• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Kebijakan Dana Desa Dalam Pembangunan Ekonomi dan Infrastruktur Pedesaan di Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Kebijakan Dana Desa Dalam Pembangunan Ekonomi dan Infrastruktur Pedesaan di Kabupaten Langkat"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Desa

2.1.1. Sejarah Desa

Sejarah pedesaan adalah sejarah dalam arti yang

seluas-luasnya. History is above a science of change, demikian kata Marc Bloch.

Disini dimensi waktu menjadi sangat penting, sebab perubahan ialah

sebuah proses dalam waktu. Perubahan itu berarti perpindahan dari sebuah

keadaan menuju ke keadaan yang lain. Keadaan itu menunjukan pada

waktu tertentu terdapat kejadian yang berhubungan secara structural dan

membentuk sebuah keadaan.Selain itu juga, sejarah pedesaan ialah

sejarah-sejarah yang secara khusus meneliti tentang pedesaan, masyarakat

petani, dan ekonomi pertanian. Untuk membedakan antara sejarah

pedesaan dengan sejarah sosial ialah sejarah pedesaan harus selalu dapat

mengembalikan permasalahan sejarah kepada desa dan pedesaan atau

kepada ekonomi agrarian pedesaan.

Desa dalam penelitian dapat dimasukan dalam satuan tertentu. Dalam

sejarah pedesaan, desa dapat dimasukan dalam satuan, dan dalam satuan

itu memiliki cirri khusus yang tidak terdapat pada satuan lain, yaitu :

1. Ekosistem adalah hasil perpaduan antara aktivitas manusia, keadaan

(2)

Involution membedakan dua macam ekosistem yaitu ekosistem lading

dan ekosistem sawah.

2. Geografis adalah satuan seperti perbukitan, daerah aliran sungai,

pantai, teluk, selat dan pedalaman desa yang memiliki hubungan satu

dengan yang lainnya Ekonomis secara langsung atau tidak

merupakan bagian dari satuan geografis ataupun sebaliknya.

3. Budaya merupakan salah satu satuan dalam sejarah pedesaan yang

dapat berupa hukum adat. Hukum adat di Indonesia berjumlah 19

hukum adat yang masing-masing memiiki sistem sosial-ekonomis

dan budaya tersendiri.

Dengan pengertian sejarah tentang apa saja dengan bidang garapan

desa, masyarakat petani, dan ekonomi pertanian, dibawah ini akan

ditunjukan beberapa permasalahan dalam sejarah pedesaan.

1. Bangunan Fisik, Sejarah bangunan fisik belum mendapat perhatian dari

sejarawan, padahal banyak sumber-sumber dari Belanda yang

menerangkan mengenai pdesaan. Sejarah pedesaan disini tentang

monografi sebuah desa tertentu.

2. Satuan Sosial, Satuan sosial di lingkungan desa dan masyarakat petani

sangat kaya dengan permasalahan sejarah. Keluarga, satuan desa, kelas

soaial, kelompok agama dan budaya dan kelompok etnis termasuk di

dalamnya. Sejarah keluarga baik sebagai lembaga atau sebagai kesatuan

(3)

3. Lembaga Sosial, Lembaga-lembaga desa yang berupa pola hubungan

sosial dan organisasi-organisasi sosial merupakan tema yang kaya untuk

dijadikan kajian. Termasuk disini lembaga seperti pemerintahan,

keagamaan, politik, ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan dan

sebagainya.

4. Hubungan Sosial, Hubungansosialdipedesaan juga kayaakan tema

penelitian.Diantaranya masalah stratifikasi, integrasi, konflik, mobilitasi

sosial, migrasi, dan hubungan desa-kota.

5. Gejala Psiko-sosial, Masuknya unsur-unsur baru dalam hal psikis dan

budaya pedesaan telah secara umum dapat merubah mental budaya

masyarakat desa, dan dapat merubah nilai-nilai dalam bidang sosial dan

ekonomi

2.1.2 Pengertian Desa

Kata desa berasal dari bahasa India yaitu swadesi yang berarti tempat asal,

negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk pada satu kesatuan hidup,

dengan satu kesatuan norma, serta memiliki batas yang jelas (Soetardjo, 1984,

Yuliati dan Purnomo, 2003). Pengertian desa lainnya disampaikan oleh

Bintarto (1983) yang menyebutkan bahwa desa adalah suatu hasil perpaduan

antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari

perpaduan itu ialah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang

ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi politik dan kultural

yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya

(4)

Sesuai batasan definisi tersebut, maka di Indonesia dapat ditemui banyak

kesatuan masyarakat dengan peristilahannya masing-masing seperti Dusun

dan Marga bagi masyarakat Sumatera Selatan, Dati di Maluku, Nagari di

Minang atau Wanua di Minahasa. Pada daerah lain masyarakat setingkat desa

juga memiliki berbagai istilah dan keunikan sendiri baik mata pencaharian

maupun adat istiadatnya.

Berdasarkan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah, di mana Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan

asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem

Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pengakuan Desa dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 18B ayat

1 dan 2, serta dalam Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah, di mana Desa atau yang disebut dengan nama lain

(selanjutnya disebut desa), adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan

adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem

Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini kemudian

(5)

2.1.3 Karakteristik Desa

The village is principally a place of residence and not primarily a business center. It is composed chiefly of farm dwellings and their associated autbuildings, demikian pendapat Finch yang dikutip oleh Prof.Bintarto.Desa ialah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang

berkuasa mengadakan pemerintahan pemerintahan sendiri (Sutardjo

Kartohadikusumo,1953).

Menurut Prof.Drs.R.Bintarto,1983 menyebutkan bahwa desa adalah

suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan

lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau kenampakan di

muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi

politik dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga

dalam hubungannya dengan daerah-daerah lain.

Menurut Drs.Sapari Imam Asy’ari karakteristik desa meliputi:

1. Aspek morfologi, Desa merupakan pemanfaatan lahan atau tanah oleh

penduduk atau masyarakat yang bersifat agraris, serta bangunan rumah

tinggal yang terpencar (jarang). Desa berhubungan erat dengan alam, ini

disebabkan oleh lokasi goegrafis untuk petani, serta bangunan tempat

tinggal yang jarang dan terpencar.

2. Aspek jumlah penduduk, Maka desa didiami oleh sejumlah kecil penduduk

(6)

3. Aspek ekonomi, Desa ialah wilayah yang penduduk atau masyarakatnya

bermata pencaharian pokok di bidang pertanian, bercocok tanam atau

agrarian, atau nelayan.

4. Aspek hukum, Desa merupakan kesatuan wilayah hukum

tersendiri,(P.J.M.Nas, dan Soetardjo) dimana aturan atau nilai yang

mengikat masyarakat di suatu wilayah.Tiga sumber yang dianut dalam

desa, yakni:

A. Adat asli, Norma-norma yang dibangun oleh penduduk sepanjang

sejarah dan dipandang sebagai pedoman warisan dari masyarakat

B. Agama/kepercayaan, Sistem norma yang berasal dari ajaran agama

yang dianut oleh warga desa itu sendiri

C. Negara Indonesia, Norma-norma yang timbul dari UUD 1945,

peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah

5. Aspek sosial budaya, desa itu tampak dari hubungan sosial antar

penduduknya yang bersifat khas, yakni hubungan kekeluargaan, bersifar

pribadi, tidak banyak pilihan, dan kurang tampak adanya pengkotaan,

dengan kata lain bersifat homogeny, serta bergotong royong.

6. Aspek morfologi menurut Smith dan Zopf, 1970 adalah terdiri dari

lingkungan fisik desa dan pola pemukiman. Pola pemukiman berkaitan

dengan hubungan-hubungan keruangan (spatial) pemukiman (petani)

antara satu dengan yang lain dan dengan lahan pertanian mereka.Secara

(7)

1. Pemukiman penduduknya berdekatan antara satu dengan yang lain

dengan lahan pertanian berada di luar dan terpisah dari lokasi

pemukiman,

2. Pemukiman penduduknya terpencar dan terpisah sama lain dan

masing-masing berada di dalam atau di tengah lahan pertanian

mereka.

2.1.4. Ruang Lingkup Desa

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup :

1. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa.

2. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten atau kota

yang di serahkan pengaturannya kepada desa.

3. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah Provinsi dan

pemerintah Kabupaten atau Kota.

4. Urusan pemerintahan lainnya oleh peraturan perundang-undangan

diserahkan kepada desa.

5. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang

diserahkan pengaturannya kepada desa adalah urusan pemerintahan

yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan dan

pemberdayaan masyarakat. Penyelenggaraan pemerintah desa terdiri

dari pemerintah desa dan BPD. Pemerintah desa terdiri dari kepala desa

dan perangkat desa. Perangkat desa terdiri dari, Sekertari Desa dan

(8)

1. Sekertaris Desa

2. Pelaksanaan Tekhnis Lapangan

3. Unsur Kewilayahan

4. Badan Pemursyawaratan Desa (BPD) berkedudukan sebagai

Unsur penyelenggara pemerintahan desa. Anggota BPD terdiri dari ketua

rukun warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh

pemuka agama atau pemuka masyrakat lainnya. BPD berfungsi menetapkan

peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi

masyarakat.

Badan permusyawaratan desa (BPD) mempunyai wewenang:

1. Membahas Rancangan Peraturan Desa

2. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan

peraturan kepala desa

3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa

4. Membentuk panitia kepala desa

5. Menggali, Menampung, Menghimpun, Merumuskan dan Menyalurkan

aspirasi masyarakat Menggali,menampung,Menyusun tata tertib BPD

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai hak:

1. Meminta keterangan kepada pemerintah desa

(9)

2.2 Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara ( APBN )

APBN adalah undang-undang, sehingga merupakan kesepakatan antara

Pemerintah dan DPR, sebagaimana disebutkan dalam pasal 23 Undang-Undang

Dasar 1945 yaitu: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari

pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan

dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara, yang dimaksud dengan Anggaran Pendapatan dan

BelanjaNegara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan

pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Pemerintah menyusun APBN setiap tahun dalam rangka penyelenggaraan

fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara. APBN tersebut harus

dikelola secara tertib dan bertanggung jawab sesuai kaidah umum praktik

penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik. Sesuai pasal 26 Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, setelah APBN ditetapkan

dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan

Keputusan Presiden.

APBN harus didesain sesuai dengan fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan

fungsi stabilisasi dalam upaya mendukung penciptaan akselerasi pertumbuhan

ekonomi yang tinggi dan berkualitas. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dijelaskan: fungsi alokasi mengandung

arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan

(10)

perekonomian, fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran

negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, fungsi stabilisasi

mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan

mengupayakan keseimbangan fundamental ekonomi.

Beberapa faktor penentu postur APBN antara lain dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1. Pendapatan Negara

Besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

lain: (1) indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar

makro ekonomi; (2) kebijakanpendapatan negara; (3) kebijakan

pembangunan ekonomi; (4) perkembangan pemungutan pendapatan

negara secara umum; dan (5) kondisi dan kebijakan lainnya. Contohnya,

target penerimaan negara dari SDA migas turut dipengaruhi oleh besaran

asumsi lifting minyakbumi, lifting gas, ICP, dan asumsi nilai tukar. Target

penerimaan perpajakan ditentukanoleh target inflasi serta kebijakan

pemerintah terkait perpajakan seperti perubahan besaran pendapatan tidak

kena pajak (PTKP), upaya ekstensifikasi peningkatan jumlah wajib pajak

dan lainnya.

2. Belanja Negara

Besaran belanja negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

(1) asumsi dasarmakro ekonomi; (2) kebutuhan penyelenggaraan negara;

(3) kebijakan pembangunan; (4) resiko (bencana alam, dampak krisis

(11)

subsidi energi dipengaruhi oleh asumsi ICP, nilai tukar, serta target

volume BBM bersubsidi.

3. Pembiayaan

Besaran pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (1)

asumsi dasa rmakro ekonomi; (2) kebijakan pembiayaan; dan (3) kondisi

dan kebijakan lainnya.

2.3. Alokasi Dana Desa

Alokasi Dana Desa atau ADD adalah bagian keuangan Desa yang

diperoleh dari Bagi Hasil Pajak Daerah dan Bagian dari Dana Perimbangan

Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh kabupaten. Menurut

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Desa pada Pasal 18 bahwa Alokasi Dana Desa berasal

dari APBDKabupaten/Kota yang bersumber dari bagian Dana Perimbangan

Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa

paling sedikit 10 % (sepuluh persen). Menurut Peraturan Daerah Kabupaten

Langkat Nomor 10 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja

Desa bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disingkat

APBDES adalah Rencana Keuangan Tahunan Desa yang dibahas dan

disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa

yang ditetapkan dengan Peraturan Desa dan Dana Alokasi Desa terdapat pada

Bantuan Keuangan Pemerintah Kabupaten sebagaimana dimaksud ayat (5)

(12)

1. Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD)

2. Alokasi Dana Desa (ADD)

3. Penyisihan Pajak dan Retribusi Daerah

4. Sumbangan Bantuan lainnya dari Kabupaten

Dengan sasaran Alokasi Dana Desa (ADD) yang dibagikan kepada 277

desa di 23 kecamatan Kabupaten Langkat. Pembagian Alokasi Dana Desa

(ADD) dapat dilihat berdasarkan Variabel Independen utama dan Variabel

Independen tambahan dengan rincian sebagai berikut:

1. Asas Merata adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa (ADD) yang sama

untuk di setiap Desa atau yang disebut dengan Alokasi Dana Desa (ADD)

minimal. Alokasi Dana Desa (ADD) Variabel Independen utama sebesar

70% dan Variabel Independen Tambahan 30%.

2. Asas Adil adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa (ADD) yang dibagi

secara proporsional untuk di setiap Desa berdasarkan Nilai Bobot Desa yang

dihitung dengan rumus dan variabel tertentu atau Alokasi Dana Desa (ADD)

Proporsional (ADDP), Variabel Proporsional Utama sebesar 60%dan

Variabel Proporsional Tambahan sebesar 40%. Variabel Independen Utama

adalah Variabel yang dinilai terpenting untuk menentukan nilai bobot desa.

Variabel Utama ditujukan untuk mengurangi kesenjangan kesejahteraan

masyarakat dan pelayanan dasar umum antar desa secara bertahap dan

mengatasi kemiskinan strukturan masyarakat di desa. Variabel Independen

Utama meliputi sebagai berikut:

(13)

2. Indikator Pendidikan Dasar

3. Indikator Kesehatan

4. Indikator Keterjangkauan Desa

Variabel Tambahan merupakan Variabel yang dapat ditambahkan oleh

masing-masing daerah yang meliputi sebagai berikut :

1. Indikator Jumlah Penduduk

2. Indikator Luas Wilayah

3. Indikator Potensi Ekonomi (PBB)

4. Indikator Jumlah Unit Komunitas (Dusun)

2.4.Dana Desa

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 6 Tahun 2014 Tentang

desa, keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat di nilai

dengan uang serta segala seuatu berupa uang dan barang yang akan berhubungan

dengan kelangsungan hak dan kewajiban Penyelenggaraan urusan pemerintah

desa yang menjadi kewenangan desa di danai dari anggaran pendapatan dan

belanja desa, bantuan pemerintah dan bantuan pemerintah daerah.

Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang di selenggarakan oleh

pemerintah desa di danai dari anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Penyelenggaraan urusan pemerintah yang di selenggarakan oleh pemerintah desa

di danai dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Sumber pendapatan desa

(14)

1. Pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa,

hasil swadaya dan pastisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan

asli daerah yang sah.

2. Bagihasil pajak daerah kabupatn/kota paling sedikit 10% untuk desa dan

dari retribusi kabupaten/kota sebagian di peruntukkan bagi desa.Bagian

dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang di terima oleh

kaabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10%, yang pembagiannya

untuk setiap desa secara profesional yang merupakan alokasi dana desa.

3. Bantuan keuangan pemerintah, pemerintah Provinsi dan pemerintah

Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintah.

4. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.

2.5. Anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDesa)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau yang kerap disebut APBDes

adalah peraturan desa yang memuat rencana keuangan tahunan Pemerintah Desa.

Sebelumnya, rencana APBDes dibahas oleh Pemerintah Desa bersama Badan

Permusyawaratan Desa untuk kemudian ditetapkan oleh Kepala Desa.

Sebelum APBDes dibahas, pemerintah desa terlebih dahulu menyusun

Rencana Pembangunan Jangka Menegah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja

Pemerintah Desa (RKPDes). RPJMDes memiliki jangka waktu 6 tahun dan

RKPDes memiliki jangka waktu 1 tahun dengan melihat hal yang lebih prioritas

(15)

RPJMDes dan RKPDes yang telah disusun masih dapat diubah apabila

setelah dana desa berjalan ternyata desa tersebut mengalami sesuatu yang tidak

diinginkan seperti bencana alam. Tahap pengubahannya dengan mengirim berita

acara hasil musyawarah ke Kecamatan lalu Kecamatan akan kordinasi dengan

Kabupaten. Dana yang digunakan untuk merealisasikan hasil musyawarah

tersebut berasal dari salah satu RKPDes yang ditunda.

Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disebutkan

bahwa APBDesa memuat tiga hal yakni Pendapatan Desa, Belanja Desa dan

Pembiayaan Desa.

1. Pendapatan Desa

Semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa

dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh transfer dan

pendapatan lain-lain:desa. Ada tiga jenis pendapatan desa, pendapatan asli

desa, dana transfer dan pendapatan lain-lain yaitu: pendapatan asli desa,

pendapatan asli desa (PAD), Bagi hasil pajak kabupaten kota, bagian dari

retribusi kabupaten/Kota,Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah

provinsi, pemerintah Kabupaten/Kota dan desa Lainnya, Hibah, Sumbangan

Pihak Ketiga.

2. Belanja desa

Meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban

desa dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya

(16)

penyelenggaraan kewenangan desa. Klasifikasi Belanja Desa terdiri atas

kelompok:

1. Penyelenggaraan pemerintahan Desa

2. Pelaksanaan pembangunan Desa

3. Pembinaan kemasyarakatan Desa

4. Pemberdayaan masyarakat Desa

5. Belanja tak terduga

Kelompok belanja di atas dibagi dalam kegiatan sesuai dengan kebutuhan

desa yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintahan Desa (RPKDesa).

Di masing-masing kegiatan tersebut kemudian diperinci berdasarkan jenis

belanja:

a. belanja pegawai

b. belanja barang dan jasa

c. belanja modal

3. Pembiayaan Desa

Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan

diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada

tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan Desa terdiri atas kelompok:

1. Penerimaan pembiayaan, Sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa tahun

(17)

2. Pengeluaran pembiayaan, Pembentukan dana cadangan dan penyertaan

modal desa.

2.5.1. Dasar Hukum Dana Desa

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara.

2. Undang-Undang Republik Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah.

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

6. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah

7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Desa.

2.5.2. Tujuan Dana Desa

1. Meningkatkn penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan

pelayanan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dan

(18)

2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara

pastisipatif sesuai dengan potensi desa.

3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan

kesempatan berusaha bagi masyarakat desa.

4. Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat

2.5.3. Penyusunan Kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota Tentang Dana Desa

1. Proses penyusunan kebijkan dana desa, Di prakarsai oleh pemerintah

Kabupaten/Kota bersama DPRD dengan melibatkan berbagai pihak yang

berkepentingan terhadap kemandirian desa, seperti wakil dari pemerintah

desa, badan permusyawaratan desa, lembaga kemasyarakatan di desa,

lembaga swadaya masyarakat dan perguruan tinggi.

2. Dalam rangka menyiapkan kebijakan daerah tentang dana desa,

pemerintah Kabupaten/Kota membentuk suatu tim yang keanggotaannya

berasal dari aparat pemerintah daerah, kecamatan dan desa perwakilan

DPRD dan BPD, serta orgaisasi kemasyarakatan yang memiliki

pengalaman dalam pemberdayaan masyaarakat dan desa.

3. Tim tersebut dalam pejelasan di atas sebagaimana yang telah di sebut

sebelumnya bertugas untuk mempersiapkan sebagai hal yang terkait

(19)

4. Kebijakan daerah tentang dana desa di tetapkan melalui peraturan

Bupati/Walikota Atau peraturan daerah.

5. Proses penetapan peraturan Bupati/Walikota atau peraturan daerah tentang

dana desa dilakukan secara transparan dan partisipatif.

6. Pemerintah Kabupaten/Kota bekerja sama dengan para pelaku terkait,

perlu menyiapkan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan di desa

dalam mengelola, memanfaatkan dan mengembangkan hasil dana desa.

2.5.4. Prinsip-prinsip Pengelolaan Dana Desa

1. Pengelolaan keuangan dana desa merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dari pengelolaan keuangan desa dalam APBDesa.

2. Seluruh kegiatan yang didanai oleh dana desa direncanakan, dilaksanakan

dan dievaluasi secara terbuka dengan melibatkan unsur lembaga

kemasyarakatan di desa.

3. Seluruh kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan secara administrasi,

teknis dan hukum.

4. Dana desa dilaksanakan dengan menggunakan prinsip hemat, terarah, dan

terkendali serta harus selesai pada akhir bulan Desember.

5. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai indikator keberhasilan

pelaksanaan dana desa antara lain :

a) Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang dana desa dan

(20)

b) Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam Musrenbang Desa dan

pelaksanaan pembangunan desa;

6. Terjadi sinergi antara kegiatan yang dibiayai dana desa dengan

program-progran pemerintah lainnya yang ada di desa.

7. Tingginya kontribusi masyarakat dalam bentuk swadaya msyarakat

terhadap pembangunan yang dilaksanakan di desa.

8. Tingkat penyerapan tenaga kerja lokal pada kegiatan pembangunan desa.

9. Kegiatan yang didanai sesuai dengan yang telah direncanakan dalam

APBDesa.

10. Terjadinya peningkatan pendapatan asli desa.

2.5.5. Mekanisme penyaluran Dana Desa

Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam mekanisme penyaluran Dana Desa

Adalah sebagai berikut:

1. Penyediaan dana untuk dana desa beserta untuk pengelolaannya di

anggarkan dalam APBD setiap tahunnya.

2. Pengajuan dana desa dapat di lakukan oleh pemerintah desa apabila sudah

di tampung dalam APBDesa yang sudah di tetapkan di peraturan desa.

3. Mekanisme penyaluran secara tekhnis yang menyangkut penyimpanan,

nomor rekening, transfer, surat permintaan pembayaran, mekanisme

pengajuan dan lain-lain di atur lebih lanjut sesuai dengan peraturan

(21)

2.5.6. Penggunaan Dana Desa

Penggunaan dana desa didasarkan pada skala prioritas yang ditetapkan

pada tingkat desa. Penggunaan dana desa dibagi menjadi 2 (dua) yaitu untuk

Belanja Aparatur dan Operasional Pemerintahan Desa serta untuk biaya

pemberdayaan masyarakat

.

Belanja Aparatur dan Operasional Pemerintahan

desa sebesar 30%. Dari total keseluruhan dana desa yang digunakan sebagai

berikut:

1. Operasional Pemerintah Desa sebesar 50 % dari belanja Aparatur dan

Operasional Pemerintahan desa yang digunakan untuk Belanja barang dan

jasa Pembelian/ pengadaan barang, belanja pemeliharaan sarana

Pemerintah Desa, belanja perjalanan dinas kepala desa dan perangkat desa

sebesar 40% dari Operasional Pemerintah Desa dan,

2. Belanja pegawai sebesar 60% dari Operasional Pemerintah Desa untuk

honor tim pelaksana desa.

3. Operasional BPD sebesar 25% dari Belanja pemerintahan desa dengan

perincian sebagai berikut

a) Belanja Barang dan Jasa sebesar 40 % dari total operasional BPD

yang digunakan untuk pembelian / pengadaan barang, belanja

pemeliharaan sarana sekretariat BPD, belanja perjalanan dinas

Ketua dan Anggota BPD.

b) Belanja pegawai sebesar 60% dari Operasional BPD yang

(22)

c) Tunjangan Kesejahteraan Aparatur Pemerintah Desa sebesar 25%

dari belanja Pemerintah Desa.

4. Pemberdayaan masyarakat 70 % dari total keseluruhan ADD dengan

perincian sebagai berikut :

1. Belanja modal (publik) sebesar 70% dari belanja Pemberdayaan

Masyarakat dengan perincian sebagai berikut :

a) Biaya perbaikan prasarana dan sarana publik.

b) Penyertaan modal usaha masyarakat melalui BUMDes.

c) Biaya untuk pengadaan ketahanan pangan.

d) Perbaikan lingkungan dan pemukiman.

e) Tekhnologi tepat guna.

f) Perbaikan kesehatan dan pendidikan.

g) Pengembangan sosial budaya.

h) Kegiatan lainnya yang dianggap penting.

5. Penggunaan dana desa di musyawarahkan antara pemerintah desa dengan

masyarakat dan di tuangkan dalam peraturan desa tentang anggaran

pendapatan belanja daerah (APBDesa) tahun yang bersangkutan.

6. Pengelolaan dana desa di lakukan oleh pemerintah desa yang dibantu oleh

lembaga kemasyaraktan desa.

7. Peraturan lebih lanjut tentang tekhnis pelaksanaanya dapat di atur dalam

(23)

8. Perubahan pengguna dana desa yang tercantum dalam APBDesa dapat di

atur sesuai dengan kebijakan di daerah.

9. Dalam kepentingan pengawasan, maka semua penerimaan dan

pengeluaran keuangan sebagai akibat di berikannya Alokasi Dana Desa di

catat dan di bukukan sesuai dengan kebijakan daerah tentang APBDesa.

2.5.7. Pelaporan Dana Desa

Dalam pelaporan Dana Desa dapat di lihat hal-hal yang harus di

perhatikan.

1. Pelaporan ini diperlukan dalam rangka pengendalian dana untuk

mengetahui perkembangan proses pengelolaan dan penggunaan dana desa

yang terdiri dari:

a) Perkembangan pelaksanaan dan penyerapan dana

b) Masalah yang dihadapi

c) Hasil akhir penggunaan dana desa

2. Mekanisme pelaporan pelaksanaan dana desa dilaksanakan secara

berjenjangmulai dari Tingkat Desa sampai ke Tingkat Kabupaten sebagai

berikut :

a) Tim Pelaksana Desa menyampaikan laporan realisasi fisik dan

Keuangan dana desa setiap bulan kepada Tim Pendamping Tingkat

(24)

b) Tim Pendamping Tingkat Kecamatan menyampaikan laporan hasil

rekapitulasi dari seluruh laporan tingkat desa di wilayah setiap

bulan termasuk perkembangan dan dana yang telah disalurkan,

kepada Bupati dan Tim Fasilitasi Tingkat Kabupaten paling lambat

tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.

2.6. Penelitian Terdahulu

Sejumlah penelitian telah di lakukan tentang pemanfaatan Alokasi Dana

Desa Dini (2010), melakukan Studi tentang “Hubungan Alokasi Dana Desa

Dengan Pembangunan Desa Di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat”. Hasil dari

peneltian ini menunjukkan alokasi dana desa memiliki hubungan yang positif

dengan pembangunan desa di kecamatan stabat dan presepsi masyarakat terhadap

alokasi dana desa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembangunan desa

di Kecamatan Stabat.

Selanjutnya kajian yang di bahas oleh penelitian wahyu hudjuala (2009).

Melakukan penelitian yang berjudul “Efekivitas Pemanfaatan Alokasi Dana Desa

Dalam Menunjang Pembangunan Pedesaan”. Dengam studi kasus: Di desa Nunuk

Kec. Pinolosian, Kab. Bolaang Mongondow Selatan. Penelitian ini bertujuan

untuk melihat dan mengetahui bagaimana efektivitas pemanfaatan Alokasi Dana

Desa (ADD). Selanjutnta untuk megetahui Faktor penghambat dan pendukung

pemanfaatan ADD khususnya Di desa Nunuk Kec. Pinolosian, Kab. Bolaang

Mongondow Selatan. Hasil dari pnelitian ini menunjukkan bahwa tingkat

(25)

berusaha melakukan pelaksanaan pemanfaatn ADD dengan baik, namum masih

memiliki faktor penghambat seperti pengetahuan masyarakat tentang dana desa

dan SDM yang ingin turut ikut serta dalam pelaksanaan pemanfaatan alokasi

dana desa.

Siti Muntahanah (2010) penelitian ini berjudul “Efektivitas Pengelolaan

Keuangan Alokasi Dana Desa Di Kecamatan Somagede Kabupaten Banyumas”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa efektif keuangan pengeolaan

Alokasi Dana Desa di Kecamatan Somagede dalam hubungannya dengan program

desa. Dan memiliki hasil penelitian bahwa Kecamatan Somagede sebagai

penerima ADD sangat bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaan dan

pelaporan keuangan ADD dan pemanfaatannya untuk kepentingan masyrakat,

pelaporan keuangan ADD di Kecamatan Somagede dari tahun ketahun sudah

berjaalan sesuai dengan peraturan yang ada.

Penelitian selanjutnya di lakukan oleh Mohammad Zain A Gafur (2011)

dengan judul “ Inkonsistensi Penerapan Good Governance Dalam Implementasi

Kebijakan Alokasi Dana Desa ( Studi di Desa Marasipno Kecamatan Maba

Tengah Kabupaten Halmahera Timur) dengan pembahasan Alokasi Dana Desa

merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonomi

desa. Hal itu dilakukan agar desa dapat tumbuh dan berkembang mengikuti

pertumbuhan yang berasal dari desa itu sendiri dengan berdasarkan

keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan

masyarakat. Berdasarkan pengertian dari ADD tersebut, maka di dalam

(26)

transparansi, akuntabilitas dan kesetaraan dari semua pihak yang terlibat didalam

kebijakan tersebut baik pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, dan kelompok

sasaran. Hal ini dilakukan agar tercipta suatu tata pemerintahan yang baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika dalam proses perencanaan

dan pelaksanaan ADD dengan berdasar pada prinsip partisipasi, transparansi,

akuntabilitas, dan kesetaraan yang dilakukan oleh Desa Marasipno Kecamatan

Maba Tengah Kabupaten Halmahera Timur. Penelitian ini menggunakan metode

kualitatif deskriptif. Di mana penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang dan perilaku yang dapat diamati. Penulis melakukan penggabungan

teknik observasi,wawancara,dan dokumentasi. Observasi dilakukan di Desa

Marasipno, dan teknik dokumentasi dilakukan untuk menggali datadata sekunder

yang berkaitan dengan penelitian. Data yang diperoleh dari kedua teknik itu

kemudian diperdalam melalui wawancara dengan informan. Hasil penelitian

menunjukan bahwa proses perencanaan dan pelaksanaan Alokasi Dana Desa Di

Desa Marasipno masih sangat jauh dari prinsip-prinsip pengelolaan Alokasi Dana

Desa. Tidak jalanya prinsip pengelolaan Alokasi Dana Desa dari tahapan

perencanaan sampai dengan pelaksanaan dapat dilihat dari kurang partisipasi,

transparansi ,akuntabilitas dan kesetaraan dari masyarakat luas yang

berkepentingan dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Marasipno.

Ketidakserasian antara perencanaan dan pelaksanaan dalam pengelolaan ADD

disebabkan juga karena kurangnya kesadaran masyarakat atas pentingnya

(27)

relevansi keberadaan Desa Marasipno sebagai penyelenggaraan pemerintahan

desa dalam perencanaan dan pelaksanaan Alokasi Dana Desa. Dari hasil

penelitian penulis memberikan rekomendasi sebagai berikut: 1). Perlu adanya

evaluasi tentang pemekaran desa dari pemerintah Kabupaten. Begitu juga dengan

keberadaan Desa Marasipno, karena berdasarkan temuan dilapangan bahwa tidak

adanya penyelenggaraan pemerintahan di desa tersebut. 2). Dalam rangka

pemahaman mengenai pengelolaan ADD ,maka perlu sering diadakannya

sosialisasi Peraturan Bupati tentang petunjuk pelaksanaan ADD, serta diperlukan

supervisi atau pendampingan dari dinas terkait untuk proses perencanaan dan

pelaksanaan ADD. 3). Perlunya pemahaman kepada masyarakat bahwa ADD

adalah hak mereka. Karena tujuan dari kebijakan ini adalah mensejahterakan

masyarakat desa. 4). Dan untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan dalam

menerapkan atau dalam menjalankan kebijakan ADD, diperlukan adanya

kelembagaan yang kuat didesa. Penelitian berikutnya berjudul “Implementasi

Kebijakan Alokasi Dana Desa Dalam Pembangunan Desa Di kecamatan Utan

Kabupaten Sumbawa”, Oleh Awanta Mutmainnah (2012).Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui implementasi kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam

pembangunan desa di Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa dan

untukmengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kendala pemerintah desa

dalam implementasi kebijakan ADD di Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa,

serta untuk mengetahui upaya yang dilakukan Pemerintah Desa di Kecamatan

Utan, Kabupaten Sumbawa dalam menghadapi kendala yang terjadi. Metode yang

(28)

wawancara untuk memperoleh data primer dari para informan, serta menggunakan

teknik dokumentasi dan observasi untuk memperoleh data skunder mengenai

implementasi kebijakan ADD di Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan ADD di Kecamatan Utan,

Kabupaten Sumbawa pada dasarnya belum berjalan dengan efektif. Upaya-upaya

yang dilakukan juga masih belum berjalan dengan maksimal. Sehingga penulis

memberikan saran untuk dapat meningkatkan peran serta pemerintah daerah

dalam meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pelaksana kebijakan agar

pelaksanaan ADD dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan

sebagai bentuk upaya membantu pemerintah desa untuk menjalankan kebijakan

baru yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

tentang Desa.

Budi Septiyanto (2012) tentang judul penelitian “Evaluasi Alokasi Dana

Desa (ADD) di Kabupaten Kendal”. Kebijakan otonomi daerah memberikan

wewenang kepada desa untuk mengatur dan mengurus pemerintahan secara mandiri.

Pemberian kewenangan tersebut meliputi dengan pemberian dana yang bersumber

dari dana perimbangan pusat dan daerah yang disebut dengan dana ADD dalam

rangka meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan di desa. Dalam penelitian ini

difokuskan untuk melihat pencapaian hasil dan output atas dijalankannya kebijakan

ADD di Kabupaten Kendal selama kurun waktu lima tahun yakni tahun 2008 hingga

tahun 2012. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analisis yang berusaha untuk menggambarkan pelaksanaan dari kebijakan

ADD di Kabupaten Kendal melalui faktorfaktor pendukung dan penghambat serta

(29)

data dilapangan yang ditujukkan untuk menggambarkan secara detail dan jelas

melalui enam kriteria evaluasi penelitian yakni efektifitas, efisiensi, kecukupan,

pemerataan, responsivitas dan ketepatan yang diperoleh dari hasil wawancara secara

mendalam dengan key informan . Dari hasil penelitian yang diperoleh ternyata dari

tahun ke tahun perkembangan pelaksanaan mengalami naik turun sesuai tingkat

pencairan dana meskipun kegiatan di desa telah mengalami peningkatan dalam segi

pembangunan. Namun demikian, terdapat sejumlah desa yang masih menghadapi

persoalan dan kesulitan untuk menjalankan secara optimal mulai dari masalahteknis

hingga kendala dilapangan yang bermasalah baik penggunaan, penyaluran, dan

pelaporan penggunaan. Manfaat yang dirasakan hanya kegiatan yang sifatnya

pembangunan dan oprasional desa. Sedangkan kegiatan yang sifatnya pemberdayaan

masih kurang dan jauh dari harapan. Dalam pelaksanaan kebijakan ADD di

Kabupaten Kendal membutuhkan perencanaan strategis dan kegiatan yang jangka

panjang agar penerima manfaat ADD dapat dirasakan hingga menengah kebawah.

Revlinawati (2016) Analisis Pengalokasian Dana Desa Kabupaten

PesisirSelatan Tahun 2015. Universitas Andalas.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pengalokasian Dana Desa pada Kabupaten Pesisir Selatan

yang dituangkan dalam Petunjuk Teknis melalui Peraturan Bupati Pesisir Selatan

No. 20 tahun 2015 tentang Tata Cara Pembagian dan Penetapan Rincian Dana

Nagari yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara di

Kabupaten Pesisir Selatan Tahun Anggaran 2015 telah sesuai dengan Peraturan

Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian,

(30)

yang adil dan merata. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian

deskriptif kuantitatif, dimana data sekunder dikumpulkan dengan menggunakan

metode survey melalui dokumentasi dan wawancara.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pengalokasian dana desa di Kabupaten

Pesisir Selatan formula penghitungan Alokasi Dana Desa sudah mengikuti

petunjuk dari aturan yang berlaku, tetapi data-data yang digunakan dalam

perhitungan Alokasi Dana Desa tidak semua bersumber dari Badan Pusat Statistik

Kabupaten Pesisir Selatan. Pengalokasian Dana Desa terdiri dari 90% alokasi

dasar yang dibagi sama rata untuk setiap desa dan 10% alokasi dana desa yang

dihitung berdasarkan 4 (empat) variabel, untuk lebih mengutamakan tujuan dari

asas adil dan merata diharapkan untuk kebijakan tahun berikutnya nilai persentase

alokasi dasar sebesar 40% dan berdasarkan formula sebesar 60% dengan lebih

mengutamakan kebutuhan dasar masyarakat desa.

2.7 Kerangka Konseptual

Objek dari penelitian ini adalah dana desa dikecamatan Babalan dan

kecamatan Sei lepan kabupaten Langkat. Spesifikasi dalam penelitian ini adalah

menganalisis efektivitas dana desa dalam pembangunan ekonomi dan infrastruktur

pedesaan. Berdasarkan pemikiran tersebut perlu diteliti efektivitas dari dana yang

telah diberikan kepada kecamatan Babalan dan kecamatan Sei Lepan kabupaten

Langkat dengan menganalisis secara deskripsi perencanaan, pelaksanaan,

(31)

kecamatan Babalan dan Sei Lepan di lihat dari pemenuhan kebutuhan dasar,

penguatan kelembagaan dan meningkatkan kegiatan ekonomi.

Maksud dengan tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan

ekonomi masyrakat kecamatan Babalan dan Sei Lepan kabupaten Langkat dengan

menganalisis pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja masyarakat

desa setelah adanya dana desa. Sehingga pengembangan wilayah kecamatan

Babalan dan Sei lepan dapat mencapai peningkatan ekonomi masyarakat. Hal ini

dapat di lihat pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Dana Desa

Transparansi Pengawasan

Pelaksanaan Perencanaan

Pembangunan Ekonomi

Peningkatan Infrastruktur Pengurangan

Kemiskinan Peningkatan

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan alokasi dana desa di mulai dari tilik dusun yang dihadiri oleh Kepala Desa, Perangkat desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga

Dengan demikian setiap desa berpotensi mendapatkan dana transfer sampai dengan 1 (satu) miliar rupiah, tergantung pengalokasian anggaran setiap masing-masing desa. Realisasi dana

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Efektifitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Tahun 2018 di Desa Dawan Klod,

Sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 yang merupakan penyempurnaan

Jadi, dari hasil penelitian tersebut bisa diketahui bahwa dalam penerapan prinsip transparansi implementasi pengelolaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) di

Menurut Bawono 2019 Dana Desa yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja Negara merupakan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan

Dana desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara APBN yang diperuntukan bagi desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah APBD

2.3 Dana Desa Dana Desa Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 06 tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja desa ―Dana Desa