• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Permainan Menamai Benda Terhadap Kemampuan Komunikasi Verbal Pada Anak Autis Di Yayasan Cahaya Kirana Semarang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Permainan Menamai Benda Terhadap Kemampuan Komunikasi Verbal Pada Anak Autis Di Yayasan Cahaya Kirana Semarang."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Permainan Menamai Benda Terhadap Kemampuan Komunikasi Verbal Pada Anak Autis Di Yayasan Cahaya Kirana Semarang

Sri Rejeki

Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Ngudi Waluyo Ungaran

ABSTRAK [[

Autis merupakan suatu gangguan perkembangan prevasif yang secara menyeluruh mengganggu fungsi kognitif, emosi, psikomotorik anak, kemampuan komunikasi verbal. Komunikais verbal adalah komunikasi yang dilakukan langsung dengan menggunakan simbol-simbol atau secara lisan. Permainan adalah stimulasi yang sangat tepat bagi anak, sehingga daya piker anak terangsang untuk mendayagunakan aspek emosional, sertafisiknya.Tujuan adalah untuk mengetahui pengaruh permainan menamai benda terhadap kemampuan komunikasi verbal pada anak autis Di Yayasan Cahaya Kirana.

Desain penelitian yang dipilih dengan menggunakan Non Equivalent Control Group, dengan jumlah populasi 30 responden , Tehnik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah non random sampling dengan tehnik purposive sampling di dapat 20 responden. Penelitian dilakukan selama 6 hari.

Hasil penelitian ada pengaruh permainan menamai benda terhadap kemamapuan komunikasi verbal pada anak autis di yayasan cahaya kirana semarang.Terlihat bahwa p-value 0,000 < (0,05), setelah diberikan intervensi komunikasi verbal pada anak autis menjadi 50% kategori sangatbaik.

Saran untuk Yayasan cahaya kirana semarang adalah untuk melakukan permaian menamai benda yang menarik ,dan bertujuan untuk meningkatkan komunikasi verbal pada anak autis.

Keywords : autism, verbal communication, games

PENDAHULUAN

Anak adalah individu yang unik, dan anak juga bukan merupakan harta atau kekayaan orang tua yang dapat dinilai secara soaial ekonomi, melainkan masa depan bangsa yang berhak atas pelayanan kesehatan secara individual, tergantung pada orang sekitar dan lingkungannya (keluarga) yang artinya anak membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya untuk belajar mandiri (Supratini,2004 : 5).

Anak adalah anugerah tuhan kepada orang tua, saat anak pertama kali lahir didunia anak membuat orang bahagia, semua orang menyayangi. Dan orang tua berharap agar anaknya menjadi lebih baik, berguna. Anak sebagi aset dan sebagai penerus bangsa. Anak berkembang melalau tahapan dan setiap peningkatan usia kronologis akan menampilkan perkembangan ciri-ciri yang khas (Graha, 2008 :16).

Tumbuh kembang adalah masa balita, karena pada masa ini

(2)

pertumbuhan dasar akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa balita, perkembanagan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional, dan intelegensi berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembanagan selanjutnya. Perkembanagn psikososial sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan interaksi antara anak dan orang tua. Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial di usahakan sesuai dengan kebutuhan abnak berbagai tahap perkembangannya. Sementara itu lingkungan yang tidak mendukung akan menghambat perkembangan anak (Adriana, 2011 : 8).

Kecerdasan pada setiap anak tidak sama perkembanganya, ada anak yang memiliki kepintaran, seperti seorang anak bagus dalam pemecahan masalah, namun di sisi lain anak kurang dalam bahasa, seperti gagap atau mengalami keterlambatan bahasa lainya. Penyebabnya beragam antara lain kebiasaan dilingkungan tumbuh kembang anak terutama dirumah. Anak yang kurang diajak bicara dan kurang mendapat stimulus dalam hal bicara akan mengakibatkan kurang dalam kemampuan bahasa (Adriana, 2011 : 9)

Autisme adalah gangguan

perkembangan yang sangat kompleks pada anak. gangguan dalam bidang

perkembangan, perkembangan interaksi dua arah, perkembangan interaksi dan timbal balik dan perilaku.hingga saat ini kepastian mengenai autisme belum juga dipecahkan. Padahal perkembanagan jumlah anak autis dengan yang normal 1 : 150, sementara di inggris 1 : 100, indonesia belum punya data yang akurat. Dan penyadang autisme menderita gangguan perilaku ataupun otak, dan tidak mampu bersosialisasi (Hasdianah,2013 : 71)

Anak-anak yang mengalami gangguan autisme menunjukan kurang respon terhadap orang lain,mengalami kendala berat dalam kemampuan komunikasi , dan memunculkan respon yang aneh terhadap aspek lingkungan disekssitarnya yang semua ini berkembang pada masa 30 bulan pertama pada ausia anak (Safaria, 2005 : 3 )

Secara sederhana masalah atau karakteristik yang sering terdapat pada penyandang autis adalah kurangnya kemampuan untuk berkomunikasi seperti bicara dan berbahasa, terjadi ketidaknormalan dalam hal menerima rangsang melalui panca indera (pendengaran, penglihatan, perabaan dan lain-lain), masalah gerak/motorik, kelemahan kognitif, perilaku yang tidak biasa dan masalah fisik (Sutadi dalam Mashabi dan Tajudin, 2009)

(3)

Dalam dekade terakhir ini peningkatan anak autis di Kanada dan Jepang bertambah mencapai 40% sejak 1980, menurut catatan pada tahun 1987, prevalensi penyandang autis baru satu orang anak per 5000 kelahiran. Mulai tahun 1990-an terjadi bom autis. Anak-anak yang mengalami gangguan austistik makin bertambah dari tahun ke tahun. Sepuluh tahun kemudian angka berubah menjadi satu anak penyandang autis per 500 kelahiran. Pada tahun 2000-an angkanya sudah bertambah menjadi satu per 250 kelahiran. Di amerika serikat misalnya satu anak per 150 kelahiran. Diperkirakan angka sama terjadi tempat lain termasuk Indonesia ( penelitian Dwi Esti Wulandari 2012)

Sementara jumlah anak Indonesia yang menyandang autisme terus bertambah, meskipun penyebabnya masih mesterius, tetapi hingga kini kalangan medis Indonesia tidak punya standar penanganan bakunya. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat prevalesi dari autis diperkirakan 400.000 anak. Tahun 1987 di dunia, prevalensi anak autis diperkirakan 1 dibandingkan 5000 kelahiran mengalami (Misbah umar lubis: penyesuaian diri orang tua yang memiliki anak autis, 2009)

Pada anak autis terlihat adanya perilaku tidak terarah, anak autis

cenderung menghindari kontak mata, asyik/bermain dengan dirinya sendiri, dan mengalami kekurangan dalam perkembangan bahasa, anak autis juga menunjukan kegagalan menggunakan bahasa secara memadai untuk berkomunikasi. (Hasdianah,2013 : 68)

Dunia anak adalah bermain, melalui kegiatan bermain, semua aspek perkembangan anak ditumbuhkan sehingga anak-anak menjadi lebih sehat sekaligus cerdas. Saat bermain anak-anak mempelajari banyak hal yang penting, seperti bermai dengan teman, anak-anaklebih terasah rasa empatinya. Mereka juga bisa mengatasi penolakan dan dominasi, serta bisa mengelola emosi (Adriana, 2011 : 45)

Salah satu gangguan pada anak autis adalah keterlambatan anak berbicara sangat berkaitan dengan kemampuan anak untuk menyampaikan keinginan, pesan, kebutuhannya dengan suatu cara yang dapat di mengerti oleh orang tua terutama ibu dengan benar atau perilaku komunikatif (Safira , 2005) Bermain adalah rangkaian perilaku yang sangat kompleks dan multi dimensional, yang berubah secara signifikan seiring pertumbuhan dan perkembangan anak yang lebih mudah untuk di amati daripada didefinisikan untuk kata-kata. Bermain juga dikatakan sebagai media untuk eksplorasi dan

(4)

penemuan hubungan interpersonal, eksperimen peran orang dewasa dan memahami perasaanya sendiri (Hasdianah,2013 : 137)

Permainan adalah stimulasi yang sangat tepat bagi anak. Usaha memberi variasi permainan dan sangat baik jika orang tua ikut terlibat dalam permainan, yaitu melalui kegiatan bermain, sehingga daya pikir anak terangsang untuk mendayagunakan aspek emosional, serta fisiknya. Bermain dapat meningkatkan kemampuan fisik,npengalaman dan pengetahuannya, saat berkembang keseimbangan mental anak (Ardiana , 2011 : 46)

Dari studi pendahuluan yang dilakukan penulis di Yayasan Cahaya Kirana Semarang, dengan wawancara salah satu petugas mengatakan terdapat banyak anak autis dari beberapa umur, anak pra sekolah, usia sekolah bahkan ada yang sudah dewasa, terapi dilakukan dengan cara satu terapis memegang satu anak yang sudah terjadwal. Pada hasil observasi pada 3 anak autis diyayasan cahaya kirana yang pertama usia 3 tahun, anak tersebut belum bisa menyebutkan nama benda, kegunaan benda, pada anak kedua usia 5 tahun anak belum bisa berhitung, belum bisa menyebutkan nama benda, anak diam saja dan menunjuk benda dengan tangan. Yang ketiga usia 5 tahun dimana

anak belum menyebutkan kata sederhana misalnya ba-ba, mama, yang belum spesifik, Untuk terapi yang dilakukan yaitu, terapi wicara, terapi bermain untuk anak autis, seperti pernainan petak umpet, tebak warna, puzzle sederhana dan lempar bola. Akan tetapi permainan menamai benda belum dilakukan, di Yayasan Cahaya Kirana.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin mencoba melakukan permainan menamai benda. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Permainan Menamai benda Terhadap Kemampuan Komunikasi Verbal pada Anak Autis di Yayasan Cahaya Kirana Semarang”. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu “apakah ada pengaruh permainan menamai benda terhadap kemampuan komunikasi verbal pada anak autis di Yayasan Cahaya Kirana. METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang dipilih dengan menggunakan Non Equivalent Control

Group, dengan jumlah populasi 30

responden , Tehnik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah non random sampling dengan tehnik purposive sampling di dapat 20 responden. Penelitian dilakukan selama 6 hari.

(5)

Instrumen yang digunakan untuk intervensi penelitian adalah gambar-gambar yang menarik berukuran post card selama 15 menit dan diberikan selama 6 hari. Dengan lembar observasi. Variabel dalam penelitian ini adalah Variabel independen (bebas) yaitu permainan menamai benda dan variabel dependent (terikat) kemampuan komunikasi verbal pada anak autis.

HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat

1. Kemampuan Komunikasi Verbal Sebelum Diberikan Permainan Menamai benda/ Gambar pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kemampuan Komunikasi Verbal Sebelum Diberikan Permainan Menamai benda/ Gambar pada Kelompok Intervensi dan KelompokKontrol pada Anak Autis di Yayasan Cahaya Kirana

Banyumanik Semarang, 2014 Kemampuan Komunikasi Verbal Intervensi Kontrol Frekue nsi Perse ntase (%) Frekue nsi Persent ase (%) Tidak Baik Kurang Baik Baik Sangat Baik 5 4 1 0 50,0 40,0 10,0 0,0 4 6 0 0 40,0 60,0 0,0 0,0 Jumlah 10 100 10 100

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sebelum diberikan permainan menamai gambar, sebagian besar kemampuan komunikasi verbal anak pada kelompok intervensi dalam kategori tidak baik, yaitu sejumlah 5 anak (50,0%), sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar memiliki kemampuan verbal dalam kategori kurang baik, yaitu sejumlah 6 anak (60,0%).

2. Kemampuan Komunikasi Verbal Sesudah Diberikan Permainan Menamai benda/ Gambar pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kemampuan Komunikasi Verbal Sesudah Diberikan Permainan Menamai benda/ Gambar pada Kelompok Intervensi pada Anak Autis di Yayasan Cahaya Kirana Banyumanik Semarang, 2014

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sesudah diberikan permainan menamai benda/ gambar, sebagian besar kemampuan komunikasi verbal anak pada Kemampuan Komunikasi Verbal Intervensi Kontrol Frekue nsi Persenta se (%) Frekuen si Persentase (%) Tidak Baik Kurang Baik Baik Sangat Baik 0 1 4 5 0,0 10,0 40,0 50,0 3 6 1 0 30,0 60,0 10,0 0,0 Jumlah 10 100 10 100

(6)

kelompok intervensi dalam kategori sangat baik, yaitu sejumlah 5 anak (50,0%), sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar masih memiliki kemampuan verbal dalam kategori kurang baik, yaitu sejumlah 6 anak (60,0%).

B. Analisis Bivariat

Untuk mengetahui pengaruh permainan menamai benda terhadap kemampuan komunikasi verbal pada anak autis di Yayasan Cahaya Kirana Banyumanik Semarang, dilakukan uji Mann Whitney dan uji Wilcoxon karena data yang dipakai berbentuk ordinal. Hasil dari uji Mann Whitney dan Wilcoxon disajikan pada tabel berikut ini.

1. Perbedaan Kemampuan Komunikasi Verbal Sebelum dan Sesudah Diberikan Permainan Menamai benda/Gambar pada Kelompok Intervensi

Tabel 5.3 Perbedaan

Kemampuan Komunikasi Verbal Sebelum dan Sesudah Diberikan Permainan Menamai benda/Gambar pada Kelompok Intervensi pada Anak Autis di Yayasan Cahaya Kirana Banyumanik Semarang, 2014 Variabel Perlakuan N Z p-value Kemampuan Komunikasi Verbal Sebelum Setelah 10 10 -2,972 0,003

Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa dari uji Wilcoxon diperoleh nilai Z hitung sebesar -2,972 dengan p-value sebesar 0,003. Terlihat bahwa p-value 0,003 < (0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan kemampuan komunikasi verbal sebelum dan sesudah diberikan permainan menamai benda/gambar pada kelompok intervensi pada Anak Autis di Yayasan Cahaya Kirana Banyumanik Semarang.

2. Perbedaan Kemampuan Komunikasi Verbal Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol Tabel 5.4 Perbedaan

Kemampuan Komunikasi Verbal Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol pada Anak Autis di Yayasan Cahaya Kirana Banyumanik Semarang, 2014

Variabel Perlakuan N Z p-value Kemampuan Komunikasi Verbal Sebelum Setelah 10 10 -1,414 0,157

Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa dari uji Wilcoxon

(7)

diperoleh nilai Z hitung sebesar -1,414 dengan p-value sebesar 0,157. Terlihat bahwa p-value 0,157 > (0,05), ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kemampuan komunikasi verbal sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol pada Anak Autis di Yayasan Cahaya Kirana Banyumanik Semarang.

3. Pengaruh Permainan Menamai benda/Gambar terhadap Kemampuan Komunikasi Verbal Anak Autis

Untuk menguji pengaruhi ini, dilakukan uji perbedaan kemampuan komunikasi verbal sesudah diberikan permainan menamai gambar antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Jika terdapat perbedaan diantara kelompok intervensi dan kontrol setelah melakukan permainan menamai benda/gambar (p-value < 0,05), maka ada pengaruh permainan menamai gambar terhadap kemampuan komunikasi verbal anak autis, begitupun sebaliknya.

Tabel 5.5 Perbedaan Kemampuan Komunikasi Verbal Sesudah Diberikan Permainan Menamai benda/Gambar antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol

pada Anak Autis di Yayasan Cahaya Kirana Banyumanik Semarang, 2014

Variabel Kelompok N Z p-value Kemampuan Komunikasi Verbal Intervensi Kontrol 10 10 -3,459 0,001

Berdasarkan tabel 5.6, diketahui bahwa dari uji Mann Whitney diperoleh Z hitung = -3,459 dengan p-value sebesar 0,000. Terlihat bahwa p-value 0,001 < (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan kemampuan komunikasi verbal sesudah diberikan permainan menamai benda/gambar antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada Anak Autis di Yayasan Cahaya Kirana Banyumanik Semarang. Ini juga menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan permainan menamai benda/gambar terhadap kemampuan komunikasi verbal pada anak autis di Yayasan Cahaya Kirana Banyumanik Semarang. Pengaruh ini dapat dilihat dari hasil, dimana sebelum diberikan permainan menamai benda/gambar pada kelompok intervensi sebagian besar anak memiliki kemampuan komunikasi verbal dalam kategori tidak baik (sejumlah 5 anak atau 50,0%), kemudian meningkat menjadi sebagian besar dalam

(8)

kategori sangat baik (sejumlah 5 anak atau 50,0%) sesudah diberikan permainan menamai gambar

SIMPULAN

1. Sebelum dilakukan permaianan menamai benda komunikasi verbal anak autis pada kelompok intervensi sebagian besar komunikasi verbalanak dalam kategori tidak baik yaitu 5 responden(50%), kurang baik yaitu 4 responden (40%) dan kategori baik hanya 1 responden (10%). pada kelompok kontrol diyayasan cahaya kirana semarang diketahui komunikasi verbal pada anak autis tidak baik 4 responden 40% dan kurang baik 6 responden (60%).

2. Ada perbedaan yang signifikan kemampuan komunikasi verbal sesudah diberikan permaianan menemi benda/ gambar antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada anak autis di yayasan cahaya kirana semarang dengan p-value 0,001< α (0,05).

3. Ada pengaruh yang signifikan permainan menamai benda/ gambar terhadap kemampuan komunikasi verbal pada anak autis di yayasan cahaya kirana semarang selama 6 hari didapatkan sebelum diberikan permainan menamai benda/ gambar pada kelompok intervensi sebagian besar anak memiliki kemampuan komunikasi verbal dalam

kategori tidak baik sejumlah 5 anak atau 50%, kemudian meningkat menjadi sebagian besar dalam kategori sangat baik 5 anak 50% sesudah diberikan permainan menamai benda

SARAN

1. Bagi Yayasan Cahaya Kirana

penelitian ini memberikan informasi tambahan bagi terapis dan sebagai alternatif terapi untuk menangani anak-anak yang mengalami kekurangan dalam memberikan permainan khususnya permainan untuk anak autis.Serta dapat di terapkan di yayasan cahaya kirana, karena permainan berpengaruh terhadp komunikasi verbal.

2. Keluarga

penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi keluarga dan dapat memberikan salah satu permainan yang bermanfaat untuk mengembangkan komunikasi verbal anak secara sederhana yang bisa dilakukan dirumah pada saat hari libur bersama keluarg

3. Terapis anak autis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi terapis dan sebagai alternatif terapi untuk memberikan permainan yang dapat mengembangkan komunikasi vebal anak autis.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Adriana, Dian.2011. Tumbuh Kembang Dan

Terapi Bermain pada Anak.

Jakarta : Salemba medika.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: JKPKKR

Dwi Esti Wulandari. 2012.Karawitan Sebagai Terapi Musik Anak Autis. Graha, chairinniza. 2008. keberhasilan Anak

Ditangan Orang Tua. Jakarta : PT Gramedia

Hidayat, Alimul, Aziz, A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Merdeka

HR, Hasdianah. 2013. Autis Pada Anak ,Pencegahan, Perawatan, Dan

Pengobatan. Yogyakarta : Nuha

medika.

Misbah umar lubis . 2009 . penyesuaian diri orang tua yang memiliki anak autis

Maulani Chaerita, Enterprise Jubilee.2005.Kiat Merawat Gigi.Jakarta : Gramedia Notoatmojdo, Soekidjo.2005.Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmojdo, Soekidjo.2010.Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta

Nugraha, P., Kunaeni, R., Fitriani, H. 2005. Mari Bermain.Jakarta : Gramedia Nursalam.2008. Konsep dan penerapan

metodologi penelitian ilmu

keperawatan.Jakarta : Salemba Merdeka.

Rahardi, Kunjana R. 2005. Pragmatik

kesatuan imperatif bahasa

indonesia : Erlangga

Safira, Triantoro. 2005. Autisme, Pemahaman Baru untuk Hidup

Bermakna Bagi Orang Tua.

Yogyakarta : Graha Ilmu.

Sugiyono.2007. Statistik Untuk Penelitian.Bandung : Alfabeta Sugiyono. 2013. Metode Penelitian

Pendidikan (pendekatan

kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta

Gambar

Tabel 5.1   Distribusi Frekuensi  Berdasarkan Kemampuan Komunikasi  Verbal Sebelum Diberikan Permainan  Menamai benda/ Gambar pada Kelompok  Intervensi dan KelompokKontrol pada Anak  Autis di Yayasan Cahaya Kirana

Referensi

Dokumen terkait

Choat dan Bellwood (1991) yang membahas interaksi antara ikan karang dengan terumbu karang menyimpulkan 3 (tiga) bentuk umum hubungan, yaitu: (1) Interaksi langsung, yaitu

Isi standar pelayanan prima mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan) Nomor 7 Tahun 2010 tentang

Hal ini disebabkan karena responden juga terpapar oleh pengaruh dari teman-teman sebaya dan faktor status ekonomi, sehingga meskipun responden memiliki pengetahuan

Melalui fokus biaya dalam kegiatan sumber daya manusia maka perlu dilakukan peningkatan sistem kerja dengan menambah staf karyawan agar lingkup pekerjaannya semakin

This paper seeks to address the following questions: 1) is it possible to detect violent events based on ultra-short ECG signal; 2) which method, BEMD or RQA, is more suit- able

penelitian ini konsisten dengan hasil yang menunjukkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan akan mempunyai informasi yang lebih daripada perusahaan kecil sehingga

Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Semarang agar tetap meningkatkan kualitas makanan terutama pada aspek porsi makanan, suhu makanan, dan bumbu makanan supaya

1 Pada bulan ini belum dilakukan pengukuran TPG memulai pengukuran baru atau manual Data pengukuran baru disimpan 1 Pada 1 bulan sebelumnya tidak dilakukan pengukuran