BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Konseptual
1. Kemampuan Penalaran Adaptif
Menurut Depdiknas (Shadiq, 2009) ada dua hal yang sangat berkaitan
dengan penalaran yaitu secara induktif dan deduktif, sehingga dikenal istilah
penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif adalah proses
berfikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian
khusus yang sudah diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang bersifat
umum. Sedangkan penalaran deduktif adalah proses berfikir untuk menarik
kesimpulan tentang hal khusus dari fakta-fakta atau kejadian-kejadian
umum atau hal yang sebelumnya telah dibuktikan kebenarannya.
Pada tahun 2001, National Research Council (NRC)
memperkenalkan satu penalaran yang penelitiannya mencakup
kemampuan induksi dan deduksi, dan kemudian di perkenalkan dengan
istilah penalaran adaptif. Menurut Killpatrik et.al (2001) Penalaran adaptif
merupakan kapasitas berfikir secara logis mengenai hubungan antara
konsep dan situasi. Dalam penalaran ini siswa tidak hanya cukup
mempunyai konsep saja atau paham dengan rangkaian cerita saja
melainkan siswa harus mampu merumuskan dengan memperkuat melalui
representasi sehingga mampu mengaplikasikan pada situsai yang tepat dan
yakin dalam setiap proses yang di lalui serta pengetahuan yang telah di
Donovan & Bransford (2016) mengatakan bahwa penalaran adaptif
merupakan kapasitas untuk berfikir logis, refleksi, penjelasan dan
pembenaran. Penalaran adaptif dapat tumbuh dengan siswa yang berfikir
secara logis, dimana memerlukan hasil dari penalaran deduktif suatu
kegiatan, suatu proses atau suatu aktifitas untuk menarik kesimpulan dengan
menggunakan logika. Siswa ketika proses pembelajaran di berikan suatu
pemasalahan matematika harus mengerti cara untuk menyelesaikannya.
Langkah awal yang harus dimiliki siswa yaitu siswa didorong untuk
menemukan suatu ide atau membangun suatu ide, kemudian siswa
merumuskan serta membuktikan dugaan yang muncul pada saat merespon
masalah, setelah menjalani proses tersebut di harapkan siswa terbiasa
mengolah nalarnya, selanjutnya siswa dituntut untuk mengajukan dugaan
yang benar, memberi alasan mengenai jawaban yang benar dan memberi
kesimpulan serta dapat memeriksa argumen.
Berdasarkan hasil penelitian Killpatrick, Swafford & Findell (2001)
terdapat lima kompetensi matematis yang perlu dikembangkan dalam
pembelajaran matematika di sekolah, yaitu: conceptual understanding
(pemahaman konsep), procedural fluency (kemahiran prosedural),
strategic competence (kompetensi strategi), adaptif reasoning (penalaran
adaptif), dan productive disposition (sikap produktif).
a) Conceptual Understanding (Pemahaman Konsep)
Conceptual understanding adalah kemampuan untuk memahami
b) Procedural Fluency (Kemahiran Prosedural)
Procedural Fluency merupakan kemampuan yang mencakup pengetahuan
mengenai prosedural, pengetahuan mengenai kapan dan bagaimana
menggunakan prosedur yang sesuai, serta kemampuan dalam membangun
flekisibilitas, akurasi, serta efisiensi dalam menyajikan suatu masalah.
c) Srategic Competence (Kompetensi Strategi)
Srategic Competence merupakan kemampuan untuk memformulasikan,
mempresentasikan, serta menyelesaikan permasalahan matematis.
d) Adaptif Reasoning (Penalaran Adaptif)
Adaptif Reasoning merupakan kapasitas untuk berpikir secara logis,
merefleksikan atau memperkirakan jawaban, eksplanatif atau memberikan
penjelasan mengenai sebuah konsep dan prosedur jawaban yang
digunakan, dan jastifikasi atau menilai kebenarannya secara metematis.
e) Productive Disposition (Sikap Produktif)
Productive Disposition merupakan tumbuhnya sikap positif serta
kebiasaan untuk melihat matematika sebagai sesuatu yang masuk akal,
berguna dalam kehidupan yang nyata.
Heinze, Star dan Verschaffel (2009) mengungkapkan bahwa
kemampuan penalaran adaptif siswa merupakan kemampuan yang
mendasar yang harus dikembangkan. Dalam penelitiannya menjelaskan
bahwa siswa dalam mengerjakan soal cerita harus mampu merumuskan
dengan memperkuat melalui representasi sehingga dapat mengaplikasikan
dan dapat terbukti dalam argumen yang di simpulkannya. Menurut Ostler
memberikan alasan dan menentukan solusi yang tepat berdasarkan
masalah yang dihadapi.
Dari uraian di atas, kemampuan penalaran adaptif adalah kemampuan
yang dimiliki siswa yang paling dasar dimana cara berfikir siswa lebih
kritis, logis dan sistematis kemudian dapat memperkirakan jawaban,
memberi penjelasan mengenai konsep yang diberikan dan membuktikan
secara matematis.
Kemampuan penalaran adaptif memiliki beberapa indikator
sebagaimana diungkapkan oleh Killpatrik (2001) yaitu ;
a. Kemampuan dalam mengajukan dugaan
Kemampuan dalam mengajukan dugaan adalah kemampuan siswa
dalam merumuskan berbagai kemungkinan sesuai dengan pengetahuan
yang dimilikinya.
b. Mampu memberikan alasan mengenai jawaban yang diberikan
Mampu memberikan alasan mengenai jawaban yang diberikan yaitu
siswa mampu memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran.
c. Mampu menarik kesimpulan dari suatu pernyataan
Mampu menarik keimpulan dari suatu pernyataan adalah siswa dalam
proses berpikir untuk dapat menghasilkan sebuah pemikiran.
d. Mampu memeriksa kesahihan suatu argumen
Mampu memeriksa kesahihan suatu argumen yaitu siswa memiliki
kemampuan untuk menyajikan kebenaran suatu pernyataan dengan
pedoman pada hasil yang diketahui, mengembangkan argumen
e. Mampu menemukan pola dari suatu gejala matematis
Mampu menemukan pola dari gejala matematis yaitu kemampuan untuk
menyusun suatu gejala-gejala dari permasalahan matematika sehingga
membentuk suatu pola.
Mengacu pada pengertian penalaran adaptif secara umum dan indikator
kemampuan penalaran adaptif sesuai dengan penjelasan para ahli di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran adaptif merupakan
bagian dari kemampuan penalaran matematis. Jadi ,siswa yang memiliki
kemampuan penalaran matematis pasti sudah memiliki kemampuan penalaran
adaptif. Penalaran adaptif ini merupakan kemampuan paling dasar yang
perlu dikembangkan.
Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan lima tahapan atau lima
elemen indikator kemampuan penalaran adaptif. Lima elemen tersebut yaitu:
1) mengajukan dugaan, 2) memberikan alasan mengenai jawaban yang
diberikan, 3) menarik kesimpulan dari suatu pernyataan, 4) memeriksa
kesahihan suatu argumen, 5) menemukan pola dari suatu gejala matematis.
2. Rasa Percaya Diri
Rasa percaya diri seseorang berbeda-beda, ada yang mempunyai rasa
percaya diri yang tinggi ada pula yang rendah. Wibowo (2016)
mengungkapkan “Percaya diri adalah memiliki perasaan yang teguh pada
dirinya, tabah apabila menghadapi masalah, kreatif dalam mencari jalan
Menurut Desmita (2009) percaya diri merupakan sejauh mana siswa
mempercayai dirinya sendiri, tentang perasaannya, tindakan dan kemampuan
yang ada pada dirinya. Kemudian sejauh mana kepercayaan orang lain
dapat mempengaruhi hidupnya dan masa depan yang akan dijalaninya.
Percaya diri merupakan kondisi psikologi seseorang yang berpengaruh
terhadap kemampuan aktifitas fisik dan mental yang dimiliki dalam proses
pembelajaran. Rasa percaya diri ini memiliki pemikiran yang baik dan
memiliki aktifitas yang terarah. Seseorang yang mendapatkan suatu
keberhasilan dalam suatu hal akan menumbuhkan rasa percaya diri yang
semakin tinggi (Aunurrohman, 2011).
Dariyo (2007) mengungkapkan percaya diri adalah kemampuan individu
untuk dapat memahami dan meyakini seluruh potensi dirinya dan lingkungan
yang dihadapinya. Seseorang yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi
biasanya memiliki inisiatif, kreatif, dan optimis untuk menghadapi masa
depan. Seseorang yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi pasti
menyadari kelemahan dan kelebihan pada dirinya sendiri serta selalu berpikir
positif dalam suatu hal. Sebaliknya orang yang mempunyai rasa percaya diri
yang rendah cenderung selalu mempunyai rasa minder, pesimis dan apatis.
Percaya diri merasakan tentang diri kita sendiri, tentang perilaku kita
dan merefleksikannya. Seseorang dapat memahami tentang dirinya sendiri,
paham bagaimana kondisi diri sendiri dan berani menetapkan tujuan hidup
Percaya diri yang dimiliki seseorang memiliki tingkatan yang
berbeda, begitu pula dengan siswa, banyak siswa yang mempunyai rasa
percaya diri yang tinggi banyak pula yang memiliki rasa percaya diri yang
rendah. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi rasa percaya diri
setiap siswa. Kebanyakan siswa yang mempunyai kepercayaan diri yang
tinggi aktif ketika prosos pembelajaran namun sebaliknya siswa yang
mempunyai rasa percaya diri yang rendah cenderung pasif ketika proses
pembelajaran. Perbedaan rasa percaya diri setiap siswa ketika proses
pembelajaran dalam kelas akan berpengaruh pada hasil belajar mereka.
Oleh karena itu, penelitian ini akan meneliti rasa percaya diri siswa
yang dapat dilihat dari beberapa indikator yang telah peneliti tentukan,
yaitu :
a. Tidak bergantung pada orang lain
Siswa dapat mengerjakan tugas atau menyelesaikan masalah dengan
rasa percaya diri yang tinggi atas kemampuan yang dimilikinya tanpa
mengharapkan atau meminta bantuan orang lain.
b. Memberi pengaruh positif untuk orang lain
Siswa dapat memberi pengaruh positif dan dampak yang baik untuk
orang lain dengan membantu orang lain atau teman pada saat di mintai
bantuan atau pertolongan.
c. Keyakinan pada diri sendiri
Siswa mampu mengerjakan tugas atau menyelesaikan permasalahan tanpa
Berdasarkan uraian di atas percaya diri yang dimaksud adalah
perasaan seseorang dalam mempercayai kemampuan yang ada pada
dirinya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dengan keyakinan
yang tinggi dalam suatu aktifitas tertentu dan dapat merefleksikan dalam
kegiatan yang dapat dilihat dengan indikator percaya diri, sebagai berikut:
1) tidak bergantung pada orang lain, 2) memberi pengaruh positif
untuk orang lain, 3) keyakinan pada diri sendiri.
3. Pokok Bahasan SPLDV (Sistem Persamaan Linear Dua Variabel)
a. Standar Isi (SI)
Memahami SPLDV dan menggunakannya dalam dalam
pemecahan masalah
b. Kompetensi Dasar (KD)
Menyelesaikan SPLDV
Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan
SPLDV
Menyelesaiakan model matematika dari masalah yang berkaitan
dengan SPLDV dan menafsirkannaya
B. Penelitian Relevan
Hasil penelitian Muliasari tahun 2014 tentang kemampuan penalaran
adaptif siswa kelas X SMK Negeri Kutasari menjelaskan bahwa kemampuan
penalaran adaptif siswa yang mengikuti pembelajaran group investigasi lebih
terlihat bahwa kemampuan penalaran adaptif pada siswa yang mengikuti
pembelajaran group investigasi kemampuan berfikir secara logis, reflektif,
eksplantif, jastifikatif dan penarikan kesimpulannya lebih baik dari pada siswa
yang mengikuti pembelajaran langsung. Kemampuan penalaran adaptif pada
siswa dalam penelitian ini adalah kemampuan berfikir secara logis, reflektif
(memperkirakan jawaban), eksplantif (memberi penjelasan mengenai konsep
atau jawaban yang digunakan), jastifikatif (menilai kebenaran secara
matematik) dan menarik kesimpulan.
Penelitian yang dilakukan oleh Febriani pada Januari 2016 tentang rasa
percaya diri siswa SMP menyatakan bahwa dalam penelitiannya ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1) Siswa percaya diri tinggi mampu menguasai tiga indikator kemampuan
representai yaitu mencatat dan mengkomunikasikan ide-ide ke dalam
bentuk diagram, menyelesaikan masalah dengan melibatkan simbol
matematik, dan menggunakan kata atau teks tertulis dalam
menyelesaikan masalah.
2) Siswa percaya diri sedang mempu menguasai dua indikator kemampuan
represntasi yaitu mencatat dan mengkomunikasikan ide-ide ke dalam
bentuk diagram, menyelesaikan masalah dengan melibatkan simbol
matematik.
3) Siswa percaya diri rendah mampu menguasai satu indikator kemampuan
representai yaitu mencatat dan mengkomunikasikan ide-ide ke dalam
Penelitian yang dilakukan oleh Yanuarti, M dkk pada siswa SMP Negeri
Kabupaten Sokaharjo pada tahun 2014 tentang profil karakter siswa yang
memiliki rasa percaya diri dalam penelitiannya menunjukan bahwa potensi
belajar matematika siswa dengan sikap percaya diri yang tinggi lebih baik dari
pada siswa dengan sikap percaya diri sedang dan rendah, sedangkan hasil
belajar matematika siswa dengan sikap percaya diri sedang sama dengan sikap
percaya diri rendah.
Dari penelitian-penelitian diatas hanya menganalisis hasil belajar siswa
ditinjau dari rasa percaya diri siswa serta hanya menganalisa kemampuan
penalaran adaptifnya, tidak dijelaskan tentang kemampuan penalaran adaptif
ditinjau dari rasa percaya diri siswa. Untuk itu peneliti bermaksud untuk
melakukan penelitian untuk menganalisis kemampuan penalaran adaptif
ditinjau dari rasa percaya diri.
C. Kerangka Pikir
Matematika adalah salah satu bidang stadi yang mempunyai peran
penting dalam kehidupan manusia, salah satunya dalam bidang pendidikan.
Matematika juga dapat dikatakan sebagai salah satu bidang studi yang menjadi
dasar dari berbagai mata pelajaran lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan
kemampuan pemahaman matematika sejak dini. Penalaran dapat membangun
pemahaman matematis untuk menjelaskan apa yang mereka lihat, mereka
pikirkan dan dapat menyimpulkan suatu permasalahan. Sedangkan penalaran
adaptif merupakan penalaran yang memungkinkan untuk menghubungkan
Menunjukan suatu kemungkinan dalam menyelesaikan suatu masalah dengan
adanya perbedaan pendapat yang harus di selesaikan dengan cara yang
beralasan.
Pengintegritasan budaya dan karakter menjadi sebuah tuntutan dalam
pembelajaran matematika pada jenjang sekolah menengah yang mengacu
pada direktorat pembinaan SMP. Dalam pernyataan tersebut jelas terlihat
bahwa siswa dituntut tidak mahir dalam bidang akademis saja, namun harus
diimbangi dalam pendidikan karakter salah satunya rasa percaya diri. Rasa
percaya diri adalah keyakianan yang di miliki seseorang untuk mencapai
tujuan yang diinginkan, merupakan sesuatu yang benar dan dapat
mempengaruhi suatu hal dalam kehidupannya.
Tingkat kepercayaan diri tiap siswa berbeda, siswa yang mempunyai
tingkat percaya diri yang tinggi cenderung mempunyai kreatifitas yang lebih
di bandingkan dengan siswa yang mempunyai tingkap percaya diri yang
rendah. Dengan rasa percaya diri yang dimiliki siswa akan mengikuti
pembelajaran matematika dengan baik dan apabila guru akan memberikan
permasalahan kepada siswa maka siswa akan berani berpendapat, bertanya,
dan menjawabnya. Kemudian apabila guru memberikan masalah kepada siswa
tentang kemampuan penalaran adaptif misalnya pada latihan pemecahan
masalah dalam operasi penjumlahan pada algoritma, mereka akan menemukan
pengalaman baru dalam penjelasan dan pemeriksaan sendiri dengan berbagai
jenis masalah maka siswa akan mampu menyelesaikan tugas-tugasnya dengan