• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN RINITIS ALERGI DI POLI THT

RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH

Oleh:

Ramadhatil Mauraty NIM. P07120113106

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

JURUSAN KEPERAWATAN BANJARBARU

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : RAMADHATIL MAURATY

NIM : P07120113106

JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN RHINITIS ALERGI DI POLI

THT RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

Banjarmasin. Januari 2015 Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Agustine Ramie., S. Kep., Ns., M. Kep Erwina Hamim., S. Kep

(3)

LAPORAN PENDAHULUAN RINITIS ALERGI DI POLI THT

RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH

A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh alergi pada pasien yang atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.

Rinitis alergi secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung yang terjadi setelah paparan alergen melalui inflamasi pada mukosa hidung.

Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and It’s Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

Rinitis alergi merupakan bentuk alergi respiratorius yang paling sering ditemukan dan diperkirakan diantarai oleh reaksi imunologi cepat

(hipersensitivitas) . ( Brunner and Suddart, Edisi 8 vol 3) 2. Klasifikasi

Rinitis alergi sebelumnya dibagi berdasarkan waktu pajanan menjadi rinitis alergi musiman (seasonal), sepanjang tahun (perenial) dan akibat kerja (occasional). Rinitis alergi musiman hanya ada di negara yang memiliki empat musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari dan spora jamur. Gejala ketiganya hampir sama, hanya sifat

berlangsungnya yang berbeda. Gejala rinitis alergi sepanjang tahun timbul terus menerus atau intermiten.

Namun sekarang klasifikasi rinitis alergi menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup, berdasarkan lamanya dibagi menjadi intermiten dengan gejala ≤4 hari perminggu atau ≤4 minggu dan persisten dengan

(4)

gejala >4 hari perminggu dan >4 minggu. Berdasarkan beratnya penyakit dibagi dalam ringan dan sedang-berat tergantung dari gejala dan kualitas hidup. Dikatakan ringan yaitu tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, olah raga, belajar, bekerja dan lain-lain yang mengganggu. Dikatakan sedang-berat jika terdapat satu atau lebih gangguan tersebut di atas.

Intermiten Gejala  ≤ 4 hari per minggu  atau ≤ 4 minggu

Persisten Gejala  > 4 hari per minggu  dan > 4 minggu

Ringan  tidur normal

 aktivitas sehari-hari, saat olah raga dan santai normal

 bekerja dan sekolah normal  tidak ada keluhan yang

mengganggu

Sedang-Berat Satu atau lebih gejala  tidur terganggu

 aktivitas sehari-hari, saat olah raga dan santai terganggu  masalah dalam sekolah dan

bekerja

 ada keluhan yang mengganggu

3. Etiologi

Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas:

a. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasan, misalnya tungau debu rumah, kecoa, serpihan epitel kulit binatang, rerumputan, serta jamur.

(5)

b. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, sapi, telur, coklat, ikan laut, udang kepiting, dan kacang-kacangan.

c. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin dan sengatan lebah.

d. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik, perhiasanBerbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang, perubahan cuaca, dan kelembaban yang tinggi.

4. Manifestasi Klinik

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari, keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi).

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin, mata atau palatum yang gatal berair, rinore, hidung gatal, hidung tersumbat.

Pada mata dapat menunjukkan gejala berupa mata merah, gatal, conjungtivitis, mata terasa terbakar, dan lakrimasi.

Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba, efusi telinga bagian tengah.

Yang paling umum terjadi adalah: a. Kongesti nasal

b. Secret hidung yang jernih serta encer c. Bersin- bersin

d. Rasa gatal pada hidung

e. Sering terdapat rasa gatal pada tenggorok dan palatum mole f. Timbul batuk kering atau suara parau

g. Sakit kepala, nyeri didaerah paranasal

h. Epistaksis dapat juga menyertai rhinitis alergi 5. Patofisiologi

Awal terjadinya reaksi alergi dimulai dengan respon pengenalan alergen/antigen oleh sel darah putih yang dinamai sel makrofag, monosit

(6)

dan atau sel dendrit. Sel-sel tersebut berperan sebagai sel penyaji ( antigen presenting cell/sel APC), dan berada di mukosa saluran pernafasan. Antigen yang menempel pada permukaan mukosa tersebut ditangkap oleh sel-sel APC, kemudian dari antigen terbentuk fragmen peptida

imunogenik. Fragmen pendek peptida ini bergabung dengan MHC-II yang berada pada permukaan sel APC. Komplek peptida-MHC-II ini akan dipresentasikan ke limfosit T yang diberi nama Helper-T cells (TH0).

Apabila sel TH0 memiliki reseptor spesifik terhadap molekul komplek

peptida-MHC-II tersebut, maka akan terjadi penggabungan kedua molekul tesebut.

Sel APC akan melepas sitokin yang salah satunya adalah IL-1. IL-1 akan mengaktivasi TH0 menjadi TH1 dan TH2. Sel TH2 melepas sitokin antara

lain IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-13. IL-4 dan IL-13 akan ditangkap resptornya pada permukaan limfosit-B, akibatnya akan terjadi aktivasi limfosit-B. Limfosit-B aktif ini memproduksi IgE.

Molekul IgE beredar dalam sirkulasi darah akan memasuki jaringan dan ditangkap eleh reseptor IgE pada permukaan sel mastosit atau sel basofil. Maka akan terjadi degranulasi sel mastosit dengan akibat terlepasnya mediator alergis.Mediator yang terlepas terutama histamin. Histamin menyebabkan kelenjar mukosa dan goblet mengalami

hipersekresi, sehingga hidung beringus. Efek lainnya berupa gatal hidung, bersin-bersin, vasodilatasi dan penurunan permeabilitas pembuluh darah dengan akibat pembengkakan mukosa sehingga terjadi gejala sumbatan hidung.

Reaksi alergi yang segera terjadi akibat histamin tersebut dinamakan reaksi alergi fase cepat (RAFC), yang mencapai puncaknya pada 15-20 menit pasca paparan alergen dan berakhir pada sekitar 60 menit kemudian. Sepanjang RAFC mastosit juga melepas molekul-molekul kemotaktik yang terdiri dari ECFA (eosinophil chemotactic factor of anaphylatic) dan NCEA (neutrophil chemotactic factor of anaphylatic). Kedua molekul

(7)

tersebut menyebabkan penumpukkan sel eosinofil dan neutrofil di organ sasaran.

Reaksi alergi fase cepat ini dapat berlanjut terus sebagai reaksi alergi fase lambat (RAFL) sampai 24 bahkan 48 jam kemudian. Tanda khas RAFL adalah terlihatnya pertambahan jenis dan jumlah sel-sel inflamasi yangberakumulasi di jaringan sasaran dengan puncak akumulasi antara 4-8 jam. Sel yang paling konstan bertambah banyak jumlahnya dalam mukosa hidung dan menunjukkan korelasi dengan tingkat beratnya gejala pasca paparan adalah eosinofil.

(8)

PATHWAY

Allergen

Inhalasi & konsumsi antigen Jaringan mukosa

pe↑ permeabilitas kapiler perlambatan silia sinus paranasal

vasodilatasi kuman mudah msuk sal. nafas bawah nyeri odema jaringan Risiko Infeksi Nyeri Akut

secret hidung jernih odema mukosa hidung epistaksis bersin, rasa gatal Risiko Aspirasi

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Gangguan Rasa Nyaman

(9)

6. Komplikasi

a. Asma alergik

b. Obstruksi nasal kronik

c. Otitis kronik dengan gangguan pendengaran d. Anosmia ( gangguan kemampuan membau) e. Pada anak-anak deformitas dental orofasial 7. Pemeriksaan Khusus

a. Pemeriksaan sitologi hidung sebagai pemeriksaan penyaring atau pelengkap. Ditemukan eosofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan, basofil kemungkinan alergi ingestan dan sel polimorfonuklear menunjukkan infeksi bakteri.

b. Pada pemeriksaan darah tepi, hitung eosinofil dan IgE total serum dapat normal atau meningkat.

c. Yang lebih bermakna tes IgE spesifik dengan RAST (radio immunosorbent test) atau ELISA (enzyme linked immuno assay). d. Dapat juga dicari secara in vivo dengan uji intrakutan yang tunggal

atau berseri, uji tusuk ( prick test ), uji provokasi hidung / uji inhalasi dan uji gores. Pemeriksaan eliminasi dan provokasi untuk alergi makanan.

8. Penatalaksanaan/Terapi

Tujuan terapi adalah untuk meringankan gejala. Terapi dapat mencakup salah satu atau seluruh intervensi berikut ini : tindakan menghindari alergen, farmakoterapi atau imunoterapi.

a. Terapi penghindaran ( menghindari alergen)

Setiap upaya harus dilakukan untuk menghilangkan alergen yang bekerja sebagai factor pemicu. Tindakan sederhana dan kontrol lingkungan sering efektif untuk mengurangi gejala. Contoh

tindakan ini adalah penggunaan alat pengendali suhu ruangan atau air conditioner, pembersih udara, pelembab / penghilang

kelembaban dan lingkungan yang bebas asap. b. Farmakoterapi

1) Antihistamin

Merupakan kelompok utama obat yang diprogramkan untuk mengatasi gejala rinitis alergik. Efek samping yang utama dari

(10)

kelompok obat ini adalah sedasi. Efek samping tambahan mencakup keadaan gelisah, tremor, vertigo, mulut yang kering, palpitasi, anoreksia, mual dan vomitus. Contoh kelompok kimia preparat antihistamin H1 berefek sedasi: difenildramin, hidroksizin, CTM, tripelenamina, prometazin. Contoh kelompok kimia preparat antihistamin H1 tidak berefek sedasi: Hismanal, Claritin, seldane.

2) Preparat adrenergic

Merupakan vasokontriksi pembuluh darah mukosa dan dapat diberikan secara topical (nasal serta oftalmika) disamping peroral. Pemberian topical (tetesan dan semprotan ) menyebabkan efek samping yang lebih sedikit dibandingkan peroral.

3) Natrium kromolin intranasal

Merupakan semprotan yang bekerja dengan cara menstabilkan membrane sel mast dan menghambat pelepasan histamine serta mediator lainnya dalam respons alergi.

4) Kortikosteroid

Merupakan indikasi untuk kasus alergi yang berat dan persisiten. Dapat diberikan sistemik atau intranasal untuk kortikosteroid yang diabsopsi buruk seperti beklometason atau flunisolid.

c. Imunoterapi

Merupakan indikasi hanya jika hipersensivitas Ig E terlihat pada alergen inhalan yang spesifik yang tidak dapat dihindari oleh pasien ( debu rumah, serbuk sari).

Tujuan imunoterapi mencakup : penurunan kadar IgE dalam darah, peningkatan tingkat penghambatan antibody Ig G dan pengurangan sensitivitas sel mediator.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1. Pengkajian Fokus

a. Anamnesis

(11)

a. pasien mengatakan gatal pada hidungnya b. pasien mengeluh sakit kepala

c. batuk kering

d. pasien mengatakan bersin-bersin Data objektif :

a. secret hidung jernih b. odema mukosa hidung c. nyeri di daerah paranasal d. epistaksis

e. gatal pada tenggorokan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:

Pada anamnesis didapati keluhan serangan bersin yang berulang. Bersin ini merupakan gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL sebagai akibat dilkepaskannya histamin. Gejala lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi).

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan. Pasien juga perlu ditanya gangguan alergi selain yang menyerang hidung, seperti asma, eczema, urtikaria, atau sensitivitas obat.Keadaan lingkungan kerja dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk mengaitkan awitan gejala.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik untuk rinitis alergi berfokus pada hidung, tetapi pemeriksaan wajah, mata, telinga, leher, paru-paru, dan kulit juga penting. 1) Wajah

a) Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungan dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung

b) Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang melalui setengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas dengan tangan.

2) Hidung

a) Pada pemeriksaan hidung digunakan nasal speculum atau bagi spesialis dapat menggunakan rhinolaringoskopi

b) Pada rinoskopi akan tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat, disertai adanya sekret encer yang banyak.

c) Tentukan karakteristik dan kuantitas mukus hidung. Pada rinitis alergi mukus encer dan tipis. Jika kental dan purulen biasanya

(12)

berhubungan dengan sinusitis. Namun, mukus yang kental, purulen dan berwarna dapat timbul pada rinitis alergi.

d) Periksa septum nasi untuk melihat adanya deviasi atau perforasi septum yang dapat disebabkan oleh rinitis alergi kronis, penyakit granulomatus.

e) Periksa rongga hidung untuk melihat adanya massa seperti polip dan tumor. Polip berupa massa yang berwarna abu-abu dengan tangkai. Dengan dekongestant topikal polip tidak akan menyusut. Sedangkan mukosa hidung akan menyusut.

3) Telinga, mata dan orofaring

a) Dengan otoskopi perhatikan adanya retraksi membran timpani, air-fluid level, atau bubbles. Kelainan mobilitas dari membran timpani dapat dilihat dengan menggunakan otoskopi pneumatik. Kelaianan tersebut dapat terjadi pada rinitis alergi yang disertai dengan disfungsi tuba eustachius dan otitis media sekunder. b) Pada pemeriksaan mata

Akan ditemukan injeksi dan pembengkakkan konjungtiva palpebral yang disertai dengan produksi air mata.

4) Leher. Perhatikan adanya limfadenopati

5) Paru-paru. Perhatikan adanya tanda-tanda asma 6) Kulit. Kemungkinaan adanya dermatitis atopi. 2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan Rasa Nyaman

b. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas c. Risiko Aspirasi

d. Nyeri Akut e. Risiko Infeksi

Berdasarkan masalah diatas maka prioritas diagnose keperawatan yang muncul yaitu sebagai berikut:

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/ d dengan peningkatan produksi secret d/d pasien mengatakan gatal pada hidungnya, batuk kering, pasien mengatakan bersin-bersin, secret hidung jernih, nyeri di daerah paranasal, epistaksis, odema mukosa hidung

(13)

b. Nyeri akut b/d respons alergi d/d pasien mengatakan sakit kepala, pasien mengatakan gatal pada hidungnya, pasien mengatakan bersin-bersin, odema mukosa hidung,epistaksis, nyeri di daerah paranasal. c. Gangguan rasa nyaman b/d odema pada mukosa hidung d/d pasien

mengatakan bersin-bersin, rasa gatal,secret hidung jernih, d. Risiko aspirasi b/d edema jaringan

e. Risiko terhadap infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan utama sekunder terhadap perlengketan secret di saluran pernapasan

3. Rencana Asuhan Keperawatan (Tujuan, Intervensi, Rasional)

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/ d dengan peningkatan produksi secret d/d pasien mengatakan gatal pada hidungnya, batuk kering, pasien mengatakan bersin-bersin, secret hidung jernih, nyeri di daerah paranasal, epistaksis, odema mukosa hidung

Tujuan : mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas.

Kriteria hasil :

- ronchi tidak ada - wheezing tidak ada

- tidak ada penumpukan sekrret - respirasi 20 X / menit

Tindakan perawatan Rasional 1. Kaji frekuensi/kedalaman

pernapasan dan gerakan dada

2. Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas krakels

3. Berikan minum air hangat daripada air dingin

1. Takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan atau cairan paru.

2.Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan, krakels terdengar sebagai respon terhadap pengumpulan cairan, secret.

3. Cairan hangat memobilisasi dan mengeluarkan secret.

(14)

4. Kolaborasi pemberian mukolitik, ekspektoran

4. Membantu menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi secret.

b. Nyeri akut b/d respons alergi d/d pasien mengatakan sakit kepala, pasien mengatakan gatal pada hidungnya, pasien mengatakan bersin-bersin, odema mukosa hidung,epistaksis, nyeri di daerah paranasal. Tujuan : nyeri pasien berkurang atau hilang

Kriteria hasil :- pasien mengatakan nyerinya berkurang - Pasien tidak meringis lagi

- Tanda –tanda vital normal

Tindakan perawatan Rasional

1. Tentukan karakteristik nyeri, misal : tajam, ditusuk, konstan

2. Observasi adanya tanda tanda nyeri non verbal, seperti: ekspresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis/meringis, menarik diri, diaphoresis, perubahan frekuensi jantung/pernapasan dan tekanan darah

3. Pantau tanda vital

4. Berikan tindakan nyaman, misal : relaksasi, pijatan punggung

5. Kolaborasi dalam pemberian analgesic.

1. nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan terapi yang diberikan

2. merupakan indicator derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami. Sakit kepala bersifat akut atau kronis, jadi manifestasi fisiologis bisa muncul atau tidak

3. perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri

4. tindakan non analgesic diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.

5. Diharapkan dapat membantu mengurangi nyeri

(15)

c. Gangguan rasa nyaman b/d odema pada mukosa hidung d/d pasien mengatakan bersin-bersin, rasa gatal,secret hidung jernih,

Tujuan : pasien menunjukkan tanda-tanda kearah perbaikan kenyamanan

Tindakan perawatan Rasional

1.Minta pasien menunjukkan lokasi dan lama waktu munculnya rasa tidak nyaman 2.Pantau berat ringan rasa tidak nyaman

yang dirasakan dengan menunjuk pada skala nyeri

3.Pantau saat muncul awitan rasa tidak nyaman

1.Memudahkan pemberian intervensi

2.Mengetahui sejauh mana rasa tidak nyaman sehingga memudahkan intervensi

3.Menghindari pencetus merupakan salah satu metode distraksi yang effektif

d. Risiko aspirasi berhubungan dengan edema jaringan Tujuan : Tidak terjadi gangguan aspirasi

Kriteria hasil : Jalan napas pasien lancar

Tindakan perawatan Rasional

1. Kurangi resiko aspirasi, jika pada pasien tirah baring, tinggikan posisi kepala

2. Bantu bersihkan sekresi dari hidung menggunakan tissue

3. Kaji kembali adanya obstruksi karena sekresi

1. Membantu membuka saluran napas

2. Mengurangi resiko aspirasi

3. Untuk menentukan intervensi selanjutnya

e. Risiko terhadap infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan utama sekunder terhadap perlengketan secret di saluran pernapasan.

Tujuan : infeksi tidak terjadi

(16)

Tindakan perawatan Rasional 1. Pantau tanda vital, khususnya

selama awal terapi

2. Observasi adanya inflamasi

3. Berikan obat-obatan sesuai indikasi : anti biotic

1. Selama periode waktu ini potensial komplikasi dapat terjadi maka perlu dilakukan pemantauan terhadap tanda-tanda infeksi

2. Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan

3. Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme sehingga tidak terjadi penyebaran kuman

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E. Maryline. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Volume 3. Jakarta: EGC.

Javed Sheikh. 2014. Allergic Rhinitis di

http://emedicine.medscape.com/article/134825 diakses pada 19/01/2014 (20:17) Stuart I. Henochowicz. 2014. Allergic Rhinitis di

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000813.htm diakses pada 19/01/2014 (19:58)

Referensi

Dokumen terkait

Lesu, lemah, rasa tak enak yang sukar dilukiskan, rasa tak enak di dada & perut, rasa gatal di hidung & palatum. Hidung gatal, bersin,

Gejala klinis rinitis alergi yang paling sering dialami pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2018 adalah gejala bersin,

ü Rinitis / pilek alergi adalah gejala kelainan hidung akibat terpapar alergen yang.. inflamasinya

Dalam 1 tahun terakhir, pernahkah anak Anda mengalami bersin-bersin, atau hidung berair, atau hidung tersumbat saat dia TIDAK menderita batuk pilek ataupun influenza.. ( ) Ya (

OS juga menyangkal hidung sering gatal, bersin-bersin, maupun hidung yang tersumbat secara bergantian pada kanan dan kiri pada pagi atau malam hari.. Sejak 2,5 bulan yang

Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer

Rinitis alergi secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung yang terjadi setelah paparan alergen melalui inflamasi yang diperantarai IgE pada

Rinitis alergi yaitu penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien yang atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya