9 BAB II
KERANGKA TEORI
2.1Komunikasi Sebagai Produksi dan Pertukaran Makna
Mahzab kedua memandang komunikasi sebagai produksi dan pemaknaan makna yang mana berfokus pada bagaimana pesan atau teks. Pandangan ini sangat memerhatikan peran teks di dalam budaya. Bagi Mahzab ini ilmu komunikasi adalah kajian teks dan budaya. Di dalam kelompok ini pesan merupakan sebuah konstruksi dari tanda tanda yang akan memproduksi makna melalui interaksi dengan penerima. Pengirim akan mengalami penurunan peranan atau tingkat kepentingan. Penekanan berpindah ke teks dan bagaimana teks “dibaca”. Pembacaan adalah proses menemukan makna-makna yang terjadi ketika pembaca berinteraksi atau bernegosiasi dengan teks. Negosiasi terjadi ketika pembaca membwa aspek-aspek dari pengalaman budayanya untuk menjelajahi tanda atau kode yang membangun teks (Fiske 2014:1-8)
2.2Analisis Wacana Kritis
Menurut Fairclough dan Wodak (Eriyanto 2001 :8) analisis wacana kritis melihat wacana-pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk dari praktek sosial.Praktik wacana bisa jadi menampilkan efek ideologi: ia dapat memproduksi dan reproduksi hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas melalui mana perbedaan itu direpresentasikan dalam posisi sosial yang ditampilkan. Analisis wacana kritis melihat bagaimana bahasa sebagai faktor penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat terjadi.
10 a Tindakan
Wacana dipahami sebagai tindakan (action). Dengan pemahaman semacam ini mengasosiasikan wacana sebagai bentuk interaksi. Wacana bukan ditempatkan dalam ruang tertutup dan internal. Orang-oraqng berbicara untuk dirinya sendiri seperti kalau orang mengigau atau dihipnotis.
Disini wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan,apakah untuk memengaruhi, mendebat, membujuk,menyangga,bereaksi, dan sebagainya. Seseorang berbicara atau menulis mempunyai maksud tertentu baik besar maupun kecil. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol,bukan sesuatu yang diluar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran.
b Konteks
Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana, seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi.Wacana disini dipandang diproduksi,dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu.Mengitkti Gy Cook analisis wacana juga mrmrtiksa konteks dari komunikasi: siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak; situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi, dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak. Terdapat tiga hal yang sentral alam pengertian wacana yaitu teks, konteks, dan wacana. Teks berarti adalah bentuk bahasa. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan memengaruhi pemaknaan bahasa. Kemudian wacana disini dimaknai sebagai teks dan konteks. Titik perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi.
c Historis
11 dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang dipakai seperti itu dan seterusnya.
d Kekuasaan
Di sini setiap wacana yang muncul tidak dipandang sebagai wajar,alamiah dan netral. Tetapi mmerupakan bentuk pertarungan kekuasaaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dan masyarakat seperti kekuasaan kulit putih terhadap kulit hitam laki-laki dalam wacana mengenai seksisme dan sebagainya
e Ideologi
Teori-teori klasik tentang ideologi di antaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Wacana dalam pendekatan ini dipandang sebagai medium melalui mana kelompok yang dominan mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalyak produksi kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki,sehingga tampak absah dan benar.
2.3Analisis Wacana Kritis model Sara Mills
Titik perhatian analisis wacana kritis Sara Mills adalah mengenai feminisme :bagaimana wanita ditampilkan dalam teks baik novel,gambar, foto maupun berita. Perspektif ini menunjukkan bagaimana teks bias dalam menampilkan wanita. Wanita cenderung ditampilkan dalam teks sebagai pihak yang salah, marjinal dibandingkan pihak laki-laki. Sara Mills juga memusatkan perhatian pada bagaimana pembaca dan penulis ditampilkan dalam teks. Bagaimana pembaca mengidentifikasi dan menempatkan dirinya dalam penceritaan teks. Psosisi semacam ini akan menempatkan pembaca pada salah satu posi mempengaruhi bagaimana teks hendak dipahami dan bagaimana aktor sosial ini ditempatkan.
12 kepentingan dan perspektif mereka mengenai proses perkosaan bahkan mengenai wanita yang menjadi korban perkosaan sendiri. Analisis atas bagaimana posisi posisi ideologi dan kepercayaan dominan bekerja dalam teks.
Sedangkan wanita ditampilkan sebagai objek, dalam hal ini ditampilkan sebagai korban perkosaan. Karena sebagai objek representasi, maka wanita posisinya selalu didefiniskan , dijadikan bahan penceritaan, dan tidak bisa menampilkan dirinya sendiri. Citra wanita yang harusnya melayani suami, bekerja pada sektor domestik, tidak baik keluar rumah atau bergaul secara bebas, umumnya lahir bukan dari mulut si wanita itu sendiri melainkan dari mulut tokoh lain seperti suami atau orang tua. Di sini wanita ditampilkan bukan menampilkan dirinya sendiri.
Dalam model Sara Mills, pembaca tidak dianggap sebagai konsumen teks saja tetapi pembaca juga ikut melakukan transaksi sebagaimana akan terlihat dalam teks. Teks disini dianggap sebagai suatu hasil negosiasi antara penulis dan pembaca.
Posisi aktor dapat dilihat sebagai bentuk pensubjekan seseorang; satu pihak sebagai penafsir sementara pihak lain menjadi objek yang ditafsirkan. Secara umum ada dua hal yang diperhatikan dalam analisis. Pertama bagimana aktor sosial dalam teks tersebut diposisikan dalam teks. Kedua bagaimana pembaca diposisikan dalam teks. Berikut tabel mengenai tingkatan subjek dan objek serta posisi pembaca dan penulis pada model analisis wacana kritis Sara Mills
Tingkat Yang Ingin Dilihat Posisi
Subjek-objek
13 Posisi Penulis
– Pembaca
Bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam teks. Bagaimana pembaca memposisikan dirinya dalam teks yang ditampilkan. Kepada kelompok manakah pembaca mengidentifikasikan dirinya.
Sumber: Eriyanto. 2011. Analisis Wacana:Pengantar Analisis Teks Media.Yogyakarta. LkiS.hlm 211
2.4Novel Sebagai Media Komunikasi
Novel berasal dari bahasa novella, yang dalam Bahasa Jerman disebut
novelle dan novel dalam bahasa inggris, dan inilah yang kemudian masuk ke
Indonesia. Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil, yang
kemudian diartikan sebagai cerita pendek yang berbentuk prosa. (Burhan
Nurgiyanto dalam Royyatul Habibah: 2013) Novel menurut H. B. Jassin dalam
bukuny Tifa Penyair dan Daerahnya adalah suatu kejadian yang luar biasa dari
kehidupan orang-orang luar biasa karena kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu
pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib mereka. (Suroto dalam dalam
Royyatul Habibah :2013)1
Novel merupakan media komunikasi berupa teks yang menyampaikan pesan dari penulis terhadap pembaca. Novel berisikan konten yang bersifat rekaan dan khayalan. Tetapi hal itu juga dipengaruhi oleh keadaan sosial, budaya dan politik yang sedang berlangsung. Karena novel tak jarang juga merupakan sebuah media penyampaian pesan untuk mengemukakan pendapat penulis, atau kritik penulis terhadap sebuah fenomena. Oleh karena itu menurut Altenbernd dan Lewis (1966:14) fiksi dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajiner, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenarann yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antarmanusia.2
14 2.5Citra
Citra itu sendiri bagaikan “peta kita tentang dunia”. Tanpa citra kita akan selalu berada dalam suasana yang tidak pasti. Citra adalah gambaran tentang realitas dan tidak harus selalu sesuai dengan realitas. Citra adalah dunia menurut persepsi kita. Demikian Jalaluddin Rakhmat menulis definisi citra dalam bukunya
“Psikologi Komunikasi'' (Rakhmat, 1986: 223). Sementara Walter Lippman
(1965) menyebutnya “pictures in our head”. (Rakhmat, 1986:221) Tak berbeda jauh dengan Dan Nimmo yang mengartikan citra sebagai “gambaran subyektif tentang realitas”. Beberapa gambaran subyektif tersebut seringkali cukup akurat, gamblang dan kaya akan detail, gambaran itu membantu kita menyesuaikan diri dengan realitas kongkrit pengalaman kita. (2000:113)3
2.6Perempuan
Pengertian perempuan secara etimologis berasal dari kata empu yang berarti “tuan”, yaitu orang yang mahir atau berkuasa, kepala, hulu, yang paling besar. Namun menurut Zaitunah Subhan (2004:19) kata perempuan berasal dari kata empu yang artinya dihargai. Lebih lanjut Zaitunah menjelaskan pergeseran istilah dari perempuan ke wanita. Kata wanita dianggap berasal dari bahasa Sansekerta, dengan dasar kata Wan yang berarti nafsu, sehingga kata wanita mempunyai arti yang dinafsui atau merupakan objek seks.4
Tetapi dalam bahasa Inggris wan ditulis dengan kata want, atau men dalam bahasa Belanda, wun dan schendalam bahasa Jerman. Kata tersebut mempunyai arti like, wish,desire, aim. Kata want dalam bahasa Inggris bentuk lampaunya adalah wanted(dibutuhkan atau dicari). Jadi, wanita adalah who is being wanted
(seseorang yang dibutuhkan) yaitu seseorang yang diingini. Para ilmuwan seperti Plato, mengatakan bahwa perempuan ditinjau dari segi kekuatan fisik maupun
3Dilansir dari
https://www.researchgate.net/publication/276918722_PEREMPUAN_DAN_CITRANYA_ANAL ISIS_SEMIOTIK_PEMAKNAAN_CITRA_PEREMPUAN_DALAM_IKLAN_GARNIER_VAS ELINE_REXONA_dan_GIV diakses tanggal 12 Februari 2017 pukul 21.48 WIB
15 spiritual dan mental lebih lemah dari laki-laki, tetapi perbedaan tersebut tidak menyebabkan adanya perbedaan dalam bakatnya.5
2.7Penelitian Sebelumnya
Penelitian dengan tema perempuan dan novel sudah banyak dilakukan oleh orang-orang sebelumnya. Seperti pada buku yang ditulis oleh Tineke Hellwig yang menganalisis citra perempuan dalam sastra di Indonesia yang masih juga berada pada sektor domestik. Hal ini tidak lepas dari keadaan sosial, politik dan budaya yang saat itu masih berlaku di masyarakat. Penelitian ini meneliti buku dari tahun 1930 hingga 1970 yang terbit pertama kali pada tahun 1994.
Selain itu juga terdapat penelitian mengenai perempuan dalam budaya yang lebih modern milik Kartika Safitri mengenai konstruksi perempuan yang bergaya hidup posmo dalam wanita karir pada Novel Cintappucino di tahun 2006. Penelitian ini melihat bagaimana gaya hidup wanita karir pada kehidupan posmo.
Perbedaan penulis dalam hal ini terhadap penelitian sebelumnya yaitu, jika melihat pada buku Tineke Hellwig dan membandingan, penelitian penulis akan dilakukan pada novel populer pada tahun 2000 an, yang memiliki latar budaya lebih modern. Sedangkan pada jika dibandingkan dengan penelitian Kartika Safitri, penulis akan terfokus pada bagaimana citra perempuan yang dibentuk melalui novel, sedangkan milik Kartika Safiri lebih mengamati bagaimana gaya hidup perempuan pada masa posmo.
2.8Kerangka Pikir Penelitian
Melalui kerangka di bawah ini penulis ingin meneliti bagaimana citra perempuan yang digambarkan pada novel populer tahun 2000an yaitu novel tetralogi 4 Musim karya Ilana Tan. Kerangka berikut ini juga merupakan kerangka pikir mengenai analisis wacana kritis Sara Mills yang akan digunakan penulis untuk menganalisis bagaimana wacana citra perempuan pada Novel Ilana Tan.
16
Novel
Isi novel
Aktor perempuan
Citra Perempuan pada Novel Tetralogi 4 Musim