Kajian Sosiologi Sastra Page 1
KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA PADA NOVEL
EDELWEIS TAK
SELAMANYA ABADI
KARYA LIAIKO DAN RELEVANSINYA DALAM
PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
Puput Fuzi Wulandari
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam Majapahit Email: puputfuziwulandari96@gmail.com
ABSTRACT
This study aims to describe: (1) Describe the social setting of the author of the Edelweis Tak Selamanya Abadi novel by Liaiko. (2) Describe the social setting of the community contained in Liaiko's Edelweis Tak Selamanya Abadi novel. (3) Describe the response of readers of Liaiko's Edelweis Tak Selamanya Abadi novel. (4) Describe the relevance of research results in literary learning in high schools (SMA). The method used in this study is a descriptive qualitative method with the Sociology of Literature approach. The research data source is the Edelweis novel, which is not forever eternal, the work of Liaiko. The main data in the research are novel texts. Data collection techniques using reading techniques, note taking techniques and interviews. Researchers play a direct role as the main instrument of research. Data validation was obtained through method triangulation and source triangulation and theory triangulation. Data analysis used by the research is a flow analysis model by collecting data, reducing data, presenting data, and verifying data. The results obtained from the study showed that: (1) the author's social setting such as the author's life history and the social background of the author's family had an influence on the creation of Edelweis novel Not Forever Abadi Karya Liaiko (2) the social background contained in Edelweis's novel is Never Forever Abadi Karya Liaiko relates to the reality that exists in the real world, such as sacrifice, romance and the background and point of view of the author (3) the response of expert and general readers who say that the Edelweis novel is Not Forever Lasting Liaiko's work states that the excellence of this novel lies in the author's point or point of view (4) the relevance to literary learning in high school is found in the K13 curriculum learning the novel reading material on KI 3 and KD 3.4 reviews the contents and linguistic elements of a novel and KD 4.4 presents a review of the content and linguistic elements of a novel in surgical activities book.
Keywords
:
Novel, Sociology of Literature, Literature Learning.1. PENDAHULUAN
Kemunculan suatu karya sastra
erat hubungannya dengan
persoalan-persoalan yang muncul pada saat itu. Oleh
sebab itu, sastra merupakan ekspresi
masyarakat, hal ini menunjukkan bahwa
persoalan sosial memang berpengaruh
kuat terhadap wujud sastra. Novel ini
dipilih peneliti karena berawal dari media
sosial facebook yang muncul beberapa
komentar tentang novel Edelweis Tak
Selamanya Abadi yang isinya semua
menangis. Selain itu di media sosial
Facebook pengarang juga menuliskan
beberapa cuplikan cerita yang ia tulis di
Wattpad membuat peneliti semakin ingin
meneliti lebih dalam tentang novel ini.
Selain itu, dari segi bahasa yang mengalir
indah dengan
perumpamaan-perumpamaan yang digunakan merupakan
salah satu keestetikan karya sastra
tersebut. Adanya variasi bahasa yang
terdapat di dalamnya dapat memberikan
gambaran kepada pembacanya tentang
istilah- istilah ungkapan kosa kata dari
berbagai bahasa. Di dalamnya terdapat
penggunaan campur kode dan alih kode
Kajian Sosiologi Sastra Page 2 Jawa, dan Inggris. Ungkapan-ungkapan
para penyair dunia yang sangat indah
berhasil pengarang padukan dalam
karyanya sehingga bertambahlah nilai
keindahan novelnya yaitu Edelweis Tak
Selamanya Abadi.
Sebuah karya sastra tercipta
karena peristiwa atau persoalan dunia
yang terekam oleh jiwa pengarang.
Peristiwa atau persoalan itu sangat
mempengaruhi kejiwaan. Adanya hal
demikian, seorang pengarang dalam
karyanya menggambarkan fenomena
kehidupan yang ada sehingga muncul
konflik atau ketegangan batin. Sebuah
karya sastra tidak dapat dilepaskan dari
pengarang dan kehidupan manusia sebagai
produk kelahiran karya sastra, sastra
bukan sekedar dari kekosongan sosial
melainkan hasil racikan perenungan dan
pengalaman sastrawan dalam menghadapi
problema dan nilai-nilai tentang hidup dan
kehidupan (manusia dan kehidupan)
pengalaman ini merupakan jawaban yang
utuh dari jiwa manusia ketika
kesadarannya bersentuhan dengan
kenyataan.
Novel selain berfungsi sebagai
hiburan dari kepenatan rutinitas kehidupan
manusia yang habis dibaca sekali duduk,
syarat akan gambaran permasalahan sosial
kemasyarakatan, pesan kemanusian, dan
pembelaan terhadap kaum tertindas. Lewat
novel pilihan yang berjudul Edelweis Tak
Selamanya Abadi karya Liaiko mengajak
kepada pembaca untuk masuk ke dalam
ruang imajinasi yang bisa tak terbatas.
Pada novel, Liaiko menggambarkan dan
mencoba memperbincangkan mengenai
dilema kehidupan manusia yang sedang
mencari jalan keluar yang bijak atas
permasalahan hidup yang dialami. Novel
dipilih karena novel merupakan genre
yang banyak digemari. Novel juga
menunjukkan cara seseorang pengarang
dalam menghayati masyarakat dengan
perasaannya. Novel yang berjudul
Edelwies Tak Selamanya Abadi karya
Liaiko ini ditulis oleh seorang pengarang
yang berasal dari kota Mojokerto sendiri.
Dalam novel ini terdapat cermin realitas
yang awalnya merupakan imajinasi
pengarang saja, tapi ternyata di dalam
kehidupan nyata pun ada. Seperti donor
mata yang rela memberikan apapun untuk
orang yang dia cintai maupun dia kagumi.
Selain itu hubungan yang tidak lazim
dilakukan oleh kebanyakan orang yaitu
seorang gadis yang mau menjalin
hubungan dengan seorang duda, bukan
karena harta melainkan cinta tulus.
Berkaitan dengan bahan
pembelajaran sastra di sekolah, penelitian
ini tertuju pada siswa sebagai pembaca
sastra yang nantinya akan diminta
pendapat setelah selesai membaca novel
Edelweis Tak Selamanya Abadi karya
Liaiko. Jadi, siswa tidak hanya membaca
novel setelah selesai langsung berganti
novel lainnya, tetapi siswa dituntut untuk
memahami isi dari novel tersebut dan
kemudian mengutarakan pendapatnya
tentang novel Edelweis Tak Selamanya
Abadi karya Liaiko. Dalam kurikulum
K13 pembelajaran materi sastra telah
dipangkas lebih sedikit, sehingga siswa
dalam mengetahui karya sastra itu terbatas
Kajian Sosiologi Sastra Page 3 instrinsiknya saja. Oleh sebab itu,
diharapkan novel ini bisa menjadi salah
satu bahan pengajaran sastra dalam
sekolah terutama untuk apresiasi prosa.
Bertolak dari latar belakang tersebut maka
peneliti menggunakan kajian sosiologi
sastra sebagai pembedahnya. Teori
sosiologi sastra dipilih karena penemuan
masalah sosial yang terdapat dalam novel
Edelwies Tak Selamanya Abadi
(selanjutnya disingkat dengan ETSA)
karya Liaiko kemudian akan
direlevansikan terhadap pembelajaran
sastra di Sekolah Menengah Atas.
2. METODE PENELITIAN
Subjek penelitian ini adalah
penelitian pustaka, karena yang menjadi
subjek utama adalah novel Edelweis Tak
Selamanya Abadi Karya Liaiko.
Sedangkan data penelitian ini adalah
kalimat dalam novel yang mengandung
masalah sosial. Tempat penelitian yang
dilakukan tidak terbatas, karena pengarang
yang terkadang berada di rumah. Waktu
pelaksanaan penelitian akan dilaksanakan
dalam waktu bulan terhitung dari bulan
Desember 2017 hingga bulan Agustus
2018.
a. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian yang
menggunakan pendekatan kualitatif ini,
peneliti bertindak sebagai key instrument
atau alat penelitian yang utama. Dalam
penelitian ini peneliti bertindak sebagai
instrumen sekaligus sebagai pengumpul
data. Instrumen lain seperti teks novel
dan hasil wawancara terhadap pembaca
ahli dan pembaca umum juga digunakan
untuk mendukung dan melengkapi data
penelitian.
b. Teknik pengumpulan data Penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data berupa teknik baca
dan catat. Teknik baca dan teknik catat
berarti peneliti sebagai instrumen kunci
membaca secara cermat, terarah, dan
teliti terhadap sumber data primer yakni
sasaran peneliti yang berupa teks novel
Edelweis Tak Selamanya Abadi Karya
Liaiko dalam memperoleh data yang
diinginkan. Hasilnya kemudian dicatat
sebagai sumber data. Dalam data yang
dicatat itu disertakan kode sumber
datanya untuk mengecek ulang terhadap
sumber data ketika diperlukan dalam
rangka analisis.
c. Teknik Validitas Data
Validasi atau keabsahan data
merupakan kebenaran data dari proses
penelitian. Untuk menetapkan keabsahan
data diperlukan teknik pemeriksaan data.
Trianggulasi adalah penemuan melalui
informasi dari berbagai sumber dan
menggunakan multi metode dalam
pengumpulan data. Trianggulasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
trianggulasi metode dan trianggulasi
sumber dan trianggulasi teori yang
selanjutnya akan dianalisis menggunakan
model alih interatif Milles and Huberman.
Analisis data merupakan proses
lanjutan yang dilakukan setelah data
terkumpul. Berdasarkan permasalahan
yang telah didapat maka langkah-langkah
yang dilakukan untuk menganalisis data
Kajian Sosiologi Sastra Page 4 a. Pengumpulan Data, data yang
dikumpulkan yang pertama berupa
penandaan pada novel ETSA,
yang kemudian dicatat dan
dipilah- pilah. Data dikumpulkan
dengan beberapa cara yaitu
membaca teks novel ETSA dan
menandainya, kemudian
melakukan wawancara. Yang
pertama melakukan wawancara
terhadap pengarang. Wawancara
dengan pengarang ini dilakukan
beberapa kali sampai memenuhi
data yang dibutuhkan peneliti.
Selanjutnya peneliti melakukan
wawancara terhadap pembaca ahli
dan pembaca biasa. Peneliti
mengumpulkan data sesuai
dengan tujuan penelitian. Data
penelitian yang dikumpulkan
harus dicatat atau disusun
sistematis agar mempermudah
pembahasan hasil penelitian.
b. Reduksi Data yaitu pengurangan data dengan tujuan memilih data
yang sesuai dengan objek kajian.
Proses pemilihan dan
penyederhanaan data yang
diperoleh dari sumber data
penelitian. Oleh peneliti, data
yang di dapat dari pengumpulan
data, dipilih, difokuskan,
disederhanakan dan dituangkan
dalam uraian atau laporan yang
lengkap. Laporan lapangan
tersebut direduksi, dalam arti
dirangkum dan dipilih sesuai
dengan sosiologi.
c. Displai Data yaitu memaparkan atau menyajikan data yang telah
direduksi. Data- data yang
direduksi akan dikelompokkan
sesuai dengan kebutuhan
penelitian. Sesuai dengan ciri khas
penelitian kualitatif, dalam
penelitian ini displai data tentang
sosiologi pengarang, pembaca dan
karya sastra berupa uraian- uraian
deskriptif yang didukung atau
ditunjang oleh kutipan- kutipan
dari data.
d. Verifikasi Data yaitu membuktikan atau mengecek data
sebelum disajikan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Latar Sosial Pengarang Novel Edelweis Tak Selamanya
Abadi Karya Liaiko
Seorang pengarang memiliki
kepekaan terhadap lingkungan sekitar dan
daya imajinasi tinggi. Dengan melihat,
merasakan, dan merenungi kehidupan,
pengarang dapat menangkap apa yang ada
disekitarnya dan menuangkannya ke
dalam sebuah novel. Bisa dikatakan
bahwa novel juga merupakan cerminan
dan jati diri kehidupan di sekitar
pengarang.
Tidak hanya kehidupan,
lingkungan serta pendidikan pengarang,
juga ikut andil dalam penciptaan sebuah
novel. Latar belakang pendidikan yang
dicapai pengarang dari tingkat dasar
sampai pendidikan terakhir. Pandangan,
ide, dan pesan yang disampaikan dalam
Kajian Sosiologi Sastra Page 5 bagian dari ilmu yang dia dapatkan dari
bangku pendidikan maupun aktivitas di
luar pendidikan.
a. Riwayat Pengarang
Dalam penelitian sosiologi sastra
ini, peneliti menemukan beberapa data
yang dibutuhkan mengenai pengarang
novel Edelweis Tak Selamanya Abadi
(yang selanjutnya disingkat ETSA) karya
Liaiko. Data tersebut diperoleh peneliti
dari kegiatan wawancara dengan
pengarang. Pengarangpun antusias dalam
menceritakan mulai dari pengalaman
pendidikannya, asmara dan kegiatan yang
memberikan inspirasi dalam mengarang
yang dia jalani.
Bersumber dari catatan hasil
wawancara Liaiko (CHW 1) pengarang
menuturkan bahwa bahwa nama asli
pengarang adalah Yulia Pratitis Yusuf,
sedangkan nama Liaiko yang digunakan
dalam novel adalah gabungan Lia yang
diambil dari nama Yulia sedangkan Aiko
diambil dari bahasa Jepang yang artinya
anak yang dicintai. Pengarang tidak
berlatar belakang sastrawan, namun
menulis adalah kesukaannya sejak dulu.
Salah satu hal yang ingin ditunjukkan oleh
Liaiko sebagai pengarang melaui novelnya
yaitu pantang menyerah dengan keadaan,
tidak berpangku tangan pada orang tua.
Saya dulu SMAnya jurusan Bahasa. Saya tidak pinter, tapi saya mau berusaha. Akhirnya saya masuk bahasa karena enjoy, tidak terpaksa dan merasa bahwa itu dunia saya. Ternyata benar bahwa itu dunia
saya dan tidak salah sampai saya lomba pidato kemudian baca puisi dan apapun yang berbau sastra, saya merasa tergali. (CHW 1, 2018)
“Kursus computer,
kursus guiding dan pembelajaran
management untuk menambah skill saja. Makanya Bian itu kan seorang guide, nah itu yang saya dapatkan waktu kursus itu.” (CHW 1, 2018)
Peneliti mendapat data dari
catatan hasil wawancara (CHW 1)
pengarang juga pernah mengikuti berbagai
macam kursus, seperti kursus guiding,
akuntansi dan komputer. Liaiko pada
awalnya hanya mengikuti kursus-kursus
itu sebagai penambah skill saja namun itu
juga menambah pengalaman dan
pengetahuan pengarang, dan itu muncul di
dalam novel ETSA karyanya. Di dalam
novel pengarang seolah- olah bermata
pencaharian seorang guiding dan seorang
acounting, nyatanya pengarang mendapat
pengalaman dan pengetahuan demikian
melalui pendidikan non formalnya.
a. Latar Sosial Keluarga
Pengarang
Dalam novel pengarang juga melibatkan
permasalahan yang pernah dia alami,
seperti perebutan hak waris. Pengarang
menuturkan bahwa itu terjadi di
keluarganya karena latar belakang
keluarga pengarang berbeda ayah dengan
kakak- kakaknya yang lain. Pengarang dan
Kajian Sosiologi Sastra Page 6 waris karena harta gono gini dari ayah
yang pertama. Sampai pengarang
meninggalkan rumah karena dia tidak kuat
seperti halnya yang tersirat dalam novel
karyanya. Pengarang mengambil
pengalaman dari teman juga sahabatnya.
Pengarang juga memaparkan bahwa
motivasi menciptakan novel itu karena
adanya apresiasi dari penerbit dan
pembaca di medsos yaitu Wattpad. Liaiko
berasal dari keluarga yang berbeda dengan
kakak-kakaknya. Mereka berbeda ayah
namun satu ibu. Ayah kandung pengarang
ada keturunan Batak, sehingga sifatnya
agak sedikit keras.
Kalau perebutan warisan itu dari latar belakang keluarga saya sendiri, itu 6 orang bersaudara. Saya pernah keluar dari rumah karena kakak saya yang mempermasalahkan itu, Kalau donor mata cuma imajinasi saya saja. Karena pandangan si Tya kan masih belum mempunyai seorang anak, jadi pengorbanan dia berikan ke orang yang dia cintai. (CHW 1, 2018)
“Dia memasukan kisah saudaranya yang perebutan warisan itu, saya sama dia lain bapak,tapi di keluarga saya sendiri itu ada perebutan warisan la dia mungkin ngambil sedikit dari situ.” (CHW 4, 2018)
a. Proses Kreatifitas Pengarang
Proses kreatif pengarang dalam
menciptakan novel ETSA yang berawal
dari pengalaman sahabat yang ingin
disampaikan oleh pengarang. Dalam
menciptakan novel ETSA pengarang
banyak mengalami kegagalan karena
mood pengarang yang tidak menentu.
Dalam tiga bulan pengarang menyusun
cerita yang dia tulis dalam sebuah sosial
media yang bisa dikatakan itu adalah
surga bagi para penulis dan pembaca yang
hobi membaca. Pengarang jatuh bangun
membangun mood-nya karena menurutnya
dalam menulis itu butuh banyak waktu
dan inspirasi. Sampai pada akhirnya mood
kembali terbangun dengan melihat
banyaknya pembaca dan menjadikan
cerita yang telah dia tulis mendapat
peringkat tertinggi, serta adanya seorang
penerbit yang melirik ceritanya dan
menyuruh untuk menuntaskan ending dari
cerita ETSA.
2. Latar Sosial Masyarakat Yang Terdapat Dalam Novel
Edelweis Tak
Selamanya Abadi
a. Pengorbanan
Sosial masyarakat dalam novel
Edelweis Tak Selamanya Abadi karya
Liaiko tentang pengorbanan. Pengorbanan
atau perjuangan tak asing bagi semua
orang, pengorbanan tidak memandang
siapa dia. Semua orang pati pernah
berkorban demi seseorang yang
menurutnya penting. Bahkan ada yang
sampai rela memberikan apapun demi
orang yang dia cinta, sekalipun itu tidak
masuk akal tanpa imbalan yang berharga
sekalipun. Termasuk yang dilakukan oleh
Tya dalam novel Edelweis Tak Selamanya
Kajian Sosiologi Sastra Page 7 matanya untuk kekasih yang dia cintai
yaitu Bian supaya bisa melihat lagi dan
demi kebahagiaan Bian. Seperti yang
ditemukan oleh peneliti dalam kutipan
berikut :
“ Saya donorkan mata saya untuk Bian” suara Tya bergetar. (ETSA, 2016: 151)
„“Bila aku masih punya ayah dan aku ada diposisi Bian sekarang. Maka ayah juga akan melakukan hal yang sama dengan yang aku lakukan saat ini. Memberikan segalanya untuk kesembuhan orang yang kita sayangi.”‟
“Tapi Mr. Hendrata
sama sekali tidak mengingatmu. Untuk apa kamu berkorban sedalam ini? Kamu bukan santa yang suci, kamu juga bukan bunda
maria.” (ETSA,2016:
196)
Dari kutipan di atas dapat
diketahui kalau Tya mendonorkan
matanya untuk orang yang dia sayangi.
Tya tidak menghiraukan kebahagiaannya
sendiri dan kehidupan yang akan dia jalani
setelahnya. Dilingkungan nyata ada orang
yang rela mendonorkan matanya untuk
orang yang dia sayang sekalipun orang itu
bukan keluarganya. Seperti yang
diberitahukan di media online sebagai
berikut:
Detik news- warganet di Sukabumi Jawa Barat digegerkan dengan postingan pemilik akun medsos bernama Muttaqin Ilham. Dalam postingannya, Muttaqin menceritakan curhat
seorang ibu seorang juru parkir yang ingin mendonorkan matanya untuk pegawai komisi pemberantasan korupsi (KPK) Novel Baswedan. Pengamatan
Dari pembahasan di atas kita
dapat mengambil kesimpulan bahwa tidak
hanya orang yang mempunyai hubungan
darah saja yang mau mengorbankan
segalanya secara tulus dan ikhlas, tidak
mendapat upah atau imbalan sekalipun.
Pendonor hanya ingin itu menjadi ladang
amal sholehnya kelak. Dan itu tidak terjadi
di dunia khayal saja melainkan dalam
dunia nyata pun itu terjadi.
b. Asmara
Sosial masyarakat dalam novel
Edelweis Tak Selamanya Abadi karya
Liaiko tentang asmara. Asmara tak asing
bagi semua orang, asmara bermula dari
perasaan seseorang yang secara tidak
sadar muncul secara tiba- tiba karena
kagum dengan lawan jenis. Semua orang
mempunyai perasaan sayang terhadap
orang lain yang bisa membuat dia menjadi
baik dan buruk tergantung seseorang yang
menjalani hubungan asmara tersebut.
Bahkan ada yang sampai melanggar
norma dan menimbulkan keanehan dimata
orang banyak. Termasuk yang dilakukan
oleh Tya dalam novel Edelweis Tak
Selamanya Abadi karya Liaiko, Tya
adalah seorang gadis yang mencintai Bian
yang berstatus duda beranak satu. Bian
yang berlatar belakang seorang pengusaha
kaya raya dan notabennya seorang yang
Kajian Sosiologi Sastra Page 8 Tya berdasarkan kekayaan dan
ketampanan semata, tapi cinta Tya tulus
kepada Bian. Seperti yang ditemukan oleh
peneliti dalam kutipan di dalam novel
ETSA berikut :
“Eeh, berani-beraninya kamu gadis kampung! Kamu pikir siapa kamu? Hanya sekedar pacar Bian saja sudah sombong dan mengatur-ngatur
kehidupan Dio” matanya berkilat marah. (ETSA, 2016: 105)
“Jaga mulutmu gadis kampung! Kamu perempuan matre yang ingin menguasai harta bocah kecil yang ditinggal bapaknya mati kan,” (ETSA, 2016: 106)
Kutipan di atas menunjukkan
bahwa kebanyakan orang lain memandang
bahwa menjalin hubungan dengan status
yang berbeda, orang akan menganggap
hanya mengambil hartanya saja dan
efeknya pasti aneh dan negatif. Padahal
tidak semua hubungan memandang harta.
Tidak hanya di dunia khayal yang
memandang negatif di dunia nyatapun
orang memandangnya seperti itu.
Terkadang berawal dari harta, tetapi
seiring berjalannya waktu pasti tumbuh
rasa tulus dan ingin memiliki. Seperti
yang didapat dari sebuah berita online
sebagai berikut:
Tribun- Medan.com- mulanya demi uang, gadis muda pacaran dengan duda 24 Tahun lebih tua darinya, akhirnya bikin kaget. Seorang wanita Kanada menjalin hubungan dengan seorang duda yang jauh lebih tua darinya.
Awalnya gadis 23 tahun bernama Anna Fuller
tersebut mengincar harta pria umur 47 tahun
“Awalnya hubungan ini untuk uang karena saya adalah seorang remaja muda yang tumbuh dalam keluarga kelas rendah dan saya terbiasa dimanjakan dan mendapatkan apa pun dan memiliki perasaan serius pada Rob. Dia merasa terkesan
Berdasarkan kutipan yang diambil
peneliti dalam novel dan dikaitkan dengan
kenyataan. Terkadang orang hanya bisa
mengomentari orang lain tanpa berpikir
saat dalam posisi mereka. Jodoh, maut dan
rezeki sudah ada yang mengatur sendiri.
Tanpa kita meminta semua itu sudah
tertulis dalam takdir manusia.
c. Latar
Latar yang terindentifikasi
memiliki hubungan dengan latar belakang
sosial budaya adalah latar tempat, latar
waktu, dan latar sosial budaya. Latar
pengarang yang hidup diperkotaan seperti
gresik, Surabaya, Banyuwangi dan pernah
mengunjungi Pulau Lombok menjadi latar
yang peneliti dapat. Hubungan antara latar
belakang sosial budaya pengarang dengan
latar tempat terdapat dalam kutipan di
Kajian Sosiologi Sastra Page 9 “Setelah lebih dari 8 jam
perjalanan, Tya sampai di rumah Bian. Dia memasukkan Mobilio putihnya ke dalam halaman rumah bertingkat dua itu. Halaman yang luas dan taman yang tertata rapi....”
“Keluarga Bian adalah petani sukses di Banyuwangi. Bian adalah anak tunggal dari tuan tanah ...”
“Aku berjalan cepat menyusuri koridor bandara Juanda terminal dua. Mataku liar mencari sosok jangkung yang sangat ku kenal. Kulirik Aigner putih di pergelangan tangan kananku. 20.45. mataku dengan cepat melihat papan informasi flight schedule hari ini. MH-305 Sby- KL. 21.55” (ETSA, 2016: 31) “Rendra baru tiba semalam di Mataram. Dia datang bersama Hana untuk melakukan meeting
penting dengan rekanan bisnis dan survei lokasi. Perusahaannya akan membangun beberapa resort dan
coutage di Pulau Lombok dalam waktu dekat.” (ETSA, 2016: 215)
“Belinda mengenal Lexy sekitar satu bulan yang lalu di Rumah Sakit di tempat Bian dirawat. Lexy membutuhkan tambang uang agar cita- citanya sebagai dokter segera tercapai. Ada ibu yang renta di pelosok Madiun yang menunggunya kembali dalam kondisi sukses dan mengangkat nama keluarganya di desa.” (ETSA, 2016: 202)
Peneliti mendapat beberapa data
mengenai latar dari kutipan di atas
menunjukkan bahwa pengarang
menggunakan tempat berdasarkan tempat
yang pernah dia kunjungi dan sebagai ide
untuk membuat cerita yang berlatar tempat
di perkotaan Surabaya, daerah pesisir
Senggigi, Lombok dan Banyuwangi.
Peneliti juga mendapat data bahwa dari
kutipan tersebut juga terdapat latar sosial
masyarakat saat ini yang memanfaatkan
orang kaya hanya demi kepentingan
pribadi agar tidak perlu susah-susah dalam
menyukupi kebutuhan hidupnya sendiri.
d. Point of View Tyas’S
Aku menunduk dalam. Memainkan jemariku yang saling bertautan. Kuamati bentuk dan tekstur kulitku. Seakan berpuluh tahun tak pernah aku lakukan. Bukannya aku ingin jadi malaikat, yang hatinya bersih tak bernoda, berderma atas nama cinta. Aku hanya manusia biasa penuh dosa dan amanah. Aku hanya ingin memberikan sebuah harapan pada orang yang lebih membutuhkan. Aku juga bukannya sombong karena tidak membutuhkan mataku. Seperti halnya manusia norrmal pada umumnya, aku juga sangat membutuhkannya. Tapi bila pemberianku lebih bermanfaat untuk Bian dan Dio, kenapa aku ragu untuk melakukannya. Dua laki-laki yang amat aku sayangi. Yang telah mengajariku tentang makna cinta dan keikhlasan. (ETSA, 2016: 195) Bian’S
Bila ada yang memegang telapak tanganku sekarang, mungkin orang itu akan merasakan bagaimana cemasnya aku saat ini. Dokter Rizal telah ada di dekatku. Sesaat lagi dia akan melepasperban yang sudah sekitar 2 bulan ini menempel di mata dan melilit kepalaku. (ETSA, 2016: 203)
Author’S
Apa kira-kira yang dilakukan oleh manusia, saat dirinya tahu bahwa hari ini
adalah hari terakhirnya melihat dunia? Tya tahu bahwa dalam beberapa jam kedepan, semuakeindahan yang bisa dilihat matanya akan lenyap sudah. Semua gemerlap cahaya hanya tinggal bayangan dalam rekaman memori di otaknya. Dan semua wujud benda menjadi tidak terlihat kecuali bila disentunya .
Seakan menyadari hal itu, dia melihat sekelilingnya dengan lapar. Semua bentuk, semua warna, semua cahaya seolah ingin direkamnya baik-baik dikepalanya. (ETSA, 2016: hal 193)
Keunggulan dari novel ini terletak
dalam point of view. Cara pandang
pengarang yang menggunakan tiga sudut
Kajian Sosiologi Sastra Page 10 dan tidak ada pengarang yang
menggunakan tiga sudut pandang
pengarang sekaligus. Saat pengarang
sebagai author pengarang menggunakan
sudut pengarang orang ketiga dengan
menyebut nama-nama dan menggunakan kata ganti “dia”. Selain itu saat pengarang bercerita tentang Tya ataupun Bian,
pengarang akan menggunakan sudut pandang orang pertama “aku”. Saat pengarang bercerita tentang Tya,
pengarang menempatkan dirinya sebagai
orang pertama tokoh utama. Pengarang
juga menggunakan sudut pandang orang
pertama tokoh sampingan pada tokoh
Bian. Sedangkan saat menjadi author
pengarang menggunakan sudut pandang
orang ketiga dengan menyebutkan
nama-nama para tokohnya.
3. Tanggapan Pembaca Novel Edelweis Tak Selamanya Abadi
Karya Liaiko
Salah satu tujuan diciptakannya
novel adalah untuk nikmati oleh pembaca.
Antara pengarang, karya sastra dan
pembaca akan berjalan seiringa, karya
satra diciptakan oleh pengarang. Dan
sebuah karya sastra akan dibaca dan akan
mendapat tanggapan dari para
pembacanya. Tanggapan pembaca akan
menjadikan sebuah tolak ukur apakah
karya sastra itu baik atau tidak, diterima
atau tidak oleh masyarakat.
Tanggapan dari dosen sebagai
informan yang kedua yaitu Bapak DR.M.Arfan Mu‟amar, M.Pd.I yang mengatakan bahwa novel ini bagus,
bahasanya mudah dipahami karena
menggunkan bahasa sehari-hari, lalu
konfliknya kompleks dan terjadi
dimasyarakat. Namun dalam alurnya
pengarang menggunakan point of view
yang berarti bahwa alurnya maju mundur
jadi bisa membingungkan pembaca. Selain
itu menurut beliau dalam sebuah novel
tidak harus happy ending dan novel ini
juga sangat menarik dan menghibur. Hal
ini terungkap dari petikan wawancara
sebagai berikut:
“Bagus, konfliknya
kompleks dan terjadi di masyarakat. Ada nilai sastra di dalamnya. Ending tidak harus happy ending, menarik dan menghibur.” (CHW 2, 2018)
Penjabaran karakter dari
penokohan tidak langsung tersurat begitu
pula dengan masalah sosial di dalam novel
ETSA, menurut beliau masalah sosial
yang terjadi seperti donor organ tubuh dan
ada nilai sastra di dalam noveL ETSA.
Selain dengan dosen, peneliti juga
mewawancarai guru bahasa Indonesia
sebagai informan ke tiga yaitu ibu
Durotun Nisa, S.Pd. Menurut beliau novel
ETSA ini sangat bagus, pengarang
menceritakan setting-nya seperti nyata,
seperti kita sebagai pembaca ikut
merasakan tempat- tempatnya
Novel, seperti halnya bentuk prosa
cerita yang lain, sering memiliki struktur
yang kompleks dan biasanya dibangun
unsur-unsur seperti instrinsik dan
ekstrinsik. unsur instrinsik biasanya
tersirat di dalam novel, sedangkan
ekstrinsik bisa diambil dari biografi
pengarang. Hal ini juga termuat dalam KI
Kajian Sosiologi Sastra Page 11 Bahasa Indonesia yaitu menganalisis teks
sejarah, berita, iklan, editorial/ opini, dan
cerita fiksi dalam novel lisan maupun
tulisan. Seperti cuplikan wawancara
berikut:
Kalau dari segi bahasa memang estetika bahasa memperindah sastra,kalau dilihat dari tokoh penokohannya latarnya kalau unsur intriksiknya itu bisa di masukan pembelajaran sastra. Kalau sastra mutlak tidak ada. Di sini ada tapi untuk pembelajaran kelas jurusan bahasa saja, seperti peminatan dan dalam kompetensi menganalisis, tapi memang untuk bahasanya tidak mutlak, bisa dicari amanat, tokoh dan penokohannya. Jadi novel ini bisa dijadikan media pembelajaran tapi nanti disensor dulu. (CHW 3, 2018)
Dari catatan hasil wawancara
(CHW 3) peneliti mendapat sebuah data
bahwa di MAN Mojokerto ada jurusan
bahasa yang pembelaran Bahasa
Indonesianya memuat tentang sastra
namun tidak sepenuhnya, melainkan ada
campuran pembelajaran bahasa.
A. Pembahasan
a. Novel Edelweis Tak Selamanya
Abadi Karya Liaiko
Seorang pengarang menciptakan
sebuah novel untuk diambil
hikmah atau amanat yang tertuang
di dalamnya. Novel juga bisa
menjadi media seorang pengarang
menyampaikan sesuatu hal yang
ingin dia sampaikan melalui
bahasa yang memperindah sebuah
karya sastra. Di dalam novel
ETSA pengarang yang berlatar
belakang seorang yang dewasa
membuatnya sedikit banyak
mencurahkan keromantisan yang
menjadi sifar pengarang. Di dalam
novel juga terdapat beberapa
pekerjaan yang pernah dia
lakukan sewaktu menjalani
aktivitas perkuliahan. Pengarang
memasukkan dunia imajinasi yang
sebelumnya dia impikan.
b. Sosiologi Sastra
1) Sosiologi pengarang
Pengarang yang berlatar
pendidikan non formal yang
pernah mengikuti sederet skill
seperti guiding dan pembelajaran
ekonomi menerapkan di dalam
novel. Pengarang di dalam novel
seperti seorang ahli dalam
bidangnya bukan amatir.
Pengarang juga saat menjalani
awal-awal perkuliahan juga
pernah mencari tambahan biaya
kebutuhan sehari- harinya dengan
bekerja sebagai seorang tour
guide. Hobinya yang suka sekali
traveling dan mendaki
membuatnya banyak memperoleh
pengalaman dan ilmu yang
dituangkannya dalam karakter
tokoh utama dalam novel yaitu
Bian. Selain itu beberapa kejadian
dan tempat juga merupakan hasil
imajinasi pengarang. Kejadian
yang terjadi di dalam novel tidak
serta merta mendonorkan organ
Kajian Sosiologi Sastra Page 12 cuma- cuma untuk kebahagiaan
orang yang di cintainya.
Kejadian yang terjadi di
dalam novel juga ada sebuah
perebutan hak waris anak dan
warisan. Kejadian tersebut
pengarang alami di dalam
keluarganya. Keluarga yang
dulunya harmonis berubah
menjadi hancur akibat orang
ketiga. Berdasarkan penuturan
pengarang yang menceritakan
bahwasanya perebutan warisan itu
terinspirasi dari keluarganya
sendiri. Dari data yang diperoleh
latar sosial pengarang seperti latar
pendidikan dan mata pencaharian
pengarang banyak mempengaruhi
penciptaan novel dan proses
penciptaan novel.
2) Sosiologi karya satra
Maksud isi, tujuan
pengarang menciptakan novel
karena ingin menyampaikan
bahwasanya jika dalam
menjalin hubungan tidak
memilih apaun. Manusia
hanya bisa berencana, namun
Tuhanlah yang menentukan.
Tidak perlu mencari sebuah
status dalam menjalin
hubungan, jika sudah nyaman
dengan orang tersebut. Hidup
penuh dengan perjuangn yang
pertama berjuang untuk hidup
itu sendiri, yang kedua
berjuang untuk kenyamanan
dan kebahagiaan berjuang
demi cinta. Sesulit apapun
masalah yang dihadapi tidak
boleh mudah menyerah begitu
saja. Hal itu terdapat dalam
karakter tokoh imajinasi
pengarang yaitu Tya. Serta
dalam kehidupan nyata juga
ada orang yang rela berkorban
demi orang yang dicintainya,
dan tidak memandang
kekurangan dari pasangannya.
Sudut pandang pengarang
yang menempatkan dirinya
dalam tiga sudut pandang
sekaligus menjadikan
keunggulan dari novel
Edelweis Tak Selamanya
Abadi karya Liaiko.
Pengarang menempatkan
dirinya sebagai author dengan
menggunakan sudut pandang
orang ketiga kata ganti
nama-nama para tokohnya. Saat
menceritakan tokoh Tya,
pengarang menggunakan
sudut pandang orang pertama tokoh utama yaitu “Aku”. Sedangkan saat menceritakan
tokoh Bian, pengarang
menggunakan sudut pandang
orang pertama tokoh
sampingan. Dalam novel
lainnya tidak ada pengarang
yang menggunakan tiga sudut
pandang.
3) Sosiologi pembaca
Pendapat para pembaca
atau respons kebanyakan ikut
larut dalam pembawaan
Kajian Sosiologi Sastra Page 13 campur dan menjadi ikut
gemas dengan karakter yang
dilahirkan oleh pengarang
yang tidak ada di dalam dunia
nyata. Namun pada dunia
nyata itu benar- benar ada
karakter tokoh seperti di
dalam cerita. Pembaca yang
dibedakan menjadi dua ahli
ini berpendapat bahwa novel
ini termasuk novel yang bagus
bagi pemula. Pembaca ahli
juga berpendapat bahwa
keunggulan novel ini ada pada
point of view pengarang.
Serta salah satu ahli juga
berpendapat bahwa novel ini
seperti nyata penggambaran
latar dalam novel begitu luas.
Pembaca ahli dan umum
pun mengatakan bahwa
keunggulan novel terletak
pada sudut pandang
pengarang. Pengarang
menempatkan dirinya dalam
tiga sudut pandang.
Penggunaan tiga susut
pandang ini pun bisa menjadi
daya tarik bagi novel.
c. Pembelajaran Sastra Indonesia
Pembelajaran bahasa
indonesia tidak hanya bahasa saja
yang ada dalam dunia pendidikan
namun sastra juga bisa
dimasukkan ke dalam
pembelajaran bahasa Indonesia.
Pembelajaran sastra dari dulu
sudah masuk ke dalam materi
bahasa Indonesia, sebagai
contohnya adalah materi pantun.
Namun dalam pembelajaran
bahasa Indonesia sastra bertujuan
untuk menumbuhkan sikap kreatif
siswa, tentunya kreatif dalam
berbahasa dan mengembangkan
pikiran mereka. Hal itu sejalan
dengan pendapat Semi (dalam
Ardiyanto, 2007: 50), secara
khusus menyebutkan bahwa
tujuan pembelajaran sastra di
sekolah menengah
(SMA/MA/SMK) adalah untuk
mencapai kemampuan apresiasi
kreatif.
Daya imajinasi juga bisa
membentuk karakter orang dan
menunjukkan karakter orang yang
berimajinasi, melalui mengarang.
Jadi orang yang jiwa imajinasinya
tinggi akan terbentuk karakter
yang tinggi pula. Bahasa yang
digunakan pun juga akan
berkualitas pula tetapi tidak
berbelit- belit. Sejalan dengan
pendapat Windiatmoko (2016: 16)
Daya imajinasi dan pembentukan
karakter manusia memiliki
relevansi yang kuat. Imajinasi
adalah sarana berkarakter.
relevansi terhadap pembelajaran
sastra di Sekolah Menengah Atas
terdapat dalam kurikulum K13
pembelajaran materi hasil
membaca buku novel pada KI 3
dan KD 3.4 mengulas isi dan
unsur kebahasaan sebuah novel
Kajian Sosiologi Sastra Page 14 isi dan unsur kebahasaan sebuah
novel dalam kegiatan bedah buku.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan diperoleh kesimpulan yang
berkaitan dengan pengarang. Latar
belakang pengarang yaitu Liaiko nama
penanya yang bernama asli Yulia Pratitis
Yusuf sebagai orang yang keras kepala,
mandiri dan tidak mudah menyerah
tercermin dalam karakter tokoh utama
dalam novel ETSA. Novel pertama yang
mampu menuai banyak komentar dan
apresiasi yang bagus dari para pembaca.
Pengarang yang suka sekali menulis diary
dari kecil sampai dewasa membuatnya
ingin terus menulis, tetapi pengarang juga
tidak menyangka bahwa tulisannya kini
sampai pada sebuah novel yang tebal
karena dari dulu penulis hanya mampu
membuat sebuah cerpen saja yang dikirim
ke majalah- majalah dan koran.
Meskipun pengarang suka menulis
tidak terbesit dibenaknya untuk
menjadikan itu sebagai sumber mata
pencaharian yang utama, karena
menurutnya menulis itu hanya
membutuhkan waktu yang panjang dan
hanya untuk mengisi waktu luang saja.
Lewat tulisannya pengarang ingin
menyampaikan bahwa tidak ada yang
tidak mungkin, cinta tulus itu pasti ada
dan jangan mudah menyerah terhadap
ujian yang diberikan Tuhan. Boleh
menyerah jika sudah berusaha dengan
keras dan sudah semaksimal mungkin.
Pendidikan tertinggi yang dia jalankan
menurutnya ada pengaruh terhadap bahasa
yang digunakan terkadang tidak. Karena
menurutnya yang paling pengaruh adalah
sikap dewasa beliau dan hati beliau yang
mudah baper terhadap apapun.
Selain dari sosiologi pengarang,
ada juga sosiologi karya sastra yang
berupa sosial yang ada di masyarakat.
Sosial itu berupa asmara dan pengorbanan
cinta serta unsur intrinsik yang terdapat
dalam novel berupa latar dan point of view
atau yang biasa disebut sudut pandang
pengarang. Dari dulu asmara sudah ada
namun, di dalam novel ini terdapat asmara
yang tidak biasa antara gadis dengan
seorang duda. Dan pengorbanan yang
tidak hanya dilakukan seorang yang
berhubungan darah, tetapi juga orang yang
dikagumi atau disayangi.
Pendapat pembaca juga sangat
apresiasi dengan novel. Menurut para
pembaca ahli dan umum novel ini
memiliki keistimewaan berupa kata- kata,
bahasa yang digunakan dan sudut pandang
pengarang yang menggunakan tiga sudut
pandang sebagai author, Tya, dan Bian.
Sudut pandang pengarang yang
menempatkan dirinya dalam tiga sudut
pandang sekaligus menjadikan keunggulan
dari novel Edelweis Tak Selamanya Abadi
karya Liaiko. Pengarang menempatkan
dirinya sebagai author dengan
menggunakan sudut pandang orang ketiga
kata ganti nama-nama para tokohnya. Saat
menceritakan tokoh Tya, pengarang
menggunakan sudut pandang orang
pertama tokoh utama yaitu “Aku”.
Sedangkan saat menceritakan tokoh Bian,
pengarang menggunakan sudut pandang
Kajian Sosiologi Sastra Page 15 novel lainnya tidak ada pengarang yang
menggunakan tiga sudut pandang.
Hasil penelitian juga bisa
dimasukkan ke dalam pembelajaran di
sekolah menengah atas. Karena
mengandung nilai pendidikan serta novel
ini bisa dijadikan bahan ajar sastra. Serta
novelnya juga bisa dijadikan bahan ajar
sastra di sekolah.
5. REFERENSI
Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi
Sastra Sebuah Pengantar
Ringkas. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi
Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS.
H.B. Sutopo. 2002. Pengantar Penelitian
Kualitatif. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret Press
Kurniawan, Heru. 2012. Teori, Metode,
dan Aplikasi Sosiologi Sastra,
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Liaiko. 2016. Edelweis Tak Selamanya
Abadi. Ponorogo: Uwais
Mahaya, Maman S. 2012. Pengarang
Tidak Mati dan Kiprah
Pengarang Indonesia. Bandung:
Nuansa.
Moleong, Lexy, J. 2010. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Saraswati, Ekarini. 2003. Sosiologi
Sastra: Sebuah Pemahaman
Awal. Malang: Bayu Media.
Sugiono, 2017. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Suwarsono, 2013. “Kritik Sosial Dalam
Cerpen Yang Dimuat Koran
Jawa Pos Tahun 2012. Tesis
tidak diterbitkan. Surabaya:
Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah
Surabaya.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 2016.
Teori Kesusastraan (penerjemah
Melani Budianta). Jakarta: PT
Gramedia.
Winarno, Surakhmad. 1994. Pengantar
Ilmiah: Dasar, Metode, dan
Teknik. Bandung: Tarsito.
Windiatmoko, Doni Uji. 2016. Analisis
Wacana dalam Gurindam XII
dan Nilai Pendidikan Karakter
serta Implikasinya sebagai
Materi Ajar Sastra.
E-Jurnal Keilmuwan Bahasa,
Sastra, dan Pengajarannya,
Vol.1, No. 3, Hlm 12-22.
__________________. 2014. Kajian
Sosiologi Sastra dan Nilai
Pendidikan Karakter dalam
novel The Lost karya Kun Geia.
Tesis tidak diterbitkan.
Surakarta: Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret