• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

217

BAB IV

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Paparan Data dan Temuan Situs 1 di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Pada bagian ini akan dipaparkan data mengenai: (1) Keberadaan public relations di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, (2) Komunikasi yang dijalankan di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, (3) Cara membangun citra pondok pesantren Lirboyo Kediri, (4) Proses public relations pondok pesantren Lirboyo Kediri, (5) Temuan penelitian di pondok pesantren Lirboyo Kediri, dan (6) Proposisi yang diperoleh dari pondok pesantren Lirboyo Kediri.

1. Keberadaan Public Relations di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri KebFeradaan public relations dalam fokus penelitian ini, peneliti paparkan data di lapangan secara berturut-turut mengenai keberadaan public relations secara formal dalam institusi pondok pesantren Lirboyo, para pelaku public relations, dan berbagai kegiatan yang mengarah pada public relations.

Keberadaan public relations dalam suatu lembaga pendidikan merupakan salah satu bagian dari manajemen yang merupakan komponen penyempurna dari suatu organisasi pendidikan atau pendidikan Islam. Suatu organisasi atau lembaga pendidikan, dalam menjalankan kerjanya sebaiknya melibatkan masyarakat. Merupakan suatu keniscayaan apabila dalam menjalin hubungan dengan

(2)

masyarakat tanpa adanya public relations. Demikian pula yang terjadi di pondok pesantren. Sebuah pondok pesantren dapat tetap bertahan di tengah-tengah masyarakat dan era globalisasi sekarang ini, diperlukan pengelolaan fungsi public relations dengan baik, walaupun secara formal tidak nampak. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Maftukhin:

Public relations kalau diartikan bagaimana menjalin hubungan yang baik dengan public, yang meliputi masyarakat secara luas, unsur pemerintah maupun ormas, sebetulnya yang paling sukses dan berhasil adalah justru pondok pesantren. Walaupun pondok pesantren secara struktural mereka tidak mencanangkan bidang/seksi public relations atau kehumasan, namun sebenarnya pondok pesantren justru telah menjalankan fungsi-fungsi dari public relations itu sendiri dan dalam realitanya, pondok pesantren selama ini mampu berdampingan dengan unsur pemerintah, dan mendapat dukungan dari masyarakat 1

Lebih lanjut Maftukhin menyatakan:

…tidak ada pesantren terutama salafi yang pernah mendemo kiai atau kebijakan yang ada di pondok pesantren. Apalagi sampai bertindak anarkhis. Dalam catatan sejarah, belum pernah dijumpai santri yang mendemo kiai atau pondoknya.

Hal yang senada juga dijelaskan oleh Mustaghfirin,

Publik relations di pondok pesantren secara formal tidak ada. Adanya seksi penerangan, yang memberikan informasi mengenai pondok kepada para santri. Termasuk juga melayani para tamu. Kalau public relations dalam arti yang luas belum ada seksi tersendiri, namun secara fungsi sebenarnya makna public relations telah dilaksanakan oleh semua unsur yang ada di pondok pesantren. Kalau masalah perekrutan santri baru, ponpes tidak pernah memasang spanduk ataupun brosur, namun kami melakukan aksi langsung kepada masyarakat. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa kami tidak mempublikasikan secara langsung, namun kami telah menjalankan fungsi-fungsi public relations.2

1

Wawancara dengan Maftukhin, Alumni Ponpes Lirboyo, 18 Mei 2011

2

(3)

Murtadho juga menjelaskan, bahwa:

Secara formal, kehumasan di pondok pesantren memang tidak ada namun secara fungsi sebenarnya telah dilaksanakan oleh semua unsur yang ada di pondok pesantren. Kalau masalah pencarian santri, ponpes tidak pernah memasang spanduk ataupun brosur, namun kami melakukan aksi langsung kepada masyarakat. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa kami tidak mempublikasikan diri secara langsung, namun ponpes telah menjalankan fungsi-fungsi kehumasan.3

Lebih lanjut Murtadho menjelaskan:

Di ponpes ini yang diutamakan memang menuntut ilmunya. Kalau masalah berkiprah di masyarakat (selama masih menjadi santri di pondok), itu hanya kalau ada yang membutuhkan saja. Karena di sini yang penting bisa merampungkan mengajinya dulu, baru mengajar/menjadi ustadz di madrasah/pesantren di daerahnya masing-masing.4

Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat dikemukakan bahwa keberadaan public relations secara struktural tidak ditemukan di ponpes Lirboyo. namun public relations jika dimaknai dengan menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat dan pihak manapun, pada hakekatnya pesantren telah melakukan itu. Setiap unsur yang ada di ponpes telah melakukan public relations. Hal ini terbukti dengan adanya jalinan atau hubungan yang baik antara ponpes dengan masyarakat, pemerintah maupun non pemerintah.

Terdapat seksi penerangan di ponpes Lirboyo yang bertugas memberikan informasi mengenai kebijakan pondok dan juga

3

Wawancara dengan Murtadho, Wakil Lurah Ponpes Lirboyo 8 September 2011

4

Wawancara dengan Murtadho, Wakil Lurah Ponpes Lirboyo 27 September 2011. Observasi peneliti terhadap jadual harian pondok menunjukkan bahwa jadual mengaji, sekolah di madrasah, musyawarah dan muhafadhah sangatlah padat. Hanya ada waktu sekitar 6 jam dalam sehari santri bisa istirahat.

(4)

berinteraksi dalam hal pelayanan tamu yang berkunjung ke pondok. Seksi ini bersifat internal pondok, dan belum mengarah pada fungsi dari public relations secara makro. Public relations sendiri adalah bagian dari organisasi yang menjadi ‖jembatan komunikasi‖ antara sebuah institusi dengan publiknya sehingga tercipta pengertian bersama yang berdampak terhadap penciptaan citra positif dan dukungan dari publik terhadap eksistensi ponpes.

Dari pernyataan tersebut di atas, santri sebagai bagian dari ponpes, mereka mengutamakan ngaji, menuntut ilmu, dan tidak pernah menunjukkan sikap yang kontroversi dengan pondok, apalagi terhadap kiainya. Adanya sikap santri ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang baik antara santri-pengurus dan kiai, didukung dengan kiprah para santri ketika mereka mengabdi di masyarakat. Hal ini memberikan nilai plus dalam kehidupan masyarakat dan juga merupakan humas yang tidak disadari. Mustaghfirin mengemukakan:

Kalau masalah humas ada yang mengurusi, tapi namanya seksi penerangan. Namun seksi penerangan ini tugasnya memberikan informasi baik kepada santri maupun kepada pengurus dan kiai. Baik itu berkaitan dengan persuratan, wesel, undangan, maupun informasi yang harus diketahui baik oleh santri maupun pengurus. Kalau masalah yang berkaitan dengan kebijakan mengenai hubungan dengan masyarakat luar maupun intern (masyarakat sekitar ponpes), itu bukan tugas seksi kehumasan. Selama ini di pondok yang mengurusi masalah luar/publik dimusyawarahkan. Ada permasalahan dimusyawarahkan bersama dengan kiai. Kami di pondok ini tugasnya menuntut ilmu, mengaji, sawir, musyawarah, dan bahtsul masail.5

5

Wawancara dengan Mustaghfirin, Lurah Ponpes Lirboyo 27 September 2011. Dalam struktur kepengurusan pondok pesantren memang tidak ditemukan bidang public relations

(5)

Salah satu alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Miftahuddin, mengemukakan:

Yang namanya public relations itu artinya menjalin hubungan yang baik dengan dunia luar, baik itu masyarakat secara luas, maupun unsur-unsur lain. Walaupun pondok pesantren secara struktural mereka tidak mencanangkan bidang/seksi public relations atau kehumasan, namun sebenarnya pondok pesantren justru telah menjalankan fungsi-fungsi dari public relations itu sendiri. Fungsi-fungsi tersebut biasanya diperankan oleh para santri, alumni dan juga karisma kiai.6

Adapun mengenai pelaku public relations di pondok pesantren Lirboyo diperankan oleh semua elemen yang ada di pondok pesantren Lirboyo, yang meliputi: kiai, santri dan alumni sebagaimana paparan temuan data di lapangan berikut ini:

Mengenai pelaksana syi‘ar atau public relations di pondok pesantren Lirboyo, Mukhlas mengemukakan:

Public relations di pondok pesantren secara formal tidak ada namun secara fungsi sebenarnya telah dilaksanakan oleh semua unsur yang ada di pondok pesantren. Fungsi-fungsi public relations dijalankan dengan baik oleh para santri dan para alumni. Mereka biasanya mengadakan dakwah dalam kegiatan seperti Safari Ramadhan, dan juga menyebar kalender.7

Hal yang senada juga dijelaskan oleh Nasihuddin, dia mengemukakan:

Yang saya ketahui kehumasan di pondok pesantren memang tidak ada namun secara fungsi sebenarnya telah dilaksanakan oleh semua unsur yang ada di pondok pesantren. Kalau dalam masalah santri, saya rasa pondok lirboyo tidak pernah melaksanakan publikasi, namun hanya melalui kiprah

tersendiri. Adanya pengurus yang bertugas melayani tamu dan memberikan informasi mengenai pondok ke santri maupun tamu. Hasil observasi peneliti, 27 Sepetember 2011

6

Wawancara dengan Miftahuddin Yasin, Alumni Ponpes Lirboyo, 27 September 2011

7

(6)

alumni. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa kami tidak mempublikasikan diri secara langsung, namun ponpes telah menjalankan fungsi-fungsi kehumasan.8

Salah satu alumni Pondok Pesantren Lirboyo yang juga menjadi Kiai di Pondok Pesantren Kunir, Asmawi, mengemukakan:

Pondok pesantren secara struktural mereka tidak mencanangkan bidang/seksi public relations atau kehumasan, namun sebenarnya pondok pesantren justru telah menjalankan fungsi-fungsi dari public relations itu sendiri. Fungsi-fungsi tersebut biasanya diperankan oleh para santri, alumni dan juga kharisma kiai. Para alumni seperti saya dan teman-teman yang lain tetap membawa label pondok Lirboyo. Jadi apabila mereka berkiprah di masyarakat, maka almamater pondok pesantren Lirboyo pasti akan melekat.9

Hal yang senada juga dijelaskan oleh Bagus yang sekarang mengelola ponpes Ma‘hadul Ilm wa Amal mengemukakan:

Public relations di pondok pesantren secara formal tidak ada namun secara fungsi sebenarnya telah dilaksanakan oleh semua unsur yang ada di pondok pesantren. Fungsi-fungsi itu dijalankan dengan baik oleh para santri dan para alumni. Mereka biasanya mengadakan dakwah dalam kegiatan seperti Safari Ramadhan, dan juga menyebar kalender. Bahkan para alumni banyak yang mempunyai kiprah yang bagus di daerah asalnya. Maka hal itu akan menjadi fungsi public relations tersendiri.10

Hal tersebut diperkuat oleh observasi yang peneliti lakukan, bahwa di Pondok Pesantren Lirboyo secara formal tidak ditemukan adanya organisasi yang menaungi public relations, namun fungsi public relations tersebut telah dilaksanakan dan dijalankan oleh santri, Kiai dan alumni. Aktifitas kiai di lurah pondok pesantren ataupun sebagai

8

Wawancara dengan Nasihuddin, Alumni Ponpes Lirboyo 8 September 2011

9

Wawancara dengan Asmawi, Alumni Ponpes Lirboyo, 27 September 2011

10

(7)

muballigh secara tidak langsung membawa almamater pondok pesantrennya, sehingga fungsi public relations dijalankan.11

Selain itu, alumni yang merupakan output dari proses pendidikan, memberikan kontribusi berupa dukungan yang sangat besar bagi pondok pesantren tersebut. Misalnya alumninya ada yang sudah menjadi profesor atau kiai, maka image pesantren tersebut juga akan mendapatkan prestige tersendiri di kalangan masyarakat umum. Jadi, public relations di pondok pesantren tersebut secara formal memang tidak ada, namun fungsi public relations tersebut telah dilaksanakan oleh elemen-elemen yang ada di pondok pesantren Lirboyo Kediri.

Lebih dalam lagi, mengenai hubungan pondok pesantren Lirboyo dengan masyarakat, Reza mengemukakan bahwa pondok pesantren Lirboyo menggunakan strategi-strategi tertentu yang dijalankan melalui suatu pendekatan, yaitu:

Pendekatan yang kami lakukan cultural approach, yaitu pendekatan kultur atau budaya. Ponpes lebih melihat apa yang menjadi kebutuhan masyarakat, kemudian ponpes cenderung melengkapi, dan mengayomi. Jadi ponpes tidak memaksakan masyarakat harus berbuat seperti ini atau itu, tidak memaksa masyarakat untuk mengikuti ini atau itu, tetapi justru mengarahkan masyarakat lewat budayanya.

Kedua, religious approach, yaitu pendekatan agama, melalui pendidikan dan sisi sosial, dengan berpegang pada kitab kuning. Lirboyo tidak pernah mengajarkan rumus matematika, kimia, Max Weber, Antonio, dan lain-lain, akan tetapi kandungan-kandungan yang ada dipoles secara Islami sehingga yang diajarkan ponpes Lirboyo asli dari kitab kuning, kitab kuning yang kontekstual.12

11

Observasi di Pondok Pesantren Lirboyo, 27 September 2011

12

(8)

Dari penjelasan Reza di atas, memberikan pemahaman bahwa pondok pesantren masih tetap berada dalam ke-natural-annya, yaitu ciri khas salafiyah yang berupa pembelajaran kitab kuning. Dengan tetap berpijak dari kitab kuning ini, santri tidak hanya disuruh membaca kitab dan mengaji saja, akan tetapi juga menelaah masalah-masalah kontekstual yang terjadi di masyarakat. Dengan menelaah kitab kuning dan mempelajarinya secara holistik, maka seorang santri akan mempunyai wawasan dan ilmu pengetahuan yang luas yang akhirnya mampu berguna di masyarakat. Ketika santri sudah memiliki bekal yang kuat inilah, maka potensi dan perilaku santri akan berdampak pada pelaksanaan public relations itu sendiri. Lebih lanjut Reza mengemukakan:

Ya... memang seperti itu. Prinsip kami, berawal dari pembelajaran kitab kuning, lalu kita ajarkan kepada mereka, sehingga berangkat dari pendekatan melalui kitab kuning, lalu masuk ke masyarakat melalui alumni-alumni dengan berpegang teguh pada kitab kuning. Dengan cara tersebut pada hakekatnya menunjukkan dua hal: 1) Ponpes eksis dengan kitab kuning, dan 2) Ponpes mempertahankan kualitas pondok secara istiqomah /eksis dengan kitab kuning. Dari dua hal ini, saya sangat yakin bahwa masyarakat semakin lama semakin butuh, karena sekarang ini mencari orang yang menguasai kitab kuning sudah susah sekali.13

Dari paparan data di atas, memberikan pemahaman bahwa Pondok pesantren Lirboyo merupakan pondok dengan ciri khas

13

Wawancara dengan Reza, Pengasuh Ponpes Lirboyo, 14 Oktober 2011. Dalam pandangan Reza, adanya pengaruh globalisasi dan informasi mendorong masyarakat untuk hidup hedonis dan kapitalis akan menyebabkan masyarakat mencapai titik jenuh. Sekarang ini sudah mulai banyak yang back to nature dalam pendidikan. Apalagi maraknya kasus tawuran antar pelajar, demonstrasi dan sebagainya. Selama ini belum pernah ada santri yang demo maupun terlibat tawuran.

(9)

salafiyah, yaitu: 1) Pondok pesantren eksis dengan kitab kuning, dan 2) Pondok pesantren mempertahankan kualitas pondok secara istiqamah dengan kitab kuning walaupun juga masih merespon tantangan globalisasi yang berupa penggunaan komputer, internet dan sebagainya. Santri tidak pro aktif dengan aktivitas-aktivitas yang ada di masyarakat. Mereka di pondok pesantren semata-mata memang diproses untuk matang secara keilmuannya dulu. Baru setelah lulus dari madrasah mereka berkiprah sebagai ustadz (mustahiq) di Lirboyo ataupun di masyarakat. Karena secara keilmuan sudah matang, maka masyarakat memandang santri dari lirboyo memiliki kapasitas bagus, bisa berinteraksi dengan masyarakat dan sebagai sosok yang memiliki wawasan pengetahuan agama yang luas, sehingga masyarakat menaruh kepercayaan pada Lirboyo dari hasil kualitas outputnya.

Bahkan santri di pondok pesantren Lirboyo juga banyak yang melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi seperti perguruan tinggi, namun tradisi kitab kuning selalu dipegang dan digunakan sebagai referensi yang valid untuk menghadapi masalah-masalah yang dihadapi. Dari sinilah kegiatan-kegiatan pondok pesantren yang berdampak pada public relations berjalan. Reza mengemukakan:

Saya yakin dengan pengaruh globalisasi pendidikan mereka akan mengalami tingkat kejenuhan, sehingga akan back to nature. Dan inilah yang membuat saya tertarik untuk tetap mempertahankan kitab kuning. Walaupun saya juga sudah belajar kitab putih juga (Reza studi lanjut S3 di UGM mengambil jurusan perbandingan agama) saya juga belajar bermacam-macam kitabnya orang Barat, pemikiran-pemikiran tokoh Barat, namun menurut saya tetap memegang prinsip saya, bahwa yang paling

(10)

bagus tetap kitab kuning. Kitab kuning harus dikuasai santri, masalah selanjutnya mau dilebarkan, dikembangkan sesuai dengan permasalahan yang aktual. Namun tetap berpegang teguh pada ajaran yang ada di kitab kuning.14

Ia juga menambahkan:

Saya yakin santri mengaktualisasikan kitab kuning. Dan saat ini santri sudah dikader. Setiap alumni sebelum tamat diharuskan untuk membuat karya ilmiah. Sebelum mereka keluar, mereka diwajibkan untuk membuat suatu produk karya ilmiah. Ini contohnya, yang kemudian dibukukan, dan dijual bebas, diterbitkan oleh Lirboyo sendiri, Lirboyo Press. Ini adalah hasil dari Bahtsul Masail. Intelektual mereka, sekolah mulai awal hingga akhir menjelang tamat, mereka kita rangsang untuk mengamati kehidupan sosial yang sifatnya faktual aktual, kemudian kita diskusikan bersama dalam bahtsul masail, hasilnya ditulis dalam bentuk karya ilmiah, kemudian dibukukan. Ini sama halnya dengan mahasiswa mengerjakan tugas akhir skripsi ataupun tesis.15

Jadi santri yang ada di pondok pesantren Lirboyo tersebut dikader untuk mempelajari kitab kuning secara holistik dan akan menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat. Jika suatu pondok pesantren mempunyai alumni yang berguna dan mampu menerbitkan karya ilmiah, maka pondok pesantren tersebut dengan sendirinya akan dipercaya oleh masyarakat sebagai lembaga pendidikan yang berkualitas. Maka secara tidak langsung, pondok pesantren Lirboyo tersebut telah mengadakan public relations, walaupun secara formal tidak terdapat organisasi khusus yang menangani hal tersebut. Akhirnya dapat dikatakan, public relations di pondok pesantren Lirboyo ini bersifat natural atau pure, karena seluruh elemen yang ada di pondok

14

Wawancara dengan Gus Reza, Pengasuh Ponpes Lirboyo, 14 Oktober 2011

15

Wawancara dengan Reza, Pengasuh Ponpes Lirboyo, 14 Oktober 2011. Saat itu pula peneliti melakukan observasi terhadap beberapa buku sebagai karya santri salaf Lirboyo. Buku-buku tersebut telah ada di beberapa toko Buku-buku yang ada di kota Kediri.

(11)

pesantren, mulai dari Kiai sampai dengan santri, bahkan alumninya secara otomatis telah menjalankan fungsi public relations tatkala mereka melakukan tugas pokok dan fungsinya, baik di internal maupun eksternal pondok pesantren.

Figur kiai, bertugas sebagai guru, muballigh, dan manajer. Ketika sebagai guru, kiai menekankan pada kegiatan mendidik para santri dan masyarakat sekitarnya agar memiliki kepribadian Muslim yang utama. Sebagai muballigh, kiai berupaya menyampaikan ajaran Islam kepada siapapun yang ditemui berdasarkan prinsip memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar ma'rûf nahi munkar-ta'murûna bi al-ma'rûf watanhauna 'an al-munkar). Sebagai manajer, kiai memerankan pengendalian pada bawahannya. Hal inilah yang menjadikan kiai mendapat posisi yang terhormat di kalangan masyarakat. Tatkala menjalankan tugasnya tersebut, kiai menunjukkan perilaku yang bisa dijadikan uswah hasanah dan sekaligus menanamkan nilai-nilai kultural yang secara alamiah akan berdampak terhadap pelaksanaan fungsi public relations. Demikian pula santri dengan penguasaan kitab kuning, aktivitas dalam setiap seksi seperti: penerangan, pendidikan, dakwah, sosial, kesehatan dan lain-lain disertai perilaku taat dan tawadlu, secara otomatis berdampak pula pada public relations. Tidak hanya itu, alumni dengan aktivitasnya di masyarakat seperti: pengajian rutin, safari ramadhan, komunitas

(12)

jaringan juga berdampak pada public relations. Dan inilah yang merupakan bentuk kegiatan public relations di pondok pesantren.

Fenomena tersebut di atas dikatakan public relations yang bersifat natural, karena fungsi public relations dijalankan dengan sendirinya secara alamiah walaupun tidak ada komando secara langsung dari top manajer untuk menjalankan public relations. Fungsi public relations telah melekat dan dijalankan dalam aktivitas sehari-hari lebih karena adanya kewajiban moral dari semua elemen yang ada di pondok pesantren salafiyah tersebut.

2. Komunikasi yang Dijalankan di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Humas atau public relations adalah salah satu cabang ilmu komunikasi yang sangat penting. Komunikasi diperlukan pada pondok pesantren supaya tidak terjadi salah paham dengan berujung pada konflik sebagai akibat perbedaan persepsi yang disebabkan tidak dikelolanya komunikasi dengan baik. Komunikasi yang baik menghasilkan iklim organisasi yang demokratis dan lebih menghargai sesama anggota. Setiap pondok pesantren pasti melakukan fungsi humas baik untuk kepentingan dirinya sendiri maupun organisasi, dan masyarakat, karena komunikasi merupakan induk dari humas atau public relations. Dengan komunikasi yang baik, maka public relations juga akan berjalan dengan baik. Adapun komunikasi yang dijalankan oleh pondok pesantren Lirboyo meliputi komunikasi internal dan

(13)

eksternal, yang peneliti paparkan berdasar temuan data di lapangan sebagai berikut.

Komunikasi eksternal pondok pesantren salafiyah Lirboyo sebagaimana penjelasan yang dikemukakan oleh Murtadho dan Mustaghfirin sebagai berikut:

Untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat, mengenai kegiatan (event) keagamaan, kami mempublikasikan kegiatan tersebut baik melalui spanduk, brosur, di internet, dari mulut ke mulut, dan lain-lain. Sedangkan untuk promosi pondok kami tidak pernah pasang spanduk, namun kami menyediakan brosur sederhana sekadar informasi bagi para orang tua atau masyarakat luas yang ingin memondokkan anaknya disini. Itupun hanya sekadar satu lembar foto copi saja.16

Jadi mengenai komunikasi dengan masyarakat, yang berkenaan dengan informasi tentang pondok pesantren, pihak ponpes Lirboyo tidak selalu aktif dalam melakukan komunikasi secara personal, namun pondok pesantren melakukan komunikasi tersebut melalui event yang mendatangkan perhatian masyarakat banyak dan biasanya pondok pesantren Lirboyo membentuk kepanitiaan untuk mengurusi hal tersebut. Mengenai komunikasi pondok pesantren Lirboyo dengan masyarakat luas dan mengenalkan pondok pesantren dengan masyarakat, pondok pesantren Lirboyo menggunakan selebaran yang isinya profil pondok pesantren dan dibagikan kepada masyarakat yang ingin memondokkan anaknya di Pondok Pesantren Lirboyo.

16

Wawancara dengan Mustaghfirin dan Murtadho, Lurah Ponpes Lirboyo 27 September 2011. Peneliti mengecek informasi tersebut melalui surat masuk dan keluar maupun brosur, spanduk dan baligho yang ada. Hasil observasi dan cross check data peneliti menemukannya.

(14)

Di samping itu, pondok pesantren Lirboyo juga tidak kalah dalam hal komunikasi lewat dunia maya, karena pondok pesantren Lirboyo sudah mempunyai website sendiri, dan setiap aktifitas yang dijalankan ponpes selalu di-update melalui website. Sarana komunikasi ponpes melalui website ini bisa bermanfaat pada masyarakat luas, karena kesan elitis ponpes akan mulai bergeser dengan adanya media ini. Selama ini masyarakat yang ingin mengetahui banyak tentang ponpes seolah ada batasan karena kesan ekslusif dari ponpes itu sendiri. Apalagi pengaruh kharisma kiai menjadikan masyarakat yang ingin mengetahui banyak tentang ponpes, mereka harus datang sendiri ke ponpes atau bahkan pernah hidup di ponpes. Dengan adanya website ponpes bisa menghilangkan kesan eksklusif dan elitis tersebut.17 Terlebih lagi dengan adanya saluran-saluran kegiatan keagamaan bisa menjadikan komunikasi eksternal ponpes dengan masyarakat menjadi semakin baik.

Di samping hal-hal tersebut di atas, komunikasi eksternal pondok pesantren Lirboyo dengan masyarakat dipengaruhi juga oleh kharisma kiainya. Reza mengemukakan:

Kalau masalah komunikasi dengan masyarakat, ini terjadi dengan sendirinya. Kami tidak pernah meminta ataupun mengomando masyarakat untuk berbondong-bondong tawadlu’/patuh dengan kiai, saya kira itu semua karena ilmu dan perilaku kiai itu sendiri. Mereka sebagai uswah di masyarakat.18

17

Observasi peneliti, terhadap kunjungan publik pada website ponpes lirboyo, 12 Oktober 2011

18

(15)

Mengenai kharisma kiai, Reza menjelaskan:

...disadari ataupun tidak, kharisma kiai itu memang iya adanya. Jangankan kiai, para Gus sendiri juga disadari ataupun tidak, bisa pula dikatakan sebagai publikator. Karena nama pondok akan melekat pada diri mereka, dan apapun aktivitas yang dilakukan, nama besar pondok melekat pada diri mereka19

Jadi komunikasi masyarakat dengan pondok pesantren di Lirboyo secara tidak langsung dipengaruhi oleh kharisma seorang kiai. Kiai tersebut menjadi panutan masyarakat baik dalam tingkah laku maupun perihal keagamaan, bahkan dianut perkataan-perkataannya.

Selain dipengaruhi oleh kharisma seorang kiai, komunikasi pondok pesantren dengan pihak luar juga dipengaruhi oleh reality action yang dilakukan oleh santri maupun para alumni, yang tersebar di pelosok-pelosok Nusantara, bahkan sudah ada yang mampu mendirikan pondok pesantren. Reza mengemukakan:

Selain kharisma figur, kita sebenarnya juga memakai publikasi, yaitu dengan cara memanfaatkan para alumni di berbagai daerah, karena yang paling kuat adalah melalui jaringan alumni, sehingga dalam waktu dekat sudah terpublikasi dengan sendirinya. Di samping itu, kami memakai media elektronik, via TV walau bersifat lokal, website, facebook alumni, dan lain-lain. Namun sebenarnya yang paling kuat adalah jaringan alumni. Sebagai contoh, secara riil kami tetap memiliki informasi dari tiap HIMASAL (Himpunan Alumni Santri Lirboyo). Satu hal yang menarik, ketika kita menempatkan para alumni-alumni untuk aktif di HIMASAL, mereka selalu mengedepankan prinsip-prinsip yang telah diajarkan di ponpes dulu dan selalu berpegang teguh pada petuah-petuah dari kiai.20

19

Wawancara dengan Gus Reza, Pengasuh Ponpes Lirboyo, 14 Oktober 2011

20

Wawancara dengan Gus Reza, Pengasuh Ponpes Lirboyo, 14 Oktober 2011. Keaktifan Himmasal di masyarakat terbukti dengan mapannya program yang dijalankan oleh Himmasal berupa ‗dzikir jauzan‘ dan ‗dalail‘ setiap selapan (36 hari) dan juga safari ramadhan. (observasi peneliti terhadap alumni santri Lirboyo di wilayah Tulungagung dan Kediri.

(16)

Berdasarkan penjelasan di atas, saluran-saluran komunikasi eksternal yang digunakan pondok pesantren Lirboyo melalui berbagai macam kegiatan public relations yaitu: melalui jaringan media elektronik, website, facebook, jaringan alumni dan kharisma kiai.

Sedangkan komunikasi internal pondok pesantren Lirboyo dijalankan secara prosedural dan bertingkat. Artinya setiap kali komunikasi dilihat dulu konteks dan situasinya, tingkat masalah/problemnya, dan dimusyawarahkan dalam tingkat apa. Untuk menampung ini semua, maka pondok pesantren Lirboyo membentuk badan khusus, sebagaimana penjelasan yang tertera di buku Pondok Pesantren Lirboyo:

Badan Penasehat Kesejahteraan Pondok Pesantren Lirboyo (BPK-P2L) membawahi dua organisasi besar yang berada di kawasan Ponpes Lirboyo sebagai wadah pusat terbesar yang mewadahi sistem organisasi pemerintahan sekaligus meninjau secara langsung keberlangsungan dan kesejahteraan pondok-pondok unit. Selain itu juga sebagai pengontrol pusat semua komunitas organisasi yang berdiri di bawah naungan lembaga ponpes Lirboyo maupun dalam lembaga Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien, baik yang sifatnya resmi atau otonom.21

Anggota dari BPK-P2L adalah: KH. Ahmad Idris Marzuqi, KH. Moh. Anwar Manshur, KH. Abdulloh Kafabihi Mahrus, KH. M. Abd. Aziz Manshur, KH. Imam Yahya Mahrus, KH. A. Habibulloh Zaini, KH. Thohir Marzuqi, KH. Rofi‘i Ya‘qub, KH. Maftuh Basthul Birri, KH. A. Mahin Thoha, KH. Hasan Zamzami Mahrus, KH. An‘im Falahuddin Mahrus, KH. Athoillah S. Anwar, KH. Nurul Huda Ahmad, KH. Nurhamid Zainuri, K. Abdul Kholiq Ridlwan, Agus H. Ali Ya‘lu Anwar, Agus H. Badrul Huda Zainal Abidin, Agus Dahlan Ridlwan, Agus H. Reza Ahmad Zahid.22

21

Wawancara dengan M. Ibrahim Hafidz, Ketua umum ponpes Lirboyo, 21 September 2011

22

Tim, TAP BPK-P2L 1, (tk: tp, 2010), h. 11. Hal senada juga disampaikan oleh M. Ibrahim Hafidz, bahwa anggota BPK-P2L adalah perwakilan dari dzurriyyah KH. Abdul Karim, tidak ada batasan yang pasti tentang keterwakilan tiap bani dari dzurriyyah KH. Abdul Karim, selama mempunyai kredebilitas tinggi serta niat untuk memajukan Ponpes Lirboyo, maka

(17)

Komunikasi baik internal maupun eksternal di Ponpes Lirboyo tidak semata dilakukan oleh Pengasuh. Artinya adalah, bahwa para pengurus turut pula menentukan kegiatan perencanaan tersebut. Hal ini terjadi karena pengurus tidak lain adalah pelaksana teknis dari tugas-tugas para pengasuh.23 Tentunya dengan demikian peran serta para pengurus menjadi mutlak diperlukan. Hanya saja tidak semua pengurus dapat mengikuti sidang BPK ini, pengurus yang dapat mengikuti sidang BPK adalah pengurus harian yang terdiri dari Ketua Umum, Ketua Satu sampai Empat, dan Sekretaris Umum.24

BPK-P2L memiliki agenda rapat rutin tiga kali dalam satu tahun, rapat tersebut memang tidak direncanakan secara persis kapan dilaksanakan mengingat kesibukan yang dijalani oleh para pengasuh Lirboyo, namun rapat tersebut diselenggarakan pada beberapa bulan yang telah disepakati. M. Ibrahim Hafidz menyatakan:

Untuk sidang pertama BPK biasanya dilakukan pada bulan Selo, Syawal, dan Besar. Sidang kedua BPK dilakukan antara bulan Syura dan Safar, sidang ketiga BPK dilakukan pada Jumadil Akhir. Sidang BPK-P2L tersebut memiliki muatan isi tersendiri. Kalau sidang BPK-P2L yang pertama dan kedua berisi tentang jawaban atau juga keputusan dari para masyayekh terkait beberapa pertanyaan atau juga masukan dari para santri dan juga pengurus, serta reshuffle pengurus untuk periode mendatang, dan laporan pertanggung jawaban bendahara pondok. Sedangkan sidang ketiga BPK-P2L berisi usulan pengurus baru serta laporan pertanggung jawaban bendahara pondok.25

keberadaannya akan dapat diterima. Wawancara dengan M. Ibrahim Hafidz, Ketua umum ponpes Lirboyo, 21 September 2011.

23

Wawancara dengan M. Ibrahim Hafidz, Ketua umum ponpes Lirboyo, 21 April 2011

24

Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April 2011.

25

Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April 2011

(18)

Hal senada juga disampaikan oleh Imam Mustaghfirin AK: Bahwa sidang BPK-P2L dalam setiap tahunnya dilakukan tiga kali. Hanya saja waktunya tidak dapat ditentukan, mengingat kesibukan dari masyayikh (para Pengasuh), selain itu pula ada rapat BPK-P2L yang tidak teragendakan, misalnya terkait sosialisasi program dari pemerintah atau juga permasalahan mendesak yang perlu dipecahkan bersama-sama. Pengajuan untuk mengadakan sidang tersebut dalam bentuk formal, yaitu surat yang oleh pengurus Ponpes diberikan kepada KH. Aziz Paculgowang Jombang yang termasuk salah satu anggota BPK-P2L. setelah itu pengurus menunggu kepastian jawaban dari para Masyayikh.26

Meski demikian, sidang yang diagendakan setahun tiga kali tersebut tetap berjalan tanpa kendala. M. Fahmi Al-Hakimi menegaskan, pelaksanaan dari sidang BPK tersebut memang tidak dapat ditentukan, namun biasanya sebelum melakukan sidang, para pengurus mengajukan surat permohonan dua minggu sebelumnya kepada masyayikh terkait pelaksanaan sidang.27

Keberadaan BPK-P2L sebagai wadah tertinggi di Lirboyo memainkan peran penting dengan demikian dapat dipahami. Selain sebagai sebuah badan yang mensinergikan hubungan antara organisasi di bawahnya, BPK-P2L juga berfungsi sebagai peredam konflik internal. Terkait perencanaan komunikasi, memang para pengurus pondok dan masyayikh yang tergabung dalam anggota BPK-P2L memiliki serta merencanakan agenda-agenda komunikasi yang disetujui bersama. Perencanaan tersebut berguna untuk lebih memaksimalkan hasil dalam sidang yang ada. Semua lembaga yang berada di bawah

26

Wawancara dengan Imam Mustaghfirin AK, Ketua Empat Ponpes Lirboyo, 19 April 2011

27

Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April 2011

(19)

BPK-P2L juga melakukan atau mengadakan perencanaan sidang dengan BPK-P2L supaya komunikasi yang ada tetap berjalan serta adanya masukan demi perbaikan lembaga itu sendiri.

M. Thohari Muslim dalam sebuah wawancara menegaskan: Dalam Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien juga memiliki sidang, biasanya dilakukan setiap satu kuartal sekali. Adapun satu kuartal itu adalah empat bulan, sehingga satu tahun Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien memiliki tiga sidang besar. Dalam rapat yang diselenggarakan oleh pengurus Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien, pada rapat puncak Masyayikh juga hadir untuk memberikan petunjuk. Selain memberikan saran-saran terkait kendala yang dihadapi, yang paling penting adalah pengasuh menjadi penentu kebijakan dalam setiap permasalahan yang ada.28

Tidak hanya Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien, lembaga di bawah BPK-P2L yang berdiri semi otonom seperti LIM (Lembaga Ittihadul Muballighin) 29 juga memiliki perencanaan sidang besar tiga kali dalam setahun. Perencanaan tersebut bertujuan untuk menghindari terjadinya benturan dengan agenda yang lain.30 Hal ini wajar saja mengingat kesibukan para pengasuh dalam kesehariannya, serta agenda-agenda baik dari pondok maupun madrasah yang sangat padat. Untuk mengatur/membuat jadwal dalam wilayah manajemen komunikasi khususnya perencanaan, tentunya dibutuhkan kesabaran

28

Wawancara dengan M. Thohari Muslim, Mudier Empat Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Lirboyo, 19 April 2011.

29

Lembaga Ittihadul Muballighin (LIM) atau juga Safari Ramadhan adalah Lembaga semi otonom yang secara hakiki sudah ada semenjak zaman KH. Abdul Karim, lembaga tersebut sebagai media dakwah Ponpes Lirboyo kepada masyarakat luas, terkait hukum sebuah masalah, atau menyiarkan hasil bahtsul masail yang dilakukan oleh Ponpes Lirboyo. Fungsi LIM kemudian tidak sebatas pada penyampaian fatwa hasil bahtsul masail semata, namun juga mengirimkan para ustadz ke ponpes lain serta mengisi dakwah pada moment puasa di sekolah-sekolah atau instansi yang menghendaki. KH. Idris Marzuqi, Pengasuh Ponpes Lirboyo, dalam, CD dokumentasi Mengenal Lirboyo, Kediri: Panitia Pusat Peringatan Satu Abad Lirboyo, 1431 H/2010.

30

Wawancara dengan Ainul Hakim, Penasehat Aktif Lembaga Ittihadul Muballighin, 24 April 2011.

(20)

dalam menunggu waktu senggang yang ada supaya hasil sidang itu nanti benar-benar membawa manfaat bagi semua orang yang berada di lingkungan ponpes Lirboyo.

Hal itu menunjukkan bahwa komunikasi internal yang ada berjalan secara prosedural dan bertingkat, dimulai dari rapat bulanan, kuartal dan tahunan. Suasana dalam rapat menjunjung tinggi nilai-nilai adab dan sopan santun, baik dalam menyampaikan pertanyaan, pernyataan maupun argumentasi, menyanggah maupun memberi masukan. Apalagi kalau waktu itu kiai hadir, kami menyampaikan kepada kiai dengan bahasa yang sesopan mungkin.31

Sebelum mengadakan rapat BPK-P2L yang diagendakan tiga kali dalam satu tahun, para pengurus pondok juga mengadakan rapat-rapat kecil. Hal itu dimulai dari para seksi yang tugasnya membantu para ketua. M. Fahmi Al-Hakimi menjelaskan, rapat seksi tersebut secara formalitas juga memberikan surat pemberitahuan kepada sekretaris umum ponpes Lirboyo, biasanya 2 minggu sebelum para seksi mengadakan rapat internal seksi. Rapat seksi tersebut nantinya menghasilkan beberapa item yang akan dibawa ke tingkatan di atasnya, yaitu sidang ketua seksi dan dewan harian, dan setiap rapat kecil ada notulen tersendiri untuk melatih wilayah administrasi organisasi. Di sinilah terjadi komunikasi antar santri, ustadz maupun pengelola.32

31

Wawancara dengan Imam Mustaghfirin AK, Ketua Empat Ponpes Lirboyo, 19 April 2011.

32

Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April 2011.

(21)

Santri diberikan hak untuk menyuarakan pendapat maupun usul yang membangun, demikian pula ustadz ataupun pengelola, namun dengan tetap memperhatikan adab.

M. Mustaghfirin AK. Menegaskan:

Sebelum menuju sidang BPK-P2L, rapat dalam Ponpes Lirboyo dimulai dari rapat kecil atau rapat para seksi. Yang mana seksi-seksi di Lirboyo ada dua belas seksi. Semua seksi yang ada juga mengadakan rapat kecil selama tiga kali dalam setahun. Rapat kecil tersebut mengundang ketua yang membawahinya. Masalah-masalah yang dibicarakan terkait kendala pelaksanaan program kerja, kemajuan yang telah dicapai, dan beberapa kebutuhan yang diperlukan oleh seksi itu sendiri. Semua data yang diperoleh berdasar dari hasil komunikasi yang telah berjalan di ponpes. Adapun Notulen diperlukan sebagai bahan rujukan ke rapat atau sidang yang lebih tinggi di atasnya.33

Ulin Nuha menyatakan, rapat seksi juga berguna sebagai alat komunikasi antara ketua yang membawahinya dengan para anggota seksi. Terlebih memang ada sebuah seksi yang wilayahnya tidak semata pada pondok induk saja. Seperti seksi Pramuka, ruang lingkup kerja mereka juga pada pondok unit yang ada di kawasan Lirboyo, sehingga dengan adanya rapat seksi sangat membantu dalam menjaga komunikasi serta memecahkan masalah yang terjadi.34 Sementara menurut Arifin Bukhori, di awal tahun rapat seksi biasanya berisi tentang program kerja yang akan dilakukan, serta evaluasi atas kinerja tahun kemarin. Untuk rapat seksi kedua membahas hambatan dan evaluasi atas kinerja yang telah dilakukan, serta catatan-catatan lain.

33

Wawancara dengan Imam Mustaghfirin AK, Ketua Empat Ponpes Lirboyo, 19 April 2011.

34

(22)

Dan untuk rapat seksi yang terakhir persiapan membuat laporan pertanggungjawaban seksi.35

Rapat atau sidang di atas rapat seksi adalah sidang Kasie. Sidang Kasie adalah sidang yang dihadiri oleh seluruh Ketua Seksi yang ada dengan para ketua yang membawahi. Dalam sidang ini, membahas beberapa persoalan, terutama point-point penting yang menjadi rekomendasi dari rapat seksi. Sidang Kasie juga membahas tentang hambatan, kemajuan, saran dan kritik terhadap kinerja yang ada.36

M. Mustaghfirin AK. menegaskan:

Sidang Kasie adalah kelanjutan dari rapat seksi, yang dihadiri oleh pengurus dewan harian ponpes Lirboyo. Sidang ini membahas beberapa permasalahan yang tidak dapat diselesaikan pada tingkatan rapat seksi, atau membahas beberapa usulan dari tiap seksi. Apabila permasalahan belum berhasil mencapai titik temu, maka permasalahan akan dibawa menuju tingkat yang lebih tinggi, yaitu sidang Rapim.37

M. Ibrahim Hafidz juga memberikan pernyataan yang serupa: Sidang Kasie ini merupakan sidang dari keseluruhan seksi yang ada di Ponpes Lirboyo. Dalam sidang Kasie membahas segala hal yang terkait dengan permasalahan seksi itu sendiri. Ketua hanya mencoba memberikan masukan serta saran. Karena sebelum sidang diadakan telah ada laporan yang diperoleh para ketua, baik laporan tersebut tertulis maupun tidak tertulis. Sidang Kasie, secara formalitas merupakan pertemuan dewan harian dengan para ketua seksi untuk menindaklanjuti problem di wilayah seksi-seksi yang ada di ponpes Lirboyo.38

35

Wawancara dengan Arifin Bukhori, Seksi Perweselan Ponpes Lirboyo, 24 April 2011.

36

Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April 2011

37

Wawancara dengan Imam Mustaghfirin AK, Ketua Empat Ponpes Lirboyo, 19 April 2011.

38

(23)

Sidang Kasie adalah bentuk pertemuan sebagai kelanjutan dari rapat seksi. Karena dalam rapat seksi mungkin pemecahan atas sebuah masalah tidak bisa diselesaikan sendiri. Atau bisa jadi pula anggota seksi memiliki usulan-usulan terkait program kerja atau beberapa hal yang diyakini mampu memperbaiki kinerja seksi mereka. Tentunya usulan tersebut akan disalurkan melalui sidang yang lebih tinggi di atas mereka, yaitu sidang Kasie.

Setelah sidang Kasie, akan ada sidang lagi yang bernama sidang Rapim. M. Ibrahim Hafidz menjelaskan bahwa:

Sidang Rapim adalah sidang yang dihadiri pimpinan atau ketua Ponpes Lirboyo, mulai dari pondok induk, unit, serta cabang Lirboyo yang ada di tiga wilayah, yaitu Desa Pagung Kecamatan Semen Kabupaten Kediri, cabang Turen Malang, cabang Bakung Blitar. Selain itu pula akan datang pimpinan dari badan semi otonom seperti majalah Misykat, Lembaga Ittihadul Muballighin, Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien, dan Rumah Sakit Umum Ar-Risalah. Sidang ini juga membahas beberapa permasalahan pokok. Misalnya untuk pondok cabang yang jauh dari Lirboyo diminta laporan mereka sebelum sidang Rapim ini diadakan, sehingga ketika pelaksanaan sidang, pengurus pusat hanya akan memberikan masukan serta mendengarkan saran yang disampaikan. Sedangkan untuk pondok unit, para ketua pondok menyampaikan laporan perkembangan terakhir serta mungkin juga mengajukan usulan.39

Sidang Rapim merupakan lanjutan dari sidang Kasie, segala persoalan yang belum secara tuntas diselesaikan dalam sidang Kasie akan juga dibawa pada sidang ini. Namun karena sidang ini sudah merambah pada wilayah yang lebih luas, yaitu dengan adanya partisipasi para ketua dari pondok unit maupun cabang, serta lembaga

39

(24)

semi otonom di Ponpes Lirboyo, maka materi sidang yang ada benar-benar diperhatikan supaya nantinya tidak melebar dan tepat sasaran.

Pertimbangan efektif dan efisien ternyata benar-benar diterapkan dalam sidang Rapim ini. M. Fahmi Al-Hakim menjelaskan:

Sebelum sidang Rapim ini dimulai, pengurus yang dalam hal ini sekretaris umum Ponpes Lirboyo mengirimkan surat undangan sekaligus pemberitahuan kepada para pimpinan pondok unit, cabang, serta lembaga semi otonom yang dimiliki Ponpes Lirboyo. Khusus untuk wilayah Bakung Blitar dan Turen Malang, mereka biasanya jarang hadir dikarenakan jauh jaraknya. Namun laporan tetap masuk serta komunikasi via telephon juga dilakukan sehari sebelum pelaksanaan sidang Rapim. Hal ini dilakukan supaya para ketua dari pondok unit, pondok cabang, dan lembaga semi otonom mengerti akan ketidakhadiran dari dua cabang Ponpes Lirboyo tersebut. Dan semua memaklumi atas ketidakhadiran dua pondok cabang, karena kalau ada waktu senggang, ketua dari dua pondok cabang tersebut sering melakukan kunjungan ke Ponpes Lirboyo.40

Sidang Rapim memang hanya dihadiri oleh Ketua dan Sekretaris dari pondok induk, pondok unit, pondok cabang, serta lembaga semi otonom yang dimiliki oleh Ponpes Lirboyo.41 Hal ini karena beberapa permasalahan yang ada pada tiap-tiap pondok telah dibicarakan pada tingkat yang paling rendah, yaitu rapat seksi, sehingga sidang Rapim ini lebih kepada tujuan sharing dan pemberian masukan atas beberapa kendala yang ada. Meski tidak menutup kemungkinan adanya hal-hal baru seperti saran dan masukan dari beberapa ketua pondok yang hadir. Arif Bukhori menyatakan, bahwa pada sidang Rapim tersebut sifatnya koordinasi antara para pimpinan atau ketua

40

Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April 2011.

41

Wawancara dengan Imam Mustaghfirin AK, Ketua Empat Ponpes Lirboyo, 19 April 2011.

(25)

pondok induk, unit, cabang, dan lembaga semi otonom yang dimiliki Ponpes Lirboyo.42

Sidang selanjutnya sebagai kelanjutan dari sidang Rapim adalah sidang harian. Dalam sidang harian ini, dewan harian atau pengurus harian Ponpes Lirboyo mengumpulkan data-data, problem, saran, masukan, atau beberapa hal yang menjadi rekomendasi dari sidang Rapim. Ketika dalam sidang harian beberapa masalah sudah dapat dipecahkan oleh peserta sidang, maka pengurus harian tidak akan membawa hal tersebut ke sidang besar BPK-P2L, namun apabila ternyata mulai dari rapat seksi sampai sidang Rapim ada sebuah masalah yang belum dapat terpecahkan, maka pengurus harian akan membawa masalah tersebut ke sidang BPK-P2L.

M. Fahmi Al-Hakim menjelaskan bahwa sidang harian atau pimpinan harian ini menggodok atau mengolah beberapa hal yang menjadi keputusan dari Rapim. Juga memuat hasil-hasil sidang Rapim. Dari sini nanti akan dijadikan sebagai dasar pijakan untuk diajukan ke BPK-P2L.43 Senada dengan apa yang disampaikan oleh M. Fahmi Al-Hakim, M. Mustaghfirin menegaskan bahwa dalam sidang harian yang dilakukan adalah untuk menggodok materi yang akan dibawa ke BPK-P2L, sedangkan materi-materi tersebut diambil dari sidang-sidang sebelumnya. Materi yang dibawa menuju sidang BPK-P2L adalah

42

Wawancara dengan Arifin Bukhori, Seksi Perweselan Ponpes Lirboyo, 24 April 2011

43

Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April 2011

(26)

beberapa hal yang mungkin membutuhkan pandangan dan keputusan dari Masyayikh.44

Sidang harian ini khusus dihadiri oleh Ketua umum, Ketua satu sampai empat, dan sekretaris. M. Ibrahim Hafidz menjelaskan:

Bahwa, peserta sidang dalam sidang harian memang hanya terdiri dari ketua dan sekretaris saja. Pokok penting dari sidang tersebut adalah menyimpulkan hasil dan rekomendasi mulai dari rapat seksi sampai Rapim. Hanya saja kesimpulan tersebut diambil yang menjadi point penting saja serta beberapa hal yang dianggap perlu untuk meminta pandangan serta keputusan dari masyayikh. Setelah sidang harian dilaksanakan dan membawa point-point penting yang dijadikan rujukan untuk dibawa ke sidang BPK-P2L, maka biasanya sekretaris mengajukan permohonan kepada sekretaris BPK-P2L untuk meminta diadakan sidang BPK-P2L.45

Sidang harian dengan demikian memiliki fungsi penting untuk menjadi penyaring terakhir dari segala bentuk permasalahan yang ada di dalam Ponpes Lirboyo. Entah itu terkait usulan, saran, kritik, dan kebutuhan lain yang dianggap perlu oleh para santri, pengurus seksi, dan atau bahkan para pengurus harian itu sendiri. Sidang harian ini sifatnya penting karena dalam sidang harian ini akan ditentukan masalah-masalah yang akan dibawa ke BPK-P2L, sehingga dibutuhkan ketelitian dan kecermatan pengurus harian dalam membidik masalah yang akan dibawa ke BPK-P2L tersebut. Belum lagi keterbatasan waktu dan kesibukan Masyayikh yang sangat padat.

Sidang BPK-P2L merupakan sidang tertinggi di Ponpes Lirboyo, dalam sidang tersebut bertemulah Masyayikh dengan

44

Wawancara dengan Imam Mustaghfirin AK, Ketua Empat Ponpes Lirboyo, 19 April 2011.

45

(27)

perwakilan santri, yang dalam hal ini diwakili oleh pengurus harian. Sidang BPK-P2L dalam satu tahun diagendakan dan dilaksanakan selama tiga kali. Dalam sidang ini membahas banyak hal, sebagaimana yang dijelaskan oleh M. Ibrahim Hafidz, sidang BPK-P2L yang pertama dan kedua berisi tentang jawaban atau juga keputusan dari para masyayikh terkait beberapa pertanyaan atau juga masukan dari para santri dan juga pengurus, serta reshuffle pengurus untuk periode mendatang, dan laporan pertanggung jawaban bendahara pondok. Sedangkan sidang ketiga BPK-P2L berisi usulan pengurus baru serta laporan pertanggung jawaban bendahara pondok.46

M. Mustaghfirin juga memberikan pernyataan yang senada, bahwa sidang BPK-P2L berisi agenda antara lain membahas beberapa usulan dari para santri atau pengasuh, usulan pengurus baru, dan laporan pertanggungjawaban bendahara. Biasanya sidang BPK-P2L yang pertama dan kedua masalah yang dibahas sama, yaitu Masyayikh mencoba menanggapi dan memberikan arahan kepada pengurus. Namun untuk sidang BPK-P2L ketiga ada perbedaan, karena di samping pembacaan laporan keuangan bendahara, biasanya ada usulan untuk calon pengurus baru.47

Sidang BPK-P2L ini juga ditemukan fakta menarik bahwa berhubung sifatnya yang sangat rahasia, terlebih sidang BPK-P2L yang ketiga. Maka para pengurus dilarang untuk memberikan pernyataan

46

Wawancara dengan M. Ibrahim Hafidz, Ketua umum ponpes Lirboyo, 21 April 2011.

47

Wawancara dengan Imam Mustaghfirin AK, Ketua Empat Ponpes Lirboyo, 19 April 2011

(28)

sebelum hasil sidang BPK-P2L itu diumumkan melalui sidang pleno. M. Thohari Muslim menyatakan:

Bahwa sidang BPK-P2L bersifat tertutup dan rahasia, terlebih pada masalah usulan mustahiq (guru) dan pengurus, baik pengurus pondok maupun madrasah. Hal ini untuk menghindari kecemburuan sosial dan meyakinkan para santri yang lain bahwa keputusan yang diambil dalam sidang BPK-P2L benar-benar objektif. Sebelum akhir tahun memang para mustahiq kelas tiga aliyah telah memberikan selembar kertas kepada para santri yang menyatakan apakah setelah lulus nanti mereka akan tetap di ponpes Lirboyo atau pulang. Keterangan yang sifatnya pribadi ini menjadi acuan dalam sidang BPK-P2L untuk memutuskan apakah santri tersebut layak menjadi pengurus pondok, pengurus madrasah, mustahiq, atau ditempatkan pada lembaga lain di wilayah Ponpes Lirboyo.

Senada dengan M. Thohari Muslim, M. Fahmi Al-Hakim menyatakan:

Sidang BPK-P2L yang paling menarik adalah terkait pengusulan pengurus baru. Yang mana dalam sidang ini berusaha memilah usulan dari para santri atau pengurus untuk kepengurusan yang akan datang. Meskipun sebenarnya tidak ada batasan untuk menjadi pengurus, artinya selama pengurus tersebut masih mampu untuk khidmah di ponpes dan melakukan pengabdian yang baik, ia akan tetap menduduki jabatan tersebut. Atau apabila memang ia telah merasa kesulitan membagi waktu, maka ia akan mencoba mencari figur penggantinya supaya dapat meneruskan pengabdiannya. Dalam sidang BPK-P2L yang membicarakan masalah reshuffle pengurus, semua pengurus memang merahasiakan hal ini. Karena untuk menghindari kecemburuan social di antara para santri. Meskipun setelah diumumkan dalam sidang pleno siapa saja nanti yang akan jadi pengurus oleh Masyayikh semuanya dapat menerima dengan lapang dada tanpa ada curiga.48

M. Mustaghfirin AK menyatakan, bahwa sidang BPK-P2L yang pertama dan kedua hampir tidak ada perubahan di dalamnya,

48

Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April 2011

(29)

namun pada sidang BPK-P2L yang ketiga, terdapat usulan pengurus baru, dalam pengusulan tersebut disertakan bad record dari siswa yang ada.49 Ainul Hakim menegaskan bahwa, berasal dari bad record tersebut nantinya para masyayikh akan memutuskan pengurus baru untuk periode mendatang.50

Sidang BPK-P2L, sebagai sidang tertinggi dan terbatas, artinya tidak semua santri dan pengelola bisa mengikuti rapat ini, namun bukan berarti tidak adanya unsur-unsur demokratis. M. Fahmi Al-Hakim menjelaskan, dalam sidang tersebut, Masyayikh terlebih dahulu mendengarkan pemaparan dari pengurus, kemudian melihat tanggapan dari pengurus terkait masalah tersebut, dan kemudian sebuah masalah diputuskan dengan bersama-sama. Meski kadang dalam beberapa hal Masyayikh telah memutuskan terlebih dahulu, hal tersebut terjadi karena Masyayikh telah lebih dahulu mengerti pokok masalahnya. Biasanya berangkat dari pengalamannya dengan para pengurus sebelumnya.51

Setelah sidang BPK-P2L berakhir, untuk mengetahui hasil dari sidang tersebut, selain dibuat sebuah buku yang menjadi pedoman para pengurus, biasanya juga diadakan sidang pleno.52 Sidang pleno ini

49

Wawancara dengan Imam Mustaghfirin AK, Ketua Empat Ponpes Lirboyo, 19 April 2011.

50

Wawancara dengan Ainul Hakim, Penasehat Aktif Lembaga Ittihadul Muballighin, 24 April 2011.

51

Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April 2011.

52

Buku-buku yang memuat segala keputusan BPK-P2L ini menjadi buku pegangan bagi pengurus dalam menjalankan kepengurusan mereka. Selain itu pula, buku keputusan BPK-P2L menjadi alat komunikasi yang efektif dari masyarakat internal Ponpes Lirboyo. Ketika mereka

(30)

dengan menghadirkan perwakilan seluruh elemen yang ada di Ponpes Lirboyo, mulai seksi, perwakilan pondok unit, pondok cabang, dan lembaga semi otonom di bawah naungan Ponpes Lirboyo.

M. Ibrahim Hafidz menjelaskan, sidang pleno merupakan sidang yang bertujuan membacakan hasil sidang BPK-P2L, dalam sidang ini perwakilan dari seluruh seksi, pondok unit dan cabang, serta perwakilan lembaga semi otonom di Lirboyo juga datang untuk mendengarkan pembacaan hasil sidang BPK-P2L.53

Lebih lanjut tugas seksi humas dan logistik internal ponpes Lirboyo adalah:

1. Menyampaikan surat kepada si alamat;

2. Menyampaikan i‘anah selambat-lambatnya seminggu setelah diterima;

3. Mengusahakan konsumsi sidang/rapat dan konsumsi kantor ketika jam kerja;

4. Mengatur dan membersihkan tempat rapat;

5. Mengatur dan menyimpan alat-alat konsumsi dan akomodasi; 6. Melaporkan aktifitas dan inventaris kepada koordinator.54

Pembagian tugas yang diterima oleh pengurus dan susunan pengurus terdapat pada TAP BPK-P2L yang pertama pada setiap tahunnya. Dengan demikian, buku pedoman sekaligus tata cara kerja pengurus tentunya termaktub dalam buku TAP BPK-P2L yang pertama. Buku pedoman tersebut sebagai pegangan pengurus dalam menjalankan

merasa kesulitan dalam memutuskan sebuah masalah terkait pembagian kerja di tingkatan pengurus, mereka kemudian langsung saja membuka buku BPK-P2L yang berisi reshuffle pengurus dan job discribtion dari para pengurus itu sendiri. Dan hal ini juga diterapkan oleh lembaga lain dalam Ponpes Lirboyo seperti Madrasah Hidayatul Mubtadi-en, Misykat, serta Lembaga Ittihadul Muballighin.

53

Wawancara dengan M. Ibrahim Hafidz, Ketua umum ponpes Lirboyo, 21 April 2011.

54

(31)

masa khidmah mereka, sebagai bentuk langkah awal pelaksanaan komunikasi dalam Ponpes Lirboyo. Hal ini dapat diamati dari pola komunikasi yang sudah memberikan kewenangan tersendiri kepada ketua satu sampai empat terkait otoritas dan kewenangannya terhadap beberapa seksi dibawahnya. Hal ini bisa juga dilihat dari sisi pengorganisasian sebuah wilayah kerja. Hanya saja dalam wilayah komunikasi, ini nanti akan sangat berguna ketika terjadi sebuah bentuk komunikasi formal (misalkan rapat seksi). Tidak semua ketua bisa langsung mengikuti rapat yang diadakan internal sebuah seksi atau lembaga semi otonom di Lirboyo, hal ini memang telah sesuai dengan pembagian wilayah wewenang dan pembagian kerja yang ada.

Pembagian wilayah wewenang dan pembagian wilayah kerja ini nanti sekaligus memberikan pemahaman bahwa arus komunikasi di Ponpes Lirboyo telah menemukan tempatnya. Arus komunikasi dimulai dari rapat tiap seksi, sebagaimana dijelaskan oleh Ulin Nuha yang menyatakan:

Bahwa pada rapat seksi yang diadakan oleh seksi pramuka, maka yang menghadiri rapat tersebut adalah anggota seksi pramuka dengan ketua empat yang notabene memang membawahi seksi pramuka. Jarang sekali kalau memang tidak ada halangan, ketua empat kehadirannya digantikan oleh ketua tiga atau ketua dua. Selain itu pula, kalau ketua empat digantikan oleh yang lain, pola komunikasi tentunya menjadi berbeda. Berbeda dengan apabila rapat seksi tersebut memang dihadir oleh ketua yang memang benar-benar membawahinya.55

55

(32)

Pelaksanaan rapat seksi memang tidak terlepas dari peran ketua yang langsung membawahi tiap seksi yang ada di Ponpes Lirboyo. Dengan kehadiran ketua pada rapat seksi, selain membantu menyelesaikan masalah, juga menjadi motivator bagi tiap anggota seksi, sebagaimana yang dijelaskan oleh Arifin Bukhori bahwa dalam rapat seksi ketua hadir tidak sebatas memberikan masukan, namun juga mampu menjadi pendengar yang baik. Selain itu pula ketua menjadi motivator bagi kami untuk melakukan tugas tersebut dengan ihklas.56

Pelaksanaan rapat seksi seperti yang pernah dijelaskan oleh M. Fahmi Al-Hakimi, bahwa sebelum pelaksanaan rapat tersebut para pengurus seksi membuat surat atau pemberitahuan kepada pengurus harian dengan maksud supaya nanti ada sebuah jadwal terencana, sehingga rapat tersebut berjalan sesuai rencana dan tidak menemukan kendala yang berarti.57 Para ketua yang bertugas mengawal para seksi yang menjadi wewenangnya juga melihat bahwa rapat seksi adalah embrio dari arus komunikasi yang harus disalurkan dengan cara yang benar. Artinya, dari para seksi ini dapat digali informasi, saran, masukan, dan beberapa hal yang berhubungan langsung dengan kondisi riil Ponpes Lirboyo. Karena para anggota seksi merupakan tokoh pertama yang bersinggungan langsung dengan para santri.

Rapat seksi di Ponpes Lirboyo dalam sisi pelaksanaanya, selain sudah terorganisir serta terencana dengan baik, mampu

56

Wawancara dengan Arifin Bukhori, Seksi Perweselan Ponpes Lirboyo, 24 April 2011.

57

Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April 2011.

(33)

menghasilkan beberapa rekomendasi penting untuk ditujukan kepada rapat atau juga sidang yang tingkatnya lebih tinggi, yaitu sidang Kasie. Hal ini menandakan bahwa pelaksanaan komunikasi organisasi memang telah berjalan meskipun dalam konsep dan batasan yang sederhana.

Sidang Kasie sebagai kelanjutan dari rapat seksi juga telah terencana dan terlaksana dengan baik pula. Dalam sidang ini berkumpul seluruh ketua seksi serta ketua yang membawahi seksi-seksi tersebut. Selain sebagai sidang lanjutan, sidang Kasie penting untuk menjadi penyaring sekaligus menjawab dan memberi saran-saran terkait problem di tingkatan rapat seksi yang mungkin ada beberapa permasalahan yang belum tuntas diselesaikan. Semakin ke tingkat yang lebih tinggi, sidang yang diagendakan akan semakin fokus dalam membahas sebuah permasalahan. Hal ini dikarenakan bahwa semenjak rapat Seksi telah dicatat beberapa rujukan penting yang dipakai sebagai rekomendasi buat sidang selanjutnya. Dengan memakai rekomendasi tersebut, pelaksanaan sidang selanjutnya lebih fokus dan sistematis. Akibatnya pelaksanaan komunikasi untuk meningkatkan mutu pendidikan berjalan secara baik.

Evaluasi yang dilakukan para pengurus Ponpes Lirboyo untuk melihat kinerja mereka sendiri dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Sementara parameter mereka untuk mengadakan evaluasi adalah petunjuk kerja yang telah disepakati dan

(34)

diagendakan bersama. Petunjuk kerja setiap pengurus ada dalam buku TAP I BPK-P2L yang dikeluarkan setiap awal tahun sekali. Dari sana para pengurus Ponpes Lirboyo mengetahui wilayah dan pembagian kerja masing-masing. Dengan berdasar wilayah maupun pembagian tersebut, mereka kemudian mejadi mengerti tugas-tugas yang menjadi kewajiban mereka.

M. Mustahgfirin AK. Menegaskan:

Untuk mengetahui atau menjalankan evaluasi terhadap pihak pengurus maupun seksi yang ada, ada dua langkah yang digunakan oleh pengurus harian. Pertama, mendatangi langsung seksi-seksi yang menjadi tanggungjawabnya. Pembicaraan yang ada memang terkesan tidak formal, namun dari hal semacam tersebut ketua bisa mengetahui bahwa kondisi dan kinerja yang dilakukan para seksi maksimal atau tidak. Kedua, melalui laporan tertulis dari para seksi sebagai langkah administrasi. Data yang diterima akan dicocokkan, antara data yang didapat dengan hasil komunikasi lisan juga dipertemukan, sehingga dalam rapat seksi itu nanti tidak terkesan membuang waktu.58

M. Fahmi Al-Hakimi menjelaskan:

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan apakah ada kendala yang ditemui selama menjalankan tugasnya, ketua yang membawahi sebuah seksi biasanya langsung menemui ketua seksi atau anggotanya untuk mengetahui secara langsung. Komunikasi yang dipakai adalah komunikasi lisan. Meski demikian, ketua seksi juga melaporkan kegiatan mereka tiap bulan kepada para pengurus dalam bentuk laporan tertulis. Dua hal inilah yang menjadi alat evaluasi sederhana sebelum mengadakan evaluasi yang sifatnya umum dan khusus pada rapat seksi.59

Ulin Nuha menegaskan bahwa selain para ketua yang membawahi langsung seksi-seksi dalam Ponpes Lirboyo sering

58

Wawancara dengan Imam Mustaghfirin AK, Ketua Empat Ponpes Lirboyo, 19 April 2011.

59

Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April 2011.

(35)

mengunjungi mereka, biasanya dari pihak seksi sendiri setiap bulan membuat laporan tertulis sebagai bentuk ketertiban administrasi. Dari dua metode evaluasi yang ada akan sangat membantu dalam mengevaluasi secara umum dalam rapat para seksi.60 Arifin Bukhori rupanya juga memberikan jawaban yang sama, bahwa selain para ketua seksi membuat laporan tertulis setiap bulan, para ketua yang membawahi seksi akan mengadakan kunjungan untuk mengetahui kondisi seksi tersebut.61

Ketika semua persiapan sudah matang, terkait bahan-bahan yang akan dijadikan rapat sudah cukup serta pemberitahuan kepada pengurus harian sudah masuk, sebenarnya dalam wilayah evaluasi sekadar memberikan control dalam batas yang sangat sederhana sekali. Yakni para ketua melihat dan mencoba memberikan beberapa masukan yang mungkin tidak terdapat dalam laporan tertulis serta luput dibahas dalam rapat tersebut. Ini terjadi karena wilayah administrasi pengurus mulai dari seksi sampai pengurus harian sudah tertata dengan baik.

Tidak banyak evaluasi ataupun kontrol yang dilakukan oleh ketua dalam rapat seksi karena semua bahan sebelum rapat diadakan sudah dipelajari dan dipahami, sehingga dalam rapat seksi lebih banyak terjadi sharing, dengar pendapat demi kebaikan kinerja seksi itu sendiri ke depan. Sedangkan dalam sidang Kasie, memang terjadi pertemuan antara para seksi dalam Ponpes Lirboyo dengan para ketua yang

60

Wawancara dengan Ulin Nuha, Ketua Seksi Pramuka Ponpes Lirboyo, 24 April 2011.

61

(36)

membawahinya. Dalam wilayah sidang Kasie ini juga, evaluasi berjalan kurang atau lemah karena wilayah adminitrasi telah dikerjakan sebelum sidang ini diadakan. Dalam sidang Kasie yang paling sering terjadi adalah pembacaan rujukan dari rapat seksi, serta bagaimana tanggapan dari seksi-seksi lain terhadap masalah yang ada supaya masalah tersebut dapat terpecahkan dengan baik.

Evaluasi atau pengawasan dalam sidang ini ditandai dengan adanya campur tangan seksi lain untuk memberi masukan kepada seksi yang merasa memiliki hambatan dan kendala pada rapat seksi. Evaluasi di sini bukan berarti sifatnya menghakimi, namun lebih kepada tujuan untuk menyelesaikan masalah dari berbagai perspektif. Karena bisa jadi ada sebuah metode yang tidak mampu dibaca oleh seksi yang bermasalah namun dapat diurai dari seksi yang lain. Dengan demikian pada prinsipnya, evaluasi bisa terjadi dalam proses komunikasi yang tengah dijalin antara para pengurus dalam sebuah komunikasi formal maupun non formal.

Evaluasi terhadap proses komunikasi pada Ponpes Lirboyo juga dilakukan dalam bentuk mencatat segala kelemahan, kekurangan, serta beberapa hal yang menjadi rekomendasi sebuah sidang. Kelemahan, kekurangan dan rekomendasi tersebut dibicarakan dan dibahas pada sidang yang lebih tinggi, misalnya pada rapat seksi terdapat banyak kendala, kekurangan dan rekomendasi. Selain membahas beberapa rekomendasi, sidang Kasie yang notabene sebagai

(37)

sidang di atas rapat seksi juga mengevaluasi jalannya rapat seksi, sehingga kedepan jika diadakan rapat seksi, akan terjadi perubahan yang signifikan. Demikian juga akan sidang Kasie yang akan dievaluasi oleh sidang Rapim. Kemudian sidang rapim dievaluasi oleh sidang harian. Sementara sidang harian selain mengevaluasi keseluruhan sidang, juga menyiapkan beberapa materi yang akan dipersiapkan dalam sidang BPK-P2L.62

Lebih lanjut M. Thohari Muslim menambahkan:

Bahwa selain sidang BPK-P2L, evaluasi dilakukan oleh sidang selanjutnya, namun sidang BPK-P2L berada pada posisi yang berbeda. Karena selain meminta petunjuk dan ketetapan dari masyayikh, sidang BPK-P2L adalah forum yang sebenarnya para masyayikh ingin mengetahui laporan dan kinerja para pengurus baik pondok maupun madrasah. Para masyayikh dahulu adalah kebanyakan juga mantan lurah pondok, dengan demikian berdasarkan pengalaman dan pertimbangan yang telah matang tentunya para pengurus merasa perlu dan membutuhkan pendapat serta keputusan dari masyayikh.63

Berdasarkan berbagai keterangan di atas, dapat dikemukakan bahwa di pondok pesantren Lirboyo terdapat organisasi yang mengatur penyampaian aspirasi, yaitu BPK-P2L. Melalui organisasi itulah, pondok pesantren Lirboyo mengadakan komunikasi dengan santri atau bahkan alumni dan masyarakat. Organisasi tersebut hanya mewadahi rapat-rapat yang digelar dalam rangka musyawarah. Namun secara teknis hasil rapat tersebut disosialisasikan kepada para santri dan para wali santri. Uniknya lagi di pondok pesantren Lirboyo itu, masyarakat

62

Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April 2011.

63

Wawancara dengan M. Thohari Muslim, Mudier Empat Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Lirboyo, 19 April 2011.

(38)

atau wali santri juga alumni dapat berperan dalam musyawarah dengan menyampaikan aspirasinya pada sidang pertama dan kedua BPK-P2L. Dengan demikian komunikasi yang terjadi di pondok pesantren Lirboyo adalah komunikasi dua arah, yang bersifat horisontal.

Pondok pesantren Lirboyo menerapkan komunikasi yang bersifat prosedural dengan menjalankan musyawarah, dan mengkomunikasikan hal-hal yang sudah dilakukannya kepada masyarakat. Jadi komunikasi yang ada di intern pondok pesantren Lirboyo tidak hanya bersifat sebagai promosi saja namun lebih pada hal yang bersifat pemberitahuan.

Dari paparan tersebut di atas, benang merah yang dapat ditarik adalah komunikasi yang ada di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri adalah bersifat prosedural dan bertingkat. Komunikasi prosedural maksudnya komunikasi intern di ponpes yang dijalankan secara runtut sistematis, mulai dari komunikasi antar santri, baru kemudian di lanjutkan ke mustahiq dan pengelola, setelah itu diteruskan ke rapat-rapat. Namun dalam hal ini bukan berarti aliran komunikasi yang dijalankan bukan dari atas ke bawah atau sebaliknya dari bawah ke atas, namun antara komunikan dengan komunikator mempunyai kedudukan yang sama. Hanya saja memang penyampaian komunikasinya tetap dalam adab yang baik. Inilah yang dimaksud dengan komunikasi prosedural yang memperhatikan situasi dan kondisi serta nilai-nilai tata krama atau kesopanan. Sedangkan bertingkat maksudnya tidak serta

(39)

merta santri bisa langsung berkomunikasi dengan kiai, namun selama komunikasi itu bisa diselesaikan ditingkat pengurus, maka tidak harus ke kiai atau pengasuh pondok pesantren

Sedangkan komunikasi dalam lingkup ekstern ponpes dengan masyarakat, pihak ponpes mampu menjalin komunikasi yang baik dengan masyarakat awam, stakeholder, instansi pemerintah, lembaga pendidikan formal, politikus dan lain sebagainya. Komunikasi esktern pondok pesantren Lirboyo tersebut sifatnya juga two way asymmetric, maksudnya adalah ketika publik atau masyarakat meminta informasi atau ingin mengetahui tentang pondok pesantren Lirboyo, masyarakat harus datang sendiri ke pondok pesantren Lirboyo tersebut. Informasi dari pondok pesantren selalu tersedia bagi orang-orang yang datang ke pondok pesantren tersebut, namun pondok pesantren tidak melakukan promosi kepada masyarakat secara terang-terangan, baik melalui media, maupun melalui orang per orang (word of mouth).64 Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa pondok pesantren Lirboyo tetap melakukan publisitas, namun sebatas menggunakan kharisma seorang kiai dan menyampaikan informasi mengenai pondok pesantren Lirboyo di website dan media cetak.

64

Word of mouth adalah bentuk komunikasi penyampaian pesan secara berantai dari satu individu ke individu. Chandra, Handi, Marketing untuk Orang Awam, (Bandung: Penerbit Maxicom, 2008).

Gambar

Tabel 4.1. Matrik Temuan Situs 1 Ponpes Salafiyah Lirboyo
Tabel 4.2 Media Cetak di Sidogiri
Tabel 4.3. Oplah rata-rata Media Cetak PPS
Tabel 4.4. Matrik Temuan Situs 2 Ponpes Salafiyah Sidogiri
+2

Referensi

Dokumen terkait

akanmenentukan kebijakan pembukaan rute penerbangan. Bandar Udara Abdulrachman Saleh belum memiliki fasilitas PKPPK sendiri dan masih dibantu oleh fasilitas PKPPK

Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan diatas maka dapat ditarik kesimpulan atas pengertian dari perencanaan strategis sistem informasi dan teknologi informasi, yaitu

Kompetensi Dasar Materi Pokok dan Uraian Materi Pengalaman Belajar Indikator Pencapaian Kompetensi Penilaian Alokasi Waktu Sumber/ Bahan/ Alat Jenis Tagihan Bentuk

Telah dibuka Posko Banjir dari tanggal 22 Februari 2021, bagi jemaat yang ingin memberikan bantuan korban banjir untuk warga jemaat atau masyarakat sekitar yang membutuhkan

bahwa sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b diatas, maka dipandang perlu untuk menampung aspirasi masyarakat melaluiDPRD sebagai wakil rakyat untuk membentuk

 Kedua perusahaan tersebut sepakat untuk mendirikan dua perusahaan patungan yakni PT Kino Pet World Indone- sia dan PT Kino Pet World Marketing Indonesia yang akan melakukan

seperti dalam bentuk sosialisasi dalam pencegahan Hepatitis A melalui penyuluhan kesehatan yang di adakan rutin untuk meningkatkan pengetahuan warga tentang