• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Citra Tokoh Utama Perempuan pada Sastra Populer: Analisis Wacana Kritis Model Sara Mills pada Novel Tetralogi 4 Musim Karya Ilana Tan T1 BAB V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Citra Tokoh Utama Perempuan pada Sastra Populer: Analisis Wacana Kritis Model Sara Mills pada Novel Tetralogi 4 Musim Karya Ilana Tan T1 BAB V"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

WACANA CITRA TOKOH UTAMA PEREMPUAN DALAM NOVEL TETRALOGI 4 MUSIM KARYA ILANA TAN

Bab ini akan diuraikan mengenai analisis dan juga pembahasan penelitian. Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis Sara Mills yang mana memiliki titik perhatian pada feminisme, yaitu bagaimana perempuan dimunculkan dalam sebuah teks, gambar, dan media lainnya. Di dalam model ini juga nantinya bisa

diketahui bagaimana aktor di dalam teks, serta mengetahui bagaimana posisi pembaca nantinya. Berikut tabel yang peneliti gunakan untuk mengetahui bagaimana wacana citra perempuan pada Novel Tetralogi Empat Musim Karya Ilana Tan.

Tabel 5.1

Kerangka Analisis Sara Mills

Tingkat Yang Ingin Dilihat

Posisi Subjek-objek

Bagaimana peristiwa dilihat, dari kacamata siapa persitiwa itu dilihat. Siapa yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) dan siapa objek yang diceritakan. Apakah masing-masing aktor dan kelompok sosial mempunyai kesempatan untuk menampilkan dirinya sendiri, gagasannya, ataukah kehadirannya, gagasannya ditampilkan oleh kelompok/orang lain.

Posisi Penulis – Pembaca Bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam teks. Bagaimana pembaca memposisikan dirinya dalam teks yang ditampilkan. Kepada kelompok manakah pembaca mengidentifikasikan dirinya.

(2)

Dari tabel diatas, peneliti dapat mengetahui pemposisian subjek dan objek dalam cerita, serta bagaimana penulis novel memunculkan laki-laki dan perempuan dalam cerita. Sehingga dalam cerita pada novel, dapat diketahui nantinya dimana keberpihakan teks, apakah pada posisi perempuan, laki-laki atau keduanya memiliki kapasitas yang sama dalam teks. Pada bagian kedua, peneliti juga dapat mengetahui pembaca diarahkan untuk menjadi pihak laki-laki atau perempuan melalui teks dan adegan yang dimunculkan oleh penulis novel. Hal tersebut dapat diketahui melalui kalimat-kalimat yang telah peneliti seleksi dari dalam teks di dalam novel.

5.1Analisis Novel Tetralogi 4 Musim

Dalam analisis keempat novel ini, peneliti mendapatkan hasil posisi perempuan berdasarkan kerangka analisis Sara Mills yaitu

Tabel 5.2

Hasil Analisis Novel tetralogi 4 Musim Karya Ilana Tan dengan Kerangka Sara Mills

Tokoh Utama Perempuan Subjek Objek Penulis Pembaca

Sandy

(Summer in Seoul)

Objek Pembaca digiring untuk berada pada posisi tokoh laki-laki / “melihat tokoh utama perempuan”

Tara

(Autumn in Paris)

Objek Pembaca digiring untuk berada pada posisi tokoh laki-laki. / “melihat tokoh utama perempuan”

Keiko

(Winter in Tokyo)

Objek Pembaca digiring untuk berada pada posisi tokoh laki-laki. / “melihat tokoh utama perempuan”

Naomi

(Spring in London)

(3)

“melihat tokoh utama perempuan”

Sumber: Hasil Analisis (2017)

Berikut secara rinci akan ditampilkan oleh peneliti, kailmat mana yang merujuk pada posisi objek, dan pemposisian pembaca.

a Analisis Novel Summer in Seoul

Sandy tokoh utama perempuan di novel Summer in Seoul digambarkan oleh penulis novel sebagai gadis keturunan Korea Indonesia. Tetapi disini secara rinci penulis tidak terlalu memberikan detail fisik dari seorang Sandy. Hanya beberapa kali Sandy digambarkan memiliki rambut sebahu, dengan jenis rambut ikal. Tinggi badan Sandy juga digambarkan bertubuh kecil. Dan tokoh Sandy digambarkan memiliki mata yang bulat, tidak seperti orang Korea yang biasanya memiliki mata sipit. Sandy pada cerita adalah gadis yang bekerja paruh waktu sebagai asisten dari perancang busana terkenal di Korea dtengah kesibukannya sebagai mahasiswa.

Pada novel Summer in Seoul ini, Sandy yaitu ditampilkan sebagai objek

cerita. Dialog dan narasi lebih menunjukkan Sandy sebagai objek cerita. Sedangkan sosok pencerita disini adalah penulis serta tokoh-tokoh lain yang ada pada novel Summer in Seoul. Jung Tae Wo dan Park Hyun Shik lah yang mendominasi sebagai subjek cerita walaupun pada awal cerita tokoh Sandy sudah diberikan untuk tampil untuk mengambil keputusan pada cerita.

(4)

dan Park Hyun Shik untuk mengambil alih cerita. Yang mana jalan cerita dikendalikan dua orang tersebut, mulai dari apa yang harus dilakukan Sandy, apa yang menimpa Sandy dan bagaimana Sandy harus bersikap dalam menyelesaikan sebuah masalah.

Setelah penawaran tersebut diterima oleh Sandy, sosok Sandy berubah posisi menjadi objek cerita. Sandy berada pada posisi dimana ia diatur oleh Jung Tae Wo dan Park Hyun Shik seperti misalnya ketika Sandy harus pergi bersama Jung Tae Wo untuk diambil foto bersama, lalu ketika Sandy harus hadir disebuah acara amal agar Jung Tae Wo terlihat memiliki pacar perempuan. Posisi Jung Tae

Wo pun diuntungkan karena gosip gay yang menimpa dia bisa hilang dengan kehadiran Sandy sebagai pacar palsunya.Sedangkan Sandy bisa dibilang tidak beruntung. Ia harus menjaga rahasia mengenai statusnya sebagai pacar palsu Jung Tae Wo, sekaligus menjaga agar wajahnya dan identitasnya tidak diketahui media terlebih orangtuanya. Walaupun dengan sadar menerima tawaran itu, tetapi disini Sandy dideskripsikan tidak serta merta “menikmati” keputusannya. Sandy berada pada posisi yang harus menuruti apa rencana dari Jung Tae Wo dan Park Hyun Shik. Berikut kalimat yang menunjukkan keadaan tersebut.

Jung Tae-Woo terdiam sebentar, lalu berkata, “Malam ini jam tujuh kau harus ke rumah Hyun-Shik Hyong. Ada yang ingin dibicarakan. Mengerti?

Wajah Sandy berubah kesal, tapi ia berkata, “Ya, ya, mengerti. Tapi rumahnya di mana?”

Dari kalimat diatas bisa dilihat bagaimana Sandy tidak berkutik ketika Jung Tae Wo menyuruhnya untuk menuruti perintahnya. Sandy disini berada pada posisi objek dan Jung Tae Wo pada posisi subjek sehingga Sandy harus menuruti perintah Jung Tae Wo. Tidak ada perlawanan apapun dari Sandy pada saat Jung Tae Wo dan Park Hyun Shik memberikan sebuah perintah. Perintah untuk Sandy pun tidak bisa diprediksi, sehingga sosok Sandy disini dituntut untuk “selalu siap” saat Jung Tae Wo dan Park Hyun Shik memberikan tugas. Kata harus pada kalimat dibawah menunjukkan sebuah paksaan terhadap Sandy, dan kekuasaan yang dimiliki oleh Park Hyun Shik sebagai posisi dominan.

(5)

butuh bantuanmu.”

Ketidakberuntungan juga muncul ketika identitas Sandy telah terbongkar oleh wartawan. Ketika identitas Sandy terbongkar, penulis tidak lantas membiarkan Sandy megatasinya sendiri. Alih-alih mengatasinya sendiri, Sandy melalui kalimat dibawah ini diambarkan sebagai orang yang tidak tahu apa yang

harus ia kerjakan. Disini penulis malah menghadirkan Jung Tae Wo sebagai sosok “pahlawan” yang mana akan menyelesaikan masalah tersebut.

“Tidak usah dipikirkan,” kata Tae-Woo pelan. “Kau akan baik-baik saja. Percayalah padaku.”

Aku akan pastikan kau tidak mendapat masalah….

Mata Sandy tampak menerawang. Ia menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya pelan. “Aku tidak tahu,” sahutnya. “Banyak sekali yang kupikirkan sampai-sampai aku sendiri bingung.”

Posisi Sandy semakin termarjinalkan karena artikel lain menguak keterkaitan Sandy dengan kakaknya yang meninggal saat jumpa fans yang diadakan oleh Jung Tae Wo, Sandy pun tidak diberi kesempatan untuk membuat klarifikasi terhadap prasangka wartawan. Berikut kalimat yang menyudutkan posisi Sandy yang dlakukan oleh wartawan melalui sebuah artikel.

Siapa sebenarnya Han Soon-Hee? Kekasih Jung Tae-Woo atau seseorang yang ingin membalas dendam? ... Han Soon-Hee adalah adik penggemar Jung Tae-Woo yang meninggal dunia saat jumpa penggemar empat tahun lalu... Apa maksudnya mendekati Jung Tae-Woo? ...

Membalas dendam atas kematian sang kakak... Jung Tae-Woo sudah tahu? Atau tidak... Sekadar menebus dosa? ... Rasa kasihan...

Penulis disini hanya memberikan kesempatan Sandy untuk mengklarifikasi berita terebut kepada Jung Tae Wo, sedangkan untuk wartawan dan pemberitaan laiinnya penulis kembali menghadirkan Jung Tae Wo sebagai pemegang kendali.

“Kau tidak usah khawatir,” kata Jung Tae-Woo dengan nada rendah. “Biar aku saja yang menyelesaikan masalah ini. Setelah itu kita akan bicara lagi. Kau... kau mau menunggu sampai saat itu?”

(6)

Sandy. Di novel ini, hampir seluruh aktivitas yang Sandy lakukan dipengaruhi oleh tokoh lain yang menajadi subjek atau yang lebih dominan. Dari novel ini dapat diketahui bahwa sebagian besar masalah yang menimpa perempuan diatasi oleh pihak laki-laki. Perempuan disini digambarkan sebagai pihak yang bergantung kepada laki-laki.Menurut Soenarjati Djajanegara, ( 1995:110 dalam Sugihastuti, 2007 :300) salah satu sikap yang dilabelkan pada gender feminine ialah sikap keterantungan yang merupakan implikasi dari sika vicarious (melakukan sesuatu bagi orang lain). Menurut Soenarjati Dajajanegara, dalam nilai-nilai tradisional Amerika, sifat ini menjadi lumrah karena perempuan

dianggap lemah, tidak berdaya tidak mampu bertindak, tidak berinisiatif, dan sebagainya.Perempuan pada akhirnya harus beragantung pada suami, anak laki-laki dan majikannya. Ketergantungan tersebut bisa berupa ekonomi,social, status,mental dan sebagainya.

Sandy disini memiliki ketergantungan psikis kepada Jung Tae Wo yang diakibtkan kedekatan mereka. Walaupun awalnmya Jung Tae Wo hanya meminta bantuan Sandy, tapi mereka akhirnya memiliki hubungan lebih dari itu. Sandy digambarkan memiliki ketergantungan psikis terhadap Jung Tae Wo karena Jung Tae Wo lah sosok yang selalu ditampilkan sebegai “pahlawan” oleh penulis. Seperti ketika identitas Sandy terbongkar, lalu ketika artikel mengenai Sandy yang ingin balas dendam muncul di media, Jung Tae Wo lah yang berperan untuk menyelesaikannya. Bukan hanya itu ketika ada kebakaran di apartemen Sandy, Jung Tae Wo juga yang datang untuk memberikan pertolongan kepada Sandy. Hingga masalah demi masalah yang dialami Sandy pun dapat terselesaikan.

Ketergantungan lainnya adalah ketergantungan psikis. Sandy pada cerita ini digambarkan memiliki perubahan mood ketika berurusan dengan Jung Tae

(7)

Dari novel Summer in Seoul ini, dapat dilihat jika pembaca diarahkan untuk melihat dari sudut pandang laki-laki karena kemunculan Jung Tae Wo dan Park Hyun Shik lebih dominan dibandingkan Sandy dalam memunculkan dirinya sendiri. Sekalipun Sandy muncul, Sandy tidak dimunculkan sebagai subjek. Dan pengambil alih keputusan dalam cerita, sebagian besar dikendalikan oleh Jung Tae Wo dan Park Hyun Shik.

b Analisis Novel Autumn in Paris

Tara digambarkan sebagai perempuan keturunan Perancis Indonesia yang memiliki ciri fisik dominan orang Asia. Rambut berwarna hitam yang dipotong

pendek berjenis rambut ikal, dengan kulit putih tidak pucat khas orang Asia serta memiliki hidung yang mancung. Perbedaannya, Tara memiliki bola mata berwarna kelabu, dan tinggi diatas rata-rata tinggi orang Asia. Tara digambarkan sebagai perempuan yang bekerja menjadi penyiar radio di sebuah stasiun radio di Paris. Sosok Tara digambarkan melalui tokoh lain atau penulis sebagai pribadi yang Tara Dupont memiliki sifat yang ceria, hal ini diutrakan melalui tokoh tokoh lain yang menyebutkan Tara tidak pernah menangis histeris, ia selalu ceria.

“B-bagaimana sekarang... P-papa?” gumam Tara di sela-sela tangisnya. “Ba-bagaimana sekarang?... Aku harus... bagaimana?...” Ia menutup mulutnya dengan sebelah tangan untuk menahan tangisnya yang semakin kencang. Belum pernah ia menangis sesedih ini. Ini pertama kalinya ia tersedu-sedu di luar kendali.

Tara sekarang ini sedang pergi berbelanja bersama Élise. Malam nanti kami ada janji makan malam bersama. Oh, dia sudah semakin ceria. Dia sudah tertawa seperti dulu. Dan kalau kau ingin tahu, dia juga selalu makan tepat waktu. Dia sangat sehat. Tidak sakit apa pun.

Karakter Tara digambarkan ceria dan tidak pernah menangis histeris sebelumnya. Namun pada kalimat pertama Tara digambarkan menangis histeris untuk pertama kalinya oleh penulis ketika ia mengalami masalah yaitu ketika mengetahui bahwa ia dan Tatsuya adalah saudara kandung.

(8)

“Biasanya suaramu sudah terdengar ke mana-mana dan kau selalu tidak bisa diam,” desak Élise sambil mencondongkan tubuhnya ke depan. Ia semakin khawatir melihat tindak-tanduk temannya. “Hari ini kau bahkan tidak bersuara. Ada apa?”

Tara mengangguk tegas, lalu tersenyum. “Kata Sebastien, menjadi penyiar radio memang cocok untukku karena aku ini cerewet sekali.”

Pada novel kedua Ilana Tan dalam rangkaian Tetralogi 4 Musim yaitu novel Autumn in Paris, sosok Tara Dupont sebagai tokoh utama perempuan berada pada objek cerita. Hal ini dikarenakan sosok Tatsuya Fujisawa lebih mendominasi jalan cerita. Melalui surat-surat Tatsuya, pembaca dapat mengetahui

karakter Tara Dupont. Selain dari Tatsuya Tara juga di deskripsikan melalui penulis dan juga tokoh lain.

Jika dalam ketiga novel lainnya, tokoh perempuan cenderung memiliki teman dekat atau sahabat perempuan, atau laki-laki yang feminine, maka berbeda

pada tokoh Tara. Penulis menghadirkan Tara berada pada pergaulan yang didominasi oleh teman laki-laki. Walaupun dalam pergaulan Tara dekat dengan beberapa laki-laki sebagai teman, namun justru disini memunculkan anggapan bahwa perempuan masih bergantung kepada laki-laki, atau perempuan masih harus dilindungi laki-laki. Hal ini muncul karena tokoh laki-laki dalam novel ini selalu muncul untuk mellindungi Tara dalam berbagai hal.

Berikut beberapa kutipan yang menunjukkan sikap “perlindungan” dari tokoh-tokoh laki-laki kepada Tara

“Koreksi,” sela Édouard dengan senyum lebar. “Aku tidak pernah mengizinkanmu minum sampai mabuk.”

“Tapi mabuk itu menyenangkan,” gurau Tara.

“Coba katakan itu lagi kalau kau sedang muntah-muntah,” balas Édouard.

Tara mengibaskan tangannya. “Kau terdengar persis seperti ibuku. Ibu tidak pernah mengizinkan aku minum sedikit pun selama aku tinggal di Jakarta. Membosankan. Padahal aku tidak pernah minum sampai mabuk. Aku tahu batasnya.” Ia memiringkan kepalanya ke arah Tatsuya dan berkata, “Temanku ingin menambah minuman.”

(9)

“Jadi jangan malam ini,” Tara mengulangi kata-katanya. “Aku akan menemuinya besok. Sepertinya Tatsuya bisa mendengar apa yang dikatakan Tara, karena setelah terdiam beberapa

saat, ia meminta Sebastien menjaga Tara. Katanya ia akan memberitahu ayah Tara dan berkata akan menemui Tara besok, sesuai keinginan gadis itu. Setelah itu ia memutuskan hubungan.

Sebastien memasukkan kembali ponselnya ke saku celana dengan perlahan. Keningnya berkerut. Apa yang terjadi antara Tara dan Tatsuya?

“Kau sudah memberitahu Victoria?”

Kali ini Tatsuya memberikan reaksi. “Tidak,” jawabnya cepat. “Kuharap Anda tidak melakukannya lebih dulu, Monsieur.”

“Dia harus tahu, Tatsuya.”

Tatsuya mengembuskan napas. Aku tahu. Demi Tuhan! Aku tahu....

“Biar aku sendiri yang memberitahunya,” putus Tatsuya. “Aku yang akan mengatakannya.” Jean-Daniel Dupont tidak menjawab.

Kepala Édouard berputar cepat ke arah Sebastien yang dari tadi diam saja. “Kau yang bertanggung jawab?” tanya Édouard langsung.

Sebastien mengangguk.

Bartender berkepala plontos itu pun mengangkat tangan dan berkata ringan, “Baiklah, aku akan meninggalkan kalian.”

(10)

Ketergantungan Tara dalam novel ini adalah ketergantungan psikis, yang didalam cerita Tara beberapa kali murung, sedih dan senang diakibatkan oleh Tatsuya dan Sebastien. Seperti misalnya pada awal cerita Tara diceritakan kesal karena menunggu kabar Sebastien, lalu Tara mengalami kesedihan hingga depresi karena mendapati kabar bahwa ia dan Tatsuya bersaudara padahal mereka sedang berpacaran. Dari novel ini peneliti menemukan Tara diceritakan masih bergantung kepada laki-laki disekelilingnya. Hal-hal lain terkait kekerasan atau pelecehan tidak ditemukan kepada sosok Tara.

Dari sini juga dapat diketahui posisi pembaca diarahkan untuk melihat

sosok Tara. Hal ini ditemukan melalui narasi penulis, dan juga penggunaan Tatsuya sebagai orang pertama dalam suratnya yang menceritakan sosok Tara..

c Analisis Novel Winter in Tokyo

Pada novel ketiga ini, tokoh utama bernama Keiko digambarkan sebagai perempuan dengan keturunan Jepang-Indonesia yang memiliki rambut panjang berwarna hitam, dan memiliki mata besar dan bulat. Keiko digambarkan memiliki wajah yang sama persis dengan tokoh Naomi pada novel Spring in London, hanya Naomi sedikit lebih tinggi dibandingkan Keiko. Keiko dalam cerita digambarkan sebagai perempuan yang menyukai buku sejak kecil, sehingga ia dapat bekerja menjadi penjaaga perpustakaan di Tokyo. Tokoh Keiko yang digambarkan oleh penulis dan tokoh lain melalui narasi dan dialog memiliki sikap sopan seperti kebanyakan orang jepang yang selalu menggunakan kata oneesan atau kakak untuk orang yang lebih tua. Ia juga memiliki hubungan yang cukup akrab dengan tetangga apartemennya, hal ini didukung oleh kedekatannya bersama Haruka dan Tomoyouki serta nenek dan kakek Osawa yang sering melakukan makan malam bersama.

(11)

“Oneechan! Dengar, aku baru melihat Keiko Oneesan keluar dari apartemen Kazuto Oniisan,” Tomoyuki melaporkan dengan nada mendesak.

“Apa?” Haruka mengangkat alis dan melirik jam dinding. Jam enam. “Sepagi ini?” Tomoyuki mengerutkan kening dan berpikir-pikir. “Oneechan, menurutmu

mereka...”

Haruka memukul kepala adiknya. “Jangan berpikir sembarangan. Keiko gadis baik-baik.”

“Aku kan tidak bilang apa-apa,” gerutu Tomoyuki sambil mengusap-usap kepalanya.

Dari kalimat diatas, dapat diketahui jika Keiko adalah gadis baik dari tokoh lain bernama Haruka. Walaupun tidak semua hal Keiko selalu ditampilkan oleh tokoh lain, tetapi kemunculan Keiko pun dipengaruhi oleh tokoh lainnya. Misalkan saja, pada kutipan berikut menunjukkan Keiko yang bercerita tentang kejadian pelecehan yang pernah dialami bukan atas keinginan Keiko sepenuhnya, tetapi ada sosok Kazuto yang memberikan pengaruh kepada Keiko untuk bercerita. Berikut kutipannya

Keiko menelan ludah dengan susah payah. “Ke-kejadiannya sudah lama. Maksudku...”

“Keiko-chan.” Kazuto bergerak cepat menghampiri Keiko dan berlutut di hadapan gadis itu, membuat mata mereka sejajar. Ia meraih tangan Keiko dan memaksa gadis itu menatapnya. “Apa yang dilakukannya padamu?” tanyanya sekali lagi dengan suara yang diusahakannya terdengar tenang.

“Dia mencengkeram bahuku dan mendorongku ke dinding,” gumam Keiko sambil menunduk. Saat itu Kazuto merasakan tangan Keiko yang berada dalam genggamannya gemetar. “Dia begitu dekat. Akub isa merasakan... merasakan napasnya yang bau mengenai wajahku. Lalu dia mencoba... mencoba... Maksudku, tangannya...

tangannya bergerak terus. Aku sudah berusaha melawan. Sungguh. Aku mencoba sebisaku, tapi dia sangat kuat. Dia mabuk. Dan... dan... tangannya terus bergerak...” Suara Keiko mulai pecah.

“Tapi aku tidak apa-apa,” kata Keiko cepat dan memaksakan tawa hambar. “Aku menjerit dan menjerit terus. Untungnya tepat pada saat itu ada dua polisi yang berpatroli di sekitar sana. Mereka mendengar jeritanku. Pemabuk itu tidak sempat melakukan apa-apa selain... selain... menyentuh. Maksudku, dia tidak sempat bertindak lebih jauh.”

(12)

Yuarsi 2002:6-7 dalam Sugihastuti 2007:174) pelecehan seksual merupakan kekerasan dengan intensitas ringan, sedangkan serangan seksual dengan intensitas yang berat. Adapun batasannya yang diberikan oleh Kalyanamitra dan Prasetyo pelecehan seksual mulai tingkat paling ringan sampai sedang yaitu siulan nakal, kerdipan mata, gurauan dan olok olok yang menjurus pada seks,memandangi tubuh mulai dari ujung rambut sampai kaki, pernyataan mengenai tubuh atau penampilan fisik,memberikan bahasa isyarat yang berkonotasi seksual, memperlihatkan gambar-gambar porno, memperlihatkan organ seks, mencolek,meraba atau mencubit. Selain itu ajakan untuk melakukan hubungan

seksual. (httpsitus.kespro.infogendervawmateripelecehan.htm dalam Sugihastuti 2007:174). Pada kutipan diatas masih menunjukkan adanya anggapan bahwa perempuan masih lemah dan tidak berdaya dibandingkan dengan laki-laki. Pelecehan seksual yang dialami Keiko berupa rabaan yang dilakukan oleh seorang penguntit. Disini penulis menghadirkan perempuan masih perlu dilindungi oleh pihak laki-laki melalui datangnya pertolongan polisi dan ketidakmampuan Keiko dalam melawan pemabuk itu sendiri. Bukan hanya saat itu, tetapi ketika terjadi pengeroyokan, pada novel ini masih meposisikan bahwa perempuan berada dalam perlindungan laki-laki. Bukan hanya itu, tetapi dari kutipan diatas menunjukkan bahwa perempuan masih dianggap sebagai objek seksual oleh laki-laki.

Anggapan bahwa perempuan masih bergantung kepada laki-laki atau membutuhkan perlindungan laki-laki juga muncul pada tokoh Keiko dalam kalimat berikut

Keiko mengerjap dan rasa panik langsung merayapi dirinya. Tangannya terangkat dan mencengkeram lengan jaket Kazuto. Ia tidak tahu siapa orang-orang itu dan apa yang mereka inginkan, tetapi sudah pasti mereka tidak bermaksud baik. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Tidak ada orang. Jalanan sunyi senyap. Jalan itu memang selalu sepi, tetapi setidaknya biasanya ada satu atau dua orang yang terlihat berjalan kaki. Hari ini, dalam hujan lebat ini, tidak terlihat orang lain di jalan selain mereka.

Kazuto mengerutkan kening. Perlahan ia menarik Keiko ke belakang punggungnya.

(13)

Kutipan diatas menunjukkan bahwa Keiko pun masih bergantung kepada laki-laki. Pada kalimat “Tangannya terangkat dan mencengkram lengan jaket

Kazuto menunjukkan bahwa Keiko merasa tidak aman dan terancam. Lalu pada adegan dimana Kazuto menarik Keiko ke belakang punggung menunjukkan Kazuto sebagai laki-laki harus memberikan perlindungan kepada perempuan. Hal itu tambah diperkuat dengan adegan berikutnya yang menggambarkan bagaimana usaha Kazuto agar Keiko tetap selamat.

Kazuto tetap memeluk Keiko, menahan Keiko di tanah dengan tubuhnya sementara ia menerima setiap pukulan yang diarahkan kepadanya. Keiko terisak memanggil namanya, tetapi Kazuto tidak menyahut. Kalau bukan karena lengannya yang merangkul tubuh Keiko dengan kencang, Keiko pasti berpikir laki-laki itu sudah pingsan.

Sikap diatas menunjukkan ketimpangan dimana perempuan dinilai lemah dan laki-laki lebih kuat. Hal tersebut pun akhirnya berpengaruh kepada tokoh Keiko yang bergantung pada Kazuto. Kebergantungan itu berupa kebergantungan psikis. Dari pengeroyokan tersebut membuat Kazuto dalam cerita mengalami luka-luka yang membuat Keiko khawatir. Kekhawatiran ini merupakan bentuk ketergantungan psikis, yang mana suasana psikis seseorang dipengaruhi oleh hal lain. Ketergantungan ini, sebelumnya telah dimunculkan oleh penulis melalui kejadian sehari-hari yaitu seperti perubahan suasana hati Keiko yang diakibatkan oleh Kazuto.

Selain pelecehan seksual, ketergantungan terhadap laki-laki, Keiko juga disini muncul sebagai sosok yang mendapati kekerasan fisik. Kekerasan fisik yang dialami berupa kekerasan fisik dalam sector public. Dimana Keiko tidak mengenal pelaku tersebut. Berikut kutipannya

Salah seorang tukang pukul itu, entah yang mana, mencengkeram lengan Keiko dan menariknya dengan kasar sampai berdiri. Keiko berusaha melawan, menendang, memukul, dan berteriak. Si tukang pukul mengangkat tangan dan menamparnya dengan keras. Kepala Keiko tersentak ke belakang. Ia bisa merasakan telinganya berdenging kesakitan dan ledakan warna menyilaukan terlihat di balik kelopak matanya.

(14)

muncul begitu saja, tetapi merupakan bentuk dari praktek budaya patriarki yang saat ini masih terjadi di masyarakat.

Secara keseluruhan, pada novel ketiga Ilana Tan , Keiko masih berada pada posisi objek. Walaupun Ilana Tan menggunakan penulis sebagai orang ketiga, tetapi melalui tindakan dan dominasi dari tokoh Kazuto posisi Keiko menjadi berada pada posisi objek.

Pembaca pun diarahkan untuk “melihat” sosok Keiko, karena lagi-lagi kemunculan Keiko bukan atas dasar keingannya. Tetapi kemunculan Keiko melalui pengaruh Kazuto.

d Analisis Novel Spring in London

Naomi digambarkan memiliki tubuh yang kurus dengan mata besar dan bulat. Hal ini karena ia berdarah campuran Indonesia dan Jepang yang membuat mata Naomi tidak seperti mata orang Jepang kebanyakan. Selain itu Naomi memiliki rambut hitam panjang dan memiliki tahi lalat pada wajahnya. Karena Naomi bekerja sebagai model, maka ia dicitrakan memiliki tinggi badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan saudara kembarnya Keiko. Dalam novel ini, Naomi diceritakans ebagai perempuan yang dingin dan cenderung emnghidnari laki-laki. Hal ini dikarenakan peristiwa perkosaan yang ernah menimpanya membuat ia mengalami trauma apabila berada di dekat laki-laki. Peristiwa tersebut pun ia sembunyikan dari orang tuanya untuk menjaga perasaan dan nama baik orang tuanya. Dan selama beberapa tahun, Naomi memilih untuk menyibukkan diri bersama pekerjaannya sebagai model dan juga editor freelance di sebuah majalah fashion.

Spring in London adalah novel terakhir pada rangkaian tetralogi 4 Musim karya Ilana Tan. Di dalam novel ini, posisi tokoh utama perempuan yaitu Naomi

(15)

“Dia juga model?

Naomi menggeleng. “Dia bekerja di perpustakaan di Tokyo.”

“Oh.” Danny sambil mengangguk-angguk. “Dia juga galak sepertimu?” Kali ini Naomi menoleh ke arahnya dengan alis berkerut. “Aku tidak galak.”

“Baiklah, baiklah. Kau tidak galak,” sela Danny cepat, lalu mengangkat bahu, “hanya sedikit... yah, menakutkan.”

Bukan hanya dalam penggambaran karakter Naomi menjadi objek, tetapi dalam cerita ini Naomi tidak muncul sebagai mana dirinya. Dalam buku ini

Naomi digambarkan memiliki trauma akan kejadian perkosaan di masa lalunya. Kejadian masa lalu tersebut diungkapkan juga bukan melalui sosok Naomi, melainkan melalui inisiatif dari sosok Danny Jo. Disini sosok Danny Jo memiliki posisi yang lebih dominan dalam pemegang cerita. Sedangkan Naomi dalam cerita hanya bersifat pasif. Walaupun pada dasarnya buku ini menceritakan kisah Naomi.

Berikut beberapa kejadian yang menimpa Naomi yang memperkuat posisi Naomi yang berada pada posisi objek, bukan hanya objek cerita, tetapi juga Naomi sebagai objek kekerasan dari laki-laki.

“Kalau kau tidak mengingatku, aku bisa maklum,” pria itu melanjutkan sambil menyunggingkan senyum miringnya. “Kau tentu lebih mengenal Jo Seung-Ho.”

Nama itu membuat napas Naomi tercekat dan ketakutan besar yang pernah dirasakannya satu kali itu pun kembali melandanya.

“Kau masih ingat padanya, bukan?” desak pria itu sambil maju selangkah. “Bagaimanapun juga kalian pernah bersenang-senang.”

“Kau tahu,” lanjut pria itu dengan nada melamun. “Kalau kupikir-pikir, kurasa Seung-Ho tidak akan keberatan kalau kau menemaniku sebentar.”

Pria itu mengulurkan tangan menyentuh pipi Naomi dan Naomi otomatis menepis tangannya dan mundur selangkah lagi. “Tidak,” kata Naomi dengan suara tercekat dan gemetar. Ia menatap pria yang kini menghalangi jalan keluar itu dengan panik. “Biarkan aku lewat.”

Naomi berusaha berjalan melewatinya, namun pria itu tiba-tiba mencengkeram bahu Naomi dan mendorongnya ke dalam bilik penyimpanan jaket. Naomi mendengar jeritan keras ketika ia jatuh tersungkur di lantai, lalu menyadari bahwa itu adalah suaranya sendiri.

(16)

menemaniku. Sebutkan hargamu.” Naomi mendengar pria itu berbicara dengan nada malas yang ditarik-tarik. Naomi mendongak dan melihat pria itu sudah masuk ke bilik sempit tersebut dan menutup jalan keluar. Tubuhnya mulai gemetar dan perasaan ngeri membuat sekujur tubuhnya lumpuh. Ia tidak bisa melakukan apa pun selain menatap pria itu dengan mata terbelalak ketakutan. Ia sudah bersumpah ia tidak akan pernah merasakan ketakutan seperti ini lagi. Ia sudah bersumpah…

Ia harus menjerit. Ia harus menjerit minta tolong. Kenapa suaranya tidak mau keluar?

Sebelum Naomi sempat berpikir, pria itu mulai menarik jaket Naomi dengan kasar. Naomi memekik dan berusaha melepaskan diri, tetapi tangan pria itu langsung membekap mulutnya dan menahannya di lantai. Otak dan pandangan Naomi berubah gelap. Ia terus menjerit walaupun mulutnya dibekap dengan kasar. Ia terus meronta, mencakar, dan menendang dengan membabi buta walaupun sepertinya hal itu sama sekali tidak berpengaruh.

Ketika Danny tidak bisa menemukan Naomi di ruang pesta, ia memutuskan untuk mencari ke tempat penitipan jaket, melihat apakah Naomi sudah pulang atau belum. Tetapi tidak ada orang yang terlihat di sana. Ia hampir saja berbalik pergi kalau bukan karena mendengar suara aneh di dalam bilik penyimpanan jaket. Ketika ia masuk untuk memeriksa, tidak ada satu hal pun di dunia yang bisa mempersiapkannya menyaksikan apa yang sedang terjadi. Kim Dong-Min sedang menahan Naomi di lantai sambil berusaha merobek pakaiannya.

Pada kalimat “Kalau kupikir-pikir, kurasa Seung-Ho tidak akan

keberatan kalau kau menemaniku sebentar.” Menunjukkan bahwa adanya

kepemilikan orang lain yaitu Seung-Ho atas diri Naomi. Hal ini dikarenakan dalam cerita Seung Ho adalah laki-laki yang menyukai Naomi dan lebih dulu dan telah melakukan pemerkosaan terhadap Naomi. Kata menemani disini merujuk kepada hubungan semalam antara laki-laki dan perempuan. Walaupun di dalam teks tidak secara gamblang pria tersebut menceritakan kejadian yang sedang terjadi, tetapi terlihat posisi superior yang dimiliki oleh tokoh pria. Yang mana selanjutnya menjadikan Naomi berada pada posisi inferior.

(17)

dapat mengakibatkan penderitaan bagi pihak lain. Kekerasan tersebut dibedakan dalam dua bentuk yakni kekerasan fisik yang dapat mengakibatkan luka pada fisik hingga mengakibatkan kematian dan juga kekerasan psikologis yang berakibat pada timbulnya trauma berkepanjangan pada korban terhadap hal hal tertentu yang telah dialaminya. Sedangkan kekerasan terhadap perempuan menurut La Pona dkk. (2002:7 dalam Sugihastuti 2007:172) adalah tindakan seorang laki-laki atau sejumlah laki-laki dengan mengerahkan kekuatan tertentu sehingga menimbulkan kerugian atau penderitaan secara fisik seksual atau psikologis pada seorang perempuan atau sekelompok perempuan termasuk tindakan yang bersifat

memaksa, mengancam, dan atau berbuat sewenang-wenang, bak dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan pribad di ruang domestic dan publik.

Dari kalimat diatas menunjukkan adanya tindak kekerasan seksual yang dialami oleh Naomi. Kekerasan seksual terbagi menjadi pelecehan seksual dan penyerangan seksual. Menurut Beauvis (Dzuhayatin dan Yuarsi 2002:6-7 dalam Sugihastuti 2007:174) pelecehan seksual merupakan kekerasan dengan intensitas ringan, sedangkan serangan seksual dengan intensitas yang berat. Adapun batasannya yang diberikan oleh Kalyanamitra dan Prasetyo pelecehan seksual mulai tingkat paling ringan sampai sedang yaitu siulan nakal, kerdipan mata, gurauan dan olok olok yang menjurus pada seks,memandangi tubuh mulai dari ujung rambut sampai kaki, pernyataan mengenai tubuh atau penampilan fisik,memberikan bahasa isyarat yang berkonotasi seksual, memperlihatkan gambar-gambar porno, memperlihatkan organ seks, mencolek,meraba atau mencubit. Selain itu ajakan untuk melakukan hubungan seksual. (httpsitus.kespro.infogendervawmateripelecehan.htm dalam Sugihastuti 2007:174).

(18)

Kekerasan seksual yang dialami Naomi pada kutipan diatas yaitu pelecehan seksual. Naomi mengalami pelecehan seksual sentuhan pada pipi, dan juga ajakan untuk berhubungan seks. Selain itu Naomi mengalami pelecehan seksual lain yang dilakukan dengan verbal berupa penggunaan kalimat “menemani” dan juga “sebutkan hargamu” yang seolah-olah memposisikan Naomi sebagai pekerja seks. Selain pelcehan seksual, dari teks diatas juga menunjukkan adanya percobaan perkosaan yang dilakukan oleh Dong Min. Hal tersebut dapat diketahui dari tindakan Dong Min berupa cengkraman, bekapan pada mulut dan merobek baju Naomi. Dari sini dapat diketahui bahwa dalam

novel ini perempuan masih berada pada posisi yang inferior dan laki-laki berada pada posisi yang lebih dominan. Anggapan perempuan sebagai makhluk yang lemah juga diperkuat melalui kehadiran Danny Jo sebagai peyelamat Naomi. Disini tergambarkan bagaimana masih bergantung kepada laki-laki.

Menurut Espiritu (Dzuhayatin dan Yuarsi,2002:8 dalam Sugihastuti 2007:177) secara structural, kekerasan terhadap perempuan merupakan manifestasi pendundukan yang berbass kelas yang menempatkan perempuan dalam posisi yang lebih inferior dibandingkan dengan laki-laki. Dalam kutipan tersebut terlihat bagaimana lemah nya posisi perempuan dibandingkan laki-laki. Kehadiran Danny Jo sebagai penyelamat disini membuktikan ketidakseimbangan posisi laki-laki dan perempuan, dimana muncul anggapan bahwa untuk menyelamatkan Naomi dari Dong Min, dimunculkan Danny Jo yang sama-sama laki-laki sehingga seimbang.

Jika pada teks diatas Naomi mengalami pelecehan seksual dan percobaan perkosaan maka pada teks dibawah ini Naomi diceritakan mengalami peristiwa perkosaan. Peristiwa trersebut terungkap dari mulut Dong Min, dan atas dasar

keingintahuan Danny Jo. Bukan muncul atas keinginan Naomi memunculkan peristiwa tersebut kedalam cerita.Berikut kutipan bagaimana perkosaan yang dialami Naomi diceritakan.

(19)

kesempatan berdua dengan gadis itu, suasana hati kakakmu pasti akan langsung membaik.”

“Saat itu aku benar-benar merasa ide itu sangat bagus. Aku tidak mau dipaksa menghadapi amukan kakakmu. Suasana hatinya bisa tetap buruk selama berhari-hari kalau sedang kesal, kau tahu itu,” lanjut Dong-Min, mulai terdengar membela diri. “Kebetulan sekali pesta itu diadakan di hotel. Jadi aku memesan kamar, membawa gadis itu ke sana, menyuruh kakakmu menyusul ke sana...”

“Membawa gadis itu ke sana?” potong Danny tiba-tiba. “Bagaimana caranya? Jangan katakan padaku dia dengan senang hati mengikutimu.”

Dong-Min tertawa gugup. Tadinya ia bermaksud melewatkan detail kecil itu, tetapi sepertinya Danny tidak akan melepaskannya begitu saja. “Eh, kalau soal itu... Kebetulan aku membawa... semacam... semacam... pil... yang kucampurkan ke dalam minuman gadis itu.” Melihat perubahan ekspresi di wajah Danny, Dong-Min buru-buru menambahkan, “Tapi katanya pil itu tidak berbahaya. Sungguh. Hanya membuat pusing sedikit. Supaya aku bisa membawanya ke kamar tanpa membuat keributan.”

“Pusing sedikit?”

Butir-butir keringat mulai bermunculan di dahi Dong-Min. Sialan, kenapa Danny membuatnya merasa terintimidasi? Anak itu lebih muda darinya. Sialan.

“Yah, mungkin aku salah mengukur takarannya. Gadis itu hampir tidak bisa berjalan. Lemas. Tapi aku berhasil membawanya ke kamar—aku sama sekali tidak menyentuhnya. Sungguh!—lalu aku menghubungi kakakmu.”

“Dan kakakku datang?”

“Tentu saja,” sahut Dong-Min sambil mengangkat bahu, heran mendengar Danny menanyakan pertanyaan yang jawabannya sudah sangat jelas.

Suasana hening sejenak. Lalu ketika Danny berbicara, suaranya terdengar aneh.

“Dan kau meninggalkan kakakku yang mabuk berat bersama gadis itu—gadis yang kaubius itu—di dalam kamar?”

Dong-Min ragu sejenak, lalu mengangguk kaku. “Lalu apa yang terjadi?”

“Apa lagi? Tentu saja hal yang pasti terjadi apabila seorang pria berduaan saja dengan seorang wanita di kamar hotel.”

(20)

“persetujuan” perempuan namun melalui penipuan. Dalam KUHP (pasal285) disebutkan perkosaan adalah kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa seseorang perempuan bersetubuh dengan dia (laki-laki) di luar pernikahan” (httpsitus.kesrepo.infogendervawmateriperkosaan.htm dalam Sugihastuti, 2007:175)

Sedangkan menurut jenisnya, perkosaan dibedakan berdasarkan pelaku dan cara melakukannya. Berdasarkan pelaku terbagi menjadi empat jenis yaitu, perkosaan yang dilakukan oleh orang yang dikenal seperti anggaota keluarga, kedua perkosaan oleh pacar, ketiga perkosaan dalam perkawinan keempat

perkosaan oleh orang asing.

Sedangkan berdasarkan cara melakukannya perkosaan dibedakan menjadi empat jenis. Pertama perkosaan dengan janji janji atau penipuan, kedua perkosaan dengan ancaman halus, ketifa perkosaan dengan paksaan secara fisik, yang dilakukan dengan ancaman senjata atau kekerasan fisik, dan keempat adalah perkosaan dengan memakai pengaruh tertentu seperti mempengaruhi korban melalui obat bius, obat perangsang, guna-guna, hipnotis dan sebagainya. (Sugihastuti 2007: 175-176)

Perkosaan yang dialami oleh Naomi adalah perkosaan yang dilakukan oleh orang yang tidak dikenal. Naomi dan Seung Ho dipertemukan dalam sebuah fashion show yang diadakan oleh perancang busana di Jepang. Seung Ho yang tertarik terhadap Naomi mendapati penolakan dari Naomi hal tersebut membuat Seung Ho menjadi kesal. Peristiwa perkosaan pun diawali oleh Dong Min yang memiliki ide untuk membawa Naomi ke sebuah kamar hotel. Sedangkan berdasarkan cara melakukan perkosaan, perkosaan yang dialami oleh Naomi dilakukan menggunakan jenis perkosaan keempat. Yaitu menggunakan obat bius

yang dilakukan oleh tokoh bernama Dong Min.

(21)

benar-benar pulih kesadarannya. Katanya dia tidak ingin mendapat masalah.” “Tidak ingin mendapat masalah?”

Kim Dong-Min mengangkat bahu. “Kata kakakmu, gadis itu masih... eh, belum berpengalaman, jadi dia pasti akan menyulitkan kalau sudah benar-benar sadar. Maksudku, pasti akan ada banyak sekali air mata dan jeritan yang terlibat. Jadi dia lebih memilih pergi sebelum gadis itu mampu bangun. Tentu saja kakakmu bermaksud menghubunginya setelah beberapa hari, setelah gadis itu lebih tenang. Tapi seperti yang kau tahu, keesokan harinya kakakmu mengalami kecelakaan lalu lintas sewaktu pulang dari acara minum-minum bersama rekan-rekan kerja kami di Jepang.”

Dalam kalimat diatas, terlihat peristiwa tersebut hanya menguntungkan satu pihak yaitu pihak laki-laki sebagai pihak yang berada pada posisi superior. Kata gembira menunjukkan kepada ekspresi bahagia, senang. Sedangkan pada posisi Naomi yang berada pada posisi inferior , ia mengalami kekeraan fisik. Kata air mata dan juga jeritan menunjukkan sikap kesakitan dan juga kesedihan dari pihak Naomi. Walaupun hal tersebut belum terjadi, melainkan baru sebatas pemikiran dari pihak laki-laki, tetapi hal tersebut sudah menunjukkan kekerasan yang dialami oleh Naomi. Kekerasan tersebut bisa berupa kekerasan fisik yang Naomi rasakan atau kekerasan emosiaonal. Menurut La Pona (2002:7 dalam Sugihastuti 2007:179) kekerasan fisik adalah segala macam tndakan yang mengakibarkan penderitaan fisik pada korbannya. Sedangkan kekerasan emosional adalah jenis kekerasan yang melibatkan secara langsung kondisi psikologis perempuan yang menjadi korbannya (sugihastuti 2007:183) . Hal ini pun berlaku pada tokoh Naomi, karena ia merasakan penderitaan fisik akibat perkosaan tersebut. Berikut kutipannya

“Sebenarnya ada dua hal yang bisa disyukuri dalam kejadian ini, kalau kita bisa menyebutnya rasa syukur,” sela Naomi, masih memunggungi Danny. “Selama kejadian itu aku lemas tak berdaya, nyaris tidak sadarkan diri, sehingga aku tidak terlalu kesakitan walaupun aku tahu siapa lelaki itu, dan ingin berontak, ingin melawannya. Dan yang kedua, aku tidak hamil.”

Seperti novel novel sebelumnya, sosok Naomi juga masih bergantung kepada pihak laki-laki. Kebergantungan Naomi berupa ketergantungan psikologis

(22)

“Ini aku,” gumam Danny cepat ketika Naomi melompat berdiri dan menjauh dari sofa. Ia menatap Danny dengan mata terbelalak kaget dan... takut? Jantung Danny mencelos. Astaga, itu adalah tatapan yang dulu sering dilihat Danny pada awal perkenalan mereka. Tatapan Danny beralih ke tangan Naomi yang terkepal di sisi tubuhnya. Alis Danny berkerut samar ketika melihat tangan Naomi gemetar.

Kenapa tangan gadis itu gemetar? “Ini aku,” gumam Danny sekali lagi.

Naomi mengerjap satu kali, dua kali, dan Danny melihat sinar ketakutan itu menghilang dari mata Naomi. Gadis itu tertawa pendek dan berkata ringan, “Tentu saja aku tahu itu kau.”

Selain kutipan diatas, beberapa kali digambarkan bahwa Naomi mengalami perubahan suasana hati ketika missal berhubungan dengan Danny Jo.

Naomi beberapa kali digambarkan bahagia ketika mendapat telpon dari Danny Jo, atau kadang Naomi juga kesal ketika Danny Jo bersama perempuan lain.

Dari paparan diatas dapat diketahui dalam cerita ini posisi Naomi berada pada posisi objek. Sedangkan subjek berada pada tokoh lain. Dalam teks terakhir

Naomi memang muncul untuk menjelaskan eristiwa perkosaan tersebut, tetapi tidak menjelaskan bagaimana perkosaan itu terjadi. Tokoh Naomi hanya menjelaskan bahwa peristiwa itu benar adanya. Pemaparan Naomi juga muncul setelah Danny Jo yang mencari tahu dan menanyakan kepada Naomi, bukan melalui keinginan Naomi untuk bercerita. Seperti novel novel sebelumnya, tokoh Naomi juga mengalami ketergantungan kepada tokoh laki-laki.

Pada novel Ilana Tan yang keempat ini, posisi pembaca berada pada tokoh selain Naomi, karena disini teks lebih menunjukkan untuk “melihat” tokoh Naomi. Pada peristiwa perkosaan pembaca pun lebih digiring untuk melihat apa yang terjadi kepada Naomi. Bukan apa yang dilihat oleh Naomi.

5.2Pembahasan

Setelah menganalisis keempat novel, peneliti mendapati hasil penelitian yaitu sebagai berikut:

Tokoh Utama Perempuan Budaya Bahasa

Sandy

(Summer in Seoul)

Korea Bahasa Korea, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris

(23)

(Autumn in Paris) Bahasa Inggris

Keiko

(Winter in Tokyo)

Jepang Bahasa Jepang, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris

Naomi

(Spring in London)

Jepang Bahasa Jepang, Bahasa Indonesia,

Bahasa Inggris, Bahasa Korea Sumber: Hasil Analisis (2017) dan keempat novel

Dari hasil analisis keempat novel, tokoh utama perempuan digambarkan

oleh Ilana Tan sebagai tokoh perempuan peranakan dari berbagai macam negara. Hal ini menyebabkan tokoh utama perempuan dalam novel memiliki kemampuan berbahasa lebih dari satu bahasa. Jika dilihat dari table diatas ketiga tokoh utama perempuan dapat disebut sebagai tri-lingual, sedangkan pada tokoh Naomi dapat dikatakan sebagai polyglot. Dilansir dari detik.com menurut Rizal sebagai Founder Polyglot Indonesia, belum ada konsensus berapa bahasa yang harus dikuasai untuk disebut polyglot. Tetapi biasanya jika bisa 4 bahasa bisa disebut polyglot. Hal ini dikarenakan untuk orang dengan kemampuan berbahasa dengan jumlah dua bahasa disebut bilingual, sedangkan tiga adalah trilingual.

Sedangkan dalam berbudaya, tokoh utama perempuan digambarkan sebagai tokoh yang berbudaya, walaupun ia tinggal di kota Metropolitan. Sebagai contoh pada tokoh Sandy, Sandy digambarkan sebagai tokoh yang masih berbudaya Korea, yang mana dalam keseharian ia masih menggunakan kata ssi, sebagai bentuk penghormatan kepada orang dihormati atau dituakan. Lalu tradisi membungkukkan badan juga masih dilakukan oleh Sandy, yang mana pada budaya Korea tradisi tersebut merupakan bagian dari etika pergaulan yang penting di Korea. Dilansir dari salamkorea.com semakin dalam orang membungkuk dan

semakin lama dia membungkuk berarti seakan dia menunjukkan penghormatan yang besar atau penyesalan yang dalam. Dalam peraturannya kebiasaan membungkuk di di Korea umumnya terbagi dalan 3 jenis: informal, formal, dan sangat formal. Ketiganya dapat dibedakan dari sudut bungkuknya. Untuk informal

(24)

sambil menekan tubuh ke belakang untuk menjaga keseimbangan, sedangkan wanita biasanya menaruh kedua tangan di depan badan.

Tokoh utama perempuan lainnya juga memiliki budaya yang dominan pada dirinya. Pada tokoh novel Winter in Tokyo, tokoh utama lebih dominan berbudaya Jeapang. Hal ini dikarenakan pada tokoh Keiko diceritakan lahir dan besar di Jepang, sehingga budaya dominan yang ada pada diri Keiko adalah budaya Jepang. Seperti misalnya dalam pergaulan Keiko masih menggunakan panggilan Onnesan, San, Sensei dan sebagainya. Selain itu seperti kebanyakan orang Jepang, Keiko juga masih menggunakan bahasa nonverbal,

membungkukkan badan untuk permintaan maaf.

Sedangkan pada tokoh Tara, budaya yang digunakan cenderung budaya Barat yang mana diceritakan Tara memiliki kebiasaan untuk minum minuman beralkohol. Sedangkan ketika berada di Indonesia, hal tersebut tidak bisa dilakukan oleh Tara mengingat Indonesia masih tabu mengenai kebiasaan tersebut.

Sedangkan pada Tokoh Naomi, walaupun tinggal di London, namun budaya yang diterapkan tetaplah budaya Jepang, sama seperti Keiko yang lebih dominan budaya Jepang disbanding budaya Indonesia.

(25)

Tabel 5.3

Hasil Penelitian dari keempat novel

Tokoh Utama

Perempuan

Pekerjaan Kebergantungan Bergantung

pada Kekerasan Sandy (Summer in Seoul) Mahasiswa dan Asisten Perancang busana Kebergantungan psikis

Jung Tae Wo Tidak ada

Tara

(Autumn in

Paris)

Penyiar radio Kebergantungan

psikis Tatsuya Fujisawa, Sebastien Tidak ada Keiko (Winter in Tokyo) Penjaga perpustakaan Kebergantungan psikis Nishimura Kazuto, Akira Pelecehan seksual Naomi (Spring in London) Model dan editor freelance majalah fashion Kebergantungan psikis

Danny Jo Perkosaan,

percobaan

perkosaan

Sumber: Hasil Analisis (2017)

Di dalam keempat novel, tokoh utama perempuan digambarkan sebagai perempuan karir. Walaupun dalam novel tokoh utama perempuan digambarkan sebagai perempuan karir, tetapi cerita mengenai bagaimana kehidupan pekerjaan tidaklah begitu detail dimunculkan oleh penulis. Penulis tidak menggambarkan bagaimana cerita tokoh utama perempuan pada dunia kerjanya.Seperti misalnya mendapat perlakuan tidak adil mengenai gaji, atau mengalami diskriminasi dalam jabatan kerja, tidak muncul dalam cerita ini. Begitu pula dengan hubungan antara tokoh utama perempuan bersama keluarganya tidak digambarkan secara mendetail. Keluarga hanya dimunculkan sesekali oleh penulis, selain itu, Ilana Tan lebih memfokuskan cerita mengenai tokoh utama perempuan dengan kehidupan cinta mereka. Menurut Jones dalam Joanne Hollows 2010:109 ketika fiksi romantis dan feminism bertemu, maka hasilnya sering tidak koheran dan

(26)

memberikan kegalmoran bagi pemeran tokoh utama perempuan ini selalu bersifat sementara. Hal ini pun sesuai dengan cerita pada keempat novel yang setelah itu tidak lagi menceritakan pekerjaan para tokoh utama perempuannya. Walaupun latar modern dan segi cerita memperlihatkan tokoh utama sebagai tokoh yang cukup mandiri, tetapi nyatanya kemandirian tersebut tidak sepenuhnya dialami oleh tokoh utama perempuan dalam keseluruhan novel.

Dalam keempat novel ini, satu dan yang lain memiliki kesaamaan yaitu mengenai wacana bahwa perempuan masih bergantung kepada laki-laki. Menurut Soenarjati-Djajanegara (1995;110 dalam Sugihastuti 2007:300) salah satu sikap

yang dilabelkan kepada gender feminine adalah sikap ketergantungan yang merupakan implikasi dari sikap vicarious (melakukan sesuatu bagi orang lain). Menurut Seonarjati-Djajanegara dalam nilai-nilai radisional Amerika, sifat ini menjadi lumrah karena perempuan dianggap lemah, tidak berdaya, tidak mampu bertindak, tidak berinisiatif dan sebagainya yang pada akhirnya harus bergantung pada suami, anak laki-laki, dan majikannya. Ketergantungan tersebut dapat berupa ketergantungan ekonomi,social, status, mental dan sebagainya. Berikut bentuk kebergantungan yang didapati dari setiap tokoh utama perempuan

Tokoh perempuan utama dalam keempat novel ini secara ekonomi tidak digambarkan sebagai pihak yang kekurangan, begitu pula dalam kehidupan sosial, jauh sebelum kehadiran tokoh utama pria, tokoh utama perempuan telah mampu untuk hidup dalam lingkungan social yang baik, kecuali tokoh Naomi pada Spring in London yang digambarkan selalu menghindari laki-laki karena trauma perkosaan yang pernah dialami sebelumnya. Dalam keempat novel ini, tokoh utama perempuan mengalami kebergantungan terhadap laki-laki, kebergantungan ini berupa kebergantungan psikis. Dari keempat tokoh seluruh tokoh digambarkan memiliki hubungan percintaan dengan tokoh utama laki-laki. Akibat dari hubungan ini, tokoh perempuan digambarkan memiliki perubahan suasana hati

(27)

bahagia, sedangkan beberapa kali kesibukan Jung Tae Wo yang padat hingga membuat Jung Tae Wo tidak menghubungi Sandy, membuat Sandy cemas dan murung.

Begitu pula pada novel kedua, Autumn in Paris, tokoh Tara yang semula digambarkan sebagai tokoh yang kuat, ceria, dan tidak pernah menangis menjadi bertolak belakang. Hal ini dikarenakan perkenalannya kepada Tatsuya yang

membuat mereka saling jatuh cinta, namun ternyata Tatsuya adalah kakak seayahnya. Sehingga hubungan mereka tidak bisa berlanjut. Pada novel ini, Tara digambarkan bahagia ketika bersama Tatsuya, ia juga mengalami suasana hati yang baik. Tetapi begitu hubungan mereka harus berakhir, suasana hati Tara

menjadi buruk bahkan Ilana Tan menggambarkan sosok Tara menjadi depresi. Walaupun ini bukan kesalahan dari keduanya, tetapi disini Tara memiliki kebergantungan psikis terhadap Tatsuya, Tara digambarkan dapat bahagia, ceria, sedih hingga depresi akibat dari kedekatan hubungannya dengan Tatsuya.

Sedangkan kebergantungan psikis lain juga dialami oleh tokoh pada novel Winter in Tokyo, Keiko. Kebergantungan ini lagi-lagi berupa kebergantungan psikis oleh tokoh utama laki-laki bernama Kazuto. Karena mereka berdua digambarkan sebagai tetangga, dan sering menghabiskan waktu bersama maka hubungan mereka menjadi dekat. Kedekatan ini membuat Keiko menjadi bergantung kepada Kazuto secara psikologis.Suasana hati Keiko digambarkan baik, jika berdekatan dengan Kazuto, dan ketika Kazuto menghilang sesaat akibat pengeroyokan yang dilakukan orang lain terhadap Kazuto yang mengakibatkan amnesia, suasana hati Keiko menjadi buruk, ia cemas, uring-uringan dan gundah gulana. Begitu pula ketika Kazuto muncul bersama perempuan lain Keiko

(28)

Sedangkan pada novel terakhir, kebergantungan psikologis juga dialami oleh tokoh Naomi. Pada awal cerita Naomi digambarkan sebagai perempuan yang dingin dan menjaga jarak dari laki-laki akibat peristiwa perkosaan yang ia alami. Tetapi Ilana Tan menggambarkan sikap tersebut berubah ketika Naomi dipertemukan dengan Danny Jo. Awal pertemuan tersebut ketika mereka bekerja sama dalam pembuatan video klip. Tetapi akibat dari kerjasama tersebut mereka saling dekat bahkan ketika pekerjaan mereka telah selesai. Dari kedekatan itu Naomi yang semula digambarkan bersikap dingin, menghindari laki-laki, berangsur-angsur menjadi ceria, dan tidak lagi menjaga jarak dari laki-laki. Disini

suasana hati Naomi lagi-lagi dipengaruhi oleh tokoh utama laki-laki yang membuat Naomi senang, takut, dan sedih.

Wacana citra tokoh utama perempuan dalam keempat novel yang ditujukkan penulis adalah bahwasannya di dalam cerita masih menunjukkan jika perempuan sebagai kaum yang butuh perlindungan dari kaum laki-laki. Hal ini ditunjukkan melalui ketidakmampuan tokoh Keiko pada Winter in Tokyo dan Naomi pada Spring in London yang tidak mampu menyelamatkan diri, tidak mampu menyerang dan melawan laki-laki yang melakukan tindakan pelecehan seksual dan juga perkosaan yang menimpa mereka. Pada tokoh lain di dua novel lainnya, tokoh perempuan juga mengalami perlindungan dari pihak laki-laki, seperti pada tokoh Tara yang dilindungi ketika mengalami depresi, begitu juga Sandy yang dilindungi Jung Tae Wo ketika dihadapkan pada masalah berkaitan dengan media, dan ketika mengalami kejadian kebakaran. Perempuan masih dihadirkan sebagai makhluk yang tidak bisa menjaga dirinya sendiri ketika dihadapkan kepada masalah dan musibah. Penulis menampilkan bahwa perempuan masih sebagai sosok yang lemah dan harus dilindungi oleh pihak laki-laki. Perlindungan pihak laki-laki memang sudah seringkali muncul pada fiksi romantic. Hal ini membuat suasana di cerita menjadi romantic, tetapi pembaca

(29)

bahwa para kritikus sastra menganggap fiksi romantic sebagai contoh utama fantasi yang tidak penting dan berbahaya yang mengkarakterisasi budaya massa yang diproduksi untuk konsumen yang tidak mengerti dan pasif. Bagi feminis, fiksi romantic dianggap berbahaya secara politis dan dianggap sebagai suatu mekanisme yang mendahuluinyalah budaya patriarki diproduksi: perempuan disuai fantasi tentang cinta sejati, fantasi yang diterima begitu saja oleh sebagian besar perempuan.Penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa fiksi romantis yang dianggap sebagai fantasi tidak penting pun nyatanya terdapat muatan praktek budaya partiarki yang mana disajikan kepada pembaca yang dinilai tidak mengerti

dan pasif. Yang berakibat penerimaan dari para pembaca tadi. Hal ini akan menjadi berbahaya karena pembaca awam yang berifat tidak mengerti dan pasif tidak dapat membedakan mana yang kenyataan dan mana yang fiksi. Ketika hal ini terjadi, maka dengan mudahnya pembaca menelan mentah-mentah apa yang ada dalam novel sebagai kenyataan dan sebuah hal yang “wajar”.

Muatan praktek budaya patriarki juga dimunculkan melalui novel ketiga berjudul Winter in Tokyo tokoh Keiko sebagai perempuan masih mengalami tindakan pelecehan seksual. Selain tokoh Keiko, Naomi juga mengalami kekerasan seksual berupa perkosaan. Menurut Diarsi (La Ponda dkk., 2002:9 dalam Sugihastuti 2007:176) kekerasan dipicu oleh relasi gender yang timpang, yang diwarnai oleh ketidakadilan dalam hubungan antarjenis kelamin yang berkaitan erat dengan kekuasaan. Ketimpangan gender adalah perbedaan peran dan hak perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah daripada laki-laki.Sedangkan menurut Usman (Meiyanti,1999:7 dalam Sugihastuti 2007:177) pernjanjian social yang mengatur peranan laki-laki dan perempuan dibingkai oleh sebuah system yang disebut

patriarchal yang lebih banyak menempatkan laki-laki dalam posisi kunci atau pada peranan yang lebih dominan. Sistem patriarki terutama menempatkan status

(30)

laki-lakinya. Budaya partiarki lainnya juga muncul pada novel pertama dimana kontrol cerita dari tokoh perempuan berada pada tokoh laki-laki.

Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa keempat novel Ilana Tan menempatkan posisi laki-laki pada posisi dominan yang mana memiliki kontrol terhadap tokoh utama perempuan melalui ketergantungan psikologis yang pada akhirnya berpengaruh pada suasana hati tokoh utama termasuk dalam keseharian

dalam bersikap. Selain itu, tokoh utama laki-laki disini juga menjadi kontrol cerita setiap novel berlangsung, dimana tokoh laki-laki disini digambarkan lebih dominan dan memberikan dominasi terhadap cerita dalam novel berlangsung. Seperti misalnya, pada novel Spring in London, tokoh laki laki bernama Danny Jo

mampu membuka masa lalu Naomi kepada pembaca sehingga pembaca mengetahui peristiwa pemerkosaan. Lalu pada novel Autumn in Paris yang mana tokoh laki-laki menjadi pecerita mengenai tokoh perempuan, sekaligus mengontrol tokoh perempuan mengenai cerita hubungan persaudaraannya. Begitu juga pada novel Summer in Seoul, laki-laki mendominasi jalan cerita, yang mengakibatkan tokoh perempuan patuh atas rencana tokoh laki-laki mengenai status kekasih palsu beserta dengan penyelesaiannya. Pada novel Winter in Tokyo juga tokoh perempuan berada dalam dominasi laki-laki. Disini beberapa kali pergerakan perempuan dipengaruhi oleh tokoh laki-lakinya seperti ketika Keiko menceritakan peristiwa pelecehan seksual yang dialaminya yang mana dikarenakan tokoh laki-laki terus memberi pertanyaan akan hal tersebut.

Walaupun gerakan feminisme di negara negara ini telah terjadi, namun tidak serta merta praktek budaya patriarki lantas terhapuskan dengan mudah. Seperti pada negara Korea, disebutkan dalam world.kbs.co.kr Ketetapan hukum

wanita di Korea telah semakin bertambah baik, tetapi masih banyak wanita yang menjadi korban diskriminasi dan pelecehan seksual. Hal ini merefleksikan persepsi sosial terhadap wanita dan situasi yang umum terjadi di kehidupan bermasyarakat masih belum cukup dewasa untuk menyesuaikan dengan sistem

(31)

terkungkung dalam struktur sosial patriarki: mereka didiskriminasikan bahkan oleh keluarga mereka dan saat itu wanita masih belum bisa mengikuti aktivitas sosial atau mengejar karir. Namun hari ini, banyak wanita yang meningkatkan keterlibatannya dalam berbagai bidang sosial. Meskipun demikian, masih ada beberapa pendapat yang menentang hal tersebut. Penghalang terbesar adalah masih adanya anggapan yang tidak baik terhadap wanita. Di samping pengembangan sistem hukum dan institusional yang pesat, masih tersisa bias gender yang sudah mengakar yang merupakan sisa-sisa masyarakat patriarki. Hanya sebagian kecil wanita saja yang memiliki kedudukan tinggi dalam

komunitas politik dan di pemerintahan, selain itu juga diskriminasi gender masih belum sepenuhnya dihapuskan di tempat kerja.

Selain di Korea, hal tersebut juga terjadi di Perancis, dalam perkembangannya, perempuan tidak lagi muncul sebagai objek utama dalam iklan, penelitian ini dilakukan oleh Pratiwi Asih Kinanti, yang mengatakan bahwa globalisasi turut berperan dalam mempengaruhi pikiran manusia dalam memilih tema sebuah iklan sehingga para pengiklan tidak lagi terpaku pada pencitraan perempuan yang hanya berada pada wilayah domestic dan didiskriminasi, serta laki-laki yang hanya melakukan tugas yang maskulin di walayah publik. Dengan munculnya kesetaraan dalam iklan, budaya patriarki menjadi perlahan luntur di Perancis. Jika dikaitkan dengan novel Ilana Tan, Tara Dupont yang memiliki darah Perancis memang digambarkan paling berbeda dengan tokoh lain. Dari tokoh lainnya, Tara digambarkan lebih kuat dari tokoh lain dan memiliki pergaulan yang cukup luas, Tara digambarkan memiliki lingkaran orang terdekat yang mayoritas adalah laki-laki. Hal ini menunjukkan tidak adanya diskriminasi dalam berteman, kedekatan Tara dengan ayahnya juga menggambarkan bahwa orangtua Tara tidak otoriter, namun tidak serta merta hal ini menunjukkan hilangnya patriarki, karena dominasi atas cerita dari tokoh Tara dilakukan oleh

tokoh pria bernama Tatsuya.

(32)

Harvard University, menyatakan seksisme di Jepang dapat dilihat dari dari perbedaan bahasa dalam menyebutkan “istri” dan “suami”. Istri dalam bahasa Jepang adalah “kanai” (yang berarti “ di dalam rumah”) atau “okusan” (orang yang dihormati dan bertempat di belakang). Sementara, suami disebut “shujin” atau “orang yang berwenang”.

Menurutnya, definisi istri sebagai orang yang “dihormati” tidak serta

-merta membuatnya memegang kebebasan atas dirinya sendiri, karena bagaimanapun ia masih terpenjara akibat tanggung jawabnya “di dalam rumah”. Definisi itu juga menyiratkan seorang wanita tidak seharusnya menantang seorang laki-laki, siapapun dia. “Bayangkan, apa jadinya jika perempuan selalu terlihat

polos dan imut/kawaii tetapi mereka tidak diizinkan untuk menantang laki-laki meskipun berada dalam posisi ditindas. Coba renungkan, berapa kasus pemerkosaan atau pelecehan seksual yang sengaja disembunyikan dari otoritas berwenang karena hal ini? Ingat, perempuan bisa jadi korban dari keimutan mereka sendiri!,” tandas Jennie M Xue, kolomnis lamanMagdalene.

Dari penjabaran budaya patriarki yang terjadi pada negara Jepang, membuat anggapan bahwa perempuan lemah dalam novel Ilana Tan semakin kuat. Dari keempat novel, tokoh utama perempuan dengan keturunan Jepang-lah yang mengalami tindakan pemerkosaan dan pelecehan seksual. Dari penjabaran dalam novel, saat kejadian Keiko yang mengalami kejadian pelecehan seksual tidak bisa melawan, yang akhirnya pertolongan datang dari polisi yang dihadirkan secara kebetulan sedang berpatroli. Sedangkan tokoh utama perempuan pada novel Spring in London walaupun latar yang dipilih adalah London, namun kejadian buruk yang dialami oleh tokoh perempuan utama berada di Jepang. Saat itu

Naomi digambarkan tidak bisa melawan pemerkosa karena tubuhnya telah lemas akibat obat yang diminumnya. Selain itu kejadian kedua kali yang menimpa Naomi juga memposisikan Naomi sebagai pihak yang lemah yang mana tidak bisa melawan pelaku pelecehan seksual tersebut. Dari uraian dalam kutipan

(33)

juga Perancis masih terjadi praktek patriarki tetapi tokoh perempuan masih diuntungkan setidaknya tidak mengalami pelecehan dan pemerkosaan seperti dalam novel Spring in London dan juga Winter in Tokyo yang memiliki latar peristiwa di Jepang.

Uraian diatas dapat diketahui bahwa dalam keempat novel dalam Tetralogi 4 Musim ini, perempuan masih berada pada posisi inferior dan laki-laki sebagai

posisi superior. Walaupun dari segi pendidikan dan pekerjaan tokoh utama perempuan sudah bisa mendapatkan yang diinginkan tetapi posisi inferior yang disandang perempuan dimunculkan melalui hubungan dengan laki-laki yang berdampak pada kedekatan dan kisah cinta yang membuat perempuan bergantung

kepada laki-laki secara psikis. Wacana citra tokoh utama perempuan pada novel tetralogi 4 musim ini, perempuan masih sebagai pihak yang lemah dan harus dilindungi oleh pihak laki-laki. Selain itu akibat hubungan percintaan, perempuan masih diwacanakan sebagai pihak yang bergantung secara pskis kepada laki-laki. Dari sini masih adanya praktek budaya patriarki dalam keempat novel tersebut yang mana perempuan masih berada pada kontrol dan dominasi laki-laki.

Gambar

Tabel 5.1  Kerangka Analisis Sara Mills
Tabel 5.2 Hasil Analisis Novel tetralogi 4 Musim Karya Ilana Tan dengan Kerangka Sara
Tabel 5.3

Referensi

Dokumen terkait

Namun dengan keberadaan perempuan dalam iklan, muncul wacana yang menarik untuk diteliti, yang dikaji lewat posisi aktor, terutama perempuan diposisikan sebagai

Tim-Tam dimana dari awal hingga akhir iklan, perempuan ditampilkan disertai elemen audio, verbal dan visual yang akan di breakdown sbb:..

[r]

Melalui cerita yang ditampilkan dalam video blog Arek Lanang dan Arek Wedok, maka secara garis besar yang pertama perempuan direpresentasikan sebagai makhluk

perbedaan yang cukup signifikan dari perempuan dan laki-laki mengenai hal penampilan diri dengan berkata “Lak arek lanang, ga perlu repot” dan kemudian masuklah pada

Tokoh saya dalam cerita tersebut menempatkan pembaca seolah-olah turut mengalami peristiwa yang terjadi pada dirinya, yaitu menjadi seorang perempuan yang