• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISSN No Media Bina Ilmiah 43

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISSN No Media Bina Ilmiah 43"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

_______________________________________ http://www.lpsdimataram.com Volume 7, No. 5 Oktober 2013

PENGARUH PEMBERIAN SUSU KEDELAI TERHADAP RESPON ANTIBODI DAN PROLIFERASI SEL LIMFOSIT PADA MENCIT BABL/c YANG DI INDUKSI DENGAN VAKSIN

HEPATITIS B

Oleh :

Fihiruddin

Dosen pada Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram Abstract:

Susu kedelai mengandung isoflavon aglikon yaitu genestein dan kaya dengan protein. Genestein diketahui mempunyai aktivitas antitumor/ antikancer, antivirus, antialergi dan berperan dalam respon imun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas imunostimulan susu kedelai terhadap kadar imunoglobulin (IgG) dan proliferasi sel limfosit pada mencit Balb/c yang diinduksi hepatitis B. Uji dilakukan pada 3 kelompok mencit (@ 5 ekor), masing-masing diberikan peroral pada kelompok : perlakuan (kelompok I) diberi susu kedelai dosis 0,7mL/20g/BB, kontrol positif (kelompok II) diberi levamisol hidroklorida dosis 0,45mg/ 0,7mL/20g/BB, dan kontrol negatif (kelompok III) diberi air dosis 0,7mL/20g/BB, sekali per hari, selama masa penelitian. Pada hari ke 7, 28 dan 43, semua hewan uji diinduksi hepatitis B dosis 5,24 IU/ 20g/ BB secara intra peritoneal. Pengambilan serum dilakukan pada hari ke 14, 35, dan 46 dari plexus retroorbitalis, untuk penetapan kadar imunoglobulin (IgG) dengan metode ELISA tak langsung. Setelah pengambilan serum pada hari ke 46, semua mencit dikorbankan untuk diisolasi limfosit dari limpanya. Proliferasi limfosit diukur dengan metode MTT-reduction. Hasil penelitian menunjukkan bahwa susu kedelai dapat meningkatkan kadar IgG dalam serum hari ke 46 secara signifikan (p<0,05), tetapi tidak dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit secara signifikan (p>0,05) terhadap kelompok kontrol positif dan kontrol negatif. Dapat disimpulkan bahwa susu kedelai mempunyai aktivitas imunostimulator pada respon imun humoral, tidak pada respon imun seluler.

Key Word: Susu kedelai, antibodi, sel limfosit, vaksin hepatitis B PENDAHULUAN

Kedelai merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi cukup tinggi dan merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik. Kedelai memiliki kandungan lemak rendah (18%) tetapi memiliki asam lemak tak jenuh yang tinggi (85%). Kandungan protein kedelai sekitar 30–50% (b/b), tetapi kadar karbohidratnya hanya sekitar 22–29% (b/b), sedangkan kadar total gulanya sekitar 7.97% (b/b). Protein kedelai mempunyai kandungan asam amino esensial yang paling tinggi dibandingkan kacang-kacangan lain dan mutunya mendekati protein susu. Lemak pada kedelai sebagian besar terdiri dari asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat. Hasil utama dari kedelai adalah bijinya karena biji kedelai juga mengandung mineral-mineral kalsium, fosfor, besi, dan klor. Biji kedelai mempunyai nilai gizi yang terbaik diantara semua sayuran yang dikonsumsi di seluruh dunia (Winarno, 1992; Gall, et al., 1997).

Salah satu hasil olahan kedelai yang nilai gizinya semakin meningkat adalah susu kedelai. Susu kedelai merupakan minuman hasil ekstraksi protein biji kedelai dengan menggunakan air panas. Susu kedelai umumnya mengandung protein, lemak, karbohidrat, serat, vitamin, dan sejumlah kecil

mineral yang sangat tinggi dan dibutuhkan oleh tubuh, baik untuk memperlancar metabolisme maupun untuk pertumbuhan, perbaikan sel yang rusak, sumber energi, ataupun untuk menambah imunitas. Berdasarkan penelitian, protein yang terdapat pada susu kedelai bersifat hipokolesterolemik dan hipoglikemik baik pada model binatang maupun manusia (Masun L, 2002 ). Ikatan sejumlah asam amino dengan vitamin dan beberapa zat gizi lainnya di dalam biji kedelai akan membentuk flavonoid. Flavonoid adalah sejenis pigmen, seperti halnya zat hijau daun yang terdapat pada tanaman yang berwarna hijau. Isoflavon termasuk golongan senyawa flavonoid yang penyebarannya terbatas dan banyak terdapat pada tanaman kacang-kacangan, terutama kedelai. Isoflavon yang terdiri atas struktur dasar C6-C3-C6, secara alami disintesis oleh tumbuh-tumbuhan dan senyawa asam amino aromatik fenilalanin atau tirosin. Biosintesis ini berlangsung secara bertahap dan melalui sederetan senyawa antara, yaitu asam sinamat, asam kumarat, kalkon, dan isoflavon. Berdasarkan biosintesis tersebut, maka isoflavon digolongkan sebagai senyawa metabolit sekunder yang berfungsi mengendalikan pertumbuhan (fitohormon) dan mempertahankan diri dari makhluk

(2)

_______________________________________________

Volume 7, No. 5, Oktober 2013 http://www.lpsdimataram.com lain, seperti insektisida (Miyauchi et al. 1998;

Csapo-Kiss,1995).

Isoflavon pada kedelai seperti genistein dan daidzein memiliki aktivitas estrogenik, antijamur, dan antikanker Kedelai merupakan sumber isoflavon yang merupakan subkelas dari flavonoid, yakni kelompok besar antioksidan polifenol. Jenis isoflavon utama yang ditemukan dalam kedelai adalah genistein dan daidzein. Secara ilmiah, flavonoid terbukti mampu mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Salah satu jenis flavonoid yang sangat banyak terdapat pada biji kedelai adalah isoflavon yang dapat berfungsi untuk meningkatkan sistem imunitas, disamping itu kandungan senyawa flavonoid dan isoflavonoid dalam susu kedelai berpotensi sebagai antitumor/ antikanker, anti virus dan anti alergi. (Baratawidjaja, 2000; Koswara, 2002; Afriansyah, 2004).

Genestein yang merupakan isoflavon aglikon yang berperan secara aktif pada susu kedelai. Mekanisme aktivitas senyawa ini dapat dipandang sebagai fungsi alat komunikasi yang mempunyai pengaruh negatif (menghambat) maupun bersifat positif (menstimulasi). Genestein juga berperan dalam sistem imun. Penelitian lain juga dilakukan untuk melihat peran genestein pada pasien kanker stadium akhir, dan ditemukan adanya peningkatan sel NK dan TNF-α (Tumor Necrosis Factor) pada pengamatan selama 6 bulan Respon imun humoral berperan dalam pertahanan terhadap mikroba ekstraseluler, yang diperantarai antibodi. Sedangkan pertahanan terhadap mikroba intraseluler, misal virus, memerlukan respon imun seluler (See, et al., 2002).

Adanya senyawa genestein dalam susu kedelai yang berperan dalam sistem imun, diharapkan akan mampu meningkatkan respon imun humoral dan seluler pada mencit BABL/c yang diinduksi antigen, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas imunostimulan susu kedelai terhadap kadar imunoglobulin (IgG) dan proliferasi sel limfosit pada mencit Balb/c yang diinduksi hepatitis B. Dari data yang diperoleh, diharapkan dapat memberikan informasi tentang aktivitas imunostimulan susu kedelai, sebagai imunostimulan respon imun humoral atau seluler, sehingga penggunaan susu kedelai lebih tepat untuk meningkatkan respon imun humoral atau seluler dari hospes yang memerlukannya (Sasminto, at al., 2006).

METODE PENELITIAN a. Bahan dan alat

Mencit dewasa galur Balb/c umur 12 minggu, berat ± 20 g, susu kedelai, levamisol hidroklorida

(Levamisol yang dipakai ialah produksi PT Zeneca Farmasi Indonesia dengan nama dagang Ketrax, berbentuk tablet yang mengandung 40 mg Levamisol HCl setiap tablet), vaksin hepatitis B yang mengandung virus hepatitis B (Vaksin yang dipakai ialah HB-vax II (MSD recombinant DNA hepatitis B vaccine) yang berisi 10 mcg/ml tiap vial, RPMI 1640 (Sigma), MTT [3-(4,5-dimetillthiazol-2-yl)-2,5- difeniltetrazolium bromida] (Sigma). Alat yang digunakan adalah ELISA (mikroplat) reader (Bio Rad), Laminair Air Flow (Labquin), inkubator CO2 5%, 37°C (Heraeus), Inverted microscope (Olympus), sentrifus berpendingin (Sigma 3K12)

b. Rancangan Penelitian.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan hewan coba mencit. Dalam penelitian ini digunakan 15 ekor mencit dewasa, yang dibagi menjadi 3 kelompok (masing-masing 5 ekor) perlakuan yaitu : kelompok susu kedelai dengan dosis 0,7mL/20g/BB; kelompok levamisol (kontrol positif) dengan dosis 0,45mg/0,7mL/ 20g/BB; kelompok air (kontrol negatif) dengan dosis 0,7mL/20g/BB, masing-masing perlakuan diberikan per oral sekali setiap harinya selama penelitian. Induksi dengan hepatitis B dilakukan pada hari ke-7 dan ke-28 secara intraperitoneal dengan dosis 5,24 IU/20g/BB. Booster dilakukan pada hari ke-43 dengan empat titik : (1) 1/10 dosis total antigen diinjeksi secara i.p, volume 0,25 mL dalam PBS tunggu 45 menit; (2) 1/10 dosis total dengan cara dan volume yang sama pada titik yang berbeda, tunggu 45 menit; (3) 2/10 dosis total dengan cara dan volume yang sama, tunggu 30 menit; (4) 6/10 dosis total secara i.v. Pengambilan darah dari plexus retroorbitalis, dilakukan pada hari ke-14, ke-35, dan ke-46. Sampel darah didiamkan selama 1-2 jam pada suhu kamar, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit, serum diisolasi dan digunakan untuk penetapan kadar IgG dengan metode ELISA tak langsung. Kemudian mencit dikorbankan, sel limfosit diisolasi, digunakan untuk uji proliferasi.

c. Penetapan imunoglobulin (IgG) dengan metode ELISA tak langsung

Mikroplat 96 dilapisi dengan hepatitis B sebagai antigen kadar 5 µg/mL dalam 100µl PBS per sumuran, diinkubasi semalam pada suhu 37°C. Masing-masing sumuran, cuci 3x dengan 300 µL 0,05 % PBST20, kemudian diblok dengan 0,5% BSA dalam 100 µL PBS, lalu diinkubasi 1 jam pada suhu 37°C. Kemudian dicuci 3x dengan 300 µL 0,05% PBST20. Ditambahkan 100 µL serum yang telah diencerkan (1:100 dalam PBS). Sebagai blangko digunakan PBS. Diinkubasi 2 jam pada suhu kamar. Cuci 3x dengan 300 µL 0,05%

(3)

_______________________________________ http://www.lpsdimataram.com Volume 7, No. 5 Oktober 2013 PBST20. Ditambahkan 100 µL masing-masing

sampel serum, lalu diinkubasi 30 menit pada suhu kamar. Cuci 3x dengan 300 µL 0,05% PBST20 dan tambahkan 100 µL konjugat peroksidase, diinkubasi 15 menit pada suhu kamar. Cuci 3x dengan 300 µL 0,05% PBST20. Dimasukkan 100 µL substrat OPD, lalu inkubasi 30 menit pada suhu kamar diruang gelap selama 30 menit. Reaksi dihentikan dengan penambahan 50 µl 2,5 M H2SO4. Hasil dibaca dengan mikroplat reader pada panjang gelombang 492 nm.

d. Isolasi sel limfosit dan Uji proliferasinya dengan MTT- reduction

Limpa mencit diangkat dari selubung peritoneumnya dan diletakkan dalam cawan petri diameter 50 mm yang berisi 5 mL RPMI. Media RPMI dipompakan kedalamnya sehingga limfosit ikut keluar bersama media. Suspensi sel dimasukkan dalam tabung sentrifus 10 mL dan disentrifus selama 10 menit. Pelet yang didapat, disuspensikan ke dalam 2 mL Tris Buffered Ammonium Chloride untuk melisiskan eritrosit. Sel dicampur hingga homogen dan didiamkan pada suhu ruang selama 2 menit. Ditambahkan 1 mL FBS pada dasar tabung, campur, sentrifus pada 1200 rpm 4°C selama 5 menit dan supernatan dibuang. Pelet dicuci 2 kali dengan RPMI dan dilakukan proses seperti awal hingga didapatkan beningan dan sel limfosit disuspensikan dengan medium komplit. Dilakukan penghitungan sel dengan hemositometer. Selanjutnya sel limfosit siap untuk diuji aktivitasnya dan dikultur dalam inkubator CO2 pada 37°C. Sebanyak 100 µL sel limfosit didistribusikan ke dalam sumuran-sumuran mikroplat 96-wells sesuai dengan masing-masing kelompok perlakuan dan diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator dengan aliran 5% CO2 pada suhu 37°C. Setelah diinkubasi selama 24 jam dan 48 jam, masing-masing sumuran ditambahkan larutan 20µL MTT 5 mg/mL. Kemudian diinkubasi lagi 4 jam pada suhu 37°C. Sel yang hidup akan bereaksi dengan MTT membentuk warna ungu. Reaksi dengan MTT dihentikan dengan menambah reagen stopper yaitu larutan SDS 10% dalam asam klorida 0,01N sebanyak 50µL pada tiap sumuran, selanjutnya diukur absorbansi dengan mikroplat reader dengan panjang gelombang 550 nm.

e. Analisis hasil

Data OD (Optical Density) yang menunjukkan jumlah imunoglobulin (IgG) dalam serum dengan metode ELISA tak langsung, dan hasil proliferasi sel limfosit dengan metode MTT-reduction, dihitung purata dan simpangan bakunya, kemudian dianalisis secara statistik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki sususnan asam amino yang hampIr sama dengan susu sapi sehingga susu kedelai seringkali digunakan sebagai pengganti susu sapi bagi mereka yang alergi terhadap protein hewani. Susu kedelai merupakan minuman yang bergizi tinggi, terutama kandungan proteinnya. Susu kedelai mengandung lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, provitamin A, vitamin B kompleks (kecuali B12), dan air. Susu kedelai memiliki senyawa isoflavon dan kaya akan protein sehingga diduga memiliki aktivitas imunostimulan. Ikatan sejumlah asam amino dengan vitamin dan beberapa zat gizi lainnya di dalam biji kedelai akan membentuk flavonoid. Flavonoid terbukti mampu mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Salah satu jenis flavonoid yang sangat banyak terdapat pada biji kedelai adalah isoflavon yang berfungsi untuk meningkatkan sistem imunitas (Smith, 1972; Dzurec, et al.,1985).

a. Penetapan imunoglobulin (IgG) serum dengan metode ELISA tak langsung

Mencit diinduksi dengan vaksin hepatitis B yang berperan sebagai antigen, sehingga akan merespon pembentukan Imunoglobulin. Induksi bertujuan untuk membangkitkan imunitas yang efektif sehingga terbentuk imunoglobulin dan sel- sel memori. Induksi dilakukan berulang sebanyak tiga kali agar sel-sel memori yang terbentuk semakin banyak (Subowo, 2009). Pada penelitian ini induksi dilakukan intraperitoneal, karena vaksin berupa campuran vaksin hepatitis B dengan minyak kelapa, dikhawatirkan jika disuntikkan intravena akan menyumbat pembuluh darah. Minyak kelapa (campuran 1 bagian minyak kelapa dan 3 bagian air) ini digunakan sebagai adjuvan yang berupa emulsi yang mampu memperkuat antigen dalam kemampuannya merangsang terbentuknya imunoglobulin. Pemberian antigen secara intraperitoneal, maka respon imun humoral berupa IgG diharapkan muncul, karena IgG berperan melindungi tubuh dari mikroorganisme berupa virus yang masuk melalui saluran pencernaan dan saluran pernafasan (Levinson dan Jawetz, 2003). Serum diisolasi dari darah yang diambil pada hari ke 14, 35 dan 46, melalui plexus retroorbitalis sebanyak ± 0,5 ml. Pengumpulan serum dilakukan setelah fase lag yaitu sekitar 7- 10 hari setelah antigen diinjeksikan. Pada induksi ketiga, serum diambil pada fase lag yang terjadi 3-5 hari setelah antigen diinjeksikan. Pengambilan darah yang berselang tersebut dimaksudkan agar hewan uji dapat memulihkan luka yang disebabkan pengambilan darah dari mata.

(4)

_______________________________________________

Volume 7, No. 5, Oktober 2013 http://www.lpsdimataram.com Semakin banyak imunoglobulin yang terdapat dalam

serum, maka semakin tinggi intensitas warna yang dihasilkan. Intensitas warna tersebut berbanding lurus dengan OD yang dibaca pada mikroplat reader. (Gambar 1).

Gambar 1. Grafik rata-rata hasil OD (optical

density) penentuan immunoglobulin G (Ig.G) serum hari ke 14, ke 32,

dan ke 46 dengan menggunakan metode ELISA

Dari grafik dalam Gambar 1, dapat diketahui bahwa antara kelompok perlakuan susu kedelai dengan levamisol pada hari ke-14, tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0,05) terhadap produksi IgG, dan kedua kelompok meningkat secara signifikan (p<0,05) dibanding dengan kelompok air. Demikian pula, pada hari ke-35 pengambilan serum, kadar IgG meningkat secara signifikan (p<0,05) terhadap kelompok air. Namun pada hari ke-46 terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) terhadap kadar IgG yang dihasilkan antara kelompok perlakuan susu kedelai dengan levamisol, dan susu kedelai lebih dapat meningkatkan secara signifikan (p<0,05) kadar IgG, dibandingkan dengan levamisol. Hal ini membuktikan bahwa susu kedelai mempunyai kemampuan menstimulasi sistem imun humoral lebih baik dibanding dengan levamisol, karena mengandung senyawa genestein yang merupakan isoflavon aglikon yang mempunyai aktivitas meningkatkan respon imun (Sasminto, et al., 2006). Sejumlah kecil protein yang diberikan secara oral akan lolos dari digesti enzimatis, dan kira-kira 2% akan diabsorbsi dalam bentuk antigen utuh. Oleh karena itu kemungkinan yang akan muncul adalah berkembangnya respon antibodi, respon imun sistemik dan respon imun toleran (Mowat, 1987). Air yang diberikan pada hewan uji tidak memiliki pengaruh imunostimulan terhadap peningkatan IgG pada sistem imun. Meningkatnya

respon Imunoglobulin G pada mencit yang diberikan perlakuan dengan air tidak disebabkan karena adanya pemberian air tetapi sistem imunitas hewan uji itu sendiri yang bekerja, karena diinduksi dengan antigen. Pada hari ke-35 dan ke-46 terjadi peningkatan respon imun, ini dikarenakan adanya sel-sel memori yang terbentuk pada saat induksi pertama, dan pada hari ke-35 dan ke-46 sel-sel memori tersebut meningkat sehingga jumlah imunoglobulin yang dihasilkan meningkat pula (Subowo, 2009).

b. Penetapan jumlah proliferasi sel limfosit

Isolasi sel limfosit dari limpa dilakukan pada hari ke-46 diharapkan setelah dilakukan induksi berulang-ulang akan terjadi peningkatan jumlah sel-sel respon imun. Untuk mendapatkan suspensi sel-sel limfosit, dilakukan pemompaan media RPMI ke dalam limpa. Dengan cara ini jumlah sel yang rusak dapat diminimalkan. Kultur diinkubasi masing-masing selama 24 dan 48 jam, kemudian ditambahkan reagen MTT. Garam Yellow tetrazolium direduksi oleh sistem enzim dehidrogenase dalam mitokondria sel hidup menjadi bentuk kristal formazan ungu, apabila diinkubasi selama 2-4 jam. Dengan penambahan detergen yaitu SDS, maka sel akan lisis dan kristal larut, sehingga terjadi larutan yang berwarna. Hasil sebagai OD dibaca pada mikroplat reader pada panjang gelombang 550 nm. Terdapat hubungan yang linier antara jumlah sel dengan besarnya OD yang ditetapkan.

Gambar 2. Grafik hasil OD rata-rata proliferasi sel Limfosit dengan Metode MTT-reduction yang diinkubasi selama 24 jam dan 28 jam.

Dari grafik data OD pada Gambar 2, menunjukkan bahwa antara kelompok perlakuan susu kedelai saat inkubasi 24 jam tidak terdapat

(5)

_______________________________________ http://www.lpsdimataram.com Volume 7, No. 5 Oktober 2013 perbedaan yang signifikan (p>0,05) terhadap jumlah

sel limfosit yang berproliferasi dibanding dengan kelompok levamisol dan air. Sedangkan pada inkubasi 48 jam menunjukkan antara kelompok perlakuan susu kedelai terjadi penurunan proliferasi yang signifikan (p<0,05) dibanding dengan kelompok levamisol dan air. Hal ini bisa disimpulkan, bahwa susu kedelai yang mengandung genestein berperan dalam meningkatkan aktivitas sel NK dan sel T sitotoksik (Rorie, 2002), sehingga menurunkan jumlah sel limfosit dalam kultur pada inkubasi 48 jam. Hasil proliferasi sel limfosit pada inkubasi 48 jam sebelum ditambahkan reagen MTT, dapat dilihat pada Gambar 3, 4, dan 5 Dari kultur limfosit pada pemberian susu kedelai (Gambar 3), terlihat bahwa gerombolan sel limfosit lebih sedikit dibanding dengan pemberian levamisol (Gambar 4) dan air (Gambar 5). Hal ini sesuai dengan grafik hasil dari pengukuran dengan metode MTT reduction (Gambar 2) pada inkubasi 48 jam, yang menunjukkan bahwa levamisol dapat meningkatkan proliferasi limfosit secara signifikan (p<0,05) dibanding dengan pemberian air dan susu kedelai.

Hal ini membuktikan bahwa susu kedelai mempunyai kemampuan menstimulasi sistem imun humoral lebih baik dibanding dengan levamisol, karena mengandung senyawa genestein yang merupakan isoflavon aglikon yang mempunyai aktivitas meningkatkan respon imun. Air yang diberikan pada hewan uji tidak memiliki pengaruh imunostimulan terhadap peningkatan IgG dan IgA pada sistem imun. Jumlahnya yang agak tinggi bukan dikarenakan adanya pemberian air tetapi sistem imunitas hewan uji itu sendiri yang bekerja, karena diinduksi dengan antigen. Pada hari ke-35 dan ke-46 terjadi peningkatan respon imun, ini dikarenakan adanya sel-sel memori yang terbentuk pada saat induksi pertama, dan pada hari ke-35 dan ke-46 sel-sel memori tersebut meningkat sehingga jumlah imunoglobulin yang dihasilkan meningkat pula (Subowo, 2009; Sasminto, et al., 2006).

Gambar 3 Proliferasi sel limfosit pada pemberian susu kedelai (perbesaran 200x)

Gambar 4. Proliferasi sel limfosit pada pemberian levamisol (perbesaran 200x)

Gambar 5 Proliferasi sel limfosit pada pemberian air (perbesaran 200x)

PENUTUP a. Simpulan

Dari hasil penelitian yang diperoleh, disimpulkan bahwa dengan pemberian susu kedelai dosis 0,7mL/20g/BB pada mencit yang diinduksi dengan hepatitis B dapat meningkatkan kadar imunoglobulin (IgG) serum yang berbeda secara signifikan (p<0,05), tetapi tidak berpengaruh dalam memacu proliferasi sel limfosit.

b. Saran

Perlu dilakukan penelitian yang lain mengenai pengaruh pemberian susu kedelai terhadap respon imunitas immunoglobulin A dan aktifitas makrofag pada mencit BABL/c yang diinduksi dengan vaksin hepatitis B.

DAFTAR PUSTAKA

Afriansyah N. Tempe Dapat Hambat Kanker Prostat. http://www.kompas.com. [8 mei 2010].

(6)

_______________________________________________

Volume 7, No. 5, Oktober 2013 http://www.lpsdimataram.com Baratawidjaja, K.G, 2000, Imunologi Dasar. Edisi

IV, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 3-246. Burgess, G.W., 1995, Teknologi ELISA dalam

Diagnosis dan Penelitian, diterjemahkan oleh Wayan T. Artama, Gadjah Mada University, Jogjakarta, 55-56

Businco, L., Giampetro P.G., Lucenti P., Lucaroni, F., Pini C., Di Felice G., Iacovacci P., Curadi C., Orlandi M. 2000. Allergenicity of Mare, s Milk in Children with Cow,s Milk Allergy. Abstract. Journal of Allergy and Clinical Immunology. 105 (5).

Csapo-Kiss, Zs., J. Stefler, T.G. Martin, S. Makray and J. Csapo. 1995. Composition of Mares, Milk. Protein Content, Amino Acid Composition and Contents of Macro and Micro-elements. Int. Dairy Journal. 5 : 403-415.

Dzurec, JR., and Zahl 1985. Effect of Heating, Cooling, and Storing Milk on Casein and Whey Proteins. J Dairy Sci. 68(2) : 273-280

Gall, H., Kalveran C. M., Sick H., Sterry W. 1997. Allergy to the Heat-Labile Protein α–Lactalbumin and β- Lactoglobulin in Mare’s Milk. Abstract Journal of Allergy and Clinical Immunology. 97(6).

Kosikowski, K. 1977. Cheese and Fermented Milk Food. Edward Brother, Inc., Michigan. Koswara S. Susu Kedelai Tak Kalah Dengan Susu

Sapi. http://www.indomedia.com.[8 mei 2010].

Levinson W, dan Jawetz E, 2003, Medical Microbiology and Immunology Examination and Board Review, McGraw-Hill, Singapore.

Masun L, dkk. Sifat Hipoglikemik dan Hipokolesterolemik Protein Kedelai pada Tikus Model Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) Induksi Alloksan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol.XIII. N0. 2, 2002.

Miyauchi, H., S. Hashimoto, M. Nakajima, I. Shinoda, Y. Fukuwatari, and H. Hayasawa 1998. Bovine Lactoferrin Stimulates the Phagocytic Activity of Human Neutrophils : Identification of Its Active Domain. Cellular Immunology 187 : 34-37.

Masun L, dkk. Sifat Hipoglikemik dan Hipokolesterolemik Protein Kedelai pada Tikus Model Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) Induksi Alloksan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol.XIII. N0. 2, 2002.

Mowat, M. A. 1987. The Regulation of Immune Responses to Dietary Protein Antigens. Immunology Today 8(3) : 93 –98.

Nurliyani, Wayan, T.A., Zuheid Noor 2003. Sifat Imunomodulator Protein Susu Kuda pada Respon Imun Humoral Mencit. Proceeding Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI). Rorie S, 2002, The Road To Immune Health,

available at http://www.vpico.com (Juli, 2010)

Rosemont I. 1990. Yoghurt Its Nutritional and Helth Benefits. Journal Dairy Counc. Dig. Sasminto E, Mulyaningsih S, Untari E K,

Widyaningrum R. 2006. Aktivitas imunostimulan susu kedelai terhadap immunoglobulin dan proliferasi sel limfosit pada mencit Babl/c yang di induksi hepatitis A. Majalah Farmasi Indonesia. 17(3):156-161

Subowo, 2009, Imunologi Klinik, Penerbit Angkasa, Bandung.

Smith, A.K. and Circle. 1972. Soybean: Chemistry and Technology. New York: The Avi Poublishing Co Connectient.

See D, Mason S, Roshan R, 2002, Increased tumor necrosis factor alpha (TNF-alpha) and Natural killer cell (NK) function using integrative approach in late stage cancers, available at http://www.yahoo.com (Juli, 2010).

Winarno F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, Wijayanti, M.A. 1996. Peranan Makrofag dalam

Imunitas terhadap Infeksi Malaria: Kajian Kemampuan Fagositosis dan Sekresi Radikal Oksigen Intermediet Makrofag Peritoneum Mencit yang Diimunisasi dan Tidak Diimunisasi In Vitro. Tesis Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jurusan Ilmu-Ilmu Kesehatan. Universitas Gadjah Mada.

Gambar

Gambar 2.  Grafik hasil OD rata-rata proliferasi sel  Limfosit  dengan  Metode   MTT-reduction  yang  diinkubasi  selama  24  jam dan 28 jam
Gambar 4.    Proliferasi  sel  limfosit  pada  pemberian  levamisol (perbesaran 200x)

Referensi

Dokumen terkait

Outcome dengan cara menentukan kelompok kasus yaitu bayi asfiksia (AS &lt;7, menit 1) dilakukan penanganan resusitasi bayi saat lahir sampai pada menit ke 5 bayi masih

Access juga dapat digunakan sebagai sebuah basis data untuk aplikasi Web dasar yang disimpan di sebagai sebuah basis data untuk aplikasi Web dasar yang disimpan

Penyajian makanan merupakan faktor terakhir dari proses penyelenggaraan makanan. Meskipun makanan diolah dengan cita rasa yang tinggi tetapi dalam penyajiannya tidak

Koefisien korelasi simultan digunakan untuk mengetahui hubungan atau derajat keeratan antara variabel-variabel independen yang ada dalam model regresi, dengan

Strategi pengembangan yang bisa diterapkan oleh industri kecil tas di Kecamatan Jati Kabupaten Kudus adalah strategi konsentrasi melalui integrasi horizontal atau stabil,

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis telah dapat menyusun dan menyelesaikan tesis dengan judul &#34;Analisis Hubungan

Hasil Analisis keragaman (Anova) terhadap tepung tulang ikan belida menunjukkan adanya beda nyata antar perlakuan P&lt;0,05 (lampiran 11). Dari hasil uji BNT

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.4 dapat diketahui sebanyak 16 siswa (53%) mempunyai motivasi sangat tinggi dalam mengikuti pembelajaran dikelas pada mata pelajaran