• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIKAP ORANG TUA PADA ANAK DOWN SYNDROM DI KELURAHAN GUNUNG SARIK KECAMATAN KURANJI PADANG. By:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIKAP ORANG TUA PADA ANAK DOWN SYNDROM DI KELURAHAN GUNUNG SARIK KECAMATAN KURANJI PADANG. By:"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

SIKAP ORANG TUA PADA ANAK DOWN SYNDROM DI KELURAHAN GUNUNG SARIK

KECAMATAN KURANJI PADANG

By: Oleh: Alviolita*

Ahmad Zaini, S.Ag., M.Pd** Rila Rahma Mulyani, M.Psi., Psi** Student*

Lecturers**

Student Guidance and Counseling, STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACT

This research is motivated by the attitude of parents who are ashamed to have Down syndrome children. This study aims to look at the attitude of parents that have children Down syndrome in the Village of Mount Sarik District of Kuranji Padang, with a focus on the attitude of parents in a child down syndrome of: 1) The attitude of parents viewed from the aspect of cognitive, 2) The attitude of parents seen from affective aspects, 3) The attitude of parents seen from conative aspect.

This research was conducted with a qualitative approach that is descriptive is describing the symptoms, facts and realities that exist in the field what it is about the attitude of parents in children down syndrome. As for the informant research are: Parents who have children with Down syndrome, as well as the brother of a Down syndrome child. Instruments that researchers use in this research is interview and documentation study, the technique used in the processing of data through data reduction, data presentation and conclusion.

Results of the study revealed that: 1) The attitude of parents in children down syndrome seen from cognitive, parents are always afraid of the actions taken and parents are concerned about what was done by the child down syndrome, 2) The attitude of parents in children down syndrome seen from the aspect affective, so parents did not believe what the child down syndrome, 3) The attitude of parents in children down syndrome, sometimes parents who have children with down syndrome are more likely to prohibit their children to interact with the outside environment and also sometimes parents feel embarrassed bringing down syndrom child in the outdoor environment. Although parents have received a down syndrome child's condition is different from other normal children.

Keyword: Attitude, parents, children down syndrome. Pendahuluan

Masa menjadi orang tua merupakan masa yang dinanti dalam kehidupan seseorang. Seiring harapan untuk memiliki anak dari hasil pernikahan, maka menjadi orang tua merupakan suatu keniscayaan, yang ditunggu–tunggu oleh setiap pasangan suami istri. Dari status yang pasangan suami istri sekarang akan berperan sebagai orang tua yang menjadi panutan bagi anak-anaknya nanti. Setiap orang tua akan menginginkan anaknya lahir ke dunia dengan sehat dan normal, tapi ketika orang tua mengetahui bahwa anaknya yang lahir tidak seperti anak normal lainnya, maka

akan ada penolakan orang tua terhadap anak down syndrom.

Orang tua memandang anak berkebutuhan khusus (down syndrom) adalah aib bagi diri si anak tersebut maupun bagi keluarganya. Sebab secara fisik maupun perilaku anak berkebutuhan memiliki perbedaan yang aneh dengan anak normal terkadang di dukung oleh sikap dan perilakunya yang tidak wajar, nakal ataupun susah diarahkan secara baik-baik.

Secara sederhana, menurut Lyne (Yulidar, 2011:6) Down Syndrom dapat

(3)

didefinisikan sebagai gangguan kromosom dimana anak normal berjumlah 46 kromosom. Meskipun hampir tidak ada perbedaan secara klinis, namun secara genetis ada 3 tipe DS, yakni: (a) Trisomi 21, dimana ada kromosom ekstra 21 yang dalam keadaan normal berjumlah 2, dalam DS berjumlah 3 kromosom 21. Hampir 95% kasus merupakan tipe trisomi 21. (b) Translokasi kromosom, potongan ekstra kromosom lain. Sekitar 4% anak DS menderita tipe Translokasi kromosom. (c) Tipe Mosaik, dimana pada beberapa sel terdapat trisomi 21, sementara sel lainnya normal.

Menurut Lyne (Yulidar, 2011:6) Down Syndrom (DS) sering disebut sebagai salah satu penyebab Retardasi Mental (RM), karena pada umumnya standar intelegensi (IQ) berkisar antara lemah sampai rata-rata saja. Namun perlu diingat bahwa anak-anak DS banyak juga yang memiliki kemampuan memori kreativitas, talenta dan kecerdikan tertentu yang kadang-kadang membuat kita tercengang. Pada anak DS, perkembangan awalnya normal seperti anak lainnya, namun semakin besar tingkat perkembangannya justru semakin menurun. Dampak anak down syndrom adalah perkembangan bahasanya di bawah rata-rata normal atau yang lebih dikenal dengan istilah Mental Retardasi, sedangkan dalam pendidikan disebut Tuna Grahita.

Anak dengan down syndrom dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri fisik tertentu, seperti wajah bulat, lebar, hidung datar, dan adanya lipatan kecil yang mengarah ke bawah pada kulit di bagian ujung mata yang memberikan kesan sipit. Lidah yang menonjol, tangan yang kecil dan berbentuk segi empat dengan jari-jari pendek, jari kelima yang melengkung, ukuran tangan dan kaki yang kecil serta tidak proporsional dibandingkan keseluruhan tubuh juga merupakan ciri-ciri anak dengan down syndrom. Hampir semua anak ini mengalami retardasi mental dan banyak diantara mereka mengalami masalah fisik, seperti gangguan pada pembentukan jantung dan kesulitan pernapasan (Greene, 2003:150).

Terdapat dua kemungkinan sikap yang akan dimunculkan oleh anggota keluarga terhadap individu yang terbelakang mental, yaitu menerima atau menolak. Namun pada kenyataannya, respon

penerimaan masing-masing individu tidaklah selalu sama. Respon inilah yang nantinya akan menjelaskan apakah mereka benar-benar menerima atau sebenarnya melakukan penolakan dengan cara-cara atau perlakuan tertentu. Hal ini juga akan menjelaskan tentang bagaimana pola sebuah keluarga untuk dapat menyesuaikan diri dengan keberadaan individu yang berbeda tersebut.

Sikap orang tua yang mau menerima anak yang mencakup berbagai perasaan dan perilaku yang menunjukkan kehangatan, afeksi, kepedulian, kenyamanan, perhatian, perawatan, dukungan dan cinta. Adapun sisi yang lain ditandai oleh penolakan yang mencakup ketiadaan dan penarikan berbagai perasaan atau perilaku tersebut (kehangatan, afektif, dan lain-lain), dan adanya berbagai perasaan atau perilaku yang menyakitkan secara fisik maupun psikologis (seperti: tidak menghargai, penelantaran, tak acuh, caci maki, dan penyiksaan). Menurut Rohner (Lestari, 2012:17) persepsi anak terhadap penerimaan dan penolakan orang tua atau sosok signifikan yang lain akan mempengaruhi perkembangan kepribadian individu dan mekanisme yang dikembangkan dalam menghadapi masalah.

Menurut Ahmadi (2007:149), tiap-tiap sikap mempunyai 3 aspek yaitu: 1. Aspek kognitif yaitu yang berhubungan

dengan gejala mengenal pikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman, dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek atau kelompok objek tertentu.

2. Aspek afektif yaitu berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati, antipati, dan sebagainya yang ditunjukkan kepada objek-objek tertentu. 3. Aspek konatif yaitu berwujud proses

tendensi/ kecenderungan untuk berbuat sesuatu objek, misalnya: kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan diri dan sebagainya.

Menurut Eagly & Chaiken, 1993 (Hanurawan, 2010:64-65) sikap adalah tendensi untuk bereaksi dalam cara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap merupakan emosi atau afek diarahkan oleh seseorang kepada orang lain, benda, atau peristiwa sebagai objek sasaran sikap. Sikap melibatkan kecenderungan respons yang

(4)

bersifat preferensial. Dalam konteks itu, seseorang memiliki kecenderungan untuk puas atau tidak puas, positif atau negatif, suka atau tidak suka terhadap suatu sikap.

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka fokus masalah pada penelitian ini adalah:

1. Sikap orang tua pada anak down syndrom yang dilihat dari aspek kognitif. 2. Sikap orang tua pada anak down

syndrom yang dilihat dari aspek afektif. 3. Sikap orang tua pada anak down

syndrom yang dilihat dari aspek konatif. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif yang bersifat studi kasus (case studies) yaitu berusaha secara utuh, mendalam dan intensif mengungkap sikap orang tua terhadap anak down syndrom. Menurut Moleong (2010:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Seiring dengan itu menurut Arikunto (2010:185), penelitian ini berupa penelitian kasus yaitu: penelitian kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu. Ditinjau dari wilayahnya maka penelitian kasus hanya meliputi daerah atau subjek yang sempit. Tetapi ditinjau dari sifat penelitian kasus lebih mendalam.

Data yang telah dikumpulkan seterusnya dianalisis. Miles dan Huberman (Sugiyono, 2011:337-345) menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif ada 3 tahapan analisis, yaitu:

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data merupakan proses merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, di cari tema dan polanya dan yang tidak perlu dari data yang diperoleh di lapangan. Pada tahap ini peneliti memilih data mana yang relavan dengan tujuan dan fokus penelitian selanjutnya dikelompokkan.

2. Penyajian Data (Display Data)

Penyajian data dapat di lakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Penyajian data yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. 3. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan analisis lanjutan dari reduksi data dan penyajian data, sehingga data dapat disimpulkan dalam bentuk deskriptif sebagai laporan penelitian, dan tahap terakhir dari data sudah ada kesimpulan.

Hasil dan Pembahasan

1. Sikap Orang Tua pada Anak Down Syndrom Dilihat dari Aspek Kognitif

Sikap orang tua yang hanya melihat apa saja yang dilakukan oleh si anak dan Ibu yang tidak mengajarkan anaknya untuk mandiri. Ibu melarang anak untuk memperbaiki alat elektronik yang rusak, karena Ibu khawatir bahwa nantinya akan membuat tambah rusak. Padahal anak memiliki kepadaian dalam memperbaiki alat elektronik yang rusak, tetapi orang tua ragu terhadap kepandaian yang dimiliki si anak. Ibu sebagai orang tua yang paling dekat dengan anak, masih saja sering khawatir dengan kegiatan yang dilakukan oleh anak. Walaupun si anak memiliki kondisi yang tidak sama dengan anak normal lainnya, seharusnya orangtua mendukung terhadap kelebihan yang ada pada si anak.

a. Pengolahan

Sadulloh, dkk (2011: 194) mengatakan bahwa ibu memegang peran penting dalam mendidik anak-anaknya. Sejak dilahirkan ibulah yang selalu di sampingnya, memberi makan, minum, mengganti pakaian dan sebagainya. Karena itu kebanyakan anak lebih cinta kepada ibunya dari pada anggota keluarga lainnya. Ibu dalam keluarga merupakan orang yang pertama kali berinteraksi dengan anaknya. b. Pengalaman

Menurut Rahman (2013: 133) sikap terbentuk karena pengalaman langsung (learning by direct experience). Sikap seseorang bisa saja terbentuk karena pengalamannya sendiri. Sedangkan menurut Walgito (2003: 130) Bagaimana sikap seseorang terhadap objek sikap akan dipengaruhi oleh pengalaman langsung

(5)

orang yang bersangkutan dengan objek sikap tersebut. Misal orang yang mengalami peperangan yang sangat mengerikan, akan mempunyai sikap yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami peperangan terhadap objek sikap peperangan atas dasar pengalamannya.

c. Keyakinan

Menurut Walgito (2003: 134) objek sikap akan dipersepsi oleh individu, dan hasil persepsi akan dicerminkan dalam sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan. Dalam mempersepsi objek sikap individu akan dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, cakrawala, keyakinan, proses belajar, dan hasil proses persepsi ini akan merupakan pendapat atau keyakinan individu mengenai objek sikap, dan ini berkaitan dengan segi kognisi. d. Harapan

Menurut Rahman (2013: 135) pernyataan sikap dipengaruhi oleh harapan sosial dan tingkat risiko yang mungkin dialami. Kita tentu akan lebih mudah menyatakan sikap yang tingkat social desireablity-nya tinggi dan potensi risikonya rendah daripada sikap yang tingkat social desireablity-nya rendah dan potensi risikonya tinggi.

2. Sikap Orang Tua pada Anak Down Syndrom Dilihat dari Aspek Afektif

Sikap orang tua yang sangat khawatir terhadap anaknya dan orangtua yang tidak mempercayai apa yang dilakukan sendiri oleh si anak. Orang tua membiarkan anaknya melakukan sesuatu dan setelah tingkah laku anak salah baru orang tua menegur anaknya. Orang tua melarang anak untuk bermain dengan temannya, dikarenakan terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan dan itulah yang membuat orang tua ketat dalam mengawasi anaknya. a. Ketakutan

Menurut Riyanti (2013: 128) rasa takut adalah perasaan yang khas pada anak. Pada dasarnya rasa takut itu bermacam-macam, ada yang timbul karena seorang anak kecil memang ditakut-takuti atau karena berlakunya berbagai pantangan di rumah. Akan tetapi, ada juga rasa takut naluriah yang terpendam dalam hati sanubari setiap insan. Misalnya saja, rasa takut akan tempat gelap, tempat sepi, atau menghadapi hal-hal yang tidak dikenal (Sobur, 2009: 410).

Setiap manusia pasti pernah merasakan takut, karena seseorang yang pemberani tidak lahir begitu saja. Mereka menjadi pemberani karena selalu belajar untuk mengatasi rasa takut. Jika ditelaah secara mendalam, tidak selamanya perasaan takut yang dialami oleh seseorang selalu berdampak buruk bagi jiwa dan pikirannya.

Alisjahbana (Sobur, 2009: 411-412) menjelaskan bahwa anak-anak di bawah umur enam tahun, rasa takut akan kehilangan dukungan dan bimbingan dari orangtua sangat mendalam. Mereka takut bahwa perhatian dan kasih sayang orang tuanya akan berkurang dan merasa cemas terhadap apapun yang mungkin membahayakan hubungan tersebut.

b. Simpati

Menurut Ahmadi (2007: 58-59) simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Proses simpati dapat pula berjalan secara perlahan-lahan secara sadar dan cukup nyata dalam hubungan dua atau lebih orang. Misalnya, hubungan cinta kasih antara manusia, biasanya didahului dengan hubungan simpati. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilaian perasaan seperti juga pada proses identifikasi. Bahkan orang dapat tiba-tiba merasa tertarik kepada orang lain dengan sendirinya karena keseluruhan cara-car bertingkah laku menarik baginya.

3. Sikap Orang Tua pada Anak Down Syndrom Dilihat dari Aspek Konatif

Sikap orang tua yang memaksa anak melakukan kegiatannya sendiri dan setelah anak sulit melakukan kegiatannya barulah orang tua membantu. Orang tua tidak membiarkan apa-apa yang dilakukan sendiri mesti orang tua yang melakukan semuanya, oleh sebab itu orang tua mengajarkan anak untuk bergantung pada orang tua. Melarang anaknya bermain di lingkungan luar rumah dikarenakan takut terjadi apa-apa terhadap anaknya dan terkadang orangtua minder membawa anaknya di kegiatan yang ada di luar rumah.

a. Kecenderungan Memberi Pertolongan Siswanto dan Lestari (2012: 74) menyatakan bahwa jangan sesekali orang tua mengikuti permintaan anak yang tidak realistis atau tidak bisa Anda terima hanya untuk menghindari ledakan emosi anak. Jika memang anak meminta sesuatu di luar

(6)

toleransi, orang tua harus tegas mengatakan tidak.

b. Kecenderungan Menjauhkan Diri Menurut Rohner (Lestari, 2012:17) adapun sisi yang lain ditandai oleh penolakan yang mencakup ketiadaan dan penarikan berbagai perasaan atau perilaku tersebut (kehangatan, afektif, dan lain-lain), dan adanya berbagai perasaan atau perilaku yang menyakitkan secara fisik maupun psikologis (seperti: tidak menghargai, penelantaran, tak acuh, caci maki, dan penyiksaan).

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tentang sikap orang tua pada anak down syndrom di Kelurahan Gunung Sarik Kecamatan Kuranji Padang, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Sikap orang tua pada anak down syndrom dilihat dari aspek kognitif yaitu, orang tua yang menjaga dan mengurus anak down syndrom yang sangat hati-hati dan mengawasi setiap kegiatan anak down syndrom dengan ketat. Sehingga anak merasa tertekan dengan pengawasan dan larangan orang tua terhadap apa yang dilakukan anak down syndrom.

2. Sikap orang tua pada anak down syndrom dilihat dari aspek afektif yaitu, orang tua yang selalu takut terhadap tindakan yang dilakukan dan orang tua yang mengkhawatirkan apa yang dilakukan sendiri oleh anak down syndrom. Sehingga orang tua tidak mempercayai apa yang dilakukan anak down syndrom.

3. Sikap orang tua pada anak down

syndrom dilihat dari aspek konatif yaitu, orang tua yang cenderung membantu apa yang diperlukan anak down syndrom dan orang tua yang selalu mencukupi kebutuhan anak down syndro. Terkadang orang tua yang memiliki anak down syndrom lebih cenderung melarang anaknya berinteraksi dengan lingkungan luar dan juga terkadang orang tua merasa malu membawa anak down syndrom di lingkungan luar.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis menyarankan kepada berbagai pihak yang terkait, sebagai berikut:

1. Orang tua anak down syndrom: agar menerima kondisi anak dan lebih sabar dalam menghadapi tingkah laku anak down syndrom.

2. Anak down syndrom: agar dapat mandiri dalam melakukan kegiatannya sehari-hari.

3. Masyarakat: agar mau menerima keberadaan anak down syndrom di lingkungan masyarakat.

4. Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat Padang: sebagai bahan masukan dalam upaya mengembangkan hidup bermasyarakat bagi calon guru pembimbing berkarakter, cerdas yang berkaitan dengan sikap orangtua terhadap anak down syndrom. . 5. Peneliti selanjutnya: untuk jadi pedoman

dan sumber ilmu pengetahuan dalam menambah wawasan untuk penelitian selanjutnya.

Kepustakaan

Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Greene, Beverly. 2003. Psikologi Abnormal Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Hanurawan, Fattah. 2010. Psikologi Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya. Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga.

Jakarta: Kencana Pernada Media Group.

Moleong, Lexy. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosada Karya.

Rahman, Agus Abdul. 2013. Psikologi Sosial. Depok: Rajagrafindo Persada. Riyanti, Juni Dwi. 2013. Back to Nature:

Mendidik dan Mengasuh Anak Sejak Lahir hingga Usia Sekolah. Yogyakarta: Andi Offset.

Sadulloh, Uyoh. 2011. Pedagogik. Bandung: Alfabeta.

Siswanto, Igrea dan Sri Lestari. 2012. Panduan bagi Guru dan Orangtua (Pembelajaran Atraktif

(7)

dan 100 Permainan Kreatif untuk PAUD). Yogyakarta: Andi Offset .

Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Andi Yulidar. 2011. Dislogia. Jakarta: Akademi

Referensi

Dokumen terkait

Tindakaan tersebut sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh badan kesehatan dunia.Salah satu usaha yang dilakukan untuk dapat membantu memberikan oksigen yang

Ada sebagian orang yang senang sekali membatasi hidup orang lain berdasarkan warna yang dia gunakan, misalnya mengatakan “kamu sih suka baju warna hitam,

The research is focused on the development a tool for converting IOTNE into IOTED and apply the tool to obtain EDM in the Indonesian industrial sector based on the 2008

Peranan administrasi perkantoran sangat penting pada suatu kantor yang.. berfungsi sebagai alat mencapai

Demikian pula dengan produksi yang dihasilkan, perkebunan rakyat masih lebih dominan dibandingkan dengan perkebunan besar, baik milik Negara maupun swasta

Dalam UU Wakaf, pasal 62 yang menjelaskan tentang penyelesaian sengketa mengenai wakaf, disebutkan apabila penyelesian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi terbaik hidrolisis enzim yaitu pada konsentrasi enzim selulase 5% v/v selama 12 jam pada hidrolisat asam sulfat 1%

Tak terhingga rasa syukur yang penulis rasakan saat ini karena akhirnya penulis bisa menyelesaikan Laporan Kerja Praktek ini dengan judul “Mengkonfigurasi DNS server di LPSE