• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMALISASI PERLINDUNGAN DAN BANTUAN HUKUM PEKERJA MIGRAN MELALUI PROMOSI KONVENSI PEKERJA MIGRAN TAHUN 2000

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "OPTIMALISASI PERLINDUNGAN DAN BANTUAN HUKUM PEKERJA MIGRAN MELALUI PROMOSI KONVENSI PEKERJA MIGRAN TAHUN 2000"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMALISASI PERLINDUNGAN DAN BANTUAN HUKUM PEKERJA

MIGRAN MELALUI PROMOSI KONVENSI PEKERJA MIGRAN TAHUN 2000

Atik Krust iyati

Fakult as Hukum Universit as Surabaya Email: krust iyat i@ubaya. ac. id

Abst r act

Enf or cement of l egal pr ot ect i on and ai d f or Indonesi an Mi gr ant Wor ker (TKI) st i l l f aci ng a l ot of obt acl es f r om many f act or s, i ncl udi ng subst ance, st r uct ur e, and cul t ur e of l aw. Rat i f i cat i on of Mi gr ant Wor ker Convent ion in Act No. 6 / 2012 and r at i f i cat ion of Int er nat ional Convent ion of Civi l and Pol it i cal Ri ght s (ICCPR) i nt o Act no. 12/ 2005 must be seen as one of st at e r esponsi bi l it y i n ext endi ng l egal pr ot ect ion and ai d f or mi gr ant wor ker . Impl ement at ion of t hese t wo Convent i on ar e i mmedi at el y and j ust i ci abl e i n nat ur e, si nce Act No. 16/ 2011 r egar di ng Legal Ai d has been pr eviousl y i mpl ement ed by Indonesi an Gover nment . Adopt ion of Mi gr ant Wor ker Convent i on and ICCPR i nt o nat ional l egal syst em must be accompani ed by i mpl ement at ion of legal i nst r ument s consi st ent l y and cont i nuousl y r egar dl ess of l egal , pr ocedur al , or admi ni st r at i ve. Impl ement at ion of t hi s l aw i s necessar y t o opt imal l y enf or ce al l r esour ces t o set t le any pr obl ems ar i se r egar di ng mi gr ant wor ker s. Gover nment must keep wor king on t he Revi si on of Act No. 39 2004 and har moni zat ion bet ween i nt er nat i onal l egal i nst r ument wit h nat ional l egal i nst r ument .

Key wor ds : Pr ot ect i on of l aw, legal ai d, mi gr ant wor ker

Abst rak

Pelaksanaan perlindungan dan bant uan hukum bagi pekerj a migran Indonesia (TKI) masih banyak mengalami kendala karena berbagai f akt or, baik yang menyangkut subst ansi, st rukt ur dan budaya hukum. Rat if ikasi Konvensi Pekerj a Migran dalam Undang-undang No 6 Tahun 2012 dan Rat if ikasi Konvensi Hak Sipil dan Polit ik (ICCPR) dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2005 merupakan salah sat u bent uk t anggung j awab negara dalam memberikan perlindungan dan bant uan hukum. Implement asi dari 2 (dua) Konvensi t ersebut bersif at i mmedi at el y dan j ust i ci abl e, mengingat sudah ada undang-undang No. 16 Tahun 2011 t ent ang Bant uan Hukum. Sat u hal pent ing j uga yang harus diperhat ikan adalah bahwa adopsi Konvensi Pekerj a Migran dan ICCPR ke dalam sist em hukum nasional harus diimbangi dengan implement asi inst rumen hukum t ersebut secara konsist en dan berkelanj ut an, baik secara legal, prosedural, maupun administ rat if . Implement asi semacam ini sangat diperlukan agar sumber daya yang diperlukan unt uk menegakkan berbagai persoalan pekerj a migran dapat dimanf aat kan secara opt imal. Langkah merevisi Undang-undang No. 39 Tahun 2004 dan harmonisasi ant ara ket ent uan hukum int ernasional dan hukum nasional j uga harus t erus diupayakan.

Kat a Kunci: Perlindungan hukum, bant uan hukum, pekerj a migran

Pendahuluan

Akhir-akhir ini Tenaga Kerj a Indonesia (TKI), khususnya Tenaga Kerj a Wanit a (TKW), yang t ergolong dalam pekerj a migran mendapat sorot an dari berbagai pihak, bahkan t erdapat j argon yang sering didengar, “ TKI ku sayang, TKI

Art ikel ini merupakan penyempurnaan dari makal ah cal l f or paper yang di present asikan dal am seminar nasional t ent ang Opt i mal i sasi Bant uan Hukum di Indonesia Per-j uangan Bagi Rakyat Miski n, Uni versit as At maPer-j aya, Yog-yakart a, 19 Apr il 2012.

(2)

dihu-kum pancung di Saudi Arabia, kasus pengani-ayaan yang dialami oleh Nirmala Bonet , TKI asal Nusa Tenggara Timur di Malaysia (2004), kasus penyiksaan Sumiat i, TKI asal Nusa t enggara Barat di Arab Saudi (2010).

Terdapat beberapa alasan mengapa hal t ersebut t erj adi, ant ara lain TKI seringkali di t empat kan sebagai obyek kebij akan dan selalu dipersalahkan dalam set iap persoalan migrasi manusia. Rendahnya t ingkat pendidikan para TKI menj adi pembenaran t erhadap set iap per-masalahan yang t erj adi. Padahal pendidikan merupakan upaya unt uk mencerdaskan kehidup-an bkehidup-angsa. Pendidikkehidup-an dapat dilakskehidup-anakkehidup-an me-lalui dua j alur yait u pendidikan sekolah dan luar sekolah yang masing-masing mempunyai ket en-t uan yang disepakaen-t i bersama dan memiliki ke-kuat an sert a kelemahan masing-masing.1 Ting-kat pendidikan yang rendah menyebabkan pro-dukt ivit as sumber daya yang ada j uga rendah, yang selanj ut nya mempengaruhi pendapat an masyarakat menj adi rendah pula. Apabila sit ua-si ini dibiarkan berlarut larut akan menyebab-kan t ercipt anya proses lingkaran kemiskinan.2

Selain it u para TKI j uga menj adi t arget perolehan devisa negara, berst at us ilegal dan t idak mempunyai keahlian yang memadai. Da-lam kont eks ini memunculkan dua macam mig-rasi, yait u migrasi legal/ (resmi) dan ilegal (t idak resmi). Berbagai kasus yang menimpa TKI me-nunj ukkan bet apa rendahnya perlindungan hu-kum dan bant uan huhu-kum yang di dapat oleh me-reka. Kondisi ini t ent u saj a merupakan kondisi yang sangat kont radikt if , karena di sat u sisi TKI yang merupakan pekerj a migran dipandang se-bagai hal yang dapat menaikkan devisa negara namun di sisi lain mereka t idak memperoleh perlindungan at as hak asasi mereka.

Upaya perlindungan pekerj a migran ini dapat dit empuh dengan berbagai cara, salah sat unya adalah melalui peran pemerint ah seba-gai akt or pemangku kewaj iban dalam mewuj

1 Mawan Rachman, “ Pember dayaan Pendekat an Jal ur

Se-kol ah dan Luar SeSe-kol ah” , Jur nal Il mu Pendi di kan, Jil i d 8, No. 4, November 2002, hl m. 282

2 Syahrul Saharuddi n, “ St rukt ur Pener imaan Daerah: Bukt i

dar i Pengel uar an Pemer int ah. Perkembangan Ekonomi -dan Tingkat Kesej aht eraan Rakyat di Propinsi Sul awesi Sel at an, Eksekut i f ” . Jur nal of Busi ness And Manage-ment, Vol . 5 No. 2, Agust us 2008, hl m. 245.

kan perlindungan hak asasi pekerj a migran se-bagaimana diamanat kan dalam konst it usi. Sing-kat nya perlindungan, pemaj uan, penegakan dan pemenuhan HAM t erut ama menj adi t anggung j awab pemerint ah.3 Indonesia sebagai negara hukum, penyelenggaraan bant uan hukum kepa-da warganegaranya, baik di kepa-dalam maupun di luar negeri, merupakan upaya unt uk memenuhi dan sekaligus sebagai implement asi dari negara hukum yang mengakui dan melindungi, sert a menj amin hak asasi warga negara akan kebu-t uhan akses kebu-t erhadap keadilan (acess t o j ust i ce)

dan j uga kesamaan dihadapan hukum (equal i t y bef or e t he l aw).

Pemerint ah harusnya menyadari bahwa t imbulnya TKI adalah karena ket idakmampuan pemerint ah menyediakan f asilit as pekerj aan ba-gi warga negaranya. Sit uasi ini sangat bert o-lak belakang dengan ket ent uan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 sebagai berikut , “ Tiap-t iap warga negara berhak at as pekerj aan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” . Sement ara it u dalam Pembukaan Undang-un-dang Dasar 1945 alinea IV menunj ukkan dengan j elas bahwa perlindungan warga negara meru-pakan amanat konst it usi sebagaimana dirumus-kan sebagai berikut : ” . . . melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh t umpah darah Indonesia. . . ” . Pemenuhan dan perlindungan hak-hak dasar para pekerj a sert a peningkat an part isipasi pekerj a sebagaimana diamanat kan dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 t ersebut me-rupakan salah sat u upaya unt uk mencipt akan ekonomi kerakyat an.4

Pembangunan ekonomi di negara maj u berkorelasi dengan meningkat nya kebut uhan akan t enaga kerj a dalam j umlah t ert ent u. Per-mint aan t enaga kerj a t erlat ih di negara maj u pemenuhan ekonominya seringkali kebut uhan j uga didapat kan dari negara maj u pula, semen-t ara isemen-t u perminsemen-t aan akan semen-t enaga kerj a yang t idak t erlat ih banyak didat angkan dari negara

3 Rhona K. M. Smit h dkk, 2008, Hukum Hak Asasi Manusi a, Pusham UII Yogyakar t a, hl m. 255, Lihat j uga Pasal 8 Undang-undang No. 39 t ent ang Hak Asasi Manusia. 4 Revri sond Bawir , “ Ekonomi Kerakyat an : Ekonomi Rakyat

dan Koperasi sebagai sokoguru Perekonomian Nasional ” ,

(3)

berkembang. Sebagian besar pekerj a migran yang berasal dari negara berkembang ini umum-nya t erdorong oleh upah yang relat if lebih t inggi dibanding upah yang dit erima di negara asal.5 Pekerj a migran harus selalu meningkat kan ke-mampuannya karena kompet isi global menun-t umenun-t kemampuan dan kesigapan organisasi (menun-t er-masuk orang yang berada dalam organisasi t ersebut ) unt uk merespon t ant angan lingkungan yang senant iasa cepat berubah dan penuh ket i-dakpast ian. Tanggung j awab unt uk mencapai t u-j uan orang (negara) t idak lagi hanya t erpusat pada pemegang ot orit as namun beralih pada kelompok kerj a t ersebut yang mempunyai ot o-nomi luas dalam menyelesaikan t ugasnya.6

Persoalannya menj adi lebih kompleks ma-nakala t enaga kerj a dari negara pengirim adalah berst at us ilegal (t idak resmi), karena dapat me-nimbulkan masalah sosial-psikologis, yang salah sat u f akt or penyebabnya adalah para pekerj a migran t ersebut t idak memahami hak dan kewa-j ibannya sehingga rent an t erkewa-j adi pelanggaran hak-hak mereka. Keanggot aan Indonesia dalam Organisasi Int ernasional G 20 harusnya dapat menj adi alat posi t ioning bagi Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan pelanggaran HAM yang dialami oleh para TKI. Pemerint ah ke-nyat aannya t idak melakukan sikap sepert i it u, bahkan program ref ormasi yang dicanangkan oleh Pemerint ah dengan t uj uan unt uk memberi -kan pelayanan yang baik kepada para TKI j uga nyaris t idak dapat dilaksanakan. Singkat nya l aw enf or cement yang berkait an dengan persoalan TKI masih sangat lemah.

Pada kenyat aannya peran pemerint ah ini t idak dapat berj alan sebagai mana mest inya, karena banyak kendala yang t erj adi. Beberapa kendala t ersebut misalnya saling t umpang t in-dihnya peran dan f ungsi berbagai inst ansi yang t erlibat dalam proses migrasi (BNP2TKI dan Kemenakert rans), lemahnya penegakan hukum

5

Tri Lisiani Pr ihat inah dkk, “ Kendal a Perl i ndungan Hukum Terhadap Buruh Migran Di Kabupat en Cil acap” , Jur nal Di nami ka Hukum, Vol . 12 No 2, Mei 2012, Purwokert o: FH Unsoed, hl m. 313.

6 Ret no Pandan Arum dan Dj amal udin Ancok, “Locus of

Cont r ol sebagai Moderat or Komit men Organisasi; “ Peran Persepsi Dukungan Organi sasi dan Kepercayaan Terhadap Pemi mpin” , Ani ma, Indonesi an Psychol ogi cal Jour nal, Vol . 22 No. I, Okt ober 2006, hl m. 37.

unt uk persoalan-persolan yang t erj adi dalam set iap proses migrasi, t idak adanya sat u sist em yang mempersat ukan berbagai peran dan f ungsi inst ansi-inst ansi yang t erlibat dalam sat u meka-nisme yang mapan.

Selain persoalan t ersebut , ada sat u hal lain yang menj adi penyebab belum t erlindungnya para pekerj a migran, yait u masalah Rat i-f ikasi Konvensi Pekerj a Migran yang merupakan salah sat u perj anj ian int ernasional yang bersif at mult ilat eral. Pemerint ah Indonesia sudah me-rat if ikasi Konvensi Pekerj a Migran dalam Un-dang-undang No 6 Tahun 2012. Salah sat u per-t imbangan langkah raper-t if ikasi ini adalah bahwa Pemerint ah t elah lebih dulu menandat a-ngani

Int er nat i onal Convent i on on t he Pr ot ec-t ion of The Ri ght s of Al l Mi gr ant Wor ker s and Member s of Their Fami l i es di New York pada t anggal 22 sept ember 2004. Undang-undang No. 39 Tahun 2004 t ent ang penempat an dan Perlindungan TKI di luar negeri mempunyai kelemahan. Salah sat unya adalah Undang-undang ini lebih menit ik berat kan pada persoalan penempat an, hal ini menj adikan aspek perlindungan dan bant uan hukum menj adi dikesampingkan.

Perlindungan hukum sebagaimana t erse-but di at as, j uga merupakan misi pent ing dalam diplomasi Indonesia sebagaimana dit ent ukan da-lam Pasal 19 b Undang-undang No. 37 Tahun 1999 t ent ang Hubungan Luar Negeri sebagai berikut :

Perwakilan Republik Indonesia berkewa-j iban memberikan pengayoman, perlin-dungan, dan bant uan hukum bagi warga negara dan Badan Hukum Indonesia di lu-ar negeri sesuai dengan perat uran perun-dang-undangan nasional sert a hukum ke-biasaan int ernasional.

(4)

No one shal l be subj ect ed t o t or t ur e or t o cr uel , i nhuman or degr adi ng t r eat ment or puni shment . In par t i cul ar , no one shal l be subj ect ed wi t hout hi s f r ee consent t o medi cal or scient i f i c exper iment at ion.7

Pada 2011 dikeluarkan Undang-undang No. 16 Tahun 2011 t ent ang Bant uan Hukum yang bert uj uan unt uk memaksimalkan pemberian bant uan hukum bagi rakyat miskin. Dengan ada-nya Undang-undang No. 16 Tahun 2011 t ersebut diharapkan bant uan hukum bagi rakyat miskin dapat diakses dengan mudah. Akan t et api ke-nyat aannya banyak kalangan (t erut ama akade-misi) merasa pesimis akan ef ekt if it as dari un-dang-undang t ersebut . Sehubungan dengan hal it u maka banyak persoalan dalam undang-un-dang yang perlu dicermat i ulang oleh para pe-mangku kepent ingan, baik oleh pengadilan, ke-j aksaan, kepolisian, advokat , lembaga bant uan hukum, inst ansi t erkait , perguruan t inggi agar bersat u unt uk mengat asi persoalan t ersebut .

Bant uan hukum secara luas dapat diar-t ikan sebagai keseluruhan kegiadiar-t an, baik berupa konsult asi, pendampingan, perwakilan, advokasi secara hukum pada seseorang at au masyarakat yang sedang berperkara at au menghadapi per-soalan hukum, baik di pengadilan maupun di luar pengadilan. Dari sasaran yang hendak di-bant u, ada yang diperunt ukan bagi orang yang t idak mampu baik secara ekonomi maupun st rukt ural.

Pengert ian bant uan hukum dalam Un-dang-undang No. 16 Tahun 2011 apabila dicer-mat i adalah sangat sempit karena yang diat ur adalah penerima bant uan hukum yang miskin dalam art i ekonomi saj a. Padahal seharusnya bant uan hukum j uga dapat diberikan kepada kelompok rent an (biasanya mereka ini adalah orang at au kelompok orang yang t ermaginalkan karena suat u kebij akan polit ik yang mengakibat -kan hak sipil dan polit ik t erabai-kan), masyara-kat adat , orang yang dianggap pat ut dan meme-nuhi persyarat an unt uk menerima bant uan hu-kum dan lain-lain (t ermasuk para TKI). Dengan demikian, UU No. 16 Tahun 2011 t idak

7 Frans Hendra Winat a, “ Dil ema Pengir iman TKW/ TKI ke

Manca Negara” , Desai n Hukum, Jakar t a: Komi si Hukum Nasional , 2011, hl m. 25.

akomodir bant uan hukum t erhadap kasus yang berdimensi st rukt ural dan masyarakat yang t ermaginalkan. Lebih lanj ut Pasal 4 (2) Undang-undang t ersebut sangat sempit ruang lingkupnya karena hanya berkait an dengan persoalan per-dat a, dan pidana, padahal persoalan dalam msyarakat j uga mencakup aspek ket enagakerj a-an, agraria dan lain-lain.8

Berdasarkan uraian di at as, t ulisan ini membahas upaya perlindungan dan bant uan hu-kum kepada para TKI di luar negeri Pasca Rat i-f ikasi Konvensi Pekerj a Migran dan adanya UU No. 16 Tahun 2011 t ent ang Bant uan Hukum. TKI ini merupakan kelompok pekerj a migran yang dalam banyak hal mereka masuk dalam golong-an t ermaginalkgolong-an secara st rukt ural.

Perlindungan dan Bantuan Hukum bagi TKI

Pengert ian perlindungan apabila dilihat dari Bl ack’ s Law Di ct i onar y adalah bert uj uan unt uk: “ t o pr ot ect a per son f r om f ur t her har as-sement or abusive ser vi ce of pr ocess or di sco-ver y. ” Dalam rangka mencapai t uj uan ini dibu-at lah sudibu-at u dibu-at uran, t dibu-at anan, dibu-at au order (pr o-t eco-t i ve or der ).9 Dalam kait annya dengan TKI beberapa ket ent uan t ersebut ant ara lain diim-plement asikan dalam UU No. 39 Tahun 2004 t ent ang Perlindungan dan Penempat an Tenaga Kerj a Indonesia di Luar Negeri, UU No. 37 t ahun 1999 t ent ang Hubungan Luar Negeri, ICCPR yang sudah dirat i-f ikasi oleh Pemerint ah Indonesia dalam UU No. 12 t ahun 2005, Konvensi Int erna-sional Tent ang Perlindungan Hak Semua Pekerj a Migran dan Keluarganya Tahun 2000 dan UU No. 16 Tahun 2011 Tent ang Bant uan Hukum. Kenya-t aannya meskipun sudah ada aKenya-t uran yang dibuaKenya-t persoalan perlindungan hukum bagi TKI masih belum opt imal.

Sehubungan dengan hal t ersebut , maka masalah perlindungan t erhadap pekerj a migran dapat dilakukan dengan berbagai cara, ant ara lain melalui langkah promosi agar negara-negara

8 Ant onius Si dik Maryono, Kaj i an Kr i t i s Ter hadap

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011t ent ang Bant uan Hukum, Semi nar Nasional Opt imal i sasi Bant uan Hukum di Indo-nesi a Perj uangan Bagi Rakyat Mi skin, Universit as At ma-j aya, Yogyakart a, 19 April 2012, hl m. 6

9

(5)

segera menj adi pihak dalam Konvensi Pekerj a Migran t ahun 2000 dan mengopt imalkan pembe-rian bant uan hukum sert a perlindungan hukum bagi mereka. Sement ara it u karena t unt ut an kondisi f akt ual, meskipun t erhadap perbuat an t ert ent u belum ada undang-undangnya at au un-dang-undangnya belum mengat ur, pemerint ah t et ap harus melaksanakannya, sebab pemerin-t ah dipemerin-t unpemerin-t upemerin-t unpemerin-t uk melaksanakan pemerin-t ugas dan f ungsinya dalam rangka penyelenggaraan kepen-t ingan umum (publ i c ser vi ce).10

Promosi, berasal dari kat a pr omot e ber-art i t o cont r i but e t o gr owt h, enl ar gement.11 Dalam kait annya dengan pekerj a migran hal ini dapat diihat dari prakt ek yang dit unj ukkan oleh banyak negara t ermasuk Indonesia, art inya apa-kah perlindungan yang diberikan oleh suat u ne-gara t elah memadai at aukah sebaliknya. Me-kanisme perlindungan ini dapat dilakukan de-ngan banyak cara ant ara lain melalui perat uran perundang-undangan dan dialog mult ikult ur an-t ara budaya t he home count r y (asal pekerj a migran) dan t he host count r y ( negara t uj uan pekerj a migran), sert a dengan mengopt imalkan pemberian bant uan hukum kepada para pekerj a migran, t ermasuk di dalamnya para TKI yang bekerj a di luar negeri.

Pemerint ah Indonesia t elah merat if ikasi Konvensi Pekerj a Migran dan Keluarganya Tahun 2000 (selanj ut nya disingkat Konvensi Pekerj a Migran) pada t anggal 2 Mei 2012 melalui UU No. 6 Tahun 2012. Dalam bab menimbang but ir a dari Undang-undang t ersebut dinyat akan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menghormat i dan menj unj ung t inggi harkat dan mart abat manusia, sehingga hak asasi manusia, t ermasuk hak-hak seluruh pekerj a migran dan anggot a keluarganya harus dilindungi, dihorma-t i, diperdihorma-t ahankan dan dihorma-t idak boleh diabaikan, di-kurangi at au dirampas oleh siapapun” . Langkah rat if ikasi ini oleh banyak pihak disambut

10 Sl amet Suhart ono, “ Di namika Asas-asas Umum Pemer

in-t ahan Yang Baik Dan Penerapannya Di Indonesi a” , Jur nal Yust i ka, Vol . 13 No. 2 Tahun 2010, Padang: FH Unand, hl m. 179.

11 Henry Campbel l , 1990, op. ci t, hl m. 1214.

bira, karena menunj ukkan kesungguhan peme-rint ah dalam menangani persoalan yang dialami oleh pekerj a migran Indonesia.

Rat if ikasi t erhadap Konvensi Pekerj a Migran pada hakikat nya merupakan ent r y poi nt

bagi legislasi pekerj a migran. Legislasi ini pada gilirannya dapat mencipt akan hubungan yang baik, pada t at aran bilat eral, regional dan bah-kan hubungan ant ar semua negara di berbagai kawasan. Dalam Konvensi Pekerj a Migran ini t erdapat kewaj iban bagi suat u negara unt uk melakukan r epor t i ng obl i gat i on t erhadap pelak-sanaan isi konvensi t ersebut , bahkan secara po-lit is rat if ikasi suat u perangkat int ernasional HAM akan meningkat kan i nt er nat ional accout abi l i t y

dari suat u negara melalui suat u cara yang lebih obj ekt if dan berada yakni pembahasan laporan negara pihak dalam Komit e Pemant au (t r eat y moni t or i ng bodi es)12

Suat u negara, apabila belum merat if ikasi Konvensi Pekerj a Migran, maka dapat diart ikan bahwa negara t ersebut belum mampu menj a-lankan perlindungan kepada warga negaranya sebagai salah sat u bent uk t anggung j awab ne-gara. Tanggung j awab perlindungan dan peme-nuhan at as semua hak dan kebebasan t ercant um dalam Kovenan hak sipil, hal ini menj adi t ang-gung j awab negara khususnya negara yang men-j adi pihak dalam konvensi. Saat ini sudah ku-rang lebih 95% dari anggot a PBB yang menj adi

st at e par t ies dalam Konvensi Hak Sipil dan Polit ik. Tanggung j awab negara unt uk memberi-kan perlindungan ini merupamemberi-kan salah sat u bent uk human secur ing. Dapat t idaknya human secur ing diimplement asikan sangat t ergant ung dari ada at au t idaknya good gover nance. BO Asplund and Rome A Reyes mengat akan bahwa:

“ Ther e i s a st r ong l i nk bet ween human secur it y and good gover nance. Indeed, if human secur it y i s t o be r eal i sed t hr ough human devel opment , al l of t he above ne-cessar y and suf f i ci ent condit ions f or hu-man devel opment must be met . And t hey coul d be met onl y if gover nance i s ef f

12 At ik Kr ust iyat i, “ Penanganan Pengungsi Ti mor Lest e

(6)

t i ve and democr at i s, i n t he cont ext of a wel l -f unct i oni ng mar ket economy. ”13

Rat if ikasi dapat memperkuat pranat a HAM di dalam negeri, walaupun ini bukan sat u-sa-t unya indikau-sa-t or bagi implemenu-sa-t asi HAM yang baik, sebab sebagian norma HAM sebet ulnya j u-ga sudah diat ur dalam perundang-undanu-gan do-mest ik. Pada era ref ormasi sekarang ini Indo-nesia t idak dapat begit u saj a mengesamping-kan keberadaan Konvensi Pekerj a Migran yang berdimensi HAM, bahkan dirasa perlu unt uk mendekat kan f akt or domest ik dan int ernasional. Kebut uhan mendekat kan f akt or domest ik dan int ernasional ini semakin menguat t at kala pada t ahun 1993 berdiri KOMNAS HAM, yang t elah memainkan peran pent ing dalam memaj ukan dan melindungi HAM di Indonesia. Terlebih lagi set elah Indonesia mempunyai Undang-Undang No 39/ 1999 t ent ang HAM dan bermunculannya Pusat St udi HAM di sebagian besar perguruan t inggi sert a semakin banyaknya non gover nmen-t al or gani zanmen-t ion (NGO) yang concer n pada per-soalan HAM.

Menurut Konvensi Wina Tahun 1969 t en-t ang Hukum Perj anj ian Inen-t ernasional, penger-t ian rapenger-t if ikasi adalah sama dengan aksesi/ adhe-si. Namun sesunggguhnya dokt rin memberikan pengert ian lain pada aksesi, yait u ikut sert a su-at u negara yang bukan penandsu-at angan susu-at u perj anj ian int ernasional diberikan st at us yang sama dengan negara pihak penanda t angan yang pert ama. Dokt rin j uga membedakan ant ara ak-sesi dan adhesi. Adhesi adalah aksesi yang ha-nya menyet uj ui prinsip-prinsip perj anj ian int er-nasional t ersebut . Aksesi dapat t erj adi karena ada pernyat aan kehendak dari negara yang menghendaki adanya aksesi t ersebut at au sesuai dengan ket ent uan dalam perj anj ian int ernasio-nal yang hendak diikut i. Ket ent uan–ket ent uan t ent ang t ukar menukar dan penyimpanan naskah rat if ikasi berlaku j uga bagi aksesi.

Migrasi int ernasional merupakan salah sat u ciri pent ing dunia yang menglobal, dan menj adi salah sat u peluang ut ama pembangunan dan

13 BO Aspl und and Romeo A. Rayes, “ Human Securit y and

Good Governance” , Indonesi an Jour nal of Int er nat i onal Law, Vol . 1, No. 1, Okt ober 2003, hl m. 39.

t ant angan bagi pemerint ahan dan kohesi so-sial.14 Kaum migran yang pert ama dan ut ama adalah manusia, pemilik mut lak hak asasi ma-nusia yang bersif at universal. Selain it u pekerj a migran j uga mempunyai hak-hak, mart abat dan keamanan yang seringkali membut uhkan perlin-dungan spesif ik dan khusus. Pengat uran migrasi manusia memang memerlukan f ormulasi kebij a-kan (dengan implement asinya) yang cermat di-berbagai bidang, baik bidang hukum, polit ik, ekonomi, budaya dan lain-lain. Terj adinya mig-rasi manusia dengan bekerj a sebagai TKI di luar negeri j uga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat . Menurut aliran pe-mikiranst rukt ur f ungsional, masyarakat adalah sist em sosial yang t erdiri dari bagian yang me-nyat u dalam keseimbangan. Dalam sit uasi demi-kian, manusia t idak sepenuhnya berada dalam keadaan bebas unt uk melakukan t indakannya, karena pilihan t indakan manusia it u secara nor-mat if diat ur dan dikendalikan oleh nilai -nilai dan st andart normat if bersama.15

Para pekerj a migran, kenyat aannya sering t idak mendapat kan perlindungan hukum dari negara t empat mereka bermigrasi, akibat nya kaum migran menj adi sangat rent an t erhadap pelecehan dan eksploit asi. Perlindungan hukum dan perlindungan dalam bent uk lain guna men-j amin dihargainya hak-hak dari pekermen-j a migran j uga belum dapat dilaksanakan oleh negara t u-j uan. Hal t ersebut di at as dapat dilihat dari be-lum adanya perangkat hukum yang cukup me-madai guna melindungi para pekerj a migran di suat u negara. Selain it u, masih ada j uga angga-pan yang menyat akan bahwa para pekerj a mig-ran adalah sekelompok omig-rang yang dapat dieks-ploit asi, dikorbankan, sumber t enaga kerj a mu-rah, lemah dan bersedia menerima kondisi kerj a 3 D : di r t y (kot or), danger ous (berbahaya) dan

degr ading (melecehkan), bahkan warganegara t empat nya bermigrasi t idak bersedia dan/ at au t idak mau menerima para pekerj a migran.

14 Anoni m, 2010, Wor khshop on Int er nat i onal Mi gr at i on

Law, Jakart a, hl m. 3

15 Thomas Suw ignyo, “ Ti nj auan Hukum Sengket a Jual Bel i

(7)

Akibat dari sit uasi di at as adalah, hak-hak dasar dari kaum migran sangat mudah dileceh-kan dan diabaidileceh-kan, padahal t idak dapat dipung-kiri bahwa sudah sej ak lama migrasi memberi kont ribusi kepada pembangunan dan kesej ah-t eraan ekonomi serah-t a sosial baik di negara ah-t u-j uan maupun di negara asal. Sit uasi ini t ent u sa-ngat ironis, apalagi dalam kenyat aannya t erj adi eksploit asi t erhadap para pekerj a migran dalam rangka mencapai kemaj uan di bidang ekonomi.

Perlindungan pekerj a migran dan keluar-ganya baru dapat dilaksanakan dengan baik apa-bila t ercipt a f ondasi norma hukum yang kokoh di suat u negara. Selain it u perlindungan budaya mereka j uga merupakan salah sat u alt ernat if pemikiran dalam rangka mengat asi persoalan pekerj a migran dan keluarganya.

Perlu diingat pula bahwa ket ika masalah kemanusiaan t ersebut memperoleh penegasan dan pelembagaan dalam inst rumen hukum int er-nasional, maka masih diperlukan langkah-lang-kah hukum dari masyarakat int ernasional dan pemerint ah negara unt uk mengimplement asikan inst rumen int ernasional t ersebut secara konsis-t en. Pengakonsis-t uran yang j elas konsis-t ersebukonsis-t akan ber-manf aat ganda, di sat u sisi sangat diperlukan bagi inst it usi yang t erkait dengan penanganan pekerj a migran dan di sisi lain sangat membant u bagi perlindungan pekerj a migran it u sendiri.

Persoalan bant uan hukum di Indonesia merupakan salah sat u persoalan yang hingga ki-ni masih cukup memprihat inkan dan belum t er-pecahkan secara maksimal. Di sana sini masih banyak para pencari keailan yang t idak mampu secara ekonomi, t idak dapat menikmat i haknya unt uk memperoleh bant uan hukum secara cu-ma-cuma. Dalam t at aran normat if , pemerint ah mempunyai kebij akan unt uk memberikan ban-t uan hukum secara cuma-cuma bagi para pen-cari keadilan yang t idak mampu. Dalam kenya-t aannya banyak para pencari keadilan kenya-t ermasuk para TKI belum dapat menikmat i haknya guna memperoleh bant uan hukum t ersebut . Banyak kendala yang dihadapi dalam persoalan ini, selain persoalan anggaran j uga dit emui kendala yang menyangkut masalah budaya dan aparat dari para akt or yang t erlibat dalam pencarian keadilan. Misalnya advokat yang oleh UU No. 18

t ahun 2003 t elah diwaj ibkan unt uk memberikan bant uan hukum secara cuma-cuma (pr o bono)

j uga belum nampak perannya dengan berbagai alasan.

Penj elasan UU No. 16 t ahun 2011 dit egas-kan bahwa hak at as bant uan hukum t elah dit e-rima secara universal dan t ercant um dalam Ko-venan Int ernasional t ent ang Hak-hak Sipil dan Polit ik at au yang biasa disebut Int er na-t ional Covenan on Ci vi l and Poi t i cal Ri ght s (ICCPR).

Pemerint ah Indonesia sudah merat if ikasi Kove-nan Int ernasional t ent ang hak-hak sipil t ersebut dalam UU No. 12 Tahun 2005. Sebagai sebuah negara yang sudah merat if ikas Konvensi Int er-nasional t ersebut maka pemerint ah indonesia t erikat pada kewaj iban yang t ercant um dalam Konvensi, yait u menerima prosedur penyeli-dikan oleh Komisi yang dibent uk berdasarkan Konvensi. Sehingga ket erikat an pada konvensi t idak hanya sekedar melaporkan (r epor t i ng obl i -gat ion).

Bant uan hukum dan perlindungan hukum bagi TKI merupakan konsekuensi logis dari ada-nya UU No. 16 Tahun 2011 t ent ang Bant uan Hu-kum, karena hak at as bant uan hukum t elah dit erima secara universal dan dij amin dalam ICCPR at au Kovenan Tent ang Hak-Hak Sipil dan Polit ik yang sudah dirat if ikasi oleh Pemerint ah Indonesia. Berdasarkan ket ent uan Pasal 16 dan 26 ICCPR dapat disimpulkan bahwa Kovenan menj amin set iap orang unt uk memperoleh per-lindungan hukum sert a bebas dari perlakuan dis-kriminasi dalam bent uk apapun. Implement asi dari Konvensi ini bersif at immedi at el y dan j us-t i ci abl e.

Hak Asasi Manusia Pekerj a Migran dan Keluar-ganya

(8)

pent ing adalah deklarasi ini menempat kan hak-hak sipil, polit ik, ekonomi, sosial dan budaya pada level set ara. Banyak ket ent uan yang diakui sebagai pembent uk hukum kebiasaan int ernasio-nal dan dengan demikian bersif at mengikat an-t ar negara.

Sej ak awal Univer sal Decl ar at i on of Hu-man Ri ght s sebagaimana disebut kan di at as me-mang dimaksudkan sebagai common st andar d of achi evement f or al l peopl es and al l nat ions. Hal ini mengandung maksud bahwa deklarasi it u ha-nya memberikan gui del i nes at au pedoman se-cara garis besar bagi set iap negara unt uk me-nent ukan apa yang selayaknya dihormat i se-bagai HAM. Biasanya konsep HAM berisi et ik dan moral, sepert i yang dinyat akan Shaw sebagai berikut , ” The concept of human r i ght s is cl osely al l i ed wi t h et hi cs and mor al l i t y”.16 Deklarasi t ersebut secara yuridis t idak melet akkan suat u kewaj iban apapun yang bersif at mengikat , dan t idak ada sat u negara at au kekuat an manapun yang dapat memaksakan agar deklarasi t ersebut dipat uhi.

Pada awalnya HAM adalah hak moral dari suat u at uran t ert inggi, selanj ut nya HAM ber-kembang sebagai hak yang didasari pada Kon-vensi Int ernasional. Konsekuensi keanggot aan negara sebagai pesert a konvensi Int ernasional adalah banyak negara yang mempunyai undang-undang HAM, sehingga HAM menj adi hak yang sudah biasa dalam suat u negara.17 HAM, dengan demikian bersif at universal, art inya HAM dimi-liki set iap manusia t anpa membedakan bangsa, ras, agama, maupun j enis kelamin.

Prinsip perlindungan t erhadap HAM, seca-ra obj ekt if , ant aseca-ra negaseca-ra yang sat u dengan ne-gara lain adalah sama, namun demikian secara subyekt if dalam pelaksanaannya t idaklah demikian, karena sangat dipengaruhi oleh kedaulat -an wilayah suat u negara. Penj elas-an t erhadap persolan ini dapat dilihat dari pendapat yang mengat akan bahwa dalam HAM ada nilai-nilai universal dan part ikular yang saling melengkapi

16 Mal col m N. Shaw, 2003, Int er nat i onal Law, Fi t h Edit ion, Uni t ed Kingdom: Cambri dge, hl m. 248.

17 Koesri ant i, “ Impl ement asi Hukum Int er nasional dal am

Kasus Pel anggar an HAM Ber at di Indonesi a” , Jur nal Di -nami ka HAM, Surabaya: Pusham Ubaya, Vol . 3, Okt ober 2006, hl m. 201.

sat u dengan yang lain. Perwuj udan dari kedau-lat an wilayah ant ara sat u negara dengan negara lain berbeda, meskipun secara prinsipiil kedau-lat an t ersebut dilaksanakan secara t erus mene-rus, pada kenyat aannya kedaulat an t idak dapat dilaksanakan pada set iap saat t erut ama kalau sudah menyangkut wilayah negara lain.18 Hal ini berart i pada suat u wakt u ada persamaan haki-kat t erhadap apa yang sebaiknya dilindungi dan diat ur, t et api pada saat yang bersamaan ada perbedaan persepsi dan penaf siran HAM ant ara negara yang sat u dengan yang lain. Keadaan ini lebih disebabkan oleh adanya perbedaan lat ar belakang ideologi, polit ik, ekonomi, sosial buda-ya dan j uga perbedaan kepent ingan nasional masing-masing negara.19

Sej alan dengan hal t ersebut di at as, maka pemikiran t ent ang pengakuan HAM di Indonesia t ent u t idak sama dengan apa yang t erj adi di Eropa dan kelompok negara-negara sosialis. Ber-dasaran ide dasar Pancasila, maka hubungan an-t ara negara dengan rakyaan-t didasarkan pada ke-seimbangan hak dan kewaj iban. Konsepsi HAM sebagai wuj ud keseimbangan hak dan kewa-j iban.20

Ket ent uan Pasal 2 ayat (1) Konvensi pe-kerj a migran menent ukan bahwa ist ilah pepe-kerj a migran mengacu pada seseorang yang akan, t engah, at au t elah melakukan akt ivit as yang dibayar disuat u negara dimana ia bukan warga negaranya. Dengan mengacu pada ket ent uan ini TKI yang bekerj a di luar negeri merupakan salah sat u kelompok yang diat ur dalam konvensi t er-sebut . Selain def inisi umum t ent ang pekerj a migran, Konvensi ini j uga memberikan def inisi t ent ang kat egori pekerj a migran khusus, mi-salnya pekerj a perbat asan, pekerj a musiman

(seasoned wor ker ), pekerj a t erikat proyek (pr o-j ect t ied wor ker ) dan pekerj a mandiri (sel f

18

Adidaya Yusuf , “ Penerapan Prinsi p Pendudukan Ef ekt i f Dal am Perol ehan Wil ayah : Perspekt if Hukum Int er na-sional ” , Hukum dan Pembangunan, No. 1 Tahun XXXII, Januar i-Maret 2003, Jakart a: Fakul t as Hukum Univer-sit as Indonesia, hl m. 22

19 Sri Endah Kinasih, “ Penegakan HAM dan Perl indungan

Terhadap Korban Pel ecehan Seksual ” , Jur nal Masyar a-kat Kebudayaan Dan pol i t i k, Tahun XX No. 4, Okt ober-Desember 2007.

20 H. Suko Wij oyo, “ HAM Dal am Ker angka Negara Hukum

(9)

pl oyed wor ker ). Kat egori pekerj a mandiri adlah sej umadlah besar pekerj a migran yang menj a-lankan bisnis keluarga berskala kecil secara mandiri at au dengan anggot a keluargalainnya. Bagian V Konvensi menguraikan hak-hak khusus yang berlak bagi beberapa kat egori pekerj a migran dan anggot a keluarganya. Pengert ian anggot a keluarga dalam Konvensi ini adalah orang yang menikah dengan pekerj a migran a-t au memiliki hubungan dengan pekerj a migran yang menurut hukum yang berlaku memberi dampak yang sama dengan pernikahan. Selain it u j uga t ermasuk anak-anak yang menj adi t ang-gungan yang diakui oleh perundang-undangan negara yang bersangkut an (Pasal 4 Konvensi Pe-kerj a Migran).

Konvensi pekerj a migran mendef inisikan hak-hak pekerj a migran dan keluarganya pada Bagian III mulai Pasal 8 sampai dengan Pasal 18. Dari 10 pasal yang mengat ur hak pekerj a migran dan keluarganya ini, apabila dicermat i menyang-kut hak sosial, ekonomi, budaya dan polit ik. Da-pat diambil cont oh misalnya pasal 8 adalah hak polit ik karena memberikan kebebasan bagi pe-kerj a migran unt uk t inggal dan masuk diwilayah negara manapun. Pasal 12 yang menj amin ada-nya kebebasan berpikir. Pasal 14 merupakan cerminan dari hak sipil karena para pekerj a migran dan anggot a keluarganya t idak boleh di-ganggu urusan pribadi, rumah t angga dan lain-lain. Sement ara it u Pasal 15 adalah j aminan at as hak ekonomi, karena menj amin hak keben-daan yang dipunyai oleh para pekerj a migran. Hak budaya dapat diint erpret asikan dari ket en-t uan Pasal 12 ayaen-t (4) yang inen-t inya para pekerj a migran memperoleh perlindungan at as nilai-nilai moral dan kebiasaan yang mereka anggap baik. Hak asasi ini berlaku bagi seluruh pekerj a mig-ran dan keluarganya t anpa memandang st at us hukum mereka, sement ara hak-hak lain berlaku hanya pada pekerj a migran dan anggot a keluar-ganya yang berdokumen. Konvensi ini mencan-t umkan sej umlah hak yang membumencan-t uhkan per-lindungan khusus. Perper-lindungan ini dilakukan dengan berbagai cara, selain upaya yang dila-kukan oleh t iap negara masing-masing melalui berbagai perat uran perundang-undangan yang dibuat , j uga dapat dit empuh langkah lain

beru-pa kerj a sama int ernasional. Hal ini disebabkan dalam Konvensi t ersebut diat ur ket ent uan-ke-t enuan-ke-t uan uan-ke-t erkaiuan-ke-t kerj a sama dan koordinasi inuan-ke-t er-nasional dalam pengelolaan migrasi legal dan pencegahan at au pengurangan migrasi ilegal (t idak reguler).

Konvensi Int ernasional mengenai perlin-dungan pekerj a migran, secara khusus, dapat digunakan sebagai alat unt uk mempromosikan pendekat an t erhadap migrasi berbasis hak asasi, baik dalam pengembangan kebij akan migrasi nasional maupun dalam proses bilat eral at au mult ilat eral berkenaan dengan migrasi. Selain it u Konvensi t ersebut merupakan kerangka pa-ling luas dalam hukum int ernasional bagi per-lindungan hak-hak pekerj a migran dan anggot a keluarganya, sert a merupakan pet unj uk bagi negara t ent ang bagaimana cara mengembang-kan kebij amengembang-kan migrasi t enaga kerj a sambil menghormat i hak-hak dari para pekerj a migran. Art i pent ing dari Konvensi Pekerj a migran dapat dilihat dari beberapa hal. Per t ama, kon-vensi t ersebut berupaya membangun st andar minimum perlindungan hak-hak sipil, polit ik, ekonomi, sosial, dan budaya seluruh pekerj a migran dan anggot a keluarganya. Konvensi ini mendorong negara-negara agar semakin menye-laraskan perat uran perundangan nasionalnya de-ngan st andard universal sebagaimana diat ur pada Pasal 79 Konvensi, negara t et ap mempu-nyai hak prerogat if unt uk menent ukan siapa yang diperbolehkan masuk ke negara mereka dan memenuhi persyarat an unt uk menet ap. Ke-dua, konvensi t ersebut memandang pekerj a migran bukan sekedar sebagai pekerj a at au ko-modit as ekonomi, t et api adalah manusia yang mempunyai hak asasi. Ket i ga, konvensi ini j uga mengakui bahwa pekerj a migran memberikan kont ribusi ekonomi kepada negara t empat me-reka bekerj a dan negara asal meme-reka. Keempat ,

(10)

dilanggar hak-hak mereka. Kel ima, konvensi t ersebut merupakan inst rumen int ernasional yang komprehensif dalam melindungi pekerj a migran. Konvensi ini berisi serangkaian st andar unt uk menangani perlakuan t erhadap kesej aht e-raan dan hak-hak seluruh pekerj a migran dan anggot a keluarganya, sert a berisi kewaj iban dan t anggung j awab negara t erkait baik negara asal, t ransit dan t empat mereka bekerj a yang mem-peroleh keunt ungan dari adanya migrasi pekerj a int ernasional. Keenam, konvensi t ersebut mene-kankan bahwa seluruh pekerj a migran baik yang berdokumen lengkap maupun t idak hak-haknya harus diakui. Ket uj uh, konvensi t ersebut men-dasarkan pada prinsip non diskriminasi. Seluruh pekerj a migran dan anggot a keluarganya t anpa memandang st at us hukumnya menikmat i hak asasi yang sama dengan warga negara set empat dalam sit uasi t ert ent u. Kedel apan, konvensi t er-sebut memberikan def inisi pekerj a migran yang disepakat i secara int ernasional dan dapat di-t erapkan di seluruh dunia. Kesembi l an, Konven-si t ersebut berupaya mencegah dan menghapus-kan eksploit asi seluruh pekerj a migran dan keluarganya di seluruh proses migrasi. Selain it u konvensi ini j uga berupaya mengakhiri perekrut -an pekerj a migr-an secara ilegal. Kesepul uh,

pembent ukan Komit e Perlindungan Hak-hak se-luruh Pekerj a Migran dan keluarganya. Komit e ini mengkaj i pelaksanaan konvensi pekerj a mig-ran oleh negara perat if ikasi melalui pengkaj ian laporan mengenai langkah-langkah yang t elah dilakukan oleh negara perat if ikasi.21

Menyimak art i pent ing Konvensi sebagai-mana disebut kan di at as kiranya sangat j elas bahwa persoalan ut ama dan sebagian besar di-bahas dalam Konvensi merupakan isu kemanu-siaan. Pernyat aan di at as, apabila dikait kan de-ngan pekerj a migran, maka nampak erat sekali korelasinya, karena masalah pekerj a migran a-dalah masalah kemanusiaan yang dapat t erj adi di wilayah negara manapun. Sepert i halnya ma-salah kemanusiaan lainnya, masyarakat int erna-sional pada umumnya sangat peduli dengan isu semacam ini, apalagi bila diperhat ikan secara f akt ual nampak bahwa masalah pekerj a migran

21

Anoni m, Wor kshop on Int er nat i onal Mi gr at i on Law, Op. ci t, hl m 17-18.

sering menj adi masalah int ernasional at au ant ar negara. Upaya menangani pekerj a migran meru-pakan polit ik hukum suat u negara yang t idak dapat dipisahkan dari persolan global. Jeane mengat akan bahwa:

“ Pol it i cal l aw can not i gnor e t he gl obal i mpact whi ch di l ut i ng t he t er r i t or i al bundar i es and sover ei gni t y st at e. In a gl o-bal per spect i ve, pol i t i c of l aw consi der s t he i nt er est among nat i ons, and not mer el y pmer ot ect t he nat ional i nt emer est but al -so must pr ot ect cr oss-count r y int er est ”.22

Uraian t ersebut di at as erat dengan t uj uan di-bent uknya Konvensi Pekerj a migran yakni mene-t apkan smene-t andar-smene-t andar yang ingin mencipmene-t akan suat u model bagi hukum sert a prosedur adminis-t rasi dan peradilan di masing-masing negara pi-hak. Terobosan ut ama Konvensi adalah bahwa orang-orang yang memenuhi kualif ikasi sebagai pekerj a migran dan anggot a keluarganya, sesuai dengan ket ent uan Konvensi berhak unt uk me-nikmat i hak asasi manusia, apapun st at us hu-kumnya.

Hal ini sangat pent ing, karena saat ini int erdependensi ant ar negara semakin menge-muka dan menguat , bahkan suat u negara past i berada pada suat u j aringan kerj asama int erna-sional at au yang lazim disebut sebagai a net -wor k of i nt er nat i onal r el at i onshi p. Suat u nega-ra, apabila sudah merat if ikasi suat u perj anj ian int ernasional ke dalam hukum nasional, maka ada kewaj iban bagi negara unt uk melaporkan t indakan sehubungan dengan pelaksanaan dari perj anj ian int ernasional t ersebut (Repor t i ng ob-l i gat i on).

Laporan negara pihak kepada Komit e Per-lindungan Hak-Hak Seluruh Pekerj a Migran dan Anggot a Keluarganya dilakukan selambat -lam-bat nya 1 (sat u) t ahun set elah Konvensi ini berlku dan laporan selanj ut nya set iap 5 (lima) t a-hun, j ika Komit e Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerj a Migran dan Anggot a Keluarganya me-mint anya melalui Sekret aris Jenderal Perseri-kat an Bangsa-Bangsa.

22 Jeane Nel t j e Serl y, “ Nat ional Law and It s Posit ion in

De-cent r al isat ion, Regional isat ion And Gl obal i sat ion Er a” ,

(11)

Konvensi Pekerj a Migran merupakan salah sat u inst rumen hukum int ernasional yang mat e-rinya menyangkut soal HAM. Memang dalam kont eks perlindungan t enaga kerj a, hukum in-t ernasional in-t elah memiliki perain-t uran yang cukup lengkap. Keadaan ini t idak dapat dilepaskan da-ri f akt a-f akt a yang menunj ukkan pent ingnya pemberian hak khusus pekerj a migran di mat a masyarakat int ernasional. Selama ini upaya-upa-ya upaya-upa-yang dilaksanakan oleh Pemerint ah Indonesia dalam rangka melindungi para TKI yang t erma-suk dalam kelompok pekerj a migran masih ber-sif at ad hoc dan t ambal sulam.

Penut up Simpulan

Berdasarkan uraian t ersebut di at as dapat diambil beberapa simpulan. Per t ama persoalan perlindungan dan bant uan hukum kepada para TKI yang merupakan pekerj a migran dapat dt empuh melalui berbagai cara, andt ara lain radt i-f ikasi Konvensi Pekerj a Migran sebagai salah sa-t u bensa-t uk sa-t anggung j awab negara. Langkah rasa-t i-f ikasi ini harus j uga diikut i dengan implement asi yang berj alan baik, art inya ant ara subst ansi, st rukt ur dan budaya hukum harus bersinergis sat u dengan yang lain. Kedua, sebagai sebuah negara hukum, penyelenggaraan bant uan hukum kepada warganegaranya baik di dalam maupun di luar negeri merupakan upaya unt uk meme-nuhi dan sekaligus sebagai implement asi dari negara hukum yang mengakui, melindungi, sert a menj amin hak asasi warga negaranya t erhadap akses keadilan dan j uga kesamaan di hadapan hukum. Ket i ga, bant uan dan perlindungan hu-kum merupakan konsekuensi logis dari adanya UU No. 16 t ahun 2011 t ent ang Bant uan Hukum, dan para TKI yang mengalami permasalahan di luar negeri j uga berhak unt uk memperoleh ban-t uan hukum, karena pengerban-t ian miskin harus dit af -sirkan secara luas dan t idak hanya dilihat dari perspekt if ekonomi saj a. Keempat , hak at as bant uan hukum t elah dit erima secara uni-versal dan dij amin dalam ICCPR at au Kovenan Tent ang Hak Sipil dan Polit ik yang sudah dirat i-f ikasi oleh Pemerint ah Indonesia dalam UU No. 12 Tahun 2005. Kel ima, langkah rat if ikasi t erha-dap Konvensi Pekerj a Migran dan ICCPR

merupa-kan salah sat u respons at au t anggung j awab ne-gara t erhadap sat u persoalan t ert ent u.

Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan ada-lah sebagai berikut . Per t ama, UU No. 39 Tahun 2004 t ent ang Penempat an dan Perlindungan TKI di Lar negeri memiliki kelemahan, salah sat unya adalah undangundang ini lebih menit ik berat -kan pada persoalan penempat an, hal ini menj a-dikan aspek perlindungan dan bant uan hukum-nya menj adi dikesampingkan. Oleh karenahukum-nya perlu diambil langkah unt uk sesegera mungkin merivisi undang-undang ini agar aspek perlindu-ngan lebih maksimal, dan t idak menimbulkan kebij akan yang membingunkan dan t umpang t in-dih. Kedua, aspek budaya hukum harus dit um-buhkan kesadaran bahwa memperoleh bant uan hukum merupakan hak yang sudah dit erima se-cara universal, t anpa diskriminat if sebagaimana dinyat akan dalam Kovenan Hak Sipil dan Polit ik yang sudah dirat if ikasi dalam UU No. 12 t ahun 2005. Ket i ga, Kement erian Luar Negeri melalui Kedut aan at au Konsulat harus lebih proakt if dan memberikan pelayanan maksimal (Ci t i zens Ser -vi ce) kepada para TKI sebagaimana dinyat akan dalam pasal 19 b UU No. 37 Tahun 1999 t ent ang Hubungan Luar Negeri yang ant ara lain menye-but kan bahwa Perwakilan Republik Indonesia berkewaj iban memberikan pengayoman, perlin-dungan, dan bant uan hukum bagi warga negara dan badan hukum Indonesia di luar negeri sesuai dengan perundang-undangan nasional, sert a hu-kum kebiasaan int ernasional. Keempat , Peme-rint ah harus melaksanakan ket ent uan dalam ICCPR dan Konvensi Pekerj a Migran yang sudah dirat if ikasi agar r epor t i ng obl i gat ion yang dila-kukan memenuhi persyarat an yang dimint a oleh Konvensi Int ernasional t ersebut .

Daft ar Pust aka

Anonim. 2010. Wor khshop on Int er nat i onal Mi g-r at ion Law. Jakart a;

(12)

Psychologi cal Jour nal. Vol. 22 No. I. Okt o-ber 2006;

Asplund, BO and Romeo A. Rayes. “ Human Secu-rit y and Good Governance” . Indonesi an Jour nal of Int er nat i onal Law. Vol. 1 No. 1. Okt ober 2003;

Bawir, Revrisond. “ Ekonomi Kerakyat an: Eko-nomi Rakyat dan Koperasi sebagai Soko-guru Perekonomian Nasional” . Jur nal Il -mi ah Sosi al dan Humanior a. Vol. 02 No. 02. November 2006. Bali: Lembaga Pene-lit ian Universit as Pendidikan Ganesha;

Black, Henry Campbell. 1990. Bl ack’ s Law Di c-t i onar y. S. t . Paul Minn: West Publishing co. ;

Kinasih, Sri Endah. “ Penegakan HAM dan Per-lindungan Terhadap Korban Pelecehan Seksual” . Jur nal Masyar akat Kebudayaan Dan pol i t i k. Tahun XX No. 4. Okt ober-Desember 2007;

Koesriant i. “ Implement asi Hukum Int ernasional dalam Kasus Pelanggaran HAM Berat di Indonesia” . Jur nal Di nami ka HAM, Sura-baya: Pusham Ubaya. Vol. 3. Okt ober 2006;

Krust iyat i, At ik. “ Penanganan Pengungsi Timor Lest e Sebagai Upaya Meningkat kan Hubu-ngan Bilat eral Ant ara Indonesia dan Timor Lest e” . Jur nal Yust i ka, Vol. 11 No. 1 Juli 2008. Padang: FH Unand;

Maryono, Ant onius Sidik. Kaj i an Kr i t is Ter hadap Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 t ent ang Bant uan Hukum. Seminar Nasio-nal Opt imalisasi Bant uan Hukum di Indo-nesia Perj uangan Bagi Rakyat Miskin. Yog-yakart a: Universit as At maj aya, 19 April 2012;

Prihat inah, Tri Lisiani dkk. “ Kendala Perlindung-an Hukum Terhadap Buruh MigrPerlindung-an Di Ka-bupat en Cilacap” . Jur nal Di nami ka Hu-kum. Vol. 12 No 2. Mei 2012. Purwokert o: FH Unsoed;

Rachman, Mawan. “ Pemberdayaan Pendekat an Jalur Sekolah dan Luar Sekolah” . Jur nal Il mu Pendi di kan, Jilid 8. No. 4, November 2002;

Saharuddin, Syahrul. “ St rukt ur Penerimaan Dae-rah: Bukt i dari Pengeluaran Pemerint ah, Perkembangan Ekonomi dan Tingkat Kese-j aht eraan Rakyat di Propinsi Sulawesi Se-lat an, Eksekut if ” . Jur nal of Busi ness and Management. Vol. 5 No. 2. Agust us 2008; Serly, Jeane Nelt j e. “ Nat ional Law and It s

Posi-t ion in DecenPosi-t ralisaPosi-t ion, RegionalisaPosi-t ion And Globalisat ion Era” . Indonesi an Law Jour nal, Vol. 3, Desember 2009. Jakart a: BPHN;

Shaw, Malcolm N. 2003. Int er nat ional Law, Fit h Edit ion. Unit ed Kingdom: Cambridge;

Smit h, Rhona K. M. dkk. 2008. Hukum Hak Asasi Manusi a, Pusham UII Yogyakart a;

Suhart ono, Slamet . “ Dinamika Asas-asas Umum Pemerint ahan Yang Baik dan Penerapan-nya Di Indonesia” . Jur nal Yust i ka. Vol. 13 No. 2 Tahun 2010. Padang: FH Unand; Suwignyo, Thomas. “ Tinj auan Hukum Sengket a

Jual Beli Tanah Dengan Obyek Bersert i-f ikat Ganda” . Jur nal Gl or i a Jur i s. Vol. 6 No. 1, Januari-April 2006. Jakart a: FH Unika At maj aya;

Wij oyo, Suko. “ HAM Dalam Kerangka Negara Hukum yang Demokrat is Berdasarkan Pan-casila” . Jur nal Konst i t usi. Vol. 1 No. 2. November 2009;

Winat a, Frans Hendra. “ Dilema Pengiriman TKW/ TKI ke Manca Negara” . Desai n Hu-kum. 2011. Jakart a: Komisi Hukum Nasio-nal;

Referensi

Dokumen terkait

Pemeriksaan musculoskeletal/ekstremitas : Kesimetrisan otot pada ekstermitas pasien simetris antara kanan dan kiri tidak ditemukannya edema dan pasien memiliki kemampuan otot

Media Cyt-A merupakan penumbuh bakteri jenis Flexibacter, dari bagian dagu, perut, sirip pungung dan ekor dimana bakteri Flexibacter tidak tumbuh pada media

Penilaian kinerja merupakan salah satu dari rangkaian fungsi manajemen sumber daya manusia, kegunaan penilaian kinerja adalah untuk mengukur kemampuannya dalam melakukan

Asuransi Jiwasraya (Persero) baik itu program JKS 48, program belajar bersama divisi PP & PK terlaksana seperti knowledge sharing pada umumnya, terjadi

Yang bertanda tangan dibawah ini saya, Dani Yonatan, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: ANALISIS PENGARUH LINGKUNGAN FISIK DAN LINGKUNGAN NON FISIK

Minuman teh seduhan memiliki beberapa kelebihan dalam menarik minat konsumen, diantaranya kemasan yang mudah dibawa dan selalu segar tetapi juga dapat

Hasil eritrosit dengan antikoagulan EDTA Konvensional dan EDTA Vacutainer pada 18 responden menunjukan hasil yaitu 2 responden memiliki hasil lebih dari 5.50 [10^6/µL]

Mampu memilih masalah yang dapat diselesaikan melalui proses desain Masalah-masalah ini dapat berasal dari masalah sehari-hari, dilema keluarga atau sekolah.. Mampu merancang