• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Pasien Sectio Caesarea di Rumah Sakit Universitas Tangjungpura Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambaran Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Pasien Sectio Caesarea di Rumah Sakit Universitas Tangjungpura Tahun 2017"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 Gambaran Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Pasien Sectio Caesarea di Rumah

Sakit Universitas Tangjungpura Tahun 2017

Medlin Dayana1, Nurmainah2, Eka Kartika Untari2

1. Mahasiswa Program Studi Farmasi Universitas Tanjungpura, 2. Departemen Farmakologi dan Klinik Program Studi Farmasi Universitas Tanjungpura

Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran Universtas Tanjungpura

Jl. Profesor Dokter H. Hadari Nawawi, Bansir Laut, Pontianak Tenggara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat 78115, Indonesia

ABSTRAK

Sectio caesarea merupakan tindakan pembedahan yang bertujuan melahirkan bayi dengan membuka dinding perut dan rahim ibu. Risiko infeksi pada tindakan sectio caesarea dapat diturunkan dengan mengikuti petunjuk pencegahan infeksi yang dianjurkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) nomor 2460/MENKES/PER/XII/2011. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui gambaran jenis, waktu pemberian, dan frekuensi pemberian antibiotik profilaksis serta kesesuaiannya dengan Permenkes RI. Metode penelitian yang digunakan adalah metode observasional dengan rancangan penelitian studi potong lintang yang bersifat deskriptif. Pengumpulan data dari rekam medik pasien yang menjalani sectio caesarea dan mendapatkan antibiotik profilaksis selama bulan Januari-Desember 2017. Subyek yang digunakan berjumlah 25 subyek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis antibiotik profilaksis yang digunakan ialah seftriakson dan sefotaksim secara berturut-turut sebanyak 68% dan 32%, waktu pemberian > 30 menit sebelum insisi kulit sebesar 100 %, frekuensi pemberian dengan dosis tunggal sebesar 56 % dan dosis ulangan sebesar 44 %. Hal ini berarti terdapat ketidaksesuaian dengan Permenkes RI sebesar 100 % meliputi jenis dan waktu pemberian antibiotik profilaksis, frekuensi pemberian sebesar 44 %. Kesimpulan dari penelitian ini ialah penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien sectio caesarea di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura tahun 2017 belum sepenuhnya sesuai dengan Permenkes RI.

(2)

2 ABSTRACT

Sectio caesarea is a surgical procedure that aims to give birth to a baby by opening the mother’s abdominal wall and uterus. The risk of infection in sectio caesarea can be reduced by following the infection prevention instructions recommended by the Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Number 2460 / MENKES / PER / XII / 2011. The purpose of this study was to describe the type, time of administration, and frequency of prophylactic antibiotics and their suitability with the Permenkes RI. The research method used was a descriptive observational method with a cross-sectional study design. Data collection from medical records of patients undergoing caesarean section and receiving prophylactic antibiotics during January-December 2017. The subjects used were 25 subjects. The results showed that the types of prophylactic antibiotics used were ceftriaxone and cefotaxime, 68% and 32% respectively, administration time > 30 minutes before skin incision is 100%, the frequency of administration with a single dose is 56% and the repeat dose is 44%. This means that there is a discrepancy with the Permenkes RI of 100% covering the type and timing of prophylactic antibiotics, frequency of administration is 44%. The conclusion of this study is the usage of prophylactic antibiotics for sectio caesarea patients in Tanjungpura University in 2017 has not yet fully complied with the Permenkes RI.

Keyword : Prophylactic antibiotics, Permenkes RI, Sectio caesarea

Pendahuluan

Sectio caesarea berasal dari bahasa latin caedere yang berarti memotong atau menyayat. Istilah tersebut mengacu pada tindakan pembedahan yang bertujuan melahirkan bayi dengan membuka dinding perut dan rahim ibu.(1) Provinsi Kalimantan Barat memiliki proporsi kelahiran dengan sectio caesarea tertinggi pada kepemilikan teratas (9,9%), tinggal di perkotaan (5,3%), pekerjaan sebagai pegawai (7,8%), pendidikan tinggi/lulus PT (14,2%) dan kelompok umur < 20 tahun (5,4%).(2)

Tindakan sectio caesarea dapat meningkatkan risiko seorang ibu terkena infeksi. Risiko ini dapat diturunkan dengan mengikuti petunjuk pencegahan infeksi yang dianjurkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011 Tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik dan menyediakan antibiotik profilaksis pada saat tindakan.(3,4) Namun, dari beberapa penelitian ditemukan belum semua pasien memperoleh antibiotik profilaksis, ditemukan hanya 43,7% pasien yang mendapatkan antibiotik profilaksis.(5)

(3)

3 Antibiotik profilaksis yang

disarankan untuk digunakan dalam kasus sectio caesarea ialah sefalosporin generasi 1 dan generasi 2, tidak diajurkan golongan sefalosporin generasi ketiga dan keempat (IV), golongan karbapenem dan golongan kuinolon

(asam nalidiksat, fluorokuinolon). (4) Namun

demikian, dari beberapa hasil penelitian masih saja ditemukan penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah sesar antara lain golongan sefalosporin generasi III yaitu seftriakson serta golongan penisilin seperti ampisilin dan amoksilin.(6,7) Penting halnya untuk memilih antibiotik profilaksis sesuai peraturan yang berlaku agar tidak terjadi pengembangan organisme resistensi yang akhirnya akan memerlukan antibiotik yang tidak dianjurkan. Permasalahan lain yang masih ditemukan dari penggunaan antibiotik profilaksis adalah mengenai waktu pemberian antibiotik yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Berdasarkan peraturan yang berlaku bahwa pemberian antibiotik profilaksis diberikan ≤30 menit sebelum insisi kulit. Idealnya diberikan pada saat induksi anestesi.(4) Walaupun demikian, masih ditemukan sebanyak 25% pasien diberikan antibiotik profilaksis > 60 menit sebelum dilakukan insisi pembedahan. Hal ini bertentangan dengan rekomendasi dari The American College of Obstetricians and Gynecologist.(6) Frekuensi pemberian

antibiotik profilaksis bagi pasien sectio caesarea juga menjadi salah satu masalah yang ditemukan dalam proses sectio caesarea apabila tidak sesuai dengan peraturan. Menurut peraturan, frekuensi pemberian antibiotik profilaksis menggunakan dosis tunggal. Dosis ulangan dapat diberikan apabila operasi berlangsung > 3 jam dan terjadi pendarahan > 1500 ml (4) Namun dari penelitian sebelumnya terdapat seluruh pasien (100%) mempunyai kategori tidak tepat karena mendapat antibiotik profilaksis bedah sebanyak 2 kali.(8)

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mendeskripsikan gambaran mengenai penggunaan antibiotik profilaksis meliputi jenis antibiotik, waktu pemberian, dan frekuensi pemberian yang kemudian akan disesuaikan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor

2406/MENKES/PER/XII/2011 Tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura Pontianak karena sebelumnya belum terdapat penelitian mengenai penggunaan antibiok profilaksis pada pasien sectio caesare. Metode

Penelitian ini termasuk penelitian observasional menggunakan rancangan studi potong lintang (Cross Sectional Study) yang bersifat deskriptif.

(4)

4 Pengumpulan data dilakukan secara

retrospektif menggunakan data rekam medik pasien section caesarea di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura Pontianak selama periode tahun 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien sectio caesarea selama periode Januari-Desember tahun 2017 di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien sectio caesarea selama periode Januari-Desember tahun 2017 yang memenuhi kriteria inklusi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling. Data yang dikumpulkan terdiri dari nomor rekam medik, usia, indikasi, tanggal operasi, jam mulai operasi, jam

selesai operasi, nama antibiotik profilaksis, tanggal pemberian antibiotik profilaksis, jam pemberian antibiotik profilaksis, dan frekuensi pemberian.

Hasil

Populasi pasien sectio caesarea di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura periode Januari-Desember tahun 2017 sebanyak 176 pasien. Jumlah pasien sectio caesarea di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura selama periode Januari-Desember tahun 2017 yang memenuhi kriteria inklusi diikutseratakan sebagai sampel penelitian sebanyak 25 pasien. Data yang memenuhi kriteria eksklusi adalah sebanyak 151.

Tabel 1. Karakteristik Pasien Sectio Caesarea di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura periode Januari-Desember tahun 2017 berdasarkan usia

Karakteristik N = 25 Jumlah Persentase (%) Usia (Tahun) < 20 1 4 20-35 22 88 >35 2 8 Rata-rata (tahun) 28,6

Terlihat pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pasien yang menjalani sectio

caesarea cenderung pada usia 20-35 tahun yaitu 88 %, dengan rata-rata usia

(5)

5 pasien 28,6 tahun. Hasil penelitian serupa

dengan penelitian di Rumah Sakit Islam Samarinda yang menyimpulkan bahwa

pasien bedah sesar terbanyak yaitu di usia 20-35 tahun sebesar 78 %.(9)

Tabel 2. Karakteristik Pasien Sectio Caesarea di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura periode Januari-Desember tahun 2017 berdasarkan Indikasi Tindakan Medis Persalinan Sectio Caesarea

No Indikasi

N = 25

Jumlah Persentase (%)

1 Ketuban Pecah Dini 9 36

2 Gagal Induksi 10 40

3 Pre Eklamsia Ringan 1 4

4 Oligohidramnion 4 16

5 Fetal Distress 6 24

6 Plasenta Previa Totalis 1 4

7 Presbo 3 12

8 Gemelli 1 4

9 Pengapuran Plasenta 1 4

10 Cephalopelvic Disproportion 1 4

11 Bekas Sectio Caesarea 3 12

12 Partus Tak Maju 1 4

13 Shock Hipovolemik 1 4

Indikasi medis pada pasien sectio caesarea di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura cukup beragam. Indikasi dilakukannya persalinan caesar antara pasien satu dengan lainnya bervariasi dan bisa memiliki lebih dari satu indikasi. Hal ini serupa dengan penelitian di Rumah Sakit X Magetan tahun 2011 persalinan caesar antara pasien satu dengan lainnya

bervariasi memiliki lebih dari satu indikasi (8)

Tabel 2 menunjukkan bahwa indikasi terbanyak pasien bedah sesar di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura yang termasuk dalam kriteria inklusi adalah gagal induksi yaitu sebesar 40%. Kondisi lainnya ialah Ketuban Pecah Dini (36 %), Pre Eklamsia Ringan (4 %), Oligohidramnion (16 %), Fetal Distress

(6)

6 (24 %), Plasenta Previa Totalis (4 %),

Presbo (12 %), Gemelli (4 %), Pengapuran plasenta (4 %), Cephalopelvic Disproportion (4 %), Bekas Sectio

Caesarea (12 %), Partus tak maju (4 %), Shock Hipovolemik (4 %)

Tabel 3. Kesesuaian Jenis Antibiotik Profilaksis di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura periode Januari-Desember tahun 2017 dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011

Nama Antibiotik Profilaksis di Rekam

Medik

Sesuai Tidak Sesuai

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) Seftriakson - - 17 68 Sefotaksim - - 8 32 Total 25 100

Penggunaan antibiotik profilaksis pada kasus sectio caesarea di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura didominasi oleh antibiotik golongan sefalosporin generasi III yaitu Seftriakson dan Sefotaksim. Persentase penggunaan Seftriakson yaitu sebesar 68 % dan persentase penggunaan Sefotaksim sebesar 32 %. Hal tersebut dapat diakatakan bahwa pemilihan jenis

antibiotik profilaksis di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura belum sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011 karena Seftriakson dan Sefotaksim merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang tidak dianjurkan untuk sectio caesarea.

(7)

7 Tabel 4. Kesesuaian Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis di Rumah Sakit

Universitas Tanjungpura periode Januari-Desember tahun 2017 dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011

Waktu Pemberian Sesuai Tidak Sesuai Min Maks Rata-rata Durasi Waktu Pemberian N % N % > 30 menit sebelum insisi kulit - - 25 100 35 menit 25 jam 15 menit 6 jam 18 menit

Waktu pemberian antibiotik profilaksis di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura yaitu > 30 menit sebelum operasi sebesar 100 % dengan rata-rata durasi 6 jam 18 menit. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

2406/MENKES/PER/XII/2011 antibiotik profilaksis diberikan ≤ 30 menit sebelum insisi kulit. Hal ini berarti 100 % waktu pemberian antibiotik profilaksi tidak sesuai dengan Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor

2406/MENKES/PER/XII/2011.

Tabel 5. Kesesuaian Frekuensi Pemberian Antibiotik Profilaksis di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura periode Januari-Desember tahun 2017 dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011

Frekuensi

Sesuai Tidak Sesuai Rata-rata

Lama Operasi Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

1. Dosis Tunggal 14 56 - - 58 menit

(8)

8 Frekuensi pemberian antibiotik

profilaksis di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura yaitu dosis tunggal sebanyak 14 kasus dengan persentase 56 % dan dosis ulangan sebanyak 11 kasus dengan persentase 44 %. Hal ini berarti frekuensi pemberian yang sesuai dengan Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor

2406/MENKES/PER/XII/2011 yaitu dosis tunggal sebesar 56 %.

Pembahasan

Umur 20-35 tahun merupakan umur yang tidak beresiko tinggi pada saat kehamilan dan persalinan. Pada ibu yang berumur 20-35 tahun rahim dan bagian tubuh lainnya sudah siap untuk menerima dan diharapkan dapat lebih memperhatikan kehamilannya. Kehamilan di usia muda atau remaja < 20 tahun biasanya mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan. Hal ini disebabkan karena pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk memiliki anak dan juga alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Sama seperti ibu pada kehamilan > 35 tahun yang akan meinimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan persalinan serta alat-alat reproduksi ibu yang terlalu tua untuk hamil.(10) Namun, kondisi yang ditemukan di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura bahwa usia 20-35 tahun banyak menjalani

sectio caesraea dikarenakan sebelumnya pasien mengalami gagal induksi.

Induksi persalinan merupakan upaya memulai persalinan dengan cara buatan sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his.(11) Beberapa kondisi/persyaratan untuk dapat melaksanakan induksi persalinan yaitu tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD), serviks uteri sudah matang, tidak terdapat kelaianan letak janin, dan sebaiknya kepala janin sudah mulai turun kedalam rongga panggul. Jika kondisi tersebut tidak terpenuhi maka induksi persalinan mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan atau dikatakan induksi gagal.(12)

Sefalosporin generasi ketiga lebih banyak digunakan dalam profilaksis bedah karena spektrumnya luas. Obat masih banyak tersedia dalam bentuk sediaan generik dibandingkan generasi kedua hanya tersedia dalam bentuk sediaan paten. Akan tetapi, penggunaan sefalosporin generasi ketiga secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya resistensi sehingga perlu ditingkatkan kewaspadaan dalam pemilihan antibiotik profilaksis bedah.(13) Menurut Bratzler dan Nasution(20,21) infeksi luka operasi cenderung mengandung bakteri gram positif seperti Staphylococcus aureus dan

(9)

9 Staphylococcus epidermidis. Aktivitas

sefalosporin generasi 1 seperti Sefazolin lebih efektif dalam menghambat bakteri gram positif dan memiliki aktivitas sedang terhadap bakteri gram negatif.(4) Sehingga sefazolin lebih tepat untuk mengatasi kemungkinan terjadinya infeksi pada sectio caesarea. Kebanyakan infeksi pasca operasi disebabkan bakteri flora pasien itu sendiri. Profilaksis tidak perlu menutup semua spesies bakteri yang ditemukan pada flora pasien, karena beberapa spesies tidak terlalu patogen atau rendah jumlahnya. Hal ini penting untuk memilih antibiotik dengan spektrum antibakteri sempit untuk mengurangi munculnya patogen resisten. Penggunaan sefalosporin generasi ketiga seperti Seftriakson dan Sefotaksim karenanya harus dihindari dalam profilaksis bedah.(14)

Pemberian antibiotik profilaksis dilakukan pada 30 menit sebelum insisi dengan maksud agar pada saat insisi maka kadar antibiotik didalam jaringan sudah mencapai puncaknya sebelum terjadinya inokulasi kuman kedalam jaringan bekas operasi. Antibiotik profilaksis tidak akan bermanfaat untuk mencegah ILO jika diberikan sebelum 2 jam atau sesudah 3 jam dilakuknnya insisi. Ketidaktepatan waktu pemberian biasanya karena obat antibiotik sudah disuntikan namun perlengkapan untuk operasi belum siap sepenuhnya atau kondisi pasien yang tiba-

tiba menurun karena faktor – faktor tertentu.(15,5)

Menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor

2406/MENKES/PER/XII/2011

penggunaan antibiotik profilaksis diberikan dengan dosis tunggal. Dosis ulangan dapat diberikan apabila ada indikasi perdarahan lebih dari 1500 ml atau operasi berlangsung lebih dari 3 jam.(4) Pemberian antibiotik profilaksis satu kali dosis sudah mencukupi dan tidak kurang efektif jika dibandingkan dengan tiga dosis atau pemberian antibiotik selama 24 jam dalam mencegah terjadinya infeksi.(3)

Tindakan invasif yang sedikit dalam pemberian injeksi dapat mengurangi ketidaknyamanan pasien. Disisi lain, manfaat yang diberikan dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk penyediaan antibiotik. Hal ini sangat sesuai dilakukan pada situasi dengan keterbatasan sumber daya. Dengan pemberian lebih pendek (dosis tunggal) maka lebih efisien secara ekonomi dengan tetap mencapai efektifitas yang sama dalam mencegah kejadian infeksi luka operasi.(16)

Hasil penelitian ini terdapat 100% pasien mendapat antibiotik setelah operasi. Namun demikian, pemberian dosis tambahan setelah akhir operasi tidak memberikan manfaat pencegahan tambahan. Pemberian antibiotik > 24 jam

(10)

10 atau setelah insisi ditutup dapat

meningkatkan risiko terjadinya resistensi antibiotik pada pasien. Pemberian antibiotik lebih dari 24 jam seharusnya diberikan untuk terapi sementara jika diketahui terjadi infeksi dan belum dilakukan kultur.(17) Khanam, dkk(18) dalam penelitiannya menyatakan penggunaan jangka panjang akan menyebabkan perkembangan organisme resisten terhadap antibiotik generasi kedua, sehingga membutuhkan sefalosporin generasi ketiga dan keempat. Desiyana,dkk(19) penelitiannya mengatakan bahwa adanya kekhawatiran terhadap keadaan luka operasi, perawatan pasca bedah, dan sumber-sumber infeksi lainnya menyebabkan antibiotika profilaksis digunakan lebih dari 24 jam di lapangan. Kesimpulan

Jenis antibiotik yang paling banyak digunakan bagi pasien sectio caersarea yang menerima antibiotik profilaksis ialah golongan sefalosporin generasi ke 3. Waktu pemberian yang paling banyak digunakan bagi pasien sectio caersarea yang menerima antibiotik profilaksis ialah > 30 menit sebelum insisi kulit. Frekuensi pemberian antibiotik profilaksis bagi pasien sectio caersarea yang menerima terapi antibiotik profilaksis paling banyak diberikan > 24 jam pasca operasi dengan durasi pemberian dosis tunggal. Kesesuaian penggunaan antibiotik

profilaksis pada pasien sectio caesarea di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura Pontianak dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011 Tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik ialah tidak sesuai meliputi aspek jenis antibiotik sebesar 100%, waktu pemberian sebesar 100 %, dan frekuensi pemberian sebesar 44 %.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mulyawati I., Azam., dan Ningrum D.N.A. Faktor Tindakan Persalinan Operasi Caesarea. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2011: 7(1) ; 12-21

2. Kementerian Kesehatan. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan ; 2013.

3. Saifudin, B.A. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2008.

4. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

2406/MENKES/PER/XII/2011

Tentang Pedoman Umum

Penggunaan Antibiotik. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia ; 2011.

(11)

11 5. Lisni I., Permana T.A., Sutrisno.

Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Pasien Bedah di Salah Satu Rumah Sakit di Kota Bandung. Jurnal Farmasi Galenika. 2015 : 1(2) ; ISSN : 2406-9299.

6. Hamidy M.Y., Fauzia D., Nugraha D.P., dan Muttaqien. Peggunaan Antibiotik Profilaksis Bedah pada Sectio Cesarea di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. JIK. 2016 ; 10(1). 33-37.

7. Khanem JA, Khair H, Benson R. Antibiotic prophylaxis for caesarean section at Tawam Hospital, UAE. Gulf Medical Journal. 2012 : 1(1) ; 15-18

8. Mutmainah N., Setyati P., dan Handasari N. Evaluasi Penggunaan dan Efektivitas Antibiotik Profilaksis pada Pasien Bedah Sesar di Rumah Sakit Surakarta Tahun 2010. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia. 2014: 3(2) ; 44-49

9. Sumanti E.W., Ayu W.D., dan Rusli R. Pola Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Pasien Bedah Sesar (Sectio Caesarean) di Rumah Sakit Islam Samarinda. Prosiding Seminar Nasional Kefar ; 2016.

10.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Survey Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; 2010

11.Sinclair. Constance. Buku Saku Kebidanan. Jakarta : EGC ; 2009. 12.Oxorn H dan Willian R. Forte.

Yogyakarta : Yayasan Essentia Medika ; 2010

13.Oh, A.L., Goh, L.M., Azim, N.A.N., Tee, C.s., Phung, C.W.S., 2014. Antibiotic usage in surgical prophylaxis : a prospective surveillance of surgical wards at a tertiary hospital in Malaysia. J.Infect. Dev. Ctries.8, 193-201 14.Munckhof W. Antibiotics for

Surgical Prophylaxis. Australian Prescribe. 2005 : 28 (2) ; 38-40 15.Nuraliyah, Hapsari I,

Utaminingrum W. Evaluasi Penggunaan Antiniotika Profilaksis pada Pasien Seksio Sesarea di Rumah Sakit Bersalin Daerah (RBD) Panti Nugroho Purbalingga Tahun 2009. Jurnal Pharmacy. 2012 : 9(2).

16.Rahmansyah A, Hakimi M, Siswishanto R. Perbandingan antara Pemberian Antibiotika Profilaksis pada Seksio Sesar Sesuai Alur Klinis RSUP DR. Sardjito denga Antibiotika Dosis

(12)

12 Multipel Terhadap Kejadian

Infeksi Luka Operasi. Jurnal Kesehatan Reproduksi. 2016 : 3(2) ; 75-83

17.ASHP, 2013, Clinical Practice Guidelines for Antimicrobial Prophylaxis in Surgery, in ASHP Therapeutic Guideline, American Society of HealthSystem Pharmacists, Inc., USA

18.Khanam JA, Khair H, dan Benson R.Antibiotic Prophylaxis for Caesarean Section at Tawam Hospital, UAE. Gluf Medical Journal. 2012 : 1 (1) ; 15-18

19.Desiyana, Lidya S., Ajoedi Soemardi, Maksum Radji. 2008. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Profilaksis di Ruang Bedah Rumah Sakit Kanker “Dhamais” Jakarta dan Hubungannya dengan Kejadian Infeksi Daerah Operasi. Indonesian Journal of Cancer. 4:126-131. 20.Bratzler DW, Dellinger EP, Olsen

KM, Perl TM, Auwaerter PG, Bolon MK, et al. Clinical practice guidelines for antimicrobial prophylaxis in surgery. American Journal of Health-System Pharmacy. 2013. 70(3):195–283. 21.Nasution LH. Infeksi nosokomial.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Pasien Sectio Caesarea di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura     periode Januari-Desember tahun 2017 berdasarkan usia
Tabel 2. Karakteristik Pasien Sectio Caesarea di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura     periode Januari-Desember tahun 2017 berdasarkan Indikasi Tindakan Medis     Persalinan Sectio Caesarea
Tabel 3. Kesesuaian Jenis Antibiotik Profilaksis di Rumah Sakit Universitas     Tanjungpura periode Januari-Desember tahun 2017 dengan Peraturan     Menteri Kesehatan Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011
Tabel 5. Kesesuaian Frekuensi Pemberian Antibiotik Profilaksis di Rumah Sakit     Universitas Tanjungpura periode Januari-Desember tahun 2017 dengan     Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011

Referensi

Dokumen terkait

Proses yang terjadi dalam pembuatan sabun disebut. sebagai saponifikasi (Girgis,

Hubungan kerja sama yang baik antar karyawan dalam suatu departemen di suatu hotel sangat diperlukkan karna agar tidak terjadi kesalahpahaman yang.. dapat menggangu

Latihan khusus yang fokus pada peningkatan daya ledak telah berhasil mengembangkan teknik khusus yang meliputi gerakan eksplosif di mana proses adaptasinya

Penelitian ini berfungsi untuk mengetahui intensitas hujan yang terjadi dengan kala ulang tersebut sehingga dapat diketahui debit rencana sebagai dasar evaluasi kapasitas

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Izza Mafruhah, SE., MSi selaku pembimbing yang dengan bijaksana, baik,

Kesimpulan: yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah ekstrak buah kaktus pir berduri dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.. Semakin tinggi

Hasil uji KLT menunjukkan bahwa ekstrak etanol dan ekstrak metanol alga spirulina mengandung pigmen - karoten dan klorofil-a serta senyawa flavonoid, fenolik,

Saran yang diberikan kepada perusahaan adalah surat rujukan dokter harus lebih diperketat, memberikan sanksi yang tegas kepada karyawan yang absen tanpa keterangan