• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIFITAS UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN ( Studi Pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Pekanbaru)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIFITAS UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN ( Studi Pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Pekanbaru)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Pada sub Bab ini akan dibahas mengenai pengertian proses permohonan penyelesaian sengketa di BPSK, teori-teori, peraturan perundang-undangan tentang perlindungan konsumen yang melandasi masalah-masalah yang akan dibahas yaitu :

A. Permohonan Penyelesaian Sengketa Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Secara teknis peradilan semu, permohonan penyelesaian sengketa konsumen diatur dalam pasal 15 sampai dengan pasal 17 keputusan menteri perdagangan No. 350/MPP/12/2001 tentang pelaksanaan tugas dan wewenang Badan penyelesaian Sengketa Konsumen yang selanjutnya disingkat jadi BPSK. Bentuk permohonan penyelesaian sengketa konsumen diajukan secara lisan maupun tulisan ke BPSK setempat oleh konsumen. Kemudian kedudukan konsumen menjadi penggugat dan kedudukan pelaku usaha menjadi tergugat. BPSK hanya menerima gugatan dari konsumen, bukan pelaku usaha karena BPSK merupakan badan yang dibentuk untuk menyelesaikan sengketa konsumen.

Berdasarkan pasal 16 kepmenperindag Nomomr. 350/ MPP/12/2001 isi permohonan penyelesaian sengketa Konsumen memuat secara benar dan lengkap adalah sebagai berikut :1

1

pasal 16 kepmenperindag Nomomr. 350/ MPP/12/2001 tentang pelaksanaan tugas dan wewenang BPSK.

(2)

1. Identitas konsumen, ahli waris atau kuasanya disertai bukti diri 2. Nama dan alamat pelaku usaha

3. Barang atau jasa yang diadukan

4. Bukti perolehan keterangan tempat , waktu dan tanggal perolehan barang atau jasa yang diadukan

5. Saksi-saksi yang mengetahui perolehan barang atau jasa, foto-foto barang atau kegiatan pelaksanaan jasa, bila ada

Permohonan penyelesaian sengketa konsumen ditolak, jika:

1. Tidak memuat persyaratan-persyaratan permohonan penyelesaian sengketa konsumen tersebut.

2. Permohonan gugatan bukan wewenang dari BPSK

Permohonan penyelesaian sengketa konsumen dari segi administrative akan dicatat oleh secretariat BPSK sesuai format yang disediakan. Permohonan penyelesaian sengketa konsumen dibubuhi tanggal dan Nomor registrasi, selanjutnya diberikan tanda terima terhadap permohonan sengketa konsumen tersebut

Pasal 25 ayat (1) kepmenperindag No.250/MPP/12/2001 menentukan bahwa pemanggilan pelaku usaha untuk hadir dipersidangan BPSK, dilakukan secara tertulisdengan copy permohonan sengketa konsumen dalam 3(tiga) hari kerja sejak permohonan penyelesaian sengketa konsumen diterima secara lengkap dan benar telah memenuhi persyaratan .pasal16 kepmenperindag No.350/MPP/12/2001 secara formal dalam surat panggilan tersebut dicantumkan:

(3)

a. Hari tanggal, dan tempat persidangan

b. Kewajiban pelaku usaha untuk memberikan jawaban terhadap permohonan penyelesaian sengketa konsumen( pasal 26 ayat (2)),

Jawaban disampaikan selambat-lambatnya pada persidangan pertama, yaitu pada hari ke-7 (tujuh) terhitung sejak diterimanya (secara formal) permohonan penyelesaian sengketa konsumen di BPSK

Berdasarkan pasal 54 ayat (4) sampai jo. Pasal 26 sampai dengan pasal 36 kepmenperindag No. 350/MPP/12/2001 terdapat 3 (tiga) tata cara penyelesaian persidangan di BPSK. Yaitu :

1. Persidangan dengan cara konsiliasi 2. Persidangan dengan cara mediasi, dan 3. Persidangan dengan cara arbitrase

B. Hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha

Dalam kegiatan bisnis terdapat hubungan yang saling membutuhkan antara pelaku usaha dan konsumen.Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh laba dari transaksi dengan konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu.2

2 Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis untuk perusahaan, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2010), h. 209.

(4)

Hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen dapat dibagi menjadi 2 ( dua) yaitu:3

1. Hubungan langsung

Hubungan langsung yang dimaksudkan pada bagian ini adalah hubungan antara pelaku usaha dan konsumen yang terikat secara langsung dengan perjanjian anatara konsumen dan pelaku usaha

Tanpa mengabaikan jenis perjanjian-perjanjian lainnya, pengalihan barang dari pelaku usaha kepada konsumen, pada umunya dilakukan dengan perjanjian jual beli, baik yang dilakukan secara lisan maupun tertulis. Salah satu bentuk perjanjian tertulis yang banyak dikenal adalah perjanjian baku, yaitu bentuk perjanjian yang banyak dipergunakan jika salah satu pihak sering berhadapan dengan pihak lain dalam jumlah yang banyak dan memiliki kepentingan yang sama.

2. Hubungan tidak langsung

Hubungan tidak langsung yang dimaksudkan pada bagian ini adalah hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen yang tidak secara langsung terikat dengan perjanjian, karena adanya pihak diantara pihak konsumen dengan pihak pelaku usaha.

3 Ahmadi miru prinsip-prisip perlidungan hukum bagi konsumen di Indonesia (jakarta : raja grafindo persada, 2011), h. 34.

(5)

Ketiadaan hubungan langsung dalam bentuk perjanjian antara pihak pelaku usaha dengan konsumen yang dirugikan tidak berhak menuntut ganti kerugian kepada pelaku usaha dengan siapa dia tidak memiliki hubungan perjanjian, karena dalam hukum perikatan tidak hanya perjanjian yang melahirkan (merupakan sumber) perikatan, akan tetapi dikenal ada dua sumber perikatan, yaitu perjanjian dan undang-undang. Sumber perikatan yang berupa undang-undang saja dan undang-undang karena perbuatan manusia, yaitu yang sesuai hukum dan yang melanggar hukum.4

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak

Pada setiap transaksi jual beli barang dan/ atau jasa para pihak mempunyai hak dan kewajiban masing-masing pihak yang harus dipenuhi. Dengan demikian setiap konsumen dalam menjalankan perannya harus mengerti betul apa saja yang menjadi hak dan kewajibannya. Begitu pula sebaliknya setiap pelaku usaha juga diminta agar mengerti dan paham mengenai hak dan kewajibannya dalam melaksanakan usahanya.

1. Hak dan kewajiban konsumen

Sebagai pemakai barang dan/ atau jasa, konsumen memiliki hak-hak dan kewajibannya yang sangat penting, agar orang bias bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri.

(6)

Berdasarkan pasal 4 undang-undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, hak-hak konsumen yang harus dilindungi oleh pelaku usaha adalah sebagai berikut:5

a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa.

b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/ atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau jasa.

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif.

a. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/ ataupenggantian apabila barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

5

(7)

h. Hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Hak-hak konsumen diatas sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen lebih luas dari pada hak-hak dasar konsumen lebih luas daripada hak-hak dasar konsumen sebagaiman pertama kali diungkapkan oleh pressiden Amerika Serikat J.F. kennedy didepan kongres pada tanggal 15 maret 1962 yaitu:6

a. Hak memperoeh keamanan b. Hak memilih

c. Hak mendapatkan informasi d. Hak untuk didengar

Keempat hak tersebut merupakan bagian dari deklarasi hak- Hak Asasi Manusia yang dicanangkan oleh PBB pada tanggal 10 desember 1948 yang kemudian oleh organisasi konsumen sedunia ( international organization of consumers unionlocu) ditambahkan empat hak dasar konsumen yaitu:7

a. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup. b. Hak untuk memperoleh ganti rugi.

c. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen.

d. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat

6

Op.cit ahmadi miru dan sutarman yodo, h. 38. 7

(8)

Disamping itu, masyarkat eropa (europose ekonomiche gemeer schaap atau EEG) juga telah menyapakati lima hak dasar konsumen, lima hak dasar konsumen tersebut adalah:

a. Hak perlindungan kesehatan dan keamanan. b. Hak perlindungan kepentingan ekonomi. c. Hak mendapat ganti rugi.

d. Hak atas penerangan. e. Hak untuk didengar

Memperhatikan hak-hak yang telah disebutkan diatas, maka secara keseluruhan pada dasarnya dikenal 10 (sepuluh) macam hak konsumen, hak- hak konsumen tersebut adalah:8

a. Hak atas kenyamanan dan keselamatan.

Dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang dan/ atau jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian ( fisik maupun psikis) apabila mengonsumsi suatu produk.

b. Hak untuk memperoleh informasi

Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk yang diinginkan

8

(9)

sesuai kebutuhannya serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk.

c. Hak untuk memilih.

Hak untuk memilih dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada konsumen untuk memilih produk-produk tertentu sesuai dengan kebutuhannya, tanpa ada tekanan dari pihak luar.

d. Hak untuk didengar.

Hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak dirugikan lebih lanjut.Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan produk-produk tertentu, apabila informasi dari produk tersebut kurang memadai atau berupa pengadaan atas adanya kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu produk, atau yang berupa pernyataan/ pendapat tentang sesuatu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen.

e. hak memperoleh kebutuhan hidup

hak ini merupakan hak yang mendasar karena menyangkut kelanjutan hidup seseorang, dengan demikian, setiap konsumen berhak untuk memperoleh kebutuhan dasar (barang atau jasa) untuk menyertakan hidupnya secara layak,

(10)

Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi rusak akibat adanya penggunaan barang atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen.Hak ini sangat terkait dengan penggunaan produk yang telah merugikan konsumen, baik yang berupa kerugian materi maupun kerugian yang menyangkut kerugian atas diri konsumen itu sendiri.

g. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen.

Dimaksudkan agar konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan produk, karena dengan pendidikan konsumen tersebut, konsumen dapat menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang dibutuhkan.

h. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.

Hak untuk memeperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat ini sangat penting bagi konsumen dan lingkungan.

i. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan harga tukar yang diberikannya. Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari permainan harga yang tidak wajar, karena dalam keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harga suatu barang yang jauh lebih tinggi dari pada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang diperolehnya.

(11)

Hak ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen yang telah dirugikan akibat penggunaan barang atau jasa.

Perbandingan hak konsumen dalam pasal 4 undang-undang perlindungan konsumen dengan 10 hak konsumen menurut ahmadi miru yaitu:9

Hak konsumen yang dirumuskan dalam pasal 4 undang-undang perlindungan konsumen tersebut, terdapat satu hak yang tidak terdapat dalam 10 hak konsumen yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar, dan jujur serta tidak diskriminatif,. Namun sebaliknya pasal 4 undang-undang perlindungan konsumen tidak mencantumkan secara khusus tentang “hak untuk memperoleh kebutuhan hidup yang bersih dan sehat”, tapi hak tersebut dapat dimasukkan kedalam hak yang terakhir dalam pasal 4 undang-undang perlindungan konsumen tersebut, yaitu “ hak-hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya, hanya perumusan yang lebihb rinci, tapi pada dasarnya sama dengan hak-hak yang disebutkan sebelumnya.

Bagaimanapun ragamnya rumusan hak-hak konsumen yang telah dikemukakan, namun secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga hak yang menjadi prinsip dasar, ketiga prinsip dasar tersebut adalah :10

9

Ibid, h. 46. 10

(12)

a. Prinsip perlindungan kesehatan/ harta konsumen, yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik kerugian personal, maupun kerugian harta kekayaan.

b. Prinsip perlindungan atas barang dan harga, dimaksudkan agar konsumen berhak mendapatkan barang dan/ atau jasa sesuai dengan harga yang wajar.

c. Prinsip penyelesaian sengketa secara patut, dimaksudkan agar konsumen berhak memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan yang dihadapi.

Oleh karena ketiga hak/prinsip dasar tersebut merupakan himpunan beberapa hak konsumen sebagaimana diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen, maka hal tesebut sangat esensial bagi konsumen, sehingga dapat dijadikan rinsip perlindungan hukum bagi konsumen Indonesia.11

Apabila konsumen benar-benar dilindungi, maka hak-hak konsumen yang telah disebutkan diatas haruslah dipenuhi, baik itu oleh pemerintah maupun oleh para pelaku usaha, karena adnya pemenuhan hak-hak tersebut akan melindungi kerugian konsumen dari berbagai aspek.

Disamping ada hak-hak konsumen yang harus diwujudkan, terdapat juga kewajiban konsumen yang harus diperhatikan oleh konsumen agar konsumen

11

(13)

dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan barang dan/ atau jasa yang telah termuat dalam pasal 5 undang-undang perlindungan konsumen yaitu :

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/ atau jasa demi keamanan dan keselamatan.

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa. c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Adanya kewajiban konsumen untuk membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian dan pemanfaatan barang dan / atau jasa demik keamanan dan keselamatan, merupakan hal yang penting mendapat pengaturan, banyak konsumen yang menderita kerugian akibat pengguaan atau pemanfaatan barang dan/ atau jasa yang dikarenakan konsumen tidak membaca informasi dan prosedur pemakaian yang disampaikan oleh pelaku usaha pada label produk. Mislanya untuk penggunaan obat-obatan dari dokter atau berdasarkan etiket produk tersebut telah diberikan instruksi bahwa pemakaian hanya pada dosis tertentu, namun konsumen sendiri yang tidak mematuhi instruksi tersebut, tanpa dibekali dengan pengetahuan yang memadai, tindakan tersebut dapat

(14)

menyebabkan terjadinya ketidaktepatan penggunaan obat, yang bukannya menyembuhkan tetapi justru memperoleh penyakit.12

Kewajiban konsumen untuk beritikad baik hanya tertuju pada transaksi pembelian barang dan/ atau jasa.Hal itu tentu disebabkan karena bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan pelaku usaha mulai pada saat melakukan transaksi dengan pelaku usaha., berbeda dengan pelaku usaha, kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang dirancang/ diproduksi oleh pelaku usaha (produsen).

Selain itu, kosumen juga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati dengan pelaku usaha, hal itu sudah menjadi biasa dan sudah semestinya dalam suatu transaksi jual beli barang dan/ jasa.

Kewajiban lain yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut adalah kewajiban konsumen untuk mengikuti upaya penyelesaian sengketa konsumen secara patut. Adanya kewajiban seperti ini diatur dalam undan-g-undnag perlindungan konsumen dianggap tepat, sebab kewajiban ini adalah untuk mengimbangi hak konsumen untuk mendapatkan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut, hak ini akan menjadi lebih murah diperoleh jika konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa konsumen secara patut. Hanya

12

(15)

saja kewajiban konsumen ini, tidak cukup teralisasikan jika tidak diikuti oleh kewajiban yang sama oleh pelaku usaha.13

Dengan demikian, konsuemen perlu memperhatikan hak-hak yang perlu diperjuangkan. Sebagi konsumen kita tidak bias tinggal diam, tanpa bias berbuat apa-apa ketika hak-hak tersebut jelas- jelas telah dilanggar oleh pelaku usaha dan mengakibatkan kerugian bagi konsumen.

2. Hak dan kewajiban pelaku usaha.

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa pelaku usaha dan konsumen merupakan bagian penting dari hubungan atau transaksi ekonomi, untuk member kepastian hukum sebagia bagian dari tujuan hukumperlindungan konsumen dan untuk memperjelas hak-hak dan kewajiban-kewajiban masing-masing pihak yang saing bertransaksi, penjelasan dan penjabaran hak-hak dan kewajiban pelaku usaha tak kalah pentingnya dengan hak dan kewajiban konsumen itu sendiri.

Adanya hak dan kewajiban tersebut dimaksudkan untuk menciptakan kenyamanan dalam berusaha dan untuk menciptakan pola hubungan yang seimbang antara pelaku usaha dan konsumen.14

13

http://www.slideshare.net/dinnieRahmi/hak-kewajiban-konsumen-dan-produsen-sesuai-dengan-etika-bisnisdi akses 20 mei 2014, pukul 13.00 wib. 14

(16)

Berdasarkan pasal 6 undang-undang perlindungan konsumen tentang hak-hak pelaku usaha adalah:

a. Hak untuk mendapatkan pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan.

Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.

b. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian sengketa hukum konsumen.

c. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukumbahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/ atau jasa yang didagangkannya.

d. Hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya.

Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai kondisi dan nilai tukar barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan menunjukkan bahwa pelaku usaha tidak dapat menuntut lebih banyak jika kondisi barang dan/ atau jasa yang diberikannya kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut harga yang berlaku pada umumnya atas barang dan/ atau jasa yang sama.

Menyangkut hak-hak pelaku usaha lainnya , sebenarnya lebih banyak berhubungan dengan aparat pemerintah atau BPSK/ pengadilan dalam

(17)

tugas dan wewenangnya melakukan penyelesaian sengketa, melalui hak-hak tesebut, diharapkan perlindungan konsumen agar tidak berlebihan membela konsumen sehingga mengabaikan hak- hak pelaku usaha.

Sama halnya dengan konsumen yang mempunyai kewajiban, pelaku usahapun juga mempunyai kewajiban yang harus diperhatikan dalam memperdagangkan barang dan/ atau jasanya, berdasarkan pasal 7 undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, kewajiban pelaku usaha adalah:15

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau jasa, serta member penjelasan mengenai penggunaan, perbaikan dan pemeliharaannya.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/ atau jasa yang berlaku.

e. Member kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/ atau jasa tertentu serta member jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/ atau dipergunakan.

15

(18)

f. Member kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau yang dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan perjanjian.

Kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dalam melaksanakan kegiatan usahanya merupakan salah satu asas yang dikenal dengan hukum perjanjian, ketentuan tentang itikad baik ini diatur dalam pasal 1338 ayat (3) kitab undang-undang hukum acara perdata,16bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, pada undang0undang perlindungan konsumen pelaku usaha diwajibkan beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa.

Pada undang-undang perlindungan konsumen tampak bahwa itikad baik lebih ditekankan pada pelaku usaha.17Hal ini dikarenakan pada pelaku usaha meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dimulai sejak barang dirancang/ diproduksi sampai tahap penjualan.

Tentang kewajiban kedua pelaku usaha yaitu memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi barang dan/ atau jasa serta memberipenjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, disebabkan karena informasi disamping merupakan hak konsumen, juga karena

16Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata, Pasal 1338 tentang asas hukum perjanjian. 17

(19)

ketiadaan informasi dan informasi yang tidak memadaidari pelaku usaha merupkan salah satu jenis cacat produk (cacat informasi) yang akan sangat mergikan konsumen.

D. Sengketa Konsumen.

1. Pengertian sengketa konsumen

Undang-undang perlindungan konsumen tidak memberikan batasan apakah yang dimaksud dengan sengketa konsumen. Kata-kata sengketa konsumen dijumpai pada beberapa bagian undang-undang perlindungan konsumen, yaitu:

a. Penyebutan sengketa konsumen sebagai bagian dari sebuah institusi administrasi Negara yang mempunyai penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dan konsumen, dalam hal ini BPSK( pasal 1 butir 11 UUPK).

b. Penyelesaian sengketa konsumen menyangkut tata cara atau prosedur penyelesaian sengketa terdapat pada Bab X (sepuluh) penyelesaian sengketa. Pada bab ini digunakan penyebutan sengketa konsumen secara konsisten, yaitu: pasal 45 ayat (2) dan pasal 48 UUPK.

Asal mula sengketa berawal pada situasi dimana pihak ada yang merasa dirugikan oleh pihak lain, biasanya dimulai dari perasaan tidak puas, bersifat subjektif dan tertutup yang dialami oleh perorangan maupun kelompok. Apabila perasaan kecewa atau tidak puas disampaikan

(20)

kepada pihak kedua dan pihak kedua menanggapi dan dapat memuaskan pihak pertama maka selesailah konflik tersebut, sebaliknya, apabila perbedaan pendapat tersebut harus berkelanjutan maka hal tersebutlah yang disebut dengan sengketa. Sengketa dalam pengertian sehari-hari dimaksudkan sebagai suatu keadaan dimana pihak-pihak yang melakukan upaya-upaya perniagaan mempunyai masalah yaitu menhendaki pihak lain untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu tetapi pihak lainnya menolak dan tidak berbuat demikian.

Terdapat perbedaan ruang lingkup sengketa konsumen dengan sengketa transaksi konsumen, yakni:

Ruang lingkup sengketa konsumen lebih luas dibandingkan sengketa transaksi konnsumen.Sengketa konsumen dapat mencakup semua ruang lingkup keperdataan, pidana, maupun tata Negara, sedangkan istilah sengketa transaksi konsumen lingkupnya lebih sempit, hanya mencakup aspek hukum keperdataan.

Berdasarkan undang-undang perlindungan konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui peradilan yang berada dalam lingkungan peradilan umum, bukan keperadilan Tata Usaha Negara, dengan demikian sengketa konsumen dalam hal ini hanya mencakup aspek hukum perdata dan pidana saja.

(21)

Menurut kemenperindag dengan surat keputusan No :350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 desember 2001, yang dimaksud dengan sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasa.

Berdasarkan uraian diatas dan kaitannya dengan hak-hak konsumen, maka dapat diartikan bahwa sengketa konsumen adalah sengketa yang terjadi antara konsumen sebagai pengguna barang dan/ atau jasa dengan pelaku usaha (produsen) yang telah melanggar hak-hak konsumen.

2. Pihak-Pihak Dalam Sengketa Konsumen

Secara sederhana yang dimaksud dengan sengketa konsumen adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antara konsumen sebagai pihak yang dirugikan dengan pelaku usaha sebagai pihak yang memproduksi, menjual atau menyediakan barang dan/ atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan oleh konsumen.18

Pada prinsipnya, ada dua pihak yang terkait dalam perlindungan konsumen itu, yaitu konsumen itu sendiri dan pelaku usaha yang melakukan transaksi jual beli barang dan/atau jasa.19

18

Susanti adi nugroho, proses penyelesaian sengketa konsumen ditinjau menuruthukum acara

serta kendala implementasinya.(Jakarta, kencana press, 2008), h. 147.

19Zaeni asyhadie, hukum bisnis prinsip dan pelaksanaanya di Indonesia (Jakarta: raja

(22)

a. Konsumen

Menurut munir fuady konsumen adalah pengguna akhir dari suatu produk, yaitu setiap pemakai barang dan / atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain, dan tidak diperdagangkan.20

Dengan demikian, konsumen bisa orang-perorangan atau sekolompok masyarakat maupun makhluk hidup lain yang membutuhkan barang dan/atau jasa tersebut tidak untuk diperdagangkan.

b. Pelaku usaha.

Pelaku usaha adalah setiap orang-perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republic Indonesia, baik sendiri maupun sama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Pelaku usaha dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kalangan investor, produsen dan distributor21

1. Bentuk sengketa konsumen.

20Op.cit, abdul R. saliman, h. 210.

21Abdul hakim barkatulloh, hukum perlindungan konsumen kajian teoritis dan perkembangan pemikiran,( bandung: Nusa Media 2008), h.181.

(23)

Sengketa konsumen terjadi karena adanya ketidak puasan konsumen terhadap suatu produk atau kerugian yang dialami konsumen karena penggunaan atau pemakaian barang dan/jasa.Setiap kali konsumen membeli dan menggunakan barang konsumen hendaknya waspada agar tidak dirugikan.

Bentuk sengketa konsumen yang disebabkan oleh kerugian yang diderita oleh konsumen adalah sebagai berikut:

a. Cacat tubuh (personal injury)

Adalah cacat fisik atau kerugian yang melekat pada diri konsumen sebagai akibat dari mengkonsumsi suatu produk.

b. Cacat fisik (injury to the product it self/ some other property)

Adalah kerugia yang diderita akibat rusaknya produk barang atau tidak berfungsinya produk yang dibeli.

c. Kerugian ekonomi (pure economic loss)

Adalah kerugian yang langsung berkaitan dengan produk yang dibelinya yang muncul ketika produk itu tidak sesuai dengan tingkat performance yang diharapkan oleh konsumen.

E. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Badan penyelesaian sengketa konsumen merupakan badan yang bertugas dan menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen, penangan dan penyelesaian sengketa konsumen dilakukan dengan

(24)

cara melalui pengadilan dan non pengadilan. Yang non pengadilan dilakukan dengan cara mediasi atau konsiliasi, atau arbitrase.

Dalam mengembangkan perlindungan konsumen dan penegakan hak-hak konsumen apabila terjadi perselisihan, pemerintah membentuk BPSK yang pada intinya bertugas untuk menyelesaikan perselisihan atau sengketa konsumen yang pada intinya bertugas untuk menyelesaikan perselisihan atau sengketa konsumen yang bersifat nonlitigasi.22

Berdasarkan undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pasal 52, tugas dan wewenang BPSK adalah sebagai berikut.

a. Melaksanakan penangan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;

b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman tentang klausula baku;

d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini;

e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen; g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap

perlindungan konsumen; 22

(25)

h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan/atau setiap orang yang dianggap menegetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini;

i. Meminta bantuan penyidik untuk mengadirkan pelaku usaha , saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen; j. Mendapatkan, meneliti dan/menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain, guna

penyelidikan dan/atau pemeriksaan ;

k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian pihak konsumen;

l. Memberitahukan putusan pada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

m. Menjatuhkan sanksi administrative kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.

Berdasarkan pemaparan tentang tugas dan wewenang BPSK diatas, dapatdilihat bahwa tugas utama dari dibentuknya BPSK adalah untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, namun selain itu, BPSK juga mempunyai tugas lain, yaitu untuk lebih mengayomi dan memberikan fasilitas kepada konsumen untuk dapat lebih mengerti tentang apa-apa saja hak-hak konsumen.

Susunan anggota BPSK mewakili unsure pemerintah, unsure pelaku usaha dan unsure konsumen yang masing-masing unsure sekurang-kurangnya diwakili oleh tiga orang dan sebanyak-banyaknya oleh lima orang. Anggota BPSK diangkat dan

(26)

v

diberhentikan oleh Menteri perdagangan.Majelis berjumlah ganjil sekurang-kurangnya berjumlah tiga orang yang mewakili ketiga unsure, yaitu pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen.23

F. Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Di Badan Penyelesaian Sengketa konsumen

Proses dalam menyelesaikan sengketa konsumen sesungguhnya konsumen akan mendapatkan gambaran bagaimana penyelesaian sengketa yang dapat dilalui oleh para pihak yang bersengketa, sebab bagi BPSK sendiri dalam menyelesaikan sengketa konsumen dapat digambarkan bahwa melalui BPSK berarti para pihak yang bersengketa memilih jalur diuar pengadilan, secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :

DIAGRAM 1

Peneyelesaian Sengketa Konsumen

23 Takdir rahmadi, mediasi penyeleseaian sengketa melalui pendekatan mufakat( Jakarta: rajawali pers 2010), h. 87. Pengadilan litigasi Penyelesaian sengketa konsumen Secara sendiri

(27)
(28)

Selain itu di BPSK juga dibagi menjadi beberapa metode atau cara penyelesaian sengketa yang dapat dipilih oleh para pihak yang bersengketa dan memillih BPSK sebagai lembaga yang dipercaya untuk membantu menyelesaikannya, metode yang dimaksud adalah mediasi, konsiliasi dan arbitrase dengan cara dipilih oleh pihak yang bersengketa, menuurut BPSK metode yang paling banyak digunakan pihak yang bersengketa tahun 2013 adalah arbitrase.

Proses penyelesaian sengketa yang diselesaikan melalui BPSK tersebut secara lebih khusus didapatkan oleh penulis tahapan demi tahapan yang dilakukan BPSK ketika menjalankan proses penyelesaian sengketa konsumen adalah sebagai berikut:

i. Tahapan permohonan: yaitu konsumen sebagai penggugat; i. Tahapan pra siding, yaitu pemilihan metode penyelesaian;

ii. Penyelesaian sengketa berdasarkan keputusan para pihak terutama mediasi, konsiliasi, arbitrase dan putusan majelis

Berdasrkan tahapan-tahapan tersebut dapat dijelaskan secara lebih jelas sesuai proses di BPSK, sebagai berikut :

1. Tahapan permohonan dari pemohon

a. Permohonan dilakukan oleh pemohon, yaitu konsumen yang ditujukan kepada secretariat dengan cara melaporkan melalui pengaduan:

b. Hari I (pertama), setelah secretariat BPSK memperoleh keterangan yang jelas berkaitan dengan sengketa yang diadukan maka secretariat akan

(29)

membuat berkas sengketa ( yang merupakan kronologis dari permasalahan yang terjadi) dan pihak pemohon akan memperoleh tanda terima serta nomor registrasi dari secretariat BPSK.

c. Hari II (kedua), selanjutnya secretariat BPSK memeriksa kelengkapan secara administrasi permohonan tersebut.

d. Untuk lebih lanjut secretariat BPSK menyerahkan permohonan yang kemudian dilaporkan kepada ketua BPSK.

e. Berkas sengketa (permohonan pemohon) diserahkan kepada ketua BPSK. f. Hari III (ketiga), ketua BPSK memeriksa materi-materi atau

berkas-berkas;

g. Kemudian ketua BPSK akan melakukan rapat anggota BPSK untuk memutuskan berkaitan dengan permohonan tersebut dapat diterima ataukah ditolak;

h. Pada saat permohonan diterima maka ketua BPSK menunjuk panitera; Pada saat permohonan dinyatakan diterima, maka pemanggilan pelaku usaha langsung dilakukan pada hari yang sama, tetapi terkadang juga sehari setelah sengketa dinyatakan diterima, mengingat adanya sengketa-sengketa yang lain yang telah masuk ke BPSK juga perlu mendapat keputusan apakah ditgerima atau ditolak oleh BPSK, setelah ketua BPSK menunjuk panitera kemudian yang dilakukan oleh ketua BPSK adalah tahapan pra sidang.

(30)

i. Ketua BPSK melakukan pra sidang dengan cara memanggil para pelaku usaha, dan panggilan tersebut dilakukan oleh panitera atas nama ketua BPSK;

j. Ketua BPSK memanggil pelaku usaha secara tertulis disertai dengan copy permohonan penyelesaian sengketa konsumen ( dalam surat panggilan tercantum secara jelas mengenai hari, tanggal, jam dan tempat persidangan serta kewajiban pelaku usaha untuk memberikan surat jawaban terhadap penyelesaian sengketa konsumen dan disampaikan pada hari persidangan pertama);

Pada saat pemanggilan pelaku usaha terkadang tidak jarang pelaku usaha tidak langsung pemanggilan dari BPSK. Sehingga BPSK harus melakukan pemanggilan ulang terhadap pelaku usaha, dan terkadang sampai dengan 3 ( tiga) kali panggilan. Sedangkan waktu pemanggilan selang waktunya adalah 3(tiga) hari dari pemanggilan sebelumnya.

Jika panggilan BPSK tetap tidak dilaksanakan maka BPSK meminta bantuan penyidik umum, tetapi selama ini BPSK belum pernah melakukannya, jika pelaku usaha menghadiri atau tidak menghadiri panggilan BPSK, BPSK akan tetap melakukan persidangan walaupun tanpa kehadiran pelaku usaha.24

24

(31)

k. Kemudian tergugat dan penggugat dapat menemui anggota dan/ atau secretariat dan/ atau ketua BPSK untuk mendaptkan penjelasan dari pihak BPSK mengenai cara penyelesaian sengketa di BPSK yang selanjutnya para pihak diharapkan dapat memilih salah satu metode penyelesaian sengketa yang ada di BPSK , yaitu penyelesaian sengketa untuk metode mediasi atau konsiliasi atau arbitrase adalah merupakan piihan dan bukan tingkatan dalam menyelesaikan sengketa. Jika tergugat tidak mematuhi panggilan BPSK , maka pada tahap ini BPSK akan melaksanakan sidang Arbitrase dan BPSK akan mengabulkan tuntutan penggugat. Jika pada tahap sidang Arbitrase pelaku usaha mengahadiri sidang yang dilaksanaka oleh BPSK, maka BPSK juga kembali akan memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak tentang metode-metode yang ada di BPSK . Yaitu metode Konsiliasi, Metode Mediasi atau tetap melanjutkan sidang Arbitrase.

Jika pada tahapan metode konsiliasi ataupun metode mediasi memenuhi jalan buntu, maka BPSK akan menentukan sidang bagi kedua belah pihak yaitu Sidang Arbitrase.25

25

(32)

DIAGRAM 2

Penyelesaian Sengketa di BPSK

Sumeber: makalah BPSK Kota Pekanbaru

Pemberitahuan Penolakan

Ditolak karena tidak memenuhi ketentuan atau bukan kewewenangan BPSK Pemohon Konsumen Ketua BPSK Seleksi Materi Sengketa Sekretariat Seleksi Administraasi Diterima Ketua tunjuk panitera Ketua BPSK Prasidang Metode  Konsiliasi  Mediasi  Arbitrase Majelis BPSK Sidang

(33)

DIAGRAM 3

Penyelesaian Sengketa di BPSK Kota Pekanbaru Prasidang

(Pemilihan Metode Persidangan)

Panggilan untuk para pihak dilakukan oleh panitera Atas nama ketua BPSK

Pelaku Usaha Konsumen

Ketua/ anggota / sekretariat BPSK

 Dijelaskan metode/ cara penyelesaian singketa di BPSK

 Para pihak memilih cara penyelesaian sengketa

Mediasi Arbittrase Konsliasi

 Ketua membentuk majelis

(34)

Sidang penyelesaian sengketa berdasarkan metode pilihan para pihak tersebut maka :

l. Ketua BPSK membentuk majelis terdiri dari 3 (tiga) anggota, yaitu dari unsure pemerintah, pelaku usaha dan konsumen, unsure pemerintah sebagai ketua majelis, unsure pelaku usaha dan unsure konsumen sebagai anggota majelis. Ketua majelis adalah anggota BPSK yang berlatar belakang pemerintah, sedangkan Unsur pelaku usaha adalah anggota majelis BPSK yang berlatar belakang pelaku usaha untuk menganalisa apakah benar perbuatan pelaku usaha termasuk sebagai pelanggaran konsumen seperti yang diadukan oleh konsumen, sedangkan unsure konsumen merupakan anggota majelis BPSK yang berlatar belakang konsumen untuk menganalisa apakah ada atau tidaknya kerugian yang diderita oleh konsumen.26

m. Majelis BPSK menentukan sidang I (pertama) dan dapat dilakukan sidang lebih dari I (satu) kali jika dibutuhkan tanpa melebihi waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja ;

n. Dalam pelaksanaan sidang antara konsumen dan pelaku usaha dipertemukan dalam sebuah forum musyawarah;

Pada saat konsumen dan pelaku usaha berada di forum musyawarah, maka majelis mempunyai peranan yang berbeda, sebagai berikut:

(35)

1. Mediasi27

a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian kepada pihak yang bersengketa, mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;

b. Majelis bertindak aktif sebagai mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upaya lain dalam menyelesaikan sengketa;

c. Majelis menerima hasil musyawarah para pihak yang bersengketa dengan mengeluarkan keputusan.

2. konsiliasi28

a. majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian kepada para pihak yang bersengketa baik bentuk maupun jumlah ganti rugi; b. majelis bertindak pasif sebagai konsilator

c. majelis menerima hasil musywarah para pihak yang bersengketa dan mengeluarkan keputusan.

3. arbirase29

a. ketua majelis dalam persidangan wajib memberikan petunjuk kepada konsumen dan pelaku usaha, mengenai upaya hukum yang digunakan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa.

27pasal 30 kepmenperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001. 28ibidi pasal 29 kepmenperindag.

(36)

b. Dengan izin ketua majelis, konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa dapat mempelajari semua berkas yang berkaitan dengan persidangan dan membuat kutipan seperlunya.

c. Pada saat sidang arbitrase berlanjut, BPSK akan tetap memberikan kesempatan kepada kedua pihak untuk menyelesaikan sengketanya secara metode konsiliasi dan mediasi.

o. Setelah pelaksanaan sidang dengan forum musyawarah tersebut maka akan didapatkan hasil musyawarah yang berupa perjanjian atau kesepakatan tertulis dari kadua belah pihak yang bersengketa.

p. Kesepakatan tersebut kemudian ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa serta dibubuhi dengan materai;

q. Putusan majelis BPSK tetap dibuat dengan ada atau tidak adanya kesepakatan metode penyelesaian sengketa sebelumnya, sebab adanya waktu penyelesaian 21 ( dua puluh satu) hari kerja sejak ada kesepakatan metode, terkadang isi putusan majelis adalah hal yang telah menjadi kesepakatan antara para pihak ketika tahap pra sidang;

r. Kemudian dari majelis BPSK akanada putusan majelis;

s. Putusan majelis tersebut berupa pengukuhan kesepakatan atau perjanjian bersama dari para pihak yang bersengketa;

t. Setelah adanya pengukuhan majelis yaitu bentuk kesepakatan para pihak maka para pihak melaksanakan putusan ( final dan mengikat)

(37)

Berikut ini proses penyelesaian sengketa dengan metode arbitrase dengan prinsip yang tidak jauh berbeda dengan metode mediasi dan metode konsiliasi, dari proses permohonan penyelesaian sengketa atau gugatan sampai dengan proses pemilihan metode penyelesaian sengketa. (seperti yang sudah penulis jelaskan pada poin k)

Arbitrase:30 Pasal 34:

1. Pada persidangan I (pertama) ketua majelis wajib mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa dan bilamana tidak tercapai perdamaian, maka persidangan dimulai dengan membacakan isi gugatan konsumen dan surat jawaban pelaku usaha.

2. Ketua majelis memberikan kesempatan yang sama kepada konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa untuk menjelaskan hal-hal yang dipersengketakan.

Pasal 35

3. Pada persidangan I (pertama) sebelum pelaku usaha memberikan jawabannya konsumen dapat mencabut gugatannya dengan membuat surat pernyatan.

4. Dalam hal gugatan dicabut oleh konsumen sebagaimana dimaksud dalam ayat I (pertama) majelis wajib mengumumkan bahwa gugatan dicabut.

30

(38)

5. Apabia dalam proses penyelesaian sengketa konsumen terjadi perdamaian antara konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa, majelis wajib membuat putusan dalam bentuk penetapan perdamaian. Pasal 36

1. Apabila pelaku usaha atau konsumen tidak hadir pada hari persidangan I (pertama), majelis memberikan kesempatan terakhir kepada konsumen dan pelaku usaha untuk hadir pada persidangan II ( kedua) dengan membawa alat bukti yang diperlukan.

2. Pada persidangan II (kedua) diselenggarakan selambat-lambatnya waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak hari persidangan I (pertama) diberitahukan dengan surat panggilan kepada konsumen dan pelaku usaha oleh sekretariar BPSK.

3. Bilamana pada persidangan II (kedua) konsumen tidak hadir, maka gugatan dinyatakan gugur demi hukum, sebaliknya jika pelaku usaha yang tidak hadir, maka gugatan konsumen dikabulkan oleh majelis tanpa kehadiran pelaku usaha.

(39)

DIAGRAM 4

Sidang Penyelesaian Sengketa Secara Mediasi dan Konsiliasi Para pihak Memenuhi Panggilan Majelis

4. 5.

Pelaku Usaha Konsumen

Forum Musyawarah

Hasil musyawarah berupa perjanjian atau kesepakatan tertulis dan ditandatangani para pihak

Putusan majelis berupa

pengukuhan kesepakatan atau perjanjian

Selesai

Majelis

(40)

DIAGRAM 5

Penyelesaian Sengketa Secara Arbitrase konsumen

Majelis BPSK

Tidak hadir Sidang I tidak hadir

Diundur 5 hari

Tidak hadir Sidang II tidak hadir

Gugur demi hukum gugatan dikabulkan

Ada damai Ada

Pelaku usaha

Memilih arbiter Unsure konsumen

sebagai anggota

Memilih arbiter Unsure pelaku usaha Sebagai anggota Arbiter dari pemerintah

(41)

Berhasil Gagal

Putusan perdamaian sidang

dilanjutkan, gugatan, jawaban

Putusa

BAB IV

EFEKTIFITAS UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

(Studi Pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Di Kota Pekanbaru)

A. Pelaksanaan Undang-Undang No. 8 Pasal 55 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen di BPSK Kota Pekanbaru

Sengketa konsumen terjadi karena adanya perbedaan pendapat antara pihak yang pertama dan pihak lainnya mengenai hal tertentu. Itulah pendapat orang-orang pada umumnya jika ditanya akan apa yang dimaksud dengan sengketa. Sengketa akan timbul apabila salah satu pihak merasa hak-haknya telah dirugikan dan pihak lainnya merasa tidak demikian.

(42)

Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki kekhasan tentang tata cara penyelesaian sengketa, karena sejak awal para pihak yang berselisih, khususnya dari pihak konsumen, dimungkinkan untuk menyelesaikan sengketanya tersebut dalam lingkungan peradilan, misalnya pada peradilan umum dan konsumen juga dapat memilih jalan penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Hal ini dipertegas oleh pasal 45 ayat (2) UUPK tentang penyelesaian sengketa bahwa penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui jaur pengadilan (litigasi) maupun jalur luar pengadilan (non litigasi) berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan bungkil biji kapuk dan sekam padi yang memiliki kadar air, kadar abu, kadar karbon, dan nilai kalor sesuai

Dalam teknik ini dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: (I) tahap pemberian contoh. Pada tahap ini guru mengenalkan kepada siswa nilai-nilai yang baik dan

Tujuan dari penelitian ini adalah merancang arsitektur informasi e-procurement dengan menggunakan metode TOGAF dan Zachmann Framework, melakukan efisiensi terhadap

Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui pengamh pcngendalian intern persediaan terhadap efektivitas sistem akuntansi persediaan barang logistik pada PTC. Kereta Api

Dengan demikian berdasarkan hasil uji seleksi item yang dilakukan terhadap setiap skala, maka skala kinerja pegawai, kepemimpinan transformasional dan motivasi

Bangunan paling atas yaitu Makam Kartini yang dibuat terbuka dengan hanya menggunakan pilar-pilar dan atap Joglo dengan maksud menunjukkan suasana terang.. Gambar 5.12 :

Untuk koreksi stasiun, dalam penelitian ini memiliki satu buah stasiun yang sama dengan penelitian Puspito (1996) serta memiliki nilai koreksi stasiun yang sama

Data diatas menunjukkan bahwa aktivis perempuan di Indonesia atau paling tidak yang mengikuti kongres Koalisi Perempuan adalah mereka yang telah menggunakan Internet untuk