• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani yang berada dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani yang berada dalam"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak

Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani yang berada dalam buku (Diana Sari, 2013:34) adalah sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”

Prof. DR. Rochmat Soemitri, SH dalam buku (Diana Sari, 2013:34) mengemukakan definisi pajak sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Sedangkan definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam buku (Mardiasmo, 2011:1) yaitu:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

(2)

Berdasarkan definisi dan penjelasan tersebut Mardiasmo (2011:1), menarik beberapa kesimpulan mengenai unsur-unsur pajak, yaitu:

1.Iuran dari rakyat kepada negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

2.Berdasarkan undang-undang.

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

3.Tanpa jasa timbal atau kontrasepsi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontrasepsi individual oleh pemerintah.

Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran- pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2.1.2 Kepatuhan Wajib Pajak

2.1.2.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of compliance) merupakan tulang punggung sistem self assessment, dimana Wajib Pajak bertanggungjawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut yang ditulis oleh Machmud Sidik dan dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu dalam bukunya Perpajakan Indonesia Konsep & Aspek Formal (2009:137).

(3)

Kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukakan oleh Norman D. Nowak (Moh. Zain:2004) yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2009:138) sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercemin dalam situasi di mana :

 Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan

Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas

Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar

Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya

2.1.2.2 Pengertian Kepatuhan Perpajakan

Kondisi perpajakan yang menuntut keikut sertaan aktif Wajib Pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi. Yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya. Pengertian Kepatuhan Perpajakan menurut Safri Nurmantu yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2009:138), menyatakan bahwa:

“Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.”

Pengertian kepatuhan Wajib Pajak menurut Chaizi Nasucha yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2009:139), menyatakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan dari:

1) Kewajiban Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri.

2) Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat pemberitahuan. 3) Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang. 4) Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.

(4)

Pengertian Kepatuhan Perpajakan menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 dalam Siti Kurnia Rahayu (2009:139), menyatakan bahwa: “Kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara.”

2.1.2.3 Jenis-jenis Kepatuhan Wajib Pajak

Jenis-jenis kepatuhan Wajib Pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2009:138) adalah:

1.Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Misalnya menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) PPh sebelum tanggal 31 Maret ke Kantor Pelayanan Pajak, dengan mengabaikan apakah isi Surat Pemberitahuan (SPT) PPh tersebut sudah benar atau belum. Yang penting Surat Pemberitahuan (SPT) PPh sudah disampaikan sebelum tanggal 31 Maret.

2.Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa undang-undang pajak kepatuhan material juga dapat meliputi kepatuhan formal. Di sini Wajib Pajak yang bersangkutan, selain memperhatikan kebenaran yang sesungguhnya dari isi dan hakekat Surat Pemberitahuan (SPT) PPh tersebut.”

2.1.2.4 Manfaat Kepatuhan Wajib Pajak

Wajib Pajak patuh adalah Wajib Pajak yang sadar pajak, paham pajak dan kewajiban perpajakannya dan diharapakan peduli pajak yaitu melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar dan paham akan hak perpajakannya. Sebenarnya pemberian predikat Wajib Pajak patuh, yang sekaligus sebagai

(5)

suatu pemberian penghargaan bagi Wajib Pajak sudah pasti akan memberikan motivasi dan detterent effect yang positif bagi Wajib Pajak yang lain untuk menjadi Wajib Pajak patuh. Wajib Pajak yang berpredikat patuh dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya tentunnya akan mendapat kemudahan dan fasilitas yang lebih dibandingkan dengan pemberian pelayanan pada Wajib Pajak yang belum atau tidak patuh. Fasilitias yang diberikan oleh Dirjen Pajak terhadap Wajib Pajak patuh yang dikemukakan Siti Kurnia Rahayu (2009:143) adalah sebagai berikut :

1.Pemberian batas waktu penebitan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lambat tiga bulan sejak permohonan kelebihan pembayaran pajak yang diajukan Wajib Pajak diterima untuk PPh dan satu bulan untuk PPN, tanpa melalui penelitian dan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

2.Adanya kebijakan percepatan penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) menjadi paling lambat dua bulan untuk PPh dan tujuh hari untuk PPN.

2.1.2.5 Indikator Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Handayani (2009), indikator kepatuhan wajib pajak terdiri dari: 1. Wajib pajak mengisi formulir SPT dengan benar, lengkap dan jelas; 2. Wajib pajak melakukan perhitungan dengan benar;

3. Wajib pajak melakukan pembayaran tepat waktu; 4. Wajib pajak melakukan pelaporan tepat waktu; 5. Wajib pajak tidak pernah menerima surat teguran.

(6)

2.1.3 Kesadaran Wajib Pajak

2.1.3.1 Definisi Kesadaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), kesadaran adalah :

“Keinsafan, keadaan mengerti akan hal dirasakan atau dialami oleh seseorang. Kesadaran identik dengan kemauan yaitu suatu dorongan dari alam sadar berdasarkan pertimbangan pikiran dan perasaan serta seluruh pribadi yang menimbulkan kegiatan yang terarah tercapainya tujuan tertentu yang berhubungan dengan pribadinya.”

Menurut Asri (2009), kesadaran Wajib Pajak adalah suatu kondisi dimana Wajib Pajak mengetahui, mengakui, menghargai dan menaati ketentuan perpajakan yang berlaku serta memiliki kesungguhan dan keinginan untuk memenuhi kewajiban pajaknya.

Menurut Muliarti dan Setiawan (2009), kesadaran Wajib Pajak merupakan sebuah itikad baik seseorang untuk memenuhi kewajiban berdasarkan hati nuraninya yang tulus dan ikhlas. Semakin tinggi tingkat kesadaran Wajib Pajak, maka pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan.

Kesadaran merupakan unsur dalam diri manusia untuk memahami realitas dan bagaimana mereka bertindak atau bersikap terhadap realitas. Jatmiko (2006) menjelaskan bahwa kesadaran adalah keadaan mengetahui atau mengerti.

(7)

Menurut Slamet Irianto (2005) ada beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak, yakni sebagai berikut:

1. Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, Wajib Pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. 2. Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak

sangat merugikan negara. Wajib pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara.

3. Kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan Undang-undang dan dapat dipaksakan. Wajib Pajak akan membayar karena pembayaran pajak disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara.

Kesadaran memenuhi kewajiban perpajakan tidak hanya tergantung kepada masalah-masalah teknis saja yang menyangkut metode pemungutan, tarif pajak, teknis pemeriksaan, penyidikan, penerapan sanksi sebagai perwujudan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dan pelayanan kepada Wajib Pajak selaku pihak pemberi dana bagi negara. Di samping itu juga tergantung pada kemauan Wajib Pajak sejauh mana Wajib Pajak tersebut akan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Rahayu, 2010).

(8)

2.1.3.2 Indikator Kesadaran Wajib Pajak

Menurut Asri (2009) terdiri dari beberapa bentuk kesadaran dalam membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak, diantaranya:

1) Mengetahui adanya Undang-undang dan ketentuan perpajakan; 2) Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan Negara;

3) Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

4) Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan suka rela; 5) Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.

2.1.4 Pengetahuan Perpajakan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui yang diperoleh dari persentuhan panca indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya dapat diperoleh melalui upaya pengajaran dan pelatihan, serta melalui pendidikan baik formal maupun pendidikan non formal (Notoatmodjo, 2014).

Pengetahuan perpajakan merupakan pengetahuan mengenai konsep ketentuan umum dibidang perpajakan, jenis pajak yang berlaku di Indonesia mulai dari subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, perhitungan pajak terutang, pencatatan pajak terutang sampai dengan bagaimana pengisisan pelaporan pajak (Veronica Carollina, 2009).

Menurut mardiasmo (2009) pengetahuan perpajakan adalah kemampuan wajib pajak dalam mengetahui peraturan perpajakan baik itu soal tarif pajak yang akan mereka bayar berdasarkan undang-undang maupun manfaat pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka.

(9)

2.1.4.1 Indikator Pengetahuan Perpajakan

Menurut Rahayu (2013:31) menyebutkan bahwa indikator pengetahuan perpajakan yaitu: 1. Pengetahuan mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan

Ketentuan umum dan tata cara perpajakan mengenai hak dan kewajiban wajib pajak, SPT, NPWP, dan Prosedur Pembayaran, Pemungutan, serta Pelaporan Pajak.

2. Pengetahuan mengenai fungsi perpajakan

a. Fungsi Penerimaan (Budgeter), pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

b. Fungsi Mengatur (Reguler), pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi.

3. Pengetahuan mengenai system perpajakan di Indonesia

Sistem perpajakan di Indonesia yang ditetapkan saat ini adalah self assessment system yaitu pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

(10)

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Sebelumnya

No Nama Peneliti dan Tahun Peneliti Judul Penelitian

Variabel Penelitian Hasil Penelitian

1. Harumi Nursellawati (2016)

Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dan Pelayanan Fiskus terhadap Tingkat Kepatuhan Formal Wajib Pajak Variabel Independen (X) dalam Penelitian ini yaitu: • Kesadaran Wajib

Pajak

• Pelayanan Fiskus

Variabel Dependen (y) dalam Penelitian ini adalah Tingkat Kepatuhan Formal Wajib Pajak Kesadaran Wajib Pajak, dan pelayanan fiskus, berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Formal Wajib Pajak

2. Muslikhatul Ummah (2015) Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Sanksi Pajak, Pengetahuan Perpajakan dan Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak di Kabupaten Semarang Variabel Independen (X) dalam Penelitian ini yaitu:

• Kesadaran Wajib Pajak • Sanksi Pajak • Pengetahuan Perpajakan • Pelayanan Fiskus

Variabel Dependen (y) dalam Penelitian ini adalah Kepatuhan Wajib Pajak di Kabupaten Semarang

Kesadaran wajib pajak dan sanksi pajak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak Pengetahuan

perpajakan dan

pelayanan fiskus tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak

(11)

3. Maitsa Arif (2018) Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Tingkat Kepercayaan pada Pemerintahan dan Hukum, serta Nasionalisme terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Variabel Independen (X) dalam Penelitian ini yaitu:

• Pengetahuan Perpajakan • Tingkat Kepercayaan pada Pemerintahan dan Hukum • Nasionalisme Variabel Dependen (y) dalam Penelitian ini adalah Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

Pengetahuan perpajakan, tingkat kepercayaan pada pemerintah dan hukum, serta nasionalisme berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak

4. Natrah Saad (2013) Tax Knowledge, Tax Complexity and Tax Compliance: Taxpayers’ View

This study examines taxpayers’ views on their level of tax knowledge and perceived complexity of the income tax system. Further, the study attempts to delve in the underlying reasons for non-compliance

Result suggest that taxpayers have inadequate technical knowledge and perceive tax system as complex. Tax knowledge and tax complexity are viewed as contributing factors towards

non-compliance behaviour among taxpayers

(12)

2.3 Kerangka Pemikiran

2.3.1 Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

Kesadaran perpajakan timbul dari dalam diri wajib pajak sendiri, tanpa memperhatikan adanya sanksi perpajakan, sedangkan kepatuhan perpajakan timbul karena mengetahui adanya sanksi perpajakan (Anjeline Kodoati, 2015). Kesadaran wajib pajak atas fungsi perpajakan sebagai pembiayaan negara dan kesadaran membayar pajak sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Jatmiko, 2006).

Penelitian terdahulu yang dilakukan Harumi Nursellawati : 2016 menunjukkan faktor-faktor yang meningkatkan kepatuhan wajib pajak diantaranya adalah kesadaran wajib pajak. Kesadaran wajib pajak akan meningkat apabila wajib pajak mempunyai persepsi yang baik terhadap pajak itu sendiri. Kesadaran wajib pajak dapat dicerminkan dari bagaimana kesungguhan dan keinginan wajib pajak dalam mentaati ketentuan perpajakan yang berlaku (Kundalini, 2016).

Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak, maka pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Jotopurnomo (2013) yang menyatakan Kesadaran Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.

(13)

2.3.2 Pengaruh Pengetahuan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

Menurut Fallan (1999) memberikan kajian pentingnya aspek pengetahuan perpajakan bagi wajib pajak sangat mempengaruhi sikap wajib pajak terhadap sistem perpajakan suatu Negara yang dianggap adil. Dengan meningkatnya pengetahuan perpajakan masyarakat melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun non fomal akan berdampak positif terhadap pemahaman dan kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak. Penelitian terdahulu yang dilakukan Maitsa Arif (2018) dengan judul Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Tingkat Kepercayaan pada Pemerintahan dan Hukum, serta Nasionalisme terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi, menyimpulkan bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

2.3.3 Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dan Pengetahuan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

Menurut Rahayu (2010) kepatuhan Wajib Pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi pembangunan, diharapkan didalam pemenuhannya diberikan secara sukarela. Kepatuhan wajib pajak menjadi aspek penting mengingat sistem perpajakan Indonesia menganut Self Assessment System. Kepatuhan dapat meningkat apabila Wajib Pajak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai sistem perpajakan sesuai dengan undang-undang pajak yang berlaku, serta kesadaran akan pentingnya pajak bagi pembangunan

(14)

Negara.

Menurut Fallan (1999) memberikan kajian pentingnya aspek pengetahuan perpajakan bagi wajib pajak sangat mempengaruhi sikap wajib pajak terhadap sistem perpajakan suatu Negara yang dianggap adil. Dengan meningkatnya pengetahuan perpajakan masyarakat melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun non fomal akan berdampak positif terhadap pemahaman dan kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak. Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak, maka pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan Jotopurnomo (2013).

Penelitian ini berusaha menjelaskan mengenai pengaruh kesadaran wajib pajak dan pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak penghasilan orang pribadi. Secara singkat, paradigma penelitian yang dapat digambarkan sesuai kerangka pemikiran diatas adalah sebagai berikut:

Keterangan Gambar 1.1 : : Hubungan Parsial :: : Hubungan Simultan Gambar 1.1 Kesadaran Wajib Pajak (X1) Pengetahuan Perpajakan (X2) Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. (y)

(15)

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara atas masalah penelitian berdasarkan kerangka teori, yang harus diuji benar atau tidaknya secara empiris melalui pengumpulan data atau fakta (Nuryaman & Veronica Christina, 2015:18).

Berdasarkan uraian keterkaitan antara Kesadaran Wajib Pajak dan Pengetahuan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Hipotesis 1:

H0 : Kesadaran Wajib Pajak tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.

H1 : Kesadaran Wajib Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.

Hipotesis 2:

H0 : Pengetahuan Perpajakan tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.

(16)

Hipotesis 3:

H0 : Kesadaran Wajib Pajak dan Pengetahuan Perpajakan tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.

H3 : Kesadaran Wajib Pajak dan Pengetahuan Perpajakan berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.

Referensi

Dokumen terkait

Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengka, atau

Penggunaan teknologi informasi dan e-system lainnya: Dalam menjalankan administrasi perpajakan dan meningkatkan pelayanan dikembangkan aplikasi seperti e-Regristation,