• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

4.1 Tinjauan Umum Kabupaten Nunukan 4.1.1 Administrasi dan Geografi

Wilayah Kabupaten Nunukan terletak di daerah khatulistiwa sehingga dipengaruhi iklim tropis basah dengan karakteristik yang khas, yakni curah hujan cukup tinggi dengan penyebaran merata sepanjang tahun. Di Wilayah Kabupaten Nunukan tidak terdapat pergantian musim yang jelas antara musim kemarau dan musim hujan. Berdasarkan RTRW Kabupaten Nunukan, Wilayah Kabupaten Nunukan termasuk dalam 2 (dua) wilayah utama, yaitu:

− Wilayah hujan bagian barat dengan curah hujan maksimum yang umumnya terjadi pada Januari atau Mei. Curah hujan rata-rata lebih dari 266,5 mm. Hujan maksimum sekunder terjadi pada April-Juni, sedangkan hujan minimum terjadi pada Februari. Kecamatan yang termasuk dalam wilayah ini yaitu Kecamatan Krayan, Krayan Selatan, dan sebagian wilayah Kecamatan Lumbis, Sebuku, dan Sembakung.

− Wilayah hujan bagian timur dengan curah hujan maksimum terjadi pada bulan April atau Mei. Hujan minimum umumnya terjadi pada bulan Juli-Agustus dengan curah hujan rata-rata 188,95 mm, tetapi curah hujan rata-rata tahunan lebih kecil dibandingkan curah hujan pada bagian kawasan pesisir, yaitu sebesar 199,5 mm. Kecamatan yang termasuk dalam wilayah ini adalah Kecamatan Nunukan, Sebatik, sebagian Kecamatan Sebuku, Lumbis, serta Sembakung.

Secara administratif wilayah Kabupaten Nunukan dibagi sembilan wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Nunukan, Kecamatan Nunukan Selatan, Kecamatan Sebatik, Kecamatan Sebatik Barat, Kecamatan Sebuku, Kecamatan Sembakung, Kecamatan Lumbis, Kecamatan Krayan, dan Kecamatan Krayan Selatan. Berdasarkan hasil penataan wilayah desa/kelurahan di Kabupaten Nunukan, telah terjadi pemekaran kecamatan. Sebelum pemekaran, Sebuku masuk ke dalam Kecamatan Nunukan dan saat ini sudah menjadi kecamatan sendiri. Selain itu, Kecamatan Krayan mengalami pemekaran menjadi Kecamatan Krayan dan Kecamatan Krayan Selatan.

(2)

Kabupaten Nunukan memiliki luas 14.263,68 km2. Pada tahun 2007 (Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008) Kabupaten Nunukan dihuni oleh 125.585 jiwa dengan kepadatan penduduk 8 jiwa per kilometer persegi. Kabupaten Nunukan sendiri terletak pada posisi 1150 33’ - 1180 3’ Bujur Timur serta 30 15’ 00’’ - 40 24’ 55’’ Lintang Utara. Persentase luas wilayah per kecamatan dapat dilihat pada Gambar 6.

Krayan 12,88% Krayan Selatan 12,31% Sebatik Barat 1,00% Lumbis 25,56% Sembakung 14,41% Nunukan 11,19% Sebuku 21,91% Sebatik 0,73%

Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

Gambar 6. Persentase luas wilayah per kecamatan

Kabupaten Nunukan merupakan wilayah paling utara dari Provinsi Kalimantan Timur. Posisinya yang berada di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia menjadikan Kabupaten Nunukan sebagai daerah yang strategis dalam peta lalu lintas antarnegara. Peta administrasi dapat dilihat pada Gambar 7.

Wilayah Kabupaten Nunukan terdiri dari dataran tinggi dan pegunungan. Sebagian besar didominasi oleh satuan fisiografi dataran tinggi dan pegunungan dengan luas 679.457 ha atau 47,63% dari luas wilayah. Dataran tinggi dengan kelerengan yang bervariasi merupakan wilayah paling luas yaitu mencapai 488.962 ha atau 34,28% dari luas wilayah. Peta fisiografis Kabupaten Nunukan dapat dilihat pada Gambar 8.

(3)

Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008

Gambar 7. Administrasi Kabupaten Nunukan

Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008

(4)

4.1.2 Ketinggian dan Kemiringan

Wilayah daratan Kabupaten Nunukan terletak pada ketinggian antara 0 hingga 1.500 mdpl (meter di atas permukaan laut) ketinggian 0 sampai 100 mdpl meliputi areal seluas 716.808 ha atau 50.25% dari luas Wilayah Kabupaten Nunukan. Wilayah yang terletak pada ketinggian lebih dari 1.500 mdpl hanya seluas 246 ha atau sebesar 0.02%. Persentase penyebaran dan luas ketinggian daerah di Kabupaten Nunukan dapat dilihat pada Gambar 9.

0 - 100 m 50,25% 100 - 500 m 10,87% 500 - 1.000 m 19,98% 1.000 - 1.500 m 18,87% 1.500 - 2.000 m 0,02%

Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

Gambar 9. Persentase penyebaran dan luas ketinggian daerah Kabupaten Nunukan Kelerengan wilayah daratan Kabupaten Nunukan bervariasi. Kawasan di bagian utara dan selatan Kabupaten Nunukan lebih didominasi oleh kawasan dengan kelerengan rendah yaitu di bawah 15%, sedangkan kawasan yang memiliki tingkat kelerengan di atas 15% banyak terdapat di kawasan barat dan tengah Kabupaten Nunukan.

4.1.3 Jenis Tanah

Jenis tanah yang terdapat di Wilayah Kabupaten Nunukan hanya delapan jenis tanah dan yang paling luas adalah podsolik/regosol sebesar 410.486 atau 28,79%. Jenis tanah ini umumnya terdapat di Kecamatan Krayan, Krayan Selatan, dan Lumbis. Jenis tanah yang luasnya paling kecil yaitu alluvial/gambut sebesar 50.896 ha atau sebesar 3,7% dari luas wilayah.

Jenis tanah Kabupaten Nunukan yaitu tanah alluvial yang hampir seluruhnya terdapat di Kecamatan Nunukan, Sebatik, Sebuku, dan Sembakung. Tanah

alluvial/gambut hanya terdapat di Kecamatan Lumbis dengan luasan 837 ha,

(5)

Kabupaten Nunukan memiliki kedalaman efektif tanah yang bervariasi antara kurang dari 30 cm sampai lebih dari 90 cm. Kedalaman efektif tanah merupakan kedalaman tanah yang menyebabkan akar tanaman masih bisa tumbuh dengan baik. Sebagian besar wilayah Kabupaten Nunukan memiliki kedalaman tanah 30 - 60 cm dan >90 cm. Wilayah Kabupaten Nunukan dengan kedalaman tanah antara 30 - 60 cm seluas 600.442 ha atau 37,25% dari total luas wilayah Kabupaten Nunukan. Wilayah Kabupaten Nunukan yang memiliki kedalaman tanah >90 cm seluas 711,545 ha atau 12,24% dari total luas wilayah Kabupaten Nunukan.

Ditinjau dari tekstur tanah, wilayah Kabupaten Nunukan mempunyai tekstur tanah halus, sedang, dan kasar. Tekstur tanah adalah perbandingan partikel liat, debu, dan pasir yang terdapat pada suatu gumpalan tanah. Tekstur tanah di Kabupaten Nunukan sebagian besar mempunyai tekstur tanah sedang, dengan luas 1.097.489 ha atau 67,52% dari luas wilayah Kabupaten Nunukan. Penyebaran dan luas masing-masing kelas tekstur tanah wilayah daratan di Kabupaten Nunukan untuk Kecamatan Sebatik dengan luas wilayah 27.303 ha dengan kelas tekstur tanah halus seluas 7.278 ha atau 26,66% dari luas wilayah kecamatan, tekstur sedang dengan luas 17.383 ha atau 63,67% dan gambut 2.642 ha atau 9,68% dari total luas kecamatan. Peta jenis tanah Kabupaten Nunukan dapat dilihat di Gambar 10.

Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008

(6)

4.1.4 Pola Penggunaan Lahan

Persebaran penduduk di Kabupaten Nunukan tidak merata, sebagian besar penduduk mendiami wilayah pesisir. Jumlah penduduk yang relatif besar cenderung mengelompok di daerah perkotaan, terutama daerah yang mempunyai aktivitas ekonomi yang cukup tinggi yang ditandai dengan adanya sarana transportasi dan keadaan ekonomi masyarakatnya yang memadai. Sebagian besar pemukiman penduduk di Kabupaten Nunukan yang berada di kawasan pesisir menempati daerah dataran rendah, di tepi pantai, muara-muara sungai kecil, dan bantaran sungai. Jenis-jenis penggunaan lahan terdiri atas pemukiman, pertanian (meliputi penggunaan lahan untuk perkebunan dan persawahan), kehutanan, perikanan, lahan konsesi untuk kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi, serta lahan untuk fasilitas umum.

Jenis mata pencaharian penduduk di kawasan pesisir Kabupaten Nunukan bervariasi dengan kecenderungan pada aktivitas kehutanan, pertanian, perikanan, perdagangan, dan pelayanan jasa. Mata pencaharian di sektor perdagangan, pelayanan jasa, dan perikanan terkonsentrasi pada pada Kecamatan Nunukan dan Sebatik. Di sektor pertanian dan perkebunan hampir merata di semua kecamatan. Hasil pengamatan terhadap pola pemanfaatan lahan di Kecamatan Nunukan menunjukkan bahwa sebagian besar lahan dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian. Kegiatan pertanian yang berkembang dapat dilihat dari peningkatan lonjakan kenaikan produksi padi dan palawija dari 20.084 ton pada tahun 1997 menjadi 44.436 ton pada tahun 2007 (BPS Kabupaten Nunukan 2008). Kecenderungan lonjakan produksi pertanian ini besar kemungkinannya diperoleh melalui perluasan lahan pertanian dalam jumlah yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa dalam periode hampir sepuluh tahun, telah terjadi perubahan fungsi lahan, dari hutan nonproduksi (hutan alam) menjadi lahan pertanian. Perkembangan penggunaan tanah di wilayah Kabupaten Nunukan dari waktu ke waktu mengalami perubahan. Hal ini disebabkan oleh adanya aktivitas manusia. Peta pola penggunaan lahan berdasarkan RTRW disajikan pada Gambar 11.

(7)

Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008

Gambar 11. Peta pola penggunaan lahan 4.1.4.1 Kehutanan

Hutan yang terdapat di Kabupaten Nunukan seluas 1.426.368 ha yang terdiri dari hutan taman nasional, hutan lindung, dan hutan produksi (kawasan hutan dan kawasan budi daya nonkehutanan). Sebagian besar wilayah hutan merupakan kawasan budi daya nonkehutanan seluas 470.914 ha atau 33,01% dari kawasan hutan seluruhnya. Hutan lindung jaraknya relatif jauh dari permukiman yang ada. Hutan produksi pada umumnya telah diusahakan/ditebang oleh pemegang HPH maupun bekas ladang penduduk yang telah ditinggalkan, sedangkan hutan sejenis berupa hutan reboisasi tanaman industri dari pemegang HPH. Kabupaten Nunukan memiliki kawasan hutan lindung seluas 167.428 ha atau 11,7% dari luas wilayahnya. Peta kesesuaian lahan untuk hutan lindung di Kabupaten Nunukan dapat dilihat pada Gambar 12.

(8)

Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008

Gambar 12. Peta kesesuaian lahan untuk hutan lindung 4.1.4.2 Pertanian

Kelompok pertanian lahan kering meliputi kebun campuran, tegalan, dan ladang. Kebun campuran adalah penggunaan lahan kering yang sifatnya menetap atau kombinasi tanaman semusim dan tanaman keras. Penggunaan lahan pertanian lainnya pada umumnya merupakan campuran tanaman kopi, durian, nangka, rambutan, dan lain-lain. Tegalan adalah pertanian lahan kering dengan jenis tanaman semusim seperti tanaman ketela pohon, pisang, dan padi gunung. Ladang seperti halnya tegalan, ditanami dengan jenis tanaman semusim, tetapi sifatnya hanya sementara antara satu hingga tiga kali musim panen. Luas penggunaan untuk pertanian lahan kering 8.304 ha atau 0,58% dari luas wilayah Kabupaten Nunukan. Peta kesesuaian lahan pertanian di Kabupaten Nunukan dapat dilihat pada Gambar 13.

(9)

Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008

Gambar 13. Peta kesesuaian lahan untuk pertanian 4.1.4.3 Perkebunan

Perkebunan yang dimaksud yaitu perkebunan dengan jenis tanaman keras monokultur, baik perkebunan rakyat, perkebunan besar, maupun perkebunan swasta. Dalam rangka pengembangan sektor perkebunan di Kabupaten Nunukan, diterapkan pembinaan dengan menggunakan pola partial/swadaya, PIR/NES, dan perkebunan besar baik oleh negara maupun swasta, sedangkan akhir-akhir ini berkembang pola kemitraan dengan komoditas unggulan yaitu sawit.

Budi daya tanaman perkebunan utama yang mendapat pembinaan secara khusus antara lain budi daya tanaman karet, kelapa, kopi, lada, kakao, kelapa sawit, dan cengkeh. Di samping itu, budi daya lainnya bersifat introduksi dan dikembangkan secara diversifikasi seperti vanili, aren, pala, dan jambu mete. Luas penggunaan lahan perkebunan yaitu 17.731 ha atau 1,24% dari luas wilayah Kabupaten Nunukan.

4.1.4.4 Perikanan

Kabupaten Nunukan selain mempunyai potensi perikanan tangkap, juga perikanan budi daya seperti tambak/kolam berupa areal dengan penggenangan permanen yang telah mendapat campur tangan manusia baik itu berupa kolam air tawar maupun air laut atau yang telah dikenal dengan tambak. Rawa-rawa yang merupakan areal penggenangan permanen dan dasarnya yang dangkal ditumbuhi

(10)

tumbuh-tumbuhan besar yang umumnya berupa rerumputan rawa dan semak belukar. Luas penggunaan lahan kolam/tambak/rawa seluas 16.295 ha atau 1,14% dari luas wilayah Kabupaten Nunukan.

4.1.4.5 Pertambangan

Pengembangan pertambangan di Kabupaten Nunukan hingga saat ini belum termanfaatkan secara optimal, padahal Kabupaten Nunukan memiliki beberapa potensi pertambangan yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu: 1. Bahan galian golongan strategis (golongan A), yaitu minyak bumi dan batu

bara. Minyak bumi terdapat di Kecamatan Krayan, Krayan Selatan, Muara Bukat (Kecamatan Nunukan), dan Muara Sungai Sembakung (Kecamatan Sembakung). Selain di Simenggaris, batu bara juga terdapat di Kecamatan Krayan, Krayan Selatan, Sembakung, dan Sebatik. Minyak bumi yang terdapat di Muara Bukat dan Muara Sungai Sembakung telah dieksploitasi oleh Pertamina. Kandungan batu bara yang terdapat di Simenggaris sedang diuji kandungannya oleh perusahaan swasta P.T. Anugerah Jati Mulya.

2. Bahan Galian golongan vital (golongan B), terdiri dari:

- Emas, terdapat di Hulu Sungai Sebuku (Kecamatan Nunukan), Hulu Sungai Sembakung (Kecamatan Lumbis), dan Sungai Krayan.

- Gips, terdapat di sekitar Sungai Sedadap, Pulau Nunukan, dan Sembakung. Walaupun demikian, belum terdapat studi terperinci tentang jumlah kandungan cadangan mineral yang ada.

3. Bahan Galian Golongan C, terdiri dari:

- Pasir kuarsa, terdapat di Kecamatahn Krayan.

- Andesit, terdapat di Sungai Nyamuk, Pulau Sebatik, dan Kecamatan Sembakung.

- Batu gunung, terdapat di Kecamatan Nunukan

- Gamping, dengan kandungan CaO kandungan CaO 55,2% dan MgO 0,05%, tetapi jumlah cadangan yang ada diperkirakan tidak banyak, terdapat di Pasir Putih, Pulau Nunukan. Selain itu, terdapat juga di Kecamatan Krayan.

- Bahan galian setengah permata (half precious probing material) di Sungai Bilal, Pulau Nunukan.

(11)

4.1.4.6 Permukiman

Penggunaan lahan permukiman meliputi perumahan, perkantoran, tempat olahraga, taman, kuburan baik yang di perkotaan maupun pedesaan, demikian juga permukiman transmigrasi. Luas penggunaan untuk permukiman ini adalah 7.130 ha atau sekitar 0,05% dari luas wilayah Kabupaten.

Selain dikembangkan di Pulau Nunukan sebagai kawasan perkotaan dengan pusat pemerintahan, pengembangan kawasan permukiman juga akan dikembangkan di Pulau Sebatik (dua kecamatan). Kecamatan Lumbis, Sembakung, Krayan Induk, dan Krayan Selatan merupakan bagian dari wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan. Pengembangan kawasan permukiman tersebut mendorong terbentuknya pusat-pusat pertumbuhan baru di wilayah perbatasan negara yang berbasis potensi SDA wilayah. Kesesuaian lahan untuk permukiman dapat dilihat pada Gambar 14.

Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008

Gambar 14. Peta kesesuaian lahan untuk permukiman a. Perumahan Perkotaan

Berdasarkan RTRW Kabupaten Nunukan, deliniasi kawasan permukiman perkotaan di Kabupaten Nunukan menggunakan kriteria-kriteria sebagai berikut:

− Kemiringan lereng relatif landai (0 - 15%) − Tidak berada pada daerah banjir

(12)

− Tidak berada pada daerah resapan air − Tersedia air baku yang cukup

− Bebas dari bahaya gangguan geologi lingkungan − Mempunyai tingkat aksesibilitas dan dapat dijangkau − Tidak berada pada daerah rawan gempa

− Berada dekat pusat kota

− Tidak berada dalam kawasan lindung

Berdasarkan kriteria tersebut, areal potensial dikembangkan untuk kegiatan permukiman perkotaan terletak di Pulau Nunukan atau Kota Nunukan, di bagian Pulau Sebatik, serta kota-kota kecamatan lainnya. Sehubungan dengan potensi pengembangan permukiman perkotaan di Kabupaten Nunukan, diperlukan pengaturan ruang sebagai berikut:

1. Dapat dibangun akomodasi perkotaan serta sarana sosial-ekonomi yang dapat memfungsikan kota tersebut sebagai pendorong pengembangan kawasan sekitarnya atau daerah hinterland-nya. Pengembangan sarana dan prasarana ekonomi yang ada disesuaikan dengan potensi daerah belakangnya.

2. Pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih untuk kebutuhan penduduk perkotaan dan sistem aktivitas. Selain itu, air sungai juga dimanfaatkan sebagai bahan baku air bersih harus melalui pengelolaan sehingga memenuhi kelayakan sebagai air bersih yang siap untuk dikonsumsi masyarakat.

3. Pembangunan unit-unit permukiman diwajibkan untuk menyediakan lahan kuburan, minimum 5% dari luas areal pengembangan perkotaan.

4. Pengembangan permukiman perkotaan harus didasarkan pada sistem prasarana dasar yang artinya pengembangan permukiman perkotaan harus didasarkan pada penataan bangunan dan lingkungan yang serasi dan seimbang, meliputi sistem drainase, air bersih, air kotor, persampahan, jalan lingkungan, tata ruang, dan perumahan.

5. Pengembangan permukiman minimal harus menghindari lahan-lahan pertanian yang produktif.

6. Sistem prasarana drainase:

- Harus mempertimbangkan badan sungai yang ada sebagai saluran penerima

(13)

- Koefisien aliran permukaan (run off) tidak lebih dari 25%. Pada lereng atau tanah yang peka terhadap erosi harus ada rekayasa teknis sehingga kekeruhan drainase tidak semakin pekat

- Perhitungan drainase berdasarkan banjir 10 sampai 25 tahun. 7. Sistem air bersih:

- Pengambilan air baku diutamakan dari air permukaan (sungai) dengan melakukan pengelolaan sehingga layak untuk dijadikan air minum dan kebutuhan air bersih lainnya.

- Untuk meningkatkan recharge air tanah, dianjurkan untuk membuat sumur resapan terutama pada tanah yang stabil dan mempunyai daya serap tinggi. - Kapasitas kemampuan pelayanan didasarkan pada perhitungan kebutuhan

air bersih rata-rata 100 liter/orang/hari, sesuai dengan standar hidup perkotaan.

b. Perumahan Pedesaan

Berdasarkan RTRW Kabupaten Nunukan, delineasi pengembangan kawasan permukiman pedesaan di Kabupaten Nunukan menggunakan kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Ketinggian <1.000 mdpl, kecuali desa-desa yang sudah ada di atas ketinggian 1.500 mdpl.

2. Mempunyai sistem dan atau potensi pengembangan pengairan dan drainase. 3. Kemiringan tanah <30%, kecuali jenis tanah regosol, litosol, rezina, dan

organosol dengan kemiringan <15%. 4. Kedalaman efektif tanah > 30 cm.

5. Bukan daerah kritis/bahaya lingkungan beraspek geologi, seperti daerah patahan aktif, erosi, dan longsoran.

6. Tidak berada dalam kawasan berfungsi lindung. 7. Kemiringan lereng relatif landai 0 - 15%.

Permukiman desa yang tidak sesuai dengan kriteria di atas tetap dipertahankan terutama di desa yang terdapat pada kawasan Taman Nasional Krayan Mentarang yang terletak di ketinggian di atas 1.000 mdpl. Adapun permukiman desa yang terletak di daerah bahaya geologi lingkungan, seperti patahan aktif, erosi, dan longsoran tidak terdapat di Kabupaten Nunukan.

(14)

Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada desa-desa di daerah kritis, tetapi desa-desa berada dalam kawasan lindung. Berdasarkan potensi pengembangan permukiman perdesaan di Kabupaten Nunukan, perlu dilakukan pengaturan ruang sebagai berikut:

1. Permukiman penduduk lokal/desa-desa yang berada pada kawasan lindung tetap dipertahankan. Namun, diusahakan untuk dimukimkan kembali ke dalam kawasan yang sesuai untuk permukiman, melalui pengembangan kawasan budi daya, baik budi daya pertanian maupun budi daya kehutanan. 2. Dapat dibangun sarana sosial-ekonomi berdasarkan kebutuhan sesuai dengan

karakteristik tiap desa. Pada desa-desa yang berada di daerah aliran sungai perlu dikembangkan pelabuhan sungai yang berskala lingkungan, selain sarana prasarana sosial lainnya, seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan sarana budaya.

3. Diperkenankan bangunan yang menunjang fungsi kawasan/kegiatan utama untuk kepentingan umum.

4. Pengembangan jalan sesuai dengan kebutuhan dan juga disesuaikan dengan karakteristik masing-masing desa. Bagi desa-desa yang terletak di daerah aliran sungai, digunakan akses sungai sebagai pintu keluar masuk desa. Pengembangan jalan lainnya dapat diintegrasikan dengan pengembangan lahan usaha masyarakat.

5. Permukiman pedesaan memiliki kepadatan maksimum lima rumah/hektar dan KDB maksimum 5%, dan tipe bangunan disesuaikan dengan penghuni kawasan (budaya setempat) atau usaha tani.

6. Perlu disesuaikan secara dini agar permukiman perdesaan yang berbasis sentra pertanian tidak berubah menjadi permukiman perkotaan agar pertanian produktif tetap dapat dipertahankan serta konservasi tanah dan air tanah dapat dilakukan dengan baik.

4.1.5 Kondisi Penduduk di Kabupaten Nunukan

Keadaan penduduk di Kabupaten Nunukan berdasarkan distribusi menurut kecamatan, jumlah terbesar di Kecamatan Nunukan sebesar 42,96% dan Kecamatan Sebatik sebesar 16,15% (Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008). Secara keseluruhan distribusi berdasarkan kecamatan terlihat pada Gambar 15.

(15)

Krayan 6,72% Krayan Selatan 1,81% Lumbis 7,47% Nunukan 42,96% Sebatik 16,15% Sebatik Barat 8,78% Sebuku 9,34% Sembakung 6,77%

Sumber : Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

Gambar 15. Distribusi penduduk Kabupaten Nunukan menurut kecamatan 2007 Berdasarkan kepadatan penduduk dari delapan kecamatan yang ada terlihat bahwa Kecamatan Sebatik memiliki kepadatan penduduk tertinggi, yaitu 194,2 jiwa/km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 20.283 jiwa dan luas wilayah 104,42 km2. Kepadatan Kecamatan Sebatik Barat yaitu 77,6 jiwa/km2. Di kecamatan lainnya, kepadatan penduduk yang ada hanya berkisar antara 1,29 - 33,79 jiwa/km2. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk tahun 2007 Kecamatan Luas Wilayah

(km²) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km²) Krayan 1.837,54 8.438 4,59 Krayan Selatan 1.756,46 2.271 1,29 Lumbis 3.645,50 9.380 2,57 Sembakung 2.055,90 8.503 4,14 Nunukan 1.596,77 53.951 33,79 Sebuku 3.124,90 11.731 3,75 Sebatik 104,42 20.283 194,24 Sebatik Barat 142,19 11.028 77,56 Jumlah 14.263,68 125.585 8,80

Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

Rata-rata jiwa per rumah tangga terbanyak terjadi di Kecamatan Sebuku dengan jumlah rata-rata sebanyak 4,52 jiwa/keluarga dengan jumlah rumah tangga sebanyak 2.593 KK dan jumlah penduduk sebanyak 11.731 jiwa.

(16)

Tabel 6. Jumlah penduduk, rumah tangga dan rata-rata jiwa per rumah tangga tahun 2007 Kecamatan Penduduk (jiwa) Rumah Tangga (kk) Rata-Rata Jiwa/ Keluarga Krayan 8.438 1.917 4,40 Krayan Selatan 2.271 545 4,17 Lumbis 9.380 2.366 3,96 Sembakung 8.503 2.230 3,81 Nunukan 53.951 14.653 3,68 Sebuku 11.731 2.593 4,52 Sebatik 20.283 5.163 3,93 Sebatik Barat 11.028 3.235 3,41 Jumlah 125.585 32.702 3,84 2006 118.707 30.245 3,92 2005 115.210 32.895 3,50 2004 109.527 19.685 5,56 2003 106.323 19.546 5,44 2002 97.398 18.860 5,16

Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

4.1.6 Kondisi Prasarana dan Sarana 4.1.6.1 Jalan dan Angkutan Sungai

Prasarana dan sarana perhubungan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang kegiatan pembangunan. Kelancaran perhubungan antarkecamatan, kabupaten, kota kecamatan, dan pedalaman/kawasan pedesaan akan mempercepat jalanya roda pembangunan, baik dalam bidang ekonomi, sosial, dan keamanan. Prasarana perhubungan meliputi subsektor perhubungan darat, subsektor perhubungan laut, subsektor perhubungan air, dan subsektor perhubungan udara. Peranan perhubungan sangat vital dalam menunjang kegiatan pembangunan terutama darat. Prasarana jalan menjadi faktor utama dalam mendukung lancarnya mobilisasi kegiatan pembangunan di daerah. Program pembangunan jalan Kabupaten Nunukan untuk pertumbuhan ekonomi yaitu: - Pembangunan Jalan Lingkar Pulau Nunukan antara lain sebagai berikut:

Binusan – Sungai, Fatimah – Sungai, Bilal - alun-alun – Sedadap – Sungai, Jepun – Tanjung, Harapan – Sungai, Lancang – Mamolo - Binusan, dengan jarak ± 51,60 km.

- Pembangunan Jalan Lingkar Pulau Sebatik antara lain sebagai berikut Bambangan – Setabu – Sungai, Taiwan – Tanjung, Aru – Sungai, Pancang - Sungai Nyamuk - Aji Kuning - Bambangan, dengan jarak ± 58,50 km.

(17)

- Pembangunan Jalan Lingkar Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan melalui Long Bawan – Kuala, Belawit – Lembudud – Long, Layu - Tang Laan – Tanjung, Pasir - Long Padi – Binuang - Ba Liku – Bungayan - Wa Yagung - Long Bawan, dengan jarak ± 125 km.

- Pembangunan jalan lintas kecamatan, yang menghubungkan kecamatan-kecamatan di Kabupaten Nunukan melalui:

- Kecamatan Sebuku (Pembeliangan) - Kecamatan Sembakung (Atap), dengan jarak ± 22,79 km.

- Kecamatan Sebuku (Pembeliangan) - Kecamatan Lumbis (Mansalong), dengan jarak ± 65,60 km.

- Kecamatan Lumbis (Mansalong) - Kecamatan Krayan (Long Bawan), dengan jarak ± 235 km.

- Pembangunan jalan lintas kabupaten yang menghubungkan Kabupaten Nunukan dan Malinau yaitu Kecamatan Sebuku (Pembeliangan) - Kecamatan Lumbis (Mansalong) - Kabupaten Malinau - Kecamatan Malinau Utara (Salap), dengan jarak ± 87,63 km.

- Pembangunan jalan lintas negara yang menghubungkan Kabupaten Malinau dan Nunukan ke batas negara sejauh ± 180,43 km.

Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Nunukan terbagi atas jalan negara, jalan provinsi, dan jalan kabupaten. Berdasarkan jenis permukaannya, jaringan jalan darat dibagi menjadi jalan aspal, jalan berbatu/diperkeras, dan jalan tanah. Pada jalan negara dan jalan provinsi, masih diusulkan penetapannya ke tingkat provinsi/pusat.

Hubungan antaribukota kecamatan di dalam kabupaten sebagian besar masih menggunakan jalur angkutan laut dan sungai. Jaringan jalan kabupaten relatif masih terbatas dibandingkan dengan luas wilayah administrasi Kabupaten Nunukan. Meskipun demikian, semua ibukota kecamatan maupun desa-desa yang ada dapat dijangkau dengan jalan darat, sehingga memudahkan penduduk untuk berinteraksi dan beraktivitas walaupun sebagian besar jalan tersebut belum beraspal.

Jaringan jalan ke lokasi rencana PPN untuk daerah Sungai Mensapa dapat langsung dijangkau oleh kendaraan roda empat dengan baik karena keberadaan

(18)

lokasi yang berdekatan dengan jalan lingkar Pulau Nunukan. Jaringan jalan menuju Sungai Jepun, Sedadap, dan Kampung Buton sudah tersedia jalan agregat yang dapat dilalui oleh mobil sampai ke rencana lokasi. Pemerintah Kabupaten Nunukan merencanakan pengembangan prasarana jalan yang meliputi:

1. Pemeliharaan secara periodik dan rutin serta peningkatan jalan menuju ibukota kecamatan dengan konstruksi hotmix.

2. Membuka isolasi daerah melalui pembangunan dan peningkatan jalan desa. 3. Melanjutkan pembangunan ruas jalan baru dengan melengkapi kebutuhan

rambu-rambu lalu lintas untuk keamanan dan ketertiban pemakai jalan. 4. Meningkatkan kelas jalan.

Kondisi jaringan jalan di Nunukan dapat dilihat berdasarkan jenis permukaan jalan maupun kelas jalan. Sebagian besar (53,5%) jaringan jalan yang ada masih merupakan jalan berpermukaan campuran (agregat antara jalan aspal, batu, dan tanah). Persentase panjang jalan disajikan pada Gambar 16.

Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

Gambar 16. Persentase panjang jalan menurut jenis permukaan 2007 (km)

Jumlah panjang jalan di wilayah Kabupaten Nunukan, termasuk wilayah perkotaannya, mencapai 816,90 km. Peta kesesuaian lahan untuk keterlintasan jalan dapat dilihat pada Gambar 17.

Aspal 16% Kerikil 35% Tanah 49%

(19)

Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008

Gambar 17. Peta kesesuaian lahan untuk keterlintasan jalan

Pelayanan mobilisasi penduduk dan barang antarpulau, alat angkutan utama yang digunakan adalah kapal laut dan udara. Selain itu, untuk keperluan lokal (dalam kota) digunakan angkutan darat. Berdasarkan data Kantor Badan Statistik Kabupaten Nunukan tahun 2002, tercatat satu pelabuhan laut, dua bandar udara perintis, dan enam bandar udara air strip. Tersedia jadwal rute angkutan sungai, laut, dan udara yang melintasi Kabupaten Nunukan, yakni sebagai berikut :

1. Angkutan Sungai Tarakan - Nunukan Terjadwal (setiap hari) 2. Angkutan Sungai Antarnegara Nunukan - Tawau (setiap hari) 3. Angkutan udara Tarakan - Nunukan

4. Angkutan Kapal Laut Nunukan Toli – Makassar – Balikpapan - Surabaya PP Angkutan sungai di Kabupaten Nunukan memegang peranan penting, tidak hanya sebatas pada daerah pedalaman, tetapi juga sangat berperan pada daerah yang sudah berkembang di sekitar pantai. Sistem angkutan sungai ini berkembang di sepanjang Sungai Sebuku (Sungai Tulid dan Sungai Tikung), sepanjang Sungai Sembakung yang menghubungkan daerah yang tersebar di sepanjang sungai mulai dari hulu ke hilir dan sepanjang sungai di Lumbis serta Krayan Selatan yang ada di wilayah pedalaman Kabupaten Nunukan.

(20)

Sesuai dengan sifat-sifat sungai, peranan angkutan sungai demikian pentingnya untuk kelancaran arus barang, maupun penumpang ke dan dari pedalaman. Hal ini disebabkan masih terbatasnya prasarana dermaga perairan darat. Namun, di lain pihak adanya kegiatan angkutan sungai yang dilengkapi dengan prasarana dermaga dapat mempengaruhi ekosistem yang ada di dalamnya. Dalam hal ini, ekosistem perairan dapat tercemar oleh bahan organik yang berasal dari pengguna angkutan dan bahan organik seperti bahan bakar, dan oli. Bahan-bahan ini dapat menambah ambang total petroleum hidrokarbon di dalam air.

4.1.6.2 Angkutan Udara

Bandar udara Kabupaten Nunukan merupakan bandar perintis yang melayani daerah di Kabupaten Nunukan, bahkan antarkota yang ada di Provinsi Kalimantan Timur dengan jenis pesawat baling-baling kecil dan sedang. Kondisi yang sama juga terlihat pada perpaduan dengan angkutan lainnya untuk dapat menjangkau wilayah pedalaman dan perbatasan dengan penerbangan perintis.

4.1.6.3 Air Bersih

a. Ketersediaan Prasarana dan Sarana Air Bersih

Sumber air baku bagi kebutuhan air bersih diambil dari Sungai Bolong dan Sungai Bilal. Jumlah sambungan aktif mencapai 1.348 unit, terdiri 1.049 unit sambungan rumah (SR), 14 unit hidran, dan 289 unit sambungan nonrumah tangga. Perkembangan penduduk menyebabkan peningkatan kebutuhan air bersih. Permasalahan yang ada dalam penyediaan air bersih di Kabupaten Nunukan ini yaitu sebagian besar daerah belum memilik sambungan air PDAM sebagai badan yang dapat mengolah dan menyediakan air bersih. Kecamatan Nunukan telah memiliki PDAM, sedangkan kecamatan lain masih memanfaatkan sumber air lainnya, seperti mata air dan air permukaan sebagai sumber air bersih. Selain itu, kapasitas yang tersedia belum dapat dimanfaatkan secara maksimal, adanya jaringan distribusi yang belum menjangkau ke seluruh wilayah, dan masih tingginya tingkat kebocoran air. Sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan di Kabupaten Nunukan ini sebelumnya sangat potensial. Sumber daya air tersebut terdiri dari air permukaan dan air tanah dalam.

Kapasitas air bersih yang ada belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena permasalahan distribusi dan kualitas air yang belum sesuai dengan kebutuhan.

(21)

Pembangunan dan pemanfaatan embung-embung yang berasal dari sungai-sungai dapat sangat bermanfaat dalam mengatasi keterbatasan air baku untuk air minum pada musim kering.

b. Tingkat Pelayanan Air Bersih Perkotaan

Berdasarkan sistem sambungan perpipaan, tingkat pelayanan air bersih penduduk Kabupaten Nunukan sebesar 18%. Sisanya, sebanyak 82% penduduk di wilayah Kota Nunukan masih menggunakan sumber air baku yang berasal dari tanah, air permukaan, maupun air hujan.

Penyediaan air yang bersih dan layak digunakan untuk keperluan sehari-hari dapat dipenuhi dengan tersedianya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). PDAM yang beroperasi di Kabupaten Nunukan berada di Kecamatan Nunukan dan Sebatik. Jumlah pelanggan PDAM Nunukan pada tahun 2007 (Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008) mencapai 1.912 pelanggan atau dengan kata lain mengalami peningkatan masing sebesar 9,63% dibanding tahun sebelumnya. Selengkapnya data perkembangan pelanggan dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Gambar 18. 1.496 1.496 1.510 1.573 1.744 1.912 0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Sumber : Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

(22)

Berdasarkan data tahun 2007, terdapat 1.912 orang dengan jumlah pelanggan terbanyak dari rumah tangga (tempat tinggal), instansi/kantor pemerintah. Di Kecamatan Nunukan, terdapat 1.484 pelanggan. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Banyaknya pelanggan air minum menurut jenis pelanggan 2007

Jenis Pelanggan Nunukan Sebatik Lumbis Rumah Tangga (Tempat Tinggal),

Instansi/Kantor Pemerintah

Household, Government

1.484 219 229 Hotel/Objek Wisata, Toko, Industri, Perusahaan

Hotel, Market, Industry, Factory 390 90 63

Badan Sosial, Rumah Sakit, Rumah Ibadah dsb

Social, Hospital 12 4 1

Sarana (Fasilitas) Umum

Public Facilities 26 2 3 Hydran Pelabuhan Hydran Port - 1 - Lainnya/Industri Others - - - Jumlah 1.912 316 296

Sumber : Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

Seiring dengan peningkatan jumlah pelanggan, banyaknya air minum yang disalurkan oleh PDAM Nunukan juga mengalami peningkatan sebesar 17,41%. Data selengkapnya mengenai perkembangan banyaknya air minum yang disalurkan terlihat pada Gambar 19.

385.179 468.832 470.339 514.418 756.006 887.632 0 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 800.000 900.000 1.000.000 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

(23)

4.1.6.4 Listrik dan Telekomunikasi

Prasarana listrik dan telekomunikasi merupakan fasilitas dasar yang sangat dibutuhkan untuk mendorong perkembangan kabupaten. Pelayanan listrik di Kabupaten Nunukan menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang dikelola oleh PLN wilayah VI.

Produksi tenaga listrik Kabupaten Nunukan mengalami peningkatan sebesar 28,29% pada tahun 2007. Peningkatan ini diiringi dengan meningkatnya tenaga listrik yang terpasang sebesar 16 MWH atau terjadi peningkatan sebesar 33,33% dari tahun sebelumnya. Otomatis tenaga listrik yang terjual juga mengalami peningkatan sebesar 26,80%.

Tenaga listrik yang terjual sebesar 35.248 MWH, di mana sebagian besar digunakan oleh rumah tangga sebesar 18.550 MWH, kemudian kegiatan usaha sebesar 9.235 MWH. Adapun untuk kepentingan publik, industri, dan sosial masing-masing sebesar 4.921, 1.672, dan 870 MWH. Data perkembangan banyaknya tenaga listrik yang diproduksi dapat dilihat pada Gambar 20.

0 10.000 20.000 30.000 40.000 Diproduksi 25.556 29.553 26.557 34.070 Terjual 23.103 26.129 24.562 31.145 2004 2005 2006 2007

Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

Gambar 20. Banyaknya tenaga listrik yang diproduksi Tahun 2004-2007 (MWH)

4.1.7 Kondisi Ekonomi Daerah

Secara umum, wilayah Kabupaten Nunukan memiliki sektor ekonomi andalan berupa pertambangan. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Nunukan pada tahun 2007 sebesar 1,38% dengan migas dan 17,37% tanpa migas. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tambah dari sektor pertambangan dan penggalian yang memberikan bagian terbesar terhadap nilai PDRB.

(24)

Perkembangan ekonomi di Kabupaten Nunukan banyak dipengaruhi oleh sektor perdagangan, baik regional (dalam wilayah kabupaten), maupun perdagangan lintas batas dengan wilayah Negara Bagian Sabah di Malaysia Timur. Selain itu, terdapat pula perdagangan barang-barang yang berasal dari wilayah Sabah, Malaysia. Perlu dicermati bahwa ada usaha-usaha perdagangan ilegal yang berlangsung secara lintas batas antara negara Malaysia dan Indonesia di sekitar wilayah perkotaan Kecamatan Nunukan. Struktur perekonomian Kabupaten Nunukan pada tahun 2007 terlihat masih bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun tidak dapat diperbaharui.

Hal ini tercermin pada tabel 8, nilai distribusi PDRB atas dasar harga berlaku yang masih didominasi oleh sektor pertambangan penggalian dan pertanian masing-masing sebesar 51,44% dan 24,84%. Hal ini menunjukkan perlu adanya dorongan dalam proses transformasi ekonomi Kabupaten Nunukan dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier.

Tabel 8. Struktur perekonomian menurut lapangan usaha tahun 2003 – 2007 (%) Sektor/Sub Sektor 2003 2004 2005 2006 2007*)

Pertanian 37,08 33,27 21,03 21,01 24,84

Pertambangan dan Penggalian 38,85 43,01 62,40 57,78 51,44

Industri Pengolahan 0,04 0,04 0,03 0,03 0,24

Listrik, Gas dan Air Minum 0,60 0,65 0,46 0,49 0,49

Bangunan 6,77 6,28 3,95 4,19 4,33

Perdagangan, Hotel dan Restoran 9,37 9,84 7,27 10,08 11,28 Angkutan dan Komunikasi 2,30 2,34 1,68 2,03 2,06 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,17 0,16 0,11 0,13 0,14

Jasa-jasa 4,82 4,41 3,06 4,26 5,18

PDRB 100 100 100 100 100

(25)

4.1.8 Kebijakan Pembangunan Kabupaten Nunukan

Kebijakan struktur tata ruang dalam RTRW Kabupaten Nunukan adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan sistem kota atau sistem pusat-pusat permukiman yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung serta fungsi kegiatan dominan. 2. Mengembangkan prasarana wilayah yang mampu mendukung terwujudnya

sistem kota-kota (sistem pusat-pusat permukiman) di Kabupaten Nunukan. 3. Mengembangkan kawasan-kawasan potensial di Kabupaten Nunukan dan

mendukung terwujudnya struktur tata ruang yang diinginkan.

Kebijakan pemanfaatan ruang Kabupaten Nunukan yang bertujuan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup, meningkatkan daya dukung lingkungan, menjaga keseimbangan ekosistem, dan meningkatkan daya dukung lingkungan buatan guna mendukung proses pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat.

1. Pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.

2. Meningkatkan keseimbangan dan keserasian perkembangan ruang secara serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan.

3. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan fungsi dan tatanan lingkungan hidup.

Pengembangan prasarana wilayah diarahkan untuk mendukung terwujudnya prasarana wilayah yang diarahkan untuk mendukung terwujudnya struktur tata ruang dan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan yang telah direncanakan. Oleh karena itu, peningkatan dan pembangunan prasarana wilayah didasarkan pada rencana struktur tata ruang serta rencana pemanfaatan ruang wilayah.

Secara lebih rinci kebijakaan pengembangan prasarana yaitu sebagai berikut: 1. Pengembangan prasarana transportasi diarahkan untuk menghubungkan

antara sentra produksi, pusat pengumpul, dan distribusi serta pasar.

2. Pengembangan prasarana pengairan diarahkan untuk mendukung pengembangan pertanian lahan basah (sawah) dan tambak.

3. Pengembangan pasokan energi listrik diarahkan untuk memenuhi kebutuhan di sentra produksi dan permukiman.

(26)

4. Pengembangan prasarana penyediaan air bersih diarahkan pada pusat permukiman dan daerah yang rawan air bersih.

5. Pengembangan prasarana industri perkebunan dan perikanan skala besar. Kecamatan Nunukan dan Sebatik merupakan pusat pertumbuhan hierarki I di Kabupaten Nunukan. Hal ini berdasarkan kegiatan sosial-ekonomi yang berada dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sabah, Malaysia sehingga sangat strategis untuk pengembangan perdagangan antarnegara. Ciri-ciri pusat pertumbuhan ini ditandai oleh antara lain sebagai berikut:

− Pola penggunaan lahan yang didominasi oleh kegiatan nonpertanian, antara lain adanya kegiatan campuran (permukiman dan kegiatan lainnya).

− Adanya pemusatan lokasi kegiatan sosial ekonomi yang mencirikan kegiatan perkotaan.

− Ketersediaan fasilitas sosial dan sarana ekonomi yang lengkap. − Mudah diakses dari segala penjuru wilayah di Kabupaten Nunukan.

Sesuai dengan fungsi pertumbuhan, Kecamatan Nunukan sebagai Ibukota Kabupaten merupakan pusat kegiatan ekonomi skala regional dan skala internasional, lokasi pangkalan niaga, pergudangan, terminal agribisnis, industri, pemukiman, dan faslitas sosial-ekonomi yang berorientasi pelayanan antarpulau dan antarnegara. Selanjutnya, dalam RTRW, disebutkan rencana pengembangan permukiman perkotaan di Kabupaten Nunukan. Pengembangan permukiman perkotaan dilakukan melalui peningkatan fungsi pusat-pusat ekonomi perkotaan dan pusat-pusat permukiman desa yaitu di Kecamatan Nunukan, Mansalong, Long Bawan, Pembeliangan, Tau Lumbis, Tanjung Karang, dan Atap. Rencana pengembangan permukiman perkotaan di Kabupaten Nunukan diarahkan pada pengembangan permukiman perkotaan yang dapat memenuhi kebutuhan lingkungan hunian yang serasi dan selaras. Rencana pengembangan permukiman perkotaan di Kabupaten Nunukan akan diarahkan pada permukiman perkotaan Nunukan, Tanjung Karang, Atap, Long Bawan, Mansalong, Pembeliangan, dan Tau Lumbis.

(27)

4.1.9 Potensi Sumber Daya Alam dan Wilayah 4.1.9.1 Kehutanan

Pembangunan kehutanan mencakup semua upaya untuk memanfaatkan dan memantapkan fungsi sumber daya alam hutan dan sumber daya hayati. Selain itu, dapat pula memantapkan fungsi ekosistem sebagai pelindung sistem penyangga kehidupan dan pelestari keanekaragaman hayati maupun sebagai sumber daya pembangunan. Pembangunan kehutanan mencakup aspek pelestarian fungsi lingkungan hidup, pembangunan ekonomi, dan kesejahteraan sosial, baik dalam kawasan hutan maupun masyarakat di sekitar hutan.

Pengelolaan hutan sebagai sumber daya alam perlu ditingkatkan dan disempurnakan agar memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan rakyat. Selain itu, kegiatan kehutanan perlu memperhatikan tata guna hutan, usaha perlindungan dan pengamanan flora dan fauna, areal tanah kritis, hutan tanam industri, serta penyerapan tenaga kerja bagi masyarakat.

Luas kawasan hutan di Kabupaten Nunukan seluas 1.426.368 ha yang terdiri dari taman nasional, hutan lindung, kawasan hutan, dan kawasan budi daya nonkehutanan. Sebagian besar wilayah hutan adalah kawasan budi daya nonkehutanan, yakni seluas 470.914 ha atau 33,01% dari kawasan hutan seluruhnya. Produksi kayu bulat tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 71,73% dibanding tahun sebelumnya yaitu dari 123.911,37 m3 menjadi 35.034,58 m3. Luas kawasan hutan disajikan pada Gambar 21.

Kaw asan Budidaya Non Kehutanan

33.01%

Kaw asan Hutan 30.23% Tam an Nasional 25.02% Hutan Lindung 11.74%

Sumber : Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

(28)

4.1.9.2 Pertanian

Pertanian merupakan sektor primer yang mendominasi aktivitas perekonomian di Kabupaten Nunukan. Pengembangan di bidang pertanian perlu ditingkatkan agar memberikan hasil yang lebih baik dari segi kuantitas dan kualitas. Pertanian yang meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan terus diupayakan untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.

Pada tahun 2007 luas panen padi (sawah dan ladang) di Kabupaten Nunukan mengalami peningkatan, yakni sebesar 4,28%. Produksi tanaman padi juga mengalami kenaikan, yaitu menjadi 48.127 ton atau dengan kata lain terjadi peningkatan produktivitas padi sebesar 9,65%. Kecamatan Krayan adalah daerah yang mempunyai luas panen dan jumlah produksi padi ladang yang lebih besar dibandingkan kecamatan yang lain, yaitu 38,11% dari total luas panen serta 40,83% dari total produksi.

Peningkatan luas tanam yang pesat dibandingkan tahun sebelumnya dan diiringi dengan peningkatan hasil produksi dari masing-masing tanaman. Tanaman bawang daun merupakan komoditas tanaman sayur-sayuran yang mengalami penurunan hasil produksi. Persentase produksi padi disajikan pada Gambar 22..

Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

Gambar 22. Persentase produksi padi menurut kecamatan 2007

Nunukan 11% Lumbis 6% Sembakung 3% Sebatik 21% Krayan Selatan 14% Krayan 41% Sebuku 4%

(29)

4.1.9.3 Perkebunan

Luas areal komoditas kelapa sawit pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 25,4% dibandingkan dengan tahun 2006. Sebagian besar luas areal kelapa sawit terdapat di Kecamatan Sebatik, Sebatik Barat, Sebuku, Lumbis, Sembakung dan Nunukan. Dilihat dari rata-rata produksi yang dihasilkan oleh setiap komoditas perkebunan, produksi terbesar dihasilkan oleh tanaman kakao sebesar 18.903,10 ton atau meningkat 6,8% dibandingkan tahun 2006. Persentase produksi komoditas kakao dan kelapa disajikan pada Gambar 23

Sumber : Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

Gambar 23. Produksi komoditas kakao dan kelapa 2006-2007 (ton) 4.1.9.4 Perikanan

Produksi perikanan pada tahun 2007 tercatat 4.947,57 ton, yang terdiri atas 4.585,36 ton produksi perikanan penangkapan dan 362,21 ton perikanan budi daya. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, produksi perikanan tahun 2006 naik 9,31%. Pada tahun 2007, jumlah rumah tangga perikanan penangkapan tercatat 2.273 rumah tangga atau naik sebesar 30,26 persen dibandingkan tahun 2006 (Gambar 25). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa meningkatnya produksi ikan di lokasi penelitian bukan disebabkan oleh peningkatan produktivitas perairan, tetapi disebabkan peningkatan jumlah penangkap ikan sebesar 30,26%. Persentase produksi perikanan disajikan pada Gambar 24. 17702 18903.1 7458.32 7686.71 0 5000 10000 15000 20000 2006 2007 Tahun Ha si l (T o n ) kakao kelapa

(30)

Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

Gambar 24. Persentase produksi perikanan menurut kecamatan 2007

4.1.9.5 Pertambangan

Hasil tambang batu bara mengalami peningkatan yang sangat pesat, yakni pada tahun 2006 jumlah produksi sebanyak 1.165.287 ton. Kemudian pada tahun 2007 menjadi 1.846.937.129 ton. Produksi minyak bumi di Kabupaten Nunukan selama tahun terakhir ini mengalami penurunan jumlah produksi. Dinas pertambangan mencatat produksi minyak bumi dari P.T. Perkasa Equatorial Sembakung Ltd. pada tahun 2007 sebesar 1.362.304 BBL atau menurun sebesar 22,59% dibandingkan tahun sebelumnya. Produksi pertambangan batu bara dan minyak bumi 2006—2007 dapat dilihat pada Gambar 25.

1165287 1846937 1670048 1362304 0 500000 1000000 1500000 2000000 2006 2007 Tahun Ton /B B L Batubara Minyak bumi

Sumber : Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

Gambar 25. Produksi pertambangan batubara dan minyak bumi 2006-2007 Krayan 1.03% Sem bakung 19.09% Lum bis 0.37% Nunukan 25.87% Sebuku 0.16% Sebatik 37.37% Sebatik Barat 15.94% Krayan Selatan 0.17%

(31)

Sumber : Survei Lapangan, 2008

Gambar 26. Kawasan tambang batubara dan minyak bumi 4.1.9.6 Permukiman

A. Potensi Pengembangan Lahan Permukiman

Potensi pengembangan kawasan permukiman meliputi perumahan, perkotaan, dan perdesaan. Demikian juga permukiman lain, seperti permukiman transmigrasi baik lokal maupun antarwilayah di Indonesia cukup luas. Berdasarkan arahan RTRW kabupaten, lahan untuk permukiman adalah 7.130 ha atau sekitar 0,05% dari luas wilayah kabupaten.

Pengembangan kawasan permukiman selain dikembangkan di Pulau Nunukan sebagai kawasan perkotaan dengan pusat pemerintahan juga akan dikembangkan di Pulau Sebatik (dua kecamatan). Selain itu, dikembangkan juga di Kecamatan Lumbis, Sembukung, dan Krayan yang merupakan bagian wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan. Rencana andalan pengembangan tersebut dimaksudkan untuk mendorong tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan baru di perbatasan negara yang berbasis potensi SDA wilayah yang prospektif dan potensial mendukung keberlanjutan kawasan permukiman.

Permukiman desa yang tidak sesuai dengan kriteria di atas tetap dipertahankan terutama di desa-desa yang terdapat pada kawasan Taman Nasional Krayan Mentarang yang terletak di ketinggian diatas 1.000 mdpl. Adapun permukiman desa yang terletak pada daerah bahaya geologi lingkungan, seperti patahan aktif, erosi, dan longsoran tidak terdapat di Kabupaten Nunukan. Hasil analisis menunjukkan tidak ada desa yang berada di daerah kritis, tetapi ada desa yang berada dalam kawasan lindung.

(32)

Berdasarkan potensi pengembangan permukiman perdesaan di Kabupaten Nunukan, perlu adanya pengaturan ruang seperti permukiman penduduk lokal/desa-desa yang berada pada kawasan lindung. Akan tetapi, perlu diusahakan pemukiman kembali kawasan yang sesuai untuk permukiman.

Fasilitas sosial dan ekonomi dapat dibangun sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik msing-masing desa. Pada desa-desa yang berada di daerah aliran sungai perlu dikembangkan pelabuhan sungai yang berskala lingkungan, penyediaan prasarana dan sarana, serta fasilitas sosial dan ekonomi. Bangunan yang menunjang fungsi kawasan/kegiatan utama diperkenankan dibangun untuk kepentingan umum.

Bagi desa-desa yang terletak pada daerah aliran sungai dan menggunakan akses sungai sebagai pintu keluar masuk desa dapat dibangun jalan akses dan menempatkan prasarana dan sarana sosial lainnya. Pengembangan jalan lainnya dapat diintegrasikan dengan pengembangan lahan usaha masyarakat. Permukiman perdesaan memiliki kepadatan maksimum lima rumah/hektar dan KDB maksimum 5%. Tipe bangunan disesuaikan dengan penghuni kawasan (budaya setempat) atau usaha tani. Permukiman perdesaan yang berbasis sentra pertanian perlu disesuaikan secara dini agar tidak berubah menjadi permukiman perkotaan agar pertanian produktif tetap dapat dipertahankan. Selain itu, konservasi tanah dan air tanah dapat dilakukan dengan baik.

B. Potensi Kemampuan Pembiayaan Pembangunan

Kemampuan daerah dalam sharing pembiayaan pembangunan kawasan permukiman dilihat dari kemampuan indikator nilai indeks fiskal daerah. Untuk Kabupaten Nunukan, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.07/2010 tentang Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah dalam Rangka Perencanaan Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan Tahun Anggaran 2011, masuk dalam kategori sangat tinggi. Nilai indeks fiskal dapat menunjukkan kemampuan daerah dalam pendampingan pembiayaan bersama dengan pemerintah pusat.

Pemerintah Kabupaten Nunukan telah memperlihatkan adanya potensi kemampuan sharing pembiayaan pada program-program stimulan pembangunan perumahan dari pemerintah pusat seperti dari Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kelautan dan Perikanan,

(33)

Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, dan kementerian lain yang terkait. Nilai indeks fiskal di Kalimantan Timur terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Daftar daerah berdasarkan indeks fiskal dan kemiskinan daerah di Kalimantan Timur

No. Kab / Kota

Indeks Ruang Fiskal Daerah (IRFD) Indeks Persentase Penduduk Miskin Daerah (IPPMD) Kelompok Tingkatan Penyediaan DUUB

1 Kab. Berau 2.999 0.886 4 Tinggi

2 Kab. Bulungan 4.067 1.450 1 Sangat Tinggi

3 Kab. Kutai Kartanegara 4.464 0.993 4 Tinggi

4 Kab. Kutai Barat 3.796 1.335 1 Sangat Tinggi

5 Kab. Kutai Timur 4.426 1.134 1 Sangat Tinggi

6 Kab. Malinau 8.971 1.550 1 Sangat Tinggi

7 Kab. Nunukan 3.248 1.800 1 Sangat Tinggi

8 Kab. Pasir 2.175 1.416 1 Sangat Tinggi

9 Kota Balikpapan 1.195 0.300 4 Tinggi

10 Kota Bontang 3.185 0.303 4 Tinggi

11 Kota Samarinda 1.062 0.421 4 Tinggi

12 Kota Tarakan 1.829 0.721 4 Tinggi

13 Kab. Penajam Paser Utara 2.935 0.698 4 Tinggi

14 Kab. Tana Tidung 30.928 1.450 1 Sangat Tinggi

Sumber : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.07/2010 tentang Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah dalam rangka Perencanaan Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan tahun anggaran 2011

Penentuan tingkat besaran penyediaan dana daerah untuk urusan bersama (DUUB) adalah dengan pertimbangan sebagai berikut:

a. DDUB yang harus disediakan oleh daerah disesuaikan dengan katagori kelompok.

b. DDUB yang harus disediakan oleh daerah dengan rincian sebagai berikut: − Daerah yang termasuk dalam kelompok 1 menyediakan DDUB sangat

tinggi;

− Daerah yang termasuk dalam kelompok 2 menyediakan DDUB sedang; − Daerah yang termasuk dalam kelompok 3 menyediakan DDUB rendah; − Daerah yang termasuk dalam kelompok 4 menyediakan DDUB tinggi. c. Penentuan batas persentase terendah dan tertinggi DDUB yang harus

disediakan oleh daerah dengan mempertimbangkan hasil keputusan rapat koordinasi instansi yang terkait dengan program penanggulangan kemiskinan nasional.

(34)

d. Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyiapkan bahan perhitungan rincian penyediaan DDUB untuk masing-masing daerah berdasarkan batas persentase terendah dan tertinggi.

e. Hasil perhitungan rincian penyediaan DDUB disampaikan oleh direktur jenderal perimbangan keuangan atas nama menteri keuangan kepada tim nasional paling lambat bulan Maret sebelum penyusunan rencana kerja Kementerian Negara/Lembaga.

f. Hasil perhitungan rincian penyediaan DDUB digunakan oleh pusat (tingkat nasional) sebagai bahan penetapan besaran DDUB pada masing-masing daerah.

Berdasarkan data indeks fiskal tersebut, dapat dilihat bahwa Kabupaten Nunukan masuk pada kategori kelompok sangat tinggi. Oleh karena itu, diharapkan kondisi ini dapat terus dipertahankan. Kriteria mensyaratkan indeks fiskal harus dievaluasi secara periodik untuk menentukan besaran bantuan pembiayaan dari pemerintah pusat.

Mengingat kedudukan Kabupaten Nunukan sebagai kawasan strategis nasional (KSN) di wilayah perbatasan dapat menjadi pertimbangan tersendiri untuk tetap mendapat prioritas bantuan pembiayaan pengembangan. Prioritas ini dapat berupa peningkatan dana alokasi khusus (DAK), khususnya sektor permukiman dan infrastruktur wilayah perbatasan. Menarik masuknya investasi baru sektor unggulan daerah untuk mendorong percepatan pembangunan wilayah perbatasan.

Dalam rangka mewujudkan keterpaduan dalam pembangunan di wilayah Perbatasan khususnya dalam sektor permukiman, perlu dipahami profil pelaksanaan pembangunan di daerah yang sesuai dengan pemenuhan kebutuhan pengembangan. Hal ini bertujuan agar arah kecenderungan pengembangan dapat diketahui. Arah kecenderungan pengembangan meliputi aspek keselarasan antara kawasan budi daya dengan kawasan lindung, keterkaitan antara pusat-pusat pertumbuhan baru dengan pusat-pusat kegiatan (kota), penguatan pola interaksi orientasi ekonomi yang berbasis potensi sumber daya alam wilayah menjadikan kemauan politik (political will) pemerintah pusat dan daerah (Rosentraub 1996).

(35)

4.2 Analisis Kondisi Permukiman Perbatasan

Kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara dengan kondisi umum yang tidak tertata, terpencar, nomaden, kumuh, dan tidak terkelola dengan baik, mempunyai dampak langsung terhadap keberlanjutan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. Secara ekologi, perlu memerhatikan daya dukung dan kesesuaian lahan untuk pengembangan permukiman. Aspek lain yang juga harus diperhatikan khususnya dalam pengembangan ekonomi adalah sektor unggulan wilayah yang potensial dikembangkan sehingga akan menjamin peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat agar keberlanjutan kawasan permukiman di wilayah perbatasan dapat terlaksana. Adapun potensi SDA wilayah berdasarkan RTRW Kabupaten Nunukan terdiri dari subsektor perkebunan, sektor pertambangan, subsektor pertanian tanaman pangan, subsektor perikanan, subsektor kehutanan, subsektor pariwisata, dan sektor industri

4.2.1 Kondisi dan Permasalahan Permukiman Perbatasan

Permukiman dalam istilah ini merupakan padanan kata human settlements. Permukiman diartikan sebagai tempat manusia hidup dan berkehidupan. Suatu permukiman terdiri atas the content (isi, yaitu manusia) dan the container (wadah, yaitu tempat fisik manusia tinggal yang meliputi elemen alam dan buatan manusia). Pengetahuan mengenai permukiman disebut ekistics (istilah Yunani). Ilmu ekistics dikembangkan oleh CA Doxiadis pada tahun 1967 (Winarso 2001).

Permukiman merupakan suatu kesatuan wilayah tempat suatu perumahan berada. Oleh karena itu, lokasi dan lingkungan perumahan tersebut tidak akan pernah dapat lepas dari permasalahan dan lingkup keberadaan suatu permukiman yang seharusnya memberikan kenyamanan kepada penghuninya (termasuk orang yang datang ke tempat tersebut). Elemen-elemen permukiman terdiri atas alam, manusia, masyarakat, perumahan, dan jaringan infrastruktur (Sastra dan Marlina 2006).

Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan (live) dan penghidupan (livelihoods). Adapun

(36)

perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa permukiman memiliki pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan perumahan. Kawasan permukiman adalah kawasan budi daya yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dengan fungsi utama untuk permukiman (Permenpera 2006). Terkait dengan fenomena kawasan permukiman perbatasan negara, yang dimaksud kawasan permukiman perbatasan padanannya adalah kawasan perumahan dan permukiman khusus untuk menunjang kegiatan berbagai fungsi di wilayah perbatasan negara. (Permenpera 2006).

Kawasan permukiman perbatasan di Kabupaten Nunukan, kondisinya (existing

condition) sangat dipengaruhi oleh persebaran penduduk di masing-masing

kecamatan yang berada di wilayah perbatasan kabupaten. Persebaran penduduk di wilayah perbatasan pada umumnya tidak merata sehingga kawasan permukimannya terlihat mengelompok dan terpencar. Kondisi lingkungan permukiman terdiri dari perumahan yang kumuh (slum area), tidak tertata, dan minim prasarana, sarana, fasos, dan fasum lingkungan. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan yang tidak baik dan kurangnya kegiatan terkait program/proyek pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara.

Persebaran penduduk yang mengelompok dan terpencar terlihat dari distribusi pusat-pusat permukiman yang ada di masing-masing kecamatan. Kecamatan kelompok wilayah kepulauan seperti Kecamatan Sebatik terdapat kawasan permukiman yang terdiri 5.163 KK yang lokasinya di ujung timur pulau. Kecamatan Sebatik Barat terdiri 3.235 KK yang lokasinya di ujung barat pulau. Kecamatan Nunukan sebanyak 14.653 KK. Kelompok wilayah daratan adalah Kecamatan Krayan Selatan 545 KK lokasinya di ujung barat wilayah administrasi kabupaten dan Kecamatan Lumbis 2.366 KK di bagian tengah wilayah daratan.

(37)

Sumber : Dokumentasi Survei, 2009

Gambar 27. Kawasan permukiman yang berkelompok dan terpencar

Pola perkembangan kawasan permukiman yang mengelompok dan terpencar di wilayah perbatasan berdampak negatif terhadap keutuhan wilayah NKRI karena berpeluang dimanfaatkan negara tetangga untuk menggeser patok-patok perbatasan untuk memperluas wilayah negaranya. Penggeseran patok-patok perbatasan negara dilakukan pada lokasi yang tidak terdapat permukiman sebagai tempat hunian dan aktivitas penduduk/masyarakat perbatasan. Oleh karena itu, dari tahun ke tahun, kehilangan wilayah teritorial negara terus terjadi dan semakin meluas. Pergeseran batas wilayah di Pulau Sebatik sudah jauh ke dalam wilayah tertorial Indonesia, belum lagi yang terjadi di wilayah perbatasan lain di Kecamatan Lumbis, Sebuku, dan Krayan.

Sumber : Dokumentasi Survei, 2009

Gambar 28. Kawasan permukiman yang berada di atas batas wilayah perbatasan Masyarakat wilayah perbatasan yang memiliki karakteristik lingkungan sosial yang spesifik, seperti kegiatan pelintas batas, transaksi jual beli, dan kegiatan ekonomi bersama baik legal maupun yang ilegal memerlukan kemudahan berkomunikasi dan aksesibilitas yang baik. Kebutuhan tersebut pada umumnya belum terpenuhi atau memadai. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhannya,

(38)

masyarakat melakukan upaya sendiri yang umumnya tidak sesuai dengan peratuaran dan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya, membangun perumahan di sepanjang bantaran sungai dan sampai melanggar batas wilayah perbatasan negara lain. Untuk memudahkan masyarakat dalam akses ke laut, digunakan sampan/perahu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang penting dan mendesak ke negara tetangga.

Kondisi masyarakat perbatasan dengan karakteristik lingkungan yang spesifik menjadi fenomena tersendiri, antara lain dalam membangun perumahan dan fasilitas tidak memperhatikan batas-batas wilayah negara. Oleh karena itu, banyak bangunan rumah dengan ruang tamu wilayah di Indonesia dan dapur di Malaysia atau yang dikenal dengan rumah Malaysia-Indonesia (Malindo).

Sumber: Dokumentasi Survei, 2009

Gambar 29. Kawasan permukiman yang berada di muara sungai dan kumuh Kondisi kawasan permukiman perbatasan di Kabupaten Nunukan tersebut mencerminkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah kurang memberikan perhatian pengembangan wilayah dan masyarakat perbatasan, khususnya dalam pengembangan kawasan permukiman. Pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan harus tertata, berkelanjutan, dan dikelola dengan baik melalui kebijakan dan strategi pengembangan kawasan permukiman perbatasan.

4.2.2 Pengembangan Lahan Permukiman

Potensi pengembangan kawasan permukiman meliputi perumahan, perkotaan maupun perdesaan, termasuk kegiatan permukiman lain seperti, permukiman transmigrasi baik lokal maupun antarwilayah di Indonesia cukup luas tersedia. Pengembangan kawasan permukiman akan dikembangkan di Pulau Nunukan,

(39)

Pulau Sebatik, Kecamatan Lumbis, Sebuku, dan Krayan sebagai kawasan perkotaan dan pusat pemerintahan. Penggunaan lahan permukiman meliputi perumahan, perkantoran, tempat olahraga, taman, dan kuburan, baik yang di perkotaan maupun pedesaan, serta permukiman transmigrasi. Luas penggunaan lahan untuk pengembangan permukiman adalah 7.130 Ha atau sekitar 0,05% dari luas wilayah kabupaten (RTRW Kabupaten Nunukan 2005).

Rencana pengembangan kawasan permukiman tersebut dimaksudkan untuk mendorong tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan baru di perbatasan negara yang berbasis potensi SDA wilayah. Luas lahan untuk pengembangan kawasan permukiman, ± 60 % diperuntukkan untuk kawasan permukiman klaster-klaster di kecamatan yang berada di sepanjang wilayah perbatasan.

Permukiman-permukiman perdesaan yang tidak sesuai dengan kriteria kebutuhan akan tetap dipertahankan, khususnya desa-desa untuk mendukung kegiatan pelestarian kawasan Taman Nasional Krayan Mentarang yang terletak di ketinggian di atas 1.000 mdpl. Permukiman desa yang terletak pada daerah rawan bencana geologi lingkungan, seperti patahan aktif, erosi, dan longsoran tidak terdapat di Kabupaten Nunukan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada permukiman di daerah kritis, tetapi terdapat permukiman di desa-desa yang berada dalam kawasan lindung. Sehubungan dengan potensi pengembangan permukiman perdesaan di Kabupaten Nunukan, perlu adanya pengaturan ruang, pengembangan, dan pengelolaan yang lebih baik.

Pengembangan kawasan permukiman sesuai dengan arahan RTRW kabupaten, di Kecamatan Nunukan dan Nunukan Timur akan dikembangkan lahan seluas 1.700 ha sebagai kawasan permukiman perkotaan dan pusat pemerintahan. Adapun di Kecamatan Sebatik Timur akan dikembangkan kawasan permukiman perkotaan, pusat pertumbuhan baru Pulau Sebatik. Kecamatan-kecamatan tersebut berada di klaster III.

Di Kecamatan Lumbis, Sebuku, dan Sebatik Barat yang berada di klaster II, akan dikembangkan lahan seluas 1.850 Ha sebagai kawasan permukiman perdesaan dan pusat desa pertumbuhan berbasis potensi SDA wilayah, khususnya sektor perkebunan. Adapun di Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan yang berada di klaster I akan dikembangkan lahan seluas 750 ha sebagai kawasan

(40)

permukiman perdesaan dan permukiman perkotaan untuk pusat pertumbuhan baru berbasis potensi SDA wilayah, khususnya sektor pertambangan. Peta pengembangan permukiman di setiap klaster terlihat pada Gambar 30.

Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008 dan Hasil Analisis

Gambar 30. Peta pengembangan permukiman di setiap klaster

Pengembangan prasarana, sarana, fasos, dan fasum sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi di kawasan permukiman dapat dibangun sesuai kebutuhan dan karakteristik wilayah kecamatan. Pada kecamatan yang berada di daerah aliran sungai perlu dikembangkan pelabuhan sungai, selain sarana prasarana sosial lainnya, seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan sarana budaya. Bangunan yang menunjang fungsi kawasan/kegiatan utama diperkenankan untuk kepentingan umum.

Pengembangan jaringan jalan dapat diintegrasikan dengan pengembangan lahan usaha masyarakat. Permukiman perdesaan memiliki kepadatan maksimum 25 rumah/hektar dan KDB maksimum 20%. Tipe bangunan disesuaikan dengan penghuni kawasan (budaya setempat) atau usaha pertanian. Pada permukiman perkotaan kepadatan maksimum 80 rumah/hektar dan KDB maksimum 40%, serta tipe bangunan disesuaikan dengan penghuni kawasan (budaya setempat).

Penataan dan pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan ke depan akan mendorong perkembangan wilayah perdesaan yang berbasis sentra

KLUSTER I: 750 Ha KLUSTER II: 1850 Ha KLUSTER III: 1700 Ha

(41)

pertanian menjadi desa kota (sub urban) sebagai pusat pertumbuhan baru (Wacker 2002). Adapun untuk menjaga kawasan permukiman yang sudah dibangun agar tetap berkelanjutan perlu dilakukan pengendalian dan penyesuaian sejak dini agar tidak berubah menjadi permukiman perkotaan yang tidak terarah (urban sprawl). Hal ini bertujuan agar lahan pertanian produktif dapat dipertahankan dan konservasi tanah serta air dapat dilakukan dengan baik.

4.2.3 Kemampuan Pembiayaan Pembangunan Permukiman

Kemampuan daerah (kabupaten/kota) dalam sharing pembiayaan pengembangan kawasan permukiman khususnya dalam pembangunan permukiman berdasarkan indikator nilai indeks fiskal daerah. Kabupaten Nunukan termasuk dalam kategori sangat tinggi. Nilai indeks fiskal dapat menunjukkan kemampuan daerah dalam pendampingan pembiayaan bersama dengan pemerintah pusat. Pemerintah Kabupaten Nunukan telah memperlihatkan adanya potensi kemampuan sharing pembiayan pada program-program stimulan pembangunan perumahan dari pemerintah pusat seperti dari Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pembangunan Daeah Tertinggal, dan kementerian lain yang terkait.

Data indeks fiskal menunjukkan bahwa Kabupaten Nunukan masuk pada kategori kelompok sangat tinggi, dengan skor indeks ruang fiskal daerah (IRFD) 3.248 dan skor indeks persentase penduduk miskin daerah (IPPMD) 1.800. Dengan demikian, diharapkan kondisi ini dapat terus dipertahankan. Kriteria mensyaratkan agar secara periodik indeks fiskal harus dievaluasi untuk menentukan besaran bantuan pembiayaan dari pemerintah pusat.

Mengingat kedudukan Kabupaten Nunukan sebagai kawasan strategis nasional (KSN), wilayah perbatasan dapat menjadi pertimbangan tersendiri untuk tetap mendapat prioritas bantuan pembiayaan pengembangan. Prioritas bantuan pembiayaan pembangunan dapat berupa peningkatan dana alokasi khusus (DAK), khususnya bidang permukiman perbatasan, infrastruktur, dan investasi sektor unggulan untuk mendorong percepatan pembangunan wilayah perbatasan.

Kemampuan sharing Pemda Kabupaten Nunukan ditunjukkan pada setiap mendapatkan bantuan stimulan oleh pemerintah pusat, berupa dana pendamping

(42)

dan usulan dana program pembangunan melalui APBD dari masing-masing dinas terkait. Pada 2006 kemenpera memberikan bantuan stimulan pembangunan kawasan permukiman nelayan senilai kurang lebih Rp 4 miliar. Pemda menglokasikan dana untuk pembuatan kanal dan sarana air bersih senilai Rp 9 miliar serta biaya pembebasan tanah untuk pembangunan kawasan permukiman nelayan seluas 100 ha. Kesediaan pemda bersama-sama dengan pemerintah pusat mengalokasikan dana APBD dalam mengembangkan kawasan permukiman nelayan perbatasan membuktikan bahwa indeks fiskal yang sangat baik berkorelasi dengan kemampuan daerah dalam menyiapkan dana untuk pembiayaan pembangunan permukiman.

4.3 Analisis Komparatif Sektor Unggulan Kawasan

Kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara mempunyai dampak langsung baik secara ekologi, ekonomi, dan sosial. Sektor-sektor potensial yang mempunyai peranan penting terhadap pengembangan kawasan permukiman tersebut antara lain adalah perkebunan, pertambangan, pertanian, perikanan, kehutanan, pariwisata, dan industri. Kriteria yang menjadi pertimbangan di setiap sektor tersebut ada delapan, yaitu kesesuaian lahan, produktivitas, lokasi startegis, jumlah tenaga kerja, nilai produk, jangkauan pasar, akses transportasi, akses komunikasi. Kriteria tersebut berkorelasi positif dalam meningkatkan potensi pasar di wilayah perbatasan (Hanson 1998).

Dalam menganalisis sektor-sektor potensial dan prospektif dengan menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE), di kecamatan wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan dibuat 3 (tiga) klastering subkawasan, yaitu: 1. Klaster I meliputi Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan

2. Klaster II meliputi Kecamatan Lumbis, Sebuku, dan Sebatik Barat 3. Klaster III meliputi Kecamatan Nunukan, Nunukan Selatan, dan Sebatik

Dalam penetapan klaster sesuai dengan kondisi potensi sumber daya alam kawasan pada kecamatan-kecamatan yang berada di wilayah perbatasan, Kabupaten Nunukan secara geografis dapat terlihat pada Gambar 31.

(43)

Gambar 31. Pembagian klaster di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan 4.3.1 Sektor Unggulan Subkawasan Klaster I

Kecamatan yang termasuk dalam klaster I adalah Kecamatan Krayan dan Kecamatan Krayan Selatan. Adapun pembobotan kriteria terhadap sektor unggulan dengan metode MPE dapat disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Penilaian bobot kriteria terhadap sektor unggulan klaster I

No Kriteria Bobot Klaster I Perkebun an Pertamb angan Pertani a n Pe ri k a na n Kehutana n Pariwi sata Industri 1 Kesesuaian Lahan 8 7 9 5 4 5 5 6 2 Produktivitas 8 6 8 4 4 5 5 7 3 Lokasi Strategis 7 6 7 6 6 6 6 6

4 Jumlah Tenaga Kerja 6 6 7 7 6 5 5 5

5 Nilai Produk 9 7 8 5 4 6 6 7

6 Jangkauan Pasar 6 7 9 5 5 5 6 7

7 Akses Transportasi 7 6 7 5 4 6 5 6

8 Akses Komunikasi 7 6 7 5 4 6 5 6

Sumber: Hasil Analisis

KLUSTER I KLUSTER II

(44)

Berdasarkan hasil perhitungan dengan teknik MPE, terlihat urutan atau prioritas sektor yang potensial di Klaster I Kabupaten Nunukan. Hasil tersebut disajikan dalam Tabel 11.

Tabel 11. Nilai sektor unggulan klaster I

No Klaster I Nilai MPE Sektor 1 Perkebunan 48.802.137 2 Pertambangan 197.161.384 3 Pertanian 2.978.746 4 Perikanan 768.201 5 Kehutanan 11.730.004 6 Pariwisata 11.357.413 7 Industri 48.771.106

Sumber: Hasil Analisis

Berdasarkan tabel 11 di atas dapat disimpulkan bahwa sektor yang paling menentukan pada klaster I adalah sektor pertambangan dengan nilai 197.161.384. Perkebunan menempati urutan kedua dengan nilai MPE yaitu 48.802.137, prioritas ketiga adalah industri dengan nilai MPE 48.771.106. Urutan dari posisi ke-4 sampai ke-7, kehutanan dengan nilai MPE yaitu 11.730.004, pariwisata dengan nilai MPE yaitu 11.357.413, pertanian dengan nilai MPE yaitu 2.978.746 dan perikanan dengan nilai MPE yaitu 768.201. Data BPS (2007) menunjukkan bahwa produk pertambangan unggulan adalah minyak bumi dan batu bara.

Jumlah produksi minyak bumi pada tahun 2007 sebanyak 1.362.304 ton. Jumlah produksi minyak terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seperti yang terlihat pada Gambar 32.

Gambar

Gambar 14.  Peta kesesuaian lahan untuk permukiman   a.  Perumahan Perkotaan
Tabel 5.  Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk tahun 2007  Kecamatan  Luas Wilayah
Gambar 17. Peta kesesuaian lahan untuk keterlintasan jalan
Gambar 18.  Banyaknya pelanggan pada PDAM Nunukan 2002—2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Masalah yang perlu diteliti adalah 1) kegiatan yang dilakukan kelompok tani dalam peningkatan status sosial ekonomi petani, 2) perbedaan tingkat kosmopolitan, perbedaan

Reference Group atau Kelompok Acuan berpengaruh terhadap Perpindahan Merek ( Brand Switching) sesuai hasil penelitian Mantasari (2013).Hal ini didukung dengan

Penulis mencoba membangun sebuah analisa dan perancangan sistem informasi yang akan membantu untuk mempermudah dalam pengolahan data Mahasiswa baru yang meliputi data

Adapun materi fisika yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Pengukuran, Listrik, Suhu dan Kalor dengan 8 (delapan) produk gambar yang dibuat untuk

 Garnet (10%), setempat, berwarna merah kehitaman, non pleokroik, bentuk euhedral dan khas sub poligon, relief tinggi, pecahan tidak teratur  Olivin (30%), hadir

Sistem produksi briket dalam program ini melalui persiapan alat cetak lengkap manual dan bahan baku batubara serta bahan campuran lainnya hingga tenaga kerja yang

Dalam hal tidak ada permohonan oleh Wajib Pajak tetapi diketahui oleh Bupati telah terjadi kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan

Dokumen ini tidak diperuntukan sebagai suatu penawaran, atau permohonan dari suatu penawaran, permintaan untuk membeli atau menjual efek dan segala hal yang berhubungan dengan efek