• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya JTRESDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya JTRESDA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/

*Penulis korespendensi: ariqfathyan@gmail.com

Analisis Keruntuhan Bendungan Rukoh

Kabupaten Pidie Menggunakan Aplikasi

HEC-RAS dan Berbasis InaSAFE

Muhammad Ariq Fathyan Khairi

1

*, Heri Suprijanto

1

, Andre

Primantyo Hendrawan

1

1Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Jalan MT. Haryono No.167, Malang, 65145, INDONESIA

*Korespondensi Email: ariqfathyan@gmail.com

Abstract: Rukoh Dam has 125.7 million m3 reservoir capacity, with Irrigation and flood control as the main purpose. Beside the lot of benefit, dams are also a potential threat to public safety if dam break occurred. When dam break occurs, the water energy stored behind dam capable to cause rapid and unexpected flood, resulting in loss of life and massive material damage. The purpose of this study was to discover the maximum impact from various scenario of Rukoh Dam break. The economic loss by dam break, measured using regional population data. Rukoh dam break were modeled using HEC-RAS v5.0.7 based on available geometry data, therefrom the economic loss calculated using InaSAFE. The simulation results showed the Probable Maximum Flood (PMF) with a peak discharge of 517.102 m3/s did not generate overtopping scenario. From the result of the simulation, the Rukoh dam break due to piping scenario at flood water level condition result the maximum impact which has a maximum water depth of 21,94 m with the area of inundation covers 237,409 km2. Those imply that flood from the dam failure are classified as high-hazard category. The economic loss estimation as result of Rukoh dam break using InaSAFE amounted to Rp. 573,068,311,480.

Keywords: Dam Break, HEC-RAS, InaSAFE, Piping, Rukoh Dam. Abstrak: Bendungan Rukoh memiliki tampungan efektif sebesar 125,7 juta m3 dengan tujuan utama untuk optimalisasi pemenuhan kebutuhan air irigasi, dan untuk pengendalian banjir Kabupaten Pidie. Dibalik manfaatnya yang besar, bendungan berpotensi membahayakan keamanan publik apabila terjadi keruntuhan bendungan. Ketika terjadi keruntuhan bendungan, air dalam jumlah besar pada waduk dapat mengakibatkan banjir yang cepat dan tiba-tiba, mengakibatkan kerugian nyawa serta kerusakan material yang masif. Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui dampak maksimum yang dapat terjadi dari berbagai macam skenario keruntuhan bendungan pada Bendungan Rukoh. Menggunakan data populasi regional, kerugian ekonomi akibat keruntuhan bendungan

(2)

56

kemudian dihitung. Keruntuhan Bendungan Rukoh disimulasikan menggunakan program HEC-RAS v5.0.7 dengan basis data geometri yang tersedia, kemudian dihitung kerugian ekonominya dengan bantuan aplikasi InaSAFE. Hasil simulasi menunjukkan puncak debit banjir rancangan Probable Maximum Flood (PMF) dengan Qinflow sebesar 517,102 m3/detik tidak mengakibatkan skenario overtopping. Dari hasil simulasi, keruntuhan Bendungan Rukoh oleh skenario piping tengah kondisi muka air banjir menghasilkan dampak paling besar dengan ketinggian air maksimum sebesar 21,94 m dengan luasan banjir melingkupi 237,409 km2. Angka-angka tersebut menandakan bahwa keruntuhan Bendungan Rukoh dikategorikan sebagai bahaya tingkat tinggi. Estimasi kerugian ekonomi akibat keruntuhan Bendungan Rukoh menggunakan program InaSAFE adalah sebesar Rp. 573.068.311.480.

Kata kunci: Bendungan Rukoh, HEC-RAS, InaSAFE, Keruntuhan Bendungan, Piping.

1. Pendahuluan

Sebagian besar penduduk Kabupaten Pidie berkerja di sektor pertanian [1], menandakan Kabupaten Pidie merupakan daerah agraris dengan padi yang menjadi fokus produksi utamanya. Pada daerah agraris permasalahan ketersediaan air merupakan hal yang perlu di prioritaskan. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menampung sebanyak-banyaknya air hujan pada musim penghujan dan memanfaatkan air tersebut secara tepat guna. Untuk menampung air dalam volume besar dibutuhkan bangunan yang dapat menahan laju aliran air hingga menjadi waduk, atau biasanya disebut bendungan [2]. Dengan jumlah tampungan air yang besar, bendungan tidak hanya memberikan manfaat saja, namun terdapat potensi bencana yang dapat memberikan dampak pada area yang luas diikuti oleh kerugian baik nyawa maupun harta benda pada hilir bendungan. Bencana tersebut terjadi apabila adanya kegagalan bendungan dalam menahan air atau dapat disebut dengan keruntuhan bendungan. Keruntuhan bendungan adalah keruntuhan sebagian atau seluruh bendungan atau bangunan pelengkapnya yang menyebabkan tidak berfungsinya bendungan [3].

Maka daripada itu, setiap bendungan harus dilengkapi dengan Rencana Tindak Darurat (RTD) [3] untuk mengantisipasi penyelamatan jiwa dan harta benda apabila terjadi keruntuhan. Salah satu bentuk dari Rencana Tindak Darurat adalah melakukan analisis keruntuhan bendungan agar dapat diketahui resiko bahaya bendungan pada daerah terdampak sesuai dengan klasifikasi yang telah diberikan.

2. Bahan dan Metode 2.1 Bahan

a. Data Hujan

Data hujan yang akan digunakan pada penelitian ini memiliki rentang waktu selama 14 tahun dari tahun 2006 – 2019, data hujan ini akan digunakan untuk melakukan analisis hidrologi dari uji kualitas data hingga flood routing.

(3)

57 b. Data Teknis dan Peta Isohyet Aceh

Data teknis yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa data teknis tinggi bendungan, lengkung kapasitas waduk, dan dimensi bendungan. Sementara untuk Peta Isohyet yang digunakan pada penelitian ini yaitu Isohyet Curah Hujan Maksimum Boleh Jadi (PMP). Nantinya peta ini digunakan untuk membandingkan hasil PMP hitung dengan PMP Peta. Apabila nilai PMP Hitung > PMP Peta, maka yang digunakan adalah PMP Hitung pada perhitungan selanjutnya, begitupula dengan sebaliknya.

c. Peta DEM

Peta DEM atau Digital Elevation Model digunakan pada penelitian ini untuk menggambarkan kondisi bagian hilir bendungan pada software HEC-RAS.

d. Data Jumlah Penduduk

Sesudah melakukan overlay terhadap peta banjir untuk mendapatkan daerah terdampak, selanjutnya adalah menggunakan data jumlah penduduk agar mengetahui berapa jumlah jiwa yang terdampak. Tahap ini digunakan pada aplikasi InaSAFE.

e. Data OSM

Data OSM ini merupakan data yang akan digunakan pada aplikasi InaSAFE sebagai data objek yang terdampak. Data yang digunakan dalam bentuk .shp. Dalam penelitian ini penulis menggunakan 4 basis data, berupa data bangunan, jalan, tata guna lahan dan penduduk.

2.2 Metode

Data yang diperlukan dalam studi ini adalah peta isohyet Provinsi Aceh, data curah hujan, data teknis bendungan, peta DEM, dan data jumlah penduduk, data bangunan, jalan, beserta tata guna lahan. Penelitian dimulai dengan melakukan uji kualitas data hujan, dilanjutkan dengan melakukan analisis frekuensi dan menguji kesesuaian distribusinya. Selanjutnya melakukan perhitungan curah hujan maksimum boleh jadi (PMP), setelah didapat nilai hujan PMP nilai tersebut dibandingkan dengan nilai hujan PMP pada Peta Isohyet Aceh, dari kedua nilai tersebut diambil nilai paling ekstrem untuk perhitungan selanjutnya. Lalu ditentukan nilai dari debit banjir rancangan menggunakan Metode Hidrograf Satuan Sintetis, selanjutnya dapat diketahui nilai dari debit banjir maksimum boleh jadinya (PMF). Dengan diketahuinya nilai debit banjir PMF dilakukan penelusuran banjir melalui pelimpah dengan tujuan dapat diketahuinya apakah bendungan mengalami

overtopping jika menerima debit banjir PMF. Selanjutnya dilakukan simulasi Aplikasi

HEC-RAS untuk mendapatkan informasi berupa peta genangan dan karakteristik genangan yang akan terjadi apabila Bendungan Rukoh runtuh, dengan informasi tersebut dapat ditentukan klasifikasi bahaya dan estimasi dampak kerugian yang akan ditimbulkan dengan melakukan simulasi pada Aplikasi InaSAFE.

2.3 Persamaan 2.3.1 Analisis Frekuensi

Analisis frekuensi bertujuan mencari hubungan diantara besarnya kejadian ekstrem terhadap frekuensi kejadian dengan menggunakan distribusi probabilitas. Dalam analisis frekuensi hujan harian maksimum, kebenaran perhitungan pada analisis tidak dapat benar-benar dipastikan kebenar-benaran secara absolut, oleh karena itu diperlukan aplikasi teori peluang.

(4)

58

2.3.1.1 Distribusi Log Pearson Tipe III

Untuk menghitung banjir perencanaan dalam praktek, The Hydrology of Water

Resources Council, USA menganjurkan untuk mentransformasikan data keharga

logaritmanya, kemudian menghitung parameter statistiknya. [4]

Log Xt = Log X ̅̅̅̅̅̅̅̅+ K.S Pers. 1

Dimana :

Log Xt = nilai logaritma hujan rencana dengan periode ulang T Log X

̅̅̅̅̅̅̅̅ = nilai rata-rata log x K = faktor frekuensi S = standar deviasi 2.3.1.2 Distribusi Gumbel

Metode Gumbel biasanya digunakan pada analisis data maksimum, yaitu seperti analisis frekuensi banjir. Sementara persoalan yang biasanya dibicarakan berhubungan dengan nilai-nilai ekstrim yang datang dari persoalan banjir [4]. Tujuan dari teori statistik nilai ekstrim adalah untuk menganalisis hasil dari pengamatan nilai ektrim tersebut untuk memperkirakan nilai ekstrim berikutnya.

Yt = -In [− ln (𝑇𝑟 (𝑋)−1 𝑇𝑟 (𝑋) )] Pers. 2 Tr = 1 1−𝑒−𝑒−𝑌𝑡 Pers. 3 K = 𝑌𝑡−𝑌𝑛𝑆𝑛 Pers. 4 X = 𝑋̅ + 𝑆𝑑 . 𝐾 Pers. 5 Dimana :

Yt = reduced variate sebagai fungsi periode ulang T Yn = reduced mean sebagai fungsi dari banyaknya n Sn = reduced standar deviasi

K = faktor frekuensi

X = besar curah hujan rancangan X ̅ = rerata curah hujan

Sd = standar deviasi

2.3.2 Uji Kesesuaian Distribusi

Untuk menentukan apakah pemilihan distribusi yang digunakan dalam perhitungan curah hujan rancangan diterima atau ditolak perlu dilakukan sebuah pengujian hipotesis berdasarkan pada derajat kepercayaan (level of significance) dan derajat kebebasan (degress of freedom), pengujian hipotesis tersebut menentukan suatu hipotesis diterima atau ditolak, yaitu dengan menggunakan Uji Kesesuaian Distribusi Smirnov Kolmogorov dan Chi Square [5].

2.3.3 Debit Banjir Rancangan

Hidrograf satuan digunakan dalam analisis banjir rancangan [6]. Hidrograf satuan sintetis yang telah dikembangkan oleh beberapa pakar antara lain yaitu HSS Nakayasu, HSS Snyder, HSS Gama I, HSS Limantara, dan banyak lainnya [7]. Debit Banjir Rencana pada penelitian ini dihitung menggunakan Hidrograf Satuan Sintetis dengan Metode Nakayasu dan Metode Snyder.

(5)

59 ➢ Rumus Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu:

tg = 0.21 L0.7 (untuk L < 15km) Pers. 6 tg = 0.4 + 0.058L (untuk L > 15km) Pers. 7 tr = 0.5 sampai 1 tg Pers. 8 Tp = tg + 0.8 tr Pers. 9 T 0.3 = α tg Pers. 10 Qp = 1 3.6 [ CA x Ro 0.3 Tp + T0.3 ] Pers. 11 Dimana :

tg = waktu konsentrasi (jam) L = panjang sungai utama (km)

T0,3 = waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak (jam) tr = satuan waktu dari curah hujan (jam)

α = koefisien karakteristik DAS atau parameter hidrograf Tp = waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf (jam) Qp = debit puncak banjir (m3/det/mm)

CA = luas DAS (km2)

R0 = hujan satuan atau hujan efektif (mm) ➢ Rumus Hidrograf Satuan Sintetis Snyder:

Tp = Ct x (L x Lc)n te = tp/5,5 Tp = tp’ + 0.5 (untuk te > tr) Tp = tp + 0.5 tr (untuk te < tr) Tp = tp (untuk te = tr) qp = 0,278 x [Cp/tp] Qp = qp x A Pers. 12 Pers. 13 Pers. 14 Pers. 15 Pers. 16 Pers. 17 Pers. 18 Dimana :

L = panjang aliran utama (km)

Lc = panjang aliran utama dari titik berat DAS ke pelepasan DAS (km) tp = waktu mulai titik berat hujan sampai debit puncak (jam)

N = koefisien proporsional terhadap Ct ≈ 0,03

Ct = koefisien bergantung pada karakteristik DAS ≈ 1,10 – 1,40 Qp = debit puncak (m3/dt/mm)

qp = puncak hidrograf satuan (m3/dt/mm/km2)

Cp = koefisien bergantung pada karakteristik DAS ≈ 0,58 – 0,69 Tp = waktu mencapai puncak banjir (jam)

(6)

60

2.3.4 Keruntuhan Bendungan

Sebuah konstruksi bendungan selain menyimpan banyak manfaat, menyimpan banyak resiko bahaya pula, salah satunya adalah adanya potensi terjadinya kegagalan atau keruntuhan bendungan yang bisa disebabkan oleh overtopping dan atau piping.

Pada keruntuhan bendungan dengan sekenario piping, air yang keluar melalui celah bendungan dimodelkan dengan persamaan tekanan aliran orifice. Persamaan ini juga membutuhkan koefisien debit dan menghitung seberapa efisien aliran bisa mengalir melalui pipa. Karena keruntuhan bendungan dengan sekenario piping tidak didesain secara hidrolika, maka diasumsikan bahwa rekahan tidak merata. Nilai yang direkomendasikan untuk koefisien tekanan untuk sekenario piping yaitu berkisar 0,5 sampai 0,6 [8].

Gambar 1: Proses keruntuhan bendungan akibat overtopping [8]

Gambar 2: Proses keruntuhan bendungan akibat piping [8]

Berikut adalah koefisien keruntuhan bendungan sesuai dengan jenis bendungannya.

Tabel 1: Koefisien keruntuhan bendungan

Dam Types Overflow/Weif Coefficient Piping/Pressure Flow

Coefficients Earthen Clay or Clay

Core 2,6 – 3,3 0,5 – 0,6

Earthen Sand and Gravel 2,6 – 3,0 0,5 – 0,6

Concrete Arch 3,1 – 3,3 0,5 – 0,6

(7)

61

Gambar 3: Sketsa parameter keruntuhan bendungan [8]

Pada penelitian ini, penulis menggunakan persamaan yang ditemukan oleh Froehlich yang tercantum pada user guide di aplikasi HEC-RAS [8], yang telah digunakan pada beberapa perhitungan keamanan bendungan. Berdasakan penelitian terbarunya, Froehlich menyebutkan bahwa sisi rata-rata lereng adalah 1,0H : 1,0V untuk keruntuhan overtopping dan 0.7H : 1.0V untuk keruntuhan piping [8]. Berikut adalah persamaan regresi untuk lebar rerata keruntuhan bendungan dan waktu runtuhnya:

Bave = 0.27 . Ko . Vw0.32 . hb0.04 Pers. 19 tf = 63.2 √ 𝑉𝑤

𝑔ℎ𝑏2 Pers. 20

dimana:

Bave = Lebar rerata rekahan (m)

Ko = Konstanta (1,3 untuk overtopping dan 1,0 untuk piping) Vw = Volume waduk saat keruntuhan terjadi (m3)

hb = Tinggi akhir rekahan (m)

g = Persamaan gravitasi (9,81 m/detik2) tf = Waktu keruntuhan (detik)

2.3.5 Aplikasi HEC-RAS

HEC-RAS (Hydraulic Engineering Center’s River Analysis System) merupakan aplikasi yang memungkinkan pengguna melakukan simulasi hidraulik aliran satu dimensi, perhitungan aliran sungai tidak seragam satu maupun dua dimensi, pemodelan pergerakan sedimen dalam aliran tidak seragam dan aliran tidak seragam penuh, analisis suhu air, dan pemodelan kualitas air secara umum. Dalam melakukan simulasi keruntuhan bendungan dengan HEC-RAS biasanya dilakukan beberapa tahap, yaitu:

- Memulai proyek baru

- Memasukkan data geometris sesuai dengan lokasi bendungan - Memasukkan data aliran

- Memasukkan kondisi batas - Melakukan perhitungan hidraulik

- Melihat dan mencetak hasil banjir akibat keruntuhan bendungan 2.3.6 Klasifikasi Tingkat Bahaya

Untuk mendapatkan klasifikasi tingkat bahaya dan karakteristik banjir, digunakan bantuan aplikasi InaSAFE 5.0.1 dengan analisis ancaman (hazard) berdasarkan Peraturan

(8)

62

BNPB No.02 Tahun 2012. Dimana indeks yang digunakan merupakan indeks tinggi banjir yang telah disusun berdasaran data dan catatan sejarah kejadian yang pernah terjadi di suatu daerah [9]. Menurut Peraturan BNPB No.02 Tahun 2012 klasifikasi bahaya terdiri dari indeks ancaman dengan ketinggian banjir < 1 meter merupakan ancaman rendah, 1 - 3 meter merupakan ancaman sedang, dan > 3 meter merupakan ancaman tinggi.

3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Analisis Hidrologi

a. Hujan PMP (Probable Maximum Precipitation) yaitu ketebalan hujan maksimum dalam lama waktu tertentu yang mungkin terjadi pada suatu wilayah yang nantinya kemudian akan digunakan dalam melakukan perhitungan banjir PMF (Probable

Maximum Flood) [5]. Berikut adalah perhitungan hujan PMP dengan Metode

Hersfield:

Tabel 2: Perhitungan Hujan PMP Metode Hersfield Rukoh

No. Tahun Curah Hujan

(mm)

Curah Hujan Terurut (mm) 1 2006 125,50 77,50 2 2007 77,50 80,50 3 2008 92,50 92,50 4 2009 120,10 100,70 5 2010 216,00 103,90 6 2011 80,50 109,95 7 2012 103,90 120,10 8 2013 124,40 124,40 9 2014 109,95 125,00 10 2015 125,00 125,50 11 2016 100,70 125,80 12 2017 144,50 144,50 13 2018 125,80 158,70 14 2019 158,70 216,00 Total X 1705,050 Xrerata 121,789 Jumlah Data (n) 14 Standar Deviasi (Sd) 35,337 Xrerata - m 114,542 Standar Deviasi - m 23,584

Contoh Perhitungan Hujan PMP Rukoh: Xn terkoreksi (Xp) = Xn . f1 . f2 = 121,789 x 1,00 x 1,03 = 125,44 mm Sn terkoreksi (Sp) = Sn . f3. f4 = 35,337 x 0,78 x 1,15 = 31,70

(9)

63

Xm = Xp + Km . Sp

= 125,44 + 14,40 x 31,70 = 581,879 mm

PMPhitung = 581,879 x 1,13 (Faktor pengali SNI) = 657,524 mm

Berdasarkan nilai Peta PMP Isohyet Aceh, PMP yang terjadi di Bendungan Rukoh yaitu sebesar 600 mm, namun hasil PMPhitung lebih besar sebesar 657,524 mm, maka dari itu untuk perhitungan selanjutnya digunakan nilai PMP terbesar yaitu PMPhitung.

Tabel 3: Rekapitulasi Nilai Hidrograf Satuan Sintetis Rukoh

Metode HSS Debit Banjir Rancangan (m

3/dt)

25 tahun 50 tahun 100 tahun 1000 tahun PMF

Nakayasu 187,337 216,653 238,719 288,006 517,102

Snyder 223,328 263,710 293,665 119,546 227,126

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, HSS Metode Nakayasu menghasilkan nilai yang lebih besar dibandingkan HSS Metode Snyder, maka debit paling ekstrim didapat dari Metode HSS nakayasu dengan nilai debit banjir rancangan maksimum sebesar 517 m3/dt.

b. Penelusuran Banjir diatas Pelimpah Bendungan

Perhitungan penelusuran banjir atau flood routing melalui pelimpah dilakukan untuk mengetahui tinggi muka air yang ada diatas mercu pelimpah saat suatu debit dengan kala ulang tertentu melewati pelimpah. Pada studi analisis keruntuhan bendungan, hasil analisis penelusuran banjir melewati pelimpah digunakan untuk mentukan apakah bendungan mengalami overtopping atau tidak.

Gambar 5: Grafik hubungan inflow dan outflow pada pelimpah Bendungan Rukoh dengan QPMF

(10)

64

Pada perhitungan penelusuran banjir yang telah dilakukan penulis didapat elevasi maksimum muka air diatas pelimpah setelah dilakukan penelusuran banjir dengan QPMF sebesar +123,091 m, nilai tersebut lebih kecil dari nilai elevasi tubuh Bendungan Rukoh yang bernilai +127 m. Maka Bendungan Rukoh tidak mengalami overtopping saat menerima debit PMF.

3.2 Analisis Keruntuhan Bendungan dengan HEC-RAS 5.0.7 a. Parameter Keruntuhan

Keruntuhan Bendungan Rukoh disimulasikan menggunakan bantuan aplikasi HEC-RAS versi 5.0.7 dengan pemodelan 2D HEC-HEC-RAS dengan computation spacing DY dan DX 100x100 lalu menggunakan peta DEM untuk daerah Kabupaten Pidie yang disediakan oleh DEMNAS. Melakukan analisis pada 6 (enam) macam sekenario saja karena pada perhitungan penelusuran banjir Bendungan Rukoh tidak terjadi overtopping disaat menerima debit banjir rencana PMF. Skenario yang dianalisis yaitu piping atas muka air banjir, piping tengah muka air banjir, piping bawah muka air banjir, piping atas muka air normal, piping tengah muka air normal beserta piping bawah muka air normal. Parameter keruntuhan bendungan dihitung dengan rumus Froehlich [8].

Contoh perhitungan untuk sekenario piping atas Muka Air Banjir untuk Bendungan Rukoh: Bave = 0,27 Ko Vw0.32 hb0.04 = 0,27 1,0 . 154606251,80,32 670,04 = 133,340 tf = 63,2 √gℎ𝑏Vw2 = 63,2 √154606251,89.81 (67)2 = 3744,74 detik = 1,040 jam

Wb = Bave – 2 . slide slope x ½ Hakhir keruntuhan = 133,340 – 2 x 0,7 x ½ x 67

= 86,440 m Dimana:

Bave = Lebar rerata rekahan

Ko = Konstanta (1,3 untuk keruntuhan overtopping dan 1,0 untuk piping) Vw = Volume tampungan air waduk

Wb = Lebar rekahan bagian bawah

hb = Elevasi puncak bendungan – Elevasi dasar bendungan g = Koefisien gravitasi (9,81 m/s²)

tf = Waktu mulai keruntuhan bendungan Parameter slope rekahan menurut Froehlich (2008) 1H : 1V = Keruntuhan akibat overtopping 0,7H : 1V = Keruntuhan akibat piping

(11)

65 b. Hasil Simulasi Keruntuhan

Gambar 6: Sebaran genangan banjir akibat keruntuhan Bendungan Rukoh Tabel 4: Luas genangan banjir akibat keruntuhan Bendungan Rukoh

No Simulasi Keruntuhan Luas Kedalaman Maksimum

m2 km2 m

1 Piping Atas MAB 236325567,755 236,326 21,83

2 Piping Tengah MAB 237409124,162 237,409 21,94

3 Piping Bawah MAB 237373417,810 237,373 21,63

4 Piping Atas MAN 223263486,141 223,263 21,22

5 Piping Tengah MAN 223207699,798 223,208 21,61

6 Piping Bawah MAN 223547447,857 223,547 21,51

Dari tabel diatas didapatkan hasil yang beragam, namun dapat disimpulkan dari luas genangan dan kedalaman maksimum banjir, bahwa keruntuhan bendungan dengan kondisi terekstrim dihasilkan oleh sekenario piping tengah Muka Air Banjir.

3.3 Klasifikasi Tingkat Bahaya

Hasil dari analisis keruntuhan Bendungan Rukoh yang telah dilakukan dengan bantuan aplikasi InaSAFE 5.0.1 menunjukkan bahwa dengan sebaran banjir dengan luas maksimum sebesar 237,409 km2 dan kedalaman banjir maksimum sebesar 21,94 m, didapat sebanyak 68.100 jiwa penduduk yang membutuhkan tempat evakuasi atau penampungan. Pada Peraturan Kepala BNBP No.7 Tahun 2008 disebutkan tempat evakuasi atau penampungan sementara adalah tempat tinggal sementara selama korban bencana mengungsi, baik berupa tempat penampungan massal maupun keluarga, atau individual [10].

Sesuai dengan indeks tinggi banjir, jika kedalaman banjir diatas 3 meter dengan penduduk yang terdampak lebih dari 1000 jiwa [9], maka dapat disimpulkan bahwa keruntuhan Bendungan Rukoh merupakan bahaya dengan klasifikasi tinggi.

(12)

66

3.4 Analisis Kerugian

Berdasarkan analisis kerugian yang telah dilakukan, kerugian akan ditanggung oleh pemerintah dan atau pengelola bendungan diperkirakan mencapai Rp. 573.068.311.480. Hal tersebut sudah mencakup kerugian ekonomi, materil langsung dan tak langsung, dan kerugian fungsional.

4. Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada Bendungan Rukoh, dapat disimpulkan bahwa debit banjir paling ekstrim yang didapat dari Metode HSS Nakayasu sebesar 517 m3/dt tidak menyebabkan Bendungan Rukoh mengalami overtopping. Hasil terekstrim didapat dari skenario piping tengah Muka Air Banjir yang menghasilkan banjir dengan luas sebaran 237,409 km2 dengan kedalaman maksimum sebesar 21,94 m dan dikategorikan sebagai bahaya tingkat tinggi. Keruntuhan Bendungan Rukoh di estimasikan menghasilkan kerugian sebesar Rp. 573.068.311.480.

Daftar Pustaka

[1] Badan Pusat Statistik Kabupaten Pidie, Statistik Daerah Kabupaten Pidie 2020. Pidie: Penerbit Badan Pusat Statistik Kabupaten Pidie, 2020

[2] S. Sosrodarsono dan K. Takeda, Bendungan Tipe Urugan. Jakarta: Penerbit Pradnya Paramita, 1976

[3] Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia

No.27/PRT/M/2015 tentang Bendungan. Jakarta, 2015

[4] C.D. Soemarto, Hidrologi Teknik. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, 1987 [5] SNI 2415, Tata Cara Perhitungan Debit Banjir Rencana. Jakarta: Penerbit Badan

Standarisasi Nasional, 2016

[6] B. Triatmodjo, Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Penerbit Beta Offset, 2008 [7] L. M. Limantara, Hidrologi Praktis. Bandung: Penerbit Lubuk Agung , 2010 [8] US Army Corps of Engineers Hydrolic Engineering Center team, User Guide

Using HEC-RAS for Dam Break Studies. CA: US Army Corps of Engineers

Hydrolic Engineering Center, 2014

[9] Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 02 Tahun 2012

tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Jakarta, 2012

[10] Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 07 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar. Jakarta, 2008

Gambar

Gambar 1: Proses keruntuhan bendungan  akibat overtopping [8]
Tabel 3: Rekapitulasi Nilai Hidrograf Satuan Sintetis Rukoh
Gambar 6: Sebaran genangan banjir akibat keruntuhan Bendungan Rukoh

Referensi

Dokumen terkait

Intake kiri merupakan intake eksisting yang tidak mengalami perubahan desain apapun dari yang sebelumnya. Sehingga untuk pemodelan kantong lumpur intake kiri hanya

Pada studi ini, diperlukan analisis debit banjir rancangan kala ulang 25 tahun (Q 25 ) untuk menganalisis tinggi muka air banjir existing dengan aplikasi HEC-RAS

Hasil analisis ekonomi teknik pada pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) memiliki tujuan untuk mendapatkan alternatif yang tepat untuk digunakan dalam

Urutan skala prioritas untuk alternatif pada peringkat pertama adalah DI Sumber Gogosan dan selanjutnya adalah DI Selokambang, sedangkan untuk kriteria pada peringkat

Alternatif penanggulangan genangan dilakukan dengan penambahan kedalaman boezem sebesar 3 m dengan luas bangunan 8,36,9 m 2 dan perencanaan bangunan pelengkap yaitu perencanaan pintu

Studi ini ditujukan untuk membuat optimasi penentuan waktu dan biaya dalam manajemen konstruksi dengan menggunakan dua alternatif yaitu alternatif penambahan

Abstrak: Berdasarkan data dari beberapa sumber, pengolahan limbah domestik di kabupaten Jombang belum memenuhi syarat bahkan ada yang belum memiliki sistem pengolahan limbah

Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6, diperoleh model prediksi dari alternatif variabel terbaik berasal dari alternatif variabel 2, yaitu prediksi laju