EVALUASI I CRTITICAL REVIEW
ANALISIS LOKASI DAN KERUANGAN
Analisis Pemilihan Lokasi Galangan Kapal
Kayu di Kabupaten Barru
MARINDI BRISKA YUSNI
3613100016
Perencanaan Wilayah dan Kota
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan suatu kawasan industri memacu pertumbuhan ekonomi yang
lebih tinggi, karena hal tersebut akan memudahkan dalam hal penyediaan sarana
infrastruktur yang diperlukan oleh pabrik-pabrik dalam melakukan produksinya.
Dengan adanya suatu industri dalam satu kawasan, maka pemenuhan fasilitas sarana
dan prasarana yang menunjang diperlukan untuk proses industri agar dapat
mempermudah dalam proses produksi hingga pendistribusian barang. Pemilihan
lokasi pembangunan kawasan industri juga diperlukan untuk mempermudah segala
aktivitas produksi. Pemilihan lokasi industri harus disesuaikan dengan faktor
pendukung lokasi, yaitu lokasi pabrik yang dekat dengan bahan baku, dalam hal
mobilitas barang baku, tenaga kerja yang terdapat disekitar lokasi pabrik dan
aksesibilitas yang mudah dan memadai (Weber, 1907).
Dewasa ini perkembangan industri galangan kapal masih jauh dari potensi,
kapasitas, kebutuhan, dan memajukan teknologinya. Masalah yang dihadapi dalam
upaya pengembangan galangan kapal di Indonesia pada umumnya ialah belum
kuatnya industri galangan kapal sebagai suatu sektor ekonomi. Belum majunya
indusrtri galangan kapal ini karena lokasi industri yang biasanya terletak di kawasan
pesisir yang jauh dari pusat kota. Oleh karena itu, penentuan lokasi industri galangan
kapal mempunyai hubungan yang penting dalam hal memajukan dan
mengembangkan industri tersebut.
Jurnal ini membahas tentang analisis pemilihan lokasi galangan kapal kayu di
Kabupate Barru yang diketahui sebagai ndustri yang cukup pesat di kawasan pesisir di
wilayah tersebut. Laju pembuatan galangan kayu di Kabupaten Baru masih belum bisa
berkembang secara maksimal karena lamanya waktu pembuatan akibat lokasinya.
Oleh karena itu, dalam jurnal ini digunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process)
untuk menentukan lokasi alternatif pembangunan industri galangan kayu di Kabupaten
Barru.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan critical review jurnal
2
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Konsep Dasar Teori Lokasi
Jurnal ini tidak menjelaskan secara langsung mengenai jenis teori lokasi yang
dipakai untuk pemilihan lokasi galangan kapal kayu di Kabupaten Barru. Pembahasan
dalam jurnal ini menyangkut lokasi galangan kapal kayu yaitu yang termasuk dalam
bidang industri, maka jurnal ini cenderung menggunakan Teori Weber.
Teori Weber
Menurut Weber, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi lokasi industri,
yaitu faktor tenaga kerja dan biaya transportasi yang merupakan faktor regional yang
bersifat umum serta faktor deglomerasi/aglomerasi yang bersifat lokal dan khusus.
Weber berbasis kepada beberapa asumsi utama, antara lain:
Lokasi bahan baku ada di tempat tertentu begitu pula dengan situasi dan ukuran
tempat konsumsi, sehingga terdapat suatu persaingan sempurna
Ada beberapa tempat pekerja yang bersifat tak mudah bergerak
Weber membuat indeks biaya sederhana ton-mil dan permasalahan
penentuan biaya transportasi adalah permasalahan meminimumkan proses distribusi
produksi. Kunci untuk menentukan kalayakan suatu lokasi bagi aktivitas manufaktur
adalah akumulasi jumlah ton-mil terendah disuatu lokasi. Penentuan lokasi terbaik
tergantung pada karakter bahan baku yang digunakan yaitu: (1) Ubiquitous dari bahan,
artinya bahan baku yang tersedia di mana saja sehingga tidak ada kendala produksi,
(2) Bahan baku setempat berpengaruh spesifik terhadap lokasi. Bahan baku
diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu murni terlokalisir dan gross localized
material (kehilangan bobot dalam proses manufaktur), dan (3) Berdasarkan
perhitungan Indeks Material (IM). IM dihitung dengan cara membagi bobot bahan baku
lokal yang digunakan dalam industri dengan bobot prosuksi akhir. Dari perhitungan
tersebut akan diperoleh kecenderungan pengembangan industri apakah lebih
berorientasi pada lahan baku atau berorientasi pada lahan pasar. Jika IM > 1, maka
kecenderungan lokasi industri lebih berorientasi ke lokasi bahan baku, jika IM < 1,
lokasi industri cenderung berorientasi ke lokasi pasar dan jika IM = 1 lokasi
3
Konsep segitiga pembobotan Weber adalah penentuan titik lokasi industri, dalam
hal ini yang perlu diperhatikan adalah substitusi biaya transportasi dengan bahan baku
yaitu ubiquotious dan lokal. Lokasi produksi dipilih pada tempat yang biaya angkutnya
(Z) minimum. Konsep daerah pasar menurut Weber didasarkan atas asumsi-asumsi:
(1) bahan baku hanya didaerah tertentu, (2) daerah pasar ditempat lain dengan
persaingan bebas, dan (3) terdapat beberapa lokasi tenaga kerja yang tidak dapat
mobilitas (tidak dapat atau sulit dipindahkan. Tiga faktor penentu lokasi industri: (1)
biaya angkutan, (2) konsentrasi tenaga kerja, dan (3) gejala aglomerasi. Sedangkan
biaya industri angkutan dianggap sebagai penentu utama lokasi industri.
2.2 AHP (Analytical Hierarchy Process)
Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendekatan yang
memberikan kesempatan bagi setiap individu atau kelompok untuk membangun
gagasan-gagasan atau ide-ide dan mendefinisikan persoalan-persoalan yang ada
dengan cara membuat asumsi-asumsi dan selanjutnya mendapatkan pemecahan
yang diinginkannya. AHP telah digunakan secara luas dalam perencanaan
perusahaan, pemilihan investasi, analisa biaya, bahkan untuk kebutuhan militer. AHP
ini bergantung kepada imajinasi, pengalaman dan pengetahuan untuk mampu
menyusun hierarki suatu persoalan, dan juga untuk memberikan
pertimbangan-pertimbangannya. AHP memperlihatkan hubungan-hubungan elemen-elemen tertentu
terhadap puncaknya, dan juga cabang-cabang elemen tertentu terhadap elemen
tersebut, sehingga membentuk diagram pohon beranting. Untuk mampu
mendefinisikan suatu persoalan yang cukup kompleks, maka AHP ini harus dicoba
berulang-ulang, karena pengambil keputusan akan sulit mengharapkan pemecahan
dalam waktu dekat dan segera atas persoalan tersebut.
4
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Review Jurnal
Kabupaten Barru yang terletak di wilayah pesisir Barat Sulawesi Selatan
dengan panjang garis 78 km yang cocok untuk pengembangan industri di bidang
perkapalan, salah satunya adalah industri galangan kapal. Industri galangan kapal
tidak begitu saja dapat diwujudkan tanpa adanya perencanaan yang matang,
khususnya dalam hal pemilihan lokasi pembangungan galangan kapal. Penentuan
lokasi galangan kapal memerlukan kajian penelitian mengenai lokasi optimal di
wilayah pesisir dengan memerhatikan faktor sumberdaya bahan baku, pangsa pasar
dan tenaga kerja. Untuk menentukan lokasi yang tepat, penelitian dalam jurnal ini
menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) untuk mengambil
keputusan. Penelitian dilakukan di Kapubaten Barru dengan metode penelitiannya
yaitu survey primer berupa (1) Lokasi-lokasi yang menjadi alternatif untuk
pembangunan galangan kapal kayu di Kabupaten Barru, (2) Survey kepada
masyarakat dengan menggunakan kuesioner. Penelitian ini juga membutuhkan data
sekunder yang berupa materi Analytical Hierarchy Process.
Pemilihan lokasi alternatif mempertimbangkan berbagai aspek, baik dari
ketersedian lahan, infrastruktur pendukung, serta tersedianya tenaga kerja disekitar
lokasi yang akan dijadikan aternatif. (1) Lokasi alternatif I terletak di Kecamatan
Tanete Rilau. Lokasi ini terletak di desa Tellumpanua. Lokasi ini memiliki daerah yang
cukup luas, selain itu lokasi ini juga dekat dengan beberapa pengrajin kapal kayu
tradisional. Akses ke lokasi ini juga sangat mudah, terdapat jalan penghubung ke jalan
kabupaten. (2) Lokasi alternatif II terletak di Kecamatan Barru. Lokasi ini dipilih karena
berada dekat dengan pusat kota Kabupaten Barru. Lokasi ini memiliki lahan tepat
dipinggir pantai namun tidak terlalu luas karena di beberapa bagian terdapat rumah
warga yang terletak tidak jauh dari pinggir pantai. (3) Lokasi alternatif III terletak di
Kecamatan Ballusu. Lokasi ini dipilih karena memiliki wilayah pesisir yang cukup
terlindungi dari gelombang besar. Namun lokasi ini terletak cukup jauh dari Ibu Kota
kanupaten Barru. Akses jalan lokasi ini cukup baik karena telah di aspal.
Dari tiga alternatif tersebut, kemudian dilakukan penyebaran kuesioner
kepada 60 responden yang dipilih secara purposive dari masing-masing kelompok
5
membuat jawaban langsung sekaligus melakukan diskusi dengan penulis (peneliti).
Angka-angka yang diberikan pada persepsi responden merupakan skala
perbandingan dari masing-masing faktor kriteria dan sub kriteria. Responden
memberikan penilaian terhadap tingkat kepentingan tiap-tiap kriteria. Jawaban
responden nantinya akan memberikan gambaran dimana alternatif pemilihan lokasi
galangan kayu di Kabupaten Barru. Berikut adalah beberapa rekapitulasi penilian
responden (rekapitulasi didalam tabel hanya sebagian saja untuk gambaran).
Tabel 1. Rekapitulasi Penilaian Responden
Sumber: JRTK Vol. 11, No. 1, Januari-Juni 2013
Dari hasil identifikasi kriteria kepada responden terdiri dari beberapa level
yaitu (1) Tujuan pemilihan lokasi Galangan Kapal kayu di Kabupaten Barru, (2) 5
faktor kriteria yaitu faktor pasar, faktor lahan, faktor bahan baku, faktor tenaga kerja,
dan faktor transportasi. Dari hasil rekapitulasi dilakukan pembobotan dan kemudian
dianalisis dengan metode Analytical Hoerarchy Process (AHP). Dari perhitungan
dengan AHP, didaptkan bobot kriteria skala prioritas pemilihan lokasi galangan yang
ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 2. Bobot kriteria “Skala prioritas pemilihan lokasi Galangan
6
Kemudian tahapan selanjutnya, didapatkan bobot untuk sub kriteria pemilihan lokasi
yang ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 3. Bobot skala prioritas pemilihan lokasi berdasarkan kriteria tenaga kerja
Sumber: JRTK Vol. 11, No. 1, Januari-Juni 2013
3.2 Critical Review
Junal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Vol 11, Nomor 1, januari-Juni
2013 yang berjudul Analisis Pemilihan Lokasi Galangan Kapal Kayu di Kabupaten
Barru ini membahas tentang alternatif-alternatif untuk pembangunan lokasi galangan
kapal kayu. Dalam jurnal ini disebutkan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan lokasi antara lain bahan baku, tenaga kerja, dan infrastruktur (transportasi).
Jurnal ini dalam pembahasannya tidak memasukkan teori lokasi yang terkait dengan
bahasan penelitian. Akan lebih baik apabila penulis jurnal juga membahas dan
membandingkan suatu teori lokasi dengan penerapa teori lokasi tersebut secara riil.
Teori lokasi yang bisa digunakan oleh penulis antara lain teori lokasi weber (least cost
theory). Aplikasi teori weber pada pemilihan lokasi galangan kapal kayu dapat
menjawab kriteria lokasi yang dibutuhkan untuk membangun industri galangan kayu
tersebut. Wilayah Kabupaten Barru yang berupa kawasan pesisir tentunya membuat
para stakeholder ingin membangun lokasi galangan kapal di lokasi yang
menguntungkan untuk mengembangan kegiatan industri tersebut. Berdasarkan
pembahasan pemilihan lokasi alternatif yang dipilih adalah lokasi alternatif I yang
terletak di Kecamatan Tanete Rilau. Lokasi tersebut dipilih karena dekat dengan
bahan baku, dimana jika penulis mengaplikasikan pilihan masyarakat dengan teori
lokasi weber hal tersebut dapat menjawab pertanyaan bahwa teori lokasi weber dapat
diterapkan di lokasi industri Indonesia. Pemilihan lokasi alternatif galangan kapal kayu
berdasarkan dekatnya lokasi dengan bahan baku menunjukkan bahwa Indeks Material
(IM) > 1. Kemudian faktor lainnya yaitu karena banyak pengrajin galangan kapal kayu
(tenaga kerja) di lokasi alternatif I juga menjadi pilihan para responden untuk memilih
lokasi alternatif I sebagai lokasi galangan kapal kayu. Akses ke lokasi ini juga sangat
mudah, terdapat jalan penghubung ke jalan kabupaten. Ini berarti bahwa aksesibilitas
juga memiliki peranan penting dalam menentukan lokasi dari suatu industri. Ketiga
faktor tersebut, bahan baku, tenaga kerja, dan aksesibilitas merupakan bagian dari
7
tingkat kepentingan tertinggi dalam pemilihan lokasi galangan kapal kayu yakni
sebesar 36,60%, kemudian berturut-turut disusul oleh kriteria tenaga kerja sebesar
24,10 %, kriteria pasar sebesar 21,10%, kriteria lahan 9,30%, dan kriteria bahan baku
sebesar 8,80%. Hal tersebut membuktikan bahwa penelitian lokasi di jurnal ini sangat
mendekati teori weber.
Penulis menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk
menentukan lokasi alternatif galangan kapal kayu. Metode AHP memiliki beberapa
kelemahan, antara lain (1) Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input
utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas
sang ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan
penilaian yang keliru. (2) Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada
pengujian secara statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran
model yang terbentuk. Kriteria penilaian dalam pengambilan kuesioner kepada
responden juga merupakan subyektivitas penulis sendiri. Penulis memberikan rentang
kriteria penilaian 1-8. Setelah memberikan kriteria penilian, pembobotan juga
dilakukan secara subyektivitas oleh penulis sendiri. Hal ini jika penulis tidak teliti maka
pengujian metode AHP bisa mengalami kesalahan. Misalnya saja jika kriteria penilaian
untuk interval angkanya dirubah dan pembobotan nilai juga diubah, maka bisa jadi
hasil dari uji penentuan lokasi alternatif galangan kapal kayu bisa berubah. Berikut
penjelasan rentang angka yang digunakan untuk kriteria penilaian
8
BAB IV
PENUTUP
4.1 Lesson Learned
Hal – hal yang diperoleh dan dijadikan pelajaran studi dalam tugas critical
review ini adalah sebagai berikut:
Mengetahui lokasi alternatif yang cocok untuk dijadikan lokasi galangan kapal kayu
di Kabupaten Barru. Lokasi tersebut terletak di Kecamatan Tanete. Lokasi tersebut
dipilih karena daerah lapang yang cukup luas, dengan dengan perngrajin kapal
tradisional (tenaga kerja) dan aksesibilitas yang mudah.
Mengetahui penentuan lokasi galangan kapal kayu di Kabupaten Barru dengan
menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
Mengetahui nilai bobot hasil hitung menggunakan metode AHP dengan lokasi
alternatif I (Kecamatan tanete Rilau) memiliki nilai bobot tertinggi hampir di semua
subkriteria. Lokasi alternatif III (Kecamatan Ballusu) hanya memiliki nilai bobot
tertinggi pada subkriteria bahan baku. Sedangkan untuk lokasi alternatif II
9
DAFTAR PUSTAKA
Bochary, Lukman, dkk., 2013. Analisis Pemilihan Lokasi Galangan Kapal Kayu di Kabupaten
Barru. Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Volume 11, Nomor 1, Januari – Juni
2013
Saaty, Thomas, L., 1993, The Analytic Hierarchy Process, Planing, Priority Setting,
Resource Allocation, Volume 1, hal. 83 – 97
Sri Martini, Enny., 2013. Aplikasi Teori Weber dalam Pembangunan Agroindustri PT. Wina
Pohan di Banyuasin Sumatera Selatan. Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 9,
Nomor 2, September 2013, 125-134
Rustiadi, Ernan, dkk., 2009, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Jakarta
Oktriyo, Daniel.,___. Penentuan Lokasi Sentra Industri Pengolahan Hasil Perikanan di
Wilayah Pesisir Kabupaten Bangkalan. (PPT)
Citra Septiana, Citra., 2009. Aplikasi Teori Weber Dalam Menentukan Lokasi Industri di
Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban.
http://kasihdalamkata.blogspot.com/2009/07/aplikasi-teori-weber-dalam-menentukan.html (diakses 19 Maret 2015)
Nursyahban, Raisya,.____. Dasar – Dasar Teori Lokasi Industri (Teori Weber: Classical
Industrial Location).
http://b2stlyleader.blogspot.com/2011/10/dasar-dasar-teori-lokasi-industri-teori.html (diakses 19 Maret 2015)
Darmawan, Agus., 2013. Metode Analitycal Hierarchy Process.
https://agusdar.wordpress.com/2013/05/13/metode-analitycal-hierarchy-process/ (diakses 19