• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan - SITI NURSHOFIYATI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan - SITI NURSHOFIYATI BAB II"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Sejenis yang Relevan

Penelitian pola kalimat yang sudah pernah dilakukan adalah analisis pola kalimat berpredikat verba dalam bahasa Indonesia pada buku mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V dan VI Sekolah Dasar karya Purwati dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto pada tahun 2004. Penelitian tersebut bertujuan untuk memberikan wujud ketransitifan verba yang berupa pola ketransitifan verba dasar dan verba berafiks, pola kalimat berpredikat verba menurut fungsi, kategori dan peran sintaksis serta akumulasi pola kalimat berpredikat verba pada buku mata pelajaran bahasa Indonesia kelas V dan VI Sekolah Dasar. Jenis penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V dan VI Sekolah Dasar. Penyedian data menggunakan metode simak yakni teknik sadap, teknik simak bebas libat cakap, dan teknik catat. Pada tahap analisis data menggunakan metode agih yaitu teknik bagi unsur langsung dan teknik luas. Tahap penyajian data ini berupa pemaparan laporan tertulis.

(2)

B. Frasa

Gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif, gabungan itu

dapat rapat, dapat renggang (Kridalaksana, 2011: 66). Menurut Chaer (2007: 222) frasa lazim diidentifikasi sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang

bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Menurut Ramlan (2001: 139) frasa merupakan

satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih, yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa. Frasa adalah satuan garamatik yang terdiri dari dua kata atau lebih dan

tidak melampaui batas fungsi baik fungsi S, P, O atau fungsi-fungsi lainnya. Kata adalah satuan bahasa yang dapat beridi sendiri, terjadi dari morfem tunggal

(Kridalaksana, 2011: 110)

Jadi, frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih dalam

kalimat yang bersifat nonpredikatif dan tidak melebihi batas fungsi unsur klausa dalam sintaksis. Adapun Ciri-ciri frasa sebagai berikut:

1. terdiri dari dua kata atau lebih, frasa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari

dua kata atau lebih,

2. tidak melampaui batas fungsi, maksudnya frasa itu selalu terdapat dalam satu

fungsi unsur klausa, yaitu S, P, O, Pel, atau Ket, 3. biasdiperluas atau disisipi dan atau yang.

Dari pengertian dan ciri-ciri di atas, maka frasa:

1. frasa harus merupakan kelompok kata, frasa tidak bias berdiri sendiri,

(3)

3. frasa tidak memiliki intonasi dan penjedaan atau tanda baca, maka tidak berpotensi menjadi kalimat, dan

4. frasa merupakan konstituen untuk klausa, kalimat dan wacana. Unsur bahasa yang merupakan bagian dari satuan yang lebih besar.

C. Klausa

Menurut Ramlan (2001: 79) klausa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari subjek dan predikat, disertai objek, pelengkap dan keterangan atau tidak. Dengan ringkasan klausa ialah S P (O), (Pel), (Ket). Tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak dalam kurung itu bersifat maknasuka, artinya boleh ada boleh juga tidak. Menurut Chaer (2007: 231) klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif, konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan. Klausa adalah satuan gramatik yang terdiri atas S dan P baik disertai O, Pel, Ket maupun tidak. Unsur klausa berupa S dan P, sedangkan O, Pel, dan Ket bukan unsur utama. S juga bisa dilesapkan sehingga unsur pokok klausa adalah P, rumusnya adalah (S) (P) (O) (Pel).

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa klausa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari subyek dan predikat, disertai objek, pelengkap dan keterangan. Dengan ringkasan klausa adalah S P (O), (Pel), (Ket). Runtunan kata-kata berkontruksi predikatif. Klausa biasanya terdapat unsur O, Pel, Ket yang sifatnya manasuka. Unsur S juga bisa dilesapkan sehingga unsur pokok kluasa adalah P.

Ada empat macam ciri-ciri klausa, yaitu:

(4)

c. unsur utama klausa adalah P karena S dapat dilesapkan, d. mempunyai rumus (S) (P) (O) (Pel).

Berdasarkan pengertian dan ciri-ciri klausa, maka: a. klausa dapat hanya terdiri dari satu kata,

b. klausa hanya mengisi fungsi sintaksis yang satu yakni P,

c. klausa tidak memiliki intonasi dan penjedaan atau tanda baca, tetapi memiliki potensi menjadi kalimat,

d. klausa merupakan konstituen untuk kalimat dan wacana.

D. Kalimat

1. Pengertian Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun dank eras lembut, di sela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya suatu perpaduan atau asimilasi bunyi atau proses fonologinya. Dalam bentuk tulisan huruf latin, kalimat dimulai dengan huruf capital dan diakhiri dengantanda titik (.), tanda Tanya (?), atau tanda seru, sementara itu di dalamnya disertakana pula tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi. Titik, tanda Tanya, dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir, sedagkan tanda baca lainnya sepadan dengan jeda. Spasi yang mengikuti tanda titik, tanda Tanya, dan tanda seru melambangkan kesenyapan (Alwi, dkk., 2003: 311).

(5)

berisi pikiran yang lengkap dalam ujaran. Menurut Kridalaksana (2011:103) menyatakan bahwa kalimat merupakan satuan bahasa yang relatif berdiri sendiri, mempunyai intonasi final, dan secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa.

Dari beberapa pengertian atau batasan kalimat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam bentuk lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, mempunyai intonasi final, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan. Dalam wujud tulis, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!); sementara itu di dalamnya disertakan berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi.

Ada empat macam Ciri-ciri kalimat, yaitu:

a. konstruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas dua kata atau lebih, b. diakhiri dengan intonasi atau tanda baca,

c. merupakan konstruksi sintaksis yang mengandung unsur predikasi, d. terdiri atas unsurS dan P dengan atau tanpa O, Pel, atau K.

Dari pengertian dan ciri-ciri di atas maka:

a. kalimat dapat hanya terdiri dari satu kata, beberapa frasa, maupun beberapa klausa;

b. kalimat terdiri dari berbagai fungsi yang membentuk satu pola pikiran; c. kalimat memiliki intonasi dan penjedaan atau tanda baca;

d. kalimat merupakan konstituen untuk wacana. Contoh:

(6)

Byan bermain bola. S P O

Ibu berbicara tentang pernikahanku. S P Pel

Ayah sedang pergi ke kantor. S P Ket

2. Jenis-Jenis Kalimat

Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu kalimat majemuk dan kalimat tunggal. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terjadi dari beberapa klausa bebas (Kridalaksana, 2011: 105). Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa atau satu konsttituen SP. Jadi, unsur inti kalimat tunggal ialah subjek dan predikat (Rusyana dan Samsuri dalam Putrayasa 2006: 26). Menurut Alwi, dkk., (2003: 313-314) kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas satu klausa. Hal itu berarti bahwa konstituen untuk tiap unsur kalimat, seperti subjek dan predikat, hanyalah satu atau merupakan satu.

Kalimat tunggal menurut Putrayasa (2008:26-40) berdasarkan kategori predikatnya dapat dibedakan menjadi lima, yaitu: kalimat berpredikat verbal, kalimat

berpredikat adjektival, kalimat berpredikat nominal (termasuk pronominal), kalimat berpredikat numeral dan kalimat berpredikat frasa preposional. Di dalam kalimat

tunggal tentu saja terdapat semua unsur wajib yang diperlukan. Unsur wajib yang dimaksud adalah subjek dan predikat. Disamping itu tidak mustahil ada pula unsur mana suka seperti keterangan. Dengan demikian, kalimat tunggal tidak selalu dalam

wujud kalimat yang pendek, tetapi juga dapat berupa kalimat yang panjang.

(7)

dari kata yang menduduki jabatan subjek predikat dan secara fakultatif objek. Kalimat tunggal luas adalah kalimat tunggal yang di samping terdiri atas kata yang menduduki fungsi sebagai subjek, predikat, dan objek, juga terdapat unsur perluasan. Unsur perluasan itu dapat meliputi keterangan subjek, keterangan predikat, keterangan objek, dan keterangan lain yang tidak sampai membentuk klausa.

3. Fungsi Sintaksis Unsur-unsur Kalimat

Fungsi adalah peran sebuah unsur dalam satuan sintaksis yang lebih luas (Kridalaksana, 20011: 67). Fungsi sintaksis utama dalam bahasa adalah predikat, subjek, objek, pelengkap dan keterangan (Putrayasa, 2008: 64). Alwi (2003: 36) menyatakan fungsi sintaksis dalam bahasa yaitu predikat, subjek, objek, pelengkap dan keterangan. Dalam sebuah kalimat tidak selalu kelima fungsi sintaktis itu terisi, tetapi paling tidak harus ada konstituen pengisi subjek dan predikat. Di bawah ini berturut-turut dibicarakan fungdi predikat, subjek, objek, pelengkap dan keterangan.

1) Subjek (S)

(8)

a) membentuk kalimat dasar, kalimat luas, kalimat tunggal, kalimat majemuk, b) memperjelas makna, memperjelas pikiran atau gagasan yang diungkapkan dan

menetukan kejelasan makna kalimat,

c) menjadi pokok pikiran, subjek atau pokok kalimat merupakan unsur utama kalimat,

d) menegaskan (memfokuskan) makna, penempatan subjek yang tidak tepat, dapat mengaburkan makna kalimat,

e) memperjelas pikiran ungkapan, subjek menentukan kejelasan makna kalimat f) membentukkesatuan pikiran (Asri Ismail, (online)).

Ciri-ciri dari subjek, yaitu:

a) jawaban apa atau sifat, untuk menentukan subjek, kita dapat bertanya dengan memakai kata tanya apa atau siapa di hadapan predikat,

b) didahuluikata bahwa, di dalam kalimat pasif kata bahwa merupakan penanda bahwa unsur yang menyertainya adalah anak kalimat pengisi fungsi subjek. Di samping itu, kata bahwa juga merupakan penanda subjek yang berupa anak kalimat pada kalimat yang menggunakan kata adalah atau ialah,

c) berada kata atau frasa benda (nomina), dibentuk dengan kata benda atau sesuatu yang dibendakan,

d) disertaikata ini, atau itu, kebanyakan subjek dalam bahasa Indonesia bersifat takrif (definite). Untuk menyatakan takrif, biasanya digunakan kata itu. Subjek yang sudah takrif misalnya nama orang, nama negara, instansi, atau nama diri lain dan juga pronomina tidak disertai kata itu. Contoh: Mahasiswa itu sedang berorasi.

(9)

f) kata sifat didahului kata si atau sang,di depan subjek apabila kata sifat didahului dengan kata si atau sang,

g) tidak didahului preposisi: di, dalam, pada, kepda, bagi, untuk, dari, menurut, berdasarkan, dan lain-lain, dan

h) tidakdapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat dengan kata bukan. Contoh:

(1)Saya sudah mulai mengantuk.

(2)Air sungai kecil itu terus menerus menggericik.

2) Predikat (P)

Predikat adalah bagian klausa yang menandai apa yang dikatakan oleh pembicara tentang subjek (Kridalaksana, 20011: 198). Predikat merupakan konstituen pokok yang disertai konstituen subjek di sebelah kiri dan jika ada konstituen objek, pelengkap, dan atau keterangan wajib di sebelah kanan (Alwi, dkk., 2003: 326). Menurut Putrayasa (2008: 65) predikat adalah bagian yang memberi keterangan tentang sesuatu yang berdiri sendiri atau subjek itu. Memberi keterangan tentang sesuatu yang berdiri sendiri tentulah yang menyatakan apa yang dikerjakan atau dalam keadaan apakah subjek itu. Oleh karena itu, biasanya predikat terjadi dari kata

kerja atau kata keadaan. Kita selalu dapat bertanya dengan memakai kata tanya mengapa, artinya dalam keadaan apa, bagaimana, atau mengerjakan apa?

Seperti halnya subjek, predikat kebanyakan muncul secara eksplisit.Predikat dapat berupa kata dan dapat pula frasa. Keberadaan predikat dalam kalimat berfungsi: a) membentuk kalimat dasar, kalimat tunggal, kalimat luas, kalimat majemuk, b) menjadi unsur penjelas, yaitu memperjelas pikiran atau gagasan yang

(10)

c) menegaskan makna, predikat adalah bagian yang member keterangan tentang sesuatu yang berdiri sendiri atau subjek itu,

d) membentuk kesatuan makna, dan

e) sebagaisebutan, predikat adalah keterangan yang dibuat mengenai orang atau barang.

Ciri-ciri dari predikat yaitu:

a) jawaban mengapa, bagaimana, fungsi predikat dalam kalimat dapat menjawab dari pertanyaan mengapa, dan bagaimana,

b) dapat diinkarkan dengan tidak atau bukan,di dalam sebuah kalimat di depan fungsi predikat bias diletkan dengan kata tidak atau bukan

c) dapat didahului keterangan aspek: akan, sudah, sedang,

d) dapat didahului keterangan modalitas: sebaiknya, seharusnya, seyogyanya, mesti, selayaknya dan lain-lain,

Tidak didahului dengan kata yang, jika didahului kata

a) yang predikat berubah fungsi menjadi perluasan subjek, b) didahului kata adalah, ialah, yaitu, yakni, dan

c) predikat dapat berupa kata benda, kata sifat, kata kerja, atau bilangan. Contoh : (3) Pengusaha itu menemukan peluang bisnis barunya.

3) Objek (O)

(11)

dalam klausa (Kridalaksana, 20011: 166). Menurut Parera (2009: 171) objek adalah penderita atau yang kena perbuatan/ pekerjaan atau yang menderita. Subjek dan predikat cenderung muncul secara eksplisit dalam kalimat, namun objek tidaklah demikian halnya. Kehadiran objek dalam kalimat bergantung pada jenis predikat kalimat serta ciri khas objek itu sendiri. Dalam kalimat objek berfungsi sebagai: a) membentuk kalimat dasar pada kalimat berpredikat transtif,

b) memperjelas makna, dan

c) membentuk kesatuan atau kelengkapan pikiran, objek dapat dikenali dengan meperhatikan jenis predikat yang melengkapinya.

Ciri-ciri dari objek, yaitu:

a) berupa kata benda,biasanya objek berupa nomina atau frasa nominal,

b) tidak didahului kata depan, biasanya objek ditandai oleh kehadiran afiks tertentu,

yaitu sufiks –kan dan –i serta prefiks meng-, c) mengikuti langsung di belakang predikat transitif,

d) jawaban apa atau siapa yang terltak di belakang predikat transitif, dan e) dapat menduduki fungsi subjek apabila kalimat itu dipasifkan.

Contoh:

Kalimat yang benar: Mahasiswa itu menerangkan kerangka berfikirnya.

Kalimat yang salah: Mahasiswa itu menerangkan tentang kerangka berfikirnya.

4) Pelengkap (Pel)

(12)

langsung di belakang predikat jika tak ada objek dan di belakang objek kalau unsur ini hadir; tak dapat menjadi subjek akibat pemasifan kalimat; tidak dapat diganti dengan -nya kecuali dalam kombinasi preposisi selain di, ke, dari, dan akan (Alwi, dkk., 2003:

329). Pelengkap adalah unsur kalimat yang berfungsi melengkapi informasi, mengkhususkan objek, dan melengkapi struktur kalimat. Menurut Ramlan (2001: 84) pelengkap mempunyai persamaan dengan O, baik O1 maupun O2, yaitu selalu terletak

di belakang P. Perbedaanya ialah O selalu terdapat dalam klausa yang dapat dipasifkan, sedangkan pelengkap terdapat dalam klausa yang tidak dapat diubah menjadi bentuk pasif atau mungkin juga terdapat dalam klausa pasif. Adapun Ciri-ciri pelengkap sebagai berikut:

a) bukan unsur utama, tapi tanpa pelengkap kalimat itu tidak jelas dan tidak lengkap informasinya,

b) terletak di belakang predikat yang bukan kata kerja transitif, misalnya: Melengkapi struktur:

Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila. S P Pel Ia menjadi rektor.

S P Pel

Mengkhususkan makna objek, misalnya: Ibu membawakan saya oleh-oleh.

S P O Pel

5) Keterangan (Ket)

(13)

informasi menjadi tidak jelas. Hal ini dapat dirasakan kehadirannya terutama dalam surat undangan, laporan penelitian, dan informasi yang terkait dengan tempat, waktu, sebab dan lain-lain.

Ciri-ciri Keterangan sebagai berikut:

a) bukan unsur utama kalimat, tetapi kalimat tanpa keterangan, pesan menjadi tidak jelas, dan tidak lengkap, misalnya surat undangan, tanpa keterangan tidak komunikatif,

b) tempat tidak terikat posisi, pada awal, tengah, atau akhir kalimat,

c) dapatberupa: keterangan waktu, tujuan, tempat, senan, akibat, syarat, cara, posesif, dan pengganti nomina,

Contoh penempatan keterangan:

Pada awal kalimat, (4) “Kemarin rector berangkat ke Tokyo.” Pada tengah kalimat, (5) ”Rektor kemarin berangkat ke Tokyo.” Pada akhir kalimat, (6) ”Rektor berangkat ke Tokyo kemarin.”

d) Dapat berupa keterangan tambahan dapat berupa aposisi; misalnya: keterangan tambahan subjek, tidak dapat menggantikan subjek, sedangkan aposisi dapat menggantikan subjek.

Contoh:

(7)Megawati, yang menjabat Presiden RI 2001-2004, adalah putra Bung Karno. (keterangan tambahan)

(8)Megawati, Presiden RI 2001-2004, adalah putra Bung Karno. (aposisi)

4. Kategori

(14)

2001: 170). Menurut Kridalaksana (20011: 113) kategori adalah golongan satuan bahasa yang anggota-anggotanya mempunyai perilaku sintakstis dan mempunyai sifat hubungan yang sama. Kategori atau kelas kata adalah kata yang mempunyai bentuk serta perilaku yang sama, atau mirip, dimasukkan ke dalam satu kelompok, sedangkan kata lain yang bentuk dan perilakunya sama atau mirip dengan sesamanya, tetapi dengan kelompok yang pertama, dimasukkan ke dalam kelompok yang lain. Dengan kata lain, kata dapat dibedakan berdasarkan kategori sintaksisnya (Alwi, 2003: 35-36). 1) Nomina (N) sering juga disebut kata benda, dapat dilihat dari tiga segi, yakni segi semantik, segi sintaksis dan segi bentuk. Dari segi semantic, kita dapat mengatakan bahwa nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda dan konsep atau pengertian. Frasa nominal (FN) adalah frasa yang memiliki distribusi yang sama dengan kata nominal. Persamaan distribusi itu dapat diketahui dengan jelas dari jajaran:

(9)Ia membeli baju baru (10)Ia membeli baju

Frasa baju baru dalam klausa di atas mempunyai distribusi yang sama dengan kata baju. Kata baju termasuk golongan kata nominal, karena itu frasa baju baru termasuk golongan frasa nominal.

(15)

pada umunya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan. Frasa verbal ialah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan verba sebagai intinya tetapi bentuk ini tidak merupakan klausa. Conoh:

(1)Dua orang mahasiswa sedang membaca buku baru di perpustakaan (2)Dua orang mahasiswa – membaca buku baru di perpustakaan

Frasa sedang membaca dalam klausa di atas mempunyai distribusi yang sama dengan kata membaca. Kata membaca termasuk golongan V, karena itu frasa sedang membaca juga termasuk golongan V.

3) Adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Adjektiva juga dicirikan sebagai beriku: agak, dapat, harus, kurang, lebih, paling, dan sangat.

agak baik harus baik akan tenang kurang pandai amat pandai lebih baik belum baik paling tinggi dapat palsu selalu rajin

4) Adverbia atau kata keterangan muncul dalam kalimat sering menyertai jenis kata lain yang menjadi P, misalnya: sangat baik, kata baik merupakan inti dan sangat merupakan pewatas. Frasa adverbial yang termasuk jenis ini: agak besar, kurang pandai, hampir baik, begitu kuat, pandai sekali, lebih kuat, dengan bangga, dan

dengan gelisah. Frasa adverbial yang bersifat koordinatif (tidak saling

menerangkan), misalnya: lebih kurang, kata lebih tidak menerangkan kurang dan kurang tidak menerangkan lebih.

(16)

Preposisi dasar: di, ke, dari, pada, demi, dan lain-lain

(11) Demi kemakmuran bangsa, mari kita tegakkan hokum dan keadilan.

Preposisi turunan: di antara, di atas, ke dalam, kepada, dan lain-lain.

(12) Di antara calon peserta lomba terdapat nama seorang peserta yang sudah menjadi juara selama dua tahun.

5. Makna Sintaksis (Peran)

Kridalaksana (2011: 187) peran adalah hubungan predikator dengan sebuah nomina dalam proposisi. Verhaar (2001: 167) mengatakan bahwa peran adalah segi semantis dari peserta-peserta verba. Unsur ini berkaitan dengan makna gramatikal/sintaksis. Menurut Ramlan (makna adalah 2001: 94) istilah makna di sini digunakan sebagai isi semantic unsur-unsur satuan gramatik, baik berupa klausa maupun frasa. Makna bersifat relasional, maksunya makna suatu unsur satuan gramaitk ditentukan berdasarkan hubungannya dengan unsur yang lain.

Dalam menganalisis peran sintaksis ada beberapa model dari pakar-pakar terkemuka seperti Verhaar (1977); Ramlan (2001); dan Alwi, dkk. Penelitian ini menggunakan analisis dari Ramlan (2001), karena dalam buku Ramlan analisis tentang peran lebih khusus dan mudah dipahami oleh pembaca. Peran-peran tersebut sebagai berikut:

1) Makna unsur pengisi subjek (S), ada beberapa kemungkinan makna unsur pengisi S, yaitu menyatakan: pelaku, alat, sebab, penderita, hasil, tempat, penerima, pengalam, dikenal dan terjumlah.

2) Makna unsur pengisi predikat (P), yaitu menyatakan: perbuatan, keadaan, keberadaan, pengenal, jumlah, dan pemerolehan.

(17)

4) Makna unsur pengisi pelengkap (Pel), yaitu menyatakan : penderita dan alat. 5) Makna unsur pengisi keterangan (Ket), yaitu menyatakan : tempat, waktu, cara,

penerima, peserta, alat, sebab, pelaku, keseringan, perbandingan, dan perkecualian.

6. Pola Dasar Kalimat Tunggal

Menurut Kridalaksana (2011:197) pola kalimat adalah konsep sintaksis yang mencakup kontruksi-kontruksi seperti indikatif, interogatif, imperative dan sebagainya. Dalam suatu kalimat tidak selalu kelima fungsi sintaksis terisi, tetapi paling tidak ada konstituen pengisis subjek dan predikat. Kehadiran konstituen lainnya banyak ditentukan oleh konstituen pengisi predikat. Oleh karena itu menurut Alwi, dkk.(2003: 322) pola kalimat dapat dipahami dalam bentuk tabel.

Tabel 1. Pola-Pola Kalimat Dasar

Fungsi Subjek Predikat Objek Pelengkap Keterangan

S-P Orang itu sedang tidur

Dian Mengambilkan adiknya air minum

S-P-O-Ket

Pak Raden Memasukkan Uang ke bank

(18)

E. Perbedaan Frasa, Klausa dan Kalimat

Frasa lazim diidentifakasikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan

kata yang bersifat nonpredikatif. Frasa tidak boleh mengandung predikat karena kelompok kata yang mengandung predikat akan membentuk klausa, bahkan dapat

membentuk kalimat. Yang dimaksud dengan predikat adalah kata atau kelompok kata yang menerangkan perbuatan/tindakan atau sifat dari subjek (pelaku). Kelompok kata

yang mengandung predikat adalah klausa, sedangkan kelompok kata yang tidak mengandung predikat adalah frasa.

1. Perbedaan frasa dengan kalimat, yaitu: frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif, gabungan itu dapat rapat, dapat renggang

sedangkan kalimat adalah satuan bahasa yang relatif dapat berdiri sendiri yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa seperti yang sudah

dijlaskan diatas. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari contoh berikut: a. Frasa:

cerita yang menarik

kedatangan yang terlambat ke kantor

b. Kalimat:

Ceritanya menarik. S P Terlambat datangnya.

P S Ibu pergi ke kantor. S P Ket

2. Perbedaan frasa dengan klausa, yaitu: Jika frasa harus berupa kelompok kata

(19)

fungsi sintaktis (S, P, O, Pel, Ket) maka klausa hanya mengisi fungsi sintaktis, sehingga klausa itu bersifat predikatif sedangkan frasa bersifat nonpredikatif.

3. Perbedaan klausa dengan kalimat,yaitu: klausa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari subjek dan predikat, disertai objek, pelengkap dan keterangan atau tidak sedangkan kalimat adalah satuan bahasa yang relatef yang dapat berdiri sendiri yang mempunyai intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari contoh berikut:

a. Klausa

(13) kakak akan pergi ke Bali (14) ayah pergi ke Jakarta

(15) pertandingan itu berlangsung (16) mereka pergi ke luar lapangan b. Kalimat

(17) Besok pagi kakak akan pergi ke Bali dan ayah pergi ke Jakarta. (18) Ketika pertandingan itu berlangsung mereka pergi ke luar lapangan

Widjono Hs. 2008. Bahasa Indonesia. Jakarta: grasindo, (onlaine).

F. Wacana

1. Pengertian Wacana

(20)

dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal di mana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya. Sedangkan Roger Fowler (1977) mengemukakan bahwa wacana adalah komunikasi lisan dan tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang termasuk di dalamnya (Apriliasya, (online)).

Wacana adalah satuan bahasa terlengkap. Dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel buku seri, ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap (Kridalaksana, 20011: 259). Menurut Chaer (2007: 267) wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.

Henry Guntur Tarigan (1987:27) mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis, sedangkan menurut J.S. Badudu (2000) wacana yaitu rentetan kalimat yang „berkaitan dengan‟, yang menghubungkan

proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi dan berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, serta dapat disampaikan secara lisan dan tertulis (Apriliasya, (online)).

2. Ciri-ciri wacana

(21)

b. satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap, c. untaian kalimat-kalimat,

d. memiliki hubungan proposisi,

e. memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan, f. memiliki hubungan koherensi,

g. memiliki hubungan kohesi,

h. rekaman kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi, i. bisa transaksional juga interaksional,

j. medium bisa lisan maupun tulis, k. sesuaidengan konteks.

3. Jenis Wacana

Mulyana (2005: 47) mengklasifikasikan wacana yaitu berdasarkan bentuk, media penyampaian, jumlah penutur, sifat, isi, dan berdasarkan gaya dan tujuan. Menurut (Webster dalam Sobur 2009: 9) wacana adalah komunikasi pikiran dengan kata-kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan; konversi atau percakapan. Komunikasi secara umum, terutama sebagai subjek studi atau pokok telaah.Risalat tulis; disertasi formal; kuliah; ceramah; khotbah. Dalam penelitian ini peneliti membatasi pada media penyampaian (wacana tulis) dan sifat (wacana non-fiksi) karena wacana tersebut lebih mudah dipahami bagi pembaca.

a. Wacana Tulis

(22)

b. Wacana Non-fiksi

Wacana non-fiksi disebut juga wacana ilmiah. Wacana non-fiksi dismpaikan dengan cara dan pola-pola ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bahasa yang digunakan bersifat denotative, lugas dan jelas. Secara umum penyampaianya tidak mengabaikan kaidah-kaidah gramatika bahasa yang bersangkutan.

G. Buku Teks Bahasa Indonesia

1. Pengertian

Buku teks adalah buku pelajaran dalam bidang studi tertentu yang bidang itu dibuat maksud-maksud dan tujuan intruksional yang diperlengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi sehingga dapat menunjang suatu program pengajaran (Tarigan, 1986: 12-13). Sementara itu Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2004: 3) menyebutkan bahwa buku teks atau buku pelajaran adalah sekumpulan tulisan yang dibuat secara sistematis berisi tentang suatu materi pelajaran tertentu, yang disiapkan oleh pengarangnya dengan menggunakan acuan kurikulum yang berlaku.Substansi yang ada dalam buku diturunkan dari kompetensi yang harus dikuasai oleh pembacanya (dalam hal ini siswa).

Pusat Perbukuan (2006: 1) menyimpulkan bahwa buku teks adalah buku yang

dijadikan pegangan siswa pada jenjang tertentu sebagai media pembelajaran (instruksional), berkaitan dengan bidang studi tertentu. Buku teks merupakan buku

(23)

pembelajaran. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 menjelaskan bahwa buku teks (buku pelajaran) adalah buku acuan wajib untuk

digunakan di sekolah yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan (Rahman, (online)).

Buku teks bahasa Indonesia adalah buku bahasa Indonesia yang dijadikan pegangan siswa pada jenjang tertentu sebagai media pembelajaran (instruksional), berkaitan

dengan bidang studi bahasa Indonesia.

Bagi pengebangan didaktik metodik yang mutahir, dan disajikan secara

berkelanjutan dan berkaitan dengan pengalaman-pengalaman belajar berbahasa yang lain secara terpadu. Buku teks memiliki 7 prinsip dalam penyusunannya yaitu, prinsip

kebermaknaan, prinsip keotentikan, prinsip keterpaduan, prinsip keberfungsian, prinsip performasi komunikatif, prinsip kebertautan dan prinsip penilaian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 2 prinsip,yaitu prinsip kebertautan dan prinsip

penilaian. Prinsip kebertautan (kontekstual), prinsip ini khususnya berkaiatn dengan pemanfaatan media dan sumber belajar. Agar diperoleh hasil yang optima

pembelajaran bahasa dengan menggunakan media dan sumber belajar yang tepat. Prinsip penilaian, pembelajaran bahasa dengan ancangan komunikasi menuntut

penilaian yang ; (1) mengukur langsung kemahiran berbahasa siswa secara menyeluruh dan terpadu; (2) mendorong siswa agar aktif berlatih berbahasa Indonesia

(24)

2. Jenis Buku Teks

Buku teks sangatlah erat dengan pembelajaran. Dalam pembelajaran buku teks yang digunakan itu beranekaragam jenisnya, sehingga dapat saling melengkapi dan menyempurnakan antara buku teks yang satu dengan yang lainnya. Dilihat dari segi fungsinya buku teks dibedakan menjadi dua macam,yaitu: buku teks wajib dan buku teks tak lengkap. Dilihat dari segi cara penulisan buku teks dibagi menjadi tiga jenis yaitu buku teks tunggal, buku teks berjilid dan buku teks berseri (Tarigan, 1986: 31). Buku teks tunggal adalah buku teks yang hanya terdiri dari atas satu buku saja. Buku teks berjilid adalah buku pelajaran untuk kelas tertentu atau untuk satu jenjang sekolah tertentu. Buku teks berseri adalah buku pelajran berjilid mencakup beberapa jenjang sekolah, misalnya dari SD-SMP-SMA.

Gambar

Tabel 1. Pola-Pola Kalimat Dasar

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan penelitian, diperoleh keluaran daya maksimum untuk laser CO 2 sealed-off pada arus listrik 10,75 mA dengan jumlah garis radiasi laser yang dihasilkan sebanyak

Tingkat kedisiplinan para siswa kelas VIII SMP Joanness Bosco Yogyakarta dalam mengikuti kegiatan akademik di sekolah dalam tiap aspek, adalah sebagai berikut: (1) Aspek

(1) Bagi Wajib Pajak yang karena kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk melunasi sekaligus pembayaran Pajak Penghasilan Final yang terutang dalam rangka penilaian

First Characterization of Bioactive Components in Soybean Tempe that Protect Human and Animal Intestinal Cells against Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC)

Tujuan sekolah Adiwiyata secara umum bertujuan untuk mewujudkan masyarakat sekolah yang peduli dan berbudaya lingkupan dengan menciptakan kondisi yang lebih baik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1). Pengaruh harga produk jasa terhadap sikap konsumen, 2). Pengaruh variasi produk jasa terhadap sikap konsumen, 3). Pengaruh

The SNF are putted on the spent fuel baskeets (canister) consisting the racks.. The decay heat from spent fuel bundles of baskets be transferred to the serial heat

DATA PENGUNJUNG DARI BERBAGAI INSTITUSI KE PERPUSTAKAAN PATIR SELAMA DELAPAN..