• Tidak ada hasil yang ditemukan

METRI WIDYA PANGESTIKA BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "METRI WIDYA PANGESTIKA BAB II"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian

Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara

perawat dengan klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah

klien (Panduan Lab UMP, 2010).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau

dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat

membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi

(Suryani 2005).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik

adalah komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat untuk tujuan

pengobatan dan dapat membantu pasien mengatasi masalah yang

dihadapinya melalui komunikasi.

2. Fungsi komunukasi terapeutik

Dwidiyanti (2008) menyatakan bahwa seorang perawat

profesional selalu mengupayakan untuk berperilaku terapeutik, yang

berarti bahwa tiap interaksi yang dilakukan menimbulkan dampak

terapeutik yang memungkinkan klien untuk tumbuh dan berkembang.

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan

(2)

mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta

mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan. Proses

komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku klien

dan membantu klien mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap

perawatan. Sedangkan pada tahap preventif kegunaannya adalah

mencegah adanya tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri klien

(Purwanto, 2004)

3. Tujuan komunikasi terapeutik

Pelaksanaan komunikasi terapeutik bertujuan membantu

pasien memperjelas penyakit yang dialami, juga mengurangi beban

pikiran dan perasaan untuk dasar tindakan guna mengubah ke dalam

situasi yang lebih baik. komunikasi terapeutik diharapkan dapat

mengurangi keraguan serta membantu dilakukannya tindakan efektif,

memperat interaksi kedua pihak, yakni antara pasien dan perawat

secara profesional dan proporsional dalam rangka membantu

penyelesaian masalah pasien (Panduan Lab UMP, 2010).

Menurut Indrawati (2003) bahwa tujuan komunikasi terapeutik

adalah membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan

dan pikiran, membantu mengambil tindakan yang efektif untuk pasien,

membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.

Tujuan komunikasi terapeutik menurut Stuart & Laraia (2005)

adalah kesadaran diri, penerimaan diri, dan meningkatnya kehormatan

(3)

kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling ketergantungan,

hubungan interpersonal, dengan kapasitas memberi dan menerima

cinta; mendorong fungsi dan meningkatkan kemampuan terhadap

kebutuhan yang memuaskan dan mencapai tujuan pribadi yang

realistik.

4. Unsur-unsur komunikasi terapeutik

Menurut Kariyoso (1994) bahwa unsur-unsur komunikasi meliputi :

a. Komunikator (pembawa berita)

Komunikator adalah individu, keluarga maupun kelompok yang

mempunyai inisiatif dalam menyelenggarakan komunikasi

dengan individu atau kelompok lain yang menjadi sasaran.

Komunikator bisa juga berarti tempat berasalnya sumber

pengertian yang dikomunikasikan.

b. Message (pesan / berita)

Message adalah berita yang disampaikan oleh komunikator

melalui lambang-lambang pembicaraan, gerakan-gerakan dan sebagainya. Message bisa berupa gerakan, sinar, suara, lambaian

tangan dan sebagainya. Sedangkan di rumah sakit message bisa

berupa nasehat dokter, hasil konsultasi pada status klien, laporan

dan sebagainya.

c. Channel (saluran)

(4)

meliputi pendengaran, penglihatan penciuman dan perabaan.

d. Komunikan

Komunikan adalah objek-objek sasaran dari kegiatan komunikasi atau orang yang menerima berita atau lambang, bisa berupa klien,

keluarga maupun masyarakat.

e. Feed back

Feed back adalah arus umpan balik dalam rangka proses

berlangsungnya komunikasi. Hal ini bisa juga dijadikan patokan

sejauh mana pencapaian dari pesan yang telah disampaikan.

5. Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik

Menurut Suryani (2005) ada beberapa prinsip dasar yang harus

dipahami dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang

terapeutik, yaitu:

a. Hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan. hubungan ini didasarkan pada prinsip

humanity of nurse and clients”. Kualitas hubungan perawat-klien ditentukan oleh bagaimana perawat mendefenisikan dirinya sebagai

manusia. Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar

hubungan seorang penolong dengan kliennya tapi lebih dari itu,

yaitu hubungan antar manusia yang bermartabat.

(5)

latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu.

c. Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus

mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.

d. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali

permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah.

hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari

komunikasi terapeutik

Adapun pendapat lain yaitu dalam buku Panduan Lab UMP

(2010) bahwa prinsip-prinsip komunikasi terapeutik terdiri dari 12 yaitu sebagai berikut ini:

a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,

memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.

b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling

percaya dan saling menghargai.

c. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.

d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien baik fisik

maupun mental.

e. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien

memiliki motivasi untuk merubah dirinya baik sikap,

tingkahlakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat

(6)

f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap

untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,

keberhasilan maupun frustasi.

g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat

mempertahankan konsistensinya.

h. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan

terapeutik.

i. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukan dan

meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat

perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, spiritual

dan gaya hidup.

j. Altruisme mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain

secara manusiawi.

k. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin

mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.

l. Bertanggung jawab dalam dua dimensi, yaitu: tanggung jawab

terhadap dirinya sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung

jawab terhadap orang lain tentang apa yang dikomunikasikan.

6. Sikap perawat dalam komunikasi terapeutik

Roselina, (2009) mengidentifikasikan lima sikap atau cara untuk

dapat menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi

(7)

a. Berhadapan

Posisi ini memiliki arti bahwa saya siap untuk anda

b. Mempertahankan kontak mata

Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan

menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi

c. Membungkuk kearah klien

Pada posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau

mendengarkan sesuatu

d. Memperlihatkan sikap terbuka

Dalam posisi ini diharapkan tidak melipat kaki atau tangan untuk

menyatakan atau mendengarkan sesuatu

e. Tetap rileks

Tetap dapat mengendalikan keseimbangan, antara ketegangan dan

relaksasi dalam memberikan respons kepada pasien, meskipun dalam

situasi yang kurang menyenangkan.

7. Karakteristik komunikasi terapeutik

Menurut Arwani (2003), ada tiga hal mendasar yang memberi

ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu :

a. Keiklasan (genuineness)

Kesadaran diri perawat untuk dapat menerima sikap klien tanpa

menolak segala bentuk perasaan negatif yang dimiliki klien dan

berusaha untuk berinteraksi dengan klien. Perawat tidak akan

menolak segala bentuk perasan negatif yang dipunyai klien,

(8)

perawat akan mampu mengeluarkan segala perasaan yang

dimiliki dengan cara yang tepat, bukan dengan cara menyalahkan

atau menghukum klien.

b. Empati (empathy)

Empati merupakan perasaan “ pemahaman “ dan “ penerimaan “

perawat terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan

merasakan “dunia pribadi klien “. Empati merupakan sesuatu

yang jujur, sensitif dan tidak dibuat-buat (objektif) didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Empati berbeda dengan simpati.

Simpati merupakan kecendrungan berpikir atau merasakan apa

yang sedang dilakukan atau dirasakan oleh pasien.

Empati cenderung bergantung pada kesamaan pengalaman di

antara orang yang terlibat komunikasi. Perawat akan lebih mudah

mengatasi nyeri pada pasien, misalnya jika dia mempunyai

pengalaman yang sama tentang nyeri. Sebagai perawat empatik,

perawat harus berusaha keras untuk mengetahui secara pasti apa

yang sedang dipikirkan dan dialami klien.

c. Kehangatan (warmth)

Hubungan yang saling membantu (helping relationship) dibuat

(9)

dimaki atau dikonfrontasi. Suasana yang hangat, permasif dan

tanpa adanya ancaman menunjukan adanya rasa penerimaan

perawat terhadap pasien. Oleh sebab itu, pasien akan

mengekspresikan perasaanya secara lebih dalam. Kondisi ini akan

membuat perawat mempunyai kesempatan lebih luas untuk

mengetahui kebutuhan klien. Kehangatan juga dapat

dikomunikasikan secara nonverbal. Penampilan yang tenang,

suara yang meyakinkan dan pegangan tangan yang halus

menunjukan rasa belas kasih atau kasih sayang terhadap pasien.

8. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik

Faktor-faktor yang memengaruhi proses komunikasi dan berdampak pada hasil interaksi terapis- pasien di dalam keterampilan komunikasi terapeutik meliputi (Setyohadi dan Kushariyadi, 2011):

a. Budaya

b. Nilai (kepercayaan dan peraturan kehidupan masyarakat)

c. Keadaan emosional (perasaan yang memengaruhi pola komunikasi)

d. Orientasi spiritual;

e. Pengalaman internal (misalnya dampak biologis dan psikologis pada bagaimana seseorang menginterpretasikan situasi kehidupan)

f. Kejadian-kejadian di luar individu

(10)

i. Konteks hubungan saat ini

j. Isi pesan (misalnya topik-topik yang nienimbulkan kepekaan dan berdampak secara emosional)

9. Cara mengukur komunikasi terapeutik

Pengukuran komunikasi terapeutik mengacu pada penelitian Anita

(2013), yaitu dengan hasil ukur dikatakan komunikasi terapeutik baik

jika skor >75%, cukup baik jika skor 45%-74% dan kurang baik jika skor < 45%. Kuesioner dalam komunikasi terapeutik mencakup

karakterisitk komunikasi terapeutik seperti keikhlasan dan empati,

kehangatan.

Menurut Giyanto (2010) kemampuan afektif komunikasi

terapeutik, diukur dengan indikator:

a. Menunjukkan perhatian, meliputi: 1) Memandang pasien.

2) Kontak mata. 3) Sikap terbuka. 4) Rileks.

5) Mengangguk.

6) Mencondongkan tubuh ke arah pasien. b. Menunjukkan penerimaan, meliputi:

1) Mendengarkan.

2) Memberikan umpan balik.

(11)

4) Tidak mendebat atau mengekspresikan keraguan B. Kepuasaan

1. Pengertian Kepuasan Pasien

Pasien adalah orang sakit yang dirawat dokter dan tenaga kesehatan lainnya ditempat praktek (Yuwono, 2003). Kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk dengan harapannya (Nursalam, 2011).

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa yang muncul setelah membandingkan antara persepsi terhadap kinerja atau hasil suatu produk atau jasa dan harapan-harapan, sedangkan kepuasan pasien adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dia rasakan dibanding dengan harapanny (Kotler, 2007).

Pohan (2007) menyebutkan bahwa kepuasan pasien adalah tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya, setelah pasien membandingkan dengan apa yang diharapkannya.

2. Indikator Kepuasan Pasien

(12)

a. Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada pasien dengan cepat. Dalam pelayanan rumah sakit adalah lama waktu menunggu pasien mulai dari mendaftar sampai mendapat pelayanan tenaga kesehatan. b. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan petugas memberikan

pelayanan kepada pasien dengan tepat. Dalam pelayanan rumah sakit adalah penilaian pasien terhadap kemampuan tenaga kesehatan.

c. Assurance (jaminan), yaitu kemampuan petugas memberikan

pelayanan kepada pasien sehingga dipercaya. Dalam pelayanan rumah sakit adalah kejelasan tenaga kesehatan memberikan informasi tentang penyakit dan obatnya kepada pasien

d. Emphaty (empati), yaitu kemampuan petugas membina hubungan,

perhatian, dan memahami kebutuhan pasien. Dalam pelayanan rumah sakit adalah keramahan petugas kesehatan dalam menyapa dan berbicara, keikutsertaan pasien dalam mengambil keputusan pengobatan, dan kebebasan pasien memilih tempat berobat dan tenaga kesehatan, serta kemudahan pasien rawat inap mendapat kunjungan keluarga/temannya.

(13)

3. Aspek-Aspek Kepuasan Pasien

Kepuasan yang dirasakan oleh pasien merupakan aspek yang sangat penting bagi kelangsungan kerja suatu rumah sakit. Kepuasan pasien adalah nilai subjektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Penilaian subjektif tersebut didasarkan pada pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu itu, dan pengaruh lingkungan pada waktu itu. Ada beberapa aspek yang mempengaruhi kepuasan pasien yaitu :

a. Aspek kenyamanan, meliputi lokasi rumah sakit, kebersihan rumah sakit, kenyamanan ruangan yang akan digunakan pasien, makanan yang dimakan pasien, dan peralatan yang tersedia dalam ruangan. b. Aspek hubungan pasien dengan petugas rumah sakit, meliputi

keramahan petugas rumah sakit terutama perawat, informasi yang diberikan oleh petugas rumah sakit, komunikatif, respontif, suportif, dan cekatan dalam melayani pasien.

c. Aspek kompetensi teknis petugas, meliputi keberanian bertindak, pengalaman, gelar, dan terkenal.

(14)

4. Alat ukur kepuasan pasien

Tingkat kepuasan pasien dapat diukur baik secara kuantitatif maupun secara kualitatifdan banyak cara mengukur tingkat kepuasan pasien. Berbagai pengalamamn pengukuran tingkat kepuasan pasien menunjukkan bahwa upaya untuk mengukur tingkat kepuasan pasien tidak mudah. Hal tersebut karena upaya untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengukur tingkat kepuasan pasien akan berhadapan dengan suatu kendala kultural, yaitu terdapatnya suatu kecenderungan masyarakat yang enggan atau tidak mau mengemukakan kritik, apalagi terhadap fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah. Seperti yang diketahui saat ini, sebagian besar fasilitas layanan kesehatan yang digunakan masyarakat dari golongan strata bawah adalah fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah (Wahyudi, 2009).

Menurut Kotler (2008), kepuasan pelanggan dapat diukur dengan berbagai macam cara yaitu :

a. Sistem keluhan dan saran.

(15)

juga dapat menambah web pages dan e-mail untuk melaksanakan komunikasi dua arah. Informasi tersebut merupakan sumber gagasan yang baik yang meyakinkan pelayanan kesehatan dapat bertindak dengan cepat dalam rangka menyelesaikan masalah. b. Belanja siluman

Perusahaan dapat membayar orang untuk bertindak sebagai pembeli potensial guna melaporkan hasil temuan mereka tentang kekuatan dan kelemahan yang mereka alami ketika membeli produk perusahaan dan produk pesaing. Para pembelanja siluman itu bahkan dapat menyampaikan masalah tertentu untuk menguji apakah staf penjualan perusahaan menangani situasi tersebut dengan baik. Para manager sendiri kadang harus meninggalkan kantor mereka, untuk melihat situasi penjualan perusahaan dimana mereka tidak dikenal, dan mengalami sendiri secara langsung perlakuan yang mereka terima sebagai pelanggan. Variasi dari cara ini adalah manajer menelepon perusahaan mereka sendiri dengan berbagai pertanyaan dan keluhan untuk melihat bagaimana panggilan telepon itu ditangani.

c. Analisis pelanggan yang hilang

(16)

menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.

d. Survei kepuasan pelanggan

Umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan penelitian survey, baik survey melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi. Melalui survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara secara langgsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Berbagai cara pengukuran survey dapat dilakukan antara lain: 1) Pengukuran secara langsung (direct reported satisfaction).

Pasien diberi pertanyaan secara langsung dan dibuat skala untuk menjawabnya. Contoh: puas, kurang puas, tidak puas. 2) Derived satisfaction.

Pasien diberi pertanyaan mengenai seberapa besar pelanggan mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan.

3) Problem analysis.

Responden diminta untuk menuliskan masalah yang dihadapi dan perbaikan yang disarankan pelanggan.

4) Importance rating.

(17)

oleh derajat pentingnya setiap bagian dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masingmasing elemen.

5. Faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien

Menurut Trisnantoro (2005) dalam Nilaika (2012) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah sebagai berikut:

a. Gambaran lingkungan dan struktural, misalnya adalah rambu-rambu dan petunjuk yang jelas, kenyamanan yang mudah didapat dari tersedianya bangku tunggu yang cukup.

b. Pelayanan kamar, misalnya kebersihan ruangan.

c. Hubungan interpersonal, misalnya apakah petugas mempunyai kehangatan dan keramahan di dalam memberikan pelayanannya kepada pasien.

d. Kompetensi klinis dari penyedia layanan kesehatan, misalnya kemampuan staff dan petugas untuk menunjukkan ketrampilan dalam tugas teknis, menyediakan informasi yang akurat dan penuh ketelitian.

e. Tarif pelayanan yang dapat dijangkau oleh pelanggan atau pasien. f. Adanya promosi yang sehat dengan para pasien rumah sakit yang

lain, agar para pelanggan dapat memberikan persepsi tentang citra yang baik bagi rumah sakit.

(18)

a. Kesesuaian antara harapan dan kenyataan b. Layanan selama proses menikmati jasa c. Perilaku personel

d. Suasana dan kondisi fisik lingkungan e. Cost atau biaya

(19)

C. Kerangka Teori

Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka teori penelitian ini dapat digambarkan seperti berikut dibawah ini:

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Sabarguna (2004), Giyanto (2010), Supardi (2008) dan Nursalam (2011)

Faktor yang mempengaruhi kepuasaan pasien:

a. Gambaran lingkungan b. Pelayanan kamar c. Hubungan interpersonal

(Komunikasi Terapeutik)

d. Kompetensi klinis dari penyedia layanan kesehatan e. Tarif pelayanan f. Adanya promosi yang

sehat

Kepuasan Pasaien

Indikator kepuasan pasien

a. Responsiveness

b. Reliability

c. Assurance

d. Emphanty

e. Tangible

Indikator komunikasi terapeutik: 1. Menunjukkan perhatian, meliputi:

a. Memandang pasien. b. Kontak mata. c. Sikap terbuka. d. Rileks. e. Mengangguk.

f. Mencondongkan tubuh ke arah pasien.

2. Menunjukkan penerimaan,

meliputi:

a. Mendengarkan.

b. Memberikan umpan balik. c. Komunikasi non-verbal dan

verbal sesuai.

d. Tidak mendebat atau

(20)

D. Kerangka Konsep Penelitian

Input Output

(Variabel independen) (Variabel dependen)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang sedang diteliti. Hipotesis mempunyai karakteristik sebagai berikut harus mengekspresikan hubungan antara duavaribel atau lebih, harus dinyatakan secara jelas dan tidak bermakna ganda, harus dapat diuji, maksudnya ialah memungkinkan untuk diungkapkan dalam bentuk operasional yang dapat dievaluasi berdasarkan data.

Hipotesis pada penelitian ini adalah :

Ho: Tidak ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien.

Ha: Ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien.

Kepuasan pasien Komunikasi terapeutik perawat

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Ungkapan puji dan syukur dipanjatkan kepada Sang pemberi hidup, karena atas tuntunan dan penyertaan-Nya penulis telah dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang

darah haid mengalir kembali(regurgitasi)melalui tuba ke dalam rongga pelvis.dalam darah haid di dapati sel-sel endometrium yang masih hidup ini implantasi di pelvis.. 

Pada hasil analisis uji coba yang telah dilakukan dapat digunakan sebagai acuan kelayakkan suatu modul yang telah dirancang untuk diimplementasikan dalam

Pengaruh bentuk roller slidding terhadap torsi kendaraan, dapat dilihat dari hasil torsi tertinggi dari roller slidding 11,82 N.m pada rpm 4000 lebih tinggi dibandingkan dengan

perempuan lebih besar daripada jumlah bukan angkatan kerja laki – laki, akan.. tetapi besarnya laju pertumbuhan bukan angkatan kerja pada tahun

Upaya meningkatkan kepekaan sosial melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik diskusi di MAN Pematang Bandar terlaksana dengan baik, dan dapat dibuktikan

BPR Mitra Kopjaya Mandiri Manonjaya Tasikmalaya ini menunjukkan bahwa modal kerja dan kredit yang disalurkan mempunyai pengaruh signifikan secara parsial maupun

Penerapan model pembelajaran kooperatif ( cooperative learning) tipe jigsaw pada siklus pertama telah menunjukan hasil yang cukup baik walaupun belum