• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING TERHADAP PENINGKATAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA KELAS VIII.I DI SMP N 1 PARIANGAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING TERHADAP PENINGKATAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA KELAS VIII.I DI SMP N 1 PARIANGAN SKRIPSI"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK

ASSERTIVE TRAINING TERHADAP PENINGKATAN

KEPERCAYAAN DIRI SISWA KELAS VIII.I DI SMP N 1

PARIANGAN

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

(S-1)

Jurusan bimbingan dan Konseling

Oleh:

Desi Ratnasari

Nim: 15300800020

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

BATUSANGKAR

(2)
(3)
(4)
(5)

i

DESI RATNASARI. NIM, 15 300 800 020 judul SKRIPSI

“PENGARUH KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK

ASSERTIVE TRAINING TERHADAP PENINGKATAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA SMP N 1 PARIANGAN”. Jurusan Bimbingan dan Konseling

Fakultas Tarbiyan dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.

Masalah pokok dalam penelitian ini adalah tentang rendahnya kepercayaan diri siswa di SMP N 1 Pariangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa pengaruh konseling kelompok dengan teknik assertive training untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa.

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode eksperimen. Jenis desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-eksperimental design, tipe one group pretest-posttest design. Instrumen yang digunakan adalah instrumen skala kepercayaan diri. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII.I SMPN 1 Pariangan sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah siswa yang memiliki kepercayaan diri yang sedang dan rendah sebanyak 10 siswa yang diperoleh melalui teknik purposive sampling. dan teknik analisis yang digunakan uji-t dan n-gain.

Hasil penelitian yang diperoleh yaitu: terdapat pengaruh yang signifikan dengan menggunakan konseling kelompok teknik assertive training terhadap peningkatan kepercayaan diri siswa kelas VIII.I di SMPN 1 Pariangan dengan hasil t hitung sebesar (t0= 10,79) pada df 9 dengan taraf signifikansi sebesar 5%.

Dapat dipahami bahwa konseling kelompok teknik assertive training efektif dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa di SMPN 1 Pariangan.

(6)

ii

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat allah SWT, yang senantiasa mencurahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “PENGARUH KONSELING

KELOMPOK DENGAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING TERHADAP PENINGKATAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA SMP N 1 PARIANGAN”.

Selawat beserta salam kita mohonkan kepada allah semoga selalu tercurahkan pada junjungan umat, pelita dikala malam dan pelipur lara dikala duka, yaitu nabi muhammad SAW allahumma shalli ‘ala muhammad, wa ‘ala ali muhammad.

Selama menyelesaikan skripsi ini penulis menemui berbagai bentuk kesulitan, namun berkat bantuan, bimbingan, serta motivasi dari berbagai pihak baik bantuan moril maupun materil, sehingga semua kendala dan kesulitan yang penulis temui dapat diselesaikan dengan baik, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: teristimewa orang tua tercinta, Ayahanda Burhanudin dan Ibunda Jusmanidar dan saudara penulis yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil, serta do’a beliau yang membuat penulis bisa seperti sekarang ini, dan bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada rektor IAIN Batusangkar Bapak Dr.

Kasmuri MA, selajutnya kepada Dekan Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Bapak Dr. Sirajul Munir, M.Pd. dan ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling Bapak Dasril, S.Ag., M.Pd yang selalu memudahkan segala urusan dalam penyelesaian

skripsi ini, tidak terlupakan kepada Bapak/Ibuk dosen yang telah mendidik penulis tanpa pernah merasa bosan. Terima kasih juga kepada Kepala Perpustakaan IAIN Batusangkar dan staff yang telah memberikan fasilitas berupa buku-buku untuk menyelesaikan skripsi in.

Selanjutnya penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Irman,

S.Ag., M.Pd. dan Ibuk Sisrazeni,S.Psi.I.,M.Pd selaku dosen pembimbing I dan

II, sekaligus telah penulis anggap sebagai orang tua penulis yang telah mau meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan petunjuk dan nasehat maupun saran-saran yang sangat berharga dan selalu memotivasi penulis hingga akhir penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dra. Hadiarni M.Pd., Kons selaku validator angket dan dosen penguji proposal skripsi, serta dosen Penasehat Akademik Bapak Dr. Kasmuri MA, yang telah memudahkan segala urusan dalam menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan skripsi in.

(7)

iii

(8)

iv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI BIODATA PENULIS

HALAMAN PERSEMBAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7 C. Batasan Masalah... 8 D. Rumusan Masalah ... 8 E. Tujuan Penelitian ... 8 F. Manfaat Penelitian ... 8 G. Defenisi Operasional ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri ... 11

a. Pengertian Kepercayaan Diri ... 11

b. Aspek-Aspek Kepercayaan Diri ... 13

c. Ciri-Ciri Kepercayaan Diri ... 15

(9)

v

2. Konseling Kelompok ... 21

a. Pengertian Konseling Kelompok ... 21

b. Tujuan Konseling Kelompok ... 23

c. Faktor-Faktor Mempengaruhi Konseling Kelompok ... 25

d. Asas-Asas Dalam Konseling Kelompok ... 27

e. Komponen Layanan Konseling Kelompok ... 28

f. Pelaksanaan Layanan Konseling Kelompok ... 30

3. Teknik Assertive Training... 32

a. Pengertian Assertive Training ... 32

b. Tujuan Assertive Training... 35

c. Tahapan Pelaksanaan Teknik Assertive Training ... 36

d. Teknik Assertive Dalam Konseling Kelompok ... 39

4. Keterkaitan Konseling Teknik Assertive Training dengan Kepercayaan Diri ... 41

B. Kajian Penelitian yang Relevan ... 42

C. Kerangka Berfikir... 43

D. Hipotesis ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pertanyaan Penelitian ... 45

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 45

C. Jenis Penelitian ... 45

D. Populasi dan Sampel ... 46

E. Pengembangan Instrumen ... 50

F. Metode Pengumpulan Data ... 58

G. Teknik Analisis Data ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Pendahuluan ... 64

B. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 64

(10)

vi D. Pembahasan ... 106 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 109 B. Implikasi ... 109 C. Saran ... 110 DAFTAR KEPUSTAKAAN LAMPIRAN

(11)

vii

DAFTAR TABEL

TABEL Hal

2.1 Strategi assertive training ... 38

3.1 Hasil pengukuran kepercayaan diri (keseluruhan) ... 47

3.2 Populasi penelitian ... 47

3.3 Sampel penelitian ... 50

3.4 Kisi kisi pengembangan instrumen ... 51

3.5 Hasil validasi konstruk kepercayaan diri ... 54

3.6 Realibility statistic ... 56

3.7 Model pre-eksperimen ... 57

3.8 Alternatif jawaban ... 59

3.9 Klasifikasi kepercayaan diri keseluruhan... 61

3.10 Klasifikasi kepercayaan diri masing-masing aspek ... 62

4.1 Hasil pre-test kelompok Eksperimen ... 64

4.2 Pre-test kelompok eksperimen aspek keyakinan kemampuan diri sendiri 65 4.3 Pre-test kelompok eksperimen aspek optimis... 66

4.4 Pre-test kelompok eksperimen aspek berperilaku obyektif ... 66

4.5 Pre-test kelompok eksperimen aspek bertanggung jawab ... 67

4.6 Pre-test kelompok eksperimen aspek rasional dan realistis ... 68

4.7 Jadwal pelaksanaan treatment ... 69

4.8 Post-test kelompok eksperimen ... 82

4.9 Klasifikasi post-test kelompok eksperimen ... 83

4.10 Post-test kelompok eksperimen keyakinan kemampuan diri sendiri ... 83

4.11 Post-test kelompok eksperimen aspek optimis ... 84

4.12 Post-test kelompok eksperimen aspek obyektif ... 85

4.13 Post-test kelompok eksperimen bertanggung jawab ... 86

4.14 Post-test kelompok eksperimen aspek rasional dan realistis ... 86

4.15 Hasil perbandingan pre-test dan post-test ... 87

4.16 Analisis perhitungan data dengan uji-t ... 90

4.17 Analisis uji-t aspek keyakinan kemampuan diri sendiri ... 92

4.18 Analisis perhitungan data dengan uji-t aspek optimis... 94

4.19 Analisis perhitungan data dengan uji-t aspek objektif ... 96

4.20 Analisis data dengan uji-t aspek bertanggung jawab ... 98

4.21 Analisis perhitungan data dengan uji-t aspek rasional dan realistik ... 100

4.22 Kriteria indeks gain ... 102

4.23 Uji n-gain secara keseluruhan ... 103

(12)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kisi- kisi skala kepercayaan diri... 114

Lampiran 2 : Instrumen penelitian kepercayaan diri ... 116

Lampiran 2 : Lember validasi instrumen ... 119

Lampiran 3 : Rencana pelaksanaan layanan (rpl) ... 121

Lampiran 4 : Laporan pelaksanaan layanan ... 125

Lampiran 6 : Hasil kepuasan konseli terhadap proses konseling ... 129

Lampiran 7 : Daftar hadir kegiatan konseling kelompok... 132

Lampiran 8: Hasil pre-test ... 135

Lampiran 9 : Hasil post-test ... 136

Lampiran 10 : Surat penelitian dari IAIN Batusangkar ... 137

Lampiran 11 : Surat keterangan telah melakukan penelitian dari SMPN 1 Pariangan ... 138

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dunia pendidikan diharapkan mampu mewujudkan cita-cita bangsa dan tujuan pendidikan nasional. Dalam dunia pendidikan peserta didik bisa mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya. Hal ini untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki seseorang apabila seseorang memiliki rasa percaya diri terlebih dahulu, sehingga dapat meningkatkan perkembangannya baik oleh dirinya sendiri maupun lingkungan yang akan membantu pencapaiannya. Percaya diri menjadi salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Orang yang percaya diri akan yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki pemikiran yang realistis, bahkan ketika keinginannya tidak terwujud, mereka akan selalu berpandang positif segala hal tentang dirinya. Kepercayaan diri merupakan salah satu modal utama dalam pendidikan untuk mewujudkan perkembangan zaman modern sekarang sehingga tercapailah segala hal yang di inginkan dalam kehidupan.

Menurut Kumara (dalam Ghufron dan Risnawita, 2010: 34) percayaan diri merupakan “ciri kepribadian yang mengandung arti keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri”. Hal ini senada dengan pendapat Afiatin dan Andayani yang menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan “aspek kepribadian yang berisi keyakinan tentang kekuatan, kemampuan, dan keterampilan yang dimilikinya”. Berdasarkan dari pengertian di atas dapat dipahami bahwasanya kepercayaan diri merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang yang berisi tentang keyakinan, kekuatan terhadap diri sendiri. Seseorang yang memiliki percaya diri yang tinggi ia bisa menanggulangi berbagai permasalahan yang terjadi pada dirinya.

(14)

Menurut Luaster ada beberapa aspek percaya diri yang harus dimiliki seseorang yaitu:

1. Keyakinan kemampuan diri sendiri

Keyakinan kemampuan diri sendiri adalah sikap positif seseorang tentang dirinya.

2. Optimis

Optimis adalah sikap positif yang dimiliki seseorang yang selalu berpandangan baik dalam mengahadapi segala hal tentang diri dan kemampuannya.

3. Objektif

Orang yang memandang permasalaha atau sesuatu sesuai dengan kebenaran yang mestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.

4. Bertanggung jawab

Bertanggung jawab adalah kesedihan orang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya

5. Rasional dan Realistis

Rasional dan realistis adalah analisis terhadap suatu masalah, suatu hal, dan suatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan (dalam Ghufron dan Risnawita, 2010).

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat di pahami bahwa orang yang memiliki kepercayaan diri harus memiliki beberapa aspek yaitu, individu harus memiliki keyakinan kemampuan diri sendiri, bersikap optimis, objektif, bertanggung jawab, rasional dan realistis. Percaya diri sangatlah penting karena modal utama untuk mencapai kesuksesan seseorang dalam mencapai prestasi, setiap orang menginginkan kesuksesan hal ini dapat diperoleh apabila seseorang tersebut memiliki rasa percaya diri terlebih dahulu, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkannya.

Percaya diri adalah kesadaran individu akan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya, meyakini adanya rasa percaya dalam dirinya, merasa puas terhadap dirinya baik yang bersifat batiniah maupun jasmaniah, dapat betindak sesuai dengan kepastiannya serta mampu mengendalikannya dalam mencapai tujuan yang diharapkannya (Dewi, 2012). Berdasarkan dari pengertian di atas bahwa kepercayaan diri merupakan bentuk kepribadian yang dimiliki seseorang berisi keyakinan

(15)

tentang keterampilan, kemampuan yang dimilikinya. Jika kepercayaan diri tinggi yang dimiliki seseorang maka orang tersebut dengan yakinnya bisa menyampaikan pendapat, ide, atau gagasan kepada orang lain tanpa ragu-ragu dan bertanggung jawab atas apa yang disampaikan.

Pada dunia pendidikan siswa yang memiliki percayaan diri rendah, ini dapat terlihat dari gejala-gejala yang tampak di antaranya saat berbicara di depan kelas banyak siswa yang ragu-ragu dan kurang yakin dengan pendapat yang disampaikannya dan bersikap diam pada saat guru meminta pendapatnya. Gejala lain yang tampak takut untuk menyampaikan pendapat dan gagasannya di depan kelas dan pada saat diskusi kelompok. Pada saat diskusi kelompok ini lah mereka cendrung diam dan pasif.

Percaya diri rendah pada siswa muncul karena perasaan cemas, gemetaran, malas, emosi yang tidak stabil, ketakutan, sehingga hal ini membuat siswa menjadi ragu terhadap kemampuan dirinya sendiri. Menurut Surya percaya diri yang rendah muncul karena “adanya ketakutan, keresahan, khawatir, rasa tak yakin yang diiringi dengan dada berdebardebar kencang dan tubuh gemetar yang bersifat kejiwaan atau masalah kejiwaan anak yang disebabkan rangsangan dari luar”. Siswa yang mempunyai rasa percaya diri tinggi dapat memahami kelebihan dan kelemahan yang dimiliki (Dewi, 2012: 2). Sedangkan Menurut Hakim ciri-ciri orang yang percayaan dirinya rendah antara lain:

a. Mudah cemas dalam menghadapi persoalan dengan tingkat kesulitan tertentu.

b. Gugup dan terkadang bicara gugup

c. Tidak tahu bagaimana cara mengembangkan diri untuk memiliki kelebihan tertentu

d. Sering menyendiri dari kelompok yang dianggap lebih dari dirinya.

e. Mudah putus asa

f. Cenderung bergantung pada orang lain dalam mengatasi masalah.

g. Sering bereaksi negatif dalam menghadapi masalah. Misalnya dengan menghindari tanggung jawab atau mengisolasi diri yang menyebabkan rasa tidak percaya dirinya semakin buruk (Aristiana, 2016)

(16)

Rasa kurang percaya diri pada siswa dapat menghambat tujuan dari kehidupan terutama dalam dunia pendidikan. Akibatnya Jika kepercayaan diri siswa rendah maka akan berdampak pada hasil belajarnya yang kurang bagus, akan sering gagal dalam menyelesaikan tugas- tugas sekolah, kurangnya tanggung jawab dan tidak bisa mencapai tujuan dan cita-cita yang dia inginkan dalam hidupnya. Siswa yang mempunyai kepercayaan diri rendah berdampak pada proses pembelajaran, misalnya pada saat guru meminta pendapatnya siswa tersebut tidak bisa menjawab atau bersikap diam saja dan ketika guru meminta kepada siswa untuk tampil di depan kelas menyampaikan materi pembelajaran maka siswa yang tidak mempunyai percaya diri akan merasa gugup dan gemetaran pada saat di depan kelas. Padahal sebenarnya siswa tersebut mempunyai potensi/kemampuan diri untuk bisa tampil lebih baik. Percaya diri perlu ditingkatkan dan melatih diri untuk bisa menyampaikan pendapat dan tampil di depan kelas dengan rasa percaya diri yang tinggi dan mengubah pola pikir yang negatif terhadap dirinya sendiri bahwa ia mempunyai potensi untuk dikembangkan.

Apabila masalah kepercayaan diri siswa diabaikan maka dapat menghambat perkembangan siswa dalam mencapai cita-citanya terutama dalam kehidupan pribadi, sosial, karir, dan belajar. Betapa pentingnya kepercayaan diri untuk di tingkatkan terutama dalam dunia pendidikan agar siswa dapat mengubah kehidupan KES-T menjadi KES. Hal ini salah satu upaya yang dapat diberikan seorang konselor untuk meningkatkan percaya diri siswa yang rendah adalah dengan layanan konseling kelompok. Layanan konseling kelompok merupakan layanan yang diberikan kepada siswa yang mengalami masalah pribadi, sosial dan karir serta mampu mengembangkan potensi siswa.

(17)

Layanan konseling kelompok berperan penting untuk meningkatkan percaya diri siswa dalam proses pembelajaran.

konseling kelompok dapat bermanfaat sekali karena dengan konseling kelompok dapat memecahkan masalah klien. Konseling kelompok adalah suatu proses antar-pribadi yang dinamis dan terfokus pada pikiran dan tingkah laku yang disadari serta dibina dalam suatu kelompok yang dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan diri menuju perilaku yang lebih baik dari sebelumnya (Lubis, 2011: 198).

Dalam konseling kelompok klien dapat dilatih untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilannya dalam belajar. Dengan menggunakan layanan konseling kelompok siswa dapat melatih diri menyampaikan pendapatnya, meningkatkan pemahaman diri serta memiliki kemandirian dalam proses belajar.

Melalui layanan konseling kelompok yang intensif dalam upaya memecahkan permasalahan klien, sehingga membantu mengembangkan perasaan, pikiran, wawasan, dan sikap terarah kepada tingkah laku yang bertanggung jawab, khususnya dalam bersosialisasi/ komunikasi dan meningkatkan kepercayaan diri individu (Prayitno, 2012: 152). Menurut Tohirin dalam menyelenggarakan layanan konseling kelompok ada beberapa tahapan yang akan dilaksanakan yaitu: “pembentukan, peralihan, kegiatan, dan pengakhiran” (2007: 186). Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa layanan konseling kelompok merupakan layanan BK yang diberikan seorang konselor untuk membantu peserta didik dalam mengentaskan permasalahan yang dialami dan meningkatkan potensi yang dimiliki peserta didik dengan mengunakan beberapa tahapan dalam konseling kelompok.

Menurut Farida (2018:61) dalam melakukan konseling kelompok terdapat beberapa pendekatan dan teknik yang dapat digunakan, salah satunya adalah teknik asertive training (latihan asertif). Assertive training adalah salah satu pendekatan behavior yang cepat mencapai popularitas. Assertive itu sendiri berarti “kemampuan untuk mengekspresikan atau mengungkapkan perasaan, pendapat, keinginan dan kebutuhan secara

(18)

langsung, terbuka serta terus terang dengan tetap menghargai perasaan dan hak-hak orang lain”. Sedangkan menurut Mashudi teknik assertive training ini adalah “untuk mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya, mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri” (2011: 120).

Berdasarkan dari pengertian di atas dapat dipahami bahwasanya dalam konseling kelompok terdapat teknik assertive training yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan diri dan melatih keberanian siswa dalam mengemukakan apa yang dirasakan dan dapat berinteraksi tanpa adanya rasa cemas. Sehingga dalam pelaksanaan konseling kelompok nantinya siswa lebih bisa mengemukakan apa yang dirasakannya.

Menurut Nurfaizal (dalam Farida, Elita dan Sinthia, 2018: 60) Perilaku asertif perlu untuk dimiliki siswa, karena dapat membantu siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dengan berperilaku asertif bisa membina hubungan yang lebih akrab dan jujur, dapat berkomunikasi secara wajar dan terbuka, percaya diri dan tenang dalam menghadapi kritik dan memberi kesempatan bagi orang lain untuk menyampaikan pendapat dengan mempertahankan pendapat sendiri.

Assertive training bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal dimana siswa banyak mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar. Assertive training membantu bagi siswa yang tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung, memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”, mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya, merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri (Corey, 2009: 2013).

Teknik assertive training siswa bisa mengungkapkan apa yang dirasakanya dan mampu menangani kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar.

(19)

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan guru BK yang telah penulis lakukan di SMP N 1 Pariangan yaitu tanggal 05 November 2018 mengenai kepercayaan diri siswa diketahui bahwa:

Hampir sebagian siwa yang ada di sekolah SMP N 1 Pariangan ini yang kepercayaan dirinya rendah dalam menyampaikan pendapat maupun terampil di dalam kelas. Hal ini terlihat dari tingkah laku siswa dalam kelas, seperti sering mintak izin keluar kelas karna alasan yang kurang jelas, mudah dipengaruhi oleh teman-temannya, kurang fokus dalam mengikuti pelajaran, suka menertawai teman jika temannya sendiri melakukan kesalahan, takut untuk tampil, cemas jika dimintai pendapatnya, suka mencontek saat ujian, tidak percaya dengan kemampuan yang dimilikinya, masih ada yang terlihat sendiri tanpa bergaul dangan teman kelasnya dan juga ada sekelompok siswa yang genk-genk dalam bergaul.

Berdasarkan dari hasil wawancara yang lakukan dengan guru BK di SMP N 1 Pariangan dapat disimpulkan bahwa masih banyak siswa yang memiliki kepercayaan diri yang rendah, hal ini terlihat dari siswa apabila disuruh tampil di depan kelas siswa tidak mau dan takut untuk menyampaikan pendapatnya dan ketika ditanya oleh guru kebanyakan siswa bersikap diam, gemetara dan grogi bahkan siswa tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan..

Berdasarkan dari latar belakang masih banyak siswa yang memiliki kepercayaan diri yang rendah, serta observasi awal yang telah dilakukan oleh peneliti maka di sini penulis tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh konseling Kelompok dengan teknik assertive training untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa di SMP N 1 Pariangan”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang ada dilapangan, maka identifikasi masalah antara lain:

a. Kurangnya kepercayaan diri siswa dalam belajar dan faktor faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri siswa di SMP 1 Pariangan. b. Pengaruh teknik assertive training dalam konseling kelompok

(20)

c. Upaya guru bimbingan dan konseling dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka peneliti membatasi masalah yang diteliti yaitu “Pengaruh konseling kelompok dengan teknik assertive training untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas VIII SMP 1 Paringan”.

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Adakah Pengaruh Konseling Kelompok dengan Teknik Assertive Training untuk Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa Kelas VIII di SMP 1 Pariangan”.

E. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian yang penulis lakukan ini adalah untuk mengatahui seberapa pengaruh konseling kelompok dengan teknik assertive training untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas VIII di SMP 1 Paringan.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan penulis dalam penulisan ilmiah ini adalah: 1. Secara Teoritis

a. Dapat membantu penulis memperdalam materi yang telah di ajarkan selama masa perkuliahan, serta menerapkan teori yang ada ke dalam dunia nyata.

b. Sebagai pembinaan dan pengembangan ilmu bimbingan dan konseling.

c. Sebagai informasi ilmiah tentang pengaruh konseling kelompok dengan teknik assertive training untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas VIII di SMP 1 Paringan.

(21)

d. Dapat di jadikan acuan bagi penulis lain apabila ingin melakukan penelitian sejenis.

2. Manfaat Praktis

a. Dari penelitian ilmiah ini diharapkan masyarakat mengetahui seberapa pengaruh konseling kelompok dengan teknik assertive training untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas VIII di SMP 1 Pariangan.

b. Diproyeksikan untuk menghasilkan perubahan dan peningkatan kepercayaan diri siswa kelas VIII SMP 1 Pariangan.

G. Defenisi Operasional

Konseling Kelompok merupakan salah satu layanan BK yang

bermanfaat dalam upaya memecahkan permasalahan klien, sehingga membantu mengembangkan perasaan, pikiran, wawasan, dan sikap terarah kepada tingkah laku yang bertanggung jawab, khususnya dalam bersosialisasi/ komunikasi dan meningkatkan kepercayaan diri individu`(Prayitno, 2012). Dalam konseling kelompok ada beberapa tahapan yang digunakan untuk mengentaskan permasalahan siswa yaitu, tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan, tahap pengakhiran (Tohirin, 2007: 286)).

Assertive Trainning, teknik assertive training ini adalah untuk

mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya, mendorong klien unutuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri (Mashudi, 2011: 120). Strategi yang digunakan dalam melakukan teknik assertive training yaitu, rasional strategi, identifikasi persoalan yang menimbulkan persoalan, membedakan perilaku asertif dan tidak asertif, bermain peran, melaksanakan latihan, mengulang latihan, tugas rumah dan tindak lanjut (Saitri: 2019).

Konseling Kelompok Teknik Assertive training yang penulis

maksud adalah layanan yang diberikan oleh seorang konselor kepada klien yang mana bertujuan untuk membantu mengentaskan dan pengembangkan

(22)

kemampuan yang dimiliki oleh individu tersebut dengan menggunakan dinamika kelompok. Teknik yang digunakan dalam konseling kelompok yaitu dengan menggunakan teknik assertive training. Asseetive traning yang penulis maksud adalah teknik yang digunakan untuk melatih siswa dalam mengungkapkan dirinya, mengemukakan apa yang dirasakan dan menyesuaikan diri dalam berinteraksi tanpa adanya rasa cemas karena setiap siswa mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat dan perasaaan. Dalam melaksakan konseling kelompok ada beberapa tahapan yang digunakan yaitu; tahap pembentukan, peralihan, kegiatan, dan pengakhiran. Dalam tahap kegiatan ada langkah-langkah yang akan dilakukan yaitu; rasional strategi, identifikasi persoalan yang menimbulkan persoalan, membedakan perilaku asertif dan tidak asertif, bermain peran, melaksanakan latihan, mengulang latihan, tugas rumah dan tindak lanjut

Kepercayaan diri, kepercayaan diri merupakan keyakinan tentang

kekuatan, kemampuan, dan keterampilan yang dimilikinya. Aspek-aspek yang harus dimiliki seseorang yang percaya diri yaitu, memiliki keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri, bersikap optimis, objektif, bertanggung jawab, rasional dan realistis (Ghufron dan Risnawita, 2010). Seseorang yang memiliki beberapa aspek tersebut dengan yakinnya terhadap kemampuan yang dimilikinya.

Percaya diri yang penulis maksud adalah percaya diri siswa yang ada di SMP N 1 Pariangan yang mana siswa merasa kurang percaya diri sehingga menyebabkan adanya ketakutan, keresahan, khawatir, rasa tak yakin diiringi dengan gemetaran, dan takut untuk tampil. Maka siswa tersebut perlu memiiki keyakinan terhadap kemampuan terhadap diri sendiri.

(23)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri

a. Pengertian Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang yang berisi tentang keyakinan, kekuatan terhadap diri sendiri. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi ia bisa menanggulangi berbagai permasalahan yang terjadi pada dirinya. Menurut Lauster kepercayaan diri diperoleh dari pengalaman hidup. Kepercayaan diri merupakan “salah satu aspek kepribadian yang berupa keyakinan akan kemampuan diri seseorang sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain dapat bertindak sesuai kehendak, gembira, optimis, cukup toleran, dan bertanggung jawab”. Sedangkan menurut Anthony kepercayaan diri merupakan “sikap pada diri seseorang yang dapat menerima kenyataan, dapat mengembangkan kesadaran diri, berpikir positif, memiliki kemandirian, dan mempunyai kemampuan untuk memiliki serta mencapai segala sesuatu yang diinginkan” (dalam Ghufron dan Risnawati, 2010).

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat di ketahui bahwa kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian yang ada dalam diri seseorang berupa keyakinan dan kemampuan. Kepercayaan diri yang dimiliki seseorang bisa mengembangkan kamampuannya dan bertindak positif, optimis, dan bertanggung jawab. Dengan adanya percaya diri seseorang bisa betindak sesuai dengan keinginannya dan mampu mewujudkan apa yang diinginkannya.

(24)

Rasa percaya diri adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan didalam hidupnya, Jadi orang yang percaya diri memiliki rasa optimis dengan kelebihan yang dimiliki dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Dewi, 2012). Sedangkan menurut Surya (dalam Dewi, 2012) Rasa percaya diri merupakan “sikap mental optimesme dari kesanggupan anak terhadap kemampuan diri untuk menyelesaikan segala sesuatu dan kemampuan diri untuk melakukan penyesuaian diri pada situasi yang dihadapi”.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan kepercayaan diri adalah suatu keyakinan yang dimiliki seseorang berupa kelebihan yang ada pada dirinya sehingga dengan kelebihan tersebut seseorang dapat mengembangkan kemampuannya dan dapat menyesuaikan diri dari segala sesuatu yang dihadapi.

Percaya diri adalah suatu sikap dan keyakinan pada diri sendiri akan kemampuan yang dimilikinya dan muncul karena adanya sikap positif terhadap kemampuannya, sehingga tidak perlu ragu-ragu dalam mengambil keputusan dan tidak terpengaruh oleh orang lain (Ramadhani dan putrianti, 2014).

Menurut (Dewi, 2012) Kepercayaan diri adalah kesadaran individu akan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya, meyakini adanya rasa percaya dalam dirinya, merasa puas terhadap dirinya baik yang bersifat batiniah maupun jasmaniah, dapat betindak sesuai dengan kepastiannya serta mampu mengendalikannya dalam mencapai tujuan yang diharapkannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami kepercayaan diri merupakan suatu sikap dan keyakinan terhadap kemampuan yang dimiliki seseorang sehingga ia bisa terampil dan memiliki kekuatan dalam mencapai tujuan yang diharapkannya.

(25)

b. Aspek-Aspek Kepercayaan Diri

Menurut Lauster (dalam Ghufron dan Risnawati, 2012) menyatakan orang yang memiliki kepercayaan diri yang positif yaitu:

1) Keyakinan kemampuan diri sendiri 2) Optimis

3) Objektif

4) Bertanggung jawab 5) Rasional dan realistis

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami ada 5 (lima) aspek orang yang memiliki rasa percaya diri yang akan di uraikan di bawah ini:

1. Keyakinan kemampuan diri sendiri

Sikap positif seseorang tentang dirinya. Ia mampu secara bersungguh sungguh akan apa yang dilakukannya. Seseorang yang memiliki keyakinan terhadap dirinya sendiri maka orang tersebut dengan yakinnya bisa menyampaikan pendapat kepada orang lain tanpa ragu-ragu dan selalu berfikir positif terhadap dirinya.

Menurut Lauster (dalam Amelia, 2017: 19) mengatakan bahwa orang yang percaya dan yakin dengan kemampuan diri sendiri memiliki sikap sebagai berikut ini:

1) Tidak mudah menyerah

2) Memiliki kemampuan sosialisasi yang baik 3) Menyadari akan kemampuan sendiri 4) Berani mengemukakan pendapat

5) Tidak tergantung pada orang lain dan berusaha

bersungguh sungguh dengan apa yang

dilakukannya.

6) Tidak mementingkan diri sendiri 2. Optimis

Optimis adalah sikap positif yang dimiliki seseorang yang selalu berpandangan baik dalam mengahadapi segala hal tentang diri dan kemampuannya. Sikap seseorang yang meyakini bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk

(26)

mengatasi setiap masalah yang dihadapi. Orang yang selalu berpikir optimis terhadap dirinya sendiri bahwa ia bisa dan yakin terhadap sesuatu yang ia inginkan maka orang tersebut bisa menghadapi segala tantangan yang ada pada dirinya.

Menurut Hariwijaya (dalam Rahmi, 2012) mengatakan orang yang memiliki berpikir positif (optimis) memiliki beberapa karakteristik yaitu:

1) Mempunyai kemampuan yang bagus terhadap dirinya 2) Punya kemampuan dalam menggunakan akal sehat

dalam menghadapi tantangan baru

3) Memiliki bentuk keyakinan yang membangkitkan 4) Memiliki keberanian dan mau mencoba hal baru. 3. Objektif

Orang yang memandang permasalahan atau sesuatu sesuai dengan kebenaran yang mestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri. seseorang yang bersikap objektif ia selalu memahami sesuatu sesuai dengan kenyataan bukan dengan kepentingan pribadi saja. Dapat membedakan pendapat fakta dan opini.

4. Bertanggung jawab

Bertanggung jawab adalah kesedihan orang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya. Seseorang dapat mempertanggung jawabkan setiap keputusan yang diambilnya sesuai dengan tindakannya. Menurut Aswendo (dalam Amelia, 2017) ciri-ciri individu yang memiliki sikap bertanggung jawab terhadap diri sendiri adalah:

1) Berani meghadapi tantangan

2) Siap menerima segala sesuatu yang menjadi konsekuensinya

3) Bertindaki mandiri dalam mengambil keputusan 6) Rasional dan Realistis

5. Rasional dan realistis

Analisis terhadap suatu masalah, suatu hal, dan suatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang dapat diterima

(27)

oleh akal dan sesuai dengan kenyataan. Menurut Schneiders (dalam Amelia, 2017) orang yang memiliki pemikiran rasional dan realistis ada beberapa sikap yaitu

1) Masalah dan keterbatasan individu sesuai dengan kenyataan sebenarnya.

2) Memiliki pandangan realisitis tentang keterbatasannya tanpa menimbulkan tindakan menjauhi atau penolakan diri secara rasional

3) Memiliki pemikiran positif terhadap dirinya

Berdasarkan pendapat di atas dapat di pahami bahwa kepercayaan diri yang dimiliki seseorang harus memiliki sikap yang positif terhadap apa yang dilakukannya yang mana memiliki aspek-aspek keyakinan kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggung jawab, rasional dan realistis. Sehingga dari aspek tersebut dapat di uraikan karakteristik orang yang memiliki rasa percaya diri yaitu:

c. Ciri-ciri individu yang percaya diri

Menurut Hakim (dalam Aristiana, 2016) ciri-ciri orang yang mempunyai kepercayaan diri tinggi antara lain:

a. Selalu bersikap tenang di dalam mengerjakan segala sesuatu.

b. Mampu menetralisasi ketegangan yang muncul didalam berbagai situasi.

c. Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai. d. Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai

situasi.

e. Memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilannya.

f. Memiliki kecerdasan yang cukup.

g. Memiliki tingkat pendidikan formal yang cukup.

h. Memiliki keahlian atau ketrampilan lain yang menunjang kehidupannya, misalnya ketrampilan berbahasa asing. i. Memiliki kemampuan bersosialisasi.

j. Memiliki latar belakang pendidikan yang baik.

k. Memiliki pengalaman hidup yang menempa mentalnya menjadi kuat dan tahan didalam menghadapi berbagai cobaan hidup.

(28)

l. Selalu bereaksi positif di dalam menghadapi berbagai masalah, misalnya didalam menghadapi berbagai masalah, misalnya dengan tetap tegar, sabar dan tabah dalam menghadapi persoalan hidup. Dengan sikap ini, adanya masalah hidup yang berat justru semakin memperkuat rasa percaya diri seseorang.

Sedangkan menurut Anita Lie (dalam Pramesti, 2016) ada beberapa Ciri-ciri perilaku yang mencerminkan percaya diri yaitu: a. Yakin kepada diri sendiri yaitu seseorang yang percaya diri

menyadari akan memahami kemampuan yang dimiliki dan mengetahui apa yang dilakukan.

b. Tidak tergantung pada orang lain yaitu orang yang percaya diri akan bersikap mandiri dan berusaha mengerjakan sesuatu hal dengan kemampuan dirinya sendiri.

c. Tidak ragu-ragu yaitu orang yang percaya diri akan selalu melaksanakan pekerjaan tanpa ragu-ragu.

d. Merasa diri berharga yaitu orang yang percaya diri memiliki self esteem yang positif sehingga dari harga diri yang positif dirinya akan selalu diharapkan oleh orang lain

e. Tidak menyombongkan diri, dengan kemampuan yang dimiliki seseorang yang percaya diri tidak lantas menyombongkan diri kepada orang lain.

f. Memiliki keberanian untuk bertindak yaitu seseorang yang memiliki rasa percaya diri akan selalu merasa berani dalam melakukan suatu tindakan

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat di ketahui bahwa ciri-ciri individu yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi akan bersikap mandiri dan berusaha mengarjakan tugasnya tanpa ragu-ragu sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Individu yang mempunyai kepercayaan diri akan selalu merasa berani dalam melakukan suatu tindakan. Menurut Luster (dalam Rahayuningdyah, 2016) Mengemukakan bahwa orang yang percaya diri mempunyai karakteristik–karakteristik sebagai

(29)

berikut: “Tidak perlu dorongan orang lain, tidak pemalu, yakin dengan pendapat sendiri, tidak mementingkan diri, cukup toleran, cukup ambisius, tidak berlebihan, optimis, mampu bekerja secara efektif, dan bertanggung jawab atas pekerjaannya”

Sedangkan menurut Dery Iswidharmanjaya (dalam Pramesti, 2016) ciri-ciri individu yang kurang percaya diri adalah sebagai berikut:

a. Tidak bisa menunjukkan kemampuan diri b. Kurang berprestasi dalam studi

c. Tidak berani mengungkapkan ide-ide

d. Membuang-buang waktu dalam mengambil keputusan e. Apabila gagal cenderung menyalahkan orang lain

Berdasarkan pendapat di atas dapat di ketahui bahwa ciri-ciri individu yang kurang percaya diri yaitu: tidak mampu mengembangkan potensi yang ada, kurang berprestasi dalam belajar, tidak berani menyampaikan pendapat, tidak bisa memanfaatkan waktu di saat mengambil keputusan, dan menyalahkan orang lain apabila terjadi kegagalan.

Menurut Santrock (Aristiana, 2016) mengemukakan bahwa indikator perilaku negatif dari individu yang tidak percaya diri antara lain:

a. Melakukan sentuhan yang tidak sesuia atau mengakhiri kontrak fisik.

b. Merendahkan diri sendiri secara verbal, depresiasi diri

c. Berbicara terlalu keras secara tiba-tiba, atau dengan nada suara yang datar.

d. Tidak mengekspresikan pandangan atau pendapat, terutama ketika ditanya.

Sedangkan Menurut Hakim ciri-ciri orang yang tidak percaya diri antara lain:

a. Mudah cemas dalam menghadapi persoalan dengan tingkat kesulitan tertentu.

b. Gugup dan terkadang bicara gugup

c. Tidak tahu bagaimana cara mengembangkan diri untuk memiliki kelebihan tertentu

d. Sering menyendiri dari kelompok yang dianggap lebih dari dirinya.

(30)

e. Mudah putus asa

f. Cenderung bergantung pada orang lain dalam mengatasi masalah.

g. Sering bereaksi negatif dalam menghadapi masalah. Misalnya dengan menghindari tanggung jawab atau mengisolasi diri yang menyebabkan rasa tidak percaya dirinya semakin buruk (dalam Aristiana, 2016: 4).

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat kita ketahui ada beberapa ciri-ciri orang yang tidak percaya diri yaitu, mudah cemas, gugup, sering menyendiri, cendrung tergantung pada orang lain, tidak mengekspresikan pandangan atau pendapat.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri

Menurut (Ghufron dan Risnawati, 2010 :37) kepercayaan diri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Konsep diri

Terbentuknya kepercayaan diri seseorang diawali dengan perkembngan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulannya dalam suatu kelompok. Hasil interaksi yang terjadi akan menghasilkan konsep diri.

2. Harga diri

Konsep diri yang positif akan membentuk harga diri yang positif pula. Harga diri adalah penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri.

3. Pengalaman

Pengalaman dapat menjadi faktor munculnya rasa percaya diri. Sebaliknya, pengelaman juga dapat menjadi faktor menurunnya rasa percaya diri seseorang. Pengalaman masa lalu adalah hal yang terpenting untuk mengembangkan kepribadian sehat.

4. Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan diri seseorang. Tingkat pendidikan yang rendah akan menjadikan orang tersebut tergantung dan berada

(31)

dibawah kekuasaan orang lain yang lebih pandai darinya. Sebaliknya, orang yang mempunyai pendidikan yang tinggi akan memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih dibandingkan yang berpendidikan rendah.

Sedangkan menurut Hakim (dalam Pramesti,2016 : 15) Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang a. Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan utama dalam kehidupan setiap manusia, lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan awal rasa percaya diri pada seseorang. Rasa percaya diri baru bisa tumbuh dan berkembang baik sejak kecil, jika seseorang berada didalam lingkungan keluarga yang baik. Namun sebaliknya jika lingkungan tidak memadai menjadikan individu tersebut untuk percaya diri maka individu tersebut akan kehilangan proses pembelajaran untuk percaya pada dirinya sendiri.

b. Pendidikan formal

Sekolah dikatakan sebagai lingkungan kedua bagi anak, dimana sekolah merupakan lingkungan yang paling berperan bagi anak setelah lingkungan keluarga di rumah. Sekolah memberikan ruang pada anak untuk mengekpresikan rasa percaya dirinya terhadap teman-teman sebayanya.

c. Pendidkan non formal

Rasa percaya diri akan menjadi lebih mantap jika seseorang memiliki suatu kelebihan yang membuat orang lain merasa kagum. Kemampuan atau keterampilan dalam bidang tertentu bisa didapatkan melalui pendidikan non formal misalnya: mengikuti kursus bahasa asing, jurnalistik, bermain alat musik, seni, vokal, keterampilan memasuki dunia kerja (BLK), pendidikan keagamaan dan lain sebagainya.

(32)

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu, konsep diri, harga diri, pengalaman, dan pendidikan. Sedangkan faktor eksternal yaitu, lingkungan keluarga, pendidikan formal, dan pendidikan non formal.

Menurut Alsa (dalam Pradana, 2016: 4) faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri adalah:

a. Faktor fisik

Keadaan fisik seperti kegemukan, cacat anggota tubuh atau rusaknya salah indera merupakan kekurangan yang jelas terlihat oleh orang lain. Akan menimbulkan perasaan tidak berharga keadaan fisiknya, karena individu merasa memiliki kekurangan yang ada pada dirinya jika dibandingkan dengan orang lain. Hal tersebut membuat individu tidak dapat bereaksi secara positif dan timbul rasa minder yang berkembang menjadi rasa tidak percaya diri

b. Faktor mental

Individu yang memiliki rasa percaya diri tinggi maka individu tersebut mempunyai kemampuan yang cenderung tinggi, seperti bakat atau keahlian khusus yangdimilikinya. c. Faktor sosial

Kepercayaan diri terbentuk melalui dukungan sosial , dukungan orang tua dan dukungan orang sekitarnya. Keadaan keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan utama dalam kehidupan setiap orang.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang adalah: faktor fisik, mental, dan sosial. Fisik seseorang mempengaruhi kepercayaan diri menjadi kuat ataupun lemah. Jika memiliki keadaan fisik atau mentalnya yang terganggu, sehingga

(33)

berpengaruh kepada kepercayaan dirinya. Begitupun dengan keadaan sosialnya.2

2. Konseling Kelompok

a. Pengertian Konseling Kelompok

layanan konseling kelompok merupakan layanan yang diberikan oleh konselor kepada sekelompok peserta didik guna untuk menyelesaikan masalah yang dirasakan peserta didik. Konselor di sini juga ikut berperan aktif sebagai pemimpin kelompok dengan menggunakan dinamika kelompok. Dinamika kelompok adalah suasana yang hangat, hidup sehingga anggota kelompok juga ikut menjadi aktif.

Konseling kelompok adalah proses konseling yang dilakukan dalam situasi kelompok, dimana konselor berinteraksi dengan konseli dalam bentuk kelompok yang dinamis untuk memfasilitasi perkembangan individu dan atau membantu individu dalam mengatasi masalah yang dihadapinya secara bersama-sama (Kurnanto, 2013: 9).

Berdasarkan defenisi di atas dapat di ketehui bahwa konseling kelompok merupakan layanan yang dilakukan oleh konselor kepada peserta didik dalam bentuk kelompok, dimana konselor sebagai pemimpin kelompok dan memfasilitasi perkembangan peserta didik, sehingga peserta didik dapat mengentaskan masalah yang dialaminya bersama-sama.

Menurut Tohirin layanan konseling kelompok dapat dimaknai sebagai “suatu upaya pembimbing atau konselor membantu memecahkan masalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok melalui kegiatan kelompok agar tercapai perkembangan yang optimal”. Dalam layanan konseling kelompok mengikutkan sejumlah peserta dalam bentuk kelompok yang mana konselor sebagai pemimpin kelompok dan melalui suasana dinamika kelompok yang intens dan konstruktif

(34)

(2011: 179). Berdasarkan kutipan di atas dapat di ketahui bahwa layanan konseling kelompok merupakan upaya pemberian bantuan yang dilakukan oleh konselor kepada peserta didik yang diselenggarakan dalam bentuk kelompok untuk membantu memecahkan permasalah yang dialami masing-masing anggota kelompok.

Menurut Mashudi Konseling kelompok merupakan “layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika dalam kelompok” (Sinthia, 2018: 3). Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami layanan konseling kelompok merupakan layanan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok. Dengan adanya konseling kelompok peserta didik merasa masalahnya terentaskan dan bisa menjalani kehidupannya sebaik mungkin dan bagaimana dia memandirikan dirinya dari setiap permasalahan yang dialaminya.

konseling kelompok adalah proses bantuan yang diberikan oleh konselor kepada konseli dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk membahas dan menemukan solusi atas suatu masalah secara bersama-sama sehingga konseli mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang lebih optimal (Iskandar, 2017: 44).

Berdasarkan pendapat di atas dapat di ketahui konseling kelompok merupakan proses bantuan yang diberikan oleh konselor kepada beberapa peserta didik melalui dinamika dalam kelompok untuk membahas dan mencari solusi secara bersama-sama dari permasalahan yang dialami peserta didik sehingga memudahkan perkembangan dan pertumbuhan peserta didik. Menurut Natawijaya (dalam Amilin, 2014: 459) Konseling kelompok adalah “bantuan kepada individu dalam rangka memberikan kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhan (bersifat pencegahan) dan juga dapat bersifat penyembuhan”.

(35)

Berdasarkan pendapat di atas dapat di pahami konseling kelompok merupakan bantuan kepada peserta didik dengan memanfaatkan dinamika kelompok bersifat pencegahan dan penyembuhan yang bertujuan dengan memberikan kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhan peserta didik.

b. Tujuan Konseling Kelompok

Setiap kegiatan yang dilakukan pasti mengacu kepada tujuan mengapa kegiatan tersebut dilaksanakan serta sasaran yang hendak dicapai. Begitu juga dengan layanan konseling kelompok juga memiliki tujuan yang jelas agar peserta didik tidak membosankan dan membingungkan dari kegiatan yang dilaksanakan. Adapun tujuan konseling kelompok menurut Winkel (dalam Kurnanto, 2013: 10-11) adalah:

a. Masing-masing anggota kelompok memahami dirinya dengan baik dan menemukan dirinya sendiri.

b. Para anggota kelompok mengembangkan kemampuan berkomunikasi satu sama lain sehingga mereka dapat saling memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yang khas pada fase perkembangannya mereka.

c. Para anggota kelompok memperoleh kemampuan mengatur dirinya sendiri dan mengarahkan hidupnya sendiri, mula-mula dalam kontra antar pribadi di dalam kelompok dan kemudia juga dalam kehidupan sehari hari di luar kehidupan kelompoknya.

d. Para anggota kelompok menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang lain dan lebih mampu menghayati perasaan orang lain.

e. Masing-masing anggota kelompok menetapkan suatu sasaran yang ingin mereka capai, yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang lebih konstruktif.

f. Para anggota kelompok lebih berani melangkah maju dan menerima resiko yang wajar dalam bertindak, dari pada tinggal diam dan tidak berbuat apa-apa.

g. Para anggota kelompok lebih menyadari dan menghayati makna dan kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama, yang mengandung tuntutan menerima orang lain dan harapan akan diterima orang lain.

h. Masing-masing anggota kelompok semakin menyadari bahwa hal-hal yang memperhatikan bagi dirinya sendiri

(36)

kerap juga menimbulkan rasa prihatin dalam hati orang lain.

i. Para anggota kelompok belajar berkomunikasi dengan anggota-anggota yang lain secara terbuka, dengan saling menghargai dan menaruh perhatian.

Menurut pendapat di atas dapat di ketahui ada beberapa tujuan dari layanan konseling kelompok yaitu: memahami dirinya dengan baik, kemampuan komunikasi satu sama lain, kemampuan mengatur dirinya sendiri, menjadi lebih peka, sasaran yang ingin mereka capai, melangkah maju dan menerima resiko, berkomunikasi secara terbuka.

Sedangkan menurut Prayitno (dalam Tohirin, 2011: 181-192) tujuan konseling kelompok terbagi dua yaitu: pertama, terkembagnya perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap terarah kepada tingkah laku khususnya dan bersosialisasi dan berkomunikasi. Kedua, terpecahnya masalah individu yang bersangkutan dan diperolehnya imbasan pemecahan masalah tersebut bagi individu-individu lain yang menjadi peserta layanan.

Menurut Corey (dalam kurnanto, 2013: 102) secara umum tujuan-tujuan yang bisa diperoleh oleh para konseli dalam konseling kelompok berkisar sebagai berikut:

a. Belajar mempercayai diri sendiri dan orang lain.

b. Memperoleh pengetahuan tentang diri sendiri (self-knowledge) dan perkembangan rasa identitas (sense of identity) yang unik.

c. Mengenal komunalitas tentang kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalah konseli dan mengembangkan rasa universalitas.

d. Untuk meningkatkan penerimaan, kepercayaan, dan penghargaan diri untuk mencapai suatu pendangan baru tentang diri.

e. Untuk mendapatkan cara-cara alternatif dalam mengatasi masalah-masalah perkembangan secara normal dan memecahkan konflik-konflik tertentu.

f. Untuk meningkatkan pengarahan diri, kemandirian, dan tanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain.

g. Untuk menyadari pilihan-pilihan dan membuat pilihan yang bijak sana.

(37)

h. Untuk membuat perencanaan-perencanaan khusus guna mengubah perilaku tertentu dan untuk membuat komitmen terhadap diri sendiri dalam mengikuti rencana tersebut. i. Untuk belajar keterampilan-keterampilan sosial yang

efektif.

j. Untuk menjadi lebih sensitif terhadap kebutuhan-kebutuhan dan perasaan-perasaan orang lain.

k. Untuk belajar tentang cara menghadapi orang lain dengan perhatian, kepedulian, kejujuran, dan keterarahan.

l. Untuk beralih dari hanya memenuhi harapan orang lain ke belajar untuk hidup dengan harapannya sendiri.

m. Untuk mengklarifikasi nilai-nilai seseorang dan menentukan cara memodifikasinya.

Menurut pendapat di atas dapat di pahami ada beberapa tujuan konseling kelompok secara umum yaitu: belajar mempercayai diri sendiri dan orang lain, memperoleh pengetahuan tentang terhadap diri sendiri, mengenal komunalitas tentang kebutuhan-kebutuhan diri, meningkatkan penerimaa dan kepercayaan, belajar keterampilan, untuk meningkatkan pengarahan diri. Maka dari itu salah satu tujuan dari konseling kelompok yaitu untuk meningkatkan kepercayaan diri dalam kelompok sehingga kepercayaan dirinya yang rendah dapat meningkat lagi.

c. Faktor-Faktor Mempengaruhi Konseling Kelompok

Dalam setiap kegitan pasti ada faktor-faktor yang mempengaruhi begitu jaga dalam konseling kelompok juga ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Yolam (dalam kurnanto, 2013: 12) ada 10 terapeutik dalam terapi kelompok sebagai berikut:

a. Membangkitkan harapan

Membangkitkan dan memelihara harapan sangat penting dalam mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki.

b. Universalitas

Perasaan keunikan seorang klien sering dipertinggi oleh isolasi sosial; karena adanya kesulitan interpersonal, kesempatan untuk mendapatkan validasi yang jujur dan tulus dalam hubungan intim sering tidak didapatkan oleh klien.

(38)

Informasi dapat diperoleh dari pemimpin kelompok maupun dari anggota kelompok lain.

d. Altruism

Dalam kelompok klien dapat menerima melalui memberi, tidak hanya saling memberi dan menerima, maupun bertindak instrinsik untuk memberi.

e. Rekapitulasi koreksi kelompok keluarga primer

Klien memasuki kelompok dalam riwayat pengalamanyang sangat tidak memuaskan dengan kelompok primernya yaitu keluarga.

f. Pengembangan teknik sosialisasi

Merupakan faktor terapeutik yang beroperasi dalam semua terapi kelompok.

g. Perilaku imitatif

Dalam terapi kelompok yang dinamis dengan aturan-aturan dasar untuk mendorong umpan balik yang terbuka. Klien dapat memperoleh banyak informasi tentang perilaku sosial maladaptif.

h. Belajar interpersonal

Bekerja melalui transferensi, dan pengalaman emosional korektif, maupun proses-proses yang khas dalam kelompok. i. Kohesivitas kelompok

Kohesivitas tidak terjadi begitu saja, (dapat dilakukan dengan keinginan untuk menerus menjalani hubungan interpersonal yang akrab).

j. Chatarsis

Dapat disebabkan pengalaman masa lalu atau masa kini yang dialami anggota. Melalui kataris anggota kelompok dapat menyadari emosinya dan membuangnya kedalam sadar sehingga tidak menimbulkan persepsi yang dapat berakibat fatal.

Berdasarkan pendapat diatas dapat kita pahami bahwa konseling kelompok dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: membangkitkan harapan, universalitas, penyampaian informasi, altruism, rekapitulasi koreksi kelompok keluarga primer, pengembangan teknik sosialisasi, perilaku imitatif, belajar interpersonal, kohesivitas kelompok, chatarsis.

(39)

d. Asas-Asas Dalam Konseling Kelompok

Dalam konseling kelompok perlu menggunakan asas-asas konseling kelompok supaya klien terbuka dan aktif dalam melaksanakan konseling kelompok klien merasa memahami cara pelaksanaan konseling itu sendiri dan bagaimana klien akan terbuka dalam menyampaikan apa yang dirasakannya dan klien merasa semua yang di sampaikan akan menjamin kerahasiaannya.

Menurut Prayitno asas-asas yang terdapat dalam konseling kelompok adalah:

1. Asas kerahasiaan

Segala sesuatu yang dibahas dan muncul dalam kegiatan kelompok hendaknya menjadi rahasia kelompok yang hanya boleh diketahui oleh AK dan tidak disebarluaskan ke luar kelompok. Asas kerahasiaan lebih dirasakan pentingnya dalam konseling kelompok mengingat pokok bahasan adalah masalah pribadi yang dialami anggota kelompok.

2. Asas kesukarelaan

Kesukarelaan anggota kelompok dimulai sejak awal rencana pembentukan kelompok oleh konselor. Kesukarelaan terus menerus dibina melalui upaya pemimpin kelompok mengembangkan syarat-syarat kelompok yang efektif dan penstrukturan tentang layanan bimbingan kelompok.

3. Asas-asas lain

Dinamika kelompok dalam konseling kelompok semakin intensif dan afektif apabila semua anggota kelompok secara penuh menerapkan asas kegiatan dan keterbukaan. Mereka secara aktif dan terbuka menampilkan diri tanpa rasa takut, malu ataupun ragu. Asas kekininan memberikan isi aktual dalam pembahasan yang dilakukan, anggota kelompok diminta mengemukakan hal-hal yang terjadi dan berlaku sekarang ini. Asas kekininan dipraktikkan berkenaan dengan cara-cara

(40)

berkomunikasi dan bertatakrama dalam kegiatan kelompok dan dalam mengemas isi bahasan. Sedangkan asas keahlian diperlihatkan oleh pemimpin kelompok dalam mengelola kegiatan kelompok dalam mengembangkan proses dan isi pembahasan secara keseluruhan (Prayitno, 2012: 162-164).

e. Komponen Layanan Konseling Kelompok

Menurut (Prayitno, 2012: 153-154) dalam layanan BKp dan KKp berperan dua pihak, yaitu pemimpin kelompok dan peserta atau anggota kelompok.

a. Pemimpin kelompok

Pimpinan kelompok adalah konselor yang terlatih dan berwenang menyelenggarakan praktik konseling profesional.

Konselor haru memiliki keterampilan khusus

menyelenggarakan konseling kelompok. 1) Karakteristik pemimpin kelompok

a) Mampu membentuk kelompok dan mengarahkannya sehingga terjadi dinamika kelompok dalam suasana interaksi antara anggota kelompok yang bebas, terbuka dan demokratik, konstruktif, saling mendukung dan meringankan beban, menjelaskan pencerahan, memberikan rasa nyaman , menggembirakan dan membahagiakan.

b) Memiliki WPKNP yang luas dan tajam sehingga mampu mengisi, menjembatani, mengingkatkan, memperluas dan mensinergikan materi bahasan yang tumbuh dalam aktifitas kelompok.

c) Memiliki kemampuan hubungan antar-personal berdasar kewibawaan yang hangat dan nyaman, sabar dan memberi kesempatan, demokratik dan kompromistik dalam mengambil kesimpulan dan keputusan, jujur dan tidak berpura-pura, disiplin dan kerja keras.

2) Peran pemimpin kelompok

a) Membentuk kelompok dari sekumpulan peserta (terdiri dari atas 8-10 orang), sehingga terpenuhinya syarat-syarat kelompok yang mampu secara aktif mengembangkan dinamika kelompok, yaitu:

(41)

1) Terjadinya hubungan antar anggota kelompok, menuju keakraban di antara mereka

2) Tumbuhnya tujuan bersama di antara anggota kelompok, dalam suasana kebersamaan

3) Berkembangnya itikad dan tujuan bersama untuk mencapai tujuan kelompok

4) Terbinanya kemandirian pada diri setiap anggota kelompok, sehingga mereka masing-masing mampu berbicara dan tidak menjadi yes-man

5) Terbinanya kemandirian kelompok, sehingga kelompok ini berusaha dan mampu “tampil beda” dari kelompok lain

b) Penstrukturan, yaitu membahas bersama anggota kelompok apa, mengapa, bagaimana, layanan konseling kelompok dilaksanakan

c) Pentahapan kegiatan konseling kelompok d) Penilaian segera hasil layanan KKp e) Tindak lanjut layanan

b. Anggota kelompok

Tidak semua orang bisa dijadikan anggota kelompok untuk terselenggarakannya konseling kelompok seorang konselor perlu membentuk kumpulan individu menjadi sebuah kelompok yang memiliki persyaratan seperti: besarnya kelompok (jumlah anggota kelompok) dan homogenitas anggota kelompok dapat mempengaruhi kinerja kelompok 1) Besarnya kelompok

Kelompok yang terlalu kecil, misalnya 2-3 orang akan mengurangi efektifitas konseling kelompok. Hal ini berarti konseling kelompok tidak dapat dilakukan terhadap kelompok yang beranggota 2-3 orang saja akan tetapi kurang efektif. Sebaliknya, kelompok yang terlalu besar juga kurang efektif. Karena jumlah anggota yang terlalu banyak, maka partisipasi aktif individu dalam dinamika kelompok menjadi kurang intensif, kesempatan berbicara, dan memberi/menerima “sentuhan” dalam kelompok kurang. Kekurang-efektifan

(42)

kelompok akan dimulai terasa jika jumlah anggota kelompok melebihi 10 orang (Prayitno, 2012: 153-157).

2) Peran anggota kelompok

Menurut (Kurnanto, 2013: 115-116) peran anggota kelompok yaitu: anggota kelompok lebih mungkin mengalami perubahan pribadi ketika mereka diizinkan unutk bertanggung jawab atas perubahan itu. Ketika anggota kelompok mengalami kesempatan untuk menerima tanggung jawab, mereka menemukan bahwa meraka percaya diri mengambil resiko dan untuk mengekspolorasi kedalam batin yang mereka miliki. Dengan demikian, pertumbuhan pribadi, akan mudah terjadi ketika difasilitasi oleh keterlibatan anggota untuk bertanggung jawab dalam perubahan perilaku mereka sendiri.

f. Pelaksanan Layanan Konseling Kelompok

Menurut Tohirin untuk menyelenggarakan layanan konseling kelompok melalui tahap-tahap yaitu: pembentukan, peralihan, kegiatan, dan pengakhiran (2007: 186). Berikut tahap penyelenggaraan konseling kelompok menurut Prayitno:

a. Tahap Pembentukan

Merupakan tahap pengenalan dan tahap perlibatan awal dalam kelompok. tahap ini sangat perlu sebagai dasar pembentukan dinamika kelompok. Dalam tahapan ini pemimpin kelompok harus menjelaskan pengertian layanan konseling kelompok, tujuan, tata cara, dan asas-asas konseling kelompok. Selain itu pengenalan antar sesama anggota kelompok maupun pengenalan anggota kelompok dengan pemimpin kelompok juga dilakukan pada tahap ini. Menurut Prayitno dalam tahap ini pemimpin kelompok perlu memusatkan usahanya pada:

a. Anggota memahami pengertian dan kegiatan kelompok dalam rangka KKp

(43)

c. Tumbuhnya minat anggota mengikuti kegiatan kelompok

d. Tumbuhnya saling mengenal, percaya, menerima, dan membantu di antara para anggota

e. Tumbuhnya suasana bebas dan terbuka

f. Dimulainya pembahasan tentang tingkuh laku dan perasaan dalam kelompok (2012: 172).

b. Tahap peralihan

Pada tahap ini pemimpin kelompok perlu kembali mengalihkan perhatian anggota kelompok tentang kegiatan apa yang akan dilakukan selanjutnya, menjelaskan jenis kelompok kelompok bebas atau tugas menawarkan dan mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya. Menurut Prayitno pada tahap peralihan ini guna untuk membangun jembatan antara tahap pertama dan ketiga yang mana tujuannya yaitu:

1) Terbebaskannya anggota dari perasaan atau sikap enggan, ragu, malu, ragu atau saling tidak percaya untuk memasuki tahap berikutnya

2) Makin mantapnya suasana kelompok dan kebersamaan 3) Makin mantapnya minat untuk ikut serta dalam

kegiatan kelompok (2012: 173). c. Tahap kegiatan

Tahap kegiatan merupakan tahap inti kegiatan layanan konseling kelompok, dalam tahap ketiga ini hubungan antar anggota kelompok tumbuh dengan baik, saling tukar pengalaman dalam bidang suasana perasaan yang terjadi, pengaturan, penyajian dan pembukaan diri berlangsungdengan bebas. Sedangkan menurut Prayitno pada tahap kegiatan pencapaian tujuan (pembahasan topik) hal-hal yang perlu untuk mencapai tujuan yaitu:

1) Terungkapnya hanya secara bebas topik yang dirasakan, dipikirkan atau dialami oleh anggota kelompok

2) Terbahasnya topik secara mendalam dan tuntas

3) Ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dan dinamis dalam pembahasan (2012: 174)

(44)

d. Tahap pengakhiran

Pada tahap ini pemimpin kelompok atau konselor mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhirin, meminta kepada para anggota kelompok untuk mengemukakan persaan tentang kegiatan yang telah dijalani, serta membahas kegiatan lanjutan. Dalam tahapan ini pemimpin kelompok tetap mengusahakan suasana hangat, bebas dan terbuka, memberikan pernyataan dan mengucapkan terimakasih atas keikutsertakan anggota, pemberikan semangat untuk kegiatan lebih lanjut dan penuh rasa persahabatan (dalam Handayani, 2017: 35-37). Dalam tahap ini pemimpin kelompok perlu memusatkan usahanya pada:

a. Terumusnya kegiatan lebih lanjut

b. Tetap terjalinnya hubungan kelompok dan kebersamaan yang akrab meskipun kegiatan diakhiri (Prayitno, 2012: 178).

3. Teknik Asserive Training

a. Pengertian Assertive Training

Assertive training digunakan untuk melatih siswa dalam mengungkapkan dirinya, mengemukakan apa yang dirasakan dan menyesuaikan diri dalam berinteraksi tanpa adanya rasa cemas karena setiap siswa mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat dan perasaaan.

Menurut Nursalim (dalam Dewi, 2018: 18) Asertif berasal dari kata asing “to assert” yang berarti menyatakan dengan tegas. Asertif dapat diartikan juga sebagai “kemampuan untuk menyatakan diri dengan tulus, jujur, jelas, tegas, terbuka, sopan, spontan, apa adanya, dan tepat tentang keinginan, pikiran, perasaan dan emosi yang dialami”, apakah hal tersebut yang dianggap menenangkan ataupun mengganggu sesuai dengan hak-hak yang

(45)

dimiliki dirinya tanpa merugikan, melukai, menyinggung, atau mengancam hak-hak, kenyamanan dan integritas perasaan orang lain.

Assertive training merupakan teknik yang di gunakan pada aliran Pendekatan behavior, pendekatan ini merupakan untuk mengubah tingkah laku manusia. Karena pendekatan ini bertujuan untuk melihat perubahan tingkah laku klien ke arah yang lebih baik terutama pada dunia pendidikan. Pendekatan tingkah laku juga berguna dalam menangani kesulitan yang berhubungan dengan kegelisaahan, stress, kepercayaan diri, dan interaksi sosial. Pada pendekatan behavior ada beberapa yang digunakan untuk menangani masalah klien salah satunya yaitu teknik assertive training. Teknik assertive training bertujuan “untuk melatih keberanian siswa dalam mengekspresikan tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui latihan atau meniru model-model sosial” (Mashudi, 2011: 120).

Assertive training bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal dimana siswa banyak mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar. Assertive training membantu bagi siswa yang tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung, memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”, mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainya, merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri (Corey, 2009: 2013).

Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa assertive training merupakan teknik yang digunakan untuk melatih siswa dalam penyampaikan pendapat, ide atau gagasan yang dirasakan oleh siswa sehingga ia mampu mengutaran pendapatnya secara benar dan baik. Sehingga dengan adanya assertive training siswa biasa memiliki kepercayaan diri yang tinggi.

Gambar

Gambar 3.1  Variabel Penelitian
Tabel 3.3  Sampel Penelitian
Tabel 3.8  Alternatif Jawaban
Tabel 4.23  Kerja Uji N-Gain

Referensi

Dokumen terkait

Yakup, MS dengan judul “Pengelolaan Hara dan Pemupukan Pada Budidaya Tanaman Jagung (Zea mays L.) Di Lahan Kering” telah diterima dan untuk dapat dipresentasikan pada Seminar

Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, obligasi, dan surat berharga lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana tersebut. •

anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur

Caranya adalah dengan memisahkan sinyal ucapan menjadi segmen-segmen yang berisi m sampel dan. beririsan sebanyak

Merakit (pemasangan setiap komponen, handle, poros pemutar, dudukan handle alas atas bawah, dan saringan).. Mengelas (wadah dengan alas atas, saringan, handle, dan

SDIT AL uswah Surabaya is one unified Islamic elementary school that has problems ranging from frequent mistake inputting data, loss of data that has been collected, the data is not

jantung pada dinding dada.Batas bawahnya adalah garis yang menghubungkan sendi kostosternalis ke-6 dengan apeks jantung... FISIK DIAGNOSTIK JANTUNG DAN

Dengan demikian, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa setiap siswa pasti memiliki kelebihan pada bidang tertentu.. Howard Gardner, seorang pakar psikologi dari