BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori Tentang Puisi
Pada bagian ini akan dibahas perihal 1) hakikat puisi, 2) unsur-unsur pembangun puisi, 3) jenis-jenis puisi, 4) kriteria kemampuan menulis puisi. 1. Hakikat Puisi
Untuk memahami hakikat puisi, perlu peneliti kutip pendapat dari para ahli. I.A. Richards, berpendapat bahwa ―Suatu puisi mengandung suatu makna keseluruhan‖ yang merupakan perpaduan dari tema penyair (yaitu mengenai
inti pokok puisi itu), perasaan-nya (yaitu sikap sang penyair terhadap bahan atau obyeknya), nada-nya (yaitu sikap sang penyair terhadap pembaca atau penikmatnya), dan amanat (yaitu maksud atau tujuan sang penyair). Suharianto (1981: 12) mengatakan bahwa karya seni umumnya atau puisi khususnya, tidak lain ialah hasil pengungkapan kembali kembali segala peristiwa atau kejadian yang terdapat di dalam kehidupan sehari-hari.
terikat oleh: (1) banyak baris dalam tiap bait (kuplet/ strofa, suku karangan): (2) banyak kata dalam tiap baris: (3) banyak suku kata dalam tiap baris: (4) rima: dan (5) irama.
Kutipan di atas kiranya sudah tidak relevan lagi dengan wujud puisi pada zaman sekarang dalam hal terikat oleh jumlah baris tiap bait, banyaknya kata dalam tiap baris, dan banyaknya suku kata dalam tiap baris. Pada zaman sekarang penyair menghendaki kebebasan dalam mengekspresikan karyanya.
berirama. Berikutnya Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup kita. Misalnya peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat, seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya itu merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Berdasarkan beberapa rangkuman batasan puisi tersebut, Pradopo (1987: 7) menyimpulkan bahwa puisi itu ekspresi pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi pancaindera dalam susunan yang berirama. Dengan demikian, puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang palaing berkesan. Sedangkan Tarigan (1986: 4) memberikan penjelasan bahwa istilah puisi berasal dari bahasa Yunani, yakni poiesis yang berarti penciptaan.
Waluyo (1987: 25) memberikan definisi puisi sebagai berikut. ―Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.‖
Sayuti (2003: 3) merumuskan puisi sebagai berikut.
Berdasarkan definisi puisi seperti tersebut dapat ditarik simpulan bahwa sebuah karya seni disebut puisi jika memiliki ciri-ciri: (1) merupakan ekspresi pengalaman yang ditulis dengan bahasa yang puitis; (2) bersifat pemusatan dan pemadatan pada masalah yang disampaikan dan cara penyampaiannya; (3) lebih mengedepankan efek emosional daripada intelektual; (4) memanfaatkan unsur orkestra atau musik atau bunyi berupa rima dan irama; (5) menimbulkan pengaruh, sugesti atau motivasi kepada pembaca atau pendengarnya atau katarsis.
2. Unsur-unsur Pembangun Puisi
Sama halnya dengan karya sastra prosa, puisi juga berfungsi sebagai media untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan pengarangnya. Namun harus diakui bahwa untuk mengetahuinya lebih sulit karena bentuk puisi umumnya menggunakan kata-kata kias atau perlambangan dan kata-kata padat. Karena itu, untuk mengetahuinya diperlukan kecerdasan dan kejelian pembaca untuk menafsirkan kiasan atau perlambangan yang digunakan penyair (Suharianto 2005:38). Pernyataan tersebut menegaskan bahwa memahami prosa lebih mudah daripada memahami puisi. Bahasa puisi yang penuh kiasan dan lambang-lambang mensyaratkan penikmatnya untuk memiliki kepekaan dan kecermatan dalam memahami puisi yang sedang dihadapi.
Berbeda dengan pernyataan Baribin, Waluyo (1987:28) mengemukakan temuannya secara lebih rinci dan lebih bisa dipahami tentang unsur atau struktur pembangun puisi. Menurutnya, ―Unsur pembangun puisi ada dua, yakni struktur fisik yang terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), versifikasi, dan tata wajah (tipografi); dan struktur batin yang mencakupi tema, nada, perasaan dan suasana, serta amanat (pesan).‖
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur pembangun puisi terdiri atas struktur fisik dan batin. Struktur fisik terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, versifikasi, dan tata wajah (tipografi); sedangkan struktur batin mencakupi tema, perasaan, nada dan suasana, serta amanat.
Berikut penjelasan mengenai struktur fisik dan struktur batin puisi. a) Unsur Fisik
(1) Diksi
Menurut Waluyo (2003:72), ―Diksi adalah kata-kata dalam puisi yang telah dipilih dan disusun oleh penyair dengan mempertimbangkan maknanya,
komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata-kata itu di tengah
konteks kata lainnya dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi.‖
Diksi adalah pemilihan kata dalam sajak. Diksi digunakan untuk
mencurahkan pikiran setepat-tepatnya, mengekspresikan perasaan yang dapat
menjelmakan pengalaman jiwa penyairnya (Pradopo 2002:54).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
puisi terletak pada kecermatan penyair dalam dalam memilih kata untuk dapat
mewakili ungkapan penyairnya setepat-tepatnya. Jadi, diksi adalah kata-kata
yang dipilih dalam menulis puisi yang memiliki makna setepat-tepatnya untuk
dapat mewakili perasaan, pikiran, dan maksud penyair.
(2) Pengimajian
Waluyo (1987:78-79) menyatakan bahwa pengimajian adalah kata atau
susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti
penglihatan,pendengaran, dan perasaan. Melalui pengimajian, apa yang
dikatakan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif),
atau dirasa (imaji taktil). Imaji visual menampilkan kata-kata yang
menyebabkan apa yang digambarkan penyair lebih jelas seperti bisa dilihat.
Imaji auditif adalah penciptaan ungkapan penyair sehingga pembaca
seolah-olah mendengarkan suara seperti yang digambarkan. Imaji taktil adalah
penciptaan ungkapan penyair yang mampu memengaruhi perasaan sehingga
pembaca terpengaruh perasaannya.
Senada dengan pernyataan Waluyo (1987), Jabrohim, dkk. (2009:36)
menyatakan bahwa pengimajian digunakan untuk memberikan gambaran yang
jelas, menimbulkan suasana khusus, membuat lebih hidup gambaran dalam
pikiran dan penginderaan, menarik perhatian pembaca, serta memberi
bayangan visual penyair dengan menggunakan gambaran-gambaran angan.
Imaji adalah kata atau kelompok kata yang dapat mengungkapkan
pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendegaran, dan perasaan (Siswanto
2008:118). Ia juga menggolongkan imaji menjadi tiga jenis, sesuai dengan
Beberapa pendapat di atas dapat disarikan bahwa pengimajian adalah
kata atau kumpulan kata pada puisi yang disusun untuk memberikan
gambaran yang jelas, menimbulkan kesan konkret, dan menghidupkan apa
yang diungkapkan oleh penyair sehingga terkesan nyata.
(3) Kata Konkret
Kata konkret digunakan untuk membangkitkan imaji pembaca
terhadap puisi yang tengah dihadapi. Imaji ini akibat dari pengimajian yang
diciptakan penyair. Adapun kata konkret dihadirkan oleh pengarang untuk
menciptakan imaji pembaca. Kata konkret juga erat kaitannya dengan
penggunaan kiasan dan lambang. Jika penyair lihai mengonkretkan kata-kata,
pembaca akan seolah-olah melihat, mendengar, atau merasa apa yang
dilukiskan oleh penyair sehingga pembaca terlibat penuh secara batin ke
dalam puisi (Waluyo 1987:81).
Sejalan dengan pendapat Waluyo (1987), Jabrohim, dkk. (2009:41)
mengungkapkan bahwa kata konkret merupakan kata-kata yang digunakan
oleh penyair untuk menggambarkan lukisan keadaan atau suasana batin
dengan maksud membangkitkan imaji pembaca.
Berdasar pada berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kata konkret dalam puisi merupakan kata-kata yang digunakan setiap penyair
untuk menggambarkan lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud
membangkitkan imaji pembaca, sehingga pembaca terlibat penuh secara batin
ke dalam puisi.
(4) Bahasa Figuratif (Majas)
Pradopo (2002:62) menyatakan bahwa dengan bahasa figuratif sajak
kejelasan gambaran angan. Bahasa kias mempersamakan suatu hal dengan hal
lain supaya gambaran menjadi lebih jelas, lebih menarik, dan hidup.
Waluyo (1987:83) menyebutkan bahwa bahasa figuratif ialah bahasa
yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak
biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. Kata atau
bahasanya bermakna kiasa atau lambing.
Demi mendapatkan kepuitikan bahasa puisi, penyair melakukan
pemilihan kata dan mengolahnya dengan berbagai cara, salah satunya adalah
dengan menggunakan bahasa figuratif (figurative language) atau biasa disebut
majas. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi menarik perhatian,
menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan
gambaran angan. Ada berbagai macam jenis bahasa figuratif. Adapun
pembagian bahasa figuratif menurut Altenbarnd adalah: simile, metafora,
simile epik, alegori, personifikasi, metonimia, dan sinekdok. (Baribin
1990:48-51).
Peneliti akan memaparkan beberapa majas yang sering digunakan
penyair dalam puisinya, yaitu simile, metafora, personifikasi, dan
repetisi/pengulangan.
(i) Simile atau Majas Perbandingan
Simile atau majas perbandingan ialah menyamakan suatu hal dengan
suatu hal lain dengan menggunakan kata pembanding, misalnya seperti, bagai,
bak, seumpama, laksana, dan sebagainya.
Angin Lembut
akan kuberi nama siapakah dia, Tuhan angin lembut yang ramah itu
Pada bait puisi Sadono di atas terdapat majas perbandingan dengan
kata pembanding seperti sekaligus terdapat repetisi.
(ii) Metafora
Metafora adalah majas yang menyamakan sesuatu hal dengan sesuatu
hal lain tanpa menggunakan kata pembanding (Baribbin, 1990:49).
bumi ini perempuan jalang
yang menarik laki-laki jantan dan pertapa ke rawa-rawamesum ini
dan membunuhnya pagi hari (Subagio)
Majas metafora pada puisi di atas adalah bumi dibandingkan dengan
perempuan jalang, Kemudian pada baris berikutnya terdapat majas
personifikasi, yaitu yang menarik laki-laki jantan dan pertapa.
(iii) Personfikasi
Majas personifikasi sering digunakan penyair untuk menghidupkan
puisinya. Baribin (1990:50) berpendapat bahawa personifikasi ialah
mempersamakan benda dengan manusia, hal ini menyebabkan lukisan
menjadi hidup, berperan menjadi lebih jelas, dan memberikan bayangan angan
yang konkret.
(iv) Repetisi
Majas repetisi adalah majas yang mengulang-ulang kata. Majas
pengulangan digunakan untuk intensitas makna dan menjadikan puisi itu lebih
indah.
Beberapa pemaparan di atas memberikan fungsi yang jelas tentang
bahasa figuratif dalam puisi. Bahasa figuratif adalah susunan kata dalam puisi
kesegaran bahasa, kesan hidup, dan kejelasan gambaran angan, serta untuk
menarik perhatian.
(5) Versifikasi
Menurut Jabrohim, dkk. (2009:53-54) , ―Versifikasi terdiri atas ritma,
rima, dan metrum.‖ Secara umum ritma (rhythm) dikenal sebagai irama, yaitu
pergantian panjang-pendek, turun-naik, keras-lembut ucapan bunyi bahasa
yang teratur. Irama menyebabkan aliran perasaan atau pikiran tidak
terputus dan terkonsentrasi sehingga menimbulkan bayangan angan (imaji)
yang jelas dan hidup. Irama diwujudkan dalam bentuk tekanan-tekanan
pada kata. Tekanan tersebut dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) dinamika,
yakni tekanan keras lembutnya ucapan pada kata tertentu; (2) nada, yakni
tekanan tinggi rendahnya suara; dan (3) tempo, yakni tekanan cepat lambatnya
pengucapan kata.
Waluyo (1987:90) mengemukakan bahwa rima (rhyme) adalah
pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi
dengan mempertimbangkan lambang bunyi. Pemilihan bunyi-bunyi ini
mendukung perasaan dan suasana puisi. Marjorie Boulton (Waluyo 1987:90)
menyebutkan rima sebagai phonetic form. Jika bentuk fonetik itu berpadu
dengan ritma, maka akan mampu mempertegas makna puisi. Rima adalah
perulangan bunyi yang sama dalam puisi untuk menambah keindahan suatu
puisi. Dalam rima dikenal perulangan bunyi yang cerah, ringan, dan
mampu menciptakan suasana kegembiraan atau kesenangan. Bunyi
semacam ini disebut euphony. Selain itu, ada pula bunyi-bunyi yang berat,
menekan, membawa suasana kesedihan yang disebut cacophony. Contoh efoni
Adakah Suara Cemara
Puisi di atas sanagt efoni karena adanya perpaduan bunyi vokal a, e, u.
Kalau dibaca menimbulkan musik yang menarik, apalagi bila diiringi musik.
Beberapa karya puisi seperti karya Taufik Ismail, Ebiet G Ade sering
dinyanyikan. Sedangkan kakafoni dapat dilihat pada contoh berikut ini.
Waktu Terjadi Gerhana
Kemerduan bunyi asonansi (persamaan bunyi vokal) dan aliterasi
(persamaan bunyi konsonan) pada kutipan puisi di atas dikacaukan oleh
kehadiran bunyi /k/,/p/,/t/,/s/ . Selain itu, ada pula persamaan bunyi akhir
setiap baris puisi yang sering disebut sajak. Contoh sajak akhir adalah sebagai
berikut.
Surat Kepada Bunda Tentang Calon Menantunya
Ibuku janganlah kau cemburu
Hari sabtu yang akan datang ku akan membawanya padamu Panggillah ia dengan kata anakku
Ritma merupakan pertentangan bunyi: tinggi/rendah, panjang/pendek,
keras/lemah, yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga
membentuk keindahan (Slametmuljana dalam Waluyo 1987:94). Contohnya
adalah pada puisi lama yang disebut pantun. Berikut ini contoh ritma dalam
puisi lama:
Dari mana / punai melayang Dari sawah / turun ke kali Dari mana / kasih sayang Dari mata / turun ke hati
Adapun metrum adalah irama yang tetap; pergantian irama yang
sudah tetap menurut pola tertentu; pengulangan tekanan kata yang tetap yang
sifatnya statis (Waluyo 1987:94).
Siswanto (2008:123) memberikan definisi yang senada dengan
Waluyo (1987) dan Jabrohim, dkk. (2009), ―Rima merupakan persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, maupun akhir baris puisi. Ritma
merupakan tinggi-rendah, panjang-pendek, keras-lembutnya bunyi. ―
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa versifikasi terdiri
atas ritma, rima, dan metrum. Ritma atau irama adalah pergantian
panjang-pendek, turun-naik, keras-lembut ucapan bunyi bahasa yang teratur. Rima
adalah perulangan bunyi yang sama untuk menambah keindahan puisi.
Adapun metrum adalah pergantian irama yang sudah tetap menurut pola
tertentu, sifatnya statis.
(6) Tata Wajah (Tipografi)
keindahan indrawi dan yang kedua dimaksudkan untuk lebih mengintensifkan
makna, rasa, atau suasana puisi.
Aminuddin (2009:146) mengemukakan bahwa tipografi adalah cara
penulisan puisi untuk menampilkan bentuk-bentuk tertentu yang dapat diamati
secara visual. Peranan tipografi di samping untuk menampilkan aspek artistik
secara visual, juga digunakan untuk menciptakan nuansa makna dan suasana
tertentu. Tipografi juga berperan menunjukkan adanya loncatan gagasan dan
memperjelas satuan makna tertentu yang ingin diungkapkan penyair.
Tipografi mencakupi penataan baris dan bait dalam puisi. Adapun penataan baris puisi berkaitan erat dengan enjambemen. Enjambemen merupakan peristiwa keterkaitan antara isi dua larik sajak yang berurutan; dua baris sajak yang menerangkan keterkaitan peristiwa (Lelasari 2008:86). Senada dengan pendapat Laelasari (2008), Aminuddin (2009:145) mengemukakan bahwa enjambemen merupakan pemenggalan larik suatu puisi yang dilanjutkan pada larik berikutnya. Ini menunjukkan bahwa enjambemen merupakan bagian dari unsur tipografi yang menjadi ciri khas penulisan puisi.
Berdasar pada pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tipografi
diartikan sebagai perlambangan rasa, makna, dan nuansa tertentu dalam puisi
yang divisualisasikan dalam tata bentuk baris dan bait puisi untuk
memperjelas satuan makna tertentu yang ingin diungkapkan penyair.
b) Unsur Batin
(1) Tema
Definisi secara umum mengenai tema menurut Keraf (2004:121-122)
ialah suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui
membaca roman atau yang lainnya (dilihat dari sudut pandang karangan yang
telah selesai). Adapun jika dipandang dari sudut proses penyusunan sebuah
karangan, tema merupakan suatu perumusan dari topik yang akan dijadikan
landasan pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai melalui topik tersebut.
Richards (dalam Nadeak 1985:33) menyamakan tema dengan makna
(sense) yakni puisi itu mempunyai ―subject matter‖ yang mengemukakan
sesuatu kepada pembaca, sesuatu kejadian yang dialaminya, dipersoalkan
dengan cara sendiri. Makna yang terkandung dalam ―subject matter‖ itulah
yang disebut dengan sense. Waluyo (1987:106) menyatakan bahwa tema
merupakan gagasan pokok atau subjek-matter yang dikemukakan oleh
penyair. Pokok-pokok pikiran itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair,
sehingga menjadi landasan utamapengucapannya.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan secara
sederhana bahwa tema merupakan pokok pikiran yang mendasari atau
menjiwai suatu karangan. Suatu karangan yang tercipta tentunya mengandung
atau mengusung pikiran pokok tertentu.
(2) Nada dan Suasana
Nada adalah sikap penyair terhadap pembaca dan persoalan dalam
puisi (Richards dalam Nadeak 1985:33; Waluyo 1987:125; Jabrohim dkk.
2009:66). Nada berhubungan erat dengan tema dan rasa yang terkandung
dalam sajak tersebut. Adapun suasana merupakan keadaan jiwa pembaca
setelah membaca puisi tersebut, atau dampak psikologis yang ditimbulkan
puisi tersebut terhadap pembaca (Waluyo 1987:125 dan Jabrohim dkk.
2009:66). Tentang nada, Jabrohim dkk. (2009:66) mencontohkan sikap
atau hanya bersikap lugas, menceritakan sesuatu kepada pembacanya. Dapat
dipahami bahwa nada dan suasana dalam puisi memiliki hubungan yang erat.
Nada merupakan sikap penyair terhadap persoalan dan pembaca, suasana
adalah keadaan perasaan atau jiwa pembaca yang timbul setelah membaca
sebuah puisi.
(3)Perasaan
Waluyo (1987:121) menyatakan bahwa puisi mengungkapkan
perasaan penyair. Nada dan perasaan penyair akan dapat ditangkap melalui
pembacaan puisi (poetry reading) atau deklamasi. Membaca puisi seperti ini
dapat membantu pengungkapan perasaan penyair yang melatarbelakangi
terciptanya puisi tersebut. Perasaan yang menjiwai puisi bisa perasaan
gembira, sedih, terharu, marah, tersinggung, sombong, patah hati, tercekam,
cemburu, takut, kesepian, menyesal, dan sebagainya.
Aminuddin (2009:150) mengemukakan bahwa perasaan adalah sikap
penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya. Hal itu terkandung
dalam lapis makna puisi sejalan dengan terdapatnya pokok pikiran. Pada
setiap pokok pikiran pada umumnya dilatarbelakangi oleh sikap tertentu.
Perasaan dalam puisi merupakan perasaan penyair yang terungkapkan
dalam puisi sebagai akibat dari sikapnya terhadap objek tertentu. Perasaan
tertentu penyair melatarbelakangi terciptanya sebuah puisi.
(4)Amanat
Mengenai amanat, Richards (dalam Nadeak 1985:33) menyatakan
bahwa setiap penyair mempunyai tujuan dengan sajak-sajaknya, baik disadari
maupun tidak. Tujuan ini diungkapkan oleh penyair berdasarkan pandangan
Amanat atau tujuan adalah hal yang mendorong penyair untuk
mencipta puisinya. Waluyo (Jabrohim, dkk. 2009:67) menyatakan bahwa
amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun dan juga berada di balik tema
yang diungkapkan. Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair mungkin
secara sadar berada dalam pikiran penyair, namun lebih banyak penyair tidak
sadar akan amanat yang diberikan.
Berdasar pada beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
amanat merupakan pesan yang secara implisit ingin disampaikan penyair
kepada pembaca melalui puisinya.
3. Jenis Puisi
Berdasarkan isi yang terkandung di dalamnya,puisi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu puisi epik, puisi lirik, dan puisi dramatik.
a. Puisi Epik
Puisi epik sering disebut puisi naratif. Sumardjo (1986:25)
menyatakan bahwa dalam puisi epik penyair menuturkan sebuah cerita dalam
bentuk puisi. Dalam jenis ini dikenal bentuk-bentuk epos atau wiracerita,
fabel, dan balada.
Bentuk puisi epik agak panjang dan berisi cerita kepahlawanan, tokoh kebangsaan, masalah surga, neraka, Tuhan, dan kematian. Contoh puisi balada
BALADA LAKI-LAKI TANAH KAPUR Mendatang derap kuda
terbuka guci-guci dada baja
Puisi lirik merupakan puisi yang bersifat subjektif, personal. Artinya penyair menceritakan masalah-masalah yang bersumber dari dalam dirinya. Puisi ini bentuknya agak pendek dan biasanya menggunakan kata ganti orang pertama. Oleh karena itu, tidak salah bila dikatakan pikiran, perasaan, dan serta sikap ―Aku‖ dalam syair adalah pikiran, perasaan, dan sikap penyair. Dari segi
isinya yang termasuk puisi jenis ini adalah elegi, hymne, ode, epigram, humor, pastoral, idyl, satire, dan parodi. Berikut ini contoh puisi lirik.
KEPADA ORANG MATI
kalau aku kaumaafkan, karena maaf itu baik, kau tak pernah mengerti dirimu
kalau kau kumaafkan, karena maaf itu baik, kau tak mengerti dirimu
begitu banyak maaf, buat begitubanyak dosa begitu banyak dosa, buat begitu banyak maaf hanyakah tersedia buat daerahh mati
tanpa hawa, tanpa kemauan baik?
tapi kau tak kumaafkan juga, sangat saying tanpa mengerti diriku
sedang aku takmau mati muda sekarang (Etsa)
c. Puisi Dramatik,
Puisi dramatik merupakan puisi yang bersifat objektif dan subjektif. Dalam hal ini seolah-olah penyair keluar dari dirinya dan berbcara melalui tokoh lain. Dengan kata lain, dalam puisi ini penyair tidak menyampaikan secara langsung pengalaman yang akan diungkapkan tetapi melalui tokoh lain sehingga tampaknya seperti sebuah dialog. Menurut Sumardjo (1986:28) bahwa tokoh yang dipilih penyair mewakili situasi manusia atau masyarakat umumnya. Contoh puisi dramatik sebagai berikut.
SEORANG TUKANG RAMBUTAN KEPADA ISTRINYA ―Tadi siang ada yang mati,
Dan yang mengatar banyak sekali
Ya. Mahasiswa-mahasiswa itu. Anak-anak sekolah Yang dulu berteriak: dua ratus, dua ratus!
Sampai bensin juga turun harganya
Sampai kita bisa naik bis pasar yang murah pula Mereka kehausan dalam panas bukan main Terbakar mukanya diatas truk terbuka
Saya lemparkan sepuluh ikat rambutan kita, bu Biarlah sepuluh ikat juga
memang sudah rejeki mereka
Mereka berteriak kegirangan dan berebutan Seperti anak-anak kecil
Dan memyoraki saja. Betul bu, menyoraki saja ‗Hidup tukang rambutan! Hidup tukang rambutan!‘ Dan ada yang turun dari truk, bu
Masih meneriakkan terima-kasihnya ‗Hidup pak rambutan! Hidup rakyat!‘
Saya tersedu, bu. Belum pernah seumur hidup Orang berterimakasih begitu jujurnya
Pada orang kecil seperti kita‖. (Taufik Ismail)
Menurut Suharianto (1981:29), ―Berdasarkan kata-kata yang membentuknya, puisi dibagi menjadi dua yaitu puisi prismatis dan puisi diafan.‖
1) Puisi Prismatis, yaitu puisi-puisi yang menggunakan kata-kata sebagai lambang-lambang atau kiasan. Dalam puisi ini penyair menggunakan kata-kata yang sulit dipahami maknanya terutama bagi yang belum menguasai benar-benar tentang teori puisi. Contoh puisi prismatis.
KITA ADALAH PEMILIK SYAH REPUBLIK INI Tidak ada pilihan lain, kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk dalam satu meja Dengan para pembunuh tahun yang lalu Dalam setiap kalimat yang berakhiran Duli Tuhanku?
Tidak ada lagi pilihan lain. Kita harus Berjalan terus
Kita adalah manusia yang bermata sayu yang di tepi jalan Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara Dipukul banjir, gunung api kutu dan hama
Dan bertanya-tanya diam inikah yang namanya merdeka Kita yang tak punya kepentingan dengan seribu slogan Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tak ada lagi pilihan lain. Kita harus Berjalan terus
(Taufiq Ismail)
4. Kriteria Kemampuan Menulis Puisi
Akhadiah dalam bukunya Menulis (1996) mengemukakan bahwa menulis adalah suatu aktivitas komunikasi bahasa yang menggunakan tulisan sebagai mediumnya. Tulisan itu terdiri atas rangkaian huruf yang bermakna. Dalam komunikasi tertulis paling tidak terdapat tiga unsur yang terlibat, yaitu penulis sebagai penyampai pesan atau isi tulisan, saluran atau medium tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan.
(Subyantoro 2009:243). Intensitas dan kontinuitas dalam melakukan kegiatan menulis akan sangat menentukan kualitas tulisan yang dihasilkan oleh individu. Menurut teori pembelajaran humanistik, belajar dapat dibentuk oleh lingkungan melalui serangkaian perlakuan pembiasaan (Skinner) (Chaer: 2009). Teori ini berasumsi bahwa suatu kemampuan atau keterampilan itu bisa dipelajari melalui aktivitas yang terus-menerus (kontinu); membiasakan stimulus untuk membentuk keterampilan. Keterampilan menulis bukan hanya diperuntukkan bagi mereka yang telah berbakat sejak lahir. Keterampilan menulis sangat bisa dipelajari, ditekuni, dan kemudian menjadi bakat baru yang permanen apabila ada usaha untuk menekuninya.
Berdasarkan definisi-definisi tentang menulis tersebut dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan suatu proses berpikir kreatif yang dilakukan dengan cara menuliskan lambang-lambang grafis sebagai media komunikasi secara tidak langsung kepada orang lain untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikan informasi yang mengandung maksud tertentu. Jelaslah bahwa menulis merupakan sebuah keterampilan yang melibatkan faktor intelektual dan emosional yang diperoleh melalui pengalaman belajar secara kontinu.
Kaitannya dengan standar kompetensi dalam KTSP 2006, kemampuan menulis puisi yang dimaksud yang disyaratkan bagi siswa kelas VIII adalah seperti tercantum dalam standar kompetensi, yaitu :
―Mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam puisi bebas. ‖ Standar
‖Menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai.‖
(Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.) Adapun indikatornya adalah sebagai berikut.
a. Mampu menulis puisi bebas dengan pilihan kata yang sesuai dengan topik. b. Mampu menulis puisi bebas dengan pilihan kata yang sesuai dengan majas. c. Mampu menulis puisi bebas dengan pilihan kata sesuai dengan rima. B. Kajian Teori Tentang Model Pembelajaran
Untuk membelajarkan siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal diperlukan model pembelajaran yang sesuai. Ada bermacam-macam model pembelajaran yang dapat dipilih. Namun, guru harus memahami bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat dalam segala hal dan segala situasi. Oleh karena itu, guru harus pandai memilih model yang sesuai dengan tujuan pembelajaran akan dicapai dan sesuai dengan kondisi siswa.
1. Model Pembelajaran CIRC
Pembelajaran CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan Farnish. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting.
Kelebihan dari model pembelajaran terpadu atau (CIRC) antara lain: a) pengalaman dan kegiatan belajar anak didik akan selalu relevan dengan tingkat
perkembangananak;
b) kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat siswa dan kebutuhan
anak;
c) seluruh kegitan belajar lebih bermakna bagi anak didik sehingga hasil belajar
anak didik akan dapat bertahan lebih lama;
d) pembelajaran terpadu dapat menumbuhkembangkan keterampilan berpikir anak;
e) pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis (bermanfaat)
sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui dalam lingkungan anak;
f) pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa ke arah
belajar yang dinamis, optimal, dan tepat guna;
g) menumbuhkembangkan interaksi sosialanak seperti kerjasama, toleransi,
komunikasi dan respek terhadap gagasan orang lain;
h) membangkitkan motivasi belajar, memperluas wawasan dan aspirasi guru dalam
mengajar (Saifulloh,2003).
Tahap-tahap Model Pembelajaran CIRC a) Penyusunan Program Pembelajaran
Penyusunan program pembelajaran menulis puisi dengan model CIRC sesuai dengan Rencana Pembelajaran Bahasa Indonesia kelas VIII semester 2 yaitu: 1) perumusan tujuan pembelajaran, 2) penentuan materi ajar, 3) penentuan metode pembelajaran, 4)pemilihan puisi model, dan 5) penulisan puisi bebas.
Tujuan pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai dikembangkan berdasarkan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator sebagai berikut.
a) Standar Kompetensi
Mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam puisi bebas. b) Kompetensi Dasar
Menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai. c) Indikator
(1) Mampu menulis puisi dengan pilihan kata yang sesuai dengan topik. (2) Mampu menulis puisi dengan pilihan kata yang sesuai dengan majas.
(3) Mampu menulis puisi dengan pilihan kata yang sesuai dengan rima. Berdasarkan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator tersebut, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran menulis puisi dengan model CIRC yaitu:
(1) siswa mampu menulis puisi dengan pilihan kata yang sesuai dengan topik. (2) siswa mampu menulis puisi dengan pilihan kata yang sesuai dengan majas.
(3) siswa mampu menulis puisi dengan pilihan kata yang sesuai dengan rima.
2) Penentuan Materi Ajar
Materi pembelajaran sesuai dengan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar tersebut adalah puisi bebas. Puisi bebas dalam hal ini
tiap bait, dan rima akhir namun masih tetap memerhatikan persajakan, citraan,
penggunaan majas, dan pilihan kata.
3) Penentuan Metode Pembelajaran
Agar kompetensi yang diharapkan dapat terwujud, diperlukan metode pembelajaran yang tepat. Metode yang digunakan dalam pembelajaran menulis puisi bebas adalah model CIRC. Model CIRC mengupayakan adanya kerjasama siswa dalam pembelajaran. Dengan kerjasama diharapkan saling membantu sesama teman sehingga memudahkan siswa memahami konsep dan mudah mengerjakan tugas yang diberikan.
4) Pemilihan Puisi Model
Untuk memudahkan guru menyampaikan materi pembelajaran diperlukan media. Dalam pembelajaran menulis puisi dengan model CIRC media yang diperlukan berupa puisi yang dipilih oleh guru. Dengan puisi tersebut diharapkan dapat memberi iden dan membantu memudahkan siswa dalam penulisan puisi.
5) Penulisn Puisi Bebas
Kegiatan inti pembelajaran menulis puisi bebas dengan pilihan kata yang sesuai dengan model CIRC adalah sebagai berikut.
(a)Membentuk kelompok yang anggotanya empat oang siswa secara heterogen.
(b)Guru memberikan wacana/ kliping sesuai dengan topik pembelajaran. (c)Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan
(d)Mempresentasikan/ membacakan hasil kelompok. (e)Guru dan siswa membuat simpulan bersama. (f)Penutup.
Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai berikut.
(a) Fase Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media lainnya
(b)Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa untuk mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya, tujuan fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta menerapkan konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang kongkrit. Selama proses ini siswa belajar melalui tindakan-tindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam situasi baru yang masih berhubungan, juga terbukti menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa merancang eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya.
dibahas. Penemuan itu dapat bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan hasil pengamatannya.. Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-gagasan barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen.
2. Model Pembelajaran Reproduksi Puisi
Model Reproduksi puisi dalam pembelajaran menulis puisi dikembangkan dengan basis model Pembelajaran CIRC dan metode resitasi atau pemberian tugas. Metode Resitasi biasa dipakai dalam pembelajaran menulis puisi dengan cara memberikan tugas kepada siswa untuk menulis puisi dengan tema tertentu atau tema bebas. Setelah tugas penulisan puisi dilaksanakan, siswa diminta mempertanggungjawabkannya dengan cara membacakannya di depan kelas.
terbaik dalam kelompok, pembacaan puisi di depan kelas diikuti dengan kegiatan apresiasi, dan proyek menyusun majalah dinding kelas untuk memuat karya puisi siswa.
Model pembelajaran reproduksi puisi dilakukan dengan mendasarkan proses pembelajaran pada pendekatan integratif dan terpadu. Keterpaduan dalam proses pembelajaran yang mencakup aspek keterampilan bersastra. Meskipun penekanan kompetensi pembelajaran pada keterampilan menulis, dalam proses pembelajaran dipadukan dengan keterampilan membaca, menyimak, dan berbicara.
Seperti halnya sintakmatik pada Model Reproduksi Cerpen yang dikemukakan oleh Wahyudi (2013: 76), maka sintakmatik Reproduksi Puisi juga mencakup enam (6) tahapan, yaitu: (1) tahap pembacaan puisi, (2) tahap penggalian puisi sebagai sumber inspirasi, (3) penulisan karya puisi, 4) pelacakan nominasi karya terbaik, (5) presentasi nominator, ( 6) publikasi karya.
Tahap pertama, pembacaan puisi. Siswa membentuk kelompok kemudian secara individual melakukan pembacaan puisi guna mendapatkan gambaran unsur fisik dan unsur batin puisi. Pembacaan puisi dilakukan setelah kelompok terbentuk untuk mempermudah diskusi selanjutnya.
Tahap ketiga, penulisan puisi. Berdasarkan temuan-temuan dalam puisi yang telah dibaca dan diapresiasi, siswa memproduksinya menjadi sebuah puisi. Pada tahap ketiga ini, puisi yang dihasilkan masih berupa draf yang perlu disempurnakan. Selanjutnya dilakukan kegiatan saling bertukar karya dalam satu kelompok untuk saling membaca, memberikan komentar dan masukan terhadap puisi karya temannya. Dari komentar dan masukan tersebut selanjutnya ditulis kembali draf puisi tersebut menjadi puisi.
Tahap keempat, pelacakan nominasi. Langkah ini dilakukan siswa untuk mendapatkan satu karya terbaik dalam kelompok. Kegiatan yang dilakukan adalah siswa saling membaca dan melakukan penilaian puisi temannya untuk mendapatkan karya puisi terbaik.
Tahap kelima, presentasi nominasi. Karya terbaik siswa mewakili kelompok masing-masing. Karya tersebut dibacakan wakil dari kelompok di depan kelas untuk dipahami teman-temannya. Selanjutnya kelompok lain memberikan komentar atau pertanyaan yang akan dijawab oleh wakil kelompok yang maju membacakan puisinya.
Tahap keenam, publikasi karya. Puisi nominasi yang telah dipresentasikan dan dinilai teman-temannya dipublikasikan di majalah dinding kelas, majalah dinding sekolah atau majalah sekolah. Langkah ini dimaksudkan memberikan penghargaan bagi karya terbaik, menjadi motivator, sekaligus bahan apresiasi bagi siswa lain.
Setelah peneliti mengadakan penelusuran, ternyata ada karya ilmiah
yang berhubungan dengan tesis penelitian ini, antara lain:
Karya ilmiah pertama yang relevan dengan penelitian ini adalah tesis Wahyudi (2013) yang berjudul Model Reproduksi Cerpen Dalam Pembelajaran Menulis Puisi Bermuatan Pendidikan Karakter Siswa Kelas X SMA. Dalam tesis tersebut disimpulkan bahwa (1) Model pembelajaran Reproduksi Cerpen dalam pembelajaran menulis puisi bermuatan pendidikan karakter dapat mendorong pembelajaran lebih efektif sesuai dengan kebutuhan guru dan siswa; (2) Model pembelajaran Reproduksi Cerpen mendorong siswa lebih aktif dalam pembelajaran, kreatif dalam pengembangan imajinasi, dan kaya pemberian motivasi kepada siswa; (3) Model Reproduksi Cerpen dalam pembelajaran menulis puisi bermuatan pendidikan karakter bermanfaat bagi pengembangan budi pekerti.
menceritakan kembali cerita yang telah dibaca dan didengar dalam bentuk lisan dan tulisan, (5) bermain drama, (6) menulis, mengedit, merevisi, dan mempublikasikan puisi dengan teman kelompok.
Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa baik dengan model pembelajaran CIRC maupun Reproduksi Puisi dapat lebih meningkatkan hasil belajar menulis puisi. Dalam penelitian ini kedua model pembelajaran tersebut digunakan untuk pembelajaran dengan kompetensi maupun tingkat yang berbeda. Oleh karena sejauh ini peneliti belum menemukan penelitian tentang kedua model pembelajarn tersebut di SMP Negeri 8 Tegal, maka akan diteliti kedua model pembelajaran tersebut.
D. Asumsi Dasar
Kemampuan menulis puisi merupakan salah satu kemmpuan yang harus dimiliki oleh siswa kelas VIII SMP pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Dalam kaitan ini siswa dituntut memiliki keterampilan menulis puisi dengan baik. Agar siswa mampu menulis puisi dengan baik, diperlukan pembelajaran yang kreatif dan membangkitkan minat siswa.
Yang dimaksud dengan kemampuan menulis puisi untuk siswa kelas VIII SMP yaitu kemampuan mengekspresikan perasaannya ke dalam bentuk tulisan dengan pilihan kata yang sesuai dengan topik, sesuai dengan majas, dan sesuai dengan rima.
dapat digunakan oleh guru dalam pembelajaran menulis puisi di antaranya adalah model pembelajaran CIRC dan Reproduksi Puisi.
Keunggulan dari model pembelajaran CIRC adalah memungkinkan siswa membaca berbagai contoh puisi yang dapat digunakan sebagai model tulisannya. Diharapkan dengan banyak membaca puisi model siswa tidak hanya memahami tema tulisan tetapi juga akan mengenal dan mendapatkan pemahaman mengenai model tulisan yang berupa pola, struktur, unsur-unsur intrinsik, gaya bahasa, kalimat, diksi, dan tipografi puisi yang bervariasi. Dengan mengenal dan memperoleh pemahaman tentang berbagai aspek puisi model siswa semakin memiliki kekayaan bekal untuk menulis puisi.
Model pembelajaran reproduksi puisi juga memiliki beberapa kelebihan. Pertama, siswa lebih mudah mendapatkan ide atau gagasan melalui puisi model sebagai sumber inspirasi penulisan puisi. Kedua, penciptaan suasana belaja yang menarik dan menantang siswa untuk berkreasi. Ketiga, model pembelajaran ini lebih menekankan pada aktivitas dan kreativitas siswa dengan bimbingan guru. Keempat, model pembelajaran ini sejalan dengan prinsip pembelajaran terpadu yang mengintegrasikan empat aspek keterampilan bersastra, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
E. Hipotesis Penelitian
1) Model pembelajaran CIRC berpengaruh positif terhadap kemampuan menulis puisi siswa kelas VIII SMP.
2) Model pembelajaran Reproduksi Puisi juga berpengaruh positif terhadap kemampuan menulis puisi siswa kelas VIII SMP.