas lebih sering dikonsumsi dibandingkan dengan ayam. Ikan mas disukai oleh sebagian besar rumahtangga dengan

(18)

 

alasan rasanya enak dan lembut. Beberapa rumahtangga memiliki kolam ikan baik di lahan HKm maupun di lahan pekarangan sebagai sumber produksi ikan. Ayam dikonsumsi oleh 85 % rumahtangga dengan frekuensi hanya 1 bulan sekali. Ayam merupakan salah satu lauk hewani yang disukai namun dikonsumsi hanya 1 sampai 2 kali dalam sebulan diduga karena beberapa hal. Harga ayam relatif lebih mahal dan sulit didapatkan karena lebih cepat rusak dibanding ikan asin dan telur. Warung yang ada di sekitar tempat tinggal rumahtangga jarang menjual ayam dan tidak ada pedagang keliling yang menjajakan ayam. Mengingat lokasi rumahtangga petani HKm berada di daerah yang jauh dari akses perdagangan maka rumah tangga lebih mengutamakan pangan yang dapat disimpan dalam waktu lama. Meskipun sebenarnya rumahtangga memiliki ternak ayam namun tidak dikonsumsi sendiri karena merupakan aset bagi mereka. Telur dikonsumsi setiap hari oleh 11,1 % rumahtangga sebagai lauk bagi anak-anak balita dan usia sekolah. Konsumsi untuk anak sekolah ini disebabkan karena telur relatif lebih mudah diolah dan disajikan untuk untuk sarapan pada pagi hari. Daging sapi dan kambing sangat jarang dikonsumsi, umumnya hanya 1 sampai 2 kali dalam setahun yaitu pada waktu hari raya saja.

Tempe dan tahu merupakan kacang-kacangan sumber protein nabati yang paling sering dikonsumsi. Tempe dikonsumsi 1 sampai 3 kali seminggu oleh 87,8 % rumahtangga sedangkan tahu oleh 88,9 % rumahtangga. Hal ini disebabkan karena tempe dan tahu merupakan bahan pangan yang enak, murah, mudah didapatkan dan mudah diolah serta tidak cepat busuk. Jenis kacang-kacangan seperti kacang hijau, kacang tanah, kedelai, dan kacang merah jarang dikonsumsi dan beberapa rumahtangga bahkan tidak pernah. Jenis kacang–kacangan ini hanya dikonsumsi dengan frekuensi rata-rata 1 bulan sekali.

Sayuran yang banyak dikonsumsi rumahtangga petani HKm biasanya merupakan hasil produksi di lahan Hkm dan kebun mereka seperti daun melinjo, bayam, kangkung, kacang panjang, daun singkong, nangka, daun labu, wortel, terong, cabe serta tomat. Sayuran yang tidak diproduksi sendiri biasanya didapatkan dari membeli atau diberi oleh tetangganya. Kangkung, bayam, kacang panjang, sayur asam, sawi, serta daun singkong dikonsumsi dengan frekuensi 1 sampai 2 kali seminggu sedangkan sayuran lain seperti terong, nangka, labu siam, wortel, toge dikonsumsi hanya 1 sampai 2 kali dalam sebulan. Pisang dan pepaya adalah buah-buahan yang banyak dikonsumsi, hal

(19)

 

ini diduga disebabkan karena buah-buahan tersebut mudah didapatkan. Kedua jenis buah-buahan tersebut banyak diproduksi di lahan HKm dan kebun mereka. Pisang dan pepaya dikonsumsi 3 sampai 4 kali dalam seminggu. Selain dikonsumsi segar pisang diolah menjadi makanan lain seperti pisang goreng. Jenis buah lainnya seperti alpukat, jeruk, mangga dan melon jarang dikonsumsi karena untuk mendapatkannya harus membeli terlebih dahulu di pasar.

Minyak sawit dikonsumsi setiap hari oleh rumahtangga untuk menumis sayur atau menggoreng lauk dan makanan selingan, sedangkan kelapa digunakan seminggu 1 sampai 3 kali sebagai campuran untuk membuat sayur santan yang penggunaannya bersamaan dengan penggunaan kemiri.

Jumlah pangan

Jumlah berbagai jenis bahan makanan yang dikonsumsi dan sumbangan energi serta protein dihitung berdasarkan jenis pangan. Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 16 menunjukkan bahwa konsumsi beras rumahtangga petani HKm rata-rata adalah 268,9 gram per kapita/hari atau 98,2 Kg per kapita/tahun. Umbi yang paling banyak dikonsumsinya adalah singkong dengan berat rata-rata 32,7 gram per kapita/hari atau 12 Kg per kapita/tahun. Konsumsi ini masih kurang jika dibandingkan dengan standar ideal konsumsi sebesar 100 gram umbi-umbian setara singkong.

Kelompok pangan hewani yang paling banyak dikonsumsi adalah ikan segar dengan rata-rata 20,4 gram per kapita/hari 7,5 Kg per kapita/tahun. Meskipun jumlah ikan segar yang dikonsumsi lebih banyak dibandingkan dengan konsumsi rata-rata ikan asin yaitu 13,8 gram per kapita/hari atau 5 Kg per kapita/tahun namun dari segi frekuensi makan ikan asin lebih sering dikonsumsi oleh sebagian besar rumahtangga responden. Daging merupakan pangan hewani yang paling jarang dan paling sedikit dikonsumsi. Konsumsi daging rata-rata adalah 1 gram per kapita/hari atau 0,4 Kg per kapita/hari. Hal ini diduga disebabkan karena harganya relatif mahal dan sulit didapatkan. Daging hanya dijual di pasar yang memiliki jarak puluhan kilometer dari lokasi tempat tinggal rumahtangga. Lauk hewani umumnya diolah dengan cara digoreng saja atau digoreng kemudian disambal.

(20)

 

Tabel 16 Jumlah beberapa bahan makanan yang dikonsumsi rumahtangga petani HKm

Bahan makanan

Gram per kapita/hari Kilogram per kapita/tahun Rata-rata Simpangan baku Rata-rata Simpangan baku Beras 268,9 37,5 98,2 13,7 Mie 10,7 8,4 3,9 3,3 Singkong 32,7 41,7 12,0 15,2 Ubi jalar 4,5 10,5 1,7 3,8 Ikan asin 13,8 8,2 5,0 3,0 Ikan segar 20,4 15,5 7,5 5,7 Telur 18,7 18,7 6,8 6,8 Ayam 8,3 9,7 3,0 3,5 Daging 1,0 3,6 0,4 1,3 Tempe 29,6 21,2 10,8 7,7 Tahu 23,4 20,9 8,5 7,6 Sawi 16,3 30,0 5,9 11,0 Bayam 10,61 12,25 3,8 4,4 Kangkung 15,85 21,49 5,8 7,8 Pisang 85,2 77,0 31,1 28,1 Pepaya 20,69 33,49 7,3 12,2 Minyak sawit 29,3 13,2 10,7 4,8 Kelapa 18 18,9 6,6 6,9 Gula 35,3 7,1 12,9 2,6

Tempe dan tahu merupakan lauk yang paling sering dikonsumsi rumahtangga petani HKm. Konsumsi tempe adalah 29,6 gram per kapita/hari dan tahu 29,3 gram per kapita/hari. Jumlah keduanya hampir sama karena biasanya tempe dan tahu dikonsumsi secara bersama-sama. Tingginya konsumsi tempe dan tahu ini berkaitan dengan kebiasaan dan kesukaan rumahtangga yang sebagian besar bersuku Jawa dan Sunda. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Antang (2002) yang dilakukan daerah sekitar lahan gambut di Kalimantan tengah yang menyatakan bahwa tempe dan tahu merupakan jenis lauk yang paling sering dan paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Jawa dan Bali. Sumarno et al. (1979) menyatakan bahwa kebiasaan mengkonsumsi tahu dan tempe pada masyarakat Jawa mungkin diakibatkan oleh kebiasaan masyarakat karena pada masa lalu masyarakat Jawa lebih berorientasi pada pertanian tanaman pangan yang dapat menyediakan lauk nabati, sedangkan penduduk luar Pulau Jawa harus mencari lauk yang tidak tersedia pada lahan pertanian. Rumahtangga mengkonsumsi tempe dan tahu biasanya diolah dengan cara digoreng, dibacem, disayur tumis atau dicampur dengan santan.

(21)

 

Kelompok sayur dan buah yang paling banyak dikonsumsi adalah sawi 16,3 gram per kapita/hari dan pisang 85,2 gram per kapita/hari. Sayur dan buah konsumsinya cukup tinggi diduga karena mudah didapatkan dan banyak terdapat di sekitar lokasi rumahtangga petani HKm baik di lahan sendiri maupun pemberian. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Antang (2002) yang menyatakan bahwa konsumsi sayur dan buah pada masyarakat Jawa cukup tinggi disebabkan karena masyarakat Jawa menanam sayuran untuk dijual dan memenuhi kebutuhannya. Sayur-sayuran pada rumahtangga biasanya diolah dengan cara ditumis, direbus, disayur kuah serta dicampur santan. Minyak sawit dikonsumsi setiap hari dengan berat rata-rata 29,3 gram per kapita/hari sedangkan kelapa dikonsumsi 18 gram per kapita/hari dan gula pasir dikonsumsi rata-rata 35,3 gram per kapita/hari. Selanjutnya jumlah seluruh bahan pangan yang dikonsumsi dapat dilihat pada Lampiran 4.

Preferensi pangan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam penentuan menu dan bahan makanan yang dimasak sehari-hari oleh ibu rumahtangga 93 % dilakukan menurut bahan makanan yang tersedia, lainnya berdasarkan kesukaan ibu dan pengetahuan ibu mengenai kesukaan anggota rumahtangga. Hal tersebut menunjukkan bahwa ibu rumahtangga tidak memiliki kesempatan untuk memilih bahan pangan untuk dimasak. Ini tentu saja akan berpengaruh terhadap kualitas makanan yang dikonsumsi anggota rumahtangga.

Seluruh rumahtangga petani HKm menyatakan bahwa mereka mempunyai kesukaan terhadap bahan pangan tertentu dan hanya 4,4 persen yang mempunyai ketidaksukaan terhadap bahan pengan tertentu dengan alasan kesehatan Seluruh rumahtangga petani HKm menyatakan paling menyukai beras sebagai pangan pokok. Dalam hal bahan pangan lauk hewani 35,6% rumahtangga mengaku lebih menyukai ikan mas 36,7 % menyukai ayam dan hanya 8 % menyukai ikan asin. Namun pada kenyataannya konsumsi ayam hanya dilakukan 1 sampai 3 kali dalam sebulan dan hampir setiap hari mengkonsumsi ikan asin. Hal ini mungkin disebabkan karena ikan asin adalah lauk hewani yang tersedia, mudah didapatkan dan murah harganya jika dibandingkan dengan ayam.

Jenis sayuran yang disukai rumahtangga petani HKm adalah bayam (31,1%), kacang panjang (17,8%), kangkung (14,4%) dan sayur asam (11,1%)

(22)

 

sebagian besar beralasan bahwa sayuran tersebut mudah didapatkan dan tidak harus membeli serta rasanya enak.

Jenis pangan lauk nabati yang disukai adalah tempe (57,8%) dan tahu (35,6%) dengan alasan kedua jenis lauk tersebut mudah didapatkan, mudah dimasak dan murah. Pepaya dan pisang merupakan jenis buah-buahan yang disukai dan banyak dikonsumsi. Sekitar 53 % petani HKm menyukai pisang dan 20 % menyukai pepaya dengan alasan yang sama dengan sayuran yaitu bahwa buah-buahan tersebut mudah didapatkan, tidak harus membeli dan jika memang harus membeli harganya relatif lebih terjangkau dibandingkan buah lainnya.

Pantangan makan

Seluruh rumahtangga petani HKm menyatakan tidak memiliki pantangan terhadap bahan makanan tertentu. Hal ini diduga disebabkan karena rumahtangga petani HKm tidak lagi memiliki pantangan yang berhubungan dengan nilai budaya karena telah menetap selama puluhan tahun di lokasi tempat tinggal saat ini dan telah berbaur dengan suku lainnya sehingga faktor budaya tidak lagi memegang peranan yang besar.

Konsumsi Pangan

Konsumsi energi dan protein

Konsumsi energi dan protein rumahtangga petani HKm yang berasal dari 9 kelompok pangan dapat dilihat pada Tabel 17. Dari hasil penelitian diketahui bahwa konsumsi energi terbesar rumahtangga petani HKm berasal dari kelompok padi-padian dengan jumlah rata-rata 1019 KKal per kapita/hari dengan jumlah terendah 455 Kkal per kapita/hari dan tertinggi 1483 Kkal per kapita/hari. Selanjutnya diikuti oleh kelompok minyak dan lemak dengan jumlah konsumsi energi rata-rata 279 KKal per kapita/hari dan gula yaitu 194 Kkal per kapita/hari. Kontribusi terkecil berasal dari buah biji berminyak dalam hal ini yang dikonsumsi oleh rumahtangga adalah kelapa, kemiri, emping dan melinjo yang menyumbang energi rata-rata sebesar 29 Kkal per kapita/hari.

(23)

 

Tabel 17 Konsumsi aktual energi dan protein rumahtangga petani HKm berdasarkan kelompok pangan

Kelompok

Pangan Energi (Kkal per kapita/hari) Protein (gram per kapita/hari) Minimum Maksimum

Rata-rata Simp. baku Minimum Maksimum Rata-rata Simp. baku

Padi-padian 455 1483 1019 146 8,7 28,2 19,5 2,8 Umbi-umbian 0 234 46 51 0,0 2,07 0,5 0,5 Pangan Hewani 18 224 83 40 3,8 21,1 10,2 3,9 Minyak dan Lemak 74 771 279 114 0,0 0,2 0,0 0,0 Buah biji berminyak 0 127 32 24 0,0 2,1 0,6 0,4 Kacang-kacangan 18 317 89 63 2,2 24,5 9,2 5,5 Gula 99 384 193 54 0,0 0,0 0,0 0,1 Sayur dan buah 14 702 227 150 0,7 26,0 5,2 3,8 Lainnya 15 95 52 17 0,8 4,8 2,7 0,8 Total 1621 2624 2020 219 32,3 82,2 47,9 8,4

Jika dibandingkan dengan standar konsumsi energi kualitatif ideal sebesar 2000 Kkal per kapita/hari maka konsumsi energi rumahtangga petani HKm secara rata-rata (2020 Kkal per kapita/hari) telah mencukupi. Kontribusi energi dari kelompok padi-padian telah melampaui standar ideal sebesar 1000 Kkal per kapita/hari. Begitu juga dengan sumbangan energi dari kelompok minyak dan lemak yang telah melampaui standar ideal sebesar 200 Kkal per kapita/hari dan gula yang menyumbang hampir 2 kali lipat dari standar ideal sebesar 100 Kkal per kapita/hari. Meskipun konsumsi energi seluruh kelompok pangan telah mencukupi bahkan melebihi standar ideal namun beberapa kelompok lain seperti umbi-umbian, pangan hewani dan kacang-kacangan belum mencapai standar ideal yang diharapkan.

Selain energi, protein merupakan zat gizi yang penting bagi tubuh. Protein hewani dan nabati merupakan zat pembangun dalam tubuh untuk membentuk sel-sel baru. Untuk itu konsumsi protein rumahtangga harus mendapatkan perhatian agar tercukupi sehingga setiap anggota rumahtangga dapat hidup sehat. Konsumsi protein rumahtangga petani HKm rata-rata adalah 47,9 gram per kapita/hari. Kontribusi protein terbesar berasal dari kelompok padi-padian (19,5 gram per kapita/hari) kemudian pangan hewani sebesar 10,2 gram per kapita/hari. Sumbangan protein dari kelompok pangan hewani berasal dari ikan segar, ikan asin dan telur sedangkan protein dari kelompok

(24)

kacang- 

kacangan berasal dari tempe dan tahu dengan jumlah rata-rata 9,2 gram per kapita/hari. Kontribusi protein terkecil disumbang oleh kelompok minyak dan lemak. Secara kuantitatif konsumsi rata-rata protein rumahtangga petani HKm 47,9 gram per kapita/hari belum mencukupi standar ideal yang diharapkan yaitu 52 gram per kapita perhari. Untuk mencapai standar ideal maka konsumsi pangan hewani, umbi-umbian dan kacang-kacangan sebagai sumber protein harus ditingkatkan sehingga dapat menambah konsumsi protein sekaligus energi.

Tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein

Tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein rumahtangga petani HKm dibagi menjadi 4 kategori berdasarkan persentase terhadap angka kecukupan energi 2000 Kkalori per kapita/hari dan protein 52 gram per kapita/hari (menurut Suharjo, 1995). Tingkat kecukupan ini menggambarkan kuantitas konsumsi energi dan protein seluruh rumahtangga petani HKm dibandingkan dengan standar ideal untuk dapat hidup sehat.

Tabel 18 Sebaran rumahtangga petani HKm berdasarkan tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein

Tingkat Kecukupan n % Minimum Maksimum

Rata-rata Simpangan baku Energi Baik (>90% ) Cukup (80% - 90%) 76 14 84,4 15,6 90,5 81,0 131,2 89,4 103,9 85,0 9,2 3,3 Total 90 100 81,0 131,2 110,9 10,9 Protein Baik (>90%) Cukup (80% - 90%) Kurang (70% - 80%) Buruk(<70%) 42 29 14 5 46,6 32,2 15,6 5,6 90,2 80,0 70,4 62,1 158,0 89,8 79,6 69,0 105,2 85,0 76,0 66,5 13,1 3,0 3,2 2,8 Total 90 100 62,1 158,0 92,0 16,1

Data yang disajikan pada Tabel 18 menggambarkan bahwa tingkat kecukupan energi rumahtangga petani HKm adalah 84,4% baik dengan tingkat kecukupan minimum 90,5 % dan maksimum 131,2 % dan rata-rata 103,9 %. Pada kriteria cukup terdapat 15,6 % rumahtangga dengan tingkat kecukupan minimum 81,0 %, rata-rata 85 % dan maksimum 89,4 %. Ini menggambarkan bahwa konsumsi energi rumah secara umum sudah cukup baik. Hal ini disebabkan karena seluruh rumahtangga mengkonsumsi nasi sebanyak 3 kali sehari dan minyak serta gula dalam jumlah yang besar.

(25)

 

Bila ditinjau dari tingkat kecukupan protein terdapat 46,6 % rumahtangga yang berkategori baik dengan tingkat kecukupan rata-rata 105,2 % dengan kisaran 90,2% sampai 158%. Rumahtangga petani HKm yang dikategorikan cukup mencapai 32,2% dengan tingkat rata-rata 85% minimum 80% dan maksimum 89,8%. Sebanyak 15,6 % rumahtangga termasuk dalam kategori kurang. Jumlah rumahtangga yang berkategori buruk 5,6% buruk dengan tingkat kecukupan terkecil adalah 62,1%, rata-rata 66,5 % dan maksimum 69%. Dari hasil ini dapat diartikan bahwa hampir setengah dari rumahtangga petani Hkm yang mengkonsumsi protein dalam jumlah yang baik dan cukup dan masih ada 21,2 % lagi yang masih harus ditingkatkan konsumsi proteinnya untuk dapat memenuhi kebutuhan protein. Masih banyaknya jumlah rumahtangga yang termasuk dalam kategori kurang dan buruk ini berhubungan dengan pola makan rumahtangga yang kurang mengkonsumsi bahan pangan sumber protein baik hewani maupun nabati.

Pola Pangan Harapan

Untuk mengetahui situasi mutu konsumsi pangan rumahtangga petani HKm dilakukan perhitungan skor Pola Pangan Harapan. Terwujudnya pola pangan ideal sangat penting karena pola konsumsi yang bermutu gizi seimbang yang dapat menyediakan zat tenaga (energi), zat pembangun (protein) dan zat pengatur (vitamin dan mineral) dalam jumlah yang cukup yang terdiri atas aneka ragam pangan. PPH merupakan standar untuk dapat mencapai pola konsumsi pangan yang beragam atas dasar proporsi sumbangan energi. Skor PPH beserta komposisi konsumsi pangan rumahtangga petani HKm dapat dilihat pada Tabel 19.

Secara umum konsumsi energi rumahtangga petani HKm mencapai 2020 Kkal per kapita/hari atau mencapai 101 % dari angka konsumsi yang dianjurkan yaitu 2000 Kkal/kapita/hari. Secara kuantitas dan kualitas konsumsi pangan sudah cukup baik. Namun masih terjadi ketimpangan yaitu kelebihan padi-padian, minyak dan lemak serta sangat kelebihan sayur dan buah serta gula. Kekurangan terdapat padi kelompok umbi-umbian, buah biji berminyak dan sangat kurang pada pangan hewani. Hal ini dapat dilihat dari jumlah skor Pola Pangan Harapan 81,7 dan komposisinya dari seluruh kelompok pangan. Konsumsi pangan yang beragam sangat diperlukan untuk memenuhi kecukupan gizi mengingat tidak ada satu bahan pangan pun yang dapat memenuhi seluruh

(26)

 

zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dan tidak ada penyerapan salah satu zat gizi yang tidak memerlukan dukungan zat gizi lain.

Tabel 19 Pola Pangan Harapan rumahtangga petani HKm Kelompok Pangan Konsumsi

Energi (Kkal)

%

Total AKE % Bobot Skor PPH MaksimumSkor Padi- padian 1019 50,4 50,9 0,5 25,0 25,0

Umbi-umbian 46 2,2 2,3 0,5 1,2 2,5

Pangan Hewani 83 4,1 4,1 2,0 8,3 24,0

Minyak dan Lemak 279 13,8 13,9 0,5 5,0 5,0 Buah Biji Berminyak 32 1,5 1,6 0,5 0,8 1,0

Kacang-kacangan 89 4,4 4,4 2,0 8,9 10,0

Gula 193 9,5 9,6 0,5 2,5 2,5

Sayur dan buah 227 11,2 11,4 5,0 30,0 30,0

Lain-lain 52 2,6 2,6 0,0 0,0 0,0

Jumlah 2020 100,0 101,0 81,7 100,0

Kelompok pangan yang memberikan kontribusi energi yang telah memenuhi standar ideal baru dipenuhi oleh kelompok padi-padian, minyak dan lemak, buah biji berminyak, gula serta sayur dan buah. Kontribusi energi dari kelompok padi-padian sudah mencukupi, kelompok pangan umbi-umbian hanya memberikan kontribusi 1,2 dari skor 2,5 yang diharapkan, kelompok pangan hewani memberikan sumbangan 8,3 dari 24 yang merupakan standar ideal. Sedangkan kelompok pangan kacang-kacangan hanya memberikan kontribusi 8,9 atau kurang 1,1 dari standar ideal yang diharapkan.

Dari keempat kelompok pangan yang belum mencapai standar ideal tersebut, kelompok pangan hewani merupakan kelompok pangan memiliki skor paling rendah yaitu 8,3 atau hanya sepertiga dari skor ideal. Artinya bahwa konsumsi lauk hewani rumahtangga petani HKm masih sangat rendah dan harus ditingkatkan menjadi 3 kali lipat dari jumlah yang dikonsumsi saat ini. Setelah itu kelompok umbi-umbian menempati urutan kedua yang juga masih harus ditingkatkan konsumsinya untuk memenuhi standar ideal, menyusul kelompok kacang-kacangan dan buah biji berminyak. Sementara itu konsumsi sayur dan buah, gula serta minyak dan lemak sangat berlebihan dan harus dikurangi. Konsumsi gula dan minyak yang berlebihan ini diduga terjadi karena kebiasaan rumahtangga mengkonsumsi teh dan kopi serta gorengan sebagai makanan selingan.

(27)

 

Kontribusi energi dari kelompok padi-padian telah melampaui jumlah ideal dan hanya perlu dikurangi sedikit. Kelompok umbi-umbian masih memerlukan tambahan 1,3 poin, mungkin konsumsinya bisa ditingkatkan dengan menambah konsumsi singkong atau ubi jalar sebagai makanan selingan namun untuk mengurangi konsumsi minyak dan lemak sebaiknya pengolahannya tidak digoreng melainkan direbus atau dikukus. Untuk mengurangi konsumsi gula hal yang dapat dilakukan adalah mengurangi frekuensi minum kopi dan teh.

Pada kelompok pangan hewani yang terdapat kesenjangan sangat jauh, membutuhkan perhatian khusus untuk pemenuhannya. Konsumsi yang rendah diduga selain karena kurangnya kesadaran rumahtangga akan pentingnya protein hewani juga karena tempat tinggal rumahtangga yang jauh dari pasar menyebabkan akses terhadap sumber pangan hewani seperti ikan segar, telur dan daging kurang. Jenis pangan hewani yang cepat rusak menyebabkan rumahtangga tidak dapat menyimpannya dalam waktu yang lama sebagai persediaan untuk dikonsumsi. Sebenarnya hal ini bisa disiasati dengan berusaha memenuhi kebutuhan pangan hewani dengan memproduksi sendiri. Rumahtangga dapat membuat kolam atau memelihara unggas untuk dikonsumsi daging dan telurnya. Budidaya kambing juga dapat dilakukan untuk dapat dikonsumsi daging dan susunya mengingat ketersediaan pakan ternak berupa rumput dan daun-daunnya dari lahan HKmnya banyak. Beternak ini juga dapat menjadi usaha sambilan yang akan menghasilkan tambahan penghasilan rumahtangga petani.

Penambahan konsumsi dari kelompok umbi-umbian dapat dilakukan dengan mengkonsumsinya sebagai makanan selingan dan menambah ketersediaanya untuk dikonsumsi dengan menanam umbi-umbian berupa singkong, ubi jalar maupun kentang di pekarangan meskipun tidak dalam jumlah banyak asalkan cukup untuk untuk konsumsi rumahtangga. Peningkatan konsumsi kacang-kacangan dapat dilakukan dengan mengganti konsumsi jenis yang sulit didapatkan dengan jenis kacang-kacangan seperti kacang koro. Kacang ini mudah didapatkan dan dibudidayakan di pekarangan sehingga dapat menjadi pengganti jenis kacang yang relatif lebih membutuhkan biaya dan tenaga untuk dibudidayakan seperti kacang tanah, kacang kedelai atau kacang hijau. Kurangnya konsumsi dari buah biji berminyak dalam hal ini kelapa dan kemiri dapat disiasati dengan merubah pola memasak yang lebih banyak menumis, menggoreng dan merebus dengan menggunakan kemiri dan santan.

(28)

 

Selain itu budidaya melinjo juga dapat dilakukan sehingga buahnya dapat dibuat menjadi emping yang merupakan sumber protein.

Telah dikemukakan bahwa konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, kacang-kacangan masih rendah diduga dikarenakan lokasi tempat tinggal rumahtangga petani HKm yang berada di sekitar hutan yang berjarak puluhan kilometer dari pasar menyebabkan jauh dari akses pangan sehingga pangan hewani seperti ikan, ayam dan daging serta kacang-kacangan seperti kacang hijau, kacang kedelai dan kacang tanah sulit didapatkan dan tidak banyak tersedia di sekitar lokasi tempat tinggal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sangian (2001) yang menyatakan bahwa konsumsi pangan keluarga yang ada di kecamatan Kakas Kabupaten Minahasa beragam jenis pangannya terutama protein hewani disebabkan karena akses pasar yang tinggi karena letaknya yang dekat dengan kota kabupaten. Sementara itu konsumsi sayur dan buah berlebih karena konsumsi sayur dan buah yang mudah didapatkan di sekitar lokasi tempat tinggal baik dari hutan maupun pekarangan. Sayuran ditanam di pekarangan dan merupakan tanaman tumpangsari di areal HKm. Antang (2002) menyatakan bahwa konsumsi bahan pangan berbeda pada masing-masing kelompok masyarakat dimana faktor ekologi memberikan pengaruh yang besar pada pola konsumsi. Pola konsumsi pangan juga ditentukan oleh kondisi ekosistem yang mencakup penyediaan bahan makanan alami (Suharjo, 1989). Melihat hal tersebut di atas upaya peningkatan konsumsi pangan hewani, umbi-umbian, kacang-kacangan dan buah biji berminyak dapat dilakukan melalui penggunaan bahan pangan yang mudah didapatkan di lokasi sekitar tempat tinggal dan menambah penyediaannya untuk dikonsumsi rumahtangga dengan memanfaatkan lahan garapan dengan beternak, membuat kolam dan menanam umbi-umbian serta kacang-kacangan. Untuk mendukung upaya tersebut pemerintah dapat berperan melalui dinas dan instansi yang terkait untuk memberikan bantuan berupa bibit tanaman dan ikan serta hewan ternak untuk dibudidayakan oleh rumahtangga. Selain itu pemerintah perlu melakukan upaya untuk meningkatkan akses terhadap pangan dengan membangun sarana dan prasarana transportasi serta pasar dan melakukan berbagai program untuk meningkatkan pendapatan guna meningkatkan daya beli terhadap pangan.

Peningkatan pengetahuan tentang gizi diduga juga dapat meningkatkan kesadaran rumahtangga akan pentingnya konsumsi pangan yang ideal mengingat lokasi rumahtangga yang berada di sekitar hutan sehingga kurang

(29)

 

mendapatkan penyuluhan, pemberian informasi, pelatihan dan sosialisasi tentang konsumsi pangan baik. Peran aktif pemerintah sangat diperlukan karena meskipun tersedia namun belum tentu dikonsumsi jika rumahtangga atau individu tidak memiliki pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya konsumsi pangan yang berimbang sehingga dibutuhkan penyuluhan dan penyebaran informasi baik melalui pertemuan formal maupun informal. Wadah yang mungkin saja efektif adalah dengan menambah pengetahuan dan ketrampilan ibu rumahtangga tentang komposisi pangan yang bermutu, bergizi dan berimbang serta cara pengolahan yang baik melalui pertemuan-pertemuan seperti PKK, posyandu maupun pengajian.

Kebutuhan Pangan Ideal

Pola konsumsi pangan merupakan suatu kebiasan yang sulit dirubah, demikian halnya dengan rumahtangga petani HKm yang telah memiliki pola makan yang tersendiri yang telah dijalani selama puluhan tahun. Telah diuraikan bahwa ternyata pemenuhan pangan dengan pola konsumsi yang ada sudah cukup baik namun belum memenuhi standar ideal untuk hidup sehat baik dari kuantitas yang dicerminkan dengan rata-rata konsumsi protein yang rendah (47,9 gram per kapita/hari) dan skor PPH 81,7.

Agar konsumsi pangan rumahtangga petani HKm memenuhi standar ideal baik dari segi kualitas maupun kuantitas maka hal yang dapt dilakukan adalah mengurangi konsumsi jenis-jenis pangan yang telah berlebih dan menambah konsumsi pangan yang kurang dengan menggunakan pola makan yang sama dan didasarkan kepada jumlah dan kontribusi energi ideal yang dianjurkan dari setiap kelompok pangan.

Kebutuhan ideal rumahtangga petani HKm dapat dihitung berdasarkan kecukupan energi ideal dengan menggunakan kebutuhan energi aktual. Data yang disajikan pada Tabel 20 menyebutkan bahwa terdapat gap konsumsi energi beras aktual dan ideal sebesar 18 Kkalori per kapita/hari atau setara dengan 5 gram beras. Artinya bahwa selama ini konsumsi beras sudah melebihi standar ideal sehingga untuk mencapai komposisi ideal dan harus dikurangi sebesar 5 gram per kapita/hari hari dan energinya dapat digantikan dengan menambah konsumsi umbi-umbian.

(30)

 

Tabel 20 Kebutuhan pangan ideal rumahtangga petani HKm

Kelompok Pangan Konsumsi Pangan Aktual (gram per kapita/hari) Konsumsi Energi Aktual (Kkal per kapita/hari) Konsumsi Energi Ideal (Kkal per kapita/hari) Gap Kkal per kapita /hari* Gram per kapita /hari** Padi-Padian 1019 1000 19 Beras 268,9 968 950 18 5,1 Mie 10,7 36 35 1 0,2 Umbi-umbian 46 120 -74 Singkong 32,8 36 94 -58 -29,7 Ubi jalar 4,5 5 12 -8 -5,4 Kentang 4,5 3 8 -5 -5,3 Pangan Hewani 83 240 -157 Ikan asin 13,8 19 54 -35 -12,8 Ikan segar 20,4 18 54 -35 -24,8 Telur 18,7 27 79 -52 -28,8 Daging sapi 1,0 2 6 -4 -1,9 Ayam 8,3 15 42 -28 -5,3

Minyak dan lemak 279 200 79

Minyak sawit 29,3 264 189 75 8,3

Margarine 2,0 15 11 4 0,6

Buah biji berminyak 32 60 -28

Kelapa 18,0 22 41 -19 -15,5 Emping 0,6 3 5 -2 -0,5 Kacang-kacangan 89 100 -11 Tempe 29,6 44 49 -5 -3,6 Tahu 23,5 16 18 -2 -2,9 Oncom 2,9 5 6 -1 -0,4 Kacang Hijau 2,1 7 8 -1 -0,3 Gula 193 100 93 Gula Pasir 35,3 129 67 62 17,0 Gula Merah 13,9 51 27 25 6,7

Sayur dan Buah 227 120 107

Bayam 10,6 3 1 1 2,5 Kangkung 15,9 3 2 2 3,7 Sawi 16,4 3 2 1 5,8 Pepaya 20,1 7 4 3 5,3 Pisang 85,2 63 33 30 22,6 Keterangan:

*) merupakan selisih antara konsumsi energi aktual dan ideal.

**) diperoleh dengan mengkonversi gap energi dengan menggunakan kandungan energi dan BDD masing-masing bahan makanan.

(31)

 

Pada kelompok umbi-umbian terdapat gap sebesar 74 Kkalori per kapita/hari yang bisa dipenuhi dari 29,7 gram singkong dan sisanya dari 5,4 gram ubi jalar dan 5,3 gram per kapita/hari kentang. Penambahan konsumsi umbi-umbian ini dapat disiasati dengan mengganti makanan selingan berupa pisang goreng atau kerupuk dengan umbi-umbian yang direbus atau dikukus atau dibuat jenis makanan lainnya yang dalam pengolahannya tidak menggunakan gula dan minyak sehingga bisa mengurangi konsumsi gula dan minyak.

Konsumsi energi pangan hewani harus ditambah sebesar 157 Kkalori per kapita/hari dengan kontribusi dari berbagai jenis. Kebiasaan rumahtangga mengkonsumsi ikan asin harus ditambah lagi jumlahnya sebesar 12,8 gram per kapita/hari, konsumsi ikan segar ditambah sebesar 24,8 gram per kapita/hari, telur sebesar 28,8 gram per kapita/hari, daging sebesar 1,9 gram per kapita/hari dan ayam sebesar 5,3 gram per kapita/hari. Sementara itu konsumsi minyak sawit telah berlebih. Terdapat gap energi sebesar 75 Kkalori per kapita/hari atau setara dengan 8,3 gram minyak sawit dan sisanya margarine. Untuk mengurangi konsumsi minyak sawit kebiasaan mengolah makanan dengan cara menggoreng dan menumis sebaiknya dikurangi.

Pada kelompok buah biji berminyak terdapat kekurangan sebesar 28 KKalori yang pemenuhannya dapat disumbang dari energi kelapa sebesar 19 KKalori atau setara dengan 15,5 gram kelapa dan sisanya berasal dari emping, kemiri dan melinjo. Untuk meningkatkan konsumsi kelapa dan kemiri seperti seperti telah diuraikan sebelumnya mungkin bisa dilakukan dengan mengurangi menggoreng dan menumis serta sedikit lebih sering menggunakan santan kelapa dan kemiri untuk mengolah sayur dan menggunakannnya sebagai campuran untuk membuat kudapan. Menurut Hardinsyah & Tambunan (2004), pangan sumber energi yang kaya lemak antara lain lemak/gajih dan minyak, buah berlemak (alpokat), biji berminyak (biji wijen, bunga matahari, dan kemiri), santan, coklat, kacang-kacangan, dengan kadar air rendah (kacang tanah dan kacang kedele), dan aneka pangan produk turunannya.

Pada kelompok kacang-kacangan terdapar gap energi untuk ditambah sebesar 11 KKalori per kapita/hari. Penambahan konsumsi kacang-kacangan ini terdiri dari tempe sebesar 3,6 gram per kapita/hari, tahu 2,9 gram per kapita/hari dan ditambah dengan jenis kacang-kacangan lainnya. Pada kelompok gula terdapat gap untuk dikurangi sebesar 93 Kkalori per kapita/hari atau setara dengan 17,1 gram gula pasir dan 6,7 gram gula merah. Sisanya adalah 1,6 gram

(32)

 

sirup dan 1,4 gram minuman jadi. Konsumsi gula yang sangat berlebih ini diduga dikarenakan kebiasaan rumahtangga minum kopi dan teh lebih dari satu kali dalam sehari.

Konsumsi kelompok sayur dan buah telah melebihi komposisi ideal sebesar 107 Kkalori per kapita/hari. Kelebihan terbesar berasal dari konsumsi pisang sebesar 30 Kkalori per kapita/hari atau setara dengan 22,6 gram pisang. Kemudian tedapat kelebihan konsumsi sawi sebesar 5,8 gram. Kelebihan konsumsi sayuran ini mungkin dapat disiasati dengan seminggu sekali menggantikan sayur dengan jenis kacang koro yang dapat disayur dengan santan untuk menambah konsumsi kacang dan kelapa sedangkan pengurangan konsumsi buah bisa dilakukan dengan mengurangi konsumsi buah pisang dan menambah konsumsi umbi-umbian sebagai makanan kudapan.

Pengurangan dan penambahan beberapa jenis pangan tersebut dimaksudkan untuk mencapai standar konsumsi ideal agar kualitas makanan yang dikonsumsi rumahtangga baik dengan pola konsumsi aktual yang sama. Kebutuhan pangan ideal berdasarkan seluruh jenis pangan dapat dilihat pada Lampiran 6.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecukupan Konsumsi Energi dan Protein

Tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein rumahtangga dipengaruhi oleh bebarapa faktor. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh adalah jumlah anggota rumahtangga, pendapatan rumahtangga, pengeluaran pangan rumahtangga, pendidikan ibu rumahtangga dan suku. Analisis regresi linear digunakan utuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein rumahtangga petani HKm.

(33)

 

Tabel 21 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecukupan konsumsi energi Peubah Bebas Koofisien tak

terstandar terstandar Koofisien Signifikansi

B Std. Error Beta

Konstanta 98,5459 10,3281 0,0000

Pendapatan per kapita 0,0000 0,0000 -0,0338 0,7722 Pengeluaran Pangan per kapita 0,0001 0,0000 0,2627 0,0325 Jumlah anggota rumahtangga -2,8682 1,1917 -0,3002 0,0183 Pendidikan ibu rumahtangga 0,1836 0,4151 0,0433 0,6594 Suku ibu rumahtangga -2,0557 2,2386 -0,0943 0,3611

R2 0,2370

Hasil analisis regresi linear yang disajikan pada Tabel 21 menyebutkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kecukupan konsumsi energi rumahtangga adalah jumlah anggota rumahtangga (berbeda nyata pada p<0,05) dan pengeluaran pangan (berbeda nyata pada p<0,05). Faktor lain yaitu pendidikan ibu rumahtangga, pendapatan rumahtangga dan suku tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap tingkat kecukupan konsumsi energi.

Tabel 22 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecukupan konsumsi protein Peubah Bebas Koofisien tak terstandar terstandar Koofisien Signifikansi

B Std. Error Beta

Konstanta 45,2098 14,9703 0,0033

Pendapatan per kapita 0,0000 0,0000 -0,0704 0,5408 Pengeluaran pangan per kapita 0,0002 0,0000 0,5303 0,0000 Jumlah anggota rumahtangga 0,7194 1,7273 0,0512 0,6781 Pendidikan ibu rumahtangga 0,8703 0,6017 0,1398 0,1518 Suku ibu rumahtangga -1,2289 3,2448 -0,0383 0,7058

R2 0,258

Hasil analisis regresi linear yang disajikan pada Tabel 22 menyebutkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kecukupan konsumsi protein rumahtangga adalah pengeluaran pangan (berbeda sangat nyata pada p<0,01). Faktor lain yaitu pendapatan, pendidikan ibu rumahtangga, pendapatan rumahtangga dan suku tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap tingkat konsumsi pangan.

Jumlah anggota rumahtangga berpengaruh negatif terhadap tingkat kecukupan konsumsi energi menggambarkan bahwa semakin banyak jumlah

(34)

 

anggota rumahtangga maka tingkat kecukupan energi setiap anggota rumahtangganya menurun. Jumlah anggota rumahtangga yang besar mengakibatkan semakin banyak jumlah pangan yang harus dibagi sehingga semakin sedikit pangan sumber energi yang dapat dikonsumsi anggota rumahtangga. Namun jumlah anggota rumahtangga tidak menunjukkan pengaruh terhadap tingkat konsumsi protein. Hal ini diduga disebabkan sumber protein terbesar yang dikonsumsi rumahtangga HKm adalah tempe dan tahu. Harga pangan ini relatif lebih murah dibandingkan dengan pangan sumber protein hewani sehingga penambahan kebutuhan konsumsi akibat penambahan jumlah anggota keluarga masih dapat dipenuhi.

Pengeluaran pangan berpengaruh positif terhadap tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein menggambarkan bahwa semakin banyak jumlah uang yang dibelanjakan untuk membeli pangan maka akan semakin tinggi tingkat kecukupan energi anggota rumahtangga. Hal ini disebabkan karena sebagian besar pengeluaran pangan digunakan untuk membeli pangan sumber energi dan protein selain untuk membeli sayur dan buah.

Pendapatan tidak menunjukkan pengaruh terhadap tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein diduga disebabkan karena pendapatan per kapita rumahtangga petani HKm relatif sama/merata dan tidak seluruh pendapatan dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Suharjo (1989) menyatakan bahwa apabila pendapatan penduduk desa meningkat maka kenaikan pendapatan tersebut cenderung digunakan untuk menaikkan tabungan dan investasi untuk usaha tani dan menyekolahkan anak. Telah diuraikan sebelumnya bahwa rumahtangga petani Hkm memiliki kebiasaan menabung untuk membeli lahan dan pekarangan di luar kawasan hutan. Fenomena ini banyak terjadi mengingat adanya kekhawatiran jika suatu saat nanti tidak lagi diijinkan untuk mengelola kawasan hutan maka mereka akan kehilangan sumber kehidupan. Oleh karena itu sebagian pendapatan ditabung dan digunakan untuk membeli lahan yang berada di luar kawasan hutan untuk menjamin keberlangsungan hidup mereka sehingga mereka merasa lebih tenteram.

Selain itu Berg (1986) menyatakan bahwa pendapatan merupakan faktor penting bagi kuantitas dan kualitas makanan. Antara pendapatan dan gizi, jelas ada hubungan yang mengutungkan. Secara umum, peningkatan pendapatan akan berpengaruh terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi rumahtangga dan selanjutnya berhubungan dengan status gizi. Namun

(35)

 

peningkatan pendapatan atau daya beli seringkali tidak dapat mengalahkan pengaruh kebiasaan makan terhadap perbaikan gizi yang efektif. Selain itu pendapatan rata-rata rumahtangga yang cukup besar (Rp. 509.626 per kapita/bulan) menggambarkan bahwa rumahtangga petani HKm sudah cukup sejahtera sehingga tingkat pendapatan tidak lagi berpengaruh terhadap tingkat konsumsi.

Pendidikan ibu rumahtangga tidak berpengaruh terhadap tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein diduga karena melalui pendidikan formal belum tentu banyak pengetahuan dan informasi yang didapatkan yang berkaitan dengan konsumsi pangan yang baik untuk mencapai tingkat kecukupan energi dan protein yang ideal. Sangian (2001) menyebutkan bahwa sebagian besar pengetahuan gizi ibu diperoleh melalui kunjungan dan partisipasi di posyandu dan pertemuan informal lainnnya. Den Hartog et al. (1995) menyatakan bahwa ibu sebagai pengambil keputusan dalam menentukan menu makanan keluarga memegang peranan penting dalam penyedian bahan makanan serta penyiapan dan pendistribusian makanan diantara anggota keluarga dimana apa yang ibu lakukan ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan gizi yang dimilikinya.

Suku tidak berpengaruh terhadap tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein diduga disebabkan karena meskipun ada 2 suku yang mendominasi rumahtangga petani HKm yaitu sunda dan jawa namun mereka telah berbaur dan hidup bersama selama puluhan tahun sehingga tidak lagi mengikuti pola konsumsi dari daerah asalnya masing-masing dan telah membentuk pola konsumsi tersendiri sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan saat ini. Penduduk mulai menempati lokasi Hkm mulai tahun 1951 melalui program Biro Rekonstruksi Nasional yaitu program transmigrasi dibawah koordinasi ABRI. Penduduk yang ditransmigrasikan ini adalah veteran perang kemerdekaan dari Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Gambar

Tabel  3  Luas lahan dan jumlah anggota kelompok tani hutan kemasyarakatan di                Kabupaten Lampung Barat
Tabel 4 Sebaran rumahtangga petani HKm berdasarkan ukuran jumlah anggota  rumahtangga
Tabel 5 Sebaran rumahtangga petani HKm berdasarkan kelompok umur kepala   dan  ibu  rumahtangga
Tabel 6 Sebaran rumahtangga petani HKm berdasarkan tingkat pendidikan  formal kepala  dan  ibu  rumahtangga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian didapatkan bahwa: (1) hasil belajar pembelajaran POE melalui laboratorium riil lebih tinggi daripada laboratorium virtuil, baik aspek kognitif, psikomotor,

Pada luka insisi operasi dilakukan infiltrasi anestesi local levobupivakain pada sekitar luka karena sekresi IL-10 akan tetap dipertahankan dibandingkan tanpa

Program Pembinaan Eks Penyandang Penyakit Sosial (Eks Narapidana, PSK, Narkoba Dan Penyakit Sosial Lainnya) dilaksanakan dengan dasar Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1998

Mangga kweni (Mangifera odorata Griff) merupakan salah satu anggota genus Mangifera yang memiliki aroma yang khas pada buah yang telah masak, sehingga mangga

Karena terkait dengan Amdal, UKL-UPL, usaha dan/atau kegiatan pengelolaan lingkungan hidup, izin lingkungan hidup juga harus memperhatikan ketentuan

Di dalam penelitian ini, akan dijabarkan mengenai profil tokoh-tokoh dalam novel Kuhapus Namamu dengan Nama-Nya karya Taufiqurrahman Al- Azizy dari segi: (1) pandangan hidup,

Kemudian belakangan ini kami memandang bahwa pendap at yang kuat adalah tidak bisa di-qodho`.. Uraiannya insya Allah akan kami tulis dalam rangkaian buku khusus

Hal ini menunjukkan bahwa minat konsumen akan konsumsi bukan makanan yang diantaranya adalah konsumsi jasa fitness dan jasa lainnya tidak mengalami penurunan yang besar