• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORITIS. kategori green building atau sustainable bulding. Dilihat dari segi energi, life-style

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORITIS. kategori green building atau sustainable bulding. Dilihat dari segi energi, life-style"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

Kebanyakan bangunan konstruksi di Indonesia tidak tergolong dalam kategori green building atau sustainable bulding. Dilihat dari segi energi, life-style yang diaplikasi sekarang memerlukan penggunaan energi dalam jumlah yang banyak untuk mendukung kehidupan yang nyaman, misalnya : penggunaan AC untuk iklim tropis di Indonesia, penggunaan lampu untuk penerangan didalam ruangan, penyaringan air dan kebutuhan aktivitas yang lain. Hampir 95% sumber energi yang digunakan di Indonesia termasuk sumber energi yang tidak terbaharui, misalnya: fosil, koil, minyak tanah, gas alam dan sebagainya. Sehingga dalam kondisi ini sangat membahayakan generasi penerus berikutnya.

Menurut Amanjeet Singh, MS et al., (2010) dalam penelitian Effects of Green Building on Employee Health and Productivity, dengan membandingkan kesehatan pengguna bangunan (occupant) di bangunan konvensional di Lansing, Michigan dan bangunan yang ber LEED sertifikat mulai dari certified, silver, gold dan platinium. Berdasarkan hasil penelitiannya, dengan meningkatkan indoor environment quality (IEQ), dapat mendapat benefit 0,41 work hours/occupant karena absen, 1,34 work hours/occupant karena asma atau alergi, 2,02 work hours/occupant karena despress atau stress dan serta meningkat productivity per pengguna bangunan 38,98 work hours/occupant dalam setahun.

Menurut penelitian Campbell (2010), sebuah green retrofit building dapat mengaplikasi konsep green diseluruh bagian bangunan, biaya diantara renovasi

(2)

diantara $2-$7 per square foot ($21-$75 per sq m), tergantung dengan usia building, desain yang sudah diaplikasi, tujuan dan level green building yang ingin dicapai. Dari segi pengembalian investasi [ROI], sebuah green retrofit building berkisar 2 sampai 15 tahun. Dan dalam survei indikator efisiensi energi tahunan dilakukan oleh Johnson Controls pada bulan Maret 2008 menemukan bahwa 50 % dari pemilik bangunan komersial memerlukan proyek-proyek yang memiliki periode pengembalian modal sederhana dalam tiga tahun atau kurang.

Dalam penelitiannya Charles Lockwood (2009), mendesain ulang sebuah bangunan Empire State dengan konsep green building, disebuah proyek yang senilai $120 juta dengan penambahan biaya renovasi sebesar $13,2 juta dapat menghemat penggunaan energi sebesar 38,4% dengan payback period dalam 3 tahun. Dan estimasi dari tim manajemen proyek, dalam jangka satu tahun dapat menghemat biaya utilitas sebesar $4,4 juta dengan mengurangi penggunaan energi dan karbon.

2.2 Green Building Council

Green Building Council adalah suatu organisasi non-profit yang komitmen penuh mengaplikasi prinsip bangunan berkelanjutan (sustainability) untuk mewujudkan bangunan yang ramah lingkunan (menjadi keharusan untuk setiap konstruksi baru). Berikut ini adalah Negara-negara yang sudah mendirikan Green Building Council dan sistem rating yang digunakan:

(3)

Tabel 2.1

Green Building Council dan sistem rating dimasing-masing Negara

Negara Badan Organisasi Sistem Rating

Australia Green Building Council Australia Green Star Brazil Green Building Council do Brazil LEED Brazil Canada Canada Green Building Council LEED Cananda German Germany Sustainable Building Council Sedang disusun

India Indian Green Building Council LEED India Indonesia Green Building Council Indonesia GREENSHIP

Jepang Japan Sustainable Building Construction

CASBEE Malaysia Standard & Industrial Research

Insitute of Malaysia

Green Building Index Mexico Mexico Green Building Council SICES

New Zealand New Zealand Green Building Council Green Star NZ Phillipine Phillipine Green Building Council LEED Philipine Singapore Building and Construction Authority BCA Green Mark

Taiwan Taiwan Green Building EEWH

Thailand Thailand Green Building Sedang disusun United Arab

Emirates

Emirates Green Building Sedang disusun United Kingdom United Kingdom Green Building

Council

BREEAM Unites States of

America

U.S Green Building Council LEED Vietnam Vietnam Green Building Council Sedang disusun

Sumber : www.worldgbc.com (2012)

Setiap Negara mempunyai hak sendiri menentukan nama organisasi yang digunakan dalam menerapkan sistem rating yang disusun ataupun mengadopsi dari Negara lain. Konsil Bangunan Hijau Indonesia saat ini telah memiliki rating sistem bernama GREENSHIP. Sistem rating ini disusun bersama-sama dengan keterlibatan stakeholder dari profesional, industri, pemerintah, akademisi, dan organisasi lain di Indonesia.

(4)

2.3 World Green Building Council (WGBC)

World Green Building Council adalah badan international yang mempunyai misi mempercepat perubahan lingkungan diseluruh dunia dengan prinsip sustainability. WGBC menyediakan forum dunia untuk mempercepat perubahan pasar dari traditional, praktik bangunan yang tidak efisien hingga perfoma bangunan tingkat tinggi. Hal ini merupakan strategi untuk mengkritik kota dan negara di seluruh dunia yang berhubungan dengan emisi karbon dioksida (CO2

Memastikan keberhasilan Green Building Council di Negara lain.

) dan pencemaran lingkungan lainnya

Visi dan Misi World Green Building Council

Visi dari WGBC melalui kerja sama kepemimpinan, industri konstruksi akan berubah dari praktik yang tradisional dengan prinsip sustainability yang memperhatikan lingkungan, kesejaterahan ekonomi, dan pertumbuhan sosial untuk menciptakan kesehatan yang berkelajutan.

Misi dari WGBC:

• Berdiri sebagai “penyuara” international pertama untuk rancangan dan pertimbangan green building.

• Membantu perkembangan komunikasi dan kerja sama antar dewan, negara dan pimpinan industri.

Mendukung sistem rating green building.

(5)

Gambar 2.1

Logo WGBC dan kantor sekertariat WGBC, Canada

Sumber: www.worldgbc.org (2012)

2.4 U.S Green Building Council

United Stated Green Building Council adalah salah satu negera perintis berdirinya Green Building Council, bahkan lebih dahulu sebelum berdirinya WGBC tepatnya pada tahun 1994. Badan organisasi ini merupakan organisasi non-profit yang memiliki komitmen untuk menerapkan praktik-praktik prinsip sustainability. USGBC dibentuk dari 15.000 organisasi dari berbagai bidang disiplin ilmu. Anggota terdiri pemilik bangunan, pengembang real estate, arsitek, desainer, engineer, kontraktor, agen pemerintahan dan tenaga sukarela.

U.S Green Building Council adalah negara pertama yang menyusun sistem penilaian konsep green building. Sistem ratingnya bernama The Leadership and Enviromental Design (LEED). LEED berkembang sejak tahun 1998 dan direvisi dengan menggabungkan teknologi green building terbaru. LEED NCv1.0 adalah versi percobaan (pilot version). Proyek ini membantu menginformasikan USGBC persyaratan untuk suatu sistem rating, dan pengetahuan ini dimasukkan ke LEED

(6)

NCv2.0. LEED NCv2.2 dirilis pada tahun 2005, dan v3 pada tahun 2009. Hari ini, LEED terdiri dari rangkaian sembilan sistem rating untuk konstruksi, desain dan operasi dari bangunan, rumah dan lingkungan. Lima kategori menyeluruh sesuai dengan spesialisasi yang tersedia di bawah program Profesional LEED Terakreditasi.

Gambar 2.2

Logo USGBC dan kantor headquaters USGBC

Sumber : www.usgbc.org (2012)

2.5 Green Building Council Indonesia (GBCI)

Green Building Council Indonesia pertama dibentuk pada tanggal 12 Maret 2008. Pada awalnya GBCI menjadi salah satu negara yang mengadopsi sistem LEED. LEED merupakan sistem penilaian untuk green building yang dikeluarkan oleh U.S Green Building Council, LEED merupakan suatu acuan konsep green building yang paling lengkap sehingga banyak diadopsi oleh negara lain.

(7)

Pada tanggal 13 September 2010, GBCI secara resmi ter-registrasi menjadi anggota dari WGBC. Sebagai negara yang berdirinya Green Building Council, GBCI juga bekerja dalam penyusunan sistem rating tersendiri. Sistem rating GBCI dengan adopsi LEED sebagai dasar penyusunan, juga bekerjasama dengan Green Building Index (GBI) dalam bentuk penyusunan sistem pelatihan profesional di bidang Green Building (GREENSHIP Professional), dan diskusi dalam pengembangan rating. GBCI juga dibantu dari Green Building Council Australia dalam pengembangan konsil, serta HK-BEAM society dari Hongkong dalam sistematika penyusunan GREENSHIP.

Gambar 2.3

Sertifikat GBCI secara resmi menjadi anggota dari WGBC

(8)

2.6 Sistem penilaian green building (Sistem rating)

Sistem rating merupakan alat bantu bagi para pelaku industri bangunan, baik pengusaha, engineer, maupun pelaku lainnya dalam menerapkan best practice dan mencapai standar terukur yang dapat dipahami oleh masyarakat umum, terutama tenant dan pengguna bangunan.

2.6.1 LEED

Dalam panduan LEED (November 2002) menyatakan : “The Leadership and Enviromental Design (LEED) merupakan sistem rating yang dikeluarkan oleh U.S Green Building Council (USGBC) untuk membuat standar national yang dapat mengkategorikan green building atau sustainable building melalui rancangan konstruksi dan operasional.” Walaupun hanya ditetapkan sebagai standar national, banyak negara-negara lain yang mengadopsi sistem ini untuk diterapkan dalam pengembangan. Tujuan dalam sistem ini adalah membuat pedoman yang dapat menunjang kenyamanan manusia di dalamnya, menjaga kestabilan lingkungan dan juga mengurangi biaya operasional dengan atau tanpa menggunakan teknologi.

2.6.1.1 Penyusunan LEED

LEED mulai disusun sejak tahun 1994 dan dipelopori oleh ilmuan senior dari Natural Resources Defense Councol (NRDC), Robert K.Watson, yang juga menjadi ketua hingga tahun 2006. Anggota komite awal yang juga terlibat pada penyusunan LEED terdiri dari anggota pendiri USGBC Mike Italiano, arsitek Bill

(9)

Reed dan Sandy Mendler, pengembang Gerard Heiber dan insinyur Richard Bourne. Pada perkembangannya di tahun 1996, insinyur Tom Paladino dan Lynn Barker ikut bergabung untuk menangani masalah teknis di dalam LEED. Dari tahun 1994 sampai tahun 1996, LEED tumbuh dari satu standar konstruksi baru menjadi sistem yang lebih luas terkait dengan enam standar yang meliputi proses pengembangan dan konstruksi. LEED juga bertumbuh dari 6 sukarelawan dalam satu komite menjadi lebih dari 200 sukarelawan, 20 komite dan 30 staff profesional.

LEED diciptakan untuk beberapa tujuan, antara lain mendefinisikan sustainable building dengan standar yang telah ditetapkan, mengembangkan integrasi pada praktik desain bangunan, memperhatikan lingkungan pada industri bangunan, merangsang tumbuhnya kesadaran untuk menerapkan prinsip-prinsip sustainable bulding. Sistem rating ini dapat dibagi dalam enam aspek utama.

1. Sustainable site 2. Water effeciency 3. Energi and atmosphere 4. Materials and resources 5. Indoor enviromental quality 6. Inovasi and design process

(10)

Keuntungan dengan menerapkan sistem LEED ini pada bangunan :

• Menciptakan lingkungan kinerja dan hunian yang sehat, yang memperanguhi produktivitas serta menjaga kesehatan dan kenyamanan penghuninya.

• Memperbaiki kualitas udara dan air dengan tidak melepaskan polutan-polutan berbahaya.

• Mengurangi biaya operasional bangunan.

Dengan banyaknya keuntungan yang didapatkan, konsekuensi yang harus diterima adalah biaya perencanaan desain dan konstruksi yang lebih besar daripada bangunan konvensional.

2.6.1.2 Klasifikasi LEED

Sertifikasi LEED didapatkan setelah mengumpulkan dokumen aplikasi yang berisi daftar persyaratan sistem rating. Setelah itu Green Building Council yang akan mengeluarkan sertifikasinya. Tingkat sertifikasi ini dapat dibagi menjadi empat tingkat: certified, silver, gold dan platinum. Jangkauan angka dari tiap tingkatan sertifikasi tergantung dari versi-versi LEED yang digunakan. Adapun beberapa versi LEED yang sudah dapat digunakan sebagai berikut:

LEED for New Construction, dapat digunakan untuk konstruksi baru dan renovasi (sistem yang paling umum digunakan).

LEED for Existing Building, dapat digunakan untuk mensertifikasi bangunan yang sudah berdiri.

(11)

LEED for Commercial Interiors, biasanya pada bangunan yang disewakan dan penyewa yang melengkapi sendiri interiornya.

LEED for Core and Shell. LEED for Homes

LEED for Neighborhood Development. LEED for Schools.

LEED for Retails.

Gambar 2.4

Logo LEED crendentialed profesionals.

Gambar 2.5

Logo LEED certification levels

Sumber: USGBC-LEED Brochure

2.6.2 GREENSHIP

Pada Juni 2010 GBCI secara resmi mempublikasi sistem rating GREENSHIP sebagai dasar penilaian konsep green building. Standar yang ingin

(12)

(green building) yang ramah lingkungan sejak tahap perencanaan, pembangunan, hingga pengoperasian dan pemeliharaan sehari-hari. Kiteria penilaianya dikelompokkan enam kategori, yaitu:

Tepat lahan guna (Approciate site development /ASD)

Efisiensi dan konservasi energi (Energy efficiency and conservation /EEC) Konservasi air (Water conservation /WAC )

Sumber dan siklus material (Material resources and cycle /MRC)

Kualitas udara dan kenyamanan ruangan (Indoor air health and comfort /IHC)

Manajemen lingkungan bangunan (Building and environment management /BEM)

Dari awal, GBCI sudah menetapkan akan menyusun suatu sistem rating yang sesuai dengan kondisi dan situasi lokal di Indonesia serta menetapkan teknik-teknik yang dapat diimplentasikan di Indonesia. Beberapa prinsip yang dipergunakan menjadi dasar penyusunan adalah:

1. Sederhana (simplicity)

2. Dapat mudah untuk diimplementasikan (applicable) 3. Teknologi tersedia (available technology)

4. Menggunakan kriteria penilaian sepedapat mungkin berdasarkan standar lokal.

(13)

Gambar 2.6

Diagram analisis penyusunan sistem rating GREENSHIP

Sumber: GBCI, (2010)

Keempat dasar tersebut bertujuan untuk mengajak para pelaku industri bangunan untuk berkeinginan mengimplementasikan konsep bangunan hijau berdasarkan tidak sulitnya kriteria sistem rating tersebut. Dengan dimulainya gerakan ini, diharapkan semakin banyak lagi pihak yang menerapkan konsep ini sehingga diharapkan pelaksanaan konsep bangunan hijau menjadi suatu hal yang akan menjadi sasaran umum dari setiap pengembang bangunan.

Rating yang disusun dan tolok ukur standar pencapaiannya dimulai dari yang mudah. Tentu ini lebih sederhana dibanding sistem rating lain di luar negeri, yang sudah dahulu berkembang dan diakui reputasinya. Disini terdapat lima tingkat kesulitan dari rating yang ditentukan, yaitu:

1. Rating yang untuk pencapaiannya relatif mudah dan tanpa biaya besar, 2. Rating yang untuk pencapaiannya relatif mudah tapi terdapat hambatan

(14)

3. Rating yang untuk pencapaiannya relatif sulit, butuh biaya besar, tetapi bisa dilakukan memiliki dampak lingkungan yang signifikan,

4. Rating yang untuk pencapaiannya relatif sulit, butuh biaya besar, dan teknologi tersedia belum cukup maju untuk mencapai dampak lingkungan yang signifikan, serta

5. Rating yang untuk proses penilaiannya relatif sulit dilakukan.

Ada empat tingkat peringkat GREENSHIP, yaitu:

Tabel 2.2

Tabel peringkat pembagian GREENSHIP

Gambar 2.7

Logo GREENSHIP berdasarkan masing-masing peringkat

Sumber: GBCI, (2010)

(15)

Peringkat dari GREENSHIP mencerminkan usaha pemilik bangunan. Butir rating yang dimuat dalamnya mengombinasikan berbagai tingkat kesulitan. Angka yang ditetapkan sebagai nilai minimum peringkat perunggu adalah jumlah nilai yang dapat dicapai apabila sebuah proyek memenuhi nilai maksimum dari rating yang pencapaiannya relatif mudah, tidak membutuhkan biaya tambahan dan membutuhan biaya tidak terlalu besar. Nilai minimal perak jika dicapai bila suatu proyek memenuhi semua rating yang pencapaiannya relatif mudah serta sepertiga rating yang pencapaiannya sulit dan butuh biaya relatif besar. Nilai minimal emas diperoleh bila sebuah proyek memenuhi semua rating yang pencapaiannya relatif mudah dan dua per tiga dari rating yang pencapaiannya sulit dan butuh biaya relatif besar. Peringkat platinum dapat dicapai bila suatu proyek memenuhi rating yang pencapaiannya membutuhan biaya relatif lebih besar dan teknologinya belum tersedia sehingga dapat dikatakan sangat sulit untuk pencapaiannya.

2.6.3 Jenis Rating

Dari Paduan Penerapan Perangkat Penilaian Bangunan Hijau GREENSHIP versi 1.0 tersebut, Rating dikelompokan dalam 3 (tiga) jenis penilaian, yaitu rating prasyarat, rating biasa, dan rating bonus

1. Rating Prasyarat (Prerequisite)

Rating prasayarat adalah butir rating yang mutlak harus dipenuhi dan diimplementasi dalam suatu kategori. Apabila butir ini tidak dipenuhi, butir-butir rating lainnya dalam kategori ini tidak dapat dinilai dan tidak akan mendapatkan nilai sehingga proses sertifikasi tidak dapat dilanjutkan. Butir rating ini sendiri tidak memiliki butir nilai.

(16)

2. Rating Biasa

Rating biasa adalah turunan dalam kategori selain butir prasyarat. Butir ini baru dapat dinilai dan diberi nilai kalau semua butir prasyarat dalam kategori tersebut telah dipenuhi atau telah dilaksanakan. Butir rating ini memiliki butir nilai tertentu, sesuai dengan ketentuan pencapaian tolok ukur yang sudah ditetapkan.

3. Rating Bonus

Rating bonus adalah butir rating yang dapat dinilai seperti butir rating biasa tetapi keberadaannya tidak diperhitungkan dalam jumlah total butir rating yang digunakan sebagai nilai pembagi dalam perhitungan persentase penilaian. Suatu rating dipertimbangkan sebagai rating bonus apabila dinilai untuk mencapai rating tersebut diperlukan usaha atau biaya yang besar, dan apabila dilakukan menimbulkan impact yang besar terhadap lingkungan, tetapi teknologi yang ada belum cukup memadai untuk mendukung usaha tersebut sehingga terdapat kendala seperti biaya yang relatif tinggi.

2.6.4 Kiteria Penilaian GREENSHIP

2.6.4.1 Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development)

Laju perkembangan kawasan urban semakin menggurita karena umumya pemilihan lokasi pembangunan di Indonesia lebih mengutamakan faktor harga tanah daripada faktor lingkungan hidup dan pertimbangan keberlanjutan. Persepsi bahwa pembangunan yang menggunakan lahan baru dinilai lebih murah daripada menggunakan lokasi yang dilengkapi oleh berbagai jaringan fasilitas umum meningkatkan laju urban sprawl sehingga konversi lahan rural menjadi urban semakin tidak terelakkan. Seiring dengan pertumbuhan luasnya kawasan urban, ketersediaan ruangan terbuka (RTH) yang mendukung populasi penduduk justru

(17)

semakin terbatas. Selain itu gaya hidup urban menyerap banyak energi dan air serta menghasilkan CO2

1. Area Dasar Hijau (Basic Green Area)

dan jejak karbon yang besar. GBCI, (2010)

Regulasi GREENSHIP dalam pengontrolan tepat guna lahan:

Tujuannya adalah memelihara atau memperluas kehijauan kota untuk meningkatkan kualitas lingkungan mengurangi emisi gas rumah kaca, mengurangi beban limpasan permukaan sistem drainase, meminimalkan dampak terhadap neraca air bersih dan sistem air tanam selama penggunaan bangunan. Tolak ukurnya berdasarkan berikut ini:

a. Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari struktur bangunan dan struktur sederhana bangunan taman (hardscape) di atas permukaan tanah atau di bawah tanah, dengan luas area minimum 10% dari luas total lahan atau 50% dari ruang terbuka dalam tapak.

b. Area ini memiliki vegetasi mengikuti Permendagri No 1 tahun 2007 Pasal 13 (2a) dengan komposisi 50% lahan tertutupi luasan pohon ukuran kecil, ukuran sedang, ukuran besar, perdu setengah pohon, perdu, semak dalam ukuran dewasa dengan jenis tanaman sesuai dengan Permen PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal 2.3.1 tentang Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan. GBCI, (2010).

(18)

2. Pemilihan Tapak (Site Selection)

Tujuannya adalah untuk menghindari pembangunan di area greenfileds dan menghindari pembukaan lahan baru.Tolak ukurnya sebagai berikut:

a. Membangun di dalam kawasan perkotaan dilengkapi sarana - prasarana serta telah memenuhi standar Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat RI Nomor 32/PERMEN/M/2006 Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri paragraf ketiga tentang Persyaratan Utilitas Kasiba Pasal 68 yang masih berdensitas rendah, yaitu tingkat okupansi/hunian <300 orang/Ha, sehingga terjadi pembangunan yang lebih kompak >300 orang/Ha.

b. Untuk pembangunan yang berlokasi dan melakukan revitalisasi di atas lahan yang bernilai negatif dan tak terpakai karena bekas pembangunan atau dampak negatif pembangunan, seperti tempat pembuangan akhir (TPA), badan air yang tercemar, dan daerah padat yang sarana dan prasarananya di bawah standar Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat RI Nomor 32/PERMEN/M/2006 Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri paragraf ketiga tentang Persyaratan Utilitas Kasiba Pasal 68, revitalisasi dilakukan dengan melengkapi tapak dengan sarana prasarana tersebut. GBCI, (2010)

(19)

3. Aksessibilitas Komunitas (Community Accessbility)

Tujuannya adalah untuk mendorong pembangungan ditempat yang sudah memiliki jaringan konektivitas dan meningkatkan pencapaian pengguna bangunan sehingga mempermudah masyarakat dengan menjalankan kegiatan sehari-hari dan menghindari penggunaan kendaraan bermotor. Tolak ukurnya sebagai berikut:

a. Terdapat minimal 7 jenis fasilitas umum dalam jarak pencapaian jalan utama sejauh 1500 m dari tapak.

b. Membuka akses pejalan kaki selain ke jalan utama di luar tapak yang menghubungkannya dengan jalan sekunder dan/atau lahan milik orang lain sehingga tersedia akses ke minimal 3 fasilitas umum sejauh 300 m jarak pencapaian pejalan kaki.

c. Menyediakan fasilitas/akses yang aman, nyaman, dan bebas dari perpotongan dengan akses kendaraan bermotor untuk menghubungkan secara langsung bangunan dengan bangunan lain, di mana terdapat minimal 3 fasilitas umum dan/atau dengan stasiun transportasi masal.

d. Membuka lantai dasar bangunan sehingga dapat menjadi akses pejalan kaki yang aman dan nyaman selama minimum 10 jam sehari. GBCI, (2010)

(20)

4. Transportasi Massal (Public Transportation)

Tujuannya adalah mendorong penghuni dan tamu bangunan untuk menggunakan kendaraan umum dan mengurangi kendaraan pribadi. Tolak ukurnya sebagai berikut:

a. Adanya halte atau stasiun transportasi umum dalam jangkauan 300 m (walking distance) dari gerbang lokasi bangunan dengan tidak memperhitungkan panjang jembatan penyeberangan dan ramp. Atau

b. Menyediakan shuttle bus untuk pengguna tetap bangunan dengan jumlah unit minimum untuk 10% pengguna tetap bangunan.

c. Menyediakan fasilitas jalur pedestrian didalam area bangunan untuk menuju ke stasiun transportasi umum terdekat yang aman dan nyaman sesuai dengan Peraturan Menteri PU30/PRT/M/2006 mengenai Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada bangunan dan Lingkungan Lampiran 2B. GBCI, (2010)

5. Fasilitas untuk Pengguna Sepeda (Bicycle)

Tujuannya adalah mendorong penggunaan sepeda bagi penghuni dan tamu bangunan dengan memberikan fasilitas memadai bagi penggunaanya sehingga dapat mengurangi penggunaan kendaraan bermotor. Tolak ukurnya sebagai berikut:

a. Adanya tempat parkir sepeda yang aman sebanyak 1 unit parkir per 20 pengguna bangunan.

(21)

b. Apabila butir 1 di atas terpenuhi, perlu tersedianya shower sebanyak 1 unit untuk setiap 10 tempat parkir sepeda. GBCI, (2010)

6. Lansekap pada Lahan (Site Lanscaping)

Tujuannya adalah memelihara atau memperluas kehijauan kota untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup mengurangi limpasan permukaan terhadap beban sistem drainase sehingga meminimalkan dampak terhadap neraca air bersih dan sistem air tanah, mengurangi heat island, reduksi CO2

a. Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari bangunan taman (hardscape) yang terletak diatas permukaan tanah seluas minimal 40% luas total lahan. Luas area yang diperhitungkan adalah termasuk yang tersebut di Prasyarat1, taman diatas basement, roofgarden, terracegarden, dan wallgarden, sesuai dengan Permen PUNo.5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal2.3.1 tentang Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan.

dan zat polutan lain pencegah erosi, konservasi lahan dan penanganan polusi. Tolak ukurnya sebagai berikut:

b. Penambahan nilai sebesar 1 poin untuk setiap penambahan sebesar 10% area lansekap dari luas lahan di tolok ukur 1 di atas.

c. Penggunaan tanaman lokal (indigenous) dan budi daya lokal dalam skala provinsi menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebesar 60% luas tajuk atau jumlah tanaman. GBCI, (2010)

(22)

7. Iklim Mikro (Micro Climate)

Tujuannya adalah memperbaiki kondisi iklim mikro mencakup kenyamanan suhu, angin dan kualitas lingkungan manusia diluar ruangan pada sekeliling bangunan memengaruhi kondisi udara didalam ruangan. Tolak ukurnya sebagai berikut:

a. Menggunakan berbagai material untuk menghindari efek heat island pada area atap bangunan sehingga nilai albedo (daya refleksi panas matahari) minimum 0,3 sesuai dengan perhitungan.

b. Menggunakan berbagai material untuk menghindari efek heat island pada area non-atap sehingga nilai albedo (daya refleksi panas matahari) minimum 0,3 sesuai dengan perhitungan.

c. Desain menunjukkan adanya pelindung pada sirkulasi utama pejalan kaki di daerah luar ruangan area luar ruang bangunan menurut Peraturan Menteri PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal 2.2.3.c mengenai Sabuk Hijau. Dan/ atau

d. Desain lansekap menunjukkan adanya fitur yang mencegah terpaan angin kencang kepada pejalan kaki di daerah luar ruangan area luar ruang bangunan. GBCI, (2010)

(23)

8. Manajemen Air Limpasan Hujan (Stromwater Management)

Tujuannya adalah mengurangi beban jaringan drainase kota dari kuantitas limpasan air hujan dengan sistem manajemen air hujan secara terpadu. Tolak ukurnya sebagai berikut:

a. Pengurangan beban volume limpasan air hujan ke jaringan drainase kota dari lokasi bangunan hingga 50 % total volume hujan harian yang dihitung menurut data BMKG.

b. Pengurangan beban volume limpasan air hujan ke jaringan drainase kota dari lokasi bangunan hingga 85 % total volume hujan harian yang dihitung menurut data BMKG.

c. Menunjukkan adanya upaya penanganan pengurangan beban banjir lingkungan dari luar lokasi bangunan

d. Menggunakan teknologi-teknologi yang dapat mengurangi debit limpasan air hujan. GBCI, (2010)

2.6.4.2 Efisiensi dan konservasi energi (Energy Efficiency and

Conservation)

Konsumsi energi paling besar dialokasikan pada operasional pengondisian suhu ruang dalam bangunan berupa pendingin ruangan (air conditioning/AC), transportasi vertikal, dan penerangan. Untuk memerangi perubahan iklim, perlu adanya praktik-praktik baru, sejak tahap desain hingga pengoperasian bangunan, sehingga efisiensi konsumi energi dapat meningkat dan jejak karbon, potensi

(24)

pemanasan global, serta potensi penipisan lapisan ozon dapat berkurang. GBCI, (2010).

Menurut hasil analisa yang dilakukan oleh

1. Pemasangan Sub-Metering (Electrical Sub-Metering)

AS LCI Project Database penelitian terhadap Bangunan: “green building menghemat energi sebesar 30%.”

Regulasi GREENSHIP dalam pengontrolan efisiensi energi:

Tujuannya adalah sebagai fasilitas pendukung prosedur pemantauan dan pencatatan konsumsi listrik sehingga data yang dicatat dapat digunakan untuk usaha penghematan selanjutnya. Tolak ukurnya sebagai berikut:

Memasang kWh meter untuk mengukur konsumsi listrik pada setiap kelompok beban dan sistem peralatan, yang meliputi:

• Sistem tata udara

• Sistem tata cahaya dan kotak kontak • Sistem beban lainnya

2. Perhitungan OTTV (OTTV Calculation)

Tujuannya adalah mendorong penyebaran arti selubung bangunan yang baik untuk penghematan energi. Tolak ukurnya adalah perhitungan OTTV berdasarkan SNI 03-6389-2000 tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Bangunan. GBCI,(2010)

(25)

3. Tindakan Efisiensi Energi (Energy efficiency measurements)

Tujuannya adalah mendorong penghematan konsumsi energi melalui aplikasi langkah-langkah efisien energi. Tolak ukurnya dapat melalui 3 pilihan sebagai berikut :

3.1 Perhitungan dengan Perangkat Lunak Energi Modeling (Energy modelling software

Energy modeling software digunakan untuk menghitung konsumsi energi dibangunan baseline dan bangunan designed. Selisih konsumsi energi dari bangunan baseline dan designed merupakan penghematan. Untuk setiap penghematan sebesar 2,5%, yang dimulai dari penurunan energi sebesar 10% dari bangunan baseline, mendapat nilai 1 poin dengan maksimum 20 poin (wajib untuk level platinum). GBCI, (2010)

3.2 Lembaran kerja standar GBCI (Worksheet Standard GBCI)

Dengan menggunakan perhitungan worksheet, setiap penghematan 2% dari selisih antara bangunan designed dan baseline mendapat nilai 1 poin. Penghematan mulai dihitung dari penurunan energi sebesar 10% dari bangunan baseline. Worksheet dimaksud disediakan oleh GBCI. GBCI, (2010)

3.3 Penghematan per Komponen yang sudah ditentukan (Fixed Components of Energy Effeciency)

Caranya adalah dengan memperhitungkan secara terpisah overall thermal transfer value (OTTV) dari selubung bangunan dan mempertimbangkan

(26)

pencahayaan buatan, transportasi vertikal, dan coefficient of performance (COP). GBCI, (2010)

3.3.1 Selubung Bangunan (Building Envelope)

Tiap penurunan 3 W/m2 dari nilai OTTV 45 W/m2

3.3.2 Pencahayaan Buatan (Non-natural Lighting)

(SNI 03-6389-2000) mendapatkan nilai 1 poin (sampai maksimal 5 poin).

• Menggunakan lampu dengan daya pencahayaan sebesar 30%, yang lebih hemat daripada daya pencahayaan yang tercantum dalam SNI 03-6197-2000

Menggunakan 100% ballast frekuensi tinggi (elektronik) untuk ruang kerja • Penempatan tombol lampu dalam jarak pencapaian tangan pada saat buka

pintu. GBCI, (2010)

3.3.3 Transportasi Vertikal (Vertical Transportation)

Lift menggunakan traffic management system yang sudah lulus traffic analysis atau menggunakan regenerative drive system atau

Menggunakan fitur hemat energi pada lift, menggunakan sensor gerak, atau sleep mode pada eskalator. GBCI, (2010)

3.3.4 Efisiensi kerja atau COP (Coefficient of performance)

Menggunakan peralatan air conditioning dengan COP minimum 10% lebih besar dari standar SNI 03-6390-2000. GBCI, (2010)

(27)

4. Pencahayaan Alami (Natural Lighting)

Tujuannya adalah mendorong penggunaan pencahayaan alami yang optimal untuk mengurangi komsumsi energi mendukung desain bangunan yang memungkinkan penggunaan pencahayaan alami seluas mungkin. Tolak ukurnya sebagai berikut:

a. Penggunaaan cahaya alami secara optimal sehingga minimal 30% luas lantai yang digunakan untuk bekerja mendapatkan intensitas cahaya alami minimal sebesar 300 lux.

b. Khusus untuk pusat perbelanjaan, minimal 20% luas lantai non-service mendapatkan intensitas cahaya alami minimal sebesar 300 lux.

5. Ventilasi

Tujuanya adalah mendorong penggunaan ventilasi yang efisien di area publik (non-nett lettable area /NLA) untuk mengurangi penambahan beban energi. Tolak ukurnya adalah tidak mengondisikan ventilasi buatan (tidak memberi AC) pada ruang WC, tangga, koridor, dan lobi lift, serta tidak melengkapi ruangan tersebut dengan sistem ventilasi buatan. GBCI, (2010)

6. Pengaruh Perubahan Iklum (Climate Change Impact)

Tujuanya adalah memberi informasi atau pengertian bahwa pola konsumsi energi yang berlebihan berpengaruh terhadap perubahan iklim. Tolak ukurnya adalah dengan menyerahkan perhitungan pengurangan emisi CO2 yang didapatkan dari selisih kebutuhan energi antara design building dan base building

(28)

dengan menggnakan konversi antara CO2

7. Energi Baru dan Terbarukan yang bersumber di dalam Tapak (On-Site Renewable Energy)

dan energi listrik (gride mission factor) yang telah ditetapkan dalam Keputusan DNA pada B/277/Dep.III/LH/01/2009. GBCI, (2010)

Tujuannya adalah mendorong penggunaan sumber energi baru dan terbarukan yang bersumber dari dalam tapak. Tolak ukurnya adalah setiap 0,5% daya listrik yang dibutuhkan bangunan yang dapat dipenuhi oleh sumber energi terbarukan mendapatkan1 poin (sampai maksimal 5 poin).

2.6.4.3 Konservasi Air (Water Conservation)

Saat ini, kebutuhan total air di Indonesia mencapai 8,903 x 106 m3 dengan kenaikan sekitar 10% per tahun. Di kawasan urban, pemenuhan kebutuhan ini mengandalkan sumber air olahan dari PDAM dan eksploitasi air tanah. Penggunaan air bersih secara umum adalah untuk memenuhi kegiatan mandi, cuci, kakus, minum, dan irigasi lansekap. Pola konsumsi air dalam kondisi urban seperti Jakarta memerlukan 150 liter/jiwa/hari, sedangkan menurut kajian Pasific Institute (2006), kebutuhan air rata-rata Indonesia adalah sekitar 80 liter/jiwa/hari. Angka-angka ini sangat boros apabila dibandingkan dengan angka konsumsi air ideal, 50 liter/jiwa/hari. GBCI, (2010).

(29)

Regulasi GREENSHIP dalam pengontrolan efisiensi air:

1. Pengukuran Penggunaan Air Bersih (Water metering)

Tujuanya adalah memfasilitas pengontrolan penggunaan air sehingga dapat menjadi dasar penerapan manajemen yang baik. Tolak ukurnya dapat dilakukan pemasangan alat meteran air (volume meter) yang ditempatkan dilokasi-lokasi tertentu pada sistem distribusi air, sebagai berikut:

1. Satu volume meter disetiap sistem keluaran sumber air bersih seperti sumber PDAM atau air tanah.

2. Satu volume meter untuk memonitor keluaran sistem air daur ulang.

3. Satu volume meter dipasang untuk mengukur tambahan keluaran air bersih apabila dari sistem daur ulang tidak mencukupi. GBCI, (2010)

2. Pengukuran Pemakaian Air (Water use reduction)

Tujuannya adalah meningkat penghematan air bersih yang akan mengurangi konsumsi air bersih dan mengurangi keluaran air limbah. Tolak ukurnya sebagai berikut :

a. Konsumsi air bersih dengan jumlah tertinggi 80% dari sumber primer tanpa mengurangi jumlah kebutuhan per-orang sesuai dengan SNI 03-7065-2005 seperti pada table terlampir.

b. Setiap penurunan konsumsi air bersih dari sumber primer sebesar 5% sesuai dengan acuan pada poin 1 akan mendapatkan nilai 1 poin dengan nilai

(30)

3. Pemilihan Alat Pengatur Keluaran Air (Water fixtures)

Tujuannya adalah memfasilitasi upaya penghematan air dengan pemasangan water fixture efisiensi tinggi. Tolak ukurnya sebagai berikut :

a. Penggunaan water fixture yang sesuai dengan kapasitas buangan dibawah standar maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran (Tabel 4), pada tekanan air 3 bar, sejumlah minimal 50% dari total pengadaan produk water fixture. Atau

b. Penggunaan water fixture yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah standar maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran (Tabel 4), pada tekanan air 3 bar, sejumlah minimal 75% dari total pengadaan produk water fixture. GBCI, (2010)

4. Daur Ulang Air (Water recycling)

Tujuannya adalah menyediakan air dari sumber daur ulang air limbah bangunan untuk mengurangi kebutuhan air dari sumber utama. Tolak ukurnya adalah dengan instalasi daur ulang air dengan kapasitas yang cukup untuk kebutuhan seluruh sistem flushing, irigasi, dan make up water cooling tower (jika ada) . GBCI, (2010).

(31)

5. Sumber Air Alternatif (Alternative water resources)

Tujuannya adalah menggunakan air alternatif yang diproses sehingga menghasilkan air bersih untuk mengurangi penggunaan dari sumber utama. Tolak ukurnya sebagai berikut :

a. Menggunakan salah satu dari tiga alternatif sebagai berikut: air kondensasi AC, air bekas wudu, atau air hujan atau

b. Menggunakan lebih dari satu sumber air dari ketiga alternatif di atas. GBCI, (2010)

6. Pengumpulan Air Hujan (Rainwater harvesting)

Tujuannya adalah mendorong penggunaan air hujan / limpasan air hujan sebagai salah satu sumber air. Tolak ukurnya sebagai berikut :

a. Instalasi tangki penyimpanan air hujan kapasitas 50% dari jumlah air hujan yang jatuh di atas atap bangunan sesuai dengan kondisi intensitas curah hujan tahunan setempat menurut BMKG. Atau

b. Instalasi tangki penyimpanan air hujan berkapasitas 75% dari perhitungan di atas. Atau

c. Instalasi tangki penyimpanan air hujan berkapasitas 100% dari perhitungan di atas. GBCI, (2010)

(32)

7. Lansekap Hemat Air (Water efficiency landscaping)

Tujuannya adalah efisiensi dalam lansekap lebih ditujukan kepada upaya untuk meminimalisasi penggunaan sumber air bersih dari air tanah dan PDAM untuk kebutuhan irigasi lansekap, dan menggantikanya dengan sumber air lain selain kedua sumber air di atas. Tolok ukurnya adalah sebagai berikut :

a. Seluruh air yang digunakan untuk irigasi bangunan tidak berasal dari sumber air tanah dan/atau PDAM.

b. Menerapkan sistem instalasi untuk irigasi yang dapat mengontrol kebutuhan air untuk lansekap yang tepat, sesuai dengan kebutuhan tanaman. GBCI, (2010)

2.6.4.4 Sumber dan siklus material (Material Resources and Cycle)

Untuk menahan eksploitasi laju sumber daya alam tidak terbarui, diperlukan upaya memperpanjang daur hidup material. Proses ini dimulai dari tahap eksploitasi produk, pengelohan dan produksi, desain bangunan dan aplikasi yang efisien (reduce), hingga upaya memperpanjang masa akhir pakai produk material. Pada tahap eksploitasi dan transportasi material perlu diperhatikan jejak ekologis dan jejak karbon yang ditinggalkan, Untuk itu, minimalisasi jejak karbon dapat dilakukan dengan menggunakan produk lokal setempat. Dalam pemilihan material, perlu perhatikan dampaknya pada manusia dan lingkungan hidup, dengan tidak menggunakan bahan beracun dan berbahaya (B3). Untuk memperpanjang daur

(33)

dan produk material, diperlukan upaya penggunaan kembali (reuse) atau proses daur ulang (recycle). GBCI, (2010)

Regulasi GREENSHIP dalam pengontrolan material:

1. Aplikasi Refrigeran Fundamental (Fundamental Refrigerant)

Tujuannya adalah mencegah pemakaian bahan perusak ozon (BPO) yang mempunyai ozone depleting potential (ODP) sama atau lebih besar dari 1 yang dapat merusak lapisan ozon di stratosfer. Tolok ukurnya adalah dengan tidak menggunakan chloro fluoro carbon (CFC) sebagai refrigeran dan halon sebagai bahan pemadam kebakaran. GBCI, (2010).

2. Penggunaan Kembali Bangunan dan Material Bekas (Building and Material Reuse)

Tujuannya adalah menggunakan material bekas bangunan lama dan/atau dari tempat lain untuk mengurangi penggunaan bahan mentah yang baru, sehingga dapat mengurangi limbah pada pembuangan akhir serta memperpanjang usia pemakaian suatu bahan material. Tolak ukutnya sebagai berikut:

a. Menggunakan kembali semua material bekas, baik dari bangunan lama maupun tempat lain, berupa bahan struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding, setara minimal 10% dari total biaya material baru yang bersangkutan (struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding) atau

b. Menggunakan kembali semua material bekas, baik dari bangunan lama maupun tempat lain, berupa bahan struktur utama, fasad, plafon, lantai,

(34)

partisi, kusen, dan dinding, setara minimal 20% dari total biaya material baru yang bersangkutan (struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding). GBCI, (2010)

3. Produk yang Proses Pembuatannya Ramah Lingkungan (Environmentally Processed Product)

Tujuannya adalah menggunakan bahan bangunan hasil pabrikasi yang menggunakan bahan baku dan proses produksi ramah terhadap lingkungan. Tolak ukurnya sebagai berikut :

a. Menggunakan material yang bersertifikat ISO 14001 terbaru dan/atau sertifikasi lain yang setara dan direkomendasikan oleh GBCI. Material tersebut minimal bernilai 30% dari total biaya material.

b. Menggunakan material yang merupakan hasil proses daur ulang senilai minimal 5% dari total biaya material.

c. Menggunakan material yang bahan baku utamanya berasal dari sumber daya (SD) terbarukan dengan masa panen jangka pendek (<10 tahun) dan senilai minimal 2% dari total biaya material. GBCI, (2010)

4. Penggunaan Bahan ysng Tidak Mengandug ODS (Non ODS Usage) Tujuannya adalah menggunakan bahan dengan zero (0) ODP. Tolak ukurnya dengan tidak menggunakan bahan perusak ozon pada seluruh sistem bangunan. GBCI, (2010)

(35)

5. Kayu bersertifikasi (Certified Wood)

Tujuannya adalah menggunakan bahan baku kayu yang dapat dipertanggung jawabkan asal-usulnya untuk melindungi kelestarian hutan. Tolak ukurnya sebagi berikut :

a. Menggunakan bahan material kayu yang bersertifikat legal sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang asal kayu (seperti faktur angkutan kayu olahan/FAKO, sertifikat perusahaan, dan lain-lain) dan sah terbebas dari perdagangan kayu ilegal sebesar 100% biaya total material kayu.

b. Jika 30% dari butir di atas menggunakan kayu bersertifikasi dari pihak Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) atau Forest Stewardship Council (FSC). GBCI, (2010)

6. Desain yang Menggunakan Material Modular (Modular Design)

Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan material dan mengurangi sampah konstruksi. Tolak ukurnya dengan desain yang menggunakan material modular atau pra-pabrikasi (tidak termasuk peralatan) sebesar 30% dari total biaya material. GBCI, (2010).

7. Material yang Tersedia dan Tempat yang berdekatan (Regional Material) Tujuannya adalah mengurangi jejak karbon dan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Tolak ukurnya sebagai berikut :

a. Menggunakan material yang lokasi asal bahan baku utama atau pabrikasinya berada di dalam radius 1.000 km dari lokasi proyek mencapai 50% dari total biaya material.

(36)

b. Apabila material di atas berasal dari dalam wilayah Republik Indonesia mencapai 80% dari total biaya material. GBCI, (2010)

2.6.4.5 Kualitas Udara dan Kenyamanan Ruangan (Indoor Health

and Comfort / IHC)

Kualitas udara dalam ruangan sangat memperanguhi kesehatan manusia, karena hampir 80% dari hidup manusia berada dalam ruangan. Jika kualitas ruangan tidak terjaga dengan baik, akan menimbulkan gejala ganggunan kesehatan manusia yang disebut dengan sick building syndrome (SBS), seperti: sakit kepala, pusing, batuk, sesak napas, bersin-bersin, pilek, iritasi mata, pegal-pegal, mata kering, gejala flu dan depresi. Keadaan seperti ini berpotensi menurunkan produktivitas manusia. GBCI, ( 2010)

Gambar 2.8

Diagram penyebab Sick Building Syndrome

(37)

Untuk menghindari dari Sick Building Syndrome ini, maka kita dapat mengontrol dari 3 faktor ini, yaitu:

1. Ventilasi ruangan

Indonesia merupakan negara tropis dengan kondisi udara yang panas sekitar 25ºC - 35ºC dengan kelembapan yang juga relatif tinggi, yaitu 44-98%. Oleh karena itu, bangunan Indonesia yang tidak memiliki sistem pengondisian udara sangat bergantung pada jendela-jendela ukuran besar sebagai media untuk pemasukan atau pergantian udara dari luar ke dalam. Hal ini bertujuan untuk mengatasi pengap di dalam bangunan melalui perggantian udara yang lebih segar dari luar bangunan. (Nediaskha,2002 ; Sobasi, 1997). .

Di Indonesia, cara perancangan sistem ventilasi dan pengondisian udara pada bangunan diatur oleh SNI-03-6572-2001.

Tabel 2.3

(38)

Perhitungan jumlah introduksi udara luar dapat dilakukan oleh pihak mekanikal elektrikal dari mulai tahap desain, dengan rumus a .l dengan mempertimbangkan jumlah penghuni.

Gambar 2.9

Siklus ventilasi udara

Sumber: www.soloheatinginstallations.co.uk/images/heat

2. Sumber polusi

a. Asap rokok (tobacco smoke control)

Nikotin yang ada dalam kandungan rokok merupakan zat karsinogen atau penyebab kanker terutama bagi organ jantung dan sistem pernafasan. Bahan berbahaya yang terkandung didalam rokok tidak hanya mengancam pihak yang merokok atau perokok aktif, melainkan juga pihak yang tidak merokok atau perokok pasif. Oleh karena itu, lingkungan bebas asap rokok akan membebaskan semua pihak pengguna bangunan.

(39)

Regulasi dalam GREENSHIP melarang merokok diseluruh area bangunan dan tidak menyediakan bangunan/area khusus untuk merokok. Apabila tersedia, bangunan/area merokok itu minimal berada pada jarak 5 m dari pintu masuk, outdoor air take, dan bukan jendela.

b. Emisi material (chemical material)

VOCs (Volatile organic compounds adalah senyawa organik yang mudah menguap termasuk formaldehida), menjadi fokus isu terkait dengan kesehatan dan kenyamanan penghuni yang berada didalam “airtight” buildings. Menurut penelitian The World Health Organisation (WHO) has defined VOCs as organic compounds with boiling points between 50-260ºC.

Regulasi dalam GREENSHIP terhadap pengontrolan emisi material:

1. menggunakan cat dan coating yang mengandung kadar VOCs yang rendah, yang ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBCI, 2. menggunakan produk kayu komposit dan produk agriber, antara

lain produk kayu lapis, papan partikel, papan serat, insulasi busa, dan laminating adhesive, dengan syarat tanpa tambahan urea formaldehida, atau memiliki kadar emisi formaldehida rendah, yang ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBCI.

3. Tidak menggunakan material yang mengandung asbes, merkuri dan styrofoam.

(40)

c. Partikel dan mikroba

Menurut Healthy Buildings International 44% dari kontanimasi udara disebabkan oleh mikroba. Huge amount of dust deposits onto the inner surfaces of ducts in ventilation sistems, especially in places of high outdoor particle concentration or in buildings of long operation time (Chen et al. 2009). Moreover, the microorganisms that grow in the dust are carried along with resuspended particles (Bluyssen et al. 2003) and this makes indoor air more harmful to human health.

Hasilnya adalah rendahnya evaporasi sehingga pendingin tidak efektif dan menyebabkan resiko Legionellosis. Dibawah ini ada beberapa usaha untuk pencegahan, yaitu:

• Pembersihan sistem pendingin udara secara rutin penting dilakukan untuk menghindari akumulasi debu yang tebal dan mencegah berkembangnya mikroba.

• Isolasi ruangan yang menghasilkan polutan udara (ruang foto kopi, percetakan, dapur, janitor), dengan memasang exhaustsistem dan mencegah masuknya polutan udara tersebut ke return air bangunan.

• Memasang sistem pencegah polutan (keset) di pintu masuk umum.

(41)

• Menyalakan kipas AC sekitar 1 jam sebelum orang memasuki ruangan / bangunan, untuk menghindari konsentrasi puncak partikel dalam beberapa menit pertama (Zhou, Ahau 2010).

d. Bioffeluent dan asap kendaraan

Bioffeluent (eskresi dan respirasi manusia) berupa: CO2 dan bau. Asap kendaraan berupa: CO, CO2 dan bau. CO2 merupakan indikator kurangnya ventilasi udara dan rendahnya kualitas udara dalam ruang (akumulasi polutan). Menurut ASHRAE merekomendasikan jumlah konsentrasi CO2 didalam ruangan tidak melebihi dari 1000 ppm, sensor diletakan 1,5 m di atas lantai dekat return air grill.

Benefit dalam memperbaiki IAQ dalam ruangan:

Gambar 2.10

Gambar penjelasan IAQ dan ekonomi.

Sumber : Bonda, Penny; Sosnowchik, Katie,2007. Sustainable Commercial

(42)

2.6.4.6 Manajemen Lingkungan Bangunan (Building Enviromental

Management)

Dalam pengoperasian suatu bangunan hijau, sangat diperlukan suatu standar manajemen yang terencana dan baku untuk mengarahkan tindakan dari pelaku operasional bangunan dalam melakukan pengelolaan bangunan agar dapat menunjukkan hasil yang ramah lingkungan (green performance). GBCI (2010)

1. Fasilitas Dasar Pengelolahan Sampah (Basic Waste Management)

Tujuannya adalah mendorong gerakan pemilahan sampah secara sederhana yang mempermudah proses daur ulang. Tolok ukurnya dengan adanya instalasi atau fasilitas untuk memilah dan mengumpulkan sampah sejenis sampah rumah tangga (UU No. 18 Tahun 2008) berdasarkan jenis organik dan anorganik

2. Melibatkan Greenship Profesional (GP) sejak Tahap Perancangan (GP as a Member of The Project Team)

Tujuannya adalah mengarahkan langkah-langkah desain suatu green building sejak tahap awal sehingga memudahkan tercapainya suatu desain yang memenuhi rating. Tolak ukurnya dengan melibatkan seorang tenaga ahli yang sudah tersertifikasi Greenship Professional (GP), yang bertugas untuk mengarahkan berjalannya proyek sejak tahap perencanaan desain dan sebelum pendaftaran sertifikasi.

(43)

3. Polusi dari Aktifitas Konstruksi (Pollution of Construction Activity)

Tujuannya adalah mendorong pengurangan sampah yang dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) dan polusi dari proses konstruksi. Tolak ukurnya sebagai berikut :

Memiliki rencana manajemen sampah konstruksi yang terdiri atas:

a. Limbah padat dengan menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan. Pencatatan dibedakan berdasarkan limbah padat yang dibuang ke TPA, digunakan kembali, dan didaur ulang oleh pihak ketiga. b. Limbah cair, dengan menjaga kualitas seluruh air yang timbul dari aktivitas

konstruksi agar tidak mencemari drainase kota. 4. Advance Waste Management

Tujuannya adalah mendorong manajemen kebersihan dan sampah secara terpadu sehingga mengurangi beban TPA. Tolak ukurnya sebagai berikut :

a. Adanya instalasi pengomposan limbah organik di lokasi tapak bangunan b. Memberikan pernyataan atau rencana kerja sama untuk pengelolaan limbah

anorganik secara mandiri dengan pihak ketiga di luar sistem jaringan persampahan kota.

5. Komisioning Sistem yang Baik dan Benar (Proper Commissioning)

Tujuannya adalah melaksanakan komisioning pada bangunan yang meliputi item-item tertentu yang antara lain:

1.Sistem tata udara yaitu berupa: • Mesin utama

(44)

AHU (hanya main supply pada saat dinyalakan)

Power (meliputi voltage drop, phase balance, infrared yang hanya di panel grounding)

2.Sistem tata cahaya dalam lux. Tolak ukur sebagi berikut :

a. Melakukan prosedur testing-commissioning sesuai dengan petunjuk GBCI, termasuk training dengan baik dan benar agar peralatan/sistem berfungsi dan menunjukkan kinerja sesuai dengan perencanaan dan acuan.

b. Desain serta spesifikasi teknis harus lengkap di saat konstruksi melaksanakan pemasangan seluruh measuring -adjusting instruments.

6. Penyerahan Data Implementasi Green Building sebagai Data Dasar (Submission Implementation Green Building Data for Database)

Tujuannya adalah melengkapi database implementasi green building di Indonesia untuk mempertajam standar-standar dan bahan penelitian. Tolak ukurnya sebagi berikut:

a. Menyerahkan data implementasi green building sesuai dengan form dari GBCI, yang merupakan prasyarat untuk mendaftarkan diri dalam rating kategori.

b. Memberi pernyataan bahwa pemilik bangunan akan menyerahkan data implementasi green building dari bangunannya dalam waktu 12 bulan setelah tanggal setifikasi kepada GBCI dan suatu pusat data energi Indonesia yang akan ditentukan kemudian.

(45)

7. Kesepakaan dalam Melakukan Aktifitas Fit-Out (Fit Out Guide)

Tujuannya untuk mengimplementasikan prinsip green building saat fit-out bangunan. Tolak ukurnya sebagi berikut:

a. Menggunakan kayu yang bersertifikat

b. Mengikuti training yang akan dilakukan oleh manajemen bangunan

c. Terdapat rencana manajemen indoor air quality (IAQ) setelah konstruksi, dan implementasi ditandatanganinya surat perjanjian ini merupakan prasyarat dalam rating kategori bangunan terbangun

8. Survei kepada Pengguna Bangunan (Occupant Survey)

Tujuannya adalah mengukur kenyamanan pengguna bangunan melalui survei yang baku terhadap pengaruh desain dan sistem pengoperasian bangunan. Tolak ukurnya sebagi berikut:

a. Memberi pernyataan bahwa pemilik bangunan akan mengadakan survei suhu dan kelembaban paling lambat 12 bulan setelah tanggal sertifikasi. b. Apabila hasilnya minimal 20% responden menyatakan

ketidak-nyamanannya, maka pemilik bangunan setuju untuk melakukan perbaikan selambat-lambatnya 6 bulan setelah pelaporan hasil survei. GBCI, (2010)

2.7 Studi Kasus Bangunan Sidwell Friends Middle Schools 2.7.1 Data Umum Bangunan

Nama Proyek : Sidwell Friends Middle Schools Lokasi : Washington, DC United States Tipe bangunan : Institusi pendidikan tiga lantai

(46)

Pemilik : Sidwell Friends Schools

Arsitek : Kieran Timberlake Associates, LLP Luas : 72.200 kaki2 (6671 m2)

Masa konstruksi : Selesai September 2006

Gambar 2.11

Sidwell Friends Middle Schools

Sumber: www.aiatopten.org/hpb/overview.cfmProjectID=775\images.htm

Sidwell Friends Schools merupakan suatu institusi pendidikan untuk pre-kindergarden hingga kelas 12. Konsep bangunan diambil berdasarkan filosofi Quaker, sebuah merek dagang dengan dedikasi untuk mengurus lingkungan. Ketika dewan pengurus Sidwell merencanakan untuk memperluas Middle School, green building menjadi sebuah motivasi bagi sekolah untuk meningkatkan kurikulum dengan perhatian pada lingkungan dan memperkuat hubungan pada nilai-nilai Quaker. Proyek meliputi renovasi bangunan berusia 55 tahun dengan luas 33.500 kaki2 (3.095 m2) ditambah bangunan baru seluas 39.000 kaki2

(47)

(3.603m2

2.7.2 Analisa Bangunan

). Bangunan tiga lantai selesai pada tahun 2006 dan dapat menampung 350 siswa/siswi.

Proses rancangan dimulai dengan membuat master plan secara keseluruhan, yang memperbolehkan tim perancang untuk melihat aspek kurikulum, sosial, fisik dari institusi ini. Selama proses ini konsep stewardship mulai dijadikan prinsip pedoman. Untuk mencapai tujuan bangunan yang berwawasan lingkungan, beberapa tim konsultan dipekerjakan seperti konsultan green building, arsitek, landscape, konsultan constructed wetland, konsultan cahaya dan insinyur elektrikal, mekanikal dan pemipaan. Untuk mencapai tujuan yang maksimal commissioning tambahan juga ikut diperkerjakan.

2.7.2.1 Lahan dan Lingkungan

Gambar 2.12

Site plan & existing plan Sidwell

(48)

Tim perancang melakukan analisa dengan sangat teliti terhadap konteks regional dan ekologi pada lahan dengan tujuan untuk menghidupkan kembali hubungan antara ekologi, batas air, dan habitat. Letak bangunan ini berada pada bukit dekat titik tertinggi pada distrik Columbia, di antara dua batas air yang mengalir ke Sungai Potamac. Hal ini menyebabkan pengelolaan air dan pengembangan landscape menjadi pusat untuk meningkatkan makna hubungan antara bangunan dengan komunitas.

Jalur masuk utama dilengkapi dengan jalur untuk orang cacat, yang juga berfungsi untuk jalur naik dan turun mobil, dan memberikan kesan menyambut kepada lingkungan sekitar. Sebagai bagian dari pengembangan landsekap, lahan milik bangunan sekitar hingga ke utara lahan direvitalisasi dengan menanam vegetasi untuk memasukkan lingkungan alami ke dalam lingkungan berkomunitas. Lokasi bangunan dekat dengan pemberhentian subway dan bus, dan juga dilengkapi dengan tempat penyimpanan sepada, sedangkan parkir untuk kendaraan bermotor diletakkan di bawah tanah.

Sustainable Strategies

a. Evalusi properti

Mempertimbangkan properti untuk diintegrasikan dengan komunitas lokal dan koridor transportasi.

(49)

b. Perencanaan yang bertanggung jawab

Memastikan pengembangan sesuai dengan perencanaan lokal / regional.

c. Mendukung kebutuhan transportasi

Mengembangkan rancangan dengan mengutamakan jalur pejalan kaki daripada jalur kendaraan bermotor, menyediakan ruang untuk mandi dan ganti pakaian bagi pengendaraan sepeda, menyediakan tempat penyimpanan sepeda dan menyediakan transportasi umum.

d. Peluang memilih properti

Memilih lahan yang siap dibangun untuk pengembangan baru.

e. Menjaga keragaman hayati

Pada green roof ditanami lebih dari 20 species tanaman seperti sunflower, goldenrod dan verginia bluebells. Beberapa jenis hewan dapat berkembang biak disini, seperti burung dan serangga.

f. Membangun wetland

Sebelumnya wetland ini merupakan tempat parkir dan halaman berumput. Kini terdapat wetland yang berisi tanaman seperti iris, cattail, bulrush, sensitive fern, softrush, knotted spike rush, dan horse tail.

(50)

g. Membuat kolam biologi

Terdapat berbagai jenis tanaman air seperti lilies, water shields, pickerel rushes dan arrowheads. Berbagai jenis hewan ini juga ada disini seperti burung, capung, serangga air dan sebagainya.

h. Memasang pemantau cuaca

Pemantauan cuaca ini mengumpulkan data dari berbagai parameter cuaca seperti suhu, kelembaban, tekanan angin, pengendapan, intensitas cahaya matahari, kecepatan dan arah angin.

i. Menanam berbagai jenis tanaman

Pada halaman bangunan ditanami berbagai macam jenis pepohonan, bunga, dan paku-pakuan seperti gattail, red maple, sassafras, oxeye sunflower, milkweed dan turtle head. Berbagai jenis tanaman dapat menciptakan lingkungan alami bagi serangga, burung, dan hewan lainnya.

2.7.2.2 Efisiensi Air

Bangunan terletak pada batas dataran tinggi Piedmot, Pada bagian lereng terdapat taman rock breek, sebuah taman umum yang indah dan memiliki tanaman species yang langka. Sekeliling bangunan yang pada awalnya hanya berupa ladang rumput ditanami dengan berbagai jenis species tanaman hingga mencapai 80 species tanaman. Tujuan dari master plan ini adalah untuk mengintegrasikan

(51)

kegiatan pendidikan pada lansekap bangunan untuk menyediakan tempat untuk individu ataupun pertemuan berkelompok.

Untuk mengurangi pengaliran air hujan strategi yang dilakkukan adalah menggunakan green roof dan constructed wetland. Strategi ini juga dapat memperbaiki kualitas air yang dialirkan sehingga dapat mengurangi penggunaan air dari perusahaan lokal. Proses pengaliran air dapat dialihkan dari area paving dan berumput menuju ke area yang memiliki penyaring sehingga partikel-partikel padat yang tidak dibutuhkan dapat tersaring. Untuk mengurangi pengaliran air, tim proyek juga mengurangi area paving dengan meletakkan area parkir dibawah tanah.

Tim proyek memperhatikan penggunaan mesin untuk penyaringan air buangan yang nantinya digunakan untuk flash toilet dan cooling tower. Berikut ini data penggunaan air per tahun:

a. Penggunaan air bersih dalam bangunan : 465.000 galon / tahun. b. Total penggunaan air bersih : 465.000 galon / tahun

.Sustainable Strategis

Merancangan sistem green roof

Pada green roof ditanami tumbuhan khusus yang menutupi sebagian besar atap untuk menyerap air hujan. Air resapan ini akan diolah dan digunakan kembali untuk keperluan flash toilet.

(52)

• Pendidikan mengenai konservasi air

Memberikan pendidikan kepada pengelola bangunan mengenai konservasi air.

• Menanami vegetasi alami

Tanaman asli dipilih untuk mengurangi kebutuhan irigrasi yang akan menghemat energi dan air. Melalui water-effecient landscaping dan reklamasi air, sekolah ini dapat mengurangi penggunaan air hingga 93%.

• Menggunakan peralatan yang menggunakan sedikit air

Menggunakan keran dengan sistem pengontrol otomatis untuk peralatan kamar mandi.

• Pengelolahan air hujan

Kolam ini berisi air hujan yang dialirkan dari atap. Air hujan yang mengenai bidang miring pada atap turun melalui pipa yang berada di sudut bangunan. Air ini berhubungan dengan sistem riam yang kemudian dialirkan menuju biology pond, Air hujan olahan akan digunakan untuk keperluan bangunan dan menyaringkan menjadi cooling tower.

• Pengelolah limbah cair

Settling tank terletak dibawah penutup manhole dibagian depan bangunan. Tangki ini menampung limbah cair dan limbah padat dari semua bak cuci dan

(53)

toilet, kecuali bak cuci dari tempat penelitian yang mengandung zat-zat kimia yang dapat mencemari lingkungan.

Merancang wetland

Setelah air disaring melalui settling tank, bebas dari limbah padat, air dipompakan menuju wetland. Air kemudian bersirkulasi melalui wetland beberapa kali dimana matahari, tanah, mikroorganisme, dan udara bersih membersihakan air. Air menyediakan oksigen bagi bakteri untuk bernafas sehingga mereka dapat memakan partikel-partikel kimia yang berbahaya.

• Merancang tangki pengelolahan air

Setelah keluar dari wetland, air dialirkan melalui tiga saringan yang berbeda di ruang bawah tanah. Kemudian ke dalam air disuntikkan cairan biru untuk menjadikannya air bersih (tetapi tidak dapat diminum). Lalu air digunakan kembali pada toilet, urinal dan cooling tower.

2.7.2.3 Energi

Model bangunan yang dibuat dengan komputer memperkirakan dalam operasional dapat mengurangi 60% kebutuhan energi. Tim perancangan berusaha untuk meminimalkan panas dan kelembaban yang menyebabkan suhu ruangan menjadi tidak nyaman tanpa air conditioning. Strategi yang dilakukan adalah menggunakan shading device, penyerap sinar matahari langsung, dan sistem ventilasi mekanikal.

(54)

Penyaring sinar matahari pada bagian luar bangunan berfungsi untuk menyimbangkan suhu dan memaksimalkan cahaya yang masuk kedalam bangunan. Pada bagian utara tidak dipasang penyaring matahari, sedangkan pada bagian selatan dipasang secara horizontal. Pada bagian barat dan timur terdapat shading device dipasang secara vertikal dan dengan sudut 51% pada arah barat laut untuk mengurangi penyerapan panas dan memaksimalkan pencahayaan alami pada sore hari.

Di belakang kayu yang berfungsi sebagai shading device terdapat kayu yang berfungsi menahan air hujan tetapi masih memungkunkan masuknya udara ke dalam ruangan. Sebagai tambahan, performa dinding, atap dan jendela lebih baik 200% dari standar minimum dari ASHRAE dan juga vegetasi pada atap dapat menciptakan daerah bayangan dan meningkatkan isolasi pada atap.

Efisiensi pencahayaan yang tinggi dapat mengurangi penggunaan listrik, Terdapat sensor yang memastikan pencahayaan yang menggunakan listrik mati ketika ruangan kosong dan juga penggunaan pencahayaan listrik hanya ketika cahaya yang masuk ke ruangan tidak cukup. Rancangan lainnya yang dapat mengurangi penggunaan energi adalah cerobong penangkap cahaya matahari dan sel photovoltaic yang dapat menghasilkan energi listrik untuk 5% keperluan bangunan.

(55)

- Light Shelves

Penangkis cahaya yang berada di luar ruangan di rancang untuk menjaga suhu ruangan tetap dingin. Elemen ini diletakkan pada setiap bagian atas jendela dan rancangan untuk memantulkan cahaya matahari. Selain di luar ruangan penangkis cahaya juga terdapat di dalam ruangan. Peletakkannya juga pada bagian setiap bagian atas jendela tetapi memiliki fungsi yang berbeda. Elemen ini memanfaatkan cahaya yang masuk ke dalam ruangan dan menggunakannya sebagai pencahayaan alami. Ketika cahaya mengenai bagian atas elemen ini, cahaya yang dipantulkan kedalam ruangan.

- Pencahayaan alami untuk efisiensi energi.

Menggunakan jendela yang menghadap ke arah selatan untuk pencahayaan alami dan menggunakan jendela berukuran besar untuk memaksimalkan pencahayaan.

- Sistem ventilasi

Kaca pada jendela memasukkan cahaya matahari sekaligus memantulkan panas. Terdapat dua kaca pada tiap jendelanya dari diantaranya terdapat gas argin yang juga membantu memantulkan panas.

- Non-solar cooling loads

(56)

- Kontrol pencahayaan

Menggunakan sensor untuk mengatur pencahayaan hanya pada saat dibutuhkan.

- Sistem pendinginan

Menggunakan sistem HVAC.

- Heat recovery wheel

Di basement dan atap terdapat heat recovery wheel di dalam mesin yang disebut air handler. Mesin ini memasukkan udara segar ke dalam bangunan tanpa menghabiskan banyak energi. Pada mesin bekerja dua sistem secara bersamaan, satu memasukkan udara ke dalam dan satu lagi mengeluarkan udara. Roda keramik di tengah-tengah pipa menyerap panas dan dingin dari udara yang keluar dari bangunan. Pada musim panas proses ini dilakukan terbalik, sehingga dapat menghemat penggunaan energi.

- Vertical Solar Fins

Vertical Solar Fins yang terbuat dari kayu pada sisi barat dan timur yang menghadap ruang kelas, digunakan untuk menciptakan daerah bayangan pada tengah hari hingga 3.30 pm. Kayu-kayu ini menjaga bangunan dan banyaknya cahaya dan panas dari matahari sore, dan juga dapat menghemat energi.

(57)

- Photovoltaics

Photovoltaics panels terletak pada atap bangunan. Panel ini terbuat dari material semikonduktor seperti silikon yang menghasilkan listrik dengan menyerap sinar matahari. Energi listrik yang dihasilkan dapat mencukupi 5% dari kebutuhan bangunan.

- Green roof

Atap dapat menghemat energi dengan dua cara, yang pertama melindungi bangunan dari sinar ultra-violet, sehingga membuat atap lebih tahan lama. Yang kedua dapat mengisolasi bangunan dari suhu dingin di musim dingin dan suhu panas di musim panas, sehingga dapat mengurangi kebutuhan energi panas dan dingin pada bangunan.

- Reflective roof.

Karena atap pada bangunan lama tidak cukup kuat untuk menahan green roof, material khusus pemantau cahaya dipasang. Keuntungan utama dari lapisan ini untuk menjaga suhu bangunan dan lingkungan sekitarnya.

- Cooling tower

Dua cooling tower dapat mendinginkan air. Air dari chiller di basement dipompakan ke menara di atap. Di dalam menara, air dialirkan ke atas pipa dan mengembun. Air dingin yang berada dalam pipa akan dialirkan kembali ke chiller.

(58)

- Solar Chimneys / Window Sensors

Solar Chimneys adalah sebuah menara kaca kecil pada atap yang menarik udara dari ruang kelas dibawahnya melalui shaft vertikal. Ketika solar chimney beroperasi, pemanas dan pendingin ruangan mati, sehingga dapat menghemat energi dan menyediakan sirkulasi udara.

2.7.2.4 Material dan Sumbernya

Tim perancang menerapkan prinsip daur ulang dengan mempertimbangkan penggunaan kembali atau memindahkan tempat elemen bangunan, menambahkan skylight, dan menggunakan material linulium untuk lantai. Semua jendela pada bangunan lama sudah dipindahkan dan terbukti dapat meningkat perfoma bangunan.

Pada eksterior menggunakan material kayu red cedar berusia 100 tahun, greenheart, dan decking. Batu-batuan juga digunakan untuk membangun wetland, jalan dan dinding pada bagian luar bangunan. Untuk bagian dalam bangunan juga diterapkan prinsip daur ulang dengan tingkat emisi kimia yang rendah dan dari sumber yang dapat diperbaharui, seperti lantai linutium, agrifiber dan bambu.

Bangunan ini juga dilengkapi dengan tempat khusus daur ulang untuk material plastik, logam, kardus dan kaca. Selama masa pembangunan bagian dalam bangunan lama, disediakan tiga wadah untuk memilih material yang dapat di daur ulang. Selama masa konstruksi, bahan-bahan sisa dikumpulkan dan dipindahkan dan area yang sedang dibangun untuk mengurangi sampah pada

Gambar

Gambar 2.9  Siklus ventilasi udara

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

1. Dalam akta kelahiran si anak. Dalam akta perkawinan ayah atau ibu kalau kemudian meneruskan dengan perkawinan. Dalam akta pengakuan / pengesahan anak. Peristiwa kelahiran

Bagaimana dan apa saja yang menjadi kewajiban IAIN harus tercermin pada berbagai unsur lembaga tersebut, termasuk bagaimana memformat dan melahirkan para

Meletak atau meninggalkan kenderaan secara tanpa kebenaran di parkir yang dikhaskan untuk pegawai yang

Ngopi Doeloe adalah sebuah bisnis kreatif yang mulai berkiprah dalam industri restoran sejak tanggal 20 November 2006, yang berarti bisnis kreatif ini sudah

Dari tabel 2 dan 3 diatas maka dapat dilihat bahwa dari jumlah instansi yang dibina ANRI sebanyak 15 instansi pada tahun 2009, dan 13 instansi (86,67%) diantaranya sudah menerapkan

Pada saat jam dinas kantor yang bertindak sebagai pimpinan disaster adalah Wadir Umum rumah sakit, dan di luar jam kantor yang bertindak sebagai pimpinan disaster adalah Kepala

https://id.123dok.com/document/ozllp16z-perbedaan-sikap-siswa-terhadap-lingkungan-sosial-dala… 0.31%

dan dinyatakan sebagai Lethal Concentration (LC), ANOVA One Way untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap jumlah kematian larva dan uji Tukey untuk