i
Perbedaan Self-regulated Learning pada Mahasiswa Tingkat Akhir
yang Bekerja dan Tidak Bekerja
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Jessica Gunawan
089114128
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
iv
MOTTO
Pengetahuan tidaklah cukup, kita harus mengamalkannya. Niat tidaklah cukup, kita harus melakukannya. (Johann Wolfgang von Goethe)
Memikirkan saja tidaklah cukup, lakukan yang bisa dilakukan saat itu juga.
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
Keluargaku tercinta, untuk (mendiang) papa, mama, dan koko.
Kesayanganku, Philipus, S.P.
Diriku sendiri
Sahabat dan teman-temanku yang telah memberikan dukungan. Sekecil apapun dukungan kalian, itu sangat berarti bagiku.
vii
PERBEDAAN SELF-REGULATED LEARNING ANTARA MAHASISWA TINGKAT AKHIR YANG BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA
Jessica Gunawan
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan self-regulated learning
antara mahasiswa tingkat akhir yang bekerja dan tidak bekerja. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat perbedaan self-regulated learning antara mahasiswa tingkat akhir yang bekerja dan tidak bekerja. Subjek penelitian ini adalah 80 orang mahasiswa dan mahasiswi tingkat akhir dari beberapa universitas yang ada di Yogyakarta. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian adalah skala self-regulated learning strategies menggunakan 70 aitem dengan koefisien reliabilitas 0,959. Untuk mengetahui perbedaan self-regulated learning antara mahasiswa tingkat akhir yang bekerja dan tidak bekerja digunakan analisis data uji-t (independent sample t-test). Hasil analisis data penelitian diperoleh nilai p sebesar 0,021 (p < 0,05) yang berarti hipotesis diterima. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan self-regulated learning antara mahasiswa tingkat akhir yang bekerja dan tidak bekerja.
viii
SELF-REGULATED LEARNING DIFFERENCES BETWEEN LAST SEMESTER STUDENTS WHO HAVE PART-TIME JOB AND WHO DO
NOT
Jessica Gunawan
ABSTRACT
This research aimed to study the difference of self-regulated learning between students who have part-time job and the students who do not. It was hypothesized that there was difference between the two groups. Research’s subjects were 80 students of some universities in Yogyakarta who were at last semester. Data was gathered using self-regulated learning scale, which consist of 70 items (α = 0,959). Using independent sample t-test for analysis, the result showed that the hypothesis was accepted (p = 0,021; p < 0,05). It meant that there was difference of self-regulated learning between students who have part-time job and the students who do not.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat dan penyertaan-Nya sehingga skripsi dengan judul “Perbedaan Self-regulated Learning Antara Mahasiswa Tingkat Akhir di Yogyakarta yang Bekerja dan Tidak Bekerja” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Selama menulis skripsi ini, penulis menyadari bahwa ada begitu banyak dukungan dan partisipasi dari banyak pihak untuk membantu penyelesaian skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah Bapa yang Maha Kuasa yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, dan kesabaran selama proses pengerjaan skripsi dari awal hingga akhir.
2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberi masukan dan ide-ide, kritik maupun saran, dan dukungan dalam proses pengerjaan skripsi sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Romo Dr. A. Priyono Marwan, S.J. selaku dosen yang pernah menjadi dosen pembimbing skripsi dan juga selaku pembimbing rohani yang telah banyak memberikan masukan dan pelajaran mengenai teknik penulisan skripsi yang baik. Selain itu, beliau juga memberikan penguatan dan semangat kepada penulis agar tidak cepat menyerah dalam menghadapi hambatan selama proses pengerjaan skripsi.
4. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………. i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ……….… ii
HALAMAN PENGESAHAN ………... iii
HALAMAN MOTTO ……… iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ………. v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….. vi
ABSTRAK ………. vii
ABSTRACT ………... viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………... ix
KATA PENGANTAR ……… x
DAFTAR ISI ……….. xii
DAFTAR TABEL ……….. xvi
DAFTAR LAMPIRAN….……….. xvii
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
A. Latar Belakang Masalah ……….. 1
B. Rumusan Masalah ……… 10
xiii
D. Manfaat Penelitian ……… 11
1. Manfaat Teoretis ………. 11
2. Manfaat Praktis ………... 11
BAB II LANDASAN TEORI .……… 13
A. Self-regulated Learning ……….... 13
1. Definisi Self-regulated Learning ……… 13
2. Komponen Self-regulated Learning ……… 16
3. Fase-fase Self-regulated Learning ……….. 17
4. Strategi Self-regulated Learning ………. 19
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-regulated Learning ……….. 22
6. Karakteristik Mahasiswa dengan Self-regulated Learning yang Baik ………. 27
B. Mahasiswa Bekerja ……… 28
1. Definisi Mahasiswa ………. 28
2. Definisi Mahasiswa yang Bekerja ……….. 29
C. Dinamika Strategi Self-regulated Learning pada Mahasiswa Bekerja dan Tidak Bekerja ……… 30
D. Hipotesis Penelitian ……….. 32
BAB III METODE PENELITIAN ………. 33
A. Jenis Penelitian ………. 33
xiv
C. Definisi Operasional ………. 33
D. Subjek Penelitian ……….. 34
E. Sampling ………... 34
F. Metode dan Alat Pengumpulan Data ……… 34
G. Uji Coba Alat Ukur ………... 37
H. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ………. 38
1. Validitas ………. 38
2. Seleksi Aitem ………. 39
3. Reliabilitas ………. 43
I. Teknik Analisis Data ……….. 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 44
A. Pelaksanaan Penelitian ……… 44
B. Deskripsi Subjek Penelitian ………. 44
C. Hasil Penelitian ………... 47 1. Uji Asumsi ……….... 47 a. Uji Normalitas ………. 47 b. Uji Homogenitas ………. 48 2. Uji Hipotesis ………. 49 D. Analisis Tambahan ………. 50 E. Pembahasan ………. 52
xv
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 57
A. Kesimpulan ………. 57
B. Keterbatasan Penelitian ……….. 57
C. Saran ………... 57
1. Bagi Mahasiswa Tingkat Akhir yang Bekerja dan Tidak Bekerja ……… 57
2. Bagi Peneliti Selanjutnya ……….. 58
DAFTAR PUSTAKA ……… 59
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 10 Strategi Self-regulated Learning ………. 21 Tabel 2. Blue Print Skala Self-regulated Learning ……… 36 Tabel 3. Pemberian Skor pada Skala Self-regulated Learning ……….. 37 Tabel 4. Blue Print Skala Setelah Uji Coba (Try Out)……… 40
Tabel 5. Blue Print Skala Penelitian ……… 42
Tabel 6. Deskripsi Subjek Penelitian ……….. 45
Tabel 7. Tabel Uji Normalitas
(One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test) ……… 47 Tabel 8. Tabel Uji Homogenitas
(Levene’s Test for Equality of Variances) ………. 48 Tabel 9. Ringkasan Uji Hipotesis
(Independent Sample T-Test) ……… 49
Tabel 10. Kategori Skor SRL ……….. 51
Tabel 11. Kategorisasi Skor SRL pada Mahasiswa yang Bekerja dan
Tidak Bekerja ……….. 51
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Skala Penelitian ……… 64
Lampiran B Uji Reliabilitas ……….. 79
Lampiran C Uji Normalitas ……….. 93
Lampiran D Uji Homogenitas ……….. 95
Lampiran E Hasil Uji-T ……… 97
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bekerja di kalangan mahasiswa semakin marak dewasa ini. Hal ini
kemudian berdampak pada performansi akademik mahasiswa. Dampak
bekerja terhadap performansi akademik tersebut menurut Green (1987) dalam
Watanabe (2005) menjadi pertanyaan banyak peneliti. Beberapa isu seperti
jumlah jam kerja, apakah pekerjaan tersebut berkaitan dengan jurusan yang
diambil, dan beban kerja mahasiswa menjadi perhatian khusus para peneliti.
Furr & Elling (2000) mengatakan bahwa mahasiswa yang bekerja dihadapkan
pada situasi di mana mereka harus menyeimbangkan kegiatan akademik,
kegiatan ekstrakurikuler, maupun aktivitas bekerja untuk mempertahankan
gaya hidup mereka sebagai mahasiswa.
Perubahan jaman dewasa ini membuat perkembangan dunia kerja
khususnya di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat sehingga berdampak
pada kebutuhan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Akibatnya,
persaingan untuk memperoleh pekerjaan semakin ketat (Handianto & Johan,
2006). Perubahan jaman tersebut mendorong sebagian mahasiswa untuk
bekerja. Bekerja membuat mahasiswa memperoleh pengalaman yang dapat
membantu mereka ketika lulus dan mencari pekerjaan baru yang lebih baik.
Cohen (dalam Ronen, 1981) menyebutkan bahwa ada banyak jenis
umum dilakukan oleh mahasiswa adalah pekerjaan paruh waktu (part-time work). Pekerjaan paruh waktu tersebut misalnya bekerja di franchise seperti Starbucks, McDonald’s, KFC, Pizza Hut, dan semacamnya. Ada juga yang
bekerja sebagai SPG (Sales Promotion Girl), penyiar radio, penulis, dan lain sebagainya.
Nindyaswari (2012) menyebutkan bahwa mahasiswa mulai berani
mengambil kerja paruh waktu pada semester 6 atau 7. Pada semester tersebut,
mahasiswa tidak terikat lagi dengan jadwal kuliah yang padat. Selain itu,
mahasiswa juga sudah mulai mengerjakan skripsi sehingga memiliki banyak
waktu luang. Waktu luang tersebut kemudian digunakan untuk bekerja paruh
waktu demi memperoleh pengalaman maupun uang tambahan.
Fenomena mahasiswa yang kuliah sambil bekerja banyak dijumpai di
berbagai negara, termasuk salah satunya adalah Indonesia. Berdasarkan survei
yang dilakukan pada penelitian sebelumnya (Sinto, 2013) mengenai
manajemen waktu antara kuliah dan kegiatan non kuliah seperti Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM), menunjukkan bahwa 18 dari 25 mahasiswa
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta mengalami kesulitan dalam membagi
waktu antara kegiatan akademik dan non akademik (Unit Kegiatan
Mahasiswa). Mahasiswa yang mengalami kesulitan membagi waktu tersebut
adalah mahasiswa yang melakukan kegiatan non akademis, yaitu UKM.
Hal serupa juga dialami oleh mahasiswa Universitas Negeri Padang
(UNP). Berdasarkan hasil wawancara terhadap mahasiswa Fakultas Teknik
memutuskan untuk bekerja cenderung melupakan tugas utama mereka untuk
menyelesaikan studi. Hal ini disebabkan adanya penghargaan ekonomi yang
diterima mahasiswa tersebut sehingga mereka lupa bahwa masa studi yang
ditentukan universitas terbatas. Data observasi dalam penelitian tersebut juga
menunjukkan bahwa hasil belajar mahasiswa yang tidak bekerja lebih tinggi
dibandingkan dengan hasil belajar mahasiswa yang bekerja.
Purwanto (2013) menemukan bahwa mahasiswa yang bekerja
memiliki waktu kerja rata-rata 3 jam/hari. Meskipun waktu bekerja mereka
tidak terlalu lama, mahasiswa merasa terkendala dalam membagi waktu untuk
belajar dan menyelesaikan tugas-tugas akademik. Mahasiswa yang bekerja
juga merasa tidak memiliki waktu yang cukup banyak untuk menjalankan
aktivitas belajar dan bekerja secara bersamaan. Mereka menyatakan bahwa
mereka sering mengalami kurang konsentrasi akibat aktivitas akademik dan
aktivitas bekerja yang menjadi beban pikiran.
Berbeda dengan mahasiswa yang bekerja, Purwanto (2013)
menyebutkan bahwa mahasiswa yang tidak bekerja lebih memiliki banyak
waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas akademiknya. Mahasiswa
yang tidak bekerja memiliki keinginan untuk menyelesaikan studi terlebih
dahulu, setelah itu baru bekerja. Mereka beranggapan bahwa bekerja sambil
kuliah akan memperlama mereka dalam menyelesaikan studinya dan membuat
mereka tidak dapat mengikuti kegiatan atau organisasi kampus.
Fenomena mahasiswa yang kuliah sambil bekerja juga dilakukan oleh
dilakukan peneliti terhadap beberapa mahasiswa, tidak sedikit mahasiswa
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang kuliah sambil bekerja. Meskipun
bekerja memberikan dampak positif, namun kuliah sambil bekerja juga
berdampak negatif bagi mahasiswa. Berikut adalah beberapa petikan
wawancara peneliti terhadap narasumber.
“Aku kalo udah kerja rasanya udah males aja ngerjain skripsi. Gak kepegang lagi tuh skripsinya. Lha mau gimana lagi, kerjaanku aja udah menyita banyak waktu. Harus fokus pula. Jadinya ya terpaksa skripsinya ditinggalin.” (NW) (Informed consent responden terdapat pada lampiran)
“Gue kerja untuk nambahin uang jajan aja. Awalnya sih gak ada masalah sama skripsi. Tapi lama-lama berhubung posisi gue ditempat kerja bagus, otomatis tanggung jawab gue meningkat dan waktu kerja gue jadi bertambah. Akhirnya gak ada lagi waktu buat ngerjain skripsi.” (ER) (Informed consent responden terdapat pada lampiran)
“Kerja itu enaknya bisa menghasilkan uang. Mau beli barang apa aja yang disuka bisa. Gak perlu minta uang lagi sama orangtua. Ada kepuasan tersendiri kalo bisa beli barang dari uang hasil keringat sendiri. Gara-gara itu, jadinya pengen kerja terus. Jadi males ngerjain skripsi. Skripsi gak menghasilkan duit.” (WY)
(Informed consent responden terdapat pada lampiran)
“Biasanya aku kalo pulang kerja tuh capek. Terus gak mau lagi nyentuh skripsi. Meskipun kerjanya pake shift gitu, tapi kadang aku ganti’in temenku yang gak masuk. Jadinya
terhitung full gitu. Nah, kalo udah gitu mana ada waktu lagi untuk ngerjain skripsi.” (ND)
(Informed consent responden terdapat pada lampiran)
Hasil wawancara informal tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa
yang kuliah sambil bekerja mengalami kesulitan dalam membagi waktu antara
mengerjakan skripsi dan kegiatan bekerja. Mereka lebih fokus terhadap
pekerjaan dibanding mengerjakan skripsi. Hal ini disebabkan karena ketika
mereka bekerja, mereka memiliki tanggungjawab terhadap atasannya. Jika
mereka tidak berkomitmen dengan pekerjaannya tersebut, maka mereka akan
dipecat. Sedangkan jika mereka tidak mengerjakan skripsi, tidak ada tekanan
yang terlalu memberatkan mereka sehingga mereka merasa tidak masalah jika
tidak mengerjakannya.
Untuk memperkuat data mengenai mahasiswa yang bekerja, peneliti
juga melakukan observasi di Perpustakaan Universitas Sanata Dharma
Kampus III Paingan, Yogyakarta. Tujuan dari observasi tersebut adalah untuk
mengetahui apakah di Universitas Sanata Dharma terdapat mahasiswa yang
kuliah sambil bekerja. Dari data yang diperoleh, ditemukan bahwa
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Kampus III Paingan memiliki 16
mahasiswa yang bekerja sebagai mitra perpustakaan. Perpustakaan
memberikan kesempatan bagi para mahasiswa tingkat akhir untuk bekerja
sebagai mitra perpustakaan yang bertugas untuk membantu mengelola
perpustakaan. Hal ini terlihat dari adanya lowongan yang dibuka pada setiap
Motte & Schwartz (2009) mengatakan bahwa bekerja memang
memiliki dampak positif maupun negatif bagi mahasiswa. Dampak positifnya
adalah dengan bekerja paruh waktu, mahasiswa memperoleh penghasilan
tambahan sekaligus melatih kemandirian. Mahasiswa juga mendapat
pengalaman dalam dunia kerja sebelum lulus kuliah. Namun, di sisi lain,
Yenni (2007) menyebutkan bahwa bekerja juga memiliki dampak negatif,
yaitu mahasiswa menjadi lalai akan tugas utamanya untuk menyelesaikan
kuliah. Mahasiswa cenderung merasa bekerja lebih bermanfaat karena
menghasilkan uang. Dengan uang yang diperoleh tersebut, mahasiswa dapat
menggunakannya untuk mencukupi kebutuhannya. Akibatnya, tidak sedikit
mahasiswa yang bekerja meninggalkan kuliahnya demi pekerjaannya.
Ningsih (2005) menambahkan, banyak orang beranggapan bahwa
kuliah sambil bekerja berisiko gagal dalam menyelesaikan kuliah. Tidak
jarang mahasiswa akhirnya putus kuliah karena sulit mengatur waktu antara
kuliah, bekerja, istirahat, dan urusan-urusan lain. Sementara itu, Spitzer (2000)
menemukan bahwa keberhasilan mahasiswa dalam kuliah sambil bekerja
dipengaruhi oleh kemampuan meregulasi diri dalam belajar atau disebut juga
dengan self-regulated learning (SRL).
Penelitian mengenai self-regulated learning menyebutkan bahwa strategi self-regulated learning menjadi faktor utama yang menentukan keberhasilan dalam proses pembelajaran. Menurut Zimmerman (1989), dalam
Yusri dan Rahimi (2010), hal ini disebabkan prosesnya bersifat self directive
kemampuan mental mereka pada performansi akademik. Chen (2002) juga
menyebutkan bahwa mahasiswa yang memiliki strategi SRL yang baik akan
lebih fokus dan berkonsentrasi pada pencapaian tujuan. Sejalan dengan itu,
Lee (2009) menambahkan, dengan menerapkan strategi SRL mahasiswa akan
mengerti dan memahami apa sebenarnya yang menjadi tujuan mereka.
Hasil penelitian Daulay (2010) menunjukkan bahwa SRL pada
mahasiswa yang tidak bekerja lebih tinggi daripada mahasiswa yang bekerja.
Bagi mahasiswa, melakukan kegiatan akademis dan non akademis sekaligus
bukanlah hal yang mudah. Terutama bagi mahasiswa tingkat akhir yang
sedang mengerjakan skripsi sambil bekerja. Mereka dituntut untuk dapat
bekerja dengan baik dan menyelesaikan tugas akhirnya dengan baik pula
dengan waktu yang lebih sedikit dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak
bekerja, di mana mereka memiliki lebih banyak waktu untuk mengerjakan
tugas akhirnya.
Penelitian lain menunjukkan hasil yang berbeda terhadap hasil belajar
mahasiswa yang bekerja. Penelitian Roscue, Morgan, & Peebles (1996),
dalam Daulay (2010), menyebutkan bahwa mahasiswa yang kuliah sambil
bekerja memiliki rata-rata indeks prestasi yang lebih tinggi dibandingkan
mahasiswa yang tidak bekerja.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa mahasiswa yang kuliah sambil
bekerja lebih disiplin, lebih tepat waktu dalam perkuliahan, dan memiliki
inisiatif untuk berusaha mencari informasi lebih banyak ketika mengerjakan
self-regulated learning yang baik sehingga dapat menyeimbangkan kegiatan kuliah dan bekerja.
Secara kontekstual, hasil penelitian Daulay (2010) menggambarkan
mahasiswa yang ada di Indonesia. Sementara itu, penelitian Roscue, Morgan,
& Peebles (1996), dalam Daulay (2010) menggambarkan mahasiswa di
Amerika. Perbedaan budaya merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap kemampuan self-regulated learning mahasiswa. Tuttle, McKinney, & Rago (2005) menemukan bahwa secara historis, kuliah sambil bekerja
merupakan bagian dari pengalaman di perguruan tinggi di Amerika.
Berdasarkan budaya Amerika, remaja berusia 17 tahun dianggap tidak lagi
menjadi tanggung jawab orangtuanya, termasuk dalam hal finansial. Hal ini
mendorong remaja di Amerika untuk melakukan usaha lebih jika ingin kuliah.
Salah satunya adalah dengan bekerja untuk membiayai kuliahnya.
Tuttle, McKinney, & Rago (2005) melanjutkan, keinginan yang besar
untuk kuliah membuat remaja Amerika mau tidak mau berkonsentrasi pada
dua hal sekaligus, yaitu kuliah dan bekerja. Seperti hasil penelitian Roscue,
Morgan dan Peebles (1996), mahasiswa yang kuliah sambil bekerja dituntut
untuk lebih disiplin dalam membagi waktu antara kuliah dan bekerja agar
tidak mengacaukan performansi akademiknya. Sebaliknya, berkaitan dengan
penelitian Daulay (2010), remaja di Indonesia masih bergantung pada
orangtua mereka. Handianto & Johan (2006) menyebutkan bahwa persaingan
kuliah sambil bekerja sebagai cara untuk mendapatkan pengalaman kerja
selain mendapatkan tambahan penghasilan tambahan juga.
Menurut hasil penelitian dari Pace University (dalam artikel Sahabat
Nestle, yang diunduh pada tanggal 22 Februari 2015), para recruiter dan
hiring manager lebih memilih calon karyawan yang sudah memiliki pengalaman kerja dan telah membuktikan kemampuannya baik dalam
menangani pekerjaan, meraih target, atau memimpin suatu tim. Pengalaman
kerja yang relatif lama memberi keuntungan yang tidak dimiliki oleh para
fresh graduate yang tidak berpengalaman. Salah satunya adalah memiliki jaringan yang luas.
Mahasiswa yang memutuskan untuk kuliah sambil bekerja memiliki
pandangan berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya. Penelitian
Daulay (2010) terhadap mahasiswa di Universitas Sumatera Utara
menunjukkan hasil bahwa self-regulated learning mahasiswa yang tidak bekerja lebih tinggi daripada mahasiswa yang bekerja. Menurut Yenny (2007),
mahasiswa yang bekerja beranggapan bahwa mereka sudah mampu
mendapatkan uang dan menurut mereka, kuliah hanya sebagai kewajiban agar
dapat lulus dan mendapatkan ijazah sehingga motivasi dan tujuan mereka
tidak lagi berorientasi pada pembelajaran.
Zimmerman (1989) menyebutkan bahwa self-regulated learning
adalah suatu strategi yang mengacu pada kemampuan individu untuk
mengatur dirinya dalam proses belajar dengan mengikutsertakan kemampuan
merupakan kemampuan mental seperti inteligensi atau keterampilan akademik
melainkan suatu proses pengarahan atau penginstruksian diri untuk mengubah
kemampuan mental yang dimiliki menjadi keterampilan dalam belajar.
Zimmerman (1989), dalam Woolfolk (2004) juga menambahkan
bahwa self-regulated learning merupakan sebuah proses di mana seorang individu mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition), perilaku (behavior), dan perasaannya (affect) yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian tujuan belajar.
Berdasarkan perbedaan hasil penelitian dan perbedaan pandangan
mahasiswa yang memutuskan untuk kuliah sambil bekerja di tiap-tiap daerah
seperti yang telah dijelaskan di atas, peneliti ingin meneliti kembali mengenai
perbedaan self-regulated learning antara mahasiswa tingkat akhir atau mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi yang bekerja dan tidak bekerja
khususnya di wilayah Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah perbedaan self-regulated learning pada mahasiswa tingkat akhir yang bekerja dan tidak bekerja?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat adakah perbedaan self-regulated learning antara mahasiswa tingkat akhir yang bekerja dan tidak bekerja.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai self-regulated learning pada mahasiswa tingkat akhir yang bekerja dan tidak bekerja.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja maupun yang tidak bekerja
untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan self-regulated learning yang dimiliki sehingga dapat diterapkan dalam bekerja maupun kuliah.
b. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
belajar peserta didik sehingga peserta didik dapat mengembangkan
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Self-regulated Learning
1. Definisi Self-regulated Learning
Barry J. Zimmerman (1989), merupakan salah satu tokoh yang
memiliki kontribusi cukup besar terhadap teori self-regulated learning.
Zimmerman (1989) mengemukakan bahwa self-regulated learning adalah konsep mengenai bagaimana seorang peserta didik menjadi pengatur bagi
belajarnya sendiri. Self-regulated learning (SRL) bukan merupakan kemampuan mental seperti inteligensi atau keterampilan akademik
melainkan suatu proses pengarahan atau penginstruksian diri untuk
mengubah kemampuan mental yang dimiliki menjadi keterampilan dalam
belajar. Zimmerman (1989) dalam Woolfolk (2004) melanjutkan, pada
proses pengaturan belajar tersebut, individu mengaktifkan dan mendorong
kognisi (cognition), perilaku (behavior), dan perasaannya (affect) yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian suatu tujuan belajar. Untuk
mencapai tujuan belajar tersebut, Wahyono (2008) menyatakan bahwa
individu yang menerapkan SRL harus mendekati tugas belajar dengan
berbagai strategi manajemen sumber daya seperti memilih atau mengatur
lingkungan fisik untuk mendukung belajar dan mengatur waktu mereka
Sejalan dengan pendapat di atas, Pintrich (2000) mengemukakan
bahwa self-regulated learning merupakan suatu proses yang aktif, konstruktif, di mana individu menetapkan tujuan belajar mereka dan
kemudian memonitor, mengatur, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan
perilaku mereka, yang dipandu oleh tujuan-tujuan mereka dan segi
kontekstual terhadap lingkungan.
Pintrich & Groot (1990) dalam Utami (2013), menyebutkan bahwa
dalam self-regulated learning terdapat tiga komponen self regulation, yaitu strategi-strategi kognitif, strategi-strategi metakognitif, dan
manajemen usaha. Strategi-strategi kognitif yang dimaksud adalah
strategi-strategi yang digunakan untuk mengolah informasi seperti
pengulangan (rehearsal), elaborasi (elaboration), dan organisasi
(organization). Strategi-strategi metakognitif terdiri dari perencanaan
(planning), pemantauan (monitoring), dan modifikasi kognitif (cognitive modification). Sementara itu, manajemen usaha adalah kegiatan individu mengelola dan mengontrol usaha mereka dalam menghadapi hambatan
ketika menyelesaikan tugas-tugas akademisnya.
Selain ketiga komponen yang telah disebutkan di atas, menurut
Pintrich & Groot (1990) dalam Utami (2013), ada komponen lain yang
juga diperlukan dalam meregulasi diri, yaitu komponen motivasi.
Komponen ini membantu individu dalam meningkatkan motivasi intrinsik
untuk belajar. Komponen ini terdiri dari komponen harapan, komponen
kemampuan individu tersebut dalam menghadapi tugas-tugasnya sehingga
individu akan lebih termotivasi untuk belajar. Komponen nilai yaitu,
komponen yang berisi nilai-nilai intrinsik (intrinsic values). Sedangkan komponen afeksi merupakan komponen-komponen dalam diri individu
yang berguna untuk menghadapi tes dan tugas-tugas (test anxiety).
Menurut Zimmerman & Schunk (1994), self-regulated learning
secara umum dicirikan sebagai partisipan yang aktif yang mengontrol
secara efisien pengalaman belajarnya sendiri dengan cara-cara yang
berbeda, mencakup menentukan lingkungan kerja yang produktif dan
menggunakan sumber-sumber secara efektif, mengorganisir dan melatih
informasi untuk dipelajari, memelihara emosi yang positif selama
tugas-tugas akademik, dan mempertahankan kepercayaan motivasi yang positif
tentang kemampuan mereka, nilai belajar, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
self-regulated learning (SRL) adalah kemampuan individu secara aktif mengontrol proses kognitif, motivasi, dan perilaku dengan menggunakan
strategi-strategi untuk mencapai tujuan belajar yang telah diterapkan.
Untuk mempermudah pemahaman mengenai definisi self-regulated learning, berikut merupakan skema self-regulated learning menurut Zimmerman (1989) dalam Utami (2013):
Gambar 1
Skema self-regulated learning
2. Komponen Self-regulated Learning
Self-regulated Learning merupakan kegiatan memonitor dan mengontrol belajar pada diri peserta didik itu sendiri. Reed & Giessler
(1995) mengemukakan bahwa pengaturan belajar memiliki beberapa
komponen, seperti motivasi, kepercayaan asal (epistemic), metakognisi, strategi belajar, dan pengetahuan sebelumnya (prior knowledge). Motivasi membantu peserta didik mengambil usaha yang diperlukan untuk
memonitor dan mengontrol belajarnya. Sedangkan kepercayaan epistemic
merupakan apa yang peserta didik percaya mengenai sifat dasar belajar
(nature of learning). Self-regulated learning Kognitif Merencanakan, memantau, menerapkan, mengevaluasi, memperbaiki Perilaku Merencanakan, memantau, menerapkan, mengevaluasi, memperbaiki Motivasi * Keyakinan individu (self-efficacy) * Nilai-nilai intrinsik (intrinsic values) * Kecemasan (test anxiety)
Selanjutnya, metakognisi merupakan kemampuan peserta didik
untuk memahami apa yang perlu dikerjakan dalam suatu keadaan yang
diberikan. Metakognisi membantu pengaturan belajar dengan memberikan
pengetahuan tentang strategi belajar yang hendak digunakan. Strategi
belajar itu sendiri merupakan aktifitas mental yang digunakan peserta
didik ketika mereka belajar untuk membantu diri mereka dalam
memperoleh, mengorganisasi, atau mengingat pengetahuan yang baru
dengan lebih efisien.
Komponen-kompenen self-regulated learning tersebut kemudian diaplikasikan oleh peserta didik melalui empat fase berikut.
3. Fase-fase Self-regulated Learning
Menurut Pintrich (2000), proses regulatory dikelompokkan ke dalam empat fase, yaitu perencanaan, monitoring diri, kontrol, dan
evaluasi. Setiap fase-fase tersebut tersusun ke dalam empat area, yaitu
kognitif, motivasional atau afektif, behavioral, dan kontekstual.
Keempat fase tersebut menggambarkan rangkaian umum yang
saling berhubungan satu sama lain di mana peserta didik melangkah terus
untuk menyelesaikan tugas. Pada fase pertama, proses self-regulating
dimulai dengan perencanaan, di mana aktifitas-aktifitas penting di
dalamnya adalah serangkaian tujuan yang diinginkan atau ditargetkan.
Area kognitif yang bekerja di sini adalah pengaktifan pengetahuan
menggerakkan kepercayaan diri dan motivasi, serta emosi-emosi. Area
perilaku (behavioral) membuat perencanaan waktu dan usaha untuk
menyelesaikan tugas-tugas, dan area kontekstual menggerakkan persepsi
yang berkaitan dengan tugas dan konteksnya.
Fase kedua adalah fase monitoring diri. Fase ini merupakan fase di
mana peserta didik menyadari keadaan kognisi, motivasi, serta
penggunaan waktu dan usaha untuk mencapai tujuannya. Peserta didik
menyadari hal-hal apa saja yang mampu dan tidak mampu dilakukannya,
lalu mencari solusinya.
Fase ketiga adalah aktifitas control yang meliputi pemilihan dan
penggunaan strategi belajar yang secara praktis akan berpengaruh terhadap
pengaturan waktu dan usaha, pengendalian terhadap tugas-tugas akademik,
dan pengendalian terhadap situasi dan kondisi lingkungan belajar.
Fase keempat adalah refleksi atau evaluasi, yang meliputi
pembuatan keputusan, evaluasi mengenai tugas yang telah diselesaikan,
meninjau kembali hal-hal yang menyebabkan kegagalan atau keberhasilan
penyelesaian tugas, reaksi terhadap hasil belajar, pemberian konsekuensi
terhadap diri atas hasil yang dicapai, dan pemilihan perilaku yang tepat
untuk melakukan tugas yang akan datang.
Keempat fase tersebut dipengaruhi oleh faktor observasi diri,
keputusan diri, dan reaksi diri yang akan dijelaskan dalam faktor-faktor
Peserta didik yang melakukan self-regulated learning akan melalui keempat fase di atas. Akan tetapi, untuk mempermudah peserta didik
mengarahkan perilakunya dalam belajar, peserta didik perlu melakukan
strategi-strategi khusus. Strategi-strategi tersebut akan dijelaskan di bawah
ini.
4. Strategi Self Regulated Learning
Ormord (2009) menyebutkan bahwa self-regulated learning
merupakan suatu pembelajaran dimana individu dapat mengatur proses
belajarnya demi mencapai tujuan belajar yang diinginkan. Pembelajaran
tersebut mencakup pengaturan dalam proses berpikir yang memunculkan
perilaku terarah dan teratur. Untuk mencapai tujuan belajar tersebut,
diperlukan strategi-strategi khusus agar proses belajar menjadi efektif.
Zimmerman (1989) menyebutkan bahwa terdapat strategi dalam
self-regulated learning yang dapat menjadi tolak ukur untuk mengetahui kemampuan individu dalam mencapai tujuan belajarnya. Strategi self-regulated learning tersebut berupa tindakan atau proses yang ditujukan untuk memperoleh informasi atau keterampilan yang mencakup agensi,
tujuan, dan pandangan instrumentalis dari individu. Dalam mengendalikan
proses belajarnya, individu menggunakan strategi self-regulated learning
untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Wolters (2003) dalam Utami (2013) menjelaskan penerapan
Pertama, strategi mengatur kognitif yang meliputi berbagai aktivitas
kognitif dan metakognitif yang mengharuskan individu aktif terlibat untuk
mengadaptasi dan mengubah kognisinya. Strategi tersebut adalah strategi
pengulangan (rehearsal), elaborasi (elaboration), dan organisasi
(organization).
Kedua, strategi untuk meregulasi motivasi. Regulasi motivasi
adalah pengontrolan terhadap pemikiran, tindakan atau perilaku dimana
individu berusaha untuk mempengaruhi pilihan, usaha, dan ketekunannya
dalam menyelesaikan tugas akademis. Strategi tersebut melibatkan
aktivitas seperti memulai, mengatur atau menambah kemauan untuk
memulai, mempersiapkan tugas berikutnya, atau menyelesaikan aktivitas
tertentu.
Ketiga, strategi untuk mengatur perilaku. Strategi ini adalah usaha
individu mengontrol perilakunya yang tampak seperti mengatur usaha
(effort regulation) dalam mengumpulkan informasi, mengatur waktu dan lingkungan belajar (time/study environment), dan pencarian bantuan (help-seeking).
Untuk mempermudah mengukur self-regulated learning, Zimmerman dan Martinez-Pons (1988) mengembangkan strategi-strategi
self-regulated learning menjadi suatu instrumen pengukuran yang disebut dengan The Self-regulated Learning Interview Schedule (SRLIS). Instrument pengukuran tersebut mengelompokkan strategi SRL ke dalam
Tabel 1
10 strategi self-regulated learning
No. Strategi Definisi
1. Self evaluation Inisiatif untuk mengevaluasi kemajuan mengenai apa yang telah dikerjakan.
2. Organizing & transforming
Inisiatif untuk mengorganisasi atau
mengatur materi pelajaran agar lebih
mudah dan jelas untuk dipahami guna
meningkatkan proses pembelajaran.
3. Goal setting & planning
Usaha untuk membuat rencana dan tujuan
belajar, seperti penentuan sasaran,
perencanaan yang bertahap, pemilihan
waktu, penyusunan semua kegiatan yang
berhubungan dengan sasaran pendidikan
individu.
4. Keeping record & monitoring
Usaha untuk mengingat beberapa peristiwa
atau hasil dari pekerjaan yang telah
dilakukan dengan cara mencatat hal-hal
penting.
5. Rehearsing & memorizing
Usaha untuk mengingat materi dengan cara
mengulang dan menghafal materi pelajaran
No. Strategi Definisi
6. Seeking information Usaha untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan tugas.
7. Environmental structuring
Usaha untuk memilih atau mengatur
lingkungan belajar sehingga membuat
belajar lebih nyaman.
8. Self consequences Usaha untuk memberikan konsekuensi kepada diri sendiri seperti mendapat
penghargaan jika telah menyelesaikan
tugas dan mendapat hukuman bila gagal.
9. Seeking social assistance
Usaha untuk meminta bantuan kepada
orang lain, seperti kepada dosen atau
teman.
10. Reviewing record Usaha untuk meninjau kembali catatan, buku pelajaran, tugas atau tes sebelumnya.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-regulated Learning
Pengaturan terhadap proses belajar individu tidak serta merta
terjadi begitu saja. Ada beberapa faktor yang saling berhubungan dan
mempengaruhi proses tersebut. Zimmerman (1989) menyebutkan 3 faktor
yang berpengaruh terhadap self-regulated learning individu, yaitu faktor dari dalam diri individu (personal influence), pengetahuan yang dimiliki individu, dan faktor lingkungan (environmental influence).
a. Faktor dari dalam diri individu (personal influence)
Faktor ini meliputi keyakinan mengenai kemampuan diri (self efficacy) dan nilai-nilai intrinsik (intrinsic values). Menurut Pintrich dan Groot (1990), self efficacy merupakan keyakinan dalam diri individu mengenai kemampuannya untuk melakukan tugas dan
tanggung jawab terhadap hasil pelaksanaan tugas tersebut.
Faktor dalam diri individu selanjutnya adalah nilai-nilai
intrinsik (intrinsic values). Menurut Pintrich dan Groot (1990), yang dimaksud dengan nilai-nilai intrinsik adalah keyakinan individu
terhadap manfaat atau pentingnya suatu tugas yang dihadapi dalam
proses belajar dan keyakinan akan pentingnya tugas tersebut dan
ketertarikan terhadap tugas itu.
b. Pengetahuan yang dimiliki individu
Pengetahuan yang dimiliki individu di sini artinya adalah
segala pengetahuan yang berhubungan dengan diri individu tersebut
dan pengetahuan metakognitifnya. Zimmerman (1989) menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan pengetahuan metakognitif adalah
kemampuan individu untuk merencanakan, mengorganisasikan,
menginstruksi diri, memantau, dan mengevaluasi kegiatan belajarnya.
Semakin tinggi tingkat kemampuan metakognisi yang dimiliki, maka
semakin membantu pelaksanaan self-regulated learning individu tersebut.
Ada beberapa hal yang tercakup dalam pengetahuan individu,
yaitu tujuan akademik yang akan dicapai (goal), kondisi afeksi
(affectional condition), dan perubahan perilaku (behavioral influences).
Tujuan akademik (goal) yang akan dicapai oleh individu akan mempengaruhi individu dalam mengambil keputusan. Semakin banyak
dan kompleks tujuan yang ingin dicapai dalam aktivitas belajar,
semakin besar pula kemungkinan individu melakukan perubahan pada
proses self-regulated learning-nya.
Hal lain yang tercakup dalam pengetahuan individu adalah
kondisi afeksi individu (affectional condition). Menurut Pintrich dan Groot (1990), kondisi afeksi atau reaksi-reaksi emosional individu
dapat memberi perubahan pada proses self-regulated learning individu tersebut dalam hal pencapaian tujuan dan penggunaan proses
metakognitifnya.
Selain itu, pengetahuan individu juga akan berpengaruh
terhadap perubahan perilaku (behavioral influences). Faktor perilaku ini mengacu pada upaya individu untuk menggunakan kemampuan
yang dimilikinya. Semakin besar dan optimal upaya yang dilakukan
individu dalam mengatur dan mengorganisasikan aktivitas belajarnya,
maka semakin meningkat pula self-regulated learning individu tersebut. Upaya-upaya yang dinilai dapat memberi perubahan dalam
observing), penilaian diri (self judgement), dan reaksi diri (self reaction).
Observasi diri adalah respon-respon individu dalam mengamati
apakah kegiatan yang dilakukannya mendapatkan kemajuan dan
seberapa besar kemajuan yang telah dicapai. Respon tersebut
merupakan hasil dari pemikiran mengenai seberapa penting tujuan
yang ingin dicapai, self efficacy, serta proses metacognitif individu. Ada dua cara yang dapat dilakukan individu untuk mengobservasi diri,
yaitu dengan mencatat atau membuat laporan lisan ataupun tertulis
mengenai aksi dan reaksi individu dalam kegiatan belajarnya.
Observasi diri individu tersebut kemudian memunculkan
penilaian diri individu terhadap hasil kerjanya. Penilaian tersebut
dilakukan dengan cara membandingkan hasil kerjanya dengan tujuan
yang ingin dicapai atau dengan standart tertentu. Setelah individu
mengobservasi dan menilai dirinya, individu akan memberikan respon
terhadap hasil kerja yang telah dicapai. Respon tersebut berupa reaksi
perilaku (behavioral reaction), reaksi personal (reaction personal), dan reaksi lingkungan (emotional reaction).
Reaksi perilaku dilakukan individu untuk mengoptimalkan
respon-respon belajar, seperti memberikan pujian terhadap diri sendiri
akan hasil yang telah dicapai yang sesuai dengan apa yang telah
ditargetkan. Reaksi personal dilakukan individu untuk meningkatkan
materi penting agar lebih mudah diingat. Sedangkan reaksi lingkungan
dilakukan individu untuk meningkatkan kenyamanan lingkungan
belajar, seperti memilih waktu dan tempat yang tenang untuk belajar.
c. Faktor lingkungan (environmental influences)
Selain kedua faktor yang telah disebutkan di atas, faktor
lingkungan juga berpengaruh terhadap proses self-regulated learning
individu. Zimmerman (1989) menyebutkan ada dua jenis lingkungan
yang dapat memberi perubahan dalam proses self-regulated learning
individu, yaitu pengalaman sosial dan struktur lingkungan belajar.
Pengalaman sosial individu mempengaruhi individu dalam
memutuskan strategi belajar apa yang akan digunakan. Bandura (1997)
dalam Zimmerman (1989) mengemukakan bahwa pengalaman sosial
dapat dimiliki individu melalui modeling. Individu dapat meniru orang lain di sekitarnya dalam hal mengambil keputusan untuk menggunakan
strategi belajar yang tepat.
Selain pengalaman sosial, Zimmerman (1989) juga
mengemukakan bahwa proses belajar individu juga tergantung pada
situasi dan kondisi lingkungan belajarnya. Bandura (1997) dalam
Zimmerman (1989) menyebutkan bahwa lingkungan memiliki peran
penting terhadap pengelolaan diri dalam belajar, yaitu sebagai tempat
yang dapat mendukung atau menghambat self-regulated learning
individu.
6. Karakteristik Mahasiswa dengan Self-regulated Learning yang Baik
Menurut Zimmerman (1989), mahasiswa yang memiliki self regulation adalah mahasiswa yang aktif dalam kegiatan belajar, memiliki ketekunan dan inisiatif dalam mengerjakan tugas-tugas, menguasai
strategi-strategi belajar, mampu memecahkan masalah, bereaksi terhadap
hasil belajar dan memiliki keyakinan diri.
Sejalan dengan itu, Corno (1983) dalam Zimmerman & Schunk
(1994) juga mengemukakan bahwa karakteristik individu yang melakukan
self-regulated learning adalah mereka yang melihat dirinya sendiri sebagai pelaku dalam belajar yang percaya bahwa belajar adalah proses proaktif.
Individu juga memotivasi diri dan menggunakan strategi-strategi yang
memungkinkan mereka untuk meningkatkan hasil akademik sesuai dengan
yang diinginkan.
Secara rinci, Corno (1983) dalam Zimmerman & Schunk (1994)
menjelaskan karakteristik mahasiswa yang belajar dengan strategi self-regulated learning sebagai berikut:
a. Individu mengetahui bagaimana menggunakan strategi kognitif yang
membantu mereka menyelesaikan, mengubah (transform), mengatur
(organize), memperluas (elaborate), dan memperoleh kembali informasi (recover information).
b. Individu mengetahui bagaimana merencanakan, mengontrol dan
mengatur proses mentalnya dalam menghadapi pencapaian-pencapaian
tujuan personal (metacognition).
c. Individu menunjukkan kepercayaan motivasi (motivational beliefs)
seperti perasaan academic self-efficacy, penggunaan tujuan-tujuan belajar, pengembangan emosi positif terhadap tugas-tugas (misalnya
kegembiraan, kepuasan, dan semangat besar).
d. Individu merencanakan dan mengontrol waktu dan upaya yang
digunakan untuk tugas-tugas dan mengetahui bagaimana membuat dan
membangun lingkungan belajar yang baik, seperti menemukan tempat
belajar yang cocok, mencari bantuan (help-seeking) daru pengajar/teman ketika menemui kesulitan.
e. Individu menunjukkan upaya-upaya yang lebih besar untuk ambil
bagian dalam kontrol dan pengaturan tugas-tugas akademik, suasanan
dan struktur kelas, desain tugas-tugas, dan organisasi kelompok kerja.
Dengan adanya keterampilan self-regulated learning ini, mahasiswa dapat mencapai tujuan belajarnya sesuai dengan waktu yang
telah ditentukannya sendiri.
B. Mahasiswa Bekerja
1. Definisi Mahasiswa
Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No. 30 tahun 1990
Sementara itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) mendefinisikan
mahasiswa sebagai individu yang yang menempuh pendidikan di
perguruan tinggi. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diambil
kesimpulan bahwa mahasiswa adalah status yang disandang oleh
seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan
akan menjadi calon-calon intelektual.
Menurut Susantoro (2003), mahasiswa pada dasarnya adalah
individu yang dinamis. Hal ini disebabkan mahasiswa tergolong dalam
usia menuju dewasa awal yang memiliki semangat menggebu-gebu untuk
mengekpresikan diri. Pada usia ini, Papalia dkk (2007) menjelaskan bahwa
perkembangan individu ditandai dengan pencarian identitas diri, adanya
pengaruh dari lingkungan, serta sudah mulai membuat keputusan terhadap
pemilihan pekerjaan atau karirnya.
2. Definisi Mahasiswa yang Bekerja
Mahasiswa dalam perkembangannya termasuk dalam kategori
remaja akhir yang berada pada rentang usia 17 – 21 tahun. Papalia, dkk
(2007) menjelaskan bahwa usia tersebut merupakan jenjang di mana
remaja beranjak menuju dewasa muda (young adulthood). Pada usia ini, perkembangan individu ditandai dengan pencarian identitas diri, adanya
pengaruh dari lingkungan, serta sudsh mulai membuat keputusan terhadap
Menurut Ganda (2004) dalam Jonathan (2011), mahasiswa adalah
individu yang belajar dan menekuni disiplin ilmu yang ditempuhnya
secara mantap, di mana di dalam menjalani serangkaian kuliah itu sangat
dipengaruhi kemampuan mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya
diantara mahasiswa ada yang sudah bekerja atau disibukkan oleh kegiatan
organisasi kemahasiswaan.
Selanjutnya, menurut Powell (1983) dalam Jonathan (2011),
bekerja itu sendiri adalah suatu bentuk aktivitas yang mengandung empat
unsur, yaitu rasa kewajiban, pengeluaran energi, pengalaman mewujudkan
atau menciptakan sesuatu, dan diterima atau disetujui oleh masyarakat.
Memasuki usia dewasa awal, banyak mahasiswa yang sudah memikirkan
bagaimana mencari pekerjaan paruh waktu (part-time job), mengembangkan kemampuannya dalam masalah personal,
mengembangkan pendidikan, atau masuk dalam dunia pekerjaan.
Berdasarkan penjelasan di atas, mahasiswa yang bekerja dapat
dikatakan sebagai individu yang memasuki usia perkembangan dewasa
awal yang menjalani aktifitas kuliah, namun memutuskan untuk bekerja di
suatu lembaga usaha guna mencapai tujuan tertentu.
C. Dinamika Strategi Self-regulated Learning pada Mahasiswa Bekerja dan
Tidak Bekerja
Mahasiswa secara umum digambarkan sebagai individu yang belajar
perkuliahan. Namun, sejalan dengan perkembangan dunia kerja yang nantinya
akan dimasuki setelah lulus kuliah, sebagian mahasiswa memiliki inisiatif
mempersiapkan diri lebih awal untuk memasuki dunia kerja dengan bekerja
part-time. Kuliah sambil bekerja membuat mahasiswa memiliki pengalaman kerja yang menjadi salah satu syarat perusahaan-perusahaan besar dalam
menerima karyawan. Selain itu, mahasiswa yang kuliah sambil bekerja
mendapat banyak hal positif seperti mendapat tambahan uang jajan.
Pada dasarnya, mahasiswa yang bekerja tentu harus dapat membagi
waktu antara mengerjakan skripsi dan bekerja. Manajemen waktu sangat
penting karena dapat menyeimbangkan kedua aktivitas tersebut. Menurut
Martin dan Osborne (2008) dalam Daulay (2010), mahasiswa yang memiliki
kemampuan mengatur waktu yang baik dan memiliki batas waktu untuk setiap
pengerjaan tugasnya adalah salah satu kriteria mahasiswa yang berhasil.
Namun, kebanyakan mahasiswa yang bekerja memiliki kesulitan dalam
menyeimbangkan waktu antara mengerjakan skripsi dan bekerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Furr dan Elling (2000) menunjukkan
bahwa mahasiswa yang bekerja cenderung memiliki tingkat stres yang lebih
tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak bekerja. Mereka dituntut
untuk melakukan dua hal sekaligus dengan baik. Hal ini tentunya berpengaruh
terhadap afeksi, pikiran dan perilaku mahasiswa dalam menerapkan self-regulated learning untuk menunjang prestasi belajar yang memuaskan maupun menyeimbangkan kegiatan bekerjanya. Hal ini didukung oleh data
menyebutkan bahwa mahasiswa yang bekerja 15 jam lebih dalam seminggu
atau bekerja di waktu yang tidak tetap cenderung tidak menunjukkan prestasi
yang baik.
Pada mahasiswa yang tidak bekerja, fokus utama mereka adalah
menyelesaikan studi. Dengan demikian, fokus mereka tidak terbagi untuk
studi maupun untuk bekerja. Mereka lebih banyak waktu untuk mengerjakan
skripsi, bertemu dengan dosen pembimbing skripsi, dan mencari materi yang
dapat mendukung pengerjaan skripsinya. Seperti yang telah disebutkan dalam
latar belakang, berdasarkan data-data yang diambil dalam penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa mahasiswa yang bekerja memiliki hasil
belajar yang lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak bekerja.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
ada perbedaan self-regulated learning antara mahasiswa tingkat akhir yang bekerja dan tidak bekerja.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian komparatif yang bertujuan untuk
membandingkan self-regulated learning antara mahasiswa tingkat akhir yang bekerja dan tidak bekerja.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel merupakan atribut atau sifat yang terdapat pada subjek
penelitian yang dapat bervariasi secara kuantitatif ataupun secara kualitatif
(Azwar, 2012). Dalam penelitian ini, variabel yang diteliti adalah self-regulated learning yang akan dibandingkan antara mahasiswa yang bekerja dan tidak bekerja.
C. Definisi Operasional
Self-regulated learning adalah suatu proses atau tindakan individu untuk mengatur belajarnya dengan menggunakan strategi-strategi khusus
seperti merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses belajar guna
mencapai tujuan belajar yang optimal. Untuk mengukur self-regulated learning tersebut, digunakan 10 strategi yang kemudian dijadikan ke dalam bentuk skala, yaitu skala self-regulated learning.
D. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian adalah mahasiswa tingkat akhir yang berada
di beberapa universitas di wilayah Yogyakarta dengan karakteristik sebagai
berikut:
1. Mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di kampusnya dan
terhitung aktif.
2. Mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah skripsi.
3. Mahasiswa yang bekerja paruh waktu dan mahasiswa yang tidak bekerja.
E. Sampling
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
purposive sampling. Teknik sampel purposif adalah teknik penentuan sampel yang digunakan oleh peneliti dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu
(Arikunto, 2009).
F. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode
skala. Skala yang digunakan adalah skala self-regulated learning strategies
yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan menggunakan aspek self-regulated learning sebagai acuan pengukuran. Model skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah model skala Likert, yaitu alat ukur psikologis yang stimulusnya berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengungkapkan indikator
perilaku dan atribut yang bersangkutan. Pertanyaan tersebut tidak secara
langsung mengungkap atribut yang ingin diukur (Azwar, 2012).
Skala SRL strategies akan diukur menggunakan metode penjumlahan rating (method of summated rating). Metode ini menggunakan empat kategori jawaban, yaitu Selalu, Sering, Kadang-kadang, dan Tidak Pernah. Skor pada
item favorable “Selalu” adalah 4, skor pada item “Sering” adalah 3, skor pada
item “Jarang” adalah 2, dan skor pada item “Tidak Pernah” adalah 1. Untuk
skor unfavorable, pada item dengan jawaban “Selalu” mendapat skor 1, skor
pada item “Sering” adalah 2, skor pada item “Jarang” adalah 3, dan skor pada
item “Tidak Pernah” adalah 4.
Alternatif jawaban pada item skala sengaja dibuat dalam empat pilihan
dengan tujuan untuk menghindari kecenderungan subjek yang ragu-ragu atau
netral dalam memilih jawaban. Pada penghitungan akhir, semakin tinggi skor
pada skala SRL strategies, maka semakin tinggi kecenderungan mahasiswa melakukan SRL strategies. Sebaliknya, semakin rendah skor pada skala SRL
strategies, maka semakin rendah pula kecenderungan mahasiswa melakukan SRL strategies.
Tabel 2
Blue Print Skala Self-regulated Learning Sebelum Uji Coba (Try Out) dan
Seleksi Item
Aspek Self-regulated Learning Nomor Item Total
Favorable Unfavorable Self-evaluation 1, 21, 41, 61, 81 20, 40, 60, 80, 100 10
Organizing and tranforming 3, 23, 43, 63, 83
18, 38, 58,
78, 98
10
Goal-setting and planning 5, 25, 45, 65, 85
16, 36, 56,
76, 96
10
Keeping records and monitoring 7, 27, 47, 67, 87
14, 34, 54,
74, 94
10
Rehearsing and memorizing 9, 29, 49, 69, 89 12, 32, 52, 72, 92 10 Reviewing records 11, 31, 51, 71, 91 10, 30, 50, 70. 90 10
Seeking social assistance 13, 33, 53, 73, 93 8, 28, 48, 68, 88 10 Self-consequences 15, 35, 55, 75, 95 6, 26, 46, 66, 86 10 Seeking information 17, 37, 57, 77, 97 4, 24, 44, 64, 84 10
Environmental structuring 19, 39, 59, 79, 99 2, 22, 42, 62, 82 10 Total 50 50 100 Tabel 3
Pemberian Skor pada SkalaSelf-regulated Learning
Pilihan Jawaban Favorable Unfavorable
Selalu 4 1
Sering 3 2
Jarang 2 3
Tidak Pernah 1 4
Pada skala self-regulated learning ini, semakin tinggi skor yang diperoleh mahasiswa menandakan bahwa semakin tinggi pula kecenderungan
mahasiswa untuk melakukan self-regulated learning. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh mahasiswa, semakin rendah pula kecenderungan mahasiswa untuk melakukan self-regulated learning.
G. Uji Coba Alat Ukur
Sebelum mengambil data yang sesungguhnya, peneliti terlebih dahulu
melakukan uji coba terhadap skala. Tujuannya adalah untuk melihat kualitas
item-item dalam skala yang akan digunakan untuk penelitian. Uji coba skala
pada kelompok subjek dengan karakteristik yang sama dengan karakteristik
subjek untuk penelitian sesungguhnya. Subjek yang terlibat dalam uji coba
skala ini sebanyak 60 orang.
Uji coba skala dilakukan dengan cara mendatangi kantor atau lembaga
tempat subjek bekerja yang sudah ditentukan sebelumnya. Peneliti meminta
ijin untuk melakukan penelitian kepada kepala atau atasan tempat subjek
bekerja dan menjelaskan mengenai materi penelitian dan prosedur pengisian
skala penelitian. Skala penelitian hanya akan dibagikan kepada subjek yang
bersedia untuk terlibat dalam penelitian. Jika subjek tidak bersedia, maka tidak
ada pemaksaan. Lalu peneliti meminta kerja sama kepala atau atasan tersebut
untuk membagi skala kepada subjek dan meminta untuk mengawasi subjek
saat mengisi skala tersebut agar benar-benar dikerjakan oleh subjek, dan
bukan oleh orang lain. Hal tersebut dilakukan karena peneliti tidak dapat
mengawasi pengerjaan skala dikarenakan subjek terikat jam kerja sehingga
tidak dapat langsung mengisi skala. Oleh sebab itu, peneliti meninggalkan
skala penelitian dan mempercayakan kepada atasan subjek untuk mengawasi
pengisian skala tersebut.
H. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
1. Validitas
Penelitian ini menggunakan validitas isi, dimana diselidiki melalui
analisis rasional terhadap isi tes atau disebut juga dengan professional judgement. Sebelum peneliti melakukan uji coba (try out) skala, peneliti
berkonsultasi terlebih dahulu kepada dosen pembimbing agar aitem-aitem
yang telah disusun tepat dan mencakup keseluruhan aspek yang ingin
diukur.
2. Seleksi Aitem
Peneliti menggunakan bantuan SPSS versi 16 for windows untuk melakukan seleksi aitem. Berdasarkan korelasi item total, kriteria
pemilihan item yang baik (sahih) adalah item yang memiliki korelasi dengan batasan rix ≥ 0,30. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil kebijakan dengan batasan rix ≥ 0,3. Aitem yang berada dibawah 0,3 diartikan sebagai aitem yang memiliki daya diskriminasi rendah sehingga
dinyatakan gugur. Dari perhitungan tersebut, diperoleh korelasi aitem total
berkisar antara 0,315 – 0,730. Hasil pengujian terhadap 100 aitem,
terdapat 30 aitem yang gugur sehingga terdapat 70 aitem yang bertahan
dalam setiap aspeknya. Aitem-aitem yang bertahan tersebut dapat
Tabel 4
Blue Print Skala Setelah Uji Coba (Try Out)
Aspek Self-regulated
Learning
Nomor Item Total
Favorable Unfavorable Self-evaluation 1, 21, 41, 61, 81 20, 40, 60, 80, 100 10 Organizing and tranforming 3, 23, 43, 63, 83 18, 38, 58, 78, 98 7 Goal-setting and planning 5, 25, 45, 65, 85 16, 36, 56, 76, 96 6
Keeping records and monitoring 7, 27, 47, 67, 87 14, 34, 54, 74, 94 9 Rehearsing and memorizing 9, 29, 49, 69, 89 12, 32, 52, 72, 92 9 Reviewing records 11, 31, 51, 71, 91 10, 30, 50, 70. 90 9
Seeking social assistance 13, 33, 53, 73, 93 8, 28, 48, 68, 88 9 Self-consequences 15, 35, 55, 75, 95 6, 26, 46, 66, 86 3 Seeking information 17, 37, 57, 77, 97 4, 24, 44, 64, 84 6
Environmental structuring 19, 39, 59, 79, 99 2, 22, 42, 62, 82 2 Total 34 38 70
Keterangan : aitem gugur ditandai dengan huruf bold.
Tampak pada tabel bahwa ada 2 aspek yang kurang terwakili oleh
aitem. Aspek tersebut adalah aspek self-consequences dan environmental structuring yang berdasarkan teori tidak terlalu menggambarkan strategi
self-regulated learning sehingga tidak berpengaruh terhadap pengukuran. Kebanyakan dari mahasiswa cenderung tidak memiliki keinginan untuk
memberikan konsekuensi terhadap diri sendiri dalam mengerjakan tugas.
Selain itu, mahasiswa juga cenderung tidak mempermasalahkan kondisi
lingkungan belajarnya. Mereka lebih fokus terhadap tugas yang harus
diselesaikan daripada memperhatikan kenyamanan lingkungan belajarnya.
Aitem-aitem yang telah diseleksi berjumlah 70, kemudian disusun
ulang untuk digunakan menjadi skala penelitian. Sebarannya adalah
Tabel 5
Blue Print Skala Penelitian
Aspek Self-regulated
Learning
Nomor Item Total
Favorable Unfavorable Self-evaluation 1, 15, 29, 45, 56 14, 28, 44, 55, 70 10 Organizing and tranforming 30, 46, 57 12, 26, 54, 69 7 Goal-setting and planning 2, 17, 47 24, 42, 67 6
Keeping records and monitoring 4, 18, 33, 48, 59 11, 40, 53, 66 9 Rehearsing and memorizing 6, 19, 35, 61 9, 22, 38, 51, 64 9
Reviewing records from tests
8, 21, 37, 50,
63
7, 20, 36, 62 9
Seeking social assistance 10, 23, 39, 52, 65 5, 34, 49, 60 9 Self-consequences 41 3, 32 3 Seeking information 25, 43, 68 16, 31, 58 6 Environmental structuring 13, 27 - 2 Total 36 34 70
3. Reliabilitas
Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya. Tinggi rendahnya reliabilitas secara empiris ditunjukkan oleh
koefisien reliabilitas. Koefisien reliabilitas memiliki rentang angka dari 0
sampai dengan 1,00 (Azwar, 2009). Semakin koefisien reliabilitas
mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya,
semakin koefisien reliabilitas mendekati angka 0 berarti semakin rendah
reliabilitasnya. Perhitungan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan
teknik Alpha Cronbach melalui program SPSS versi 16 for windows. Koefisien reliabilitas dari penghitungan tersebut adalah sebesar 0, 959 dari
70 aitem. Hal ini menunjukkan bahwa skala tersebut reliabel.
I. Teknik Analisis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, sehingga metode
analisis data yang dilakukan adalah dengan menggunakan uji-t (independent sample t-test). Peneliti menggunakan bantuan SPSS versi 16 for windows
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada 1 – 25 Oktober 2014. Peneliti mengambil
data dengan menyebar skala pada mahasiswa tingkat akhir yang bekerja part-time maupun tidak bekerja di wilayah Yogyakarta. Peneliti menyebarkan 80 eksemplar skala self-regulated learning kepada subjek yang sesuai dengan kriteria. Pengambilan data bagi mahasiswa tingkat akhir yang bekerja
dilakukan dengan mendatangi lembaga-lembaga di universitas atau kantor
tempat subjek bekerja part-time, kemudian melakukan ijin untuk menyebarkan skala. Sedangkan bagi mahasiswa tingkat akhir yang tidak bekerja,
pengambilan data dilakukan dengan mendatangi subjek yang bersangkutan
dan meminta untuk mengisi skala.
B. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek yang diperoleh dari penelitian ini berjumlah 80 mahasiswa
yang terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu 40 mahasiswa tingkat akhir yang
bekerja dan 40 mahasiswa tingkat akhir yang tidak bekerja. Subjek penelitian
ini berasal dari beberapa universitas yang ada di wilayah Yogyakarta. Teknik
pengambilan subjek menggunakan metode purposive sampling, yaitu mengambil subjek berdasarkan kriteria tertentu. Keseluruhan subjek yang
mengambil mata kuliah skripsi dan terhitung dalam masa aktif atau tidak
sedang mengambil cuti.
Berikut merupakan gambaran umum mengenai subjek penelitian.
Tabel 6
Deskripsi Subjek Penelitian
Status kerja mahasiswa Karakteristik Universitas Semester Jenis Kelamin Jumlah P L
Bekerja USD VII
IX XI XIII - 2 3 - 2 - 2 1 10 UAJY VII IX XI 3 11 1 - 4 5 24 UKDW VII - 1 1 UMY VII - 1 1 UIN IX - 1 1 UTY IX - 1 1 Akakom IX - 1 1 UNY XI 1 - 1
Status Karakteristik Universitas Semester Jenis kelamin Jumlah P L
Tidak bekerja USD VII
IX XI XIII - 9 2 2 5 6 - 1 25 UAJY VII IX XI 1 1 - - 2 1 5 UGM VII IX XIII 1 2 2 - 1 - 6 STTNAS IX XI 1 - 1 1 3 UPN XIII - 1 1 Total 80
C. Hasil Penelitian
1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan one sample kolmogorov-smirnovtest. Pengujian data ini dibantu dengan SPSS versi 16 for windows. Jika p > 0,05 maka sebaran skor dinyatakan normal, sedangkan jika p < 0,05 maka sebaran skor dinyatakan tidak normal
(Santoso, 2010).
Berdasarkan hasil uji normalitas, nilai probabilitas mahasiswa
yang bekerja adalah sebesar 0,778. Hal ini menunjukkan bahwa
sebaran skornya normal. Sedangkan pada mahasiswa yang tidak
bekerja, nilai probabilitasnya sebesar 0,812. Ini juga menunjukkan
sebaran skor yang normal.
Tabel 7
Tabel Uji Normalitas
(One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test)
Keterangan N Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Bekerja 40 0,659 0,778
Tidak bekerja 40 0,637 0,812
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk melihat apakah varian yang
digunakan pada sampel penelitian bersifat homogen. Tingkat
homogenitas ini dapat dilihat melalui taraf signifikansi Levene’s Test for Equality Variance yang dilakukan dengan menggunakan program
SPSS versi 16 for windows. Jika p > 0,05 maka dapat diartikan bahwa data berasal dari populasi yang mempunyai varian sama. Jika p < 0,05
maka data berasal dari populasi yang memiliki varian tidak sama
(Santoso, 2010).
Berdasarkan hasil uji homogenitas, diperoleh nilai probabilitas
sebesar 0,612. Ini berarti nilai probabilitas tersebut lebih besar dari
0,05 (0,612 > 0,05). Dengan demikian, data self-regulated learning
memiliki varian yang sama dan berasal dari populasi yang sama.
Tabel 8
Tabel Uji Homogenitas
(Levene’s Test for Equality of Variances)
Levene’s Test for
Equality of
Variances
F Signifikansi
Equal variances
assumed 0,260 0,612