• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN JAMBAN OLEH MASYARAKAT DI DESA MAREK KECAMATAN KAWAY XVI KABUPATEN ACEH BARAT SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN JAMBAN OLEH MASYARAKAT DI DESA MAREK KECAMATAN KAWAY XVI KABUPATEN ACEH BARAT SKRIPSI"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

DI DESA MAREK KECAMATAN KAWAY XVI

KABUPATEN ACEH BARAT

SKRIPSI

OLEH:

NURMALAWATI

NIM :07C10104126

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH ACEH BARAT

(2)

DI DESA MAREK KECAMATAN KAWAY XVI

KABUPATEN ACEH BARAT

SKRIPSI

OLEH :

NURMALAWATI

NIM :07C10104126

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH ACEH BARAT

(3)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Adanya kebutuhan fisiologis manusia seperti memiliki rumah, yang mencakup kepemilikan jamban sebagai dari kebutuhan setiap anggota keluarga. Kepemilikan jamban bagi keluarga merupakan salah satu indikator rumah sehat. Jamban sehat berfungsi untuk membuang kotoran manusia, ada berbagai macam bentuk seperti leher angsa, cubluk, dan sebagainya.

Dalam kaitannya dengan sarana pembuangan air besar, hubungan yang paling mendasar dengan kualitas lingkungan adalah fasilitas dan jenis penampungan tinja yang digunakan. Jenis sarana penampungan yang tidak memadai, akan mencemari lingkungan sekitar sekaligus meningkatkan resiko penularan penyakit terhadap masyarakat. Masalah kondisi lingkungan tempat pembuangan kotoran manusia tidak terlepas dari aspek kepemilikan terhadap sarana yang digunakan terutama dikaitkan dengan pemeliharaan dan kebersihan sarana.

Hubungan antara pembuangan tinja dengan status kesehatan penduduk bisa langsung dan tidak langsung. Efek langsung bisa mengurangi incidence penyakit yang ditularkan karena kontaminasi dengan tinja seperti kolera, disentri, typus,dsb Efek tidak langsung dari pembuangan tinja berkaitan dengan komponen sanitasi lingkungan seperti menurunnya kondisi higiene lingkungan. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan sosial masyarakat dengan mengurangi pencemaran tinja manusia pada sumber air minum penduduk (Kusnoputranto,2005).

(4)

kedalam tiga jenis penyakit, pertama penyakit enteric atau saluran pencernaan dan kontaminasi zat beracun, kedua penyakit infeksi oleh virus seperti Hepatitis infektiosa dan infeksi cacing seperti schitosomiasis, ascariasis, ankilostosomiasis.

Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi, karena kotoran manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber dari tinja dapat melalui berbagai macam jalan atau cara, Beberapa penyakit yang ditularkan oleh tinja manusia antara lain : tifus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita), schistosomiasis dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Tinja sebagai sumber infeksi dapat sampai ke penjamu baru melalui berbagai cara misalnya melalui air, tangan, arthopoda, lalat, tanah ataupun tangan ke makanan kemudian baru ke penjamu.

Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), saat ini sebanyak 2,6 miliar orang tidak memiliki akses untuk mendapatkan toilet yang layak tidak mencemari air atau tanah. Angka ini mencakup 40 persen populasi dunia. Setengah dari jumlah tersebut hidup di India dan China. Berdasarkan release yang dikeluarkan oleh World Toilet Organization (WTO), setiap tahun ada 200 juta ton kotoran manusia tak terbuang pada tempat yang sesuai karena kurangnya toilet. Secara global satu dari lima orang buang air besar di tempat terbuka, meskipun hampir 61 persen penduduk dunia memiliki jamban di rumah. Namun, banyak keluarga yang menggunakan jamban yang tidak memadai, masih menggunakan jamban umum. (WTO, 2001)

Keberadaan jamban di Indonesia menurut data Bank Dunia tahun 2003 dari jumlah penduduk Indonesia yaitu 203 juta orang yang menggunakan jamban baru

(5)

100 juta orang atau hanya 47 % saja (Depkes RI , 2004).

Secara nasional pencapaian jumlah cakupan jamban di Indonesia terlihat dari laporan 19 Propinsi di Indonesia. Pada tahun 2005 telah dilakukan pemeriksaan rumah di beberapa Kabupaten/Kota di Indonesia tetapi hasilnya menunjukkan dari 401.780 rumah yang dilakukan pemeriksaan, ketersediaan jamban keluarga baru 68,54%. Di perkotaan yang menggunakan jamban sekitar 80,45 % (Depkes RI, 2005).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat tahun 2012, terdapat 67,60% yang menggunakan jamban sendiri, 21,46% yang menggunakan jamban umum dan 2,98% yang menggunakan jamban bersama.(Dinas Kesehatan Aceh Barat. 2012).

Desa Marek merupakan salah satu desa di Kecamatan Kaway XVI yang dekat dengan sungai dengan jumlah penduduk sebanyak 405 Jiwa dan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 96 KK, masyarakat Desa Marek yang berada di pinggir sungai memiliki kebiasaan Buang Air Besar (BAB) ke sungai. Berdasarkan data sanitasi dasar, bahwa hanya 25,5% saja yang baru memiliki jamban sehat. (Puskesmas Kaway XVI. 2012).

Penggunaan jamban oleh masyarakat akan baik, bila didukung oleh beberapa faktor. Diantaranya faktor yang berasal dari dalam diri individu yang disebut faktor internal seperti pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, dan penghasilan. Adapun faktor dari luar diri individu disebut faktor eksternal seperti fasilitas jamban baik meliputi jenisnya, kebersihan dan kondisinya, (Depkes RI, 2005)

Berdasarkan uraian di atas maka dalam penulis ini ingin tahu lebih jauh mengenai “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunan Jamban oleh

(6)

Masyarakat di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan penggunaan jamban.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan jamban keluarga oleh masyarakat di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Mengetahui hubungan pekerjaan dengan penggunaan jamban di Desa Marek 2. Mengetahui hubungan pendidikan dengan penggunaan jamban di Desa Marek 3. Mengetahui hubungan penghasilan dengan penggunaan jamban di Desa Marek 4. Mengetahui hubungan pengetahuan dengan penggunaan jamban di Desa

Marek

5. Mengetahui hubungan kondisi jamban dengan penggunaan jamban di Desa Marek.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar, dapat dijadikan sebagai masukkan dan bahan bacaan serta menambah koleksi bahan perpustakaan yang telah ada tentang faktor yang berhubungan dengan penggunaan jamban.

(7)

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Untuk mendapatkan tambahan referensi tentang faktor penggunaan jamban oleh masayarakat.

2. Berguna bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat sebagai data yang diperlukan untuk kegiatan penyuluhan dalam rangka membangun sanitasi kesehatan lingkungan serta membina masyarakat dalam meningkatkan cakupan pemakai jamban.

3. Untuk Peneliti, sebagai upaya mengembangkan pengetahuan masyarakat agar tumbuh kesadarannya menggunakan jamban dan melakukan advokasi pada pihak pengambilan kebijakan guna memperbaiki kinerja Pemerintah untuk membangun fasilitas kesehatan lingkungan yang sangat dibutuhkan masyarakat karena keterbatasan dana mereka.

(8)
(9)

6

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Jamban

Jamban adalah suatu bangunan ruang dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia (najis) bagi keluarga yang lazim disebut WC/kakus. Manfaat jamban adalah untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dan pencemaran dari kotoran manusia (Warsito S. 2001).

Jamban adalah suatu fasilitas pembuangan tinja manusia. Jamban terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya (Abdullah, 2010). Jamban keluarga adalah suatu fasilitas pembuangan tinja bagi suatu keluarga (Depkes RI, 2009). Pengunaan jamban adalah Tindakan atau perbuatan nyata keluarga untuk menggunakan jamban sebagai sarana pembuangan tinja. Abdullah, (2010).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 852 Tahun 2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, jamban sehat adalah suatu fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit. Sementara pengertian kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja, air seni dan CO2 (Notoatmodjo, 2010).

2.2 Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Manusia

(10)

pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia semakin meningkat. Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi, karena kotoran manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber dari tinja dapat melalui berbagai macam jalan atau cara. Hal ini dapat diilustrasikan seperti pada gambar di bawah ini :

(sumber: Kusnoputranto, 2005)

Beberapa penyakit yang ditularkan oleh tinja manusia antara lain : tifus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita),

schistosomiasis dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

2.3 Jenis-Jenis Jamban

Menurut Chayatin (2009), jenis-jenis jamban dibedakan berdasarkan konstruksi dan cara menggunakannya yaitu:

1. Jamban Cemplung

Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana. Jamban cemplung ini hanya terdiri atas sebuah galian yang di atasnya diberi lantai dan tempat jongkok. Lantai jamban ini dapat dibuat dari bambu atau kayu, tetapi dapat juga terbuat dari batu bata atau beton. Jamban semacam ini masih menimbulkan gangguan karena baunya Tinja Air Tanggan Lalat Tanah Makanan Minuman Pejamu Sakit Mati

(11)

2. Jamban Plengsengan

Jamban semacam ini memiliki lubang tempat jongkok yang dihubungkan oleh suatu saluran miring ke tempat pembuangan kotoran. Jadi tempat jongkok dari jamban ini tidak dibuat persis di atas penampungan, tetapi agak jauh. Jamban semacam ini sedikit lebih baik dan menguntungkan daripada jamban cemplung, karena baunya agak berkurang dan keamanan bagi pemakai lebih terjamin

3. Jamban Bor

Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan menggunakan bor. Bor yang digunakan adalah bor tangan yang disebut bor

auger dengan diameter antara 30-40 cm. Jamban bor ini mempunyai keuntungan,

yaitu bau yang ditimbulkan sangat berkurang. Akan tetapi kerugian jamban bor ini adalah perembesan kotoran akan lebih jauh dan mengotori air tanah

4. Angsatrine (Water Seal Latrine)

Di bawah tempat jongkok jamban ini ditempatkan atau dipasang suatu alat yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada di tempat penampungan tidak tercium baunya, karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang melengkung. Dengan demikian dapat mencegah hubungan lalat dengan kotoran 5. Jamban di Atas Balong (Empang)

Membuat jamban di atas balong (yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong. Sebelum kita berhasil menerapkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang diharapkan maka cara tersebut dapat diteruskan dengan persyaratan sebagai berikut:

(12)

a. Air dari balong tersebut jangan digunakan untuk mandi b. Balong tersebut tidak boleh kering

c. Balong hendaknya cukup luas

d. Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh di air e. Ikan dari balong tersebut jangan dimakan

f. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak sejajar dengan jarak 15 meter

g. Tidak terdapat tanam-tanaman yang tumbuh di atas permukaan air 6. Jamban Septic Tank

Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara anaerobic. Nama septic tank digunakan karena dalam pembuangan kotoran terjadi

proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang sifatnya anaerob. Septic

tank dapat terdiri dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja

dengan mengatur sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat atau tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di dalam bak tersebut. Dalam bak bagian pertama akan terdapat proses penghancuran, pembusukan dan pengendapan. Dalam bak terdapat tiga macam lapisan yaitu:

a. Lapisan yang terapung, yang terdiri atas kotoran-kotoran padat b. Lapisan cair

c. Lapisan endap

Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesan di Indonesia pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu :

1. Jamban tanpa leher angsa. Jamban yang mempunyai bermacam cara pembuangan kotorannya yaitu:

(13)

a. Jamban cubluk, bila kotorannya dibuang ke tanah b. Jamban empang, bila kotorannya dialirkan ke empang

2. Jamban leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara pembuangan kotorannya yaitu:

a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung di atas galian penampungan kotoran

b. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl tidak berada langsung di atas galian penampungan kotoran tetapi dibangun terpisah dan dihubungkan oleh suatu saluran yang miring ke dalam lubang galian penampungan kotoran (Warsito, 2001).

2.4 Syarat-Syarat Jamban Sehat

Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15 meter dari sumber air minum

2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus 3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak

mencemari tanah di sekitarnya

4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya

5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna 6. Cukup penerangan

7. Lantai kedap air 8. Ventilasi cukup baik

(14)

Menurut Arifin dalam Abdullah (2010) ada tujuh syarat-syarat jamban sehat yaitu:

1. Tidak mencemari air

a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter

c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur

2. Tidak mencemari tanah permukaan

Jamban yang sudah penuh, segera disedot untuk dikuras kotorannya, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian

3. Bebas dari serangga

a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah

b. Ruangan jamban harus terang karena bangunan yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk

c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya

d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering

e. Lubang jamban harus tertutup khususnya jamban cemplung 4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan

(15)

selesai digunakan

b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh air

c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran

d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus dilakukan secara periodik

5. Aman digunakan oleh pemakainya

Untuk tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran seperti: batu bata, selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain 6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya

a. Lantai jamban seharusnya rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran b. Jangan membuang plastik, puntung rokok atau benda lain ke saluran

kotoran karena dapat menyumbat saluran

c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh

7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan a. Jamban harus berdinding dan berpintu

b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari kehujanan dan kepanasan (Abdullah, 2010).

Menurut dalam Entjang (2000), syarat-syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah:

a. Tidak mengotori tanah permukaan b. Tidak mengotori air permukaan

(16)

c. Tidak mengotori air dalam tanah d. Tempat kotoran tidak boleh terbuka

e. Jamban terlindung dari penglihatan orang lain.

Menurut Entjang (2000), ciri-ciri bangunan jamban yang memenuhi syarat kesehatan yaitu harus memiliki:

1. Rumah jamban mempunyai fungsi untuk tempat berlindung pemakainya dari pengaruh sekitarnya. Baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun estetika. Konstruksinya disesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah tangga 2. Lantai jamban berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang

sifatnya harus baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya juga disesuaikan dengan bentuk rumah jamban

3. Slab (tempat kaki berpijak waktu si pemakai jongkok) 4. Closet (lubang tempat feces masuk)

5. Pit (sumur penampungan feces) adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang fungsinya sebagai tempat mengumpulkan kotoran/tinja. Konstruksinya dapat berbentuk sederhana berupa lubang tanah saja

6. Bidang resapan adalah sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan tinja yang lengkap untuk mengalirkan dan meresapkan cairan yang bercampur kotoran/tinja.

2.5 Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Melindungi masyarakat dari penyakit

(17)

3. Bukan sebagai tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit 4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan

(Azwar, 2000).

2.6 Pemeliharaan Jamban

Jamban hendaknya dipelihara baik dengan cara : 1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering

2. Tidak ada sampah berserakan dan tersedia alat pembersih 3. Tidak ada genangan air di sekitar jamban

4. Rumah jamban dalam keadaan baik dan tidak ada lalat atau kecoa 5. Tempat duduk selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat 6. Tersedia air bersih dan alat pembersih di dekat jamban

7. Bila ada bagian yang rusak harus segara diperbaiki (Depkes RI, 2004).

2.7 Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang mempunyai cakupan luas antara lain: berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).

2.7.1 Perilaku Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit

(18)

dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan.

Secara lebih terinci, perilaku kesehatan itu mencakup:

1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit adalah bagaimana seseorang merespons, baik secara pasif maupun aktif terhadap sakit dan penyakit yang dialaminya. Perilaku ini meliputi tingkatan pencegahan sebagai berikut:

a. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion

behaviour)

b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour) c. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour) d. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour)

2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan modern maupun tradisional

3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour) adalah respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan

4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behaviour) adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia

2.8 Perilaku Masyarakat

Menurut Notoatmodjo (2005), meskipun perilaku adalah bentuk respon terhadap stimulus dari luar diri seseorang, namun karakteristik dan faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan juga dapat memengaruhi respons seseorang.

(19)

Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), membedakan adanya dua determinan masalah kesehatan tersebut yakni behavioral factors (faktor perilaku) dan non behavioral factors (faktor non perilaku). Green menganalisis bahwa faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong.

2.8.1 Faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor predisposisi perilaku adalah faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku pada individu atau masyarakat, meliputi: pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, sistem dan nilai yang ada di masyarakat. Apabila seorang atau masyarakat memiliki pengetahuan tentang perilaku hidup bersih dan sehat terutama menyangkut penggunaan jamban keluarga, maka itu akan mempermudah dirinya untuk mencegah penyakit yang berbasis lingkungan seperti cacingan, diare dan lain-lain. Adapun yang menjadi faktor predisposisi penelitian ini adalah : 1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). (Notoatmodjo, 2003).

Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

1). Kesadaran (Awareness), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)

(20)

2). Tertarik (Interest) terhadap stimulus atau objek tersebut. Sikap subjek sudah mulai timbul

3). Menimbang-nimbang (Evaluation) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya

4). Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus

5). Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus

Namun demikian, dari penelitian Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain

(21)

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru

f. Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003)

2. Pendidikan

Menurut Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa pendidikan adalah derajat tertinggi jenjang pendidikan yang diselesaikan berdasar ijazah yang diterima dari sekolah formal terakhir dengan sertifikat kelulusan. Pendidikan merupakan suatu usaha atau pengaruh yang diberikan yang bertujuan untuk proses pendewasaan. Pendidikan dapat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang termasuk pengetahuan tentang pentingnya penggunaan jamban keluarga sebagai tempat membuang tinja dan pemeliharaan jamban dengan baik

3. Pekerjaan

Menurut Notoatmodjo (2010), mengatakan pekerjaan adalah aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh responden sehingga memperoleh penghasilan

4. Penghasilan

Penghasilan adalah jumlah pendapatan suami istri per bulan dan seluruh anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga (Suhardjo. 2003).

Upah Minimum Regional sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh No 65 tahun 2012, Upah Minimum Provinsi (UMP) Aceh sebesar Rp. 1.550.000,-.

(22)

2.8.2 Faktor pendukung (enabling factor)

Faktor pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana dan prasarana yang mendukung atau memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat, misalnya: tersedianya pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), obat-obatan, jamban dan sebagainya. Faktor pendukung kondisi jamban adalah sarana digunakan untuk membuang tinja yang meliputi bentuk jamban, kebersihan jamban. Notoatmodjo (2010).

2.8.3 Faktor pendorong (reinforcing factor)

Faktor pendorong perilaku adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku, misalnya: untuk berperilaku sehat diperlukan contoh dari para tokoh masyarakat, seperti lurah, dokter (tenaga kesehatan), camat dan lain-lain. Adapun faktor pendorong penelitian ini adalah peran petugas. Peran petugas dalam memberikan penyuluhan tentang penggunaan jamban keluarga sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan perilaku. Diharapkan individu atau masyarakat menggunakan jamban keluarga setelah mereka memperoleh pandangan yang baik dari petugas terkait.

2.9 Kerangka Teori Faktor Predisposisi : 1. Pengetahuan (Notoatmodjo, 2003) 2. Pendidikan (Notoatmodjo 2010) 3. Pekerjaan (Notoatmodjo, 2010) 4. Penghasilan (Suhardjo, 2003) Faktor Enabling :

1. Kondisi Jamban (Notoatmodjo 2010)

Abdullah, 2010 Penggunaan

(23)

2.10 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian 2.11 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan pekerjaan dengan penggunaan jamban di Desa Marek 2. Ada hubungan pendidikan dengan penggunaan jamban di Desa Marek 3. Ada hubungan penghasilan dengan penggunaan jamban di Desa Marek 4. Ada hubungan pengetahuan dengan penggunaan jamban di Desa Marek 5. Ada hubungan kondisi jamban dengan penggunaan jamban di Desa Marek

Pengetahuan Pendidikan Pekerjaan Penghasilan Kondisi Jamban Penggunaan Jamban

(24)

21

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik untuk menganalisis hubungan antara variabel bebas yakni pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan kondisi jamban dengan variabel terikat yaitu penggunaan jamban oleh masyarakat di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. Pengukuran kedua variabel penelitian dilakukan secara bersamaan, karenanya rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini penulis lakukan di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat pada 29 Maret sampai dengan 3 April 2013.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kepala Keluarga (KK) di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. Menurut data yang diperoleh dari Puskesmas Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat terdapat 96 KK.

3.3.2 Sampel

Dalam penelitian ini teknik penarikan sampel menggunakan total sampling. Jadi jumlah sampel yang diambil keseluruhan populasi yang berjumlah 96 KK di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.

(25)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data yang diperoleh langsung melalui responden meliputi, pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan kondisi jamban.

3.4.2 Data Sekunder

Data yang mencakup data gambaran umum Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.

3.5. Definisi Operasional

No Variabel Independen

1. Definisi : Pengetahuan

Kemampuan intelektual responden tentang aspek kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan jamban

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : Kuesioner

Hasil Ukur : 1. Baik

2. Kurang

Skala Ukur : Ordinal

2. Definisi : Pendidikan

Derajat tertinggi jenjang pendidikan yang

diselesaikan berdasarkan ijazah yang

diterima dari sekolah formal terakhir dengan sertifikat kelulusan

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : Kuesioner

Hasil Ukur : 1. Tinggi

2. Menengah 3. Rendah

Skala Ukur : Ordinal

3. Definisi : Pekerjaan

Aktifitas atau kegiatan yang dilakukan

responden sehingga memperoleh

penghasilan

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : Kuesioner

Hasil Ukur : 1. Bekerja

2. Tidak bekerja

(26)

4. Definisi : Penghasilan

Hasil usaha manusia yang diperoleh dari pekerjaannya sebagai pendapatan yang dihitung setiap bulannya berupa uang yang diterima dalam rupiah berdasarkan Pergub No. 65 Tahun 2012

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : Kuesioner

Hasil Ukur : 1. Tinggi

2. Rendah

Skala Ukur : Ordinal

5. Definisi : Kondisi Jamban

Suatu keadaan jamban yang dimiliki oleh keluarga yang dilhat berdasarkan observasi dan disesuaikan dengan kriteria jamban sehat.

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : Kuesioner

Hasil Ukur : 1. Baik

2. Tidak Baik

Skala Ukur : Ordinal

Variabel Dependen

6. Definisi : Penggunaan Jamban

Tindakan/perbuatan nyata keluarga untuk

menggunakan jamban sebagai sarana

pembuangan tinja

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : Kuesioner

Hasil Ukur : 1. Baik

2. Tidak Baik

Skala Ukur : Ordinal

3.6. Aspek Pengukuran 3.6.1 Pengetahuan

Baik : Jika responden mendapat nilai > 9 dari total skor

Kurang : Jika responden mendapat nilai < 9 dari total skor

3.6.2 Pendidikan

Tinggi : Jika memiliki ijazah perguruan tinggi

Menengah : Jika memiliki ijazah SMA

(27)

3.6.3 Pekerjaan

Bekerja : bila mempunyai aktivitas atau kegiatan sehingga

memperoleh penghasilan.

Tidak bekerja : bila tidak mempunyai aktivitas atau kegiatan sehingga tidak memperoleh penghasilan.

3.6.4 Penghasilan

Tinggi : bila pendapatan Diatas UMR, bila > Rp. 1.550.000,-

perkapita/bulan

Rendah : bila pendapatan dibawah UMR, bila < Rp.1.550.000,-

perkapita/bulan 3.6.5 Kondisi Jamban

Baik : apabila diperoleh skor nilai > 6 dari total skor

Tidak Baik : apabila diperoleh skor nilai < 6 dari total skor 3.6.6 Penggunaan Jamban

Baik : apabila diperoleh skor nilai > 9 dari total skor

Tidak Baik : apabila diperoleh skor nilai < 9 dari total skor

3.7. Teknik Analisa Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut : 3.7.1 Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Data hasil penelitian dideskripsikan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi dan narasi untuk megevaluasi besarnya proporsi masing-masing faktor yang ditemukan pada sampel untuk masing-masing variabel yang diteliti.

(28)

3.7.1 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis dua variabel. Dalam penelitian ini digunakan uji Chi-Square dengan

Coefficient Contingency untuk menghubungkan variabel terikat dengan variabel

bebas.

Analisa data dilakukan dengan pengujian statistik untuk melihat adanya hubungan antara variable bebas dan variable terikat dalam penelitian. Uji statistik yang digunakan perangkat lunak komputer.

(29)

26

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat

4.1.1.1 Letak Geografis

Desa Marek adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh. Secara geografis desa ini memiliki luas + 46 Ha wilayah . Desa Marek memiliki batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Pasi Jambu

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Pasi Leuhan

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Blang Beurandang

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Pasi Aceh Tunong

4.1.1.2 Data Demografi

Secara administratif, jumlah penduduk Desa Marek Kacamatan Kaway XVI pada tahun 2013 mencapai 405 jiwa (96 KK). Berdasarkan jenis kelamin, penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 197 jiwa dan penduduk yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 208 jiwa. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat

No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)

1. Laki-Laki 197

2. perempuan 208

(30)

4.1.2 Hasil penelitian analisa univariat

Karakteristik responden dapat dilihat dengan menggunakan kuesioner melalui wawancara yang meliputi umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat penghasilan keluarga, pengetahuan dan penggunaan jamban. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Umur di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat

No Umur Frekuensi (n) Persentase (%)

1. < 41 Tahun 55 57,3

2. > 41 Tahun 41 42,7

Total 96 100

Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut umur yang terbanyak adalah berumur < 41 tahun yaitu sebanyak 55 responden (57,3%) dan yang paling sedikit adalah berumur > 41 tahun yaitu 41 responden (42,7%). Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Pendidikan di Desa Marek

Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat

No Tingkat Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Tinggi 16 16,7

2. Menengah 57 59,4

3. Rendah 23 24,0

Total 96 100

Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut tingkat pendidikan yang terbanyak adalah tingkat pendidikan menengah yaitu sebanyak 57 responden (59,4%) dan tingkat pendidikan tinggi sebanyak 16 responden (16,7%). Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan di Desa Marek

Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat

No Pekerjaan Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Bekerja 75 78,1

2. Tidak Bekerja 21 21,9

(31)

Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut pekerjaan terbanyak adalah yang bekerja yaitu sebanyak 75 responden (78,1%) dan yang tidak bekerja sebanyak 21 responden (21,9%).

Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Penghasilan di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat

No Penghasilan Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Tinggi 27 28,1

2. Rendah 69 71,9

Total 96 100

Dari tabel 4.5 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut penghasilan terbanyak adalah yang berpendapatan dibawah UMR yaitu sebanyak 69 responden (71,9%) dan yang berpendapatan diatas UMR sebanyak 27 responden (28,1%)..

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Pengetahuan tentang Jamban di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat

No Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Baik 63 65,6

2. Kurang 33 34,4

Total 96 100

Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut pengetahuan tentang jamban yang baik adalah sebanyak 63 responden (65,6%) dan yang kurang adalah 33 responden (34,4%).

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Kondisi Jamban di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat

No Kondisi Jamban Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Baik 68 70,8

2. Tidak Baik 28 29,2

Total 96 100

(32)

kondisi jamban yang baik adalah sebanyak 68 responden (70,8%) dan yang tidak baik 28 responden (29,2%).

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Katagori Penggunaan Jamban di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat

No Penggunaan Jamban Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Baik 68 70,8

2. Tidak Baik 28 29,2

Total 96 100

Dari tabel 4.8 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut penggunaan jamban yang baik adalah sebanyak 68 responden (70,8%) dan yang tidak baik 28 responden (29,2%)

4.2 Analisa Bivariat

4.2.1 Hubungan pengetahuan dengan penggunaan jamban

Tabel 4.9 Hubungan Pengetahuan dengan Penggunaan Jamban di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat

No Pengetahuan

Penggunaan Jamban Total

P Value

Baik Tidak Baik n %

n % n %

1. Baik 57 90,5 6 9,5 63 100 0,000

2. Kurang 11 33,3 22 66,7 33 100

Jumlah 68 28 96

Dari data tabel 4.9 diatas dapat dilihat bahwa variabel pengetahuan, persentase pengetahuan yang baik yang penggunaan jamban baik sebanyak 57 orang (90,5%). Bila dibandingkan dengan responden yang pengetahuan kurang yang penggunaan jamban baik sebanyak 11 orang (33,3%).

Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% pada df 1, diperoleh nilai p-value 0,000 yang bearti lebih kecil dari α-value (0,05). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada

(33)

hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan jamban. Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar 19.0 yang artinya responden yang mempunyai pengetahuan yang baik mempunyai peluang 19.0 kali untuk penggunaan jamban dengan baik dibandingkan responden yang kurang mempunyai pengetahuan.

4.2.2 Hubungan pendidikan dengan penggunaan jamban

Tabel 4.10 Hubungan Pendidikan dengan Penggunaan Jamban di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat

No Pendidikan

Penggunaan Jamban Total

P Value

Baik Tidak Baik n %

n % n %

1. Tinggi 11 68,8 5 31,2 16 100 0,000

2. Menengah 50 87,7 7 12,3 57 100

3. Rendah 7 30,4 16 69,6 23 100

Jumlah 68 28 96

Dari data tabel 4.10 diatas dapat dilihat bahwa variabel pendidikan, persentase pendidikan tinggi yang penggunaan jamban baik sebanyak 11 orang (68,8%). Bila dibandingkan dengan kategori pendidikan menengah dimana terdapat 50 orang (87,7%) yang penggunaan jamban baik dan bila dibandingkan juga dengan kategori pendidikan rendah dimana terdapat 7 orang (30,4%) yang penggunaan jamban baik.

Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% pada df 1, diperoleh nilai p-value 0,000 yang bearti lebih kecil dari α-value (0,05). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan penggunaan jamban.

(34)

4.2.3 Hubungan pekerjaan dengan penggunaan jamban

Tabel 4.11 Hubungan Pekerjaan dengan Penggunaan Jamban di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat

No Pekerjaan

Penggunaan Jamban Total

P Value

Baik Tidak Baik n %

n % n %

1. Bekerja 59 73,8 16 21,3 80 100 0,003

2. Tidak Bekerja 9 56,2 12 57,1 16 100

Jumlah 68 28 96

Dari data tabel 4.11 diatas dapat dilihat bahwa dari variabel pekerjaan, diketahui persentase pekerjaan yang bekerja yang penggunaan jamban baik sebanyak 59 orang (73,8%). Bila dibandingkan dengan responden yang tidak bekerja yang penggunaan jamban baik sebanyak 9 orang (56,2%).

Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% pada df 1, diperoleh nilai p-value 0,003 yang bearti lebih kecil dari α-value (0,05). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan antara pekerjaan dengan penggunaan jamban. Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar 4.917 yang artinya responden yang mempunyai pekerjaan mempunyai peluang 4.917 kali untuk penggunaan jamban dengan baik dibandingkan responden yang tidak mempunyai pekerjaan.

4.2.4 Hubungan penghasilan dengan penggunaan jamban

Tabel 4.12 Hubungan Penghasilan dengan Penggunaan Jamban di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat

No Penghasilan

Penggunaan Jamban Total

P Value

Baik Tidak Baik n %

n % n %

1. Tinggi 25 92,6 2 7,4 27 100 0,003

2. Rendah 43 62,3 26 37,7 69 100

(35)

Dari data tabel 4.12 diatas dapat dilihat bahwa variabel penghasilan, diketahui persentase penghasilan responden yang penghasilan tinggi yang penggunaan jamban baik sebanyak 25 orang (92,6%). Bila dibandingkan dengan responden yang penghasilan rendah diketahui bahwa yang penggunaan jamban baik sebanyak 43 orang (62,3%).

Setelah dilakukan analisa statistik dengan menggunakan Uji Chi

Square menunjukkan ada hubungan antara tingkat penghasilan dengan penggunaan

jamban dengan nilai p = 0,003 (p < 0,05). Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar 7.558 yang artinya responden yang mempunyai penghasilan yang baik mempunyai peluang 7.558 kali untuk penggunaan jamban dengan baik dibandingkan responden yang kurang mempunyai penghasilan.

4.2.5 Hubungan kondisi jamban dengan penggunaan jamban

Tabel 4.13 Hubungan Kondisi Jamban dengan Penggunaan Jamban di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat

No Kondisi Jamban

Penggunaan Jamban Total

P Value

Baik Tidak Baik n %

n % n %

1. Baik 61 89,7 7 10,3 68 100 0,000

2. Kurang 7 25,0 21 75,0 28 100

Jumlah 68 28 96

Dari data tabel 4.13 diatas dapat dilihat bahwa variabel kondisi jamban, diketahui persentase kondisi jamban baik yang penggunaan jamban baik sebanyak 61 orang (89,7%). Bila dibandingkan dengan responden yang kondisi jamban kurang yang penggunaan jamban baik sebanyak 7 orang (25,0%).

(36)

Square menunjukkan ada hubungan antara kondisi jamban dengan penggunaan

jamban dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05). Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar 26.143 yang artinya responden yang mempunyai kondisi jamban yang baik mempunyai peluang 26.143 kali untuk penggunaan jamban dengan baik dibandingkan responden yang kurang mempunyai kondisi jamban.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Hubungan pengetahuan dengan penggunaan jamban

Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa pengetahuan tentang jamban memberikan hubungan dengan penggunaan jamban. Dengan kata lain ada hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan jamban pada masyarakat di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat, hal ini terlihat bahwa masyarakat dengan pengetahuan yang baik mempunyai perilaku penggunaan jamban yang lebih baik dibandingkan masyarakat yang pengetahuan rendah.

Dari paparan diatas peneliti beranggapan bahwa pengetahuan tentang jamban bisa meningkatkan kesadaran dalam penggunaan jamban. Pengetahuan sangat menentukan seseorang dalam berperilaku. Menurut Muslih (2004), yang mengutip pendapat Roger, dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng. Menurut Notoadmodjo (2003) bahwa pengetahuan terdiri dari berbagai tingkatan yaitu mengetahui, memahami, aplikasi dan evaluasi. Mengacu pada pengetahuan di atas dapat dijelaskan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat Gampong Marek pada katagori baik dapat diklompokkan pada tahap mengetahui dan mampu memahami.

(37)

Penelitian yang dilakukan oleh Simbolon (2009) menunjukkan bahwa pengetahuan kesehatan yang baik berbanding lurus dengan perilaku kesehatan. Hal ini berarti semakin baik pengetahuan seseorang maka perilakunya pun akan semakin baik pula.Pengetahuan masyarakat tentang penggunaan jamban perlu ditingkatkan antara lain melalui kegiatan penyuluhan/pendidikan oleh petugas kesehatan, kader, tokoh masyarakat dan tokoh agama, serta melalui media promosi kesehatan yakni leaflet, booklet, poster dan sebagainya.

4.3.2 Hubungan pendidikan dengan penggunaan jamban

Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa tingkat pendidikan memberikan hubungan dengan penggunaan jamban. Dengan kata lain ada hubungan antara pendidikan dengan penggunaan jamban pada masyarakat di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat, hal ini terlihat bahwa masyarakat dengan tingkat pendidikan yang tinggi mempunyai perilaku penggunaan jamban yang lebih baik dibandingkan masyarakat yang berpendidikan lebih rendah.

Dari paparan diatas peneliti beranggapan bahwa tingkat pendidikan masyarakat tinggi bisa meningkatkan kesadaran dalam penggunaan jamban. Banyak teori yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi mempunyai perilaku penggunaan jamban yang lebih baik dibandingkan masyarakat yang berpendidikan lebih rendah. Menurut Robert M. Gagne yang dikutip oleh Sarwono (2004), tingkat pendidikan formal merupakan landasan seseorang dalam berbuat sesuatu, membuat lebih mengerti dan memahami sesuatu. Tingkat pendidikan formal juga memungkinkan perbedaan pengetahuan dan pengambilan keputusan.

Berdasarkan penelitian Simbolon (2009), menyatakan bahwa pendidikan,

(38)

keluarga yang memenuhi syarat kesehatan. Tingkat pendidikan memengaruhi kemampuan seseorang dalam mencerna dan memahami suatu masalah, selanjutnya pemahaman masalah akan membentuk sikap seseorang dan dengan dipengaruhi oleh lingkungannya akan menghasilkan suatu perilaku nyata (tindakan) sebagai suatu reaksi.

4.3.3 Hubungan pekerjaan dengan penggunaan jamban

Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa pekerjaan memberikan hubungan dengan penggunaan jamban. Dengan kata lain ada hubungan antara pekerjaan dengan penggunaan jamban pada masyarakat di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat, hal ini terlihat bahwa masyarakat di Desa Marek, sebagian besar masyarakat bekerja sebagai petani. Adanya hubungan variabel pekerjaan dalam penelitian ini disebabkan masyarakat dengan status bekerja mempunyai tindakan yang cenderung tidak sama dengan tindakan masyarakat dengan status tidak bekerja.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hasibuan (2009), bahwa penggunaan jamban oleh masyarakat dipengaruhi oleh pekerjaan. Karena dengan bekerja akan meningkatkan penghasilan, di mana penghasilan yang tinggi akan memungkinkan anggota keluarga untuk memperoleh yang lebih baik seperti kesehatan, pendidikan dan sebagainya.

4.3.4 Hubungan penghasilan dengan penggunaan jamban

Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa penghasilan memberikan hubungan dengan penggunaan jamban. Dengan kata lain ada hubungan antara tingkat penghasilan dengan penggunaan jamban pada masyarakat di Desa Marek

(39)

Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat, hal ini terlihat bahwa sebagian besar masyarakat menggunakan penghasilan yang didapatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (sandang dan pangan) termasuk untuk pengadaan jamban. Sebagian besar masyarakat menyisihkan penghasilan untuk upaya perbaikan atau pengadaan jamban. adanya pengaruh variabel penghasilan dalam penelitian ini disebabkan masyarakat dengan penghasilan keluarga yang cukup tinggi mempunyai tindakan yang tidak sama dengan tindakan masyarakat dengan penghasilan keluarga relatif rendah.

Hal ini sesuai dengan penelitian (Hasibuan 2009) di mana penghasilan yang tinggi memungkinkan anggota keluarga untuk memperoleh yang lebih baik seperti kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Demikian sebaliknya jika penghasilan rendah maka akan ada hambatan dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari.

4.3.5 Hubungan kondisi jamban dengan penggunaan jamban

Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa kondisi jamban memberikan hubungan dengan penggunaan jamban. Dengan kata lain ada hubungan antara kondisi jamban dengan penggunaan jamban pada masyarakat di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat, hal ini terlihat bahwa kondisi jamban yang baik akan memberikan kenyamanan bagi sipemakai dan sebaliknya jika kondisi jamban kurang baik memungkinkan sipemakai merasa kurang nyaman untuk menggunakannya dan hal tersebut akan memengaruhi penggunaan jamban tersebut.

Notoatmodjo (2007), menyebutkan bahwa untuk berperilaku sehat masyarakat memerlukan sarana prasarana atau fasilitas kesehatan seperti air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja dan lain-lain.

(40)

37

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Adanya hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan jamban dengan nilai p=0,000 yang bearti lebih kecil dari α-value 0,05.

2. Adanya hubungan antara pendidikan dengan penggunaan jamban dengan nilai p=0,000 yang bearti lebih kecil dari α-value 0,05.

3. Adanya hubungan antara pekerjaan dengan penggunaan jamban dengan nilai p=0,003 yang bearti lebih besar dari α-value 0,05.

4. Adanya hubungan antara penghasilan dengan penggunaan jamban dengan nilai p=0,003 yang bearti lebih kecil dari α-value 0,05.

5. Adanya hubungan antara kondisi jamban dengan penggunaan jamban dengan nilai p=0,000 yang bearti lebih kecil dari α-value 0,05.

5.2 Saran

1. Diharapkan bagi pemerintahan Gampong Marek agar ikut berpartisipasi sebagai penggerak masyarakat dalam penggunaan jamban yang baik.

2. Diharapkan bagi Puskesmas Peureumeu Kacamatan Kaway XVI agar meningkatkan kegiatan penyuluhan baik dalam kuantitas maupun kualitas kepada masyarakat sehingga penggunaan jamban yang baik dapat ditingkatkan 3. Diharapkan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat adanya peningkatan

sanitasi lingkungan berupa pengadaan fasilitas kesehatan seperti pembangunan jamban dan perbaikan jamban sehingga penggunaan jamban masyarakat yang baik dapat ditingkatkan.

(41)

38

Abdullah. 2010. Tujuh Syarat Membuat Jamban Sehat. http://sanitasi.or.id/ diakses tanggal 15 November 2012.

Azwar. 2000. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Penerbit Mutiara Sumber Widya Press. Jakarta

Chayatin, Nurul. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Teori dan Aplikasi. Salemba Medika. Jakarta.

Depkes RI, 1999. Indonesia Sehat 2010. Jakarta.

________. 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.

________. 2005. Rencana Strategi Depkes 2005-2009. Depkes RI. Jakarta. ________. 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Jakarta.

Depkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2007. Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan

Kejadian Luar Biasa. (Pedoman Epidemiologi Penyakit ) Revisi Jakarta

: Depkes RI.

Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Citra Aditya Bhakti. Bandung. Hasibuan, 2009. Perilaku Masyarakat tentang BAB Sembarangan pada Desa yang

Diberi dan Tidak Diberi Intervensi Gerakan STBM di Kecamatan Gumai Talang Kabupaten Lahat Provinsi Sumut. Skripsi FKM USU. Medan

Kusnoputranto. 2005. Kesehatan Lingkungkungan . FKM UI. Jakarta.

Muslih, M, 2004. Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap Tindakan

Penanggulangan Kasus Demam Berdarah di Kecamtan Medan Baru.

Skripsi, FKM USU, Medan.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

(42)

________. 2007. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta. Jakarta.

________. 2010. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Sarwono,S, 2004. Sosiologi Kesehatan, Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Simbolon, 2009. Perilaku Buang Air Besar pada Ibu Rumah Tangga yang Tidak

Memiliki Jamban Keluarga di Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Garut.

Skripsi FKM UI.

Suhardjo. 2003. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta.

World Toilet Organization (WTO). 2001. 19 November Hari Toilet Sedunia. (World Toilet Day), www.notes/satker. diakses 29 September 2012. Warsito S. 2001. Kakus Sederhana bagi Masyarakat Desa. Kanisius. Jakarta

(43)

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian  2.11  Hipotesis Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan jamban keluarga dan kejadian diare di Desa Tualang

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Penggunaan Jamban Keluarga di Desa Pegagan Julu III Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Tahun 2015

penggunaan jamban keluarga di Desa Pegagan Julu III Kecamatan Sumbul. Kabupaten Dairi

Pengaruh Predisposing Faktor, Enabling Faktor, Dan Renforcing Faktor Terhadap Penggunaan Jamban Di Desa Gunungtua Kecamatan Penyabungan Kabupaten Mandailing Natal

Distribusi Frekuensi Tingkat Tindakan Ibu terhadap status gizi balita di Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013. Tindakan

Tabel 4.17 Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap, Kebiasaan dan Peran Petugas Kesehatan dengan Kepemilikan Jamban Keluarga di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur

Distribusi Frekuensi Ketersediaan Air Bersih Menurut Penggunaan Jamban Di RW 02 Desa Gempolklutuk, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2015 Distribusi F rekuensiJarak R umah

Deskripsi faktor pengetahuan tentang pemanfaatan jamban oleh masyarakat Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo tahun 2013, persentase terbanyak responden