• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ilmu Ma'Rifat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ilmu Ma'Rifat"

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

ILMU MA’RIFAT

Posted by alamedia under Tak Berkategori Leave a Comment

Apabila,

Ma’rifat adalah penyaksian akan Allah,

Hakekat adalah ikhlas, syukur dan sabar sebelum penyaksian Allah, Tarekat adalah jalan pengosongan sebelum hakekat,

Syari’at adalah dalil kehidupan dalam menghormati eksistensi-eksistensi lain.

Maka,

Syari’at adalah bagaimana mewujudkan penyaksian akan Allah,

Tarekat adalah bagaimana dalam kehidupan senantiasa mengingatnya, Hakekat adalah bagaimana ikhlas, syukur dan sabar dalam kehidupan,

Ma’rifat adalah implementasi kehidupan dalam penyaksian dan menyaksikan-Nya.

Apabila,

Syari’at adalah bagaimana mewujudkan penyaksian akan Allah,

Tarekat adalah bagaimana dalam kehidupan senantiasa mengingat-Nya, Hakekat adalah bagaimana ikhlas, syukur dan sabar dalam kehidupan,

Ma’rifat adalah implementasi kehidupan dalam penyaksian dan menyaksikan-Nya.

Maka,

Ma’rifat adalah penyaksian akan Allah,

(2)

Tarekat adalah jalan pengosongan sebelum hakekat,

Syari’at adalah dalil kehidupan dalam menghormati eksistensi-eksistensi lain.

Apabila dan Maka, Bersatu dalam Titik, Titik itu adalah Allah,

Syari’at-Tarekat berawal dari Titik, Hakekat-Ma’rifat berakhir di Titik.

Billahu, Fillahu, Bi Idznillahu, Minallahu, Allahu, Titik.

SULUK SARIDIN (SYEKH JANGKUNG)

Bismillah, wengi iki ingsung madep, ngawiti murih pakerti, pakertining budi kang fitri, sujud ingsun, ing ngarsané Dzat Kang Maha Suci.

(3)

Artinya :

Bismillah, malam ini hamba menghadap, mengawali meraih hikmah/ hikmah budi yang suci, hamba bersujud, di hadapan Keagungan Yang Mahasuci.

Bismillah ar-rahman ar-rahim, rabu mbengi, malam kamis, tanggal lima las, wulan poso, posoning ati ngilangi fitnah, posoning rogo ngeker tingkah.

Artinya :

Bismillâh ar-Rahmân ar-Rahîm, Rabu malam Kamis, tanggal 15 bulan Ramadhan, puasa hati menghilangkan fitnah, puasa raga mencegah tingkah buruk.

Bismillah, dhuh Pangeran Kang Maha Suci, niat ingsun ndalu niki, kawula kang ngawiti, nulis serat kang ingsun arani, serat Hidayat Bahrul Qalbi, anggayuh Sangkan Paraning Dumadi.

Artinya :

Bismillâh, wahai Tuhan Yang Mahasuci, niat hamba malam ini, hamba yang mengawali, menulis surat yang dinamai, surat Hidayat Bahrul Qalbi, untuk memahami asal tujuan hidup ini.

Bismillah, dhuh Pangeran mugi hanebihna, saking nafsu ingsun iki, kang nistha sipatipun, tansah ngajak ing laku drengki, ngedohi perkawis kang wigati.

(4)

Bismillâh, wahai Tuhan semoga Engkau menjauhkan, dari nafsu hamba ini, yang buruk sifatnya, senantiasa mengajak berlaku dengki, menjauhi perkara yang baik.

Bismillah, kanthi nyebut asmaning Allah, Dzat ingkang Maha Welas, Dzat ingkang Maha Asih, kawula nyenyuwun, kanthi tawasul marang Gusti Rasul, Rasul kang aran Nur Muhammad, mugiya kerso paring sapangat, kanthi pambuka ummul kitab.

Artinya :

Bismillâh, dengan menyebut nama Allah, Dzat Yang Maha Pengasih, Dzat Yang Maha Penyayang, hamba memohon, melalui perantara Rasul, Rasul yang bernama Nur Muhammad, semoga berkenan memberi syafaat, dengan pembukaan membaca ummul kitab.

Sun tulis kersaneng rasa, rasaning wong tanah Jawa, sun tulis kersaneng ati, atining jiwa kang Jawi, ati kang suci, tanda urip kang sejati, sun tulis kersaning agami, ageming diri ingkang suci.

Artinya :

Hamba tulis karena rasa, perasaan orang tanah Jawa, hamba tulis karena hati, hati dari jiwa yang keluar, hati yang suci, tanda hidup yang sejati, hamba tulis karena agama, pegangan diri yang suci.

Kang tinulis dudu ajaran, kang tinulis dudu tuntunan, iki serat sakdermo mahami, opo kang tinebut ing Kitab Suci, iki serat amung mangerteni, tindak lampahé Kanjeng Nabi.

Artinya :

Yang tertulis bukan ajaran, yang tertulis bukan tuntunan, surat ini sekadar memahami, apa yang tersebut dalam Kitab Suci, surat ini sekadar mengetahui, perilaku hidup Kanjeng Nabi.

(5)

Apa kang ana ing serat iki, mong rasa sedehing ati, ati kang tanpa doyo, mirsani tindak lampahing konco, ingkang tebih saking budi, budining rasa kamanungsan, sirna ilang apa kang dadi tuntunan.

Artinya :

Apa yang ada di surat ini, hanya rasa kesedihan hati, hati yang tiada berdaya, melihat sikap perilaku saudara, yang jauh dari budi, budi rasa kemanusiaan, hilang sudah apa yang menjadi tuntunan.

Mugi-mugi dadiho pitutur, marang awak déwé ingsun, syukur nyumrambahi para sadulur, nyoto iku dadi sesuwun, ing ngarsane Dzat Kang Luhur.

Artinya :

Semoga menjadi petunjuk, terhadap diri hamba sendiri, syukur bisa berguna untuk sesama, itulah yang menjadi permohonan, di hadapan Dzat Yang Maha Agung.

01. SYARIAT

Mangertiyo sira kabéh, narimoho kanthi saréh, opo kang dadi toto lan aturan, opo kang dadi pinesténan, anggoning ngabdi marang Pangeran.

Artinya :

Mengertilah kalian semua, terimalah dengan segala kerendahan jiwa, terimalah dengan tulus dan rela, apa yang menjadi ketetapan dan aturan, apa yang telah digariskan, untuk mengabdi pada Keagungan Tuhan.

(6)

Basa sarak istilah ‘Arbi, tedah isarat urip niki, mulo kénging nampik milih, pundhi ingkang dipun lampahi, anggoning ngabdi marang Ilahi.

Artinya :

Istilah syarak adalah bahasa Arab, yang berarti petunjuk atau pedoman untuk menjalani kehidupan ‘agama’, untuk itulah diperbolehkan memilih, mana yang akan dijalani sesuai dengan kemampuan diri, guna mengabdi pada Keagungan Ilahi.

Saréngat iku tan ora keno, tininggal selagi kuwoso, ageming diri kang wigati, cecekelan maring kitab suci, amrih murih rahmating Gusti.

Artinya :

Apa yang telah di-syari‘at-kan hendaknya jangan kita tinggal, selama diri ini mampu untuk menjalankan, aturan yang menjadi pegangan hidup kita, aturan yang sudah dijelaskan dalam kitab suci al-Qur’an, Itu semua, tidak lain hanya usaha kita untuk mendapat rahmat, dan pengampunan dari Yang Maha Kuasa.

Saréngat iku keno dén aran, patemoné badan lawan lésan, ono maneh kang pepiling, sareh anggoné kidmat, nyembah ngabdi marang Dzat.

Artinya :

Syariat juga diartikan, sebuah pertemuan antara badan dengan lisan, bertemunya raga dengan apa yang dikata, ada juga yang memberi pengertian, bahwa syariat adalah pasrah dalam berkhidmat, menyembah dan mengabdi pada Keagungan Yang Mahasuci.

(7)

kang wus lumrah limang wektu, wantu wataking wawaton.

Artinya :

Syari`at atau Sembah Raga itu, merupakan tahap persiapan, di mana seseorang harus melewati proses pembersihan diri, dengan cara mengikuti peraturan-peraturan yang ada, dan yang sudah ditentukan— rukun Islam.

Mulo iling-ilingo kang tinebut iki, sadat, sholat kanthi kidmat, zakat bondo lawan badan, poso sak jroning wulan ramadhan, tinemu haji pinongko mampu, ngudi luhuring budi kang estu.

Artinya :

Maka ingat-ingatlah apa yang tersebut di bawah ini, syahadat dengan penuh keihklasan, shalat dengan khusuk dan penuh ketakdhiman, mengeluarkan zakat harta dan badan untuk sesame, puasa pada bulan ramadhan atas nama pengabdian pada Tuhan, menunaikan ibadah haji untuk meraih kehalusan budi pekerti.

Limo cukup tan kurang, dadi rukune agami Islam, wajib kagem ingkang baligh, ngaqil, eling tur kinarasan, menawi lali ugi nyauri.

Artinya :

Lima sudah tersebut tidak kurang, menjadi ketetapan sebagai rukun Islam, wajib dilakukan bagi orang ‘Islam’ yang sudah baligh, berakal, tidak gila dan sehat, adapun, jika lupa menjalankan hendaknya diganti pada waktu yang lain.

(8)

Syaringat ugi kawastanan, laku sembah mawi badan, sembah suci maring Hyang, Hyang ingkang nyipto alam, sembahyang tinemu pungkasan.

Artinya :

Syariat juga dinamakan, melakukan penyembahan dengan menggunakan anggota badan, menyembah pada Keagungan Tuhan, Tuhan yang menciptakan alam, Sembah Hyang, begitu kiranya nama yang diberikan.

SYAHADAT

Sampun dados pengawitan, tiyang ingkang mlebet Islam, anyekseni wujuding Pangeran, mahos sadat kanthi temenan, madep-manteb ananing iman.

Artinya :

Sudah menjadi pembukaan, bagi orang yang ingin masuk Islam, bersaksi akan wujudnya Tuhan, bersungguh-sungguh membaca syahadat, disertai ketetapan hati untuk beriman.

Asyhadu an-lâ ilâha illâ Allâh wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah, Tinucapo mawi lisan, Sareh legowo tanpa pameksan, Mlebet wonten njroning ati, Dadiho pusoko anggoning ngabdi.

Artinya :

Asyhadu an-lâ ilâha illâ Allâh wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah, ucapkanlah dengan lisan, penuh kesadaran tanpa paksaan, masukkan maknanya ke dalam hati, semoga menjadi pusaka untuk terus mengabdi.

(9)

Tan ana Pangeran, kang wajib dén sembah, kejawi amung Gusti Allah, semanten ugi Rasul Muhammad, kang dadi lantaran pitulungé umat.

Artinya :

Hamba bersaksi bahwa tak ada tuhan, yang wajib disembah, kecuali Allah swt, begitu pula dengan Nabi Agung Muhammad saw, yang menjadi perantara pertolongan umat.

SHALAT

Syarat limo ajo lali, kadas najis, badan kedah suci, nutup aurat kanti kiat, jumeneng panggonan mboten mlarat, ngerti wektu madep kiblat, sampurno ingkang dipun serat.

Artinya :

Lima syarat jangan lupa, badan harus suci dari hadats dan najis, menutup aurat jika tidak kesulitan, dilaksanakan di tempat yang suci, mengerti waktu untuk melakukan shalat, lalu menghadap kiblat, sempurna sudah yang ditulis.

Wolu las kang dadi mufakat, rukun sahe nglakoni shalat, niat nejo, ngadek ingkang kiat, takbir banjur mahos surat, al-fatihah ampun ngantos lepat.

Artinya :

Delapan belas yang menjadi mufakat, rukun sahnya menjalankan shalat, niat melakukan shalat, berdiri bagi kita yang mampu, mengucapkan takbiratul ikhram membaca surat, al-Fatichah jangan sampai keliru.

(10)

Rukuk, tumakninah banjur ngadek, aran iktidal kanti jejek, tumakninah semanten ugi, banjur sujud tumurun ing bumi, sareng tumakninah ingkang mesti, kinaranan ing tumakninah, meneng sedelok sak wuse obah.

Artinya :

Rukuk dengan tenang lalu berdiri, disebut i’tidal dengan tegap, hendaknya juga tenang seperti rukuk, lalu sujud turun ke bumi, bersama thumakninah yang benar, dinamakan thumakninah, diam sebentar setelah bergerak.

Sewelas iku lungguh, antarane rong sujudan, tumuli tumakninah, kaping telulas lungguh akhir,

banjur maos pamuji dikir.

Artinya :

Sebelas itu duduk, di antara dua sujud, disertai thumakninah, tiga belas duduk akhir, lalu membaca pujian dzikir.

Limolas iku moco sholawat, kagem Gusti Rosul Muhammad, tumuli salam kang kawitan,

sertane niat rampungan, tertib sempurna dadi pungkasan.

(11)

Artinya :

Lima belas membaca shalawat, kepada Rasul Muhammad, kemudian salam yang pertama, bersama niat keluar shalat, tertib menjadi kesempurnaan.

ZAKAT

Zakat iku wus dadi prentah, den lampahi setahun pindah, tumprap wong kang rijkine torah, supados bersih awak lan bondo, ojo pisan-pisan awak déwé leno.

Artinya :

Zakat sudah menjadi perintah, dilakukan setahun sekali, bagi orang yang hartanya berlimpah, supaya bersih raga dan harta, jangan sekali-kali kita lupa.

Umume wong dho ngenthoni, malem bodho idul fitri, zakat firah den arani, bersihaké badan lawan ati, zakat maal ugo mengkono, nanging kaprahing dho orak lélo.

Artinya :

Umumnya orang mengeluarkan, malam Hari Raya Idul Fitri, zakat fitrah dinamai, membersihkan raga dan hati, zakat harta juga begitu, namun umumnya pada tidak rela.

Ampun supé niating ati, nglakoni rukun pardune agami, lillahi ta`ala iku krentekno, amrih murih ridaning Gusti, supados dadi abdi kang mulyo.

(12)

Jangan lupa niat di hati, menjalankan rukun fardhunya agama, karena Allah tanamkanlah, untuk mendapat keridhaan-Nya, supaya menjadi hamba yang mulia.

PUASA

Islam, balék, kiat, ngakal, papat sampun kinebatan, wonten maleh ingkang lintu, Islam, balék lawan ngakal, dados sarat nglampahi siam.

Artinya :

Islam, baligh, kuat, berakal, empat sudah disebutkan, ada juga yang mengatakan, Islam, baligh, dan berakal, menjadi syarat menjalankan puasa.

Kados sarat rukun ugi sami, kedah dilampai kanthi wigati, niat ikhlas jroning ati, cegah dahar lawan ngombé, nejo jimak kaping teluné, mutah-mutah kang digawé.

Artinya :

Seperti syarat, rukun juga sama, harus dijalanlan dengan hati-hati, niat ikhlas di dalam hati, mencegah makan dan minum, jangan bersetubuh nomor tiga, jangan memuntahkan sesuatu karena sengaja.

Papat jangkep sampun cekap, dadus sarat rukuné pasa, ngatos-ngatos ampun léna, mugiyo hasil ingkang dipun seja, tentreming ati urip kang mulya.

(13)

Artinya :

Empat genap sudah cukup, menjadi syarat rukunnya puasa, hati-hati jangan terlena, semoga berhasil apa yang diinginkan, tentramnya hati hidup dengan mulia.

HAJI

Limo akhir dadi kasampurnan, ngelampahi rukun parduné Islam, bidal zaroh ing tanah mekah,

menawi kiat bandane torah, lego manah tinggal pitnah kamanungsan.

Artinya :

Lima terakhir menjadi kesempurnaan, menjalankan rukun fardhunya Islam, pergi ziarah ke tanah Makah, jika kuat dan hartanya berlimpah, hati rela menjauhi fitnah kemanusiaan.

Pitu dadi sepakatan, sarat kaji kang temenan, Islam, balik, ngakal, merdeka, ananing banda lawan sarana, aman dalan sertané panggonan.

Artinya :

Tujuh jadi kesepakatan, syarat haji yang betulan, Islam, baligh, berakal, merdeka, adanya harta dan sarana, aman jalan beserta tempat.

Ikram sertané niat, dadi rukun kang kawitan, wukuf anteng ing ngaropah, towaf mlaku ngubengi kakbah, limo sangi ojo lali, sopa marwah pitu bola-bali.

(14)

Artinya :

Ikhram beserta niat, menjadi rukun yang pertama, thawaf berjalan mengelilingi ka‘bah, lima sa’i jangan lupa, safa-marwah tujuh kali.

02. THARIQAT

Muji sukur Dzat Kang Rahman, tarékat iku sak dermo dalan, panemoné lisan ing pikiran, nimbang nanting lawan heneng, bener luputé sira kanthi héling.

Artinya :

Puji syukur Dzat Yang Penyayang, tarekat hanyalah sekadar jalan, bertemunya ucapan dalam pikiran, menimbang memilih dengan tenang, benar tidaknya engkau dengan penuh kesadaran.

Tarékat ugi kawastanan, sembah cipto kang temenan, nyegah nafsu kang ngambra-ambra, ngedohi sipat durangkara, srah lampah ing Bathara.

Artinya :

Tarekat juga dinamakan, sembah cipta yang sebenarnya, mencegah nafsu yang merajalela, menjauhi sifat keburukan, berserah di hadapan Tuhan.

(15)

Semanten ugi aweh pitutur, makna tarékat ingkang luhur, den serupaaken kados segoro, minongko saréngat dadus perahu, kang tinemu mawi ngélmu.

Artinya :

Kiranya juga memberi penuturan, makna tarekat yang luhur, diibaratkan laksana samudera, dengan syariat sebagai perahunya, yang ditemukan dengan ilmu.

Mila ampun ngantos luput, dingin nglampahi saréngat, tumuli tarékat menawi kiat, namung kaprahé piyambak niki, supe anggenipun ngawiti.

Artinya :

Maka jangan sampai keliru, mendahulukan menjalani syariat, kemudian tarekat jika mampu, namun umumnya kita ini, lupa saat memulai.

Mila saksampunipun, dalem sawek sesuwunan, mugiya tansah pinaringan, jembaring dalan kanugrahan, rahmat welas asihing Pangeran.

Artinya :

Maka setelahnya, hamba senantiasa memohon, semoga terus mendapat, lapangnya jalan anugerah, cinta dan kasih sayang Tuhan.

(16)

SYAHADAT

Lamuno sampun kinucapan, rong sadat kanthi iman, kaleh puniko dereng nyekapi, kangge ngudari budi pekerti, basuh resék sucining ati.

Artinya :

Jika sudah diucapkan, dua syahadat dengan iman, dua ini belumlah cukup, untuk mengurai budi pekerti, membasuh bersih sucinya hati.

Prayuginipun ugi mangertosi, sifat Agungé Hyang Widhi, kaleh doso gampil dipun éngeti, wujud, kidam lawan baqa, mukalapah lil kawadisi.

Artinya :

Seyogyanya juga mengerti, sifat Keagungan Tuhan, dua puluh mudah dimengerti, wujud, qidam, dan baqa, mukhalafah lil hawâdis.

Limo qiyam binafsihi, wahdaniyat, kodrat, irodat, songo ilmu doso hayat, samak basar lawan kalam,

pat belas iku aran kadiran.

Artinya :

Lima qiyâmuhu bi nanafsihi, wahdaniyat, qodrat, iradat, sembilan ilmu, sepuluh hayat, sama&lsquo, bashar, kalam, empat belas qadiran.

(17)

Muridan kaping limolas, aliman, hayan pitulasé, lawan samian ampun supé, banjur basiron madep manteb, mutakalliman ingkang tetep.

Artinya :

Muridan nomor lima belas, aliman, hayan nomor tujuh belas, kemudian samian jangan lupa, terus bashiran dengan mantab, mutakalliman yang tetap.

Nuli papat kinanggitan, dadi sifat mulyané utusan, sidik, tablik ora mungkur, patonah sabar kanthi srah, anteng-meneng teteping amanah.

Artinya :

Kemudian empat disebutkan, menjadi sifat kemuliaan utusan, sidiq, tabligh tidak mundur, fathanah sabar dengan berserah, diam tenang bersama amanah.

Kaleh doso sampun kasebat, mugiyo angsal nikmating rahmat, tambah sekawan tansah ingeti, dadiho dalan sucining ati, ngertosi sir Hyang Widhi.

Artinya :

Dua puluh sudah disebut, semoga mendapat nikmatnya rahmat, ditambah empat teruslah ingat, jadilah jalan mensucikan hati, mengetahui rahasia Yang Mahasuci.

(18)

SHALAT

Limang waktu dipun pesti, nyekel ngegem sucining agami, agami budi kang nami Islam, rasul Muhammad dadi lantaran, tumurune sapangat, rahmat lan salam.

Artinya :

Lima waktu sudah pasti, memegang kesucian agama, agama budi yang bernama Islam, rasul Muhammad yang menjadi perantara, turunnya pertolongan, rahmat, dan keselamatan.

Rino wengi ojo nganti lali, menawi kiat anggoné nglampahi, kronten salat dadi tondo, tulus iklasing manah kito, nyepeng agami tanpo pamekso.

Artinya :

Siang malam jangan lupa, jika kuat dalam menjalani, karena shalat menjadi tanda, tulus ikhlasnya hati kita, mengikuti agama tanpa dipaksa.

Ngisak, subuh kanthi tuwuh, tumuli luhur lawan asar, dumugi maghrib ampun kesasar, lumampahano srah lan sabar, jangkep gangsal unénan Islam.

Artinya :

Isyak, Shubuh dengan penuh, kemudian Luhur dan Ashar, sampai Maghrib jangan kesasar, jalanilah dengan pasrah dan sabar, genap lima disebut Islam.

(19)

Kanthi nyebut asmané Allah, Sak niki kita badé milai, ngudari makna ingkang wigati, makna saéstu limang wektu, pramila ingsun sesuwunan, tambahing dungo panjengan.

Artinya :

Dengan menyebut nama Allah, sekarang kita akan mulai, mengurai makna yang tersembunyi, makna sesungguhnya lima waktu, karenanya hamba memohon, tambahnya doa Anda sekalian.

ISYAK

Sun kawiti lawan ngisak, wektu peteng jroning awak, mengi kinancan cahya wulan, sartané lintang tambah padang, madangi petengé dalan.

Artinya :

Hamba mulai dengan isyak, waktu gelap dalam jiwa, malam bersama cahaya bulan, bersanding bintang bertambah terang, menerangi gelapnya jalan.

Semono ugi awak nira, wonten jroning rahim ibu, dewekan tanpa konco, amung cahyo welasing Gusti, ingkang tansah angrencangi.

(20)

Artinya :

Seperti itu jasad kamu, di dalam rahim seorang ibu, sendirian tanpa teman, hanya cahaya kasih Tuhan, yang senantiasa menemani.

SHUBUH

Tumuli subuh sak wusé fajar, banjur serngéngé metu mak byar, padang jinglang sedanten kahanan,

sami guyu awak kinarasan, lumampah ngudi panguripan.

Artinya :

Kemudian shubuh setelah fajar, lalu matahari keluar bersinar, terang benderang semua keadaan, bersama tertawa badan sehat, berjalan mencari kehidupan.

Duh sedulur mangertiya, iku dadi tanda lahiring sira, lahir saking jroning batin, batin ingkang luhur,

batin ingkang agung.

(21)

Wahai saudara mengertilah, itu menjadi tanda kelahiranmu, lahir dari dalam batin, batin yang luhur, batin yang agung.

ZHUHUR

Luhur teranging awan, tumancep duwuring bun-bunan, panas siro ngraosaké, tibaning cahyo serngéngé, lérén sedélok gonmu agawé.

Artinya :

Zhuhur terangnya siang, menancap di atas ubun-ubun, panas kiranya kau rasakan, jatuhnya cahaya matahari, berhenti sebentar dalam bekerja.

Semono ugo podho gatékno, lumampahing umur siro, awet cilik tumeko gedé, tibaning akal biso mbedakké, becik lan olo kelakuné.

Artinya :

Seperti itu juga pahamilah, perjalanan hidup kamu, dari kecil hingga dewasa, saat akal bisa membedakan, baik dan buruk perbuatanmu.

ASHAR

Ngasar sak durungé surup, ati-ati noto ing ati, cawésno opo kang dadi kekarep, ojo kesusu ngonmu lumaku, sakdermo buru howo nepsu.

(22)

Ashar sebelum terbenam, hati-hatilah menata hati, persiapkan apa yang menjadi keinginan, jangan tergesa-gesa kamu berjalan, hanya sekadar menuruti hawa nafsu.

Mulo podho waspadaha, dho dijogo agemaning jiwa, yo ngéné iki kang aran urip, cilik, gedé tumeko tuwo, bisoho siro ngrumangsani, ojo siro ngrumongso biso.

Artinya :

Maka waspadalah, jagalah selalu pegangan jiwa, ya seperti ini yang namanya hidup, kecil, besar, sampai tua, bisalah engkau merasa, janganlah engkau merasa bisa.

MAGHRIB

Maghrib kalampah wengi, serngéngé surup ing arah kéblat, purna oléhé madangi jagad, mego kuning banjur jedul, tondo rino sampun kliwat.

Artinya :

Maghrib mendekati malam, matahari terbenam di arah kiblat, selesai sudah menerangi dunia, mega kuning kemudian keluar, tanda siang sudah terlewat.

Duh sedérék mugiyo melok, bilih urip mung sedélok, cilik, gedé tumeko tuwa, banjur pejah sak nalika, wangsul ngersané Dzat Kang Kuwasa.

Artinya :

Wahai saudara saksikanlah, bahwa hidup hanya sebentar, kecil, besar, sampai tua, kemudian mati seketika, kembali ke hadapan Yang Kuasa.

(23)

ZAKAT

Lamuno siro kanugrahan, pikantuk rijki ora kurang, gunakno kanthi wicaksono, ampun supé menawi tirah, ngedalaken zakat pitrah.

Artinya :

Jika engkau diberi anugerah, mendapat rezeki tidak kurang, gunakanlah dengan bijaksana, jangan lupa jika tersisa, mengeluarkan zakat fitrah.

Zakat lumantar ngresiki awak, lahir batin boten risak, menawi bondo tasih luwih, tumancepno roso asih, zakat mal kanthi pekulih.

Artinya :

Zakat untuk membersihkan diri, lahir batin tidak rusak, jika harta masih berlimpah, tanamkanlah rasa belas kasih, zakat kekayaan tanpa pamrih.

Pakir, miskin, tiyang jroning paran, ibnu sabil kawastanan, lumampah ngamil, tiyang katah utang, rikab, tiyang ingkang berjuang, muallap nembé mlebu Islam.

(24)

Artinya :

Fakir, miskin, orang berpergian, ibn sabil dinamakan, kemudian amil, orang yang banyak hutang, budak, tiyang ingkang berjuang, muallaf yang baru masuk Islam.

Zakat nglatih jiwo lan rogo, tumindak becik kanthi lélo, ngraosaken sarané liyan, ngudari sifat kamanungsan, supados angsal teteping iman.

Artinya :

Zakat melatih jiwa dan raga, menjalankan kebajikan dengan rela, merasakan penderitaan sesame, mengurai sifat kemanusiaan, supaya mendapat tetapnya iman.

PUASA

Posoning rogo énténg dilakoni, cegah dahar lan ngombé jroning ari, ananging pasaning jiwa, iku kang kudhu dén reksa, tumindak asih sepining cela.

Artinya :

Puasa badan mudah dilakukan, mencegah makan dan minum sepanjang hari, namun puasa jiwa, itu yang seharusnya dijaga, menebar kasih sayang menjauhi pencelaan.

Semanten ugi pasaning ati, tumindak alus sarengé budi, supados ngunduh wohing pakerti, pilu mahasing sepi, mayu hayuning bumi.

(25)

Artinya :

Demikian pula puasa hati, sikap lemah lembut sebagai cermin kehalusan budi, supaya mendapat

kebaikan sesuai dengan apa yang dingini, tiada harapan yang diinginkan, kecuali hanya ketentraman dan keselamatan dalam kehidupan.

HAJI

Kaji dadi kasampurnan, rukun lima kinebatan, mungguhing danten tiyang Islam, zarohi tanah ingkang mulyo, menawi tirah anané bondo.

Artinya :

Haji menjadi kesempurnaan, rukum lima yang disebutkan, untuk semua orang Islam, mengunjungi tanah yang mulia, jika ada kelebihan harta.

Nanging ojo siro kliru, mahami opo kang dén tuju, amergo kaji sakdermo dalan, dudu tujuan luhuring badan, pak kaji dadi tembungan.

Artinya :

Tapi janganlah engkau keliru, memahami apa yang dituju, karena haji hanya sekadar jalan, bukan tujuan kemuliaan badan, jika pulang dipanggil Pak Haji.

Kaji ugi dadi latihan, pisahing siro ninggal kadonyan, bojo, anak lan keluarga, krabat karéb, sederek sedaya, kanca, musuh dho lélakna.

(26)

Artinya :

Haji juga untuk latihan, perpisahanmu meninggalkan keduniaan, istri, anak, dan keluarga, karib kerabat, semua saudara, teman dan musuh relakanlah.

(27)

Oleh : BRM Panji Anom Resiningrum

Huruf atau carakan Jawa yakni ha na ca ra ka dan seterusnya merupakan sabda pangandikanipun) dari Tuhan YME di tanah Jawa.

A. Pembukaan Huruf Jawa

1. Huruf Ha

Berarti ‘hidup’, atau huruf berarti juga ada hidup, sebab memang hidup itu ada, karena ada yang menghidupi atau yang memberi hidup, hidup itu adalah sendirian dalam arti abadi atau langgeng tidak terkena kematian dalam menghadapi segala keadaan. Hidup tersebut terdiri atas 4 unsur yaitu:

a. Api b. Angin c. Bumi d. Air

2. Huruf Na

(28)

3. Huruf Ca

Berarti ‘cahaya’, artinya cahaya di sini memang sama dengan cahaya yang telah disebutkan di atas. Yakni salah satu sifat Tuhan yang ada pada manusia. Kita telah mengetahui pula akan sifat Tuhan dan sifat-sifat tersebut ada pada yang dilimpahkan Tuhan kepada manusia karena memang Tuhan pun menghendaki agar manusia itu mempunyai sifat baik.

4. Huruf Ra

Berarti ‘roh’, yaitu roh Tuhan yang ada pada diri manusia.

5. Huruf Ka

Berarti ‘berkumpul’, yakni berkumpulnya Tuhan YMEyang juga terletak pada sifat manusia.

6. Huruf Da

Berarti ‘zat’, ialah zatnya Tuhan YME yang terletak pada sifat manusia.

7. Huruf Ta

Berarti ‘tes’ atau tetes, yaitu tetes Tuhan YME yang berada pada manusia.

(29)

Berarti ‘satu’. Dalam hal ini huruf sa tersebut telah nyata menunjukkan bahwa Tuhan YME yaitu satu, jadi tidak ada yang dapat menyamai Tuhan.

9. Huruf Wa

Berarti ‘wujud’ atau bentuk, dalam arti ini menyatakan bahwa wujud atau bentuk Tuhan itu ada dalam manusia yang setelah bertapa kurang lebih 9 bulan dalam gua garba ibu lalu dilahirkan dalam wujud diri.

10. Huruf La

Berarti ‘langgeng’ atau ‘abadi’, la yang mengandung arti langgeng ini juga nyata menunjukkan bahwa hanya Tuhan YME sendirian yang langgeng di dunia ini, berarti abadi pula untuk selama-lamanya.

11. Huruf Pa

Berarti ‘papan’ atau ‘tempat’, yaitu papan Tuhan YME-lah yang memenuhi alam jagad raya ini, jagad gede juga jagad kecil (manusia).

12. Huruf Dha

Berarti dhawuh, yiatu perintah-perintah Tuhan YME inilah yang terletak dalam diri dan besarnya Adam, manusia yang utama.

13. Huruf Ja

(30)

14. Huruf Ya

Berarti ‘dawuh’. Dawuh di sini mempunyai lain arti dengan dhawuh di atas, karena dawuh berarti selalu menyaksikan kehendak manusia baik yang berbuat jelek maupun yang bertindak baik yang selalu menggunakan kata-katanya “Ya”.

15. Huruf Nya

Berarti ‘pasrah’ atau ‘menyerahkan’. Jelasnya Tuhan YME dengan ikhlas menyerahkan semua yang telah tersedia di dunia ini.

16. Huruf Ma

Berarti ‘marga’ atau ‘jalan’. Tuhan YME telah memberikan jalan kepada manusia yang berbuat jelek dan baik.

17. Huruf Ga

Berarti ‘gaib’, gaib dari Tuhan YME inilah yang terletak pada sifat manusia.

18. Huruf Ba

Berarti ‘babar’, yaitu kabarnya manusia dari gaibnya Tuhan YME.

(31)

Berarti ‘thukul’ atau ‘tumbuh’. Tumbuh atau adanya gaib adalah dari kehendak Tuhna YME. Dapat pula dikatakan gaib adalah jalan jauh tanpa batas, dekat tetapi tidak dapat disentuh, seperti halnya cahaya terang tetapi tidak dapat diraba atau pun disentuh, dan harus diakui bahwa besarnya gaib itu adalah seperti debu atau terpandang. Demikianlah gaibnya Tuhan YME itu (micro binubut).

20. Huruf Nga

Berarti ‘ngalam’, ‘yang bersinar terang’, atau terang/gaib Tuhan YME yang mengadakan sinar terang.

Demikianlah huruf Jawa yang 20 itu dan ternyata dapat digunakan sebagai lambang dan dapat diartikan sesuai dengan sifat Tuhan sendiri, karena memang seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa Jawa yang menggunakan huruf Jawa itupun merupakan sabda dari Tuhan YME.

Huruf atau carakan Jawa yakni ha na ca ra ka dan seterusnya merupakan sabda pangandikanipun) dari Tuhan YME di tanah Jawa.

B. Penyatuan Huruf atau Aksara Jawa 20

1. Huruf Ha + Nga

Hanga berarti angan-angan.

Dimaksudkan dengan angan-angan ini ialah panca indra yaitu lima indra, seperti:

1. Angan-angan yang terletak di ubun-ubun (kepala) yang menyimpan otak untuk memikir akan keseluruhan keadaan.

(32)

3. Angan-angan telinga yang dipakai untuk mendengar keseluruhan keadaan.

4. Angan-angan hidung untuk mencium/membau seluruh keadaan.

5. Angan-angan mulut yang digunakan untuk merasakan dan mengunyah makanan.

2. Huruf Na + Ta

Noto, berarti ‘nutuk’.

3. Huruf Ca + Ba

Caba, berarti coblong (lobang) dan kata tersebut di atas berarti wadah atau tampat yang dimilki oleh lelaki atau wanita saat menjalin rasa menjadi satu; adanya perkataan kun berarti pernyataan yang dikeluarkan oleh pria dan wanita dalam bentuk kata ya dan ayo dan kedua kata tersebut mempunyai persamaan arti dan kehendak yaitu mau.

4. Huruf Ra + Ga

Raga, berarti ‘badan awak/diri’. Kata raga atau ragangan merupakan juga kerangka dan kehendak pria dan wanita ketika menjalin rasa menjadi satu karena bersama-sama menghendaki untuk menciptakan raga atau diri agar supaya dapat terlaksana untuk mendapatkan anak.

5. Huruf Ka + Ma

Kama, berarti ‘komo’ atau biji, bibit, benih. Setiap manusia baik laki-laki atau wanita pastilah

mengandung benih untuk kelangsungan hidup; oleh karena itu di dalam kata raga seperti terurai di atas merupakan kehendak pria dan wanita untuk menjalin rasa menjadi satu. Karena itulah maka kata raga

(33)

telah menunjukkan adanya kedua benih yang akan disatukan dengan melewati raga, dan dengan penyatuan kama dari kedua belah pihak itu maka kelangsungan hidup akan dapat tercapai.

6. Huruf Da + Nya

Danya atau donya atau dunia.

Persatuan kedua benih atau kama tadi mengakibatkan kelahiran, dan kelahiran ini merupakan calon keturunan di dunia atau (alam) donya; dengan demikian dapat dipahami kalau atas kehendak Tuhan YME maka diturunkanlah ke alam dunia ini benih-benih manusia dari Kahyangan dengan melewati penyatuan rasa kedua jenis manusia.

7. Huruf Ta + Ya

Taya atau toya, yaitu ari atau banyu. Kelahiran manusia (jabang bayi) diawali dengan keluarnya air (kawah) pun pula kelahiran bayi tersebut juga dijemput dengan air (untuk membersihkan, memandikan dsb); karena itulah air tersebut berumur lebih tua dari dirinya sendiri disebut juga mutmainah atau sukma yang sedang mengembara dan mempunyai watak suci dan adil.

8. Huruf Sa + Ja

Saja atau siji atau satu. Pada umumnya kelahiran manusia (bayi) itu hanya satu, andaikata jadi kelahiran kembar maka itulah kehendak Tuhan YME. Dan kelahiran satu tersebut menunjukkan adanya kata saja atau siji atau satu.

9. Huruf Wa + Da

Wada atau wadah atau tempat. Berbicara tentang wadah atau tempat, sudah seharusnya membicarakan tentang isi pula, karena kedua hal tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan. Dengan demikian timbul pertanyaan mengenai wadah dan isi, siapakah yang ada terlebih dahulu.

(34)

Pada umumnya dikatakan kalau wadah harus diadakan terlebih dahulu, baru kemudian isi, sebenarnya hal ini adalah kurang benar. Yang diciptakan terlebih dahulu adalah isi, dan karena isi tersebut

membutuhkan tempat penyimpanan, maka diciptakan pula wadahnya. Jangan sampai menimbulkan kalimat “Wadah mencari isi” akan tetapi haruslah “Isi mencari wadah” karena memang ‘isi’ diciptakan terlebih dahulu.

Sebagai contoh dapat diambilkan di sini: rumah, sebab rumah merupakan wadah manusia, dan manusia merupakan isi dari rumah. Jadi jelaslah bahwa sebenarnya isilah yang mencari wadah.

Sebagai bukti dari uraian di atas, dapatlah dijelaskan bahwa: kematian manusia berarti (raga) ditinggalkan isi (hidup). Bagai pendapat yang mengatakan “wadah terlebih dahulu diciptakan” maka mengenai kematian itu seharusnya wadah mengatakan supaya isi jangan meniggalkan terlebih dahulu sebelum wadah mendahului meninggalkan. Hal ini jelas tidak mungkin terjadi, apalagi kalau kematian itu terjadi dalam umur muda dimana kesenangan dan kepuasan hidup tersebut belum dialaminya.

Demikianlah persoalan wadah ini dengan dunia, karena sebelum dunia ini diciptakan (sebagai wadah) maka yang telah ada adalah (isinya) Tuhan YME. Pendapat lain mengatakan kalau sebelum diadakan jalinan rasa maka keadaan masih kosong (awangawung). Tetapi setelah jalinan rasa dilaksanakan oleh pria dan wanita maka meneteslah benih dan apabila benih tadi mendapatkan wadahnya akan terjadi kelahiran. Sebaliknya kalau wadah tersebut belum ada maka kelahiran pun tidak akan terjadi, yang bearti masih suwung atau kosong. Meskipun begitu, “hidup’ itu tetap telah ada demikian pula “isi’, dan dimanakah letak isi tadi ialah pada ayah dan ibu. Maka selama ayah dan ibu masih ada maka hidup masih dapat membenihkan biji atau bibit.

10. Huruf La + Pa

Lapa atau mati atau lampus. Semua keadaan yang hidup selalu dapat bergerak, keadaan hidup tesebut kalau ditinggal oleh hidup maka disebut dengan mati. Sebenarnya pemikiran demikian itu tidak benar, akan tetapi kesalahan tadi telah dibenarkan sehingga menjadi salah kaprah. Sebab yang dikatakan mati tadi sebenarnya bukanlah kematian sebenarnya, akan tetapi hidup hanyalah meninggalkannya saja yaitu untuk mengembalikan semua ke asalnya, hidup kembali kepada yang menciptakan hidup, karena hidup berasal dari suwung sudah tentu kembali ke suwung atau kosong (awangawung) lagi. Akan tetapi sebenarnya dapatlah dikatakan bahwa suwung itu tetap ada sedangkan raga manusia yang berasal pula dari tanah akan kembali ke tanah (kuburan) pula.

(35)

aksara jawa memang penuh makna. dulu, jaman tahun 1970-an, ada buku yg bertutur tentang aksara jawa. katanya, kalau dibaca sebaris

HA NA CA RA KA berarti ada utusan (dua)

DA TA SA WA LA konon, terjadi sengketa dan terjadi peperangan. PA DHA JA YA NYA konon, sama-sama sakti. sama-sama ampuh. MA GA BA THA NGA konon, keduanya tewas bersama. mati sampyuh.

saya sendiri, mencoba mengotak-atik makna aksara jawa itu. begini rumusannya.

HA NA CA RA KA berarti, ada utusan. bukankah semua makhluk di dunia ini utusan Tuhan? masing-masing diutus dengan peran sendiri-sendiri. semua memiliki tugas atau fungsi yang berbeda. banyak yang hampir mirip, tetapi tidak ada yang sama persis.

DA TA SA WA LA bermakna, apabila (semua) utusan tadi tidak membantah tugas, fungsi dan peran masing-masing. atau dg kata lain menerima dan menjalani apa yang sudah diperintahkan. Da Ta Sa Wa La bisa dimaknai DATAN (tidak) SAWALA (membantah). maka

PA DHA JA YA NYA bermakna, semua makhluk akan berbahagia karena menemukan kemenangan hakiki. kemenangan atau keberhasilan menjalankan peran masing-masing di dunia ini. yg terjadi kemudian adalah harmoni kehidupan. ada keselarasan dan kedamaian yg dapat dinikmati. dan

MA GA BA THA NGA bermakna, silakan menebak (BATHANG). silakan mencari bagaimana aplikasi selanjutnya dari ajaran aksara jawa tadi. sebagaimana ayat suci Alquran yang turun kepada Nabi Muhammad adalah IQRA, bacalah! maka, piwulang aksara jawa tadi haruslah dibaca (dicari) maknanya sepanjang manusia hidup. membaca tentu tidak terbatas pada aksara atau tulisan, tetapi juga membaca tanda-tanda alam (seperti kok mendhung, apakah akan hujan? kok saudara saya cemberut, apakah ada yang membuatnya marah, ada apa? dll. dll. aksara jawa semuanya bersifat hidup. maka untuk

mematikannya harus DIPANGKU, ini juga dapat dimaknai, andaikata satu huruf harus dimatikan (dikalahkan) demi sebuah arti, maka ia harus dipangku. analoginya, kalau pendapat seseorang tidak tepat (kalah argumentasi), maka pemilik argumen tadi tidak boleh direndahkan. ia harus dimuliakan (DIPANGKU). maka kemudian ada istilah MENANG TANPA NGASORAKE….

(36)

Nuwun sewu aki2,menawi ingkang mangertos sumangga kula dipunkoreksi.. 1. palawa :sebelum 700

2. kawi tahap awal 750-925 3. kawi tahap akhir 925-1250 4. majapahit 1250-1450 5. jawa baru 1600-sekarang

HA-NA-CA-RA-KA berarti ada utusan yakni utusan hidup,berupa nafas yg berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasad manusia.maksudnya ada yg mmprcayakan,ad yg dipercaya dan ada yg diprcaya untk bkerja,ke3 unsr itu adalah tuhan,manusia dan kewajiban manusia.

DA-TA-SA-WA-LA: berarti manusia telah diciptakan sampai dengan saatnya(dipanggil.tidak boleh mengelak manusia harus menjalankan,menerima dan melaksanakan kehendak tuhan

PA-DA-JA-YA-NYA: berarti menyatukan zat pemberi hidup(khalik)dengan zat yg diberi

hidup(mahkluk)..magsudnya pada:sama atau sesuai,jumbuh,cocok, tunggal bathin yangtercermin dalam perbuatanberdasarkan keluhuran dan keutamaan. JAYA itu menang atau unggul sungguh2 dan bukan berarti menang2an,sekedar menang atau tdk sportif..

MA-GA-BA-THA-NGA berarti menerima sagala sesuatu yang diperintah dan dilarang oleh tuhan

YME.magsudnya manusia harus pasrah,sumarah pada garis kodrat,meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat,berusaha untuk menanggulanginya..sepertinya mrip bgt dalam manikmaya jilid II

(panambangan 1981:385)..atau dalam Lajang Hanatkaraka jilid I dan II (dharmabrata, 1048:10-11 ; 1949:65-66)…..

JAMUS KALIMO SODO

(37)

Papat kalima pancer merupakan sebuah wacana yang perlu terus kita gali dan kita renungkan plus bertukar fikiran dengan orang-orang tua kita yang sudah mumpuni baik dari ilmu tahid dan ilmu rasanya. Menurut petunjuknya papat kalima pancer itu pusatnya ada di PANCER (yaitu lubuk hati yang paling dalam) dan PAPAT-nya adalah unsur-unsur ilahi yang kita sendiri hak untuk mendapatkannya. Karena dengan menggunakan PAPAT itu kita bisa selalu ingat kepada Allah Subhanahu wata’ala sebagai penguasa alam semesta ini.

Papat yang pertama adalah nur-nya Allah (Nurullah=Cahaya dari Allah) bias dari asma-asma Allah dan sifat-sifat Allah, tanda dari PANCER-nya yaitu dalam segala sesuatu/ gerak gerik selalu BERSERAH DIRI kepada Allah dan pengakuan kita sebagai mahluknya merasa tiada daya secara ruhani dan tiada kekuatan secara jasmani kecuali hanya Allah yang memberikan gerah hidup dan kehidupan, dan

berupaya untuk selalu meng-ibadahkan segala sesuatu untuk BERIBADAH kepada Allah memohon Ridho Allah, Rahmat Allah.

Papat yang kedua adalah NUR MUHAMMAD (cahaya syafa’at yang Allah cipta untuk Hambanya

(Rasulullah) yang Allah mulyakan. setelah kita berserah diri kepada Allah lewat PANCER (lubuk hati yang paling dalam) ada sebuah kelembutan sebagai sebuah rahmat yang Allah berikan kepada mahluknya agar kita tunduk dan lemah lembut kepada Allah, selalu merasa sayang kepada apapun dan siapapun sebagaimana Rasulullah mempunyai perangai yang lembut dan berahlak mulia bagi semua mahluk. PAPAT yang ketiga yaitu MALAIKAT sebagai kendaraan untuk membawa NURULLAH dan NUR MUHAMMAD tadi kedalam diri kita pada waktu kita berserah diri kepada Allah dan mengibadahkan segala sesuatu hanya untuk Allah dan fungsi malaikat ini untuk membantu memintakan permohonan ampun mendoakan kepada kita sebagai mahluk yang lemah, banyak berbuat dosa (karena manusia tempat salah dan lupa) dan nominal mereka tidak sedikit mendukung kita dalam beribadah kepada Allah.

PAPAT yang ke empat adalah KAROMAH yaitu berisi doa-doa dari para orang sholeh terdahulu (doa dari para Rasul-rasul, Nabi-nabi, dan para Auliya serta Sholihin yang telah mendahului kita) yang oleh Allah diberikan kesempatan untuk membantu mendoakan segala hajat hidup kita dalam mengarungi kehidupan didunia sebagai bekal ibadah nanti kita setelah meninggal (akhirat).

Semoga Allah mengampuni kedua orang tua kita, keluarga kita, mengampuni kita, dan orang-orang yang mempunyai hak dan kewajiban atas kita yang seiman serta mengampuni sesepuh-sesepuh kita. Semoga Allah memberikan Taufiq dan hidayah kepada kita dan mereka dan semoga kita dan mereka semua dijadikan golongan dari hamba-hamba Allah yang sholeh.

(38)

1. ada yang menginterpretasikan 2 kalimah syahada

2. ada yang menginterpretasikan lahirnya pancasila

3. ada yang menginterpretasikan tokoh pewayangan pandawa lima, apakah semua nya salah?

tentu tidak…karena cara pandang setiap orang tidaklah sama.

Hal yang terpenting adalah jangan sampai kita kehilangan ISI/makna dari Jamus Kalimosodo sebagai orang yang berpengertian jawa yang mendapatkan warisan dari leluhur Jawa, pengertian jamus kalimusodo secara singkat adalah:

Istilah jamus kalimosodo terdapat dalam kisah pewayangan baratayudha, suatu jamus/surat yang ada tulisannnya tentang pengertian/kawruh. “barang siapa mendapat kawruh ini ia akan menjadi

raja/mempunyai kekuasaan yang besar. kitab ini dimiliki oleh prabu yudistira(samiaji) yang selalu menang dalam peperangan dan akhirnya masuk surga tanpa kematian…memiliki dalam hal ini adalah bukan saling berebut tetapi saling berebut memiliki makna.

(39)

Ka= huruf/pengejaan Ka, Lima=angka 5, Sada= lidi/tulang rusuk daun kelapa yang diartikan Selalu, Jadi kelima ini haruslah utuh(selalu 5), Kelima unsur kalimasada teridiri dari:

1. KaDonyan(Keduniawian).

ojo ngoyo dateng dunyo yang arti singkatnya adalah jangan mengutamakan hal-hal yang bersifat duniawi, kebutuhan duniawi kita kejar tapi jangan diutamakan.

2. Ka Hewanan ( sifat binatang).

ojo tumindak kaya dene hewan, cotoh:asusila. amoral, tidak beretika dll.

3. KaRobanan.

Ojo ngumbar hawa nafsu yang arti singkatnya jangan memelihra hawa nafsu…nafsu itu harus dikendalikan.

4. Kasetanan.

Ojo tumindak sing duduk samestine yang arti singkatnya jangan bertindak yang tidak semestinya alias gengsi, sombong( ingin seperti Gusti), menyesatkan, berbuat licik dll.

5. KaTuhanan.

artinya kosong. Gusti Allah iku tan keno kinoyo ngopo nanging ono yang artinya Gusti Allah tidak dapat diceritakan secara apapun tapi toh ada. Gantharwa adalah salah satunya yang diberikan “pusaka” mewarisi warisan dari leluhur Jawa. Pengertian Asli dari jamus kalimosodo diatas adalah isi murni dari pengertian sebenarnya..setiap orang boleh membungkusnya dengan bungkus apapun tetapi jangan

(40)

sampai kehilangan makna aslinya, karena pengertian diatas adalah pengertian sebenarnya dari jamus kalimusodo.

Aku terus menulis dan terus menulis,

mengalir dari Cahaya DiriNya kepada murid yang benar-benar murid dan murid yang benar-benar murid adalah

hamba yang dengan hidayahNya menyatu dengan dawuh gurunya

belajar terus agar tetap mbalung sungsum dengan ajarannya. dan dari data yang tertulis dalam Lauh MahfudzNya

Tetap sebagaimana keputusan firmanNya, sedikit sekali jumlahnya

Hanya saja di zaman akhir ini dari yang sedikit itu

Dijadikan Tuhan bisa menularkan

kepada murid yang berkehendak bertemu Tuhan, yang masih dengan berbagai macam perhitungan

hingga tetap terjaga keselamatan matinya

(41)

siksa kubur yang harus dijalaniya.

Itulah sebuah kemurahan di zaman akhir yang digelar dan yang tetap saja tidak bisa dimengerti

oleh hamba yang hidupnya berpedoman dengan nafsu dan watak akunya meskipun ia telah mendapatkan ilmunya.

Apalagi dengan yang hendak aku tulis ini

dari Lembaga Ketuhanan yang kesucianNya hanya bagi Diri Ilaahi sendiri ditulis hamba yang ngayawara dan nggladrahnya juga hampir habis terobsesi

dengan tipuan hal dunia yang terjadi.

Bahwa apa yang juga sering diutarakan para Wasithah tentang perubahan wolak waliking zaman

lalu akan ada diwujudkannya sebuah keadaan

zaman ratu adil atau zaman imam mahdi yang menjanjikan ternyata

setalah aku jlimeti dengan mata batin yang masuk ke dalam wilayahNya njegur ke dalam celupanNya

tujuan pokok beliau-beliau adalah

agar di zaman akhir ini lebih banyak yang terpanggil

dengan kemurahan hidayah Allah yang digelar di zaman mukmin Maka perlu di takut takuti

(42)

Hal di atas persis dengan kehendak Allah menciptakan surga dan neraka

Maunya Tuhan agar hambaNya banyak yang terpanggil dengan rela hati menyembahNya supaya menjadi hamba yang mulia di sisiNya

tetapi harus di uji agar dapat diketahui kesetiaan lahir dan batinnya kepada DiriNya dan termasuk ujian itu adalah

digembirakan dengan janji hendak dimasukkan ke dalam surga dan ditakut-takuti dengan ancaman neraka

dan ternyata semua ujian itu membelokkan tujuan pokoknya.

Sebagaimana perumpamaan yang nyata terjadi pada diri manusia Allah Azza Wajalla menciptakan sepuluh ribu orang

untuk menguji kesetiaan pada DiriNya

Allah menguji dengan mewujudkan iming-iming dunia dengan segala kehormatannya maka yang sembilan persepuluhnya, yaitu yang sembilan ribu manusia

yang dituju tidak lagi Diri Tuhan Yang menciptakan tetapi kehidupan dunia dengan segala iming-imingnya.

Tuhan masih menguji lagi dengan iming-iming surga

maka yang sembilan persepuluh dari sisa yang tinggal seribu orang yaitu yang sembilan ratusnya

ibadahnya tidak murni sejati menuju pada Tuhan lagi tetapi mengharap mendapat iming-iming surga tinggallah seratus orang saja.

(43)

Tuhan menguji lagi dengan ancaman neraka

maka yang sembilan persepuluh dari sisa seratus orang itu membelok

ibadahnya karena takut neraka maka tinggallah sepuluh orang saja.

Yang tersisa sepuluh orang ini oleh Allah masih di uji pula

yaitu dengan adanya susah, bungah

sedih, gelisah, khawatir, enak, nggak enak dan lain sebagainya maka yang sembilan persepuluhnya

nangsang disitu

bila dirasa enak, berjalanlah ia di jalan Tuhannya, memenuhi perintah gurunya

dan bila di rasa ada yang tidak enak, berhentilah ia dengan nafsunya. Maka tinggal satu saja

yang terus berjalan menuju Tuhannya tidak peduli apapun yang terjadi tekadnya hanya satu saja

berjalan menuju kepada Tuhan sehingga sampai.

Demikian halnya berita dan segala macamnya

(44)

bahwa akan ada wolak-waliking zaman

ngamuknya lelembut dan segala macam bencana yang menghancurkan kemudian dimunculkannya zaman keadilan

semua itu ternyata adalah ujian menguji kesetiaan murid

apakah niat hidupnya untuk dapat selamat bertemu Tuhan tetap lurus atau akan dapat dibelokkan.

Bagi yang lurus

sama sekali tidak peduli akan ada apa di dunia ini

tetap DiriNya Ilaahi yang dijadikan tujuan hidup yang sejati murni.

Hakekat wolak waliknya zaman adalah wolak-waliknya jagadnya pribadi

ikut yang zulumat apa ngikut yang an Nuur Apalagi ngikut yang zulumat, yaitu yang sesat itulah yang dihancurkan Tuhan

Hancurnya perasaan hati yang disesatkan. dan bila ngikut yang nuur

sepenuhnya dawuh guru yang dijadikan pedoman maka dialah yang diselamatkan

dengan rasa bahagia bertemu dengan DiriNya sebab ngertinya dengan maksud firmanNya Kullu syai’in haalikun illa wajhahu.

(45)

Yang zulumat dan kemudian dihancurkan

lalu merasakan hancurnya rasa merasakan di tempat sesatnya adalah yang tidak waspada terhadap ngamuknya lelembut dan lelembut yang selalu ngamuk itu adalah

lelembut yang biasa bersembunyi di dalam dadanya sendiri

yang setia sekata dengan nafsu dan watak akunya manusia karena itu perlu meminta bantuan kepada para wali kutub para wali yang ditugasi Ilaahi menjaga tepi-tepinya jagad.

Dan hakekat jagad itu adalah alam shaghirnya sendiri yang ada di dalam dadanya

dan hakekat wali kutub itu adalah

Daya dan Kekuatan Ilaahi sendiri, yaitu Ruh Ilaahi

yang menjadikan manusia ada keluar masuknya nafas di dalam dada maka yang terjaga oleh para wali Allah ini

adalah mereka (murid) yang telah paham dan telah ngerti dengan makna hakekat yang sejati murni

hingga yang terasa dengan seyakinnya, dalam dadanya adalah Ada dan Wujud DiriNya Dzat Yang Mutlak WujudNya

dan hanya DiriNya-lah satu-satuNya

yang Merajai dan Menguasai dada tempat alam shaghirnya itulah bahagia yang sejati murni

(46)

itu pula yang merdeka sejati dan sempurna hidupnya dalam wilayahnya Ratu Adil yang Ratu Adil itu adalah Tuhan itu sendiri juga bahagia di zaman Imam Mahdi sebab Imam Mahdi itu adalah

juga Tuhan itu sendiri, yang menampak nyata dalam rasa hatinya yang menjadi imam hidupnya

yang senantiasa diingat-ingat dan dihayati dalam rasa hatinya.

Tulisan yang terus mengalir ini

adalah tulisan yang mengalir dari Cahaya DiriNya maka barang siapa (murid)

yang dikehendaki dapat menangkap dan mencerna itulah hamba yang dipilih dengan hidayahNya.

Kalimasodo…

Wadahnya syahadat… Isinya syarofah…

Sada…lidi…perlambang alif…. Kalima…lima buah alif… Menjadi satu…

Bukan untuk mengalahkan jin dan genderewo… Karena itu adalah serendah-rendahnya kekuatan…

(47)

Narrun.. Hawaun… Maun… Turobbun..

Di bawah kendali Muhammad… Sehingga kembali kepada Ahmad… Kembali menjadi Ahad..

Menyatu dengan Ad Alif…Dal…

Ketika turun namanya Adam.. Alif..Dal..Mim…

Ketika naik..Mim nya itu menjadi Muhammad…

Membimbing Narrun (Nafsu Amarah), Hawaun ( Nafsu Sawiyah), Maun ( Nafsu Luamah ) dan Turobbun ( Nafsu Mutmainah ) kembali kepada AD…

Huwallah hu ahad…

Untuk kembali kepada AKU… Kelima buah alif menjadi satu… Menuju AKU…

Menjadi AKU…

Tidak ada lagi hamba… Tidak ada lagi engkau… Yang ada hanya AKU… innalillahi waina ilaihi rajiun…

(48)

Mengenal Ngelmu Sastra Jendra

Puncak Ilmu Kejawen

SASTRA JENDRA (papan tanpa tulis/ayat-ayat Tuhan yg tergelar di jagad raya), berguna untuk memayu hayuning bawana (amar makruf), dan untuk pangruwating diyu (nahi mungkar). Memiliki nilai dalam tataran HAKEKAT, hakekat jika diumpamakan AIR KELAPA, maka bisa dikupas dan dijabarkan kulitnya. Kulit kelapa memiliki ragam yg sangat banyak, namun air kelapa tetaplah air. Yang satu dan universal, tak dapat dihitung. Lain halnya dengan “kulit” atau penjabaran, bisa beraneka penafsiran, namun masing2 absah.

Ilmu “Sastra Jendra hayuningrat Pangruwating Diyu” adalah puncak Ilmu Kejawen. “Sastra Jendra hayuningrat Pangruwating Diyu” artinya; wejangan berupa mantra sakti untuk keselamatan dari unsur-unsur kejahatan di dunia. Wejangan atau mantra tersebut dapat digunakan untuk membangkitkan gaib “Sedulur Papat” yang kemudian diikuti bangkitnya saudara “Pancer” atau sukma sejati, sehingga orang yang mendapat wejangan itu akan mendapat kesempurnaan. Secara harfiah arti dari “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” adalah sebagai berikut; Serat = ajaran, Sastrajendra = Ilmu mengenai raja. Hayuningrat = Kedamaian. Pangruwating = Memuliakan atau merubah menjadi baik. Diyu = raksasa atau lambang keburukan. Raja disini bukan harfiah raja melainkan sifat yang harus dimiliki seorang manusia mampu menguasai hawa nafsu dan pancainderanya dari kejahatan. Seorang raja harus mampu menolak atau merubah keburukan menjadi kebaikan.Pengertiannya; bahwa Serat Sastrajendra

Hayuningrat adalah ajaran kebijaksanaan dan kebajikan yang harus dimiliki manusia untuk merubah keburukan mencapai kemuliaan dunia akhirat. Ilmu Sastrajendra adalah ilmu makrifat yang menekankan sifat amar ma’ruf nahi munkar, sifat memimpin dengan amanah dan mau berkorban demi kepentingan rakyat.

(49)

Asal-usul Sastra Jendra dan Filosofinya

Menurut para ahli sejarah, kalimat “Sastra Jendra” tidak pernah terdapat dalam kepustakaan Jawa Kuno. Tetapi baru terdapat pada abad ke 19 atau tepatnya 1820. Naskah dapat ditemukan dalam tulisan karya Kyai Yasadipura dan Kyai Sindusastra dalam lakon Arjuno Sastra atau Lokapala. Kutipan diambil dari kitab Arjuna Wijaya pupuh Sinom pada halaman 26;

Selain daripada itu, sungguh heran bahwa tidak seperti permintaan anak saya wanita ini, yakni barang siapa dapat memenuhi permintaan menjabarkan “Sastra Jendra hayuningrat” sebagai ilmu rahasia dunia (esoterism) yang dirahasiakan oleh Sang Hyang Jagad Pratingkah. Dimana tidak boleh seorangpun mengucapkannya karena mendapat laknat dari Dewa Agung walaupun para pandita yang sudah bertapa dan menyepi di gunung sekalipun, kecuali kalau pandita mumpuni. Saya akan berterus terang kepada dinda Prabu, apa yang menjadi permintaan putri paduka. Adapun yang disebut Sastra Jendra Yu Ningrat adalah pangruwat segala segala sesuatu, yang dahulu kala disebut sebagai ilmu pengetahuan yang tiada duanya, sudah tercakup ke dalam kitab suci (ilmu luhung = Sastra). Sastra Jendra itu juga sebagai muara atau akhir dari segala pengetahuan. Raksasa dan Diyu, bahkan juga binatang yang berada dihutan belantara sekalipun kalau mengetahui arti Sastra Jendra akan diruwat oleh Batara, matinya nanti akan sempurna, nyawanya akan berkumpul kembali dengan manusia yang “linuwih” (mumpuni), sedang kalau manusia yang mengetahui arti dari Sastra Jendra nyawanya akan berkumpul dengan para Dewa yang mulia…

Ajaran “Sastra Jendra hayuningrat Pangruwating Diyu” mengandung isi yang mistik, angker gaib, kalau salah menggunakan ajaran ini bisa mendapat malapetaka yang besar. Seperti pernah diungkap oleh Ki Dalang Narto Sabdo dalam lakon wayang Lahirnya Dasamuka. Kisah ceritanya sebagai berikut;

Begawan Wisrawa mempunyai seorang anak bernama Prabu Donorejo, yang ingin mengawini seorang istri bernama Dewi Sukesi yang syaratnya sangat berat, yakni;

Bisa mengalahkan paman Dewi Sukesi, yaitu Jambu Mangli, seorang raksasa yang sangat sakti. Bisa menjabarkan ilmu “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu”

(50)

Prabu Donorejo tidak dapat melaksanakan maka minta bantuan ayahandanya, Begawan Wisrawa yang ternyata dapat memenuhi dua syarat tersebut. Maka Dewi Sukesi dapat diboyong Begawan Wisrawa, untuk diserahkan kepada anaknya Prabu Donorejo.

Selama perjalanan membawa pulang Dewi Sukesi, Begawan Wisrawa jatuh hati kepada Dewi Sukesi demikian juga Dewi Sukesi hatinya terpikat kepada Begawan Wisrawa.

“Jroning peteng kang ono mung lali, jroning lali gampang nindakake kridaning priyo wanito,” kisah Ki Dalang.

Begawan Wisrawa telah melanggar ngelmu “Sastra Jendra”, beliau tidak kuat menahan nafsu seks dengan Dewi Sukesi. Akibat dari dosa-dosanya maka lahirlah anak yang bukan manusia tetapi berupa raksasa yang menakutkan, yakni;

Dosomuko Kumbokarno Sarpokenoko Gunawan Wibisono

Setelah anak pertama lahir, Begawan Wisrawa mengakui akan kesalahannya, sebagai penebus dosanya beliau bertapa atau tirakat tidak henti-hentinya siang malam. Berkat gentur tapanya, maka lahir anak kedua, ketiga dan keempat yang semakin sempurna. Laku Begawan Wisrawa yang banyak tirakat serta doa yang tiada hentinya, akhirnya Begawan Wisrawa punya anak-anak yang semakin sempurna ini menjadi simbol bahwa untuk mencapai Tuhan harus melalui empat tahapan yakni; Syariat, Tarikat, Hakekat, Makrifat.

Lakon ini mengingatkan kita bahwa untuk mengenal diri pribadinya, manusia harus melalui tahap atau tataran-tataran yakni;

(51)

2. Tarikat; dalam falsafah Jawa maknanya adalah Sembah Kalbu.

3. Hakikat; dimaknai sebagai Sembah Jiwa atau ruh (ruhullah).

4. Makrifat; merupakan tataran tertinggi yakni Sembah Rasa atau sir (sirullah).

Pun diceritakan dalam kisah Dewa Ruci, di mana diceritakan perjalanan Bima (mahluk Tuhan) mencari “air kehidupan” yakni sejatinya hidup. Air kehidupan atau tirta maya, dalam bahasa Arab disebut sajaratul makrifat. Bima harus melalui berbagai rintangan baru kemudia bertemu dengan Dewa Ruci (Dzat Tuhan) untuk mendapatkan “ngelmu”.

Bima yang tidak lain adalah Wrekudara/AryaBima, masuk tubuh Dewa Ruci menerima ajaran tentang Kenyataan “Segeralah kemari Wrekudara, masuklah ke dalam tubuhku”, kata Dewa Ruci. Sambil tertawa Bima bertanya :”Tuan ini bertubuh kecil, saya bertubuh besar, dari mana jalanku masuk, kelingking pun tidak mungkin masuk”. Dewa Ruci tersenyum dan berkata lirih:”besar mana dirimu dengan dunia ini, semua isi dunia, hutan dengan gunung, samudera dengan semua isinya, tak sarat masuk ke dalam tubuhku”.

Atas petunjuk Dewa Ruci, Bima masuk ke dalam tubuhnya melalui telinga kiri.

Dan tampaklah laut luas tanpa tepi, langit luas, tak tahu mana utara dan selatan, tidak tahu timur dan barat, bawah dan atas, depan dan belakang. Kemudian, terang, tampaklah Dewa Ruci, memancarkan sinar, dan diketahui lah arah, lalu matahari, nyaman rasa hati.

Ada empat macam benda yang tampak oleh Bima, yaitu hitam, merah kuning dan putih. Lalu berkatalah Dewa Ruci:”Yang pertama kau lihat cahaya, menyala tidak tahu namanya, Pancamaya itu, sesungguhnya ada di dalam hatimu, yang memimpin dirimu, maksudnya hati, disebut muka sifat, yang menuntun kepada sifat lebih, merupakan hakikat sifat itu sendiri. Lekas pulang jangan berjalan, selidikilah rupa itu

(52)

jangan ragu, untuk hati tinggal, mata hati itulah, menandai pada hakikatmu, sedangkan yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih, itu adalah penghalang hati.

Yang hitam kerjanya marah terhadap segala hal, murka, yang menghalangi dan menutupi tindakan yang baik. Yang merah menunjukkan nafsu yang baik, segala keinginan keluar dari situ, panas hati, menutupi hati yang sadar kepada kewaspadaan. Yang kuning hanya suka merusak. Sedangkan yang putih berarti nyata, hati yang tenang suci tanpa berpikiran ini dan itu, perwira dalam kedamaian. Sehingga hitam, merah dan kuning adalah penghalang pikiran dan kehendak yang abadi, persatuan Suksma Mulia.

Lalu Bima melihat, cahaya memancar berkilat, berpelangi melengkung, bentuk zat yang dicari, apakah gerangan itu ?! Menurut Dewa Ruci, itu bukan yang dicari (air suci), yang dilihat itu yang tampak berkilat cahayanya, memancar bernyala-nyala, yang menguasai segala hal, tanpa bentuk dan tanpa warna, tidak berwujud dan tidak tampak, tanpa tempat tinggal, hanya terdapat pada orang-orang yang awas, hanya berupa firasat di dunia ini, dipegang tidak dapat, adalah Pramana, yang menyatu dengan diri tetapi tidak ikut merasakan gembira dan prihatin, bertempat tinggal di tubuh, tidak ikut makan dan minum, tidak ikut merasakan sakit dan menderita, jika berpisah dari tempatnya, raga yang tinggal, badan tanpa daya. Itulah yang mampu merasakan penderitaannya, dihidupi oleh suksma, ialah yang berhak menikmati hidup, mengakui rahasia zat.

Kehidupan Pramana dihidupi oleh suksma yang menguasai segalanya, Pramana bila mati ikut lesu, namun bila hilang, kehidupan suksma ada. Sirna itulah yang ditemui, kehidupan suksma yang sesungguhnya, Pramana Anresandani.

Jika ingin mempelajari dan sudah didapatkan, jangan punya kegemaran, bersungguh-sungguh dan waspada dalam segala tingkah laku, jangan bicara gaduh, jangan bicarakan hal ini secara sembunyi-sembunyi, tapi lekaslah mengalah jika berselisih, jangan memanjakan diri, jangan lekat dengan nafsu kehidupan tapi kuasailah.

Tentang keinginan untuk mati agar tidak mengantuk dan tidak lapar, tidak mengalami hambatan dan kesulitan, tidak sakit, hanya enak dan bermanfaat, peganglah dalam pemusatan pikiran, disimpan dalam buana, keberadaannya melekat pada diri, menyatu padu dan sudah menjadi kawan akrab.

Sedangkan Suksma Sejati, ada pada diri manusia, tak dapat dipisahkan, tak berbeda dengan

kedatangannya waktu dahulu, menyatu dengan kesejahteraan dunia, mendapat anugerah yang benar, persatuan manusia/kawula dan pencipta/Gusti. Manusia bagaikan wayang, Dalang yang memainkan segala gerak gerik dan berkuasa antara perpaduan kehendak, dunia merupakan panggungnya, layar yang digunakan untuk memainkan panggungnya.

(53)

Bila seseorang mempelajari “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” berarti harus pula mengenal asal usul manusia dan dunia seisinya, dan haruslah dapat menguraikan tentang sejatining urip (hidup), sejatining Panembah (pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa), sampurnaning pati (kesempurnaan dalam kematian), yang secara gamblang disebut juga innalillahi wainna illaihi rojiuun, kembali ke sisi Tuhan YME dengan tata cara hidup layak untuk mencapai budi suci dan menguasai panca indera serta hawa nafsu untuk mendapatkan tuntunan Sang Guru Sejati.

Uraian tersebut dapat menjelaskan bahwa sasaran utama mengetahui “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” adalah untuk mencapai Kasampurnaning Pati, dalam istilah RNg Ronggowarsito disebut Kasidaning Parasadya atau pati prasida, bukan sekedar pati patitis atau pati pitaka. “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” seolah menjadi jalan tol menuju pati prasida.

Bagi mereka yang mengamalkan “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” dapat memetik manfaatnya berupa Pralampita atau ilham atau wangsit (wahyu) atau berupa “senjata” yang berupa rapal. Dengan rapal atau mantra orang akan memahami isi Endra Loka, yakni pintu gerbang rasa sejati, yang nilainya sama dengan sejatinya Dzat YME dan bersifat gaib. Manusia mempunyai tugas berat dalam mencari Tuhannya kemudian menyatukan diri ke dalam gelombang Dzat Yang Maha Kuasa. Ini

diistilahkan sebagai wujud jumbuhing/manunggaling kawula lan Gusti, atau warangka manjing curiga. Tampak dalam kisah Dewa Ruci, pada saat bertemunya Bima dengan Dewa Ruci sebagai lambang Tuhan YME. Saat itu pula Bima menemukan segala sesuatu di dalam dirinya sendiri.

Itulah inti sari dari “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” sebagai Pungkas-pungkasaning Kawruh. Artinya, ujung dari segala ilmu pengetahuan atau tingkat setinggi-tingginya ilmu yang dapat dicapai oleh manusia atau seorang sufi. Karena ilmu yang diperoleh dari makrifat ini lebih tinggi mutunya dari pada ilmu pengetahuan yang dapat dicapai dengan akal.

Dalam dunia pewayangan lakon “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” dimaksudkan untuk lambang membabarkan wejangan sedulur papat lima pancer. Yang menjadi tokoh atau pelaku utama dalam lakon ini adalah sbb;

Begawan Wisrawa menjadi lambang guru yang memberi wejangan ngelmu Sastrajendra kepada Dewi Sukesi. Ramawijaya sebagai penjelmaan Wisnu (Kayun; Yang Hidup), yang memberi pengaruh kebaikan terhadap Gunawan Wibisono (nafsul mutmainah), Keduanya sebagai lambang dari wujud jiwa dan

(54)

sukma yang disebut Pancer. Karena wejangan yang diberikan oleh Begawan Wisrawa kepada Dewi Sukesi ini bersifat sakral yang tidak semua orang boleh menerima, maka akhirnya mendapat kutukan Dewa kepada anak-anaknya.

Dasamuka (raksasa) yang mempunyai perangai jahat, bengis, angkara murka, sebagai simbol dari nafsu amarah.

Kumbakarna (raksasa) yang mempunyai karakter raksasa yakni bodoh, tetapi setia, namun memiliki sifat pemarah. Karakter kesetiannya membawanya pada watak kesatria yang tidak setuju dengan sifat kakaknya Dasamuka. Kumbakarno menjadi lambang dari nafsu lauwamah.

Sarpokenoko (raksasa setengah manusia) memiliki karakter suka pada segala sesuatu yang enak-enak, rasa benar yang sangat besar, tetapi ia sakti dan suka bertapa. Ia menjadi simbol nafsu supiyah.

Gunawan Wibisono (manusia seutuhnya); sebagai anak bungsu yang mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan semua kakaknya. Dia meninggalkan saudara-saudaranya yang dia anggap salah dan mengabdi kepada Romo untuk membela kebenaran. Ia menjadi perlambang dari nafsul mutmainah.

(55)

Gambaran ilmu ini adalah mampu merubah raksasa menjadi manusia. Dalam pewayangan, raksasa digambarkan sebagai mahluk yang tidak sesempurna manusia. Misal kisah prabu Salya yang malu karena memiliki ayah mertua seorang raksasa. Raden Sumantri atau dikenal dengan nama Patih Suwanda memiliki adik raksasa bajang bernama Sukrasana. Dewi Arimbi, istri Werkudara harus dirias sedemikian rupa oleh Dewi Kunti agar Werkudara mau menerima menjadi isterinya. Betari Uma disumpah menjadi raksesi oleh Betara Guru saat menolak melakukan perbuatan kurang sopan dengan Dewi Uma pada waktu yang tidak tepat. Anak hasil hubungan Betari Uma dengan Betara Guru lahir sebagai raksasa sakti mandra guna dengan nama “ Betara Kala “ (kala berarti keburukan atau kejahatan). Sedangkan Betari Uma kemudian bergelar Betari Durga menjadi pengayom kejahatan dan kenistaan di muka bumi memiliki tempat tersendiri yang disebut “ Kayangan Setragandamayit “. Wujud Betari Durga adalah raseksi yang memiliki taring dan gemar membantu terwujudnya kejahatan.

Melalui ilmu Sastrajendra maka simbol sifat sifat keburukan raksasa yang masih dimiliki manusia akan menjadi dirubah menjadi sifat sifat manusia yang berbudi luhur. Karena melalui sifat manusia ini kesempurnaan akal budi dan daya keruhanian mahluk ciptaan Tuhan diwujudkan. Dalam kitab suci disebutkan bahwa manusia adalah ciptaan paling sempurna. Bahkan ada disebutkan, Tuhan menciptakan manusia berdasar gambaran dzat-Nya. Filosof Timur Tengah Al Ghazali menyebutkan bahwa manusia seperti Tuhan kecil sehingga Tuhan sendiri memerintahkan para malaikat untuk bersujud. Sekalipun manusia terbuat dari dzat hara berbeda dengan jin atau malaikat yang diciptakan dari unsur api dan cahaya. Namun manusia memiliki sifat sifat yang mampu menjadi “ khalifah “ (wakil Tuhan di dunia).

Namun ilmu ini oleh para dewata hanya dipercayakan kepada Wisrawa seorang satria berwatak wiku yang tergolong kaum cerdik pandai dan sakti mandraguna untuk mendapat anugerah rahasia Serat Sastrajendrahayuningrat Diyu.

Ketekunan, ketulusan dan kesabaran Begawan Wisrawa menarik perhatian dewata sehingga

memberikan amanah untuk menyebarkan manfaat ajaran tersebut. Sifat ketekunan Wisrawa, keihlasan, kemampuan membaca makna di balik sesuatu yang lahir dan kegemaran berbagi ilmu. Sebelum “ madeg pandita “ ( menjadi wiku ) Wisrawa telah lengser keprabon menyerahkan tahta kerajaaan kepada sang putra Prabu Danaraja. Sejak itu sang wiku gemar bertapa mengurai kebijaksanaan dan memperbanyak ibadah menahan nafsu duniawi untuk memperoleh kelezatan ukhrawi nantinya. Kebiasaan ini membuat sang wiku tidak saja dicintai sesama namun juga para dewata.

(56)

Sifat Manusia Terpilih

Sebelum memutuskan siapa manusia yang berhak menerima anugerah Sastra Jendra, para dewata bertanya pada sang Betara Guru. “ Duh, sang Betara agung, siapa yang akan menerima Sastra Jendra, kalau boleh kami mengetahuinya. “Bethara guru menjawab “ Pilihanku adalah anak kita Wisrawa “. Serentak para dewata bertanya “ Apakah paduka tidak mengetahui akan terjadi bencana bila diserahkan pada manusia yang tidak mampu mengendalikannya. Bukankah sudah banyak kejadian yang bisa

menjadi pelajaran bagi kita semua”

Kemudian sebagian dewata berkata “ Kenapa tidak diturunkan kepada kita saja yang lebih mulia dibanding manusia “.

Seolah menegur para dewata sang Betara Guru menjawab “Hee para dewata, akupun mengetahui hal itu, namun sudah menjadi takdir Tuhan Yang Maha Kuasa bahwa ilmu rahasia hidup justru diserahkan pada manusia. Bukankah tertulis dalam kitab suci, bahwa malaikat mempertanyakan pada Tuhan

mengapa manusia yang dijadikan khalifah padahal mereka ini suka menumpahkan darah“. Serentak para dewata menunduk malu “ Paduka lebih mengetahui apa yang tidak kami ketahui”. Kemudian, Betara Guru turun ke mayapada didampingi Betara Narada memberikan Serat Sastra Jendra kepada Begawan Wisrawa.

“ Duh anak Begawan Wisrawa, ketahuilah bahwa para dewata memutuskan memberi amanah Serat Sastra Jendra kepadamu untuk diajarkan kepada umat manusia”

Mendengar hal itu, menangislah Sang Begawan “ Ampun, sang Betara agung, bagaimana mungkin saya yang hina dan lemah ini mampu menerima anugerah ini “.

Betara Narada mengatakan “ Anak Begawan Wisrawa, sifat ilmu ada 2 (dua). Pertama, harus diamalkan dengan niat tulus. Kedua, ilmu memiliki sifat menjaga dan menjunjung martabat manusia. Ketiga, jangan melihat baik buruk penampilan semata karena terkadang yang baik nampak buruk dan yang buruk kelihatan sebagai sesuatu yang baik. “ Selesai menurunkan ilmu tersebut, kedua dewata kembali ke kayangan.

Setelah menerima anugerah Sastrajendra maka sejak saat itu berbondong bondong seluruh satria, pendeta, cerdik pandai mendatangi beliau untuk minta diberi wejangan ajaran tersebut. Mereka berebut mendatangi pertapaan Begawan Wisrawa melamar menjadi cantrik untuk mendapat sedikit ilmu Sastra Jendra. Tidak sedikit yang pulang dengan kecewa karena tidak mampu memperoleh ajaran

(57)

yang tidak sembarang orang mampu menerimanya. Para wiku, sarjana, satria harus menerima kenyataan bahwa hanya orang-orang yang siap dan terpilih mampu menerima ajarannya.

Demikian lah pemaparan tentang puncak ilmu kejawen yang adiluhung, tidak bersifat primordial, tetapi bersifat universal, berlaku bagi seluruh umat manusia di muka bumi, manusia sebagai mahluk ciptaan Gusti Kang Maha Wisesa, Tuhan Yang Maha Kuasa. Yang Maha Tunggal. Janganlah terjebak pada simbol-simbol atau istilah yang digunakan dalam tulisan ini. Namun ambilah hikmah, hakikat, nilai yang bersifat metafisis dan universe dari ajaran-ajaran di atas. Semoga bermanfaat.

Semoga para pembaca yang budiman diantara orang-orang yang terpilih dan pinilih untuk meraih ilmu sejatinya hidup.

Ilmu (kawruh) adalah pengetahuan nalar. Sedangkan ngelmu (angel anggone ketemu) adalah pengetahuan spiritual.

Prakata

Sebelum membahas tentang ngelmu sastra jendra saya bermaksud sedikit mengulas secara “ontologis dan epistemologis” agar supaya kita lebih mudah memahami apa sejatinya ngelmu sastra jendra. Di antara para pembaca yang budiman barangkali bertanya-tanya, apakah yang dimaksudkan dengan pendekatan rasionalisme dan apapula yang dimaksud dengan pendekatan emphirisisme dalam tradisi memperoleh pengetahuan, dan bagaimana cara kita untuk mengenali dan membedakan di antara keduanya?

Untuk membedakannya, kita bisa melihat apakah objek yang dibahas itu adalah sesuatu yang bisa dilihat ataukah sesuatu yang menjadi objek pembahasan itu tidak bisa terlihat. Jika objek dari pokok bahasan itu bisa dilihat seperti objek biologi, kimia, fisika dan lain-lain maka kita menyebutnya dengan ilmu emphirisme. Sementara jika objeknya tidak bisa terlihat seperti fildafat, bahasa, matematika, agama kita menyebutnya dengan ilmu rasionalisme. Jikalau kita sudah bisa mengenali mana persoalan ilmu yang disebut dengan emphirisisme dan mana yang disebut dengan rasionalisme maka apakah yang menjadi pembeda di antara keduanya ? Bagaimana persoalan pengetahuan dari sudut pandang orang-orang

Referensi

Dokumen terkait

Hasil studi pengembangan ini dapat dijadikan masukan bagi pemerintah lokal/setempat untuk meningkatkan pelayanan air minum perpipaan PDAM dari kondisi pelayanan

Hal tersebut diungkapkan oleh perwakilan dari Ikatan Alumni Universitas Airlangga (IKA UA) Achmad Cholis Hamzah, yang turut serta dalam memberikan pemikirannya untuk masa

karton pembungkus botol vial tersebut diperlakukan sebagai limbah biasa r 2.3.4.6.7]. Penanganan Limbah

Keberadaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dalam sistem perbankan Indonesia merupakan bank umum yang berlandaskan pada prinsip syariah, prinsip syariah

Ini dapat dilihat dari rerata perubahan diameter luka kornea pada hari ke-1 6,78 mm menjadi 5,64 mm pada hari ke-4, yang berarti terdapat percepatan penyembuhan luka kornea dengan

a) Quiters (mereka yang berhenti). Tak diragukan lagi, ada banyak orang yang memilih untuk keluar menghindari kewajiban, mundur dari usahanya. Mereka ini disebut dengan

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubemur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Bantuan Keuangan dan Tata Cara Bagi

Hal ini disebabkan bilangan ―likers‖ bagi setiap laman Facebook yang dikaji mempunyai jurang yang terlalu tinggi iaitu Laman A seramai 4,577 ―likers‖, manakala