LAPORAN PENDAHULUAN RINITIS ALERGI DI POLI THT
RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH
Oleh:
Ramadhatil Mauraty NIM. P07120113106
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN KEPERAWATAN BANJARBARU
LEMBAR PENGESAHAN
NAMA : RAMADHATIL MAURATY
NIM : P07120113106
JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN RHINITIS ALERGI DI POLI
THT RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN
Banjarmasin. Januari 2015 Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik
Agustine Ramie., S. Kep., Ns., M. Kep Erwina Hamim., S. Kep
LAPORAN PENDAHULUAN RINITIS ALERGI DI POLI THT
RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH
A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh alergi pada pasien yang atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.
Rinitis alergi secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung yang terjadi setelah paparan alergen melalui inflamasi pada mukosa hidung.
Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and It’s Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.
Rinitis alergi merupakan bentuk alergi respiratorius yang paling sering ditemukan dan diperkirakan diantarai oleh reaksi imunologi cepat
(hipersensitivitas) . ( Brunner and Suddart, Edisi 8 vol 3) 2. Klasifikasi
Rinitis alergi sebelumnya dibagi berdasarkan waktu pajanan menjadi rinitis alergi musiman (seasonal), sepanjang tahun (perenial) dan akibat kerja (occasional). Rinitis alergi musiman hanya ada di negara yang memiliki empat musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari dan spora jamur. Gejala ketiganya hampir sama, hanya sifat
berlangsungnya yang berbeda. Gejala rinitis alergi sepanjang tahun timbul terus menerus atau intermiten.
Namun sekarang klasifikasi rinitis alergi menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup, berdasarkan lamanya dibagi menjadi intermiten dengan gejala ≤4 hari perminggu atau ≤4 minggu dan persisten dengan
gejala >4 hari perminggu dan >4 minggu. Berdasarkan beratnya penyakit dibagi dalam ringan dan sedang-berat tergantung dari gejala dan kualitas hidup. Dikatakan ringan yaitu tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, olah raga, belajar, bekerja dan lain-lain yang mengganggu. Dikatakan sedang-berat jika terdapat satu atau lebih gangguan tersebut di atas.
Intermiten Gejala ≤ 4 hari per minggu atau ≤ 4 minggu
Persisten Gejala > 4 hari per minggu dan > 4 minggu
Ringan tidur normal
aktivitas sehari-hari, saat olah raga dan santai normal
bekerja dan sekolah normal tidak ada keluhan yang
mengganggu
Sedang-Berat Satu atau lebih gejala tidur terganggu
aktivitas sehari-hari, saat olah raga dan santai terganggu masalah dalam sekolah dan
bekerja
ada keluhan yang mengganggu
3. Etiologi
Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas:
a. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasan, misalnya tungau debu rumah, kecoa, serpihan epitel kulit binatang, rerumputan, serta jamur.
b. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, sapi, telur, coklat, ikan laut, udang kepiting, dan kacang-kacangan.
c. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin dan sengatan lebah.
d. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik, perhiasanBerbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang, perubahan cuaca, dan kelembaban yang tinggi.
4. Manifestasi Klinik
Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari, keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi).
Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin, mata atau palatum yang gatal berair, rinore, hidung gatal, hidung tersumbat.
Pada mata dapat menunjukkan gejala berupa mata merah, gatal, conjungtivitis, mata terasa terbakar, dan lakrimasi.
Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba, efusi telinga bagian tengah.
Yang paling umum terjadi adalah: a. Kongesti nasal
b. Secret hidung yang jernih serta encer c. Bersin- bersin
d. Rasa gatal pada hidung
e. Sering terdapat rasa gatal pada tenggorok dan palatum mole f. Timbul batuk kering atau suara parau
g. Sakit kepala, nyeri didaerah paranasal
h. Epistaksis dapat juga menyertai rhinitis alergi 5. Patofisiologi
Awal terjadinya reaksi alergi dimulai dengan respon pengenalan alergen/antigen oleh sel darah putih yang dinamai sel makrofag, monosit
dan atau sel dendrit. Sel-sel tersebut berperan sebagai sel penyaji ( antigen presenting cell/sel APC), dan berada di mukosa saluran pernafasan. Antigen yang menempel pada permukaan mukosa tersebut ditangkap oleh sel-sel APC, kemudian dari antigen terbentuk fragmen peptida
imunogenik. Fragmen pendek peptida ini bergabung dengan MHC-II yang berada pada permukaan sel APC. Komplek peptida-MHC-II ini akan dipresentasikan ke limfosit T yang diberi nama Helper-T cells (TH0).
Apabila sel TH0 memiliki reseptor spesifik terhadap molekul komplek
peptida-MHC-II tersebut, maka akan terjadi penggabungan kedua molekul tesebut.
Sel APC akan melepas sitokin yang salah satunya adalah IL-1. IL-1 akan mengaktivasi TH0 menjadi TH1 dan TH2. Sel TH2 melepas sitokin antara
lain IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-13. IL-4 dan IL-13 akan ditangkap resptornya pada permukaan limfosit-B, akibatnya akan terjadi aktivasi limfosit-B. Limfosit-B aktif ini memproduksi IgE.
Molekul IgE beredar dalam sirkulasi darah akan memasuki jaringan dan ditangkap eleh reseptor IgE pada permukaan sel mastosit atau sel basofil. Maka akan terjadi degranulasi sel mastosit dengan akibat terlepasnya mediator alergis.Mediator yang terlepas terutama histamin. Histamin menyebabkan kelenjar mukosa dan goblet mengalami
hipersekresi, sehingga hidung beringus. Efek lainnya berupa gatal hidung, bersin-bersin, vasodilatasi dan penurunan permeabilitas pembuluh darah dengan akibat pembengkakan mukosa sehingga terjadi gejala sumbatan hidung.
Reaksi alergi yang segera terjadi akibat histamin tersebut dinamakan reaksi alergi fase cepat (RAFC), yang mencapai puncaknya pada 15-20 menit pasca paparan alergen dan berakhir pada sekitar 60 menit kemudian. Sepanjang RAFC mastosit juga melepas molekul-molekul kemotaktik yang terdiri dari ECFA (eosinophil chemotactic factor of anaphylatic) dan NCEA (neutrophil chemotactic factor of anaphylatic). Kedua molekul
tersebut menyebabkan penumpukkan sel eosinofil dan neutrofil di organ sasaran.
Reaksi alergi fase cepat ini dapat berlanjut terus sebagai reaksi alergi fase lambat (RAFL) sampai 24 bahkan 48 jam kemudian. Tanda khas RAFL adalah terlihatnya pertambahan jenis dan jumlah sel-sel inflamasi yangberakumulasi di jaringan sasaran dengan puncak akumulasi antara 4-8 jam. Sel yang paling konstan bertambah banyak jumlahnya dalam mukosa hidung dan menunjukkan korelasi dengan tingkat beratnya gejala pasca paparan adalah eosinofil.
PATHWAY
Allergen
Inhalasi & konsumsi antigen Jaringan mukosa
pe↑ permeabilitas kapiler perlambatan silia sinus paranasal
vasodilatasi kuman mudah msuk sal. nafas bawah nyeri odema jaringan Risiko Infeksi Nyeri Akut
secret hidung jernih odema mukosa hidung epistaksis bersin, rasa gatal Risiko Aspirasi
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Gangguan Rasa Nyaman
6. Komplikasi
a. Asma alergik
b. Obstruksi nasal kronik
c. Otitis kronik dengan gangguan pendengaran d. Anosmia ( gangguan kemampuan membau) e. Pada anak-anak deformitas dental orofasial 7. Pemeriksaan Khusus
a. Pemeriksaan sitologi hidung sebagai pemeriksaan penyaring atau pelengkap. Ditemukan eosofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan, basofil kemungkinan alergi ingestan dan sel polimorfonuklear menunjukkan infeksi bakteri.
b. Pada pemeriksaan darah tepi, hitung eosinofil dan IgE total serum dapat normal atau meningkat.
c. Yang lebih bermakna tes IgE spesifik dengan RAST (radio immunosorbent test) atau ELISA (enzyme linked immuno assay). d. Dapat juga dicari secara in vivo dengan uji intrakutan yang tunggal
atau berseri, uji tusuk ( prick test ), uji provokasi hidung / uji inhalasi dan uji gores. Pemeriksaan eliminasi dan provokasi untuk alergi makanan.
8. Penatalaksanaan/Terapi
Tujuan terapi adalah untuk meringankan gejala. Terapi dapat mencakup salah satu atau seluruh intervensi berikut ini : tindakan menghindari alergen, farmakoterapi atau imunoterapi.
a. Terapi penghindaran ( menghindari alergen)
Setiap upaya harus dilakukan untuk menghilangkan alergen yang bekerja sebagai factor pemicu. Tindakan sederhana dan kontrol lingkungan sering efektif untuk mengurangi gejala. Contoh
tindakan ini adalah penggunaan alat pengendali suhu ruangan atau air conditioner, pembersih udara, pelembab / penghilang
kelembaban dan lingkungan yang bebas asap. b. Farmakoterapi
1) Antihistamin
Merupakan kelompok utama obat yang diprogramkan untuk mengatasi gejala rinitis alergik. Efek samping yang utama dari
kelompok obat ini adalah sedasi. Efek samping tambahan mencakup keadaan gelisah, tremor, vertigo, mulut yang kering, palpitasi, anoreksia, mual dan vomitus. Contoh kelompok kimia preparat antihistamin H1 berefek sedasi: difenildramin, hidroksizin, CTM, tripelenamina, prometazin. Contoh kelompok kimia preparat antihistamin H1 tidak berefek sedasi: Hismanal, Claritin, seldane.
2) Preparat adrenergic
Merupakan vasokontriksi pembuluh darah mukosa dan dapat diberikan secara topical (nasal serta oftalmika) disamping peroral. Pemberian topical (tetesan dan semprotan ) menyebabkan efek samping yang lebih sedikit dibandingkan peroral.
3) Natrium kromolin intranasal
Merupakan semprotan yang bekerja dengan cara menstabilkan membrane sel mast dan menghambat pelepasan histamine serta mediator lainnya dalam respons alergi.
4) Kortikosteroid
Merupakan indikasi untuk kasus alergi yang berat dan persisiten. Dapat diberikan sistemik atau intranasal untuk kortikosteroid yang diabsopsi buruk seperti beklometason atau flunisolid.
c. Imunoterapi
Merupakan indikasi hanya jika hipersensivitas Ig E terlihat pada alergen inhalan yang spesifik yang tidak dapat dihindari oleh pasien ( debu rumah, serbuk sari).
Tujuan imunoterapi mencakup : penurunan kadar IgE dalam darah, peningkatan tingkat penghambatan antibody Ig G dan pengurangan sensitivitas sel mediator.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1. Pengkajian Fokus
a. Anamnesis
a. pasien mengatakan gatal pada hidungnya b. pasien mengeluh sakit kepala
c. batuk kering
d. pasien mengatakan bersin-bersin Data objektif :
a. secret hidung jernih b. odema mukosa hidung c. nyeri di daerah paranasal d. epistaksis
e. gatal pada tenggorokan
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:
Pada anamnesis didapati keluhan serangan bersin yang berulang. Bersin ini merupakan gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL sebagai akibat dilkepaskannya histamin. Gejala lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi).
Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan. Pasien juga perlu ditanya gangguan alergi selain yang menyerang hidung, seperti asma, eczema, urtikaria, atau sensitivitas obat.Keadaan lingkungan kerja dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk mengaitkan awitan gejala.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk rinitis alergi berfokus pada hidung, tetapi pemeriksaan wajah, mata, telinga, leher, paru-paru, dan kulit juga penting. 1) Wajah
a) Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungan dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung
b) Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang melalui setengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas dengan tangan.
2) Hidung
a) Pada pemeriksaan hidung digunakan nasal speculum atau bagi spesialis dapat menggunakan rhinolaringoskopi
b) Pada rinoskopi akan tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat, disertai adanya sekret encer yang banyak.
c) Tentukan karakteristik dan kuantitas mukus hidung. Pada rinitis alergi mukus encer dan tipis. Jika kental dan purulen biasanya
berhubungan dengan sinusitis. Namun, mukus yang kental, purulen dan berwarna dapat timbul pada rinitis alergi.
d) Periksa septum nasi untuk melihat adanya deviasi atau perforasi septum yang dapat disebabkan oleh rinitis alergi kronis, penyakit granulomatus.
e) Periksa rongga hidung untuk melihat adanya massa seperti polip dan tumor. Polip berupa massa yang berwarna abu-abu dengan tangkai. Dengan dekongestant topikal polip tidak akan menyusut. Sedangkan mukosa hidung akan menyusut.
3) Telinga, mata dan orofaring
a) Dengan otoskopi perhatikan adanya retraksi membran timpani, air-fluid level, atau bubbles. Kelainan mobilitas dari membran timpani dapat dilihat dengan menggunakan otoskopi pneumatik. Kelaianan tersebut dapat terjadi pada rinitis alergi yang disertai dengan disfungsi tuba eustachius dan otitis media sekunder. b) Pada pemeriksaan mata
Akan ditemukan injeksi dan pembengkakkan konjungtiva palpebral yang disertai dengan produksi air mata.
4) Leher. Perhatikan adanya limfadenopati
5) Paru-paru. Perhatikan adanya tanda-tanda asma 6) Kulit. Kemungkinaan adanya dermatitis atopi. 2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Rasa Nyaman
b. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas c. Risiko Aspirasi
d. Nyeri Akut e. Risiko Infeksi
Berdasarkan masalah diatas maka prioritas diagnose keperawatan yang muncul yaitu sebagai berikut:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/ d dengan peningkatan produksi secret d/d pasien mengatakan gatal pada hidungnya, batuk kering, pasien mengatakan bersin-bersin, secret hidung jernih, nyeri di daerah paranasal, epistaksis, odema mukosa hidung
b. Nyeri akut b/d respons alergi d/d pasien mengatakan sakit kepala, pasien mengatakan gatal pada hidungnya, pasien mengatakan bersin-bersin, odema mukosa hidung,epistaksis, nyeri di daerah paranasal. c. Gangguan rasa nyaman b/d odema pada mukosa hidung d/d pasien
mengatakan bersin-bersin, rasa gatal,secret hidung jernih, d. Risiko aspirasi b/d edema jaringan
e. Risiko terhadap infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan utama sekunder terhadap perlengketan secret di saluran pernapasan
3. Rencana Asuhan Keperawatan (Tujuan, Intervensi, Rasional)
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/ d dengan peningkatan produksi secret d/d pasien mengatakan gatal pada hidungnya, batuk kering, pasien mengatakan bersin-bersin, secret hidung jernih, nyeri di daerah paranasal, epistaksis, odema mukosa hidung
Tujuan : mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas.
Kriteria hasil :
- ronchi tidak ada - wheezing tidak ada
- tidak ada penumpukan sekrret - respirasi 20 X / menit
Tindakan perawatan Rasional 1. Kaji frekuensi/kedalaman
pernapasan dan gerakan dada
2. Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas krakels
3. Berikan minum air hangat daripada air dingin
1. Takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan atau cairan paru.
2.Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan, krakels terdengar sebagai respon terhadap pengumpulan cairan, secret.
3. Cairan hangat memobilisasi dan mengeluarkan secret.
4. Kolaborasi pemberian mukolitik, ekspektoran
4. Membantu menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi secret.
b. Nyeri akut b/d respons alergi d/d pasien mengatakan sakit kepala, pasien mengatakan gatal pada hidungnya, pasien mengatakan bersin-bersin, odema mukosa hidung,epistaksis, nyeri di daerah paranasal. Tujuan : nyeri pasien berkurang atau hilang
Kriteria hasil :- pasien mengatakan nyerinya berkurang - Pasien tidak meringis lagi
- Tanda –tanda vital normal
Tindakan perawatan Rasional
1. Tentukan karakteristik nyeri, misal : tajam, ditusuk, konstan
2. Observasi adanya tanda tanda nyeri non verbal, seperti: ekspresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis/meringis, menarik diri, diaphoresis, perubahan frekuensi jantung/pernapasan dan tekanan darah
3. Pantau tanda vital
4. Berikan tindakan nyaman, misal : relaksasi, pijatan punggung
5. Kolaborasi dalam pemberian analgesic.
1. nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan terapi yang diberikan
2. merupakan indicator derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami. Sakit kepala bersifat akut atau kronis, jadi manifestasi fisiologis bisa muncul atau tidak
3. perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri
4. tindakan non analgesic diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.
5. Diharapkan dapat membantu mengurangi nyeri
c. Gangguan rasa nyaman b/d odema pada mukosa hidung d/d pasien mengatakan bersin-bersin, rasa gatal,secret hidung jernih,
Tujuan : pasien menunjukkan tanda-tanda kearah perbaikan kenyamanan
Tindakan perawatan Rasional
1.Minta pasien menunjukkan lokasi dan lama waktu munculnya rasa tidak nyaman 2.Pantau berat ringan rasa tidak nyaman
yang dirasakan dengan menunjuk pada skala nyeri
3.Pantau saat muncul awitan rasa tidak nyaman
1.Memudahkan pemberian intervensi
2.Mengetahui sejauh mana rasa tidak nyaman sehingga memudahkan intervensi
3.Menghindari pencetus merupakan salah satu metode distraksi yang effektif
d. Risiko aspirasi berhubungan dengan edema jaringan Tujuan : Tidak terjadi gangguan aspirasi
Kriteria hasil : Jalan napas pasien lancar
Tindakan perawatan Rasional
1. Kurangi resiko aspirasi, jika pada pasien tirah baring, tinggikan posisi kepala
2. Bantu bersihkan sekresi dari hidung menggunakan tissue
3. Kaji kembali adanya obstruksi karena sekresi
1. Membantu membuka saluran napas
2. Mengurangi resiko aspirasi
3. Untuk menentukan intervensi selanjutnya
e. Risiko terhadap infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan utama sekunder terhadap perlengketan secret di saluran pernapasan.
Tujuan : infeksi tidak terjadi
Tindakan perawatan Rasional 1. Pantau tanda vital, khususnya
selama awal terapi
2. Observasi adanya inflamasi
3. Berikan obat-obatan sesuai indikasi : anti biotic
1. Selama periode waktu ini potensial komplikasi dapat terjadi maka perlu dilakukan pemantauan terhadap tanda-tanda infeksi
2. Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan
3. Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme sehingga tidak terjadi penyebaran kuman
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, E. Maryline. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Volume 3. Jakarta: EGC.
Javed Sheikh. 2014. Allergic Rhinitis di
http://emedicine.medscape.com/article/134825 diakses pada 19/01/2014 (20:17) Stuart I. Henochowicz. 2014. Allergic Rhinitis di
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000813.htm diakses pada 19/01/2014 (19:58)