• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

(Oryza sativa L.)

Oleh:

MUDI LIANI AMRAH

A34104064

PROGRAM STUDI AGRONOMI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah (Oryza sativa L.). Dibimbing oleh SUGIYANTA

Upaya peningkatan produktivitas padi sawah terus dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumsi beras. Salah satu upaya peningkatan produktivitas padi sawah adalah melalui anjuran pemupukan berimbang dan pemanfaatan potensi bahan organik setempat. Jerami padi merupakan bahan organik yang paling potensial untuk tanaman padi sawah. Manajemen atau pengelolaan jerami dapat dilakukan dengan pembenaman jerami secara langsung di lahan dan dengan pembuatan kompos jerami.

Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Bogor sejak bulan Agustus 2007 hingga bulan Januari 2008. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) menggunakan 1 faktor yaitu manajemen jerami dengan 8 perlakuan dan 3 ulangan. Peubah yang diamati adalah peubah vegetatif yang terdiri dari tinggi tanaman, jumlah anakan, dan bagan warna daun. Peubah generatif yang diamati adalah jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah/malai, bobot 1000 butir, bobot hasil/rumpun, bobot gabah/rumpun, hasil ubinan serta dugaan hasil per hektar.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan manajemen jerami berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman yaitu tinggi tanaman dan bagan warna daun. Selain itu perlakuan manajemen jerami juga berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif dan panjang malai serta hasil ubinan dan dugaan hasil per hektar. Perlakuan kombinasi jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan hasil gabah tertinggi dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik lebih efektif bila dibandingkan dengan perlakuan jerami atau pupuk anorganik secara tunggal serta dengan kombinasi ½ dosis pupuk anorganik. Hasil gabah basah dan kering perlakuan jerami atau kompos jerami saja, perlakuan jerami + ½ dosis pupuk anorganik, perlakuan kompos + ½ dosis pupuk anorganik tidak berbeda dengan pemupukan dosis rekomendasi pupuk anorganik.

(3)

DAFTAR ISI

Halaman PENDAHULUAN ………. 1 Latar Belakang ……… 1 Tujuan Percobaan ... 3 Hipotesis ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 Bahan Organik ... 4

Peran Bahan Organik Pada Tanaman Padi ... 5

Jerami Padi ... 7

BAHAN DAN METODE ... 9

Waktu dan Tempat Percobaan ... 9

Bahan dan Alat ... 9

Metode Percobaan ... 9

Pelaksanaan ... 10

Pengamatan ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

Keadaan Umum Percobaan ... 13

Rekapitulasi Sidik Ragam ... 14

Kandungan Hara Bahan Organik ... 14

Kandungan Hara Tanah ... 15

Pertumbuhan Tanaman ... 19

Hasil dan Komponen Hasil ... 22

Pembahasan ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

Kesimpulan ... 33

Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(4)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

Teks

1. Hasil Analisis Kandungan Hara Jerami ... 15

2. Hasil Analisis Kandungan Hara Kompos... 15

3. Hasil Analisis Tanah ... 15

4. Selisih Kandungan Hara Tanah ... 16

5. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman Padi Sawah ... 19

6. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Jumlah Anakan Tanaman Padi Sawah ... 20

7. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Diagram Warna Daun Tanaman Padi Sawah ... 21

8. Persentase Jumlah Anakan Produktif... 22

9. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Komponen Hasil Tanaman Padi Sawah ... 23

10. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Jerami/rumpun Padi ... 24

11. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Bobot gabah/rumpun Padi... 25

12. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Bobot Ubinan dan Dugaan Hasil/ha Padi ... 26

13. Persen Peningkatan Hasil ... 26

14. Efektivitas Agronomi... 27

Lampiran 1. Data Iklim Bulan Agustus – Desember 2007 ... 38

2. Kriteria Sifat Kimia Tanah Berdasarkan PPT (1983)... 38

3. Rekapitulasi Sidik Ragam ... 39

4. Deskripsi Varietas Way Apoburu ... 41

5. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman saat 3 MST... 43

6. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman saat 4 MST... 43

7. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman saat 5 MST... 43

8. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman saat 6 MST... 43

9. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman saat 7 MST... 44

10. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman saat 8 MST... 44

11. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman saat panen ... 44 12. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

(5)

Terhadap Jumlah Anakan saat 3 MST ... 44 13. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Jumlah Anakan saat 4 MST ... 45 14. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Jumlah Anakan saat 5 MST ... 45 15. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Jumlah Anakan saat 6 MST ... 45 16. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Jumlah Anakan saat 7 MST ... 45 17. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Jumlah Anakan saat 8 MST ... 46 18. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Warna Daun saat 3 MST... 46 19. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Warna Daun saat 4 MST... 46 20. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Warna Daun saat 5 MST... 46 21. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Warna Daun saat 6 MST... 47 22. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Warna Daun saat 7 MST... 47 23. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Warna Daun saat 8 MST... 47 24. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Jumlah Anakan Produktif ... 47 25. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Jumlah Gabah/malai ... 48 26. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Panjang Malai... 48 27. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Bobot 1000 butir... 48 28. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Bobot Basah Gabah?Rumpun ... 48 29. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Bobot Kering Gabah/Rumpun... 49 30. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Bobot Basah Rumpun... 49 31. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Bobot Kering Rumpun... 49 32. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Bobot Basah Ubinan... 49 33. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Bobot Kering Ubinan... 50 34. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jeram

Terhadap Bobot Gabah Kering Panen ... 50 35. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami

Terhadap Bobot Gabah Kering Giling ... 50 36. Hasil Analisis Tanah Awal dan Akhir ... 51

(6)

37. Sidik Ragam pH Tanah di Awal Percobaan... 51

38. Sidik Ragam C-organik Tanah di Awal Percobaan ... 51

39. Sidik Ragam Nitrogen Tanah di Awal Percobaan ... 52

40. Sidik Ragam Fosfor Tanah di Awal Percobaan... 52

41. Sidik Ragam Kalium Tanah di Awal Percobaan ... 52

42. Sidik Ragam pH Tanah di Akhir Percobaan ... 52

43. Sidik Ragam C-organik Tanah di Akhir Percobaan ... 52

44. Sidik Ragam Nitrogen Tanah di Akhir Percobaan ... 53

45. Sidik Ragam Fosfor Tanah di Akhir Percobaan... 53

(7)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

Teks

1. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap pH Tanah ... 17 2. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap

Kandungan C-Organik Tanah... 17 3. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap

Kandungan N-total Tanah ... 18 4. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap

Kandungan Fosfor Tanah ... 18 5. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap

Kandungan Kalium Tanah ... 19

Lampiran

(8)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan bahan pangan pokok yang dikonsumsi oleh hampir seluruh penduduk Indonesia yaitu sebesar 96.87%. Permintaan terhadap beras akan mengalami peningkatan sebesar 2.23% per tahun, dan menurut Arafah et al. (2003) proyeksi permintaan beras pada tahun 2010 adalah sebesar 41.50 juta ton. Selanjutnya dikatakan bahwa defisit beras akan meningkat sekitar 13.50% per tahun (12.78 juta ton pada tahun 2010) apabila tidak dilakukan peningkatan produktivitas dan perluasan areal. Produksi beras nasional pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 0.1 juta ton/ha yaitu 4.6 juta ton/ha pada tahun 2007 menjadi 4.7 juta ton/ha (Deptan, 2007). Produktivitas padi sawah mengalami peningkatan 0.07 ton/ha (1.43 %) yaitu pada tahun 2006 sebesar 4.82 ton/ha menjadi 4.89 ton/ha pada tahun 2007. Indonesia pernah menjadi swasembada beras pada tahun 1984 (Pujo, 2003). Prasetyo (2002) menyatakan bahwa proses pencapaian swasembada beras tersebut tidak lepas dari penerapan dan inovasi teknologi yang dikembangkan pemerintah, misalnya dalam penggunaan benih unggul, teknologi pemupukan, pengendalian organisme penganggu, dan sebagainya.

Akan tetapi kebutuhan beras yang semakin meningkat karena jumlah penduduk yang bertambah dan terjadi pergeseran menu dari non-beras ke beras mendorong pemerintah untuk mencari terobosan baru guna meningkatkan produksi pangan yang bersifat massal dan integral (Pujo, 2003). Upaya peningkatan produksi padi diawali dengan adanya program revolusi hijau pada tahun 1960. Teknologi revolusi hijau telah mentranformasikan pertanian menjadi pertanian berinput luar tinggi (High External Input Agriculture, HEIA). Dengan ditanamnya varietas modern berdaya hasil tinggi, respon terhadap pemupukan, dan tahan terhadap serangan jasad penganggu maka produksi padi akan meningkat dengan cepat.

Namun demikian, teknologi revolusi hijau menimbulkan berbagai masalah seperti leveling off, rendahnya keuntungan petani karena tingkat biaya input yang tinggi, masalah-masalah lingkungan, dan kesehatan serta ketidakseimbangan hara dan hama serta penyakit (Minami, 1997). Masalah-masalah tersebut telah mendorong pemikiran untuk melaksanakan pertanian berkelanjutan berinput luar

(9)

rendah (Low External Input Sustainable Agriculture, LEISA) atau pertanian organik (organic farming).

Dalam pertanian organik terdapat penambahan bahan organik sebagai suatu tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman untuk meningkatkan dan mengoptimalkan manfaat pupuk sehingga efisiensinya meningkat. Bahan organik tanah merupakan hasil penimbunan sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik mempunyai peranan penting dalam meningkatkan serta mempertahankan kesuburan tanah. Untuk tanaman padi sawah, jerami merupakan bahan organik yang paling potensial keberadaannya bagi usaha tani padi sawah (Cho dan Kobata, 2000). Pemanfaatan atau pengelolaan jerami dapat dilakukan dengan pengangkutan jerami ke luar lahan, pembakaran jerami di lahan, pembenaman jerami, ataupun dengan pengomposan jerami.

Penurunan hasil padi pada lahan persawahan yang terus menerus diusahakan sering terjadi terutama bila jeraminya ikut terangkut. Pengangkutan jerami pada saat panen mengurangi tingkat kesuburan tanah karena sebagian besar bahan organik dan unsur hara tanah diangkut ke tempat lain sehingga dalam jangka panjang kesuburan tanah akan menurun. Pengembalian jerami padi atau pemberian bahan organik diharapkan dapat memperbaiki keseimbangan unsur hara sehingga kelestarian kesuburan lahan sawah dapat dipertahankan. Di Indonesia, jerami dibakar atau diangkut ke luar lahan karena alasan untuk menghilangkan kesulitan pada saat pengolahan tanah, mengendalikan hama dan penyakit, menghemat tenaga atau untuk pakan ternak serta untuk keperluan lainnya.

Penambahan bahan organik dapat menekan penggunaan pupuk anorganik. Bahan organik diperlukan untuk mempertahankan kesuburan tanah dengan menjaga dan meningkatkan fungsi mikroorganisme di dalam tanah sehingga dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah juga meningkatkan efektivitas pemupukan. Oleh karena itu pengelolaan bahan organik pada padi sawah yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitas padi. Adanya penambahan bahan organik dapat meningkatkan efisiensi pemupukan sehingga pertumbuhan dan hasil padi dapat meningkat. Pada percobaan

(10)

ini diteliti pengaruh manajemen jerami yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan manajemen jerami dan penambahan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah (Oryza sativa L).

Hipotesis

Perlakuan manajemen jerami berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah (Oryza sativa L.).

(11)

TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Organik

Salah satu usaha untuk mempertahankan kesuburan tanah adalah dengan penambahan bahan organik. Pemberian bahan organik ke dalam tanah akan berpengaruh terhadap sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi tanah. Bahan organik merupakan perekat butiran tanah dan sumber unsur hara nitrogen, fosfor, kalium, dan sulfur sehingga bahan organik mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah. Sumber asli bahan organik adalah jaringan tumbuhan di alam, bagian tanaman berupa ranting, daun, cabang, batang dan akar tumbuhan menyediakan jumlah bahan organik setiap tahunnya.

Hara nitrogen, fosfor, dan kalium merupakan faktor pembatas utama untuk produktivitas padi sawah. Arafah dan Sirappa (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa respon padi terhadap hara nitrogen, fosfor, dan kalium dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain penggunaan bahan organik. Bahan organik yang ditambahkan ke tanah harus dalam kondisi sudah matang atau sudah mengalami pengomposan, karena bila diaplikasikan dalan kondisi belum matang akan merusak tanaman (Inoko, 1984). Lebih lanjut Inoko (1984) juga menyatakan bahwa selama pengomposan jerami padi, karbohidrat terdekomposisi dan berat total dari jerami akan menurun. Kandungan nutrisi anorganik akan meningkat sejalan dengan peningkatan kematangan kompos. Volatilisasi nitrogen dalam bentuk NH3

mungkin dapat terjadi pada tingkat kebasaan sedang.

Kumazawa (1984) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kompos jerami padi tidak akan memiliki pengaruh yang besar pada lahan yang telah menerima pemupukan nitrogen secara kimia. Bahan organik mengandung hara yang dibutuhkan tanaman baik dalam bentuk makroelemen dan mikroelemen. Secara umum, hal terpenting dari penggunaan kompos jerami terhadap peningkatan produksi adalah menyediakan unsur nitrogen dan mengatur imobilisasi dan mineralisasi nitrogen di tanah (Kumazawa, 1984). Menurut De Datta (1984) kompos atau bahan organik yang ditambahkan ke tanah tidak akan memberikan hasil yang tinggi pada kondisi tanah drainase yang buruk, tanah peat karena dekomposisi tidak

(12)

berlangsung dengan sempurna. Proses dekomposisi jerami akan berjalan cepat pada lahan sawah yang memiliki drainase sedang dan dilakukan pengolahan intensif.

Peran Bahan Organik Pada Tanaman Padi

Bahan organik berperan terutama dalam perbaikan sifat fisik tanah, sifat kimia tanah dan aktivitas biologi tanah. Bahan organik berperan dalm perbaikan sifat fisik tanah yaitu melalui fungsinya dalam pembentukan agregat/granulasi tanah sehingga meningkatkan porositas dan permeabilitas tanah serta meningkatkan kemampuan menahan air.

Sifat kimia tanah tidak terlepas dari perubahan bahan organik atau dekomposisi bahan organik. Pada saat proses dekomposisi terjadi perubahan terhadap komposisi kimia bahan organik dari senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Dekomposisi bahan organik tersebut akan menyediakan unsur hara N, P, S dan unsur lain tergantung penyusun bahan organik tersebut. Pemberian bahan organik juga akan mempengaruhi kemasaman (pH) tanah serta kemampuan mempertukarkan kation (KTK) (Soepardi, 1983).

Bahan organik dapat meningkatkan pH tanah tetapi juga dapat menurunkan pH tanah, tergantung jenis tanah dan macam bahan organiknya. Peningkatan pH pada perlakuan manajemen jerami menunjukkan adanya proses kimia di dalam tanah sebagai akibat proses dekomposisi bahan organik. Lebih lanjut Ponnamperuma (1984) menyatakan peningkatan pH terjadi pada saat kandungan Al dapat dipertukarkan (Al-dd) tanah tinggi, karena bahan organik dapat mengikat Al sebagai senyawa kompleks. Hal ini mengakibatkan Al tidak terhidrolisis.

Bahan organik berperan dalam aktivitas biologi yaitu dengan pemberian bahan organik dapat meningkatkan aktivitas biologi tanah melalui pelepasan unsur-unsur hara tanah dalam proses dekomposisi sisa-sisa tanaman oleh mikroorganisme dalam tanah (Sugito et al.,1995). Dalam hubungannya dengan kesuburan tanah dan produksi tanaman, fungsi mikroorganisme yang penting adalah mineralisasi dan imobilisasi unsur-unsur hara seperti karbon, N, P, S, fiksasi N2 atau CO2 dari

atmosfer dan kelarutan P.

Penambahan bahan organik pada tanah tergenang (sawah) umumnya dapat meningkatkan fungsi mikroba. Pada tanah yang digenangi pergantian mikroba dari

(13)

mikroorganisme aerobik ke mikroorganisme anaerobik terutama oleh bakteri, menyebabkan terjadinya perubahan reaksi biokimia yang pada prinsipnya adalah oksidasi-reduksi. Setelah oksigen pada tanah tergenang digunakan oleh mikroorganisme aerobik, maka bahan organik, nitrat, Mn-oksida, Fe-oksida dan sulfat direduksi. Perubahan atau transformasi bahan organik tanah sawah merupakan proses fermentasi/biokimia utama dari mikroorganisme sehingga penimbunan bahan organik dapat dihindarkan. Dalam hubungannya dengan kesuburan tanah dan produksi tanaman, fungsi mikroorganisme yang penting adalah mineralisasi dan imobilisasi unsur hara seperti karbon, N, P, S, fiksasi N2 atau CO2 dari atmosfer dan

kelarutan P (Situmorang dan Sudadi, 2002).

Pembenaman jerami ke tanah sawah dapat mempengaruhi N. Menurut Eagle

et al. (2000) aplikasi jerami dengan membenamkannya ke tanah sawah pada tahun pertama dengan perlakuan pupuk N sesuai dengan dosis rekomendasi tidak berpengaruh terhadap hasil gabah. Pada tahun ketiga hingga tahun kelima pembenaman jerami dapat meningkatkan serapan unsur hara. Peningkatan unsur hara tersebut dikarenakan terbentuknya N pool tanah labil yang mengurangi ketergantungan tanaman pada N pupuk.

Adiningsih (2000) menyatakan bahwa bahan organik juga memegang peranan penting dalam meningkatkan efisiensi pupuk dan produktivitas secara berkelanjutan. Bahan organik meningkatkan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Mikroba tanah bersama-sama bahan organik merupakan komponen penting di dalam tanah dan berperan sebagai penyangga biologi tanah yang menjaga keseimbangan hara dan menyediakan hara dalam jumlah berimbang bagi tanaman. Beberapa mikroba penting antara lain adalah mikroba penambat N dari udara, mikroba pelarut P dan mikroba yang dapat mengubah belerang elemen (S) menjadi sulfat yang tersedia bagi tanaman serta mikroba dekomposer yang dapat mempercepat dekomposisi bahan organik sehingga unsur hara cepat tersedia.

Menurut Hesse (1984) dekomposisi bahan organik secara lambat akan melepaskan CO2 secara langsung akan berguna untuk fotosintesis tanaman padi,

melepaskan bentuk ikatan P yang membentuk kompleks senyawa Fe dan Mn, membentuk CH4 yang terlibat dalam pengendalian patogen dan menghasilkan

(14)

Jerami Padi

Menurut Ponnamperuma (1984) jerami padi adalah semua bahan hijauan padi di luar biji yang dihasilkan tanaman padi. Jerami padi dimanfaatkan oleh petani sebagai pupuk organik atau sebagai pengganti pupuk anorganik. Selain itu jerami padi merupakan bahan organik yang potensial ketersediaannya bagi usaha tani padi sawah. Hal ini disebabkan karena jerami padi merupakan bahan organik yang mudah dan ekonomis untuk dikembalikan ke lahan sawah.

Dekomposisi jerami merupakan faktor penting untuk pengembalian nutrisi dan pemelihara kesuburan tanah. Saint dan Broadbent (1977) menyatakan bahwa proses dekomposisi jerami dengan cara dibenamkan ke tanah lebih cepat dibandingkan dengan cara disebarkan di permukaan tanah pada saat musim hujan. Dekomposisi jerami berjalan cukup cepat pada lahan sawah yang memiliki drainase sedang dan dilakukan pengolahan tanah secara intensif.

Menurut Hardjowigeno (1987) dan Flinn dan Marciano (1984) menyatakan bahwa pemberian jerami 5.0 ton/ha dapat menghemat pemakaian pupuk KCl sebesar 100 kg/ha. Ponnamperuma (1984) dalam penelitiannya menyatakan bahwa jerami padi mengandung sekitar 0.6% N, 0.1% P, 0.1% S, 1.5% K, 5 % Si, dan 40% C. Lebih lanjut Sukirno (2002) menyatakan dalam 6 ton jerami terkandung 72 kg Nitrogen, 12 kg Fosfor, 140 kg Kalium, 22 kg Kalsium, 12 kg Magnesium, dan 38 kg Mangan. Jerami tersedia di lahan sawah secara langsung dalam jumlah berkisar antara 2-10 ton/ha, sehingga jerami cocok sebagai sumber nutrisi padi sawah.

Arafah dan Sirappa (2003) menyatakan bahwa nutrisi dari mineral yang terkandung dalam jerami setelah dipanen tergantung dari tanah, kualitas air irigasi, jumlah pupuk yang diberikan, species asal jerami dan musim tanam. Jerami secara tidak langsung menjadi sumber N dan C sebagai substrat untuk metabolisme biologi termasuk sintesis gula, pati, selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, lemak, dan protein. Kumazawa (1984) menyatakan bahwa jerami kering mengandung 40% C. Lebih lanjut Ponnamperuma (1984) menyatakan bahwa 1/3 N total tanaman padi diperoleh dari jerami sehingga kebutuhan pupuk N bisa digantikan dengan pengembalian jerami ke lahan sawah.

Pembakaran jerami 5 ton/ha jerami pada areal pertanian menyebabkan kehilangan 45 kg N, 2 kg P, 25 kg K dan 2 kg S di dalam atmosfer (Yamagata,

(15)

1998). Pada percobaan jangka panjang mengindikasikan bahwa aplikasi jerami pada lahan sawah menyebabkan penambahan C, N, P, K dan Si organik. Penggunaan jerami dengan tidak membakar dapat meningkatkan hasil 0.4 ton/ha tiap musim dan meningkatkan kesuburan tanah.

(16)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan IPB Babakan Sawah Baru Dramaga, Bogor. Analisis jerami padi, analisis tanah, analisis kompos jerami, dan analisis pupuk anorganik dilakukan di laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber daya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2007 – Januari 2008.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan terdiri atas benih padi varietas Way Apo Buru, pupuk urea, SP-36, dan KCl. Bahan lain yang digunakan adalah jerami padi yang digunakan sebagai kompos, EM4, furadan pestisida curacron secara terbatas apabila diperlukan. Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat alat-alat budidaya pertanian, timbangan analitik, alat tulis, dan kantong plastik.

Metode

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Perlakuan pada percobaan ini adalah manajemen jerami, terdiri dari delapan perlakuan, yaitu :

1. P0 : Tanpa aplikasi jerami dan pupuk anorganik 2. P1 : Kompos jerami

3. P2 : Jerami

4. P3 : Jerami + 1 dosis pupuk anorganik

5. P4 : Kompos jerami + 1 dosis pupuk anorganik 6. P5 : Pupuk anorganik

7. P6 : Kompos jerami + ½ dosis pupuk anorganik 8. P7 : Jerami + ½ dosis pupuk anorganik

Dosis rekomendasi pemupukan adalah pupuk urea 250 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha. Dalam percobaan ini terdapat 24 satuan percobaan dengan satu satuan percobaan berupa petak dengan luas 25 m2.

(17)

Model linier yang digunakan pada percobaan ini adalah:

Yij =

µ

+

α

i +

β

j +

ε

ij

Dengan keterangan:

Yij = Pengamatan perlakuan dari manajemen jerami ke-i dan kelompok ke-j

µ

= Rataan umum

α

i = Pengaruh perlakuan ke-i

β

j = Pengaruh kelompok ke-j

ε

ij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j i = 1,2, ... t = 1,2, ...r

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan yang diuji dilakukan analisis sidik ragam, jikan hasilnya menunjukkan pengaruh nyata dilakukan uji lanjut

Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

Pelaksanaan

Petakan yang digunakan pada setiap percobaan berukuran 25 m2 pada lahan sawah irigasi. Percobaan diawali dengan pembuatan kompos. Pembuatan kompos menggunakan jerami dengan kebutuhan jerami 7 ton/ha kemudian menggunakan EM 4 dengan dosis 2 liter/ton jerami dengan konsentrasi 8 – 10 ml/10 liter air. Kondisi fisik yang harus dijaga adalah kandungan air. Diusahakan agar kandungan air sekitar 40-50% dengan suhu sekitar 40-50ºC. Setiap minggu tumpukan kompos dibalik agar suhu tidak terlalu tinggi dan sirkulasi udara ke bagian tengah kompos menjadi lancar. Proses pengomposan jerami berlangsung selama 30 hari atau sampai kompos telah matang dan siap pakai. Ciri-ciri kompos jerami yang telah siap dipakai adalah jerami telah mengalami pembusukan oleh mikroorganisme, suhu kompos menjadi dingin, dan warna jerami menjadi hitam kecoklatan serta hancur. Analisis jerami dilakukan sebelum dan setelah pengomposan.

Persiapan tanam meliputi kegiatan pengolahan tanah, pemberian jerami dan kompos jerami serta persemaian benih padi. Pengaplikasian jerami dan kompos jerami dilakukan pada saat pengolahan tanah yaitu pada saat 2 minggu sebelum tanam. Sebelum disemai, benih direndam satu malam di dalam air agar benih mengalami imbibisi dan berkecambah secara serentak. Selanjutnya benih diperam

(18)

selama dua hari sehingga benih mulai berkecambah dan disemai pada lahan persemaian yang telah dipersiapkan. Bibit dipindah tanam ke lahan sawah dengan jarak tanam legowo 2 : 1 (15 cm x 10 cm x30 cm) pada umur 14 hari. Tiap lubang ditanam satu bibit. Penyulaman dilakukan 1 Minggu Setelah Tanam (MST) dengan bibit yang umurnya sama. Penyiangan dan pengendalian gulma dilakukan pada 4 MST hingga 8 MST. Pemupukan diaplikasikan sesuai dengan perlakuan. Dosis rekomendasi pupuk adalah urea 250 kg/ha, KCl 100 kg/ha,dan SP-36 100 kg/ha. Pupuk urea diaplikasikan dua kali yaitu pada saat pindah bibit dan pada saat 7 MST atau pada saat anakan mencapai maksimum. Pupuk KCl dan SP-36 diaplikasikan pada saat tanam.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap setiap petakan dengan masing-masing sepuluh tanaman contoh dan bergantung pada peubah yang diamati. Adapun peubah yang diamati adalah sebagai berikut:

1. Analisis kandungan hara jerami (C-organik, N, P, K) yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum dan setelah pengomposan.

2. Analisis hara tanah (C-organik, pH, N, P, K) pada petak perlakuan kontrol, perlakuan kompos, perlakuan jerami, perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik, perlakuan kompos + 1 dosis pupuk anorganik, dan perlakuan pupuk anorganik yang dilakukan dua kali yaitu sebelum perlakuan dan sesudah percobaan.

3. Tinggi tanaman, yang dihitung dari permukaan tanah sampai ujung daun terpanjang sejak 3 MST sampai keluar malai (heading)

4. Jumlah anakan, yang dihitung sejak 3 MST sampai keluar malai (heading) 5. Skala Bagan warna daun yang diamati setiap minggu dimulai sejak 3 MST

sampai keluar malai (heading)

6. Hasil dan komponen hasil. Peubah yang diamati dari setiap petak dengan 10 tanaman contoh adalah jumlah anakan produktif, hasil ubinan, dan bobot 1000 butir serta pengamatan panjang malai dan jumlah gabah per malai pada saat panen

(19)

7. Efisiensi agronomi dapat diukur dengan:

Hasil (kg gabah pada petak perlakuan) – Hasil (kg gabah pada petak tanpa perlakuan) x 100%

Hasil (kg gabah pada perlakuan pupuk anorganik) - Hasil (kg gabah pada petak tanpa perlakuan)

8. Persen peningkatan hasil dapat diukur dengan:

Hasil (kg gabah pada petak perlakuan) – Hasil (kg gabah pada petak tanpa perlakuan) x 100%

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Percobaan

Percobaan dilakukan di kebun percobaan Babakan Sawah Baru Darmaga, Bogor. Tanah di lahan percobaan merupakan jenis tanah latosol dengan pH 5.5-5.8. Curah hujan bulanan di kebun percobaan dari bulan September – Desember 2007 berkisar 205-476 mm/bulan. Berdasar klasifikasi Oldeman, tanaman padi sawah memerlukan curah hujan bulanan sekitar 200 mm/bulan (Handoko, 1995). Dengan demikian curah hujan tersebut cukup untuk pertumbuhan tanaman. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember 2007 mencapai 476 mm/bulan (Tabel Lampiran 1). Suhu rata-rata bulanan mencapai 26.85°C. Rata-rata jumlah hari hujan selama bulan Agustus-Desember 2007 adalah 20 hari hujan.

Bibit yang ditanam berumur 14 Hari Setelah Semai (HSS) dengan 1 bibit per lubang. Pada saat 1-2 MST, bibit berada pada tahap pemulihan atau adaptasi terhadap lingkungan tumbuhnya. Penyulaman dilakukan pada 1 MST. Pada saat 3 MST, bibit sudah tumbuh normal ditandai dengan tajuk berwarna hijau, muncul anakan dan perakaran mulai berkembang.

Secara umum pertumbuhan tanaman setelah pindah tanam cukup baik. Hama yang menyerang sejak pindah tanam bibit hingga panen adalah hama keong mas, walang sangit, dan burung. Intensitas serangan hama keong mas (Pomacea

canaliculata) kurang lebih 10% sehingga perlu dilakukan penyulaman supaya

diperoleh populasi tanaman yang cukup. Upaya untuk mengatasi serangan hama ini dilakukan dengan cara pengeringan petakan sementara dan pemungutan keong serta telur keong secara manual ke luar petakan. Keong mas merusak tanaman dengan cara memarut jaringan tanaman dan memakannya (Hasanuddin, 2003). Hama keong mas hanya mengganggu pada stadia bibit. Selanjutnya hama ini tidak mempengaruhi pertumbuhan karena laju pertumbuhan tanaman lebih besar dari laju kerusakan oleh keong mas.

Hama lain yang menyerang antara lain walang sangit (Leptocorisa

oratorius). Walang sangit menyerang tanaman padi pada fase pemasakan awal.

Hama ini menyerang atau merusak bulir padi dengan menghisap cairan bulir padi. Akan tetapi serangan walang sangit tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pada fase pemasakan lanjut terjadi serangan hama burung. Burung

(21)

memakan langsung bulir padi yang sedang menguning. Adanya serangan hama-hama tersebut tidak sampai menurunkan hasil yang berarti (intensitas hanya < 5%).

Pertumbuhan gulma di lahan percobaan cukup mengganggu pertumbuhan tanaman. Gulma yang banyak terdapat di lahan percobaan antara lain Echinocloa cruss-galli dan Fimbristylis miliacea. Oleh karena itu pengendalian gulma secara manual dilakukan secara intensif sejak 3 MST. Panen dilakukan pada saat masak fisiologis yang ditandai dengan 90% malai berwarna kuning atau apabila diremas gabah telah rontok sekitar 30% atau kadar air gabah sekitar 25%.

Rekapitulasi Sidik Ragam

Berdasarkan hasil uji F diperoleh bahwa aplikasi bahan organik atau manajemen jerami pada berbagai perlakuan berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada 3-8 MST serta pada saat panen, jumlah anakan produktif, bagan warna daun pada 3 MST, 7 MST dan 8 MST. Selain itu perlakuan juga berpengaruh pada hasil dan komponen hasil yaitu panjang malai, hasil gabah basah/rumpun, hasil gabah kering/rumpun, bobot basah jerami/rumpun, bobot kering jerami/rumpun, hasil basah dan hasil kering ubinan serta dugaan hasil/ha yaitu gabah kering panen dan gabah kering giling. Secara rinci rekapitulasi hasil analisis sidik ragam disajikan pada Tabel Lampiran 3.

Kandungan Hara Bahan Organik

Jerami merupakan bahan organik yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil analisis jerami (Tabel 1.) menunjukkan bahwa kandungan C-organik berkisar 54%-55%, nitrogen 0.78%-0.84%, fosfor 0.17%-0.21%, kalium 0.30-0.32% dan nisbah C/N berkisar 65.62%-70.21%. Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000) jerami padi memiliki kandungan hara N berkisar 0.5%-0.8%, P berkisar 0.07%-0.12%, dan K berkisar 1.2%-1.7%. Sedangkan nisbah C/N jerami padi adalah 80% (Miller, 2000). Dengan demikian kandungan hara pada jerami tersebut tergolong tinggi.

(22)

C N P K Contoh ……….%... C/N Ratio 1 54.76 0.78 0.18 0.30 70.21 2 55.12 0.84 0.17 0.30 65.62 3 54.83 0.82 0.21 0.32 66.86

Dalam penelitian ini jerami juga diaplikasikan dalam bentuk kompos. Hasil analisis kompos menunjukkan bahwa kandungan C-organik mencapai 30%-33%, nitrogen 1%, fosfor 0.1%, kalium 0.3%-0.6% dan nisbah C/N mencapai 25%-29% (Tabel 2). Nisbah C/N kompos lebih rendah dari nisbah C/N jerami. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fiksasi nitrogen.

Tabel 2. Hasil Analisis Kandungan Hara Kompos Jerami

C N P K Contoh ……….%... C/N Ratio 1 30.00 1.02 0.10 0.32 29.41 2 31.81 1.18 0.12 0.54 26.96 3 33.84 1.35 0.15 0.62 25.07

Kandungan Hara Tanah

Analisis kandungan hara dilakukan dengan pengambilan contoh tanah pada setiap petak perlakuan. Analisis tanah yang dilakukan meliputi pH, C-organik, N-total, K, dan P. Hasil analisis tanah selengkapnya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Tanah

pH H2O C-Organik (%) N-Total (%) P Bray 1 (ppm) K (me/100g) Perlakuan

Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir P0 5.57 5.53b 2.24d 1.22c 0.14e 0.10c 2.73f 2.43c 0.31b 0.11b P1 5.53 5.66ab 3.27c 1.67b 0.19d 0.13b 4c 6.13a 0.31a 0.24ab P2 5.63 5.83a 3.59b 1.67b 0.19cd 0.13b 3.37e 4.26b 0.41b 0.35a P3 5.63 5.76a 3.95a 1.18c 0.23b 0.10c 4.87b 3.30c 0.35b 0.22ab P4 5.57 5.76a 3.67b 2.18a 0.20c 0.15a 3.7d 4.80b 0.34b 0.26ab P5 5.57 5.83a 4.10a 1.09c 0.24a 0.09c 5.37a 3.26c 0.33b 0.13ab

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%

P0 = tanpa perlakuan P3 = Jerami+pupuk

P1 = Kompos P4 = Kompos+pupuk

(23)

Berdasarkan kriteria PPT dalam Mutmainah (2006), kriteria sifat kimia tanah pada awal percobaan, kandungan C-organik tergolong tinggi sedangkan kandungan N-total, P, dan K tergolong rendah (Tabel Lampiran 2.). Hal tersebut dapat diduga bahwa pada tanah percobaan masih mengandung unsur hara yang berasal dari percobaan organik sebelumnya. Lahan percobaan merupakan lahan yang telah diaplikasikan bahan organik selama kurang lebih empat tahun (merupakan musim tanam ke-9). Hasil analisis tanah pada awal percobaan berbeda nyata kecuali pada nilai pH. Hasil analisis tanah diakhir percobaan juga berbeda nyata pada setiap perlakuan. Sementara itu selisih pada masing-masing parameter analisis tanah juga berbeda nyata.

Tabel 4. Selisih Kandungan Hara Tanah

Perlakuan pH C-organik (%) N-total (%) P Bray 1 (ppm) K (me/100g) Tanpa Perlakuan 0.04b (-) 1.02c (-) 0.04b (-) 0.30c (-) 0.20ab (-)

Kompos 0.13ab (+) 1.60b (-) 0.06b (-) 2.13a (+) 0.07c (-)

Jerami 0.20ab (+) 1.92b (-) 0.06b (-) 0.89abc (+) 0.06a (-) Jerami + pupuk 0.13ab (+) 2.77a (-) 0.13a (-) 1.57bc (-) 0.13ab (-) Kompos + pupuk 0.19ab (+) 1.49bc (-) 0.05b (-) 1.10ab (+) 0.08bc (-) Pupuk anorganik 0.26a (+) 3.01a (-) 0.15a (-) 2.11a (-) 0.20ab (-)

Sumber : Hasil Analisis dari Laboratorium Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB.

(+) : peningkatan (-) : penurunan

Pada Tabel 4. menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pH (kecuali kontrol) akibat aplikasi bahan organik. Selain itu juga terjadi penurunan C-organik, N-total dan K. Aplikasi bahan organik berupa jerami dan kompos terlihat tidak meningkatkan kandungan C, N, dan K tanah. Sementara itu, kandungan P mengalami fluktuasi.

Peningkatan pH pada aplikasi bahan organik serta kombinasi dengan pupuk cenderung lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja (Gambar 1.).

(24)

pH Tanah 5.2 5.4 5.6 5.8 6

kontrol kompos jerami jerami+pupuk kompos+pupuk pupuk

perlakuan p H t a n a h awal akhir

Gambar 1. Pengaruh Perlakuan Jerami Terhadap pH Tanah

Pada Gambar 2. menunjukkan bahwa kandungan C-organik tanah mengalami penurunan pada masing-masing perlakuan. Pada perlakuan dengan aplikasi bahan organik baik jerami maupun kompos menunjukkan penurunan yang lebih kecil dibandingkan dengan pada perlakuan pupuk anorganik saja. Akan tetapi penurunan kandungan C-organik pada perlakuan jerami + pupuk lebih tinggi dibandingkan dengan aplikasi kompos.

Karbon berperan dalam pembentukan energi pada tanaman. Tanaman memperoleh karbon dari hasil dekomposisi bahan organik maupun berasal dari tanah. Selama proses dekomposisi jerami pada perlakuan jerami + pupuk, karbon lebih cepat hilang dibandingkan nitrogen, sehingga selain pemakaian oleh tanaman, karbon juga hilang pada saat proses dekomposisi bahan organik.

Kandungan C-organik tanah

0 2 4 6

kontrol kompos jerami jerami+pupuk kompos+pupuk pupuk perlakuan k a n d u n g a n C -o rg a n ik ( % ) awal akhir

Gambar 2. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Kandungan C-organik Tanah

Pada perlakuan bahan organik terjadi penurunan kadar N-total. Dari Gambar 3. memperlihatkan penurunan tertinggi terjadi pada perlakuan pupuk anorganik saja yaitu 0.15% dan perlakuan jerami dan pupuk sebesar 0.13%. Aplikasi bahan organik baik kompos atau jerami saja menunjukkan penurunan kandungan N-total tanah lebih rendah dibandingkan dengan aplikasi bahan organik dengan penambahan pupuk.

(25)

Kndungan Nitrogen Tanah

0 0.1 0.2 0.3

kontrol kompos jerami jerami+pupuk kompos+pupuk pupuk

perlakuan k a n d u n g a n n it ro g e n ( % ) awal akhir

Gambar 3. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Kandungan Nitrogen Tanah

Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa kandungan fosfor meningkat kecuali pada perlakuan kontrol, jerami dan pupuk serta pupuk anorganik saja (Gambar 4). Pada perlakuan jerami dan pupuk serta pupuk anorganik saja menunjukkan penurunan kandungan P. Penurunan kandungan fosfor pada perlakuan jerami dan pupuk anorganik lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja.

Kandungan Fosfor Tanah

0 2 4 6 8

kontrol kompos jerami jerami+pupuk kompos+pupuk pupuk

perlakuan k a n d u n g a n f o s fo r (p p m ) awal akhir

Gambar 4. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Kandungan Fosfor Tanah

Peningkatan kandungan fosfor tertinggi di akhir percobaan terjadi pada perlakuan kompos yaitu sebesar 2.13 ppm. Peningkatan kandungan fosfor pada perlakuan kompos saja lebih besar dibandingkan dengan perlakuan kompos dengan penambahan pupuk anorganik. Dengan demikian adanya aplikasi bahan organik menunjukkan penurunan yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja.

Kandungan kalium pada semua petak perlakuan mengalami penurunan (Gambar 5.). Penurunan Kalium tertinggi terjadi pada perlakuan kontrol dan pupuk anorganik saja. Sedangkan penurunan kalium terendah pada akhir percobaan terjadi pada perlakuan jerami. Aplikasi bahan organik baik kompos atau jerami saja menunjukkan penurunan kalium lebih kecil bila dibandingkan dengan aplikasi bahan

(26)

organik dengan penambahan pupuk serta lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja. Pada akhir percobaan kandungan kalium tersedia di dalam tanah pada aplikasi bahan organik (jerami dan kompos) baik dengan penambahan pupuk anorganik maupun tanpa penambahan pupuk anorganik lebih tinggi daripada perlakuan pupuk anorganik saja.

kandungan Kalium Tanah

0 0.2 0.4 0.6

kontrol kompos jerami jerami+pupuk kompos+pupuk pupuk perlakuan k a n d u n g a n K (m e /1 0 0 g ) awal akhir

Gambar 5. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Kandungan Kalium Tanah

Pertumbuhan Tanaman Tinggi Tanaman

Pengaruh perlakuan manajemen jerami terhadap tinggi tanaman terlihat sejak awal pengamatan (3 MST) hingga pada saat panen. Secara rinci pengaruh perlakuan manajemen jerami terhadap rata-rata tinggi tanaman disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman Padi Sawah Umur Tanaman (MST) Perlakuan 3 4 5 6 7 8 Panen ...cm... Kontrol 30.2d 41.8c 49.8b 57.0b 63.4c 66.6c 80.9b

Kompos jerami 34.8ab 46.2ab 56.9ab 62.9b 69.3bc 73.3b 88.3ab

Jerami 33.3bc 45.6abc 54.5ab 62.1b 68.2bc 71.3bc 87.0ab

Jerami + Pupuk

anorganik

32.2c 46.2ab 72.5a 62.7b 72.2b 76.1b 90.4ab

Kompos + Pupuk

anorganik

35.4a 48.5a 59.4ab 69.7a 79.7a 83.8a 92.8a

Pupuk Anorganik 33.3bc 46.1ab 53.8ab 63.4b 71.0b 74.7a 89.0ab

Kompos + anorganik ½ dosis

32.8c 45.1abc 53.4ab 60.5b 67.5bc 71.9bc 89.9ab

Jerami + anorganik ½ dosis

32.1c 42.7bc 50.9b 57.2b 65.7ab 69.9bc 85.7b

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%

(27)

Pada saat panen, perlakuan kompos jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan tinggi tanaman tertinggi dan nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan perlakuan jerami + ½ dosis pupuk anorganik. Walaupun demikian, tinggi tanaman pada perlakuan kompos + 1 dosis pupuk anorganik tersebut tidak berbeda dengan perlakuan kompos jerami, jerami ataupun dengan perlakuan pupuk anorganik secara sendiri-sendiri

Jumlah Anakan

Perlakuan manajemen jerami tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan tanaman padi sejak 3 MST hingga 8 MST. Pengaruh perlakuan manajemen jerami terhadap jumlah anakan disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Jumlah Anakan Padi Sawah Umur Tanaman (MST) Perlakuan 3 4 5 6 7 8 ...Batang... Kontrol 6.43 14.80 18.56 17.20 12.60 13.13 Kompos jerami 8.20 15.90 23.06 28.00 17.83 15.96 Jerami 8.96 18.20 22.96 21.76 14.93 22.83 Jerami + Pupuk anorganik 7.70 18.20 25.00 26.30 19.16 17.20 Kompos + Pupuk anorganik 9.66 16.90 21.36 23.96 19.60 23.53 Pupuk Anorganik 8.56 21.00 19.13 23.13 15.10 14.90 Kompos + anorganik ½ dosis 6.03 13.70 15.90 18.26 14.66 12.63 Jerami + anorganik ½ dosis 5.70 13.63 17.96 19.46 14.16 12.86

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%

Perlakuan kompos + 1 dosis pupuk anorganik cenderung memiliki jumlah anakan yang terbanyak dan lebih banyak dibandingkan perlakuan kontrol sedangkan perlakuan kompos + ½ dosis pupuk anorganik menghasilkan jumlah anakan yang terendah pada 8 MST.

(28)

Bagan Warna Daun

Nilai rata-rata pengaruh perlakuan manajemen jerami terhadap skala bagan warna daun disajikan pada Tabel 7. Pada tabel tersebut, perlakuan manajemen jerami berpengaruh terhadap bagan warna daun pada saat tanaman berumur 3 MST, 7 MST, dan 8 MST.

Pada 3 MST, perlakuan kompos + 1 dosis pupuk anorganik, kompos + ½ dosis pupuk anorganik serta jerami + ½ dosis pupuk anorganik menghasilkan bagan warna daun dengan skala terbesar dan lebih besar bila dibandingkan dengan kontrol. Walaupun demikian, ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda dengan perlakuan lain. Pada 7 MST dan 8 MST, perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan skala pembacaan bagan warna daun terbesar bila dibandingkan dengan kontrol tetapi tidak berbeda dengan perlakuan lain. Perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan skala bagan warna daun tertinggi yaitu mencapai skala 4 pada 8 MST.

Tabel 7. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Warna Daun Padi Sawah

Umur Tanaman (MST) Perlakuan

3 4 5 6 7 8

Kontrol 2.5b 3.26 3.53 3.36 3.2b 2.9b Kompos jerami 2.7ab 3.33 4.86 3.33 3.3ab 3.8ab Jerami 2.7ab 3.36 3.30 3.26 3.3ab 3.8ab Jerami + Pupuk

anorganik

2.7ab 3.40 3.60 3.46 3.6a 4.0a Kompos + Pupuk

anorganik

2.8a 3.30 3.76 3.50 3.5ab 4.0ab Pupuk Anorganik 2.7ab 3.26 3.66 3.60 3.4ab 3.9ab Kompos + anorganik

½ dosis

2.8a 3.26 3.40 3.56 3.3ab 4.0ab Jerami + anorganik ½

dosis

2.8a 3.03 3.40 3.30 3.2ab 3.9ab

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%

Lebih lanjut perlakuan pupuk anorganik saja menghasilkan skala bagan warna daun terbesar jika dibandingkan dengan perlakuan jerami saja atau kompos jerami saja. Di sisi lain, perlakuan kombinasi bahan organik dengan 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan skala bagan warna daun yang lebih besar jika dibandingkan dengan kombinasi bahan organik dan ½ dosis pupuk anorganik.

(29)

Hasil dan Komponen Hasil

Jumlah Anakan Produktif, Panjang Malai, Jumlah Gabah/malai, dan Bobot 1000 butir

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan manajemen jerami berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif tanaman padi. Secara rinci pengaruh perlakuan manajemen jerami terhadap jumlah anakan produktif disajikan pada Tabel 8.

Perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan jumlah anakan produktif terbanyak dan lebih banyak jika dibandingkan dengan kontrol, tetapi tidak berbeda dengan perlakuan yang lain. Perlakuan jerami saja menghasilkan jumlah anakan produktif yang lebih banyak jika dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja maupun perlakuan kompos jerami saja.

Tabel 8. Persentase Jumlah Anakan Produktif

Perlakuan Jumlah Anakan Jumlah Anakan Produktif Persentase Jumlah Anakan Produktif Kontrol 13.13 8.6b 65.49%

Kompos jerami 15.96 9.7ab 60.77%

Jerami 22.83 10.3ab 45.11% Jerami + Pupuk anorganik 17.20 14.7a 85.46% Kompos + Pupuk anorganik 15.53 10.6ab 68.25% Pupuk Anorganik 14.90 9.9ab 66.44% Kompos + anorganik ½ dosis 12.63 10.1ab 79.96% Jerami + anorganik ½ dosis 12.86 10.0ab 77.76%

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%

Dengan demikian, perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan persentase jumlah anakan yang terbesar dan nyata lebih besar jika dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan jerami saja menghasilkan persentase anakan yang terendah. Perlakuan pupuk anorganik saja menghasilkan persentase jumlah anakan produktif yang lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan bahan organik saja baik jerami atau kompos jerami. Selain itu adanya kombinasi perlakuan bahan

(30)

organik dengan pupuk anorganik menghasilkan persentase jumlah anakan yang lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan bahan organik saja.

Perlakuan manajemen jerami berpengaruh terhadap salah satu komponen hasil padi yaitu panjang malai. Pengaruh perlakuan manajemen jerami terhadap komponen hasil padi disajikan pada Tabel 9. Perlakuan jerami serta perlakuan kompos jerami saja menghasilkan panjang malai yang terpanjang dan lebih panjang jika dibandingkan dengan kontrol. Walaupun demikian, panjang malai perlakuan jerami serta kompos jerami tidak berbeda dengan perlakuan yang lain. Perlakuan bahan organik baik jerami maupun kompos jerami saja menghasilkan panjang malai yang lebih panjang jika dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja. Perlakuan manajemen jerami tidak berpengaruh terhadap jumlah gabah/malai serta bobot 1000 butir gabah.

Tabel 9. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Komponen Hasil Padi Sawah

Perlakuan Panjang Malai

(cm) Jumlah gabah/Malai Bobot 1000 butir (g) Kontrol 21.6b 92.50 29.70

Kompos jerami 24.9a 117.20 31.36

Jerami 25.5a 118.97 34.53 Jerami + Pupuk anorganik 23.6ab 115.67 34.10 Kompos + Pupuk anorganik 24.4ab 119.27 30.06

Pupuk Anorganik 23.8ab 105.70 30.03

Kompos + anorganik ½ dosis 23.3ab 105.03 35.00 Jerami + anorganik ½ dosis 24.0ab 102.40 30.60

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%

Bobot Jerami/Rumpun, Bobot Gabah, Bobot Ubinan dan Dugaan Hasil per Ha

Pengaruh perlakuan manajemen jerami terlihat pada peubah bobot basah dan bobot kering jerami/rumpun padi. Secara rinci pengaruh perlakuan manajemen jerami disajikan pada Tabel 10. Perlakuan kompos jerami menghasilkan jerami/rumpun serta hasil kering/rumpun yang terbesar dan lebih besar dibandingkan dengan perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik serta perlakuan kompos + ½

(31)

dosis pupuk anorganik. Walaupun demikian perlakuan kompos jerami tidak berbeda dengan perlakuan kontrol, jerami, kompos + 1 dosis pupuk aborganik, pupuk anorganik, serta jerami + ½ dosis pupuk anorganik.

Tabel 10. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Jerami/Rumpun Padi Sawah

Jerami/Rumpun Perlakuan

Bobot Basah Bobot Kering ...g...

Kontrol 49.17abc 18.6abc

Kompos jerami 84.17a 28.07a

Jerami 73.33ab 24.82ab

Jerami + Pupuk anorganik 20.00c 15.55c Kompos + Pupuk anorganik 48.33abc 17.3abc

Pupuk Anorganik 69.17ab 25.33ab

Kompos + anorganik ½ dosis 40.33bc 12.63bc Jerami + anorganik ½ dosis 61.67ab 19.3abc

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%

Perlakuan bahan organik baik jerami maupun kompos jerami saja menghasilkan bobot hasil/rumpun tanaman yang lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja. Lebih lanjut perlakuan bahan organik saja menghasilkan bobot hasil/rumpun tanaman lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan kombinasi dengan pupuk anorganik baik 1 dosis penuh maupun ½ dosis.

Rata-rata bobot basah dan bobot kering gabah per rumpun tanaman disajikan pada Tabel 11. Pada tabel tersebut terlihat bahwa perlakuan manajemen jerami berpengaruh terhadap bobot gabah per rumpun. Perlakuan pupuk anorganik menghasilkan bobot basah gabah tertinggi dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol tetapi tidak berbeda dengan perlakuan lain. Lebih lanjut perlakuan pupuk anorganik dan perlakuan kompos jerami menghasilkan bobot kering gabah yang tertinggi dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol tetapi tidak berbeda dengan perlakuan lain.

(32)

Tabel 11. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Bobot Gabah/Rumpun

Bobot Gabah/rumpun Perlakuan

Bobot Basah Bobot Kering

...g...

Kontrol 188.03b 161.47b

Kompos jerami 336.23ab 292.20a

Jerami 334.87ab 252.40ab

Jerami + Pupuk anorganik 306.57ab 252.80ab

Kompos + Pupuk anorganik 247.23ab 191.13ab

Pupuk Anorganik 360.10a 293.40a

Kompos + anorganik ½ dosis 242.63ab 197.07ab

Jerami + anorganik ½ dosis 292.07ab 227.57ab

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%

Pada Tabel 12. terlihat bahwa perlakuan manejemen jerami berpengaruh terhadap bobot basah dan kering ubinan serta dugaan hasil per hektar yang dinyatakan dengan Gabah Kering Panen (GKP) dan (GKG). Perlakuan jerami saja dan perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan hasil ubinan yang tertinggi dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol. Seperti halnya hasil ubinan, perlakuan jerami saja dan perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan dugaan hasil per ha yang tertinggi dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol. Akan tetapi kedua perlakuan tersebut tidak berbeda dengan perlakuan lainnya.

Perlakuan jerami saja menghasilkan hasil ubinan serta dugaan hasil per hektar yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan kompos saja dan perlakuan pupuk anorganik saja. Walaupun demikian hasil yang diperoleh dari perlakuan jerami saja tidak berbeda dengan perlakuan kombinasi jerami dengan pupuk anorganik.

(33)

Tabel 12. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Hasil Ubinan dan Dugaan Hasil per Ha Padi Sawah

Hasil Ubinan Dugaan Hasil per Ha

Perlakuan Bobot Basah Bobot Kering GKP GKG ...kg... Kontrol 2.36b 1.86b 3786.7b 2986.7b

Kompos jerami 2.80ab 2.30ab 4480.0ab 3680.0ab

Jerami 3.30a 2.46a 5280.0a 3946.7a

Jerami + Pupuk

anorganik 3.26a 2.83a 5226.7a 4533.3a

Kompos + Pupuk

anorganik 2.90ab 2.33ab 4640.0ab 3733.3ab Pupuk Anorganik 2.76ab 2.43ab 4426.7ab 3893.3ab Kompos + anorganik ½

dosis 2.70ab 2.30ab 4320.0ab 3680.0ab

Jerami + anorganik ½

dosis 3.06ab 2.43ab 4906.7ab 3893.3ab

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%

Persen peningkatan hasil menunjukkan tingkat peningkatan hasil pada petak perlakuan jika dibandingkan dengan kontrol. Persen peningkatan hasil padi disajikan pada Tabel 13. Berdasarkan tabel tersebut, perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan persen peningkatan hasil berupa GKP dan GKG tertinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lain.

Tabel 13. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Persen Peningkatan Hasil

Peningkatan Hasil (%)

Perlakuan GKP GKG

Kompos jerami 18.31 23.21

Jerami 38.03 32.14

Jerami + Pupuk anorganik 39.44 51.78

Kompos + Pupuk anorganik 22.53 25.00

Pupuk Anorganik 29.90 30.35

Kompos + anorganik ½ dosis 16.08 23.21

Jerami + anorganik ½ dosis 29.58 30.35

Sementara itu, perlakuan kompos + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan persen peningkatan hasil yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan

(34)

kompos saja maupun perlakuan kompos + ½ dosis pupuk anorganik. Akan tetapi, perlakuan pupuk anorganik menghasilkan persen peningkatan hasil yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan kompos, perlakuan kompos + 1 dosis organik, dan perlakuan kompos + ½ dosis pupuk anorganik.

Efektivitas Agronomi

Efektifitas agronomi relatif menunjukkan tingkat efektifitas dari perlakuan bahan organik terhadap perlakuan pupuk anorganik dan perlakuan kontrol. Nilai efektivitas agronomi masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 9. Pada tabel tersebut terlihat bahwa perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan efektivitas agronomi tertinggi yaitu 107.59%.

Tabel 14. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Efektifitas Agronomi

Perlakuan Efektivitas Agronomi

Relatif (%)

Kompos jerami 76.47

Jerami 105.89

Jerami + Pupuk anorganik 107.59

Kompos + Pupuk anorganik 82.35

Pupuk Anorganik 0

Kompos + anorganik ½ dosis 76.47

Jerami + anorganik ½ dosis 100

Perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik lebih efektif secara agronomi jika dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik, perlakuan kompos, perlakuan kompos + 1 dosis pupuk anorganik, perlakuan kompos + ½ dosis pupuk anorganik. Perlakuan jerami + ½ dosis pupuk anorganik sama efektifnya dengan perlakuan pupuk anorganik.

Pembahasan

Bahan organik yaitu jerami memiliki kandungan hara yang cukup tinggi. Nisbah C/N jerami yang diaplikasikan berkisar 65.62%-70.21%. Umumnya jerami padi memiliki nisbah C/N 80% (Miller, 2000). Lebih lanjut Ponnamperuma (1984) menyatakan bahwa kandungan C-organik jerami mencapai 40%. Karbon berperan penting dalam pembentukan energi pada tanaman, sedangkan nitrogen berperan

(35)

dalam penbentukan jaringan tanaman (Miller,2000). Apabila bahan organik yang diaplikasikan memiliki nisbah C/N yang tinggi, maka akan mengakibatkan mikroba yang membantu proses dekomposisi akan kekurangan nitrogen sebagai sumber energinya. Sehingga mikroba akan mengambil nitrogen dari tanah dan mengakibatkan tanah mengalami defisiensi nitrogen. Miller (2000) menyatakan bahwa aplikasi bahan organik saat pengolahan tanah dengan nisbah C/N lebih dari 33% dapat mengakibatkan terjadinya pengikatan nitrogen. Pada nisbah 17%-33% jumlah nitrogen tetap atau tidak terjadi nitrifikasi, sedangkan bila nisbah kurang dari 17%, jumlah nitrogen akan menurun.

Aplikasi jerami terlihat tidak meningkatkan kandungan C, N-total dan K tanah. Hal tersebut mengindikasikan adanya imobilisasi N pada proses dekomposisi bahan organik. Tidak terjadinya peningkatan kadar C dan N tanah dengan penambahan bahan organik berupa jerami dan kompos karena apabila jerami atau kompos dibenamkan ke dalam sawah akan terbentuk pool C dan N tanah labil. Pool labil tersebut dalam bentuk MHA-N (Mobile Humic Acid-N) dan MHA-C dalam bentuk fase mikroba yang pada akhirnya akan menyediakan C dan N bagi tanaman (Sugiyanta, 2007). Pembenaman jerami dapat menyebabkan imobilisasi N mineral dan menurut Eagle et al. (2000) setelah tahun kedua efek residu jerami telah terlihat karena telah terjadi mineralisasi unsur N.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH tanah setelah aplikasi bahan organik mengalami peningkatan. Perlakuan pupuk anorganik saja menghasilkan peningkatan pH yang tertinggi yaitu sebesar 0.26. Bahan organik dapat meningkatkan pH tanah tetapi juga dapat menurunkan pH tanah, tergantung jenis tanah dan macam bahan organiknya. Ponnamperuma (1984) menyatakan manajemen jerami dapat meningkatkan pH sebagai akibat adanya proses kimia yang berlangsung di dalam tanah. Peningkatan pH terjadi pada saat kandungan Al dapat dipertukarkan (Al-dd) tanah tinggi, karena bahan organik dapat mengikat Al sebagai senyawa kompleks. Hal ini mengakibatkan Al tidak terhidrolisis.

Kehilangan N yang cenderung tinggi pada perlakuan jerami + pupuk anorganik dapat diakibatkan selain oleh pencucian, erosi, terangkut tanaman juga diduga akibat adanya imobilisasi N karena penggunaan unsur N oleh mikroba dalam proses dekomposisi bahan organik. Menurut Rao (1975) pada proses dekomposisi

(36)

bahan organik terjadi imobilisasi nitrogen. Laju imobilisasinya bergantung dari ciri mikroflora tanah, temperatur tanah, status pupuk N dan rasio C/N dari bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah. Selain itu fiksasi N oleh mikroba di dalam tanah merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuburan tanah sawah untuk jangka panjang.

Proses dekomposisi jerami yang cukup lama juga mengakibatkan pelepasan unsur nitrogen ke larutan tanah berlangsung lama. Setelah tahun kedua efek residu jerami terlihat karena telah terjadi mineralisasi N (Eagle et al., 2000). Lebih lanjut menurut Sugiyanta (2007) aplikasi bahan organik sampai dengan musim tanam kedua menyebabkan imobilisasi unsur hara N sehingga baik ketersediaan maupun kecukupan bagi tanaman rendah yang ditandai dengan penurunan N-total tanah. Akan tetapi pada musim tanam ketiga mineralisasi jerami sudah terlihat dapat menekan pengaruh imobilisasi N yang ditandai dengan meningkatnya ketersediaan unsur hara N. Sehingga hal tersebut dapat menjelaskan bahwa walaupun belum terlihat menambah akumulasi N dalam tanah, aplikasi bahan organik mampu meningkatkan ketersediaan N secara bertahap.

Peningkatan kandungan P pada perlakuan kompos, jerami serta kompos dan pupuk diduga karena pemberian bahan organik secara efektif bereaksi dengan Fe dan Al yang menyebabkan fiksasi fosfor dalam tanah menurun sehingga ketersediaan fosfor menjadi tinggi. Lebih lanjut Soepardi (1983) menyatakan bahwa fosfor di dalam tanah masam (pH tanah percobaan 5.5-5.8) mengalami pengendapan oleh ion Fe, Al, dan Mn; pengikatan oleh ion hidroksida; pengikatan oleh liat silikat sehingga pada tanah yang dipupuk P meninggalkan residu yang tinggi pada tanah. Sehingga dekomposisi bahan organik yang cepat dibarengi dengan meningkatnya populasi jasad mikro untuk sementara dapat menyebabkan fosfor diikat dalam tubuh jasad mikro.

Adanya aplikasi bahan organik menunjukkan penurunan fosfor yang lebih kecil daripada perlakuan pupuk anorganik saja. Hal tersebut menunjukkan bahwa aplikasi bahan organik saja baik kompos maupun jerami saja lebih konsisten terjadinya peningkatan akumulasi unsur P jika dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja. Berdasarkan hasil penelitian Sugiyanta (2007) kandungan fosfor tanah akan mengalami peningkatan sampai musim tanam kedua, kemudian

(37)

akan mengalami penurunan pada musim tanam ketiga. Dengan demikian, adanya perlakuan bahan organik dapat menghemat penggunaan fosfor oleh tanaman (Ponnanperuma, 1984). Dengan demikian hasil dekomposisi bahan organik berperan penting dalam menyediakan fosfor yang dapat tersedia bagi tanaman.

Penurunan kalium pada perlakuan manajemen jerami diduga disebabkan oleh adanya kehilangan kalium karena terangkut oleh tanaman, pencucian, dan erosi. Pencucian terjadi melalui air drainase dari tanah yang dipupuk berat dengan kalium dengan kadar kalium tinggi. Walaupun demikian, perlakuan dengan aplikasi bahan organik yaitu jerami atau kompos saja menghasilkan kandungan kalium yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja. Hal tersebut menunjukkan bahwa dekomposisi jerami mendorong peningkatan ketersediaan kadar K tanah. Pembenaman jerami ke lahan akan meningkatkan ketersediaan K tanah karena K jerami larut dalam air dan tersedia bagi tanaman padi (Ponnamperuma, 1984).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan manajemen jerami mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman yang ditandai dengan kondisi tanaman padi yang cukup baik. Hal tersebut diduga karena pemberian bahan organik terutama jerami padi dapat memperbaiki kesuburan tanah serta meningkatkan efisiensi pemupukan. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Ponnamperuma (1982) bahwa jerami memberikan pengaruh positif terhadap sifat biologi, kimia, dan fisika tanah sawah yang didukung oleh Soepardi (1983) pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisika tanah, struktur tanah, dan daya mengikat air tanah.Perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik memberikan skala pembacaan bagan warna daun tertinggi. Hal ini mencerminkan bahwa perlakuan tersebut dapat memberikan unsur N yang cukup bagi tanaman. Adanya penambahan pupuk anorganik dapat meningkatkan KTK tanah sehingga kation – kation yang terjerap oleh larutan tanah tidak hilang. Kecukupan unsur N bagi tanaman akan menyebabkan tanaman membentuk klorofil lebih banyak sehingga daun nampak berwarna hijau tua (Ismunadji,et al., 1993). Lebih lanjut menurut Eagle (2000) pembenaman jerami ditambah dengan pupuk N dapat mengurangi bahkan meniadakan efek imobilisasi nitrogen. Imobilisasi nitrogen merupakan proses pemanfaatan hara tersedia oleh jasad renik untuk

(38)

pertumbuhan dan perkembangannya. Hal tersebut menguatkan bahwa aplikasi jerami + 1 dosis pupuk anorganik NPK dapat memberikan unsur N yang cukup.

Akan tetapi perlakuan manajemen jerami tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan tanaman. Hal tersebut diduga adanya pengaruh proses imobilisasi N oleh jerami. Faktor-faktor yang mempengaruhi imobilisasi nitrogen antara lain adalah suhu tanah, jenis dan jumlah bahan organik, jumlah nitrogen yang diaplikasikan dan tingkat nitrifikasi nitrogen (De Datta, 1981). Jumlah anakan yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 13 – 24 anakan dari 1 bibit dan yang produktif sebanyak 9 – 15 anakan. Peng et al. (1994) menyatakan bahwa varietas modern (varietas way apoburu merupakan varietas modern) memiliki jumlah anakan yang tinggi, 3-5 bibit menjadi 30-40 anakan dan yang produktif sebanyak 20 anakan. Anakan yang tidak menghasilkan malai tidak menggunakan cahaya dan nutrisi secara efektif.

Manajemen jerami berpengaruh terhadap hasil padi. Pada panen ke-9 (percobaan yang dilakukan merupakan panen yang ke-9), perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan hasil gabah tertinggi. Namun demikian hasil yang diperoleh perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik tidak berbeda dengan perlakuan jerami + ½ dosis pupuk anorganik serta perlakuan jerami saja. Hal tersebut diduga bahwa tanaman padi telah mendapatkan unsur hara terutama N yang cukup. Hal ini sesuai dengan Dobermann dan Fairhurst (2000) yang menyatakan bahwa unsur N bagi tanaman padi merupakan unsur penyusun asam amino, asam nukleat dan klorofil yang penting bagi tanaman padi dalam mempercepat pertumbuhan (pertambahan tinggi dan jumlah anakan) dan meningkatkan ukuran daun, jumlah gabah/malai, persentase gabah isi dan kandungan protein gabah. Selain itu adanya penambahan bahan organik dapat meningkatkan efisiensi pupuk yaitu dengan meningkatnya KTK tanah sehingga kation – kation hara yang terjerap lebih banyak dan tidak hilang.

Persen peningkatan hasil baik berupa GKP dan GKG terhadap kontrol tertinggi dihasilkan oleh perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa persen peningkatan hasil perlakuan dengan aplikasi jerami saja maupun kombinasi dengan pupuk anorganik menghasilkan persen peningkatan hasil yang lebih besar atau sama dengan persen peningkatan hasil perlakuan pupuk anorganik. Hal tersebut diduga bahwa penambahan bahan

Gambar

Tabel  7.    Pengaruh  Perlakuan  Manajemen  Jerami  Terhadap  Warna  Daun  Padi Sawah
Tabel 9. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami  Terhadap Komponen  Hasil  Padi Sawah
Tabel 10. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Jerami/Rumpun  Padi Sawah
Tabel  12.  Pengaruh  Perlakuan  Manajemen  Jerami  Terhadap  Hasil  Ubinan  dan Dugaan Hasil per Ha Padi Sawah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah ”. Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1)

dilakukan penelitian tentang ekstraksi senyawa alkaloid dalam daun tapak dara dengan pelarut yang lebih baik dan uji reaksi pengendapan dengan. reagen

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Teknik untuk menganalisis dari akar permasalahan yang akan di pecahkan bersama masyarakat dan sekaligus program apa yang akan dilalui, pohon harapan adalah

mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada orang lain; (4) merasa tidak disenangi orang lain; (5) bersikap pesimis terhadap kompetesi yang terungkap dalam

Arus kedatangan kapal merupakan banyaknya kapal yang datang untuk melakukan aktivitas bongkar muat di Terminal Peti Kemas Semarang (TPKS) setiap harinya dari

Tulisan ini akan mengkaji salah satu bentuk atau bagian pluralitas yang ada di Indonesia yakni kajian tentang agama atau kepercayaan lokal, lebih spesifiknya adalah kajian

implementasi Desa Maju Reforma Agraria (Damara) di Kulonbambang Kabupaten Blitar yang dilakukan oleh KPA dan Pawartaku sudah memenuhi unsur-unsur dalam tahapan