Perbandingan Penerapan Model CAPM dan APT Dalam Memprediksi Return dan Risk di Bursa Efek Indonesia
Munawaroh, 14101045
Universitas Trilogi
Latar belakang
Dampak krisis ekonomi juga sangat dirasakan oleh para pelaku pasar modal di Bursa Efek Indonesia. Ketidakstabilan ekonomi pada masa krisis membuat para pelaku pasar modal terutama para investor mengalami kesulitan dalam menganalisis dan memprediksi pendapatan saham perusahaan. Faktor non ekonomi (politik, sosial, keamanan dll) yang sukar sekali diprediksi seringkali menjadi penyebab ketidak stabilan harga saham perusahaan– perusahaan, sehingga analisis dan prediksi pendapatan saham perusahaan yang dilakukan oleh para investor pada masa krisis tidak lebih baik dibandingkan pada masa sebelum krisis (kondisi perekonomian stabil).
Dalam memprediksi pendapatan saham yang diharapkan, ada dua model yang seringkali digunakan para investor, yaitu Capital Assets Pricing Model (CAPM) dan
Arbitrage Pricing Theory (APT). Kedua model ini sampai saat ini masih menjadi perdebatan
para ahli manajemen keuangan tentang ketepatan model tersebut dalam memprediksi tingkat pendapatan suatu saham.
Capital Assets Pricing Model yang diperkenalkan oleh Sharp (1964) dan Lintner (1965) merupakan model untuk menentukan harga suatu assets pada kondisi equilibrium. Dalam keadaan equilibrium tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal untuk suatu saham akan dipengaruhi oleh risiko saham tersebut (Tande Lilin, 2001: 90). Dalam hal ini risiko yang diperhitungkan adalah risiko sistematis yang diwakili oleh beta, karena risiko yang tidak sistematik bisa dihilangkan dengan cara diversifikasi.
yang pertama kali dikembangkan Perbandingan Keakuratan Capital Asset Pricing Model dan
Arbitrage Pricing Theory dalam Memprediksi Tingkat Pendapatan Saham Industri
Manufaktur Sebelum dan Semasa Krisis Ekonomi (Gancar Candra Premananto, Muhammad Madyan) 127 untuk mencoba mengeliminir kekurangan-kekurangan yang terjadi pada model CAPM dan mempunyai kesempatan untuk menggantikan model tersebut. APT menyatakan bahwa harga suatu aktiva bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, tidak hanya satu faktor (portofolio pasar) seperti yang telah dikemukakan pada teori CAPM.
Tujuan Penulisan
Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan akurasi antara model CAPM dengan APT dalam memprediksikan return dan risk di Bursa Efek Indonesia.
Literature
Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Model CAPM diperkenalkan oleh Treynor, Sharpe dan Litner. Model CAPM merupakan pengembangan teori portofolio yang dikemukan oleh Markowitz dengan memperkenalkan istilah baru yaitu risiko sistematik (systematic risk) dan risiko spesifik/risiko tidak sistematik (spesific risk/unsystematic risk). Pada tahun 1990, William Sharpe memperoleh nobel ekonomi atas teori pembentukan harga aset keuangan yang kemudian disebut Capital Asset Pricing Model (CAPM).
Bodie et al. (2005) menjelaskan bahwa Capital Asset Pricing Model (CAPM) merupakan hasil utama dari ekonomi keuangan modern. Capital Asset Pricing Model
(CAPM) memberikan prediksi yang tepat antara hubungan risiko sebuah aset dan tingkat harapan pengembalian (expected return). Walaupun Capital Asset Pricing Model belum dapat dibuktikan secara empiris, Capital Asset Pricing Model sudah luas digunakan karena CAPM akurasi yang cukup pada aplikasi penting.
pada jumlah yang tidak terbatas pada tingkat suku bunga tetap yang tidak berisiko (fixed risk free rate). Dengan asumsi ini, semua investor memiliki portofolio yang risikonya identik.
Capital Asset Pricing Model menyatakan bahwa dalam keadaan ekuilibrium,
portofolio pasar adalah tangensial dari rata-rata varians portofolio. Sehingga strategi yang efisien adalah passive strategy. Capital Asset Pricing Model berimplikasi bahwa premium risiko dari sembarang aset individu atau portofolio adalah hasil kali dari risk premium pada portofolio pasar dan koefisien beta.
Menurut teori CAPM tingkat pendapatan yang diharapkan dari suatu sekuritas dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
E(Rᵢ) = RF+ βᵢ[E(RM)-RF]
Keterangan:
E(Rᵢ)= Tingkat pendapatan yang diharapkan dari sekuritas i yang mengandung risiko RF= Tingkat pendapatan bebes risiko
E(RM) = Tingkat pendapatan yang diharapkan dari portofolio pasar.
βi = Tolak ukur risiko yang tidak bisa terdiversifikasi dari surat berharga yang ke-i.
Untuk mengestimasi besarnya koefisien beta, bisa digunakan market model. Rumus dari persamaan market model adalah sebagai berikut:
Rᵢ= αᵢ+ βᵢ RM + eᵢ
Keterangan:
Ri = Tingkat pendapatan sekuritas i RM = Tingkat pendapatan indeks pasar βi = Slope (beta)
αi = Intersep
Abitrage Pricing Theory (APT)
Seperti halnya CAPM, APT menggambarkan hubungan antara risiko dan pendapatan, tetapi dengan menggunakan asumsi dan prosedur yang berbeda. Tiga asumsi yang mendasari model Arbitrage Pricing Theory (APT) adalah: (Reilly, 2000); (1) Pasar Modal dalam kondisi persaingan sempurna, (2) Para Investor selalu lebih menyukai kekayaan yang lebih daripada kurang dengan kepastian, (3) Hasil dari proses stochastic artinya bahwa pendapatan asset dapat dianggap sebagai K model faktor.
Dari asumsi yang menyatakan investor percaya bahwa pendapatan sekuritas akan ditentukan oleh sebuah model faktorial dengan k faktor risiko. Dengan demikian, dapat ditentukan pendapatan aktual untuk sekuritas i dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Ri,t = aᵢ + bᵢ1 F1t + bᵢ2 F2t + … …+ bᵢk Fkt + eᵢt Keterangan :
Ri,t = Tingkat pendapatan sekuritas i pada periode t aᵢ = Konstanta
bᵢk = Sensitivitas pendapatan sekuritas i terhadap faktor k Fkt = Faktor k yang mempengaruhi pendapatan
eᵢt = random error.
Untuk menghitung pendapatan sekuritas yang diharapkan pada model APT dapat digunakan rumus sebagai berikut:
E Ri,t = aᵢ + bᵢ1 F1t + bᵢ2 F2t + … …+ bᵢk Fkt Keterangan :
E(Ri,t) = Tingkat pendapatan yang diharapkan sekuritas i pada periode t aᵢ = Konstanta
Rekomendasi
1. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan menambah rentang waktu observasi. Dengan memperbanyak sampel penelitian, diharapkan dapat menghasilkan analisa yang lebih akurat.
2. Menambahkan atau mengubah faktor-faktor makroekonomi pembentuk model APT yang lebih relevan.
Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah :
1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara keakuratan model CAPM dengan model APT dalam memprediksi pendapatan saham industri manufaktur sebelum krisis ekonomi, dimana model CAPM lebih akurat dibandingkan model APT.
2. Terdapat perbedaan yang signifikan antara keakuratan model CAPM dengan model APT dalam memprediksi pendapatan saham industri manufaktur semasa krisis ekonomi, dimana model CAPM lebih akurat dibandingkan model APT.
3. Model CAPM maupun model APT masih kurang akurat dalam memprediksi pendapatan saham industri manufaktur sebelum dan semasa krisis ekonomi.
Reference
1 Kisman, Z., & Shintabelle Restiyanita, M.2015. The Validity of Capital Asset Pricing Model (CAPM) and Arbitrage Pricing Theory (APT) in Predicting the Return of Stocks in Indonesia Stock Exchange. American Journal of Economics, Finance and Management Vol. 1, No. 3, 2015, pp. 184-189
2 Premananto, Gancar Candra & Muhammad Madyan. Perbandingan Keakuratan Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory dalam Memprediksi Tingkat Pendapatan Saham Industri Manufaktur Sebelum dan Semasa Krisis Ekonomi.