• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENURUNAN INTENSITAS PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN HASIL PENELITIAN. Oleh : Kiajar Rajagukguk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENURUNAN INTENSITAS PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN HASIL PENELITIAN. Oleh : Kiajar Rajagukguk"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB

PENURUNAN INTENSITAS PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN

(Studi Kasus: Hutan Kemenyan di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa)

HASIL PENELITIAN Oleh : Kiajar Rajagukguk 051201046 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

ABSTRAK

KIAJAR RAJAGUKGUK. Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas

Pengelolaan Hutan Kemenyan. Dibimbing oleh ODING AFFANDI dan

ZULKIFLI LUBIS.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab penurunan intensitas pengelolaan hutan kemenyan serta bagaimana strategi penyelesaiannya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Analisis SWOT. Berdasarkan hasil penelitian dengan Analisis SWOT diketahui bahwa faktor penyebab penurunan intensitas pengelolaan hutan kemenyan adalah faktor waktu pengelolaan, faktor tenaga kerja yang kurang memenuhi, faktor ekonomi serta harga yang tidak stabil. Strategi penyelesaian permasalahan yang terjadi adalah seperti memperluas lahan kemenyan, melakukan pelatihan dan pembinaan kepada masyarakat, mempertahankan kebiasaan masyarakat di dalam mengelola kemenyan, meningkatkan akses pasar, menjalankan kembali kelembagaan petani. Kata kunci : Analisis SWOT

(3)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sitio-tio pada tanggal 29 Agustus 1987 dari ayah Japaruntungan Rajagukguk dan ibu Nurmi S. Penulis merupakan anak bungsu dari delapan bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Muara dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi mahasiswa kehutanan (HIMAS), sebagai asisten Praktikum Keteknikan Hutan. Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi ektrauniversitas.

Pada tahun 2007 penulis mengikuti Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Hutan Mangrove Mesjid Lama Kecamatan Talawi, Kabupaten Asahan dan Hutan Pegunungan Lau Kawar Kabupaten Tanah Karo. Penulis melakukan Praktik Kerja Lapang (PKL) pada tanggal 12 Januari – 12 Maret 2009 di KPH Bandung Utara PERUM PERHUTANI UNIT III Jawa Barat dan Banten.

(4)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa dimana atas berkah dan kasih-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan” .

Tujuan penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Oding Affandi, S.Hut, M.Si dan Bapak Drs. Zulkifli Lubis, M.A selaku

komisi pembimbing. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua dosen dan pegawai Departemen Kehutanan USU, orang tua dan keluarga, sahabat, petani kemenyan dan pemerintah Desa Tangga Batu Barat, Dinas Kehutanan Kabupaten Toba Samosir, BAPPEDA Kabupaten Toba Samosir, serta semua pihak dan golongan yang telah memberikan dukungan dan bantuan moril maupun materil yang belum penulis sebutkan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, demi penyempurnaan skripsi ini, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat diterima dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama.

Medan, Desember 2009 Penulis

(5)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRACT. ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix PENDAHULUAN Latar Belakang . ... 1 Perumusan Masalah . ... 3 Tujuan . ... 4 Manfaat . ... 4 TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kemasyarakatan . ... 5 Hutan Kerakyatan . ... 5 Hutan Rakyat . ... 6

Pola Hutan Rakyat . ... 7

Pengembangan Hutan Rakyat di Tanah Milik ... 7

Kemenyan (Styrax sumatrana J. J. SM) ... 8

Syarat Tumbuh . ... 8

Jenis Kemenyan . ... 8

Manfaat Tanaman Kemenyan . ... 9

Pengelolaan Kemenyan . ... 10

Pengolahan dan Pemanfaatan Kemenyan ... 10

Penyadapan Getah Kemenyan . ... 11

Penakikan Pohon Kemenyan . ... 11

Analisis SWOT (Strenghts, Weakness, Opportunities, Threats) . ... 12

Kondisi Umum Kabupaten Toba Samosir . ... 13

Kondisi Umum Desa Tangga ... 14

METODOLOGI Waktu dan Tempat . ... 15

Bahan dan Alat . ... 15

Objek dan Data Kegiatan . ... 15

Metode Pengumpulan Data . ... 16

Analisis Data . ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan Hutan Kemenyan oleh Masyarakat ... 20

Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan ... 25

Faktor Internal ... 26

Faktor Eksternal ... 36

Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan ... 39

Matriks SWOT ... 41 KESIMPULAN DAN SARAN

(6)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

Kesimpulan ... 47

Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(7)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Tata waktu dalam pengelolaan kemenyan . ... 18

2. Identifikasi faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi penurunan intensitas penurunan hutan kemenyan. ... 18

3. Analisis identifikasi faktor kunci keberhasilan ... 19

4. Matriks metodologi yang digunakan dalam penelitian . ... 19

5. Tata waktu dalam pengelolaan kemenyan... 25

6. Faktor-faktor internal pada hutan kemenyan di Desa Tangga Batu Barat ... 27

7. Faktor-faktor eksternal pada hutan kemenyan di Desa Tangga Batu Barat . 36 8. Penentuan strategi pengembangan hutan kemenyan berdasarkan matriks SWOT ... 42

(8)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Tegakan kemenyan yang tumbuh tegak dan lurus . ... 21 2. Getah mata kasar dan mata tahir yang sudah kering dan siap dijual . ... 24

(9)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Kuesioner penelitian ... 51

2. Gambar-gambar penelitian. ... 59

3. Daftar responden penelitian ... 63

(10)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan komunitas tumbuh-tumbuhan yang akan tetap menjadi perhatian saat ini maupun di masa mendatang. Karena fungsinya sebagai paru-paru dunia, yang mampu mengubah karbondioksida menjadi oksigen, mencegah terjadinya bencana erosi dan banjir. Lebih dari itu, hutan juga mampu menghasilkan komoditi berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu yang cukup tinggi nilainya.

Pembangunan kehutanan sebagai salah satu bagian dari pembangunan nasional diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dengan mengutamakan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup, memulihkan tata air, memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja serta meningkatkan sumber pendapatan negara dan devisa untuk memacu pembangunan daerah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing serta menciptakan suasana yang menunjang. Dengan kata lain keberhasilan pembangunan sangat tergantung pada tingkat partisipasi masyarakat dan dipihak lain salah satu keberhasilan ukuran pembangunan adalah seberapa jauh mampu menumbuhkan, menggerakkan, memelihara dan mengembangkan masyarakat dalam pembangunan. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kehutanan menyadari bahwa manusia (masyarakat) merupakan kekuatan utama pelaksanaan pembangunan dan sekaligus sebagai sasaran pembangunan. Oleh karena itu, peran

(11)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

serta aktif dan dinamika dari seluruh masyarakat dalam melaksanakan pembangunan terus ditingkatkan dan ditumbuhkembangkan.

Sebagian dari penduduk Indonesia masih tetap tinggal di dalam dan di sekitar hutan. Warga dari desa-desa tersebut pada umumnya memiliki pengalaman hidup yang dikembangkan sebagai satu tradisi turun-temurun. Tradisi yang tercipta dari interaksi masyarakat yang telah lama dan terus-menerus dengan hutan, akhir-akhir ini mulai mendapat perhatian berbagai pihak guna menyikapi sistem-sistem yang ada diantara mereka dengan hutan. Dengan kata lain ada paradigma baru yang berkembang dalam tahun-tahun sekarang ini, yang memandang masyarakat asli (adat) yang bermukim di dalam dan disekitar hutan secara turun temurun memikili kemampuan mengelola sumber daya hutan secara lestari dan berkelanjutan.

Salah satu upaya pokok pembangunan kehutanan yaitu memberikan kesempatan kepada masyarakat di dalam dan sekitar hutan untuk berpartisipasi dalam pembangunan kehutanan melalui perhutanan sosial, khususnya di dalam kawasan hutan, berupa kegiatan hutan kemasyarakatan. Kegiatan hutan kemasyarakatan merupakan salah satu alternatif dalam rangka mewujudkan pembangunan kehutanan yang berwawasan lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kegiatan pembangunan kehutanan ini dapat dilakukan melalui pengelolaan hutan secara aktif dan efisien dengan memperhatikan fungsi hutan. Pengelolaan yang dimaksudkan adalah pemanfaatan hutan untuk kesejahteraan manusia dengan memanfaatkan hasil hutan kayu dan hasil hutan non-kayu sesuai dengan kaidah-kaidah kelestarian dan keberlanjutan hutan itu sendiri. Berbagai

(12)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

hasil hutan non-kayu yang sudah sangat banyak dikelola masyarakat antara lain adalah madu, minyak atsiri, berbagai jenis getah-getahan (seperti karet, getah kemenyan, gopal, dll) damar, tanaman obat-obatan, dan lain sebagainya.

Desa Tangga Batu Barat merupakan salah satu desa yang mempunyai hutan kemenyan. Hutan kemenyan ini berdiri cukup lama. Pada awalnya kemenyan merupakan salah satu sumber penghasilan petani setelah padi. Tetapi belakangan ini masyarakat petani kemenyan mulai meninggalkan kemenyan ini dan beralih ke perkebunan dan berbagai kegiatan lain.

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai “Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan” dengan studi kasus Hutan Kemenyan yang terletak di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa.

Perumusan Masalah

Manusia tidak bisa dipisahkan dari keberadaan hutan karena kehidupan manusia sangat bergantung erat dengan kondisi hutan. Keberlangsungan hidup manusia sangat dipengaruhi oleh fungsi hutan secara ekologis, hidrologis dan ekonomis. Keberadaan hutan yang dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat tidak terlepas dari perlakuan yang diberikan masyarakat itu sendiri terhadap hutan.

Tetapi belakangan ini keberadaan masyarakat yang selalu memperhatikan keberlangsungan hutan itu sudah mulai pudar. Kesadaran dan pola-pola pikir serta nilai-nilai yang seharusnya masyarakat miliki dan kembangkan di dalam mengelola dan memanfaatkan hutan untuk kesejahteraannya sudah mulai terkikis

(13)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

khususnya di hutan kemenyan yang terletak di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa, hal ini terlihat jelas dari :

1. Menurunnya intensitas pengelolaan hutan kemenyan yang dilakukan masyarakat.

2. Banyaknya lahan kemenyan yang sudah tidak dikelola masyarakat lagi Dari permasalahan diatas, maka timbul pertanyaan yang merupakan ruang lingkup kajian penelitian ini, yaitu :

1. Apa faktor penyebab (faktor internal maupun faktor eksternal) penurunan intensitas pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap Hutan Kemenyan yang terletak di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa.

Tujuan

1. Mengetahui faktor penyebab penurunan intensitas pengelolaan hutan kemenyan.

2. Mengetahui strategi penyelesaian dari permasalahan yang ada

Manfaat

Manfaat dari kajian ini adalah sebagai bahan masukan kepada Pemerintah Daerah, dan masyarakat petani kemenyan serta berbagai pihak yang belum dan ingin mengelola Hutan Kemenyan di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa.

(14)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Kemasyarakatan

Hutan kemasyarakatan adalah terjemahan dari Community Forestry yang diartikan sebagai salah satu bentuk perhutanan sosial yang dilaksanakan di dalam kawasan hutan yaitu, suatu sistem pengelolaan hutan oleh masyarakat desa hutan yang ditujukan untuk mendukung kehidupan dan kesejahteraan dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan. Manfaat dari kegiatan hutan kemasyarakatan cukup besar antara lain berupa :

1. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat; 2. Membuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha;

3. Menumbuhkembangkan sikap dan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap pelestarian sumber daya alam hutan;

4. Meningkatkan daya dukung lahan;

5. Terlestarinya sumber daya alam hutan dengan semua fungsinya (PUSKAP, 1997).

Hutan Kerakyatan

Di luar istilah-istilah Hutan Rakyat, hutan kemasyarakatan dan perhutanan sosial, ada juga istilah “Sistem Hutan Kerakyatan” (SHK) yang diperkenalkan oleh LSM. Istilah ini mengacu pada kenyataan dimana terdapat satuan-satuan wilayah hutan, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan yang diklaim pemerintah, yang tersebar diberbagai tempat di nusantara. Satuan-satuan wilayah tersebut, sepenuhnya dikelola oleh rakyat secara turun temurun. Besar

(15)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

kemungkinan pengelolaan oleh rakyat atas satuan-satuan wilayah hutan itu sudah berlangsung beberapa generasi sebelumnya dan bahkan sebagian sudah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia ini terbentuk. Oleh sebab itu dapat dipastikan bahwa pelaku utama pengelolaan satuan-satuan wilayah hutan itu bukan pemerintah atau pengusaha HPH, melainkan adalah rakyat yang hidup di dalam dan di sekitar wilayah hutan itu. Merekalah yang menentukan teknik dan strategi yang dipakai untuk mengelola hutan itu. Biasanya strategi dan teknik tersebut tidak berdasarkan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh dari pusat-pusat ilmiah (PUSKAP, 1997).

Selain itu hutan yang dikelola rakyat (sistem hutan kerakyatan) biasanya merupakan sumber pendapatan bagi rumah tangga dalam bentuk produk hutan non-kayu (Non-timber forest product). Sebagian daripadanya digunakan untuk keperluan subsistensi, kesehatan, keagamaan, dan lain-lain. Sedangkan yang selebihnya dimaksudkan untuk kelebihan pasar (PUSKAP, 1997).

Hutan Rakyat

Secara formal ditegaskan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang dibangun di atas lahan milik. Pengertian semacam itu kurang mempertimbangkan kemungkinan adanya hutan di atas tanah milik yang tidak dikelola rakyat, melainkan oleh perusahaan swasta. Penekanan pada kata ‘rakyat’ kiranya lebih ditujukan kepada pengelola yaitu ‘rakyat kebanyakan’, bukan pada status pemilikan tanahnya. Dengan menekankan kepada kata ‘rakyat’ membuka peluang bagi rakyat sekitar hutan untuk mengelola hutan dilahan negara (Awang dkk., 2001).

(16)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009. Pola Hutan Rakyat

Secara fisik hutan rakyat mempunyai pola tanam yang sangat beragam. Namun demikian sebagian besar hutan rakyat yang ada di lapangan pada umumnya mempunyai pola tanam campuran (wanatani), yakni campuran antara tanaman pangan dan tanaman kayu-kayuan. Menurut Munawar (1986) dalam Awang dkk,. (2001) berdasarkan pola tanam, hutan rakyat dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam :

1. Penanaman pohon di sepanjang batas milik 2. Penanaman pohon di teras bangku

3. Penanaman pohon di seluruh batas milik.

Pengembangan Hutan Rakyat di Tanah Milik

Sampai saat ini hutan rakyat telah diusahakan di tanah milik yang diakui secara formal oleh pemerintah maupun tanah milik yang diakui pada tingkat lokal (tanah adat). Dalam hutan rakyat diusahakan pohon-pohon yang hasil utamanya kayu: misalnya sengon (Paraserianthes falcataria) dan akasia (Acacia

auriculiformis); yang hasil utamanya getah: kemenyan (Stirax benzoin), damar

(Shorea javanica); maupun yang hasil utamanya buah: kemiri (Aleurites

moluccana) dan pala (Myristica fragrans); serta hutan bambu. Jumlah rumah

tangga petani yang mengusahakan hutan rakyat (budidaya kayu-kayuan) berdasarkan Sensus Pertanian tahun 1993 adalah 827.767 rumah tangga dan 19.713.806 rumah tangga petani pengguna lahan. Sebagian besar dari petani hutan rakyat berada di Jawa 690.895 (83,5 %) dan sebagian besar (53,8 %) rumah tangga rata-rata mengusahakan kurang dari 0,57 ha (Suharjito dkk, 2000).

(17)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009. Kemenyan (Styrax sumatrana J.J.SM)

Klasifikasi tanaman kemenyan (Styrax sumatrana J.J.SM) dalam sitematika tumbuhan dapat disusun sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Dikotiledonae

Ordo : Ebeneles

Family : Styraceae

Genus : Styrax

Spesies : Styrax sumatrana J.J.SM (Oetomo, 1974).

Syarat Tumbuh

Tempat tumbuh kemenyan cukup bervariasi yaitu pada ketinggian 600-2000 mdpl, dimana di daerah Tapanuli Utara kemenyan tumbuh baik pada ketinggian 1000-1500 mdpl. Heyne (1987) dalam Sasmuko (2001) menambahkan bahwa Kemenyan Toba mampu tumbuh baik pada tanah yang kaya humus dengan kelembaban cukup tinggi, berdrainase baik, curah hujan rata-rata 2000 mm/tahun dengan temperatur 180 – 230 C dan dapat tumbuh baik pada topografi bergelombang sampai dengan berbukit.

Jenis Kemenyan

Terdapat dua jenis kemenyan dan yang dikembangkan oleh masyarakat khususnya petani di Kabupaten Tapanuli. Kedua jenis tersebut adalah Styrax

sumatrana J.J. SM atau dikenal dengan sebutan kemenyan toba dan Styrax benzoin DRYAND atau kemenyan durame. Kedua jenis tersebut dapat dibedakan

(18)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

dari aroma dan warna getah yang dihasilkan, yaitu aroma getah toba lebih tajam dengan warna yang lebih putih dibandingkan kemenyan durame. Secara botani kedua jenis ini dapat dibedakan pula dari bentuk dan ukuran daun. Kemenyan durame mempunyai ukuran daun lebih besar dan berbentuk bulat memanjang (oblongus). Kemenyan toba merupakan jenis yang disenangi oleh masyarakat karena dalam perdagangan lokal getahnya lebih tinggi dibandingkan dengan kemenyan durame (Sasmuko dan Karyaatmaja, 2000).

Manfaat Tanaman Kemenyan

Usaha pelestarian tanaman penghasil senyawa bioaktif, terutama tanaman penghasil obat, di Indonesia perlu mendapat perhatian karena memiliki nilai ekonomi tinggi. Salah satu tanaman yang sangat potensial adalah tanaman kemenyan (Styrax benzoin Dryander). Tanaman kemenyan termasuk Divisio Spermatophyta, sud Divisio Angiospermae, Klass Dicotyledonae, Ordo Ebenales, Familia Styraceae, Genus Styrax, dan spesies Styrax benzoin Dryander. Kemeyan tumbuh dengan baik di hutan Sumatera Utara menjadi salah satu sumber penghasilan masyarakat dibeberapa desa, yang dikenal dengan getah kemeyan. Pemanfaatan kemenyan telah dikenal luas di Indonesia terutama sebagai bahan obat, baik sebagai obat tradisional maupun industri rokok, batik dan upacara ritual. Lebih dari itu tanaman kemenyan sebagai golongan styrax mengandung senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai obat-obatan. Kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) memiliki banyak senyawa bioaktif seperti asam sinamat dan turunannya yaitu senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri kosmetik dan obat-obatan (Elimasni, 2005).

(19)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

Tanaman kemenyan prospektif dikembangkan untuk tanaman hutan rakyat, hutan kemasyarakatan, rehabilitasi, sekat baker, penghara industri pulp, maupun untuk pohon ornamen. Selain itu kayunya dapat digunakan untuk bangunan rumah dan jembatan serta akarnya mengandung cairan berwarna kemerah-merahan yang berfungsi sebagai insektisida (Pinyopusarerk, 1994).

Pengelolaan Kemenyan

Secara tradisional pengelolaan kemenyan oleh petani di Tapanuli Utara meliputi kegiatan penanaman dan pemanenan. Pekerjaan penanaman secara tradisional dilakukan dengan memindahkan anakan alam pada tempat yang kosong atau pohon yang mati dalam kebunnya. Sedangkan kegiatan pemungutan getah (penyadapan) dilakukan satu kali dalam setahun dengan pola tradisional tanpa adanya perlakuan tertentu. secara umum petani lebih suka menaman dan memungut kemenyan jenis toba dibandingkan jenis durame. Hal ini disebabkan karena getah kemenyan toba menurut standar lokal memiliki mutu dan harga lebih baik. Keberhasilan penanaman secara tradisional sebesar 30 - 40 %. Sedangkan produksi getahnya tidak lebih dari 15 gr/takik atau rata-rata 0,5 kg/pohon (Sasmuko, 1999).

Pengolahan dan Pemanfaatan Kemenyan

Kemenyan yang dipasarkan baik lokal maupun ekspor pada umumnya masih berupa bahan mentah (raw material). Dari saat dipanen dari pohonnya hingga siap dijual petani tidak melakukan pengolahan dalam upaya meningkatkan mutu. Petani hanya melakukan proses pengeringan saja sebelum dijual kepada pedagang pengumpul. Mutu kemenyan yang dijual petani pada umumnya masih

(20)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

rendah dan bercampur (mixed) dengan kulit dan kotoran lain. Pada tingkat pedagang pengumpul pengolahan dilakukan dengan tujuan membagi dalam beberapa kelas mutu (5 kelas mutu) dengan cara membedakan berdasarkan ukuran dan kebersihan kemenyan (Sasmuko, 2003).

Penyadapan Getah Kemenyan

Kegiatan penyadapan getah kemenyan yang dilakukan oleh para petani secara umum terdiri dari beberapa kegiatan antara lain: menakik, membersihkan, dan mensugi. Kegiatan menakik merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan oleh petani dalam pengelolaan hutan kemenyan. Kegiatan ini sama halnya dengan kegiatan menyadap pada pohon karet atau pinus. Biasanya kegiatan ini dilakukan pada bulan Juli - September. Urutan kegiatan menakik adalah sebagai berikut: membersihkan semak-semak yang berdekatan dengan pohon kemenyan yang akan ditakik menggunakan parang, kemudian dilanjutkan membersihkan pohon kemenyan dengan cara mengguris bagian kulit pohon tersebut. Kegiatan tersebut dilakukan untuk membersihkan lumut yang menempel pada kulit pohon sehingga getah yang dihasilkan tidak kotor (Dede, 1998).

Penakikan Pohon Kemenyan

Jumlah pohon yang dapat ditakik perhari tergantung besar batang yang disesuaikan dengan sistem penakikan yang digunakan dan biasanya 10 – 15 pohon. Pohon yang telah selesai ditakik ditinggalkan 3 – 4 bulan. Pada luka-luka bekas takikan akan terbentuk getah yang sudah lengkek dan mengering. Kulit kering yang mengandung getah tadi dipotong dan dicopot dari batang dengan menggunakan pisau panen dan kegiatan ini disebut ”mensugi”. Hasil panen

(21)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

diperoleh kemenyan mata kasar (sidungkapi), mata halus, tahir dan jurur. Produksi rata-rata antara 0,1 – 0,5 kg/pohon. Setelah selesai dilakukan kegiatan pengumpulan getah maka ± 2 – 3 bulan lagi getah akan keluar yang membuka dan menempel pada bekas luka takikan. Para petani kemudian memungut hasilnya yang disebut kegiatan pembersihan (panen kedua). Kualitas getah yang dihasilkan disebut Kemenyan Tahir. Setelah 2 - 3 bulan kemudian maka getah ke tiga akan muncul lagi dan getah ini akan dikumpulkan pada saat akan dilakukan penakikan lagi (Darusman dkk., 2001).

Penakikan dilakukan dengan menggunakan pisau takik “Agat Panugi” dalam bahasa Batak. Menakik dilakukan dengan membuat luka pada bagian kulit pada garis vertikal dengan panjang 2 - 3 cm dengan kedalaman (bergantung pada ketebalan kulit) sampai pada kayunya. Bila pisau tertancap dengan baik pada kulit, kemudian pisau tersebut ditekan kearah kiri atau kanan, sehingga keadaan kulit tersebut terkoak dan terdapat ruangan yang terbuka diantara kulit dan bagian kayu 4 x 3 cm. kulit kayu yang terkoak dipukul-pukul dengan palu dalam bahasa Batak disebut dengan “Agat Panuktuk” sebanyak 5 – 7 kali secara pelan-pelan, karena terlalu keras atau pelan getah tidak akan keluar (Dede, 1998).

Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats)

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Proses pengambilan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi saat ini (Rangkuti, 2000).

Dalam analisis SWOT terdapat dua faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu lingkungan internal (strengths) dan kelemahan (weakness) serta lingkungan

(22)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Menurut Pearce II dan Robinson (1991) dalam Sanudin (2006), kekuatan (strenghts) adalah sumberdaya, keterampilan atau keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar; kelemahan (Weakness) merupakan keterbatasan dalam sumberdaya, keterampilan dan kemampuan yang sangat serius menghalangi kinerja; peluang (opportunities) merupakan situasi yang menguntungkan, berbagai kecenderungan, peraturan-peraturan, dan perubahan teknologi; sedangkan ancaman (threats) adalah situasi yang tidak menguntungkan atau rintangan.

Kondisi Umum Kabupaten Toba Samosir

Secara geografis Kabupaten Toba Samosir terletak pada 2003’ – 2040’ LU dan 98056’ – 99040’ BT. Kabupaten Toba Samosir memiliki luas wilayah 2021,8 km. Kabupaten Toba samosir memiliki batas-batas:

- Sebelah Utara : Kabupaten Simalungun - Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Utara - Sebalah Barat : Kabupaten Samosir - Sebelah Timur : Labuhan Batu dan Asahan

Kabupaten Toba Samosir terletak pada ketinggian antara 900 – 2.200 m dpl. Kabupaten Toba Samosir tergolong ke dalam daerah beriklim tropis basah dengan suhu berkisar antara 170C – 290C dengan kelembaban udara 85,04 % dan curah hujan 1860 mm/tahun (BPS Toba Samosir, 2008).

(23)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009. Kondisi Umum Desa Tangga Batu Barat

Hutan kemenyan Desa Tangga Barat berada di Kecamatan Tampahan, Kabupaten Toba Samosir. Secara astronomis kawasan ini terletak pada 2015’ LU - 2021’ LU dan 99011 BT dan memiliki batas-batas :

- Sebelah Utara : Danau Toba

- Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Utara - Sebalah Barat : Kabupaten Tapanuli Utara - Sebelah Timur : Kecamatan Balige

Keadaaan permukaan tanah di daerah tersebut umumnya bergelombang atau berbukit dengan ketinggian 700 – 1000 meter diatas permukaan laut dengan rata-rata kemiringan lahan 2 – 600. Curah hujan rata-rata sebesar 1.491 mm/tahun (BPS Toba Samosir, 2007)

Berdasarkan sensus tahun 2006 Desa Tangga Batu Barat mempunyai jumlah penduduk 478 jiwa yang terdiri dari 90 kepala keluarga. Sehingga kepadatan penduduk adalah 148,9 jiwa/km2. Mata pencaharian penduduk di desa ini adalah hampir seluruhnya hidup dari bidang pertanian (BPS Toba Samosir, 2007).

Luas Desa Tangga Batu Barat adalah 321 ha yang terdiri dari 60 ha tanah sawah dan 261 ha tanah kering. Desa Tangga Batu Barat berjarak 13 km dari ibukota kecamatan (BPS Toba Samosir, 2007).

(24)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2009 sampai dengan Mei 2009. Lokasi penelitian adalah Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa. Alasan pemilihan lokasi ini adalah karena daerah ini merupakan salah satu daerah yang mengalami penurunan intensitas pengelolaan hutan kemenyan.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah : 1. Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan lokasi penelitian

2. Laporan-laporan hasil penelitian terdahulu (individu dan lembaga) dan berbagai pustaka penunjang sebagai sumber data sekunder untuk melengkapi pengamatan langsung dilapangan

3. Data primer yang diperoleh dilapangan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Kuesioner untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder 2. Kamera digital untuk mendokumentasikan objek kegiatan

Objek dan Data Kegiatan

1. Objek Kegiatan

Kegiatan ini melibatkan pihak yang terkait dengan pengelolaan hutan kemenyan di wilayah studi, dengan objek penelitian :

(25)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

a. Kepala desa, petani kemenyan, dan pemilik lahan kemenyan untuk mendapatkan informasi tentang keberadaan hutan kemenyan

b. Kawasan hutan kemenyan (yang berada di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan tampahan, Kabupaten Toba Samosir).

2. Data Penelitian

Data yang diambil pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan antara lain adalah faktor-faktor yang menyebabkan penurunan intensitas pengelolaan kemenyan serta hasil penelitian yang terkait dengan tujuan penelitian. Sedangkan data sekundernya adalah: letak, luas daerah, dll.

Metode Pegumpulan Data

1. Pengambilan Sampel

Responden dalam penelitian ini adalah kepala keluarga, baik keluarga yang mengelola maupun yang tidak mengelola hutan kemenyan tetapi termasuk pemilik lahan kemenyan yang berada di Desa Tangga Batu Barat. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 17 kepala rumah tangga. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling (bertujuan).

2. Teknik dan Tahapan Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan secara langsung di lapangan yaitu, sebagai berikut :

1. Observasi

Kegiatan observasi yang dilakukan dilapangan adalah pengamatan, pencatatan dan pengambilan dokumen terhadap hutan kemenyan dan

(26)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

masyarakat pengelola maupun yang tidak mengelola tetapi termasuk pemilik lahan kemenyan.

2. Wawancara dengan menggunakan kuesioner

Dilakukan dengan bertemu langsung dengan responden dan bertanya jawab dengan responden dengan berpatokan kepada kuesioner yang sudah disusun sebelum melakukan wawancara.

3. Diskusi Kelompok

Kegiatan yang dilakukan dilapangan adalah dengan mengatur jadwal diskusi dengan masyarakat yang mengelola maupun yang tidak mengelola tetapi pemilik lahan kemenyan. Diskusi kelompok ini dilaksanakan di rumah kepala desa. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui berbagai hal yang berhubungan dengan hutan kemenyan khususnya faktor penyebab penurunan intensitas penurunan hutan kemenyan.

4. Keseluruhan data yang dikumpulkan baik itu data primer maupun data sekunder selanjutnya akan diedit dan ditabulasikan sesuai dengan kebutuhan sebelum dilakukannya pengolahan dan analisis data.

Cara memperoleh informasi dan data dari responden dilakukan dengan wawancara, diskusi dan pengukuran langsung dilapangan. Informasi yang dikumpulkan dari setiap responden meliputi :

1. Identifikasi diri responden

2. Berbagai informasi yang berhubungan dengan keberadaan hutan kemenyan khususnya penurunan gairah masyarakat di dalam mengelola hutan kemenyan 3. Skedul kegiatan pengelolaan kemenyan dengan menggunakan tabel tata waktu

(27)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009. Tabel 1. Tata waktu dalam pengelolaan kemenyan

Kegiatan/Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ag Sept Okt Nov Des Persiapan alat Pembersihan lokasi Penyadapan Pemanenan Pengangkutan Pemasaran Analisis Data

Analisis faktor penyebab penurunan intensitas pengelolaan hutan

Identifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang berpengaruh terhadap penurunan intensitas pengelolaan hutan kemenyan dilakukan dengan analisis SWOT (Strengths,

Weaknesses, Opportunities, Threats). Analisis tersebut dapat dilihat dalam Tabel

2 berikut ini:

Tabel 2. Identifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan

Analisis Faktor Internal

Faktor Eksternal Kekuatan (S) Kelemahan (W) Peluang (O) Isu/strategis Isu/strategis Ancaman (T) Isu/strategis Isu/strategis

Sumber : Rangkuti (1997)

Strategi Analisis SWOT penyelesaian masalah dari pengembangan implementasi program kerja atau rencana serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut (dapat dilihat pada tabel 3) :

a. Strategi mengoptimalkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang;

b. Strategi menggunakan kekuatan untuk mencegah dan mengatasi ancaman/tantangan;

(28)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

d. Strategi mengurangi kelemahan untuk mencegah/mengatasi ancaman/tantangan.

Tabel 3. Analisis Identifikasi Faktor Kunci Keberhasilan

S W O T KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W) ISU/STRATEGI ISU/STRATEGI PELUANG (O) (S+O) STRATEGI (a) (W+O) STRATEGI OPTIMALISASI (c) ISU/STRATEGI ANCAMAN (T) (S+T) STRATEGI PENGGUNAAN KEKUATAN (b) (W+T) STRATEGI MENGURANGI KELEMAHAN (d) ISU/STRATEGI Sumber : Rangkuti (1997)

Untuk mempermudah pemahaman terhadap penelitian ini, maka digunakan matrik metodologi yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Matrik metodologi yang digunakan dalam penelitian

Tujuan Studi Pokok Bahasan Data Kunci Sumber dan Metode Hasil yang diharapkan 1. Mengetahui faktor penyebab penurunan intensitas pengelolaan hutan kemenyan Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan intensitas pengelolaan hutan kemenyan Penelitian terhadap Petani kemenyan, masyarakat dan lembaga yang berhubungan dengan keberadaan hutan kemenyan Wawancara, analisis SWOT, studi pustaka, diskusi kelompok - Faktor Internal - Faktor eksternal 2. Mengetahui strategi penyelesaian dari permasalahan yang ada Analisis terhadap faktor penurunan intensitas pengelolaan hutan kemenyan

Faktor internal dan faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya penurunan intensitas pengelolaan hutan kemenyan Studi pustaka, analisis SWOT Solusi penyelesaian dari terjadinya penurunan intensitas pengelolaan hutan kemenyan

(29)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengelolaan Hutan Kemenyan Oleh Masyarakat

Hutan kemenyan ini diperkirakan sudah ada sejak lebih dari 1,5 abad yang lalu. Hasil wawancara dengan petani kemenyan Ragusta Siahaan menyatakan bahwa tanaman kemenyan ini ditanami oleh para nenek moyang mereka. Bibit tanaman kemenyan diperoleh dari hutan kemenyan yang terdapat di Dolok Sanggul. Mengelola hutan kemenyan menjadi salah satu budaya masyarakat Desa Tangga Batu Barat yang secara turun-temurun. Pada tahun 1960-an getah kemenyan menjadi salah satu penghasilan yang sangat baik sehingga banyak yang mengelola kemenyan. Hingga tahun 1970 kegiatan pengelolaan hutan kemenyan di Desa Tangga Batu Barat ini masih terus baik. Tetapi keadaan ini tidak bertahan lama, semenjak menurunnya harga kemenyan masyarakat mulai beralih ke perkebunan terutama akibat kedatangan tanaman kopi. Hal ini sesuai dengan pendapat Heyne (dalam Sasmuko, 2003) yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan produksi getah kemenyan mulai tahun 1930 dan pada tahun 1950 terus mengalami peningkatan tetapi sejak permulaan 1985 perdagangan kemenyan di Tapanuli Utara terutama ditingkat petani mengalami penurunan. Penyebabnya ada beberapa faktor dan penyebab yang dominant adalah harga kemenyan yang terus merosot.

Meskipun demikian hutan kemenyan ini masih tetap ada sampai sekarang. Kemenyan dapat tumbuh dengan baik dan subur di daerah ini. Tegakan kemenyan yang tumbuh tegak dan lurus dapat dilihat pada Gambar 1.

(30)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009. Gambar 1. Tegakan Kemenyan yang Tumbuh di Lahan Masyarakat Desa Tangga Batu

Barat

Pengelolaan tanaman kemenyan di Desa Tangga Batu Barat ini belum menggunakan sistem silvikultur intensif. Pengelolaan tanaman kemenyan masih dilakukan secara tradisional seperti membersihkan batang dari tumbuhan menumpang, membersihkan piringan pohon kemenyan. Perlakuan sistem silvikultur intensif belum mereka gunakan karena mereka masih kurang memahaminya.

Tanaman kemenyan di daerah ini tidak mempunyai jarak tanam yang pasti, ada yang rapat (jarak tanam 2 x 2) dan ada pula yang jarang (jarak tanam 6 x 5). Sehingga tidak jarang dijumpai lahan kemenyan yang masih layak untuk disulami. Kelerengan tempat tumbuhnya kemenyan ini mulai dari datar sampai curam 2% sampai lebih dari 25%. Lahan yang masih jarang ditanami dengan bibit kemenyan yang diambil dari bawah pohon kemenyan yang telah dewasa.

Penyadapan getah mulai dilakukan pada saat batang kemenyan sudah besar, biasanya dilakukan setelah 8 tahun. Sanudin (2006) menyatakan bahwa getah bisa mulai dipanen (diambil getahnya) pada umur 7 – 10 tahun dan sampai puluhan tahun ke depan tergantung pemeliharaan dan tingkat ke suburan

(31)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

tanahnya. Penyadapan getah boleh dilakukan secara terus-menerus sampai pohon tua. Pohon kemenyan akan tetap menghasilkan getah dengan baik jika tanaman kemenyan ini tetap dijaga dari tanaman menumpang dan tanaman pengganggu disekitarnya.

Kegiatan pengelolaan hutan kemenyan Desa Tangga Batu Barat dilakukan dengan sistem tradisional. Petani kemenyan masih belum melakukan kegiatan sistem silvikultur yang intensif. Hal ini sejalan dengan penelitian Nurrochmat (dalam Sinaga, 2009) di Kabupaten Tapanuli Utara yang menyatakan bahwa budidaya tanaman kemenyan yang dilakukan di Tapanuli Utara masih dilakukan dengan cara yang sangat sederhana. Kegiatan pengelolaan hutan kemenyan berupa penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran di Desa Tangga Batu Barat ini diuraikan dibawah ini.

1. Penanaman

Petani kemenyan tidak semuanya melakukan penanaman kemenyan baru. Penanaman kemenyan hanya dilakukan oleh sebagian kecil petani. Pelaksanaannya dilakukan dengan tidak terjadwal. Jika petani menemukan anakan yang tumbuh dibawah tegakan kemenyan maka mereka akan memindahkannya ke areal yang mempunyai jarak tanam yang jarang. Hal ini sesuai dengan Sasmuko (1999) yang menyatakan bahwa pekerjaan menanam secara tradisional dilakukan dengan memindahkan anakan alam pada tempat yang kosong atau pohon yang mati dalam kebunnya.

2. Pemeliharaan

Pemeliharaan kemenyan yang dilakukan petani berupa penyiangan batang dari tumbuhan pengganggu. Penyiangan ini dilakukan sebelum dilakukannya

(32)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

penyadapan getah. Daerah yang dibersihkan berupa piringan batang tanaman kemenyan.

3. Pemanenan

Lahan kemenyan Desa Tangga Batu Barat seluas 50 ha yang berisi sekitar ± 55.000 pohon kemenyan. Produktivitas tanaman kemenyan ini sekitar ± 38.500 kg/tahun. Produktivitas tanaman kemenyan pada setiap pohon kemenyan sekitar ± 0,7 kg/tahun. Pemanenan tanaman kemenyan ada dua tahap yaitu pemanenan getah mata kasar yang dilakukan 6 bulan kemudian setelah penyadapan. Setelah panen mata kasar ini, pohon kemenyan akan tetap mengeluarkan getah dan ini akan dipanen sekitar 3 - 4 bulan berikutnya yang disebut dengan tahir (panen sisa). Hal ini juga dinyatakan Darusman,dkk (2001) bahwa setelah selesai dilakukan kegiatan pengumpulan getah maka ± 2 – 3 bulan lagi getah akan keluar yang membuka dan menempel pada bekas luka takikan, para petani kemudian memungutnya yang disebut kegiatan pembersihan (panen kedua), kualitas getah yang dihasilkan disebut Kemenyan Tahir. Sehingga dalam sekali penakikan getah dapat menghasilkan 2 kali panen. Tetapi kualitas panen kedua ini sangat jauh dibawah panen pertama. Getah mata kasar dan getah mata tahir dapat dilihat pada Gambar 2.

(33)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

a b

Gambar 1. Getah Mata Kasar (a) dan Getah Tahir (b) yang Sudah Kering dan Siap

Dijual

4. Pemasaran

Getah kemenyan yang sudah dikeringkan akan dipasarkan ke Dolok Sanggul. Jika getah kemenyan mereka sedikit maka akan dititipkan ke petani lain yang akan pergi ke Dolok Sanggul pada saat pekan. Hasil wawancara dengan seorang petani kemenyan yang menjual getah kemenyan tahun 2009 Tagor Tampubolon menyatakan bahwa harga getah kemenyan dari hasil panen pertama yaitu berkisar antara Rp 100.000.00 – Rp 130.000.00/kg sedangkan harga getah tahir sekitar Rp 50.000.00 – Rp 70.000.00/kg.

Kegiatan pengelolaan kemenyan di Desa Tangga Batu Barat tidak sepanjang tahun dilaksanakan. Pengelolaan kemenyan hanya dilakukan diwaktu-waktu tertentu. Kegiatan persiapan alat dilakukan sebelum pembersihan lokasi. Perbersihan lokasi kemenyan dilaksanakan pada bulan Mei dan bulan Juni sebelum proses penakikan dilakukan. Tetapi ada juga petani kemenyan yang melakukan pembersihan lokasi pada saat mau menakik.

(34)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

Batang kemenyan mulai ditakik pada saat pohon kemenyan sedang berbunga yaitu mulai bulan Juli sampai awal bulan Oktober. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dede (1998) yang menyatakan bahwa kegiatan menakik merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan petani dalam pengelolaan hutan kemenyan, biasanya kegiatan ini dilakukan pada bulan Juli – September.

Pemanenan baru akan dilakukan kira-kira 6 bulan kemudian setelah penakikan yaitu bulan Januari sampai bulan Maret. Hasil panen inilah yang dinamakan getah mata kasar. Kemudian kira-kira 3 bulan kemudian akan dilakukan pemanenan getah yang kedua dari hasil penakikan yang pertama. Dari panen kedua ini akan diperoleh getah yang kualitasnya lebih rendah dari panen pertama. Panen kedua ini merupakan panen sisa dan dinamakan getah tahir.

Getah yang sudah dipanen dikumpulkan rumah dan dikeringkan selama 3 minggu di dalam ruangan. Setelah kering getah akan dipasarkan ke Dolok Sanggul. Untuk lebih jelasnya kegiatan pengelolaan getah kemenyan di Desa Tangga Batu Barat ini dapat di lihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Tata waktu dalam pengelolaan kemenyan

Kegiatan/Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ag Sept Okt Nov Des

Persiapan alat * Pembersihan lokasi * * Penyadapan * * * * Pemanenan * * * Pengangkutan * * * Pemasaran *

Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan

Untuk merumuskan faktor penyebab penurunan intensitas pengelolaan tanaman kemenyan ini digunakan analisis SWOT. Analisis SWOT ini akan merumuskan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal

(35)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

(peluang dan tantangan). Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam meliputi keinginan masyarakat untuk mengelola, ketersediaan hutan kemenyan, kontribusi yang diberikan hutan kemenyan, kualitas getah, kesesuaian tempat tumbuh, kultur masyarakat. Faktor eksternal merupakan faktor-faktor pendukung yang meliputi ketersediaan pasar, serta ketersediaan areal kosong yang layak untuk ditanami. Perumusan faktor-faktor penyebab penurunan intensitas pengelolaan hutan kemenyan ini dilakukan secara deskriptif.

Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan hutan kemenyan itu sendiri. Faktor internal ini meliputi kekuatan dan kelemahan hutan kemenyan. Melalui proses wawancara dan observasi maka diperoleh faktor-faktor internal yang disajikan dalam Tabel 6.

(36)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009. Tabel 6. Faktor-faktor internal pada hutan kemenyan di Desa Tangga Batu Barat

No Kekuatan (Strenght) Kelemahan (Weakness)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Masyarakat masih memiliki hutan kemenyan

Kesesuaian tempat tumbuh Kualitas getah sangat baik

Getah kemenyan berpotensi memberikan kontribusi yang tinggi

Biaya pengelolaan sangat kecil

Mengelola kemenyan merupakan kebiasaan yang turun-temurun

Teknik budidaya kemenyan kurang intensif dibanding usaha tani lainnya

Adanya kelembagaan

Kemenyan merupakan tanaman keras sehingga lama menghasilkan

Kurangnya tenaga kerja

Kurangnya keterampilan kalangan muda didalam mengelola kemenyan

Fungsi kelembagaan tidak berjalan dengan baik

Pengelolaan kemenyan membutuhkan ketekunan dan kesabaran

Batang yang sudah disadap butuh waktu untuk menutup luka

Panen hanya sekali setahun sementara kebutuhan sangat mendesak

Minat masyarakat di dalam mengelola kemenyan cenderung menurun

Petani banyak yang sudah tua dan meninggal

Merantau merupakan minat yang dalam bagi kalangan muda

Kekuatan (Strenght)

Peubah-peubah yang menjadi kekuatan hutan kemenyan ini adalah: 1. Masyarakat masih memiliki hutan kemenyan

Hutan kemenyan di Desa Tangga Batu Barat diperkirakan sudah ada lebih dari 1,5 abad yang lalu. Hutan kemenyan ini merupakan hutan yang dikelola masyarakat secara turun-temurun. Hal ini sesuai dengan PUSKAP (2007) yang menyatakan bahwa satuan-satuan wilayah tersebut, sepenuhnya dikelola oleh rakyat secara turun-temurun. Satuan-satuan yang dimaksud adalah hutan rakyat, hutan kemasyarakatan, perhutanan social dan sistem hutan kerakyatan. Karena hal itulah, hutan kemenyan ini masih terus berdiri. Luas kemenyan di

(37)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

daerah ini sekitar ± 50 ha. Karena tanaman kemenyan ini merupakan pendapatan yang paling utama disamping tanaman padi, masyarakat terus mengembangkan hutan kemenyan ini dengan melakukan penanaman meskipun hal ini dilakukan para orang tua terdahulu.

2. Kesesuaian tempat tumbuh

Data BPS tahun 2007 menunjukkan bahwa Desa Tangga Batu Barat terletak pada ketinggian 700 – 1000 m diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 1.491 mm/tahun. Kemenyan dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian ini. Hal ini sesuai dengan Sasmuko (2001) yang menyatakan bahwa tempat tumbuh kemenyan cukup bervariasi yaitu pada ketinggian 600-200 mdpl. 3. Kualitas getah sangat baik

Kesesuaian tempat tumbuh membuat tanaman kemenyan tumbuh subur di daerah ini. Pertumbuhan pohon kemenyan yang baik menghasilkan getah yang berkualitas tinggi.

4. Getah kemenyan berpotensi memberikan kontribusi yang tinggi

Getah kemenyan merupakan barang ekspor. Getah ini diekspor ke berbagai negara di dunia. Hanya saja dikalangan petani sering terjadi ketidakstabilan harga yang menyebabkan keuntungan mereka sangat tidak sebanding dengan usaha yang sudah petani lakukan. Keadaan ini mulai terjadi tahun 1980-an. Hal ini sesuai dengan Sasmuko (2003) yang menyatakan bahwa harga kemenyan pada tahun 1985 adalah Rp 7000,00/kg dan walaupun pada tahun 2003 harga kemenyan Rp 20.000/kg tetapi keadaan ini masih saja menjadi permasalahan yang dirasakan oleh petani kemenyan karena tidak sebanding dengan keadaan masyarakat. Tetapi jika harga sedang bagus, pendapatan

(38)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

petani akan sangat baik. Seperti tahun 2009 ini harga getah kemenyan dari panen getah I di kalangan produsen (petani kemenyan) berkisar antara Rp 90.000.00 – Rp 130.000.00 untuk setiap kg getah. Sedangkan harga getah kemenyan dari hasil panen II (getah tahir) berkisar antara Rp 50.000.00 – Rp 70.000.00 untuk setiap 1 kg getah. Sehingga jika harga kemenyan terus baik maka potensi dan pendapatan petani dari kemenyan ini sangat baik.

5. Biaya pengelolaan sangat kecil

Pengelolaan kemenyan yang dilakukan masyarakat masih secara tradisional. Penanaman mereka lakukan tanpa membuat pembibitan tetapi pemindahan langsung anakan yang tumbuh dibawah tegakan. Pemeliharaan hanya berupa penyiangan dari tumbuhan pengganggu disekitar batang pohon kemenyan. Sedangkan pemupukan tanaman tidak mereka lakukan. Petani bisa dikatakan tidak mengeluarkan biaya untuk mengelola kemenyan.

6. Mengelola kemenyan merupakan kebiasaan yang turun-temurun

Tanaman kemenyan di daerah ini sudah ada lebih dari 1,5 abad yang lalu. Dari hasil wawancara dengan masyarakat petani kemenyan, hutan kemenyan ini sengaja ditanami oleh orang tua terdahulu dengan tujuan mencegah longsor, sebagai sumber persediaan air, dan lain sebagainya. Alasan memilih pohon kemenyan adalah bahwa disamping tujuan diatas, pohon kemenyan dapat merubah nasib mereka di masa yang akan datang yaitu memberikan kesejahteraan melalui penyadapan pohon kemenyan. Sebelum adanya hutan kemenyan masyarakat hanya tergantung pada hasil pertanian khususnya tanaman padi. Padi hanya dapat ditanam sekali dalam setahun sehingga mereka mempunyai waktu luang yang banyak. Karena kebutuhan yang mulai

(39)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

mendesak mereka mulai belajar untuk menyadap pohon kemenyan. Melihat hasil penjualan getah yang cukup membantu, kegiatan menyadap pohon kemenyan ini terus-menerus dilakukan dan diikuti oleh keturunan mereka. 7. Teknik budidaya kemenyan kurang intensif dibanding usaha tani lainnya

Pohon kemenyan merupakan tanaman keras yang dapat tumbuh dengan baik walau perawatannya tidak dilakukan secara intensif. Perawatan pohon kemenyan ini sangat berbeda jauh dari tanaman pertanian dan perkebunan yang harus dirawat secara intensif. Walau pengelolaan pohon kemenyan hanya dilakukan secara tradisional, pohon kemenyan ini dapat tumbuh dengan baik dan mengahasilkan getah yang berkualitas yang baik. Masyarakat hanya merawat pohon kemenyan dengan membersihkan pohon dari tanaman pengganggu seperti benalu, membersihkan piringan pohon dan hal ini hanya dilakukan sekali dalam satu tahun pada saat akan melakukan penyadapan. 8. Adanya kelembagaan

Setelah melihat bahwa getah kemenyan dari Desa Tangga Batu Barat sangat potensial untuk dikembangkan maka timbul pemikiran untuk membentuk kelembagaan dengan catatan akan dapat membantu untuk pengembangkan potensi dari hutan kemenyan dari segi ekonomi. Kelembagaan ini dibentuk pada tahun 1992 yang terdiri dari 21 kepala rumah tangga. Kelembagaan ini sangat membantu karena di dalam kelembagaan ini terdapat peralatan yang dapat dipinjam oleh anggota.

Kelemahan (Weakness)

(40)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

1. Kemenyan merupakan tanaman keras sehingga lama menghasilkan

Tanaman keras merupakan tanaman yang berumur panjang. Tanaman ini baru bisa disadap setelah batangnya besar. Batang pohon kemenyan ini akan besar dan bisa disadap setelah kurang lebih 8 tahun. Dalam Sanudin (2006) dikatakan bahwa kemenyan bisa mulai dipanen pada umur 7 – 10 tahun dan sampai puluhan tahun ke depan tergantung pemeliharaan dan tingkat kesuburan tanahnya. Waktu yang lama ini membuat petani kurang berminat untuk menanam tanaman kemenyan.

2. Kurangnya tenaga kerja

Penyadapan getah kemenyan dilakukan oleh kaum pria saja sedangkan kaum ibu-ibu bekerja di kebun. Sehingga tenaga penyadap menjadi sedikit. Sementara itu, kalangan muda lebih menyukai merantau dari pada tinggal dikampung sebagai petani. Keadaan ini membuat kurangnya tenaga kerja didalam mengelola kemenyan.

3. Kurangnya keterampilan kalangan muda di dalam mengelola kemenyan

Getah kemenyan merupakan pekerjaan yang membutuhkan waktu 6 bulan untuk bisa dipanen. Sementara itu kalangan muda lebih menyukai pekerjaan yang memang cepat untuk menghasilkan uang seperti menyadap nira, bercocok tanam, kopi dan lain sebagainya. Sehingga mereka tidak berminat untuk belajar menyadap getah kemenyan. Disamping itu banyak di antara kalangan muda yang merantau dulu tetapi setelah mereka berkeluarga mereka pulang kampung. Ini menjadi salah satu yang menyebabkan mereka sudah tidak tau lagi bertani apalagi menyadap getah karena mereka sudah tidak terbiasa dengan hal seperti itu.

(41)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

4. Fungsi kelembagaan tidak berjalan dengan baik

Petani kemenyan di Desa Tangga Batu Barat ini memiliki kelompok tani yang diberi nama kelompok tani “Dosroha” yang didirikan pada tanggal 23 Maret 1992. Sebelumnya kelompok tani ini berjalan sangat baik bahkan meraih berbagai prestasi seperti juara II dalam rangka Lomba Penghijauan dan Konservasi Sumber Sumber Daya Alam Kabupaten Toba Samosir tahun 2000, juara I Tingkat Provinsi pada Lomba Penghijauan tahun 2000, mendapat Piagam Penghargaan dari Menteri Muda Kehutanan sebagai Kelompok Tani Penghijauan Tingkat Nasional tahun 2000. Utusan dari kelompok tani ini juga sering diundang untuk mengikuti temu karya.

Tetapi belakangan ini Kelompok Tani Dosroha tidak berjalan dengan baik. Salah satu penyebab tidak berjalannya kelompok tani ini dengan baik adalah kepengurusan yang tidak bekerja lagi. Ketua kelompok tani yang sebelumnya efektif dalam hal pekerjaan, telah meninggal dunia. Setelah itu digantikan oleh ketua baru, tetapi karena untuk menambah ilmu ketua baru ini melanjutkan studi di luar kota. Sedangkan yang lain masih kurang paham dalam menjalankan kelompok tani ini. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya kelompok tani menyebabkan kelompok tani ini tidak dapat berjalan dengan baik lagi.

5. Pengelolaan tanaman kemenyan membutuhkan ketekunan dan kesabaran Mengelola kemenyan tidak sama dengan kebanyakan pekerjaan lain. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan banyak tidak karena kecepatan bekerja, bukan karena kekuatan tetapi lebih kepada kesabaran dan ketekunan di dalam bekerja. Penyadapan pohon kemenyan merupakan pekerjaan yang

(42)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan sehingga saat pohon mulai disadap butuh waktu 6 bulan untuk panen. Agar pohon kemenyan dapat menghasilkan getah, maka pohon boleh disadap saat pohon kemenyan tersebut mulai berbunga. Tetapi karena berbagai alasan banyak di antara masyarakat yang menyadap getah secara tidak serius, kadang dikerjai dan beberapa hari kemudian berhenti, sedangkan pohon kemenyan berbunga hanya beberapa minggu dan jika sudah tidak berbunga lagi pohon tersebut tidak akan menghasilkan getah lagi. Karena yang mereka sadap sedikit dan tidak dengan serius, menyebabkan hasil panen mereka tidak baik.

6. Batang yang sudah disadap butuh waktu untuk menutup luka

Pohon kemenyan sama dengan pohon-pohon yang lain. Jika pohon dilukai maka pohon itu butuh waktu untuk menutup luka. Bagian batang yang sudah dilukai tidak boleh lagi ditakik sebelum lukanya benar-benar menutup. Proses penutupan batang yang sudah dilukai ini butuh waktu yang sangat lama bahkan bertahun-tahun. Pelukaan pohon juga harus teratur untuk menjaga kesehatan pohon. Keadaan ini membuat jumlah takik yang akan dibuat masyarakat berkurang.

7. Panen hanya sekali dalam setahun sementara kebutuhan sangat mendesak Pemanenan getah kemenyan hanya dapat dilakukan sekali dalam setahun. Sasmuko (1999) menyatakan bahwa kegiatan pemungutan getah (penyadapan) dilakukan satu kali dalam setahun dengan pola tradisional tanpa adanya perlakukan tertentu. Kebutuhan yang sangat mendesak menyebabkan masyarakat berusaha mencari pekerjaan yang lebih cepat menghasilkan uang. Menyadap getah merupakan pekerjaan yang butuh waktu 6 bulan baru panen.

(43)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

Menyadap getah sangat jauh berbeda dengan perkebunan seperti kopi, cabai dan lain sebagainya. Jika mereka menanam kopi, kopi dapat menghasilkan hampir beberapa bulan walaupun hasilnya sedikit-sedikit tetapi cukup membantu di dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut salah seorang petani kopi bahwa harga kopi dalam setiap kgnya dapat mencapai Rp 15.000,00 dan paling rendah Rp 9.100,00. Dalam setahun petani dapat menjual kopi ± 1200 kg.

Perawatan tanaman perkebunan harus intensif, hal ini banyak menghabiskan waktu petani sehingga waktu untuk menyadap getah kemenyan sudah tidak ada lagi. Adanya solusi bahwa perkebunan dapat memenuhi kebutuhan mereka membuat petani mulai meninggalkan kemenyan.

8. Minat masyarakat di dalam mengelola kemenyan cenderung menurun

Mengelola kemenyan merupakan kegiatan yang dilakukan secara turun-temurun meskipun hal ini dilakukan hanya untuk menambah penghasilan. Mengelola kemenyan sudah sejak lama dilakukan masyarakat Desa Tangga Batu Barat bahkan mulai dari para nenek moyang mereka. Menurut masyarakat yang diwawancarai dilapangan pada tahun 1950 - 1970-an mengelola merupakan pekerjaan yang utama disamping pertanian (padi). Tetapi lama-kelamaan minat masyarakat mulai menurun untuk mengelola kemenyan ini. Menurut mereka hal ini mulai muncul saat harga kemenyan mulai merosot sedangkan tanaman kopi mulai diminati masyarakat. Penurunan minat ini juga terjadi karena kalangan muda cenderung lebih menyukai merantau ketimbang tinggal di desa sebagai petani. Meningkatnya kebutuhan hidup membuat masyarakat mulai beralih mencari sumber

(44)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

pendapatan yang lain karena getah kemenyan hanya panen sekali dalam setahun tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Penurunan minat masyarakat ini dapat mengakibatkan pengelolaan kemenyan lama-kelamaan hilang dari budaya mereka sehingga hutan kemenyan ini teramcam rusak. 9. Petani banyak yang sudah tua dan meningggal

Mengelola kemenyan merupakan pekerjaan yang sudah ditekuni masyarakat sejak dahulu. Mereka sudah banyak merasakan kebaikan dari hasil penjualan getah. Hal inilah yang menyebabkan orang-orang yang sudah lama menekuni kemenyan enggan meninggalkannya secara total untuk beralih ke perkebunan khususnya kopi. Tetapi berhubung waktu yang terus berjalan banyak diantara mereka yang tidak sanggup lagi untuk menyadap getah khususnya memanjat pohon kemenyan untuk menakik. Selain itu, lokasi kemenyan juga lumayan jauh dari pemukiman masyarakat petani kemenyan. Bagi yang sudah tua atau sakit lokasi yang terletak diatas gunung tersebut sudah cukup jauh. Penurunan intensitas pengelolaan tanaman kemenyan ini terjadi karena banyaknya masyarakat yang sudah tua dan sakit. Disamping itu, masyarakat yang selama ini berprofesi sebagai penyadap getah sudah banyak yang meninggal. Hasil pengamatan di lapangan diperoleh data petani kemenyan yang sudah meninggal ada sebanyak 14 orang (untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 4).

10. Merantau merupakan niat yang dalam bagi kalangan muda

Sudah menjadi niat yang dalam bagi masyarakat yang berada di desa untuk merantau ke daerah yang lebih maju. Keinginan anak muda untuk merantau menyebabkan orang-orang yang tinggal di desa cenderung tetap atau

(45)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

pertumbuhan penduduknya rendah. Demikian juga halnya dengan masyarakat Desa Tangga Batu Barat, mereka lebih memilih untuk mengadu nasib ke kota dan sebagian kecil di antara mereka untuk melanjutkan pendidikannya. Hal ini menyebabkan kalangan muda yang tinggal di desa ini sedikit dan generasi yang akan melanjutkan pengelolaan kemenyan sangat minim. Karena keinginan mereka untuk tidak tinggal di desa, membuat mereka tidak berminat untuk belajar menyadap getah kemenyan.

Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan situasi dan kondisi yang mempengaruhi hutan kemenyan tersebut. Faktor eksternal ini meliputi peluang dan ancaman hutan kemenyan. Setelah melakukan penelitian maka diperoleh faktor-faktor eksternal yang disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Faktor-faktor eksternal pada hutan kemenyan di Desa Tangga Batu Barat No Peluang (Opportunity) Ancaman (Threat)

1

2

3

Dukungan Dinas Kehutanan berupa pendampingan kepada petani kemenyan Adanya lahan kosong yang potensial ditanami

Tersedianya akses pasar

Tanaman kemenyan yang tidak dikelola menjadi rusak dan mati

Kebakaran lahan saat musim kemarau

Terjadinya ketidakstabilan harga

Peluang (Opportunity)

Peubah-peubah yang menjadi peluang hutan kemenyan ini adalah: 1. Dukungan Dinas Kehutanan berupa pendampingan kepada petani kemenyan

Pengelolaan kemenyan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tangga Batu Barat ini menjadi salah satu perhatian pemerintah. Sehingga untuk meningkatkan pengelolaan hutan kemenyan ini pemerintah sering

(46)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

memberikan bantuan kepada Kelompok Tani Dosroha yang berada di Desa Tangga Batu Barat ini berupa dana untuk membeli peralatan sadap, biaya pembibitan, dan lain sebagainya. Disamping itu dinas kehutanan Toba Samosir juga menetapkan salah satu pegawainya sebagai pendamping di kelompok tani ini. Harapannya adalah dengan adanya pegawai dinas kehutanan yang mendampingi mereka segala kebutuhan dan kelemahan petani kemenyan dapat diketahui dan masyarakat juga mempunyai tempat untuk bertanya tentang pengelolaan kemenyan.

2. Adanya lahan kosong yang potensial ditanami

Hutan kemenyan ini terletak di atas gunung. Lereng gunung ini masih merupakan lahan kosong dan sebagaian hanya ditumbuhi semak. Sebenarnya areal ini masih layak untuk ditanami pohon kemenyan. Dipinggiran hutan kemenyan juga masih banyak lahan yang kosong yang potensial untuk ditanami pohon kemenyan. Kemenyan milik masyarakat ini tidak memiliki jarak tanam, sehingga tidak jarang dijumpai tanaman kemenyan yang mempunyai jarak tanam yang sangat jarang. Untuk itu pohon kemenyan yang mempunyai jarak tanam yang panjang ini masih layak dirapatkan dengan tanaman kemenyan yang baru.

3. Tersedianya akses pasar

Getah kemenyan merupakan barang ekspor sehingga pemasarannya sangat mudah. Getah kemenyan yang dari Desa Tangga Batu Barat dipasarkan ke Dolok Sanggul dan biasanya petani kemenyan tidak akan menunggu lama untuk menjualnya.

(47)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

Ancaman (Threat)

Peubah-peubah yang menjadi ancaman hutan kemenyan ini adalah: 1. Tanaman kemenyan yang tidak dikelola menjadi rusak dan mati

Tanaman kemenyan sama dengan tanaman yang lain, jika tidak dirawat akan rusak. Biasanya yang paling banyak merusak tanaman ini adalah tumbuhan benalu. Persaingan dengan tanaman lain merupakan salah satu hal yang menyebabkan tanaman ini menjadi rusak. Sehingga jika tanaman ini tidak pernah disiangi, tanaman akan kemenyan kalah bersaing untuk mendapatkan makanan. Disamping itu tumbuhan benalu yang menumpang pada pohon kemenyan jika tidak segera dibersihkan lama-kelamaan akan membunuh pohon kemenyan.

Semakin banyak masyarakat yang meninggalkan tanaman kemenyan akan mengakibatkan rusaknya hutan kemenyan yang terdapat di Desa Tangga Batu Barat ini.

2. Kebakaran lahan saat musim kemarau

Daerah Toba merupakan daerah yang tiap tahun dilanda kebakaran lahan khususnya pada musim kemarau. Hal ini sesuai dengan penelitian Nikson (2009) bahwa daerah Toba Samosir mengalami kebakaran hutan sebanyak 2 kali dalam setahun. Lahan kemenyan di Desa Tangga Batu Barat ini terletak diatas gunung dan merupakan daerah yang rawan kebakaran. Lahan kemenyan ini tiap tahun terancam kebakaran. Kebakaran lahan pernah melanda lahan kemenyan milik masyarakat yang terletak di desa ini. Hal ini menyebabkan petani kemenyan kehilangan banyak pohon kemenyan sehingga mereka tidak

(48)

Kiajar Rajagukguk : Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa), 2009.

mengelolanya lagi. Kebakaran ini dapat mengakibatkan rusaknya lahan kemenyan.

3. Ketidakstabilan harga tahun-tahun sebelumnya

Kemenyan sudah sangat lama digeluti masyarakat Desa Tangga Batu Barat. Kemenyan ini sempat menjadi sumber pendapatan yang utama disamping padi. Tetapi harga kemenyan ini sering tidak sesuai dengan harapan masyarakat karena harga kemenyan sering sangat murah sehingga merugikan petani. Hal ini juga dikatakan dalam Sasmuko (2003) bahwa sejak permulaan tahun 1985, perdagangan kemenyan di Tapanuli Utara terutama di tingkat petani mengalami penurunan, penyebabnya ada beberapa faktor dan penyebab yang dominan adalah harga kemenyan yang terus merosot. Desa Tangga Batu Barat sendiri mengalaminya sejak tahun 1980-an dan keadaan inilah yang membuat petani kemenyan mulai mencari sumber pendapatan yang lain seperti tanaman kopi. Sejak tahun 1990-an kopi ateng mulai digeluti masyarakat sehingga lama-kelamaan menyadap kemenyan mulai mereka tinggalkan.

Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka faktor penyebab penurunan intensitas pengelolaan hutan kemenyan di daerah Tangga Batu Barat ini adalah sebagai berkut :

1. Kemenyan merupakan tanaman keras yang membutuhkan waktu yang lama baru bisa disadap. Keadaan ini membuat masyarakat kurang berminat untuk menanam tanaman kemenyan, sehingga keberlanjutan dan pengembangan kemenyan tidak ada.

Gambar

Tabel 2.  Identifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi  Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan
Tabel 3. Analisis   Identifikasi    Faktor   Kunci   Keberhasilan
Gambar 1. Tegakan Kemenyan yang Tumbuh di Lahan Masyarakat Desa Tangga Batu  Barat
Gambar 1. Getah Mata Kasar (a) dan Getah Tahir (b) yang Sudah Kering dan Siap  Dijual
+7

Referensi

Dokumen terkait

In conclusion, the present results indicate that the continuous exposure of the ram immediately after sponge removal hastens estrus onset and reduces the variation in

Setelah pengukuran awal, aset keuangan AFS diukur dengan nilai wajar dengan keuntungan atau kerugian yang timbul dari perubahan nilai wajar diakui pada ekuitas kecuali untuk

Mengubah ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.03/2007 tentang Batasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pond ok Bora, Asrama

Dengan membawa dokumen semua dokumen asli yang diupload pada tahap pemasukan.. dokumen penawaran, serta dokumen-dokumen lain yang dipersyaratkan dalam

Sehubungan dengan telah dilaksanakan Evaluasi Penawaran dari perusahaan yang saudara pimpin, maka dengan ini kami mengundang saudara dalam kegiatan Pembuktian

Pada pertemuan ke 10 ini saya akan membahas bagaimana membuat report ke dalam excel , banyak metode yang dapat kita gunakan untuk men-generate suatu repot

[r]

Permasalahan teknis komputer yang digunakan pada saat mengoperasikan SPAMKODOK (penyedia), sehingga proses tidak bekerja sebagaimana mestinya, antara lain gangguan