BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Kewirausahaan
Wirausaha berasal dari kata wira yang berarti pahlawan (berani) dan usaha
berarti melakukan kegiatan usaha (bisnis). Dengan demikian wirausaha dapat
didefenisikan sebagai seseorang yang dengan gigih berusaha untuk menjalankan
sesuatu kegiatan bisnis dengan tujuan untuk mencapai hasil yang dapat
dibanggakan (Sukirno, 2004:367).
Kao(dalam Lupiyoadi, 2007:4) menyebut bahwa ”kewirausahaan sebagai
suatu proses, yakni proses penciptaan sesuatu yang baru (kreasi baru) dan
membuat sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada (inovasi)”. Berdasarkan
pengertian yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan
adalah suatu proses yang mengacu pada kreatifitas individu yang direalisasikan
dalam menciptakan usaha baru dengan tujuan kesejahteraan individu dan nilai
tambah bagi masyarakat.
Schumpeter (dalam Alma, 2005:21) menyatakan bahwa wirausahawan
adalah individu yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dan menggerakkan
perekonomian masyarakat untuk maju ke depan. Wirausahawan adalah
individu-individu yang berani mengambil resiko, mengkoordinasi, mengelola penanaman
modal atau sarana produksi serta mengenalkan fungsi faktor produksi baru atau
Menurut Kuratko (2009:21) kewirausahaan adalah proses dinamis dari
visi, perubahan dan penciptaan yang mensyaratkan aplikasi energi dan semangat
terhadap penciptaan dan implementasi dari ide baru dan solusi kreatif. Tidak
semua orang memiliki kapabilitas kewirausahaan. Hanya orang yang memiliki
jiwa kewirausahaan dapat mendirikan dan mengelola usaha secara profesional
(Echdar, 2013:19).
Kewirausahaan merupakan suatu proses melakukan sesuatu yang baru dan
berbeda dengan tujuan menciptakan kesejahteraan bagi individu dan memberi
nilai tambah pada masyarakat (Winarto, 2004). Kewirausahaan merujuk pada
sifat, watak, dan karakteristik yang melekat pada setiap indivu yang memilki
kemauan keras untuk mewujudkan dan mengembangkan gagasan kreatif dan
inovatif dalam setiap kegiatan yang produktif(Mulyasa, 2011: 189). Pengertian ini
memberikan arti bahwa setiap orang bisa memiliki karakter kewirausahaan
asalkan ia mau bekerja keras serta berpikir kreatif dan inovatif.
2.1.2 Entreprenuerial Networking
Cohen dan Prusak (dalam Rajbianto, 2010) berpendapat bahwa modal
sosial adalah kumpulan dari hubungan yang aktif di antara manusia, rasa percaya,
saling mengerti dan kesamaan nilai dan prilaku yang mengikat anggota didalam
sebuah jaringan kerja dan komunitas yang memungkinkan adanya kerjasama.
Pandangan Brehm dan Rahm (dalam Rajbianto, 2010) social network adalah
jaringan kerjasama diantara masyarakat yang memfasilitasi pencarian solusi dari
Networking muncul sebagai simbol organisasi di zaman informasi saat ini
(Lipnack dan Stamps, 1994). Frazier dan Niehm (2004) berpendapat informasi
adalah sumber daya utama untuk pelaku usaha dan dapat menghubungkan pelaku
usaha dengan pasar, pemasok, harga, teknologi dan networking telah
memperlihatkan betapa berharganya kebijakan berkontribusi membantu pelaku
usaha. MenurutRipolles dan Blesa (2005) networking meningkatkan informasi
pelaku usaha dari sumber-sumber yang tidak berasal dari kepemilikan sebelumnya
dan membantu untuk mencapai tujuan perusahaan.
Networking terdiri atas keluarga dan teman yang bertujuan pada
perpindahan dalam lingkaran yang sama sebagai pengusaha, sumber daya ini tidak
mungkin ditawarkan di luar jangkauan pengusaha (Anderson et al., 2005).
Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa networking adalah sebuah sumber daya
yang sangat diperlukan bagi informasi untuk pengusaha dan UMKM (Barnir dan
Smith, 2002; Brush et al., 2001; Grave dan Salaff, 2003). Penelitian tentang
kewirausahaan menjelaskan bahwa networking (social network) berpengaruh
terhadap peluang, pengenalan, entrepreneurial direction, pembuatan keputusan
kepada seorang pengusaha dan pertumbuhan bisnis sebagai kriteria kesuksesan
bisnis (Arenius, 2006).
Networking menjadi perhatian dalam komunitas peneliti dan merek
meneliti tentang pengaruh networkingdalam ekonomi dan kewirausahaan. Untuk
bertahan dalam persaingan, penting sekali mengembangkan sebuah
entrepreneurial dan jaringan sosial dari informasi dan lainya. Menurut Staber
kepada sistem yang inovatif dari hubungan perjanjian, pengembangan produk, dan
aliansi antar organisasi.
Definisi entrepreneurial networking adalah segala hubungan yang
mendukung dalam pembentukan sebuah usaha baru sebagai bagian dari jaringan
(Dodd dan Patra, 2002:117). Dougherty dan Bowman (1995) menekankan
pentingnya networkingyang berasal dari hubungan individu. Inovasi memerlukan
sebuah networking yang rumit dari hubungan antar individu dan antar kelompok
disebut entrepreneurial networking. Sedangkan Hoang dan Antoncic (2003) dan
Slotted (2010) mengidentifikasikan bahwa sebuah unit usaha baru berhubungan
antara individu dan organisasi, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
entrepreneurial networking adalah hubungan yang mengikat yang terbentuk antar
perseorangan dan antar organisasi yang diharapkan berperan sebagai pendukung
dalam memberikan informasi bagi pembentukan maupun pengoperasian sebuah
usaha.
2.1.2.1Dimensi Entrepreneurial Networking
a. Membangun hubungan personal (building personal relationship)
Yang digunakan untuk mengatasi kesulitan dan mencapai tujuan personal
maupun perusahaan (Taormina dan Kin lao, 2007). Membangun hubungan
yang baik antar individu maupun dengan organisasi sering dilihat sebagai
cara yang tepat untuk mencapai tujuan perusahaan (Neergard et al, 2005).
Hoang and Antoncic (2003) berpendapat bahwa yang terpenting dari
building personal relationship untuk proses kewirausahaan adalah
mengandalkan building personal relationship untuk informasi bisnis,
saran yang berhubungan dengan bisnis dan pemecahan masalah.
Selanjutnya, pelaku usaha mencoba untuk memperluas atau
mengembangkan bisnis dan meminimalisir resiko yang tidak terduga.
b. Memiliki perilaku yang baik (having a favorable attitude)
Memiliki perilaku yang baik terhadap entrepreneurial networking
diperlukan sebelum menggunakanya untuk tujuan dan kepentingan bisnis.
2.1.3 Kinerja Usaha
Setiap organisasi atau usaha yang dibentuk mempunyai tujuan yang harus
dicapai untuk keberlangsungan hidup. Dalam mencapai tujuan tersebut maka
usaha harus melalui proses yang meliputi aktivitas-aktivitas positif demi
tercapainya tujuan usaha yang diinginkan dimana kinerja usaha dalam organisasi
merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya langkah-langkah yang digunakan
untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Pengertian kinerja adalah sebagai ukuran kuantitatif dan kualitatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan oleh organisasi (Moeheriono, 2012:32). Gibson et al (dalam Julita,
2013:95) mengatakan bahwa kinerja merupakan serangkaian kegiatan manajemen
yang memberikan gambaran sejauh mana hasil yang sudah dicapai dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam bentuk akuntabilitas publik baik
berupa keberhasilan maupun kekurangan yang terjadi. Pencapaian hasil
serangkaian kegiatan yang dimaksud meliputi standar hasil kerja, target atau
Rue dan Byars (dalam Riyanti, 2003:25) juga mengatakan bahwa kinerja
dapat diartikan sebagai tingkat pencapaian hasil ataupun tujuan organisasi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kinerja usaha merupakan serangkaian capaian
hasil kerja seorang pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan usahanya, baik
dalam pengembangan produktivitas dan dalam hal pemasaran, dalam konteks
wewenang dan tanggung jawabnya.
Gaskill dan Van Auken (1993) menyatakan kemudahan dalam berbisnis,
pembuat kebijakan dan keterkaitan lainstakeholders untuk melayani sektor usaha
kecil dan menengah mempengaruhi kinerja usaha. Kinerja adalah indikatoryang
paling utama untuk melihat kesuksesan dan ini terbukti secara nyata dan teoritis
(Man et al, 2002). Sedangkan Westhead dan Wright (1998) menyatakan bahwa
kinerja usaha kecil dan menengah dapat diukur justru melalui pertumbuhan pasar,
pertumbuhan pekerja, pertumbuhan keuntungan dan perubahan dalam hubungan
dengan kompetitor yang dapat menjelaskan kinerja usaha. Peningkatan
pendapatan, penerimaan penjualan dan pekerja juga adalah indikator dari kinerja
(Le Brasseur, 2003).
Menurut Lumpkin dan Dess (1996) kinerja usaha dapat dikatakan sebagai
sebuah bentuk yang umum digunakan untuk mengukur dampak dari sebuah
orientasi strategi perusahaan. Penurunan kinerja usaha tentu menjadi masalah dan
merupakan tantangan bagi orientasi strategi usaha untuk dapat terus
mempertahankan kinerja usaha dengan baik melalui satu orientasi strategi yang
2.1.3.1 Dimensi Kinerja Usaha
Dimensi dari kinerja usaha menurut Purnomo dan Lestari (2010) adalah sebagai berikut:
a. Kuantitatif
Adalah ukuran yang didasarkan pada data empiris dan hasil angka yang
mengkarakteristikkan kinerja dalam bentuk fisik atau bentuk lain. Dimensi
kuantitatif menjelaskan berupa:
1. capaian-capaian keuangan
2. produksi (jumlah barang terjual)
3. pemasaran (jumlah pelanggan)
4. jumlah tenaga kerja
5. Pertumbuhan dari jumlah pelanggan ataupun dari sektor lain di dalam
bisnis.
Menurut Wiklund (1999) melihat pertumbuhan terutama dipicu oleh
naiknya permintaan akan produk atau layanan yang ditawarkan oleh
perusahaan, yang berarti naiknya penjualan. Indikator untuk melihat kinerja
perusahaan dapat dilihat dari meningkatnya capaian-capaian pangsa pasar,
keuangan, produksi, jumlah tenaga kerja
b. Kualitatif
Adalah ukuran yang didasarkan pada penilaian pandangan persepsi
seseorang berdasarkan pengamatan dan penilaianya terhadap sesuatu. Ukuran
kinerja kualitatif berupa:
1. kedisiplinan
3. perilaku individual dalam organisasi
4. efektifitas
Dimensi Kualitatif menjadi penting karena fokus pada manusia itu sendiri
sebagai pelaku kegiatan akan menjadi sangat kuat.
2.1.4 Keunggulan Bersaing
Persaingan merupakan inti keberhasilan atau kegagalan bergantung pada
keberanian perusahaan untuk bersaing. Tanpa berani bersaing, tidak mungkin
keberhasilan diperoleh (Porter dalam Suryana, 2013:251). Strategi bersaing
dimaksudkan untuk mempertahankan tingkat keuntungan dan posisi yang tetap
unggul ketika menghadapi persaingan.
Konsep keunggulan bersaing (competitive advantage), menurut Porter
(dalam Yuni, 2011), tidak dapat dipahami dengan cara memandang sebuah
perusahaan sebagai suatu keseluruhan, tetapi harus dari asal keunggulan bersaing
itu yaitu berbagai aktivitas berlainan yang dilakukan oleh perusahaan dalam
mendesain, memproduksi, memasarkan, menyerahkan dan mendukung
produknya.
Keunggulan bersaing berkembang dari nilai yang mampu diciptakan oleh
perusahaan bagi langganan atau pembeli. Keunggulan bersaing menggambarkan
cara perusahaan memilih dan mengimplementasikan strategi generik (biaya
rendah, diferensiasi, dan faktor) untuk mencapai dan mempertahankan
keunggulan bersaing. Dengan kata lain, keunggulan bersaing menyangkut
bagaimana perusahaan benar-benar menerapkan strategi generiknya dalam
Konsep keunggulan bersaing (competitive advantage) menurut Day dan
Wensley (dalam Yuni, 2011) diartikan sebagai kompetisi yang berbeda dalam
keunggulan keahlian dan sumber daya. Secara luas menunjukkan apa yang diteliti
di pasar yaitu keunggulan posisional berdasarkan adanya customer value yang
unggul atau pencapaian biaya relatif yang lebihrendah dan menghasilkan pangsa
pasar dan kinerja yang menguntungkan.
Sementara itu Cravens (dalam Yuni, 2011) mengemukakan bahwa
keunggulan bersaing seharusnya dipandang sebagai suatu proses dinamis bukan
sekedar dilihat sebagai hasil akhir. Keunggulan bersaing memiliki tahapan proses
yang terdiri atas sumber keunggulan, keunggulan posisi dan prestasi hasil akhir
sertainvestasi laba untuk mempertahankan keunggulan dipertahankan dengan
berjuang sekuat tenaga untuk melakukan perbaikan secara terus menerus terhadap
nilai yang diberikan pada para pembeli dan atau mengurangi biaya dalam
menyediakan produk atau jasa.
D’Aveni (dalam Suryana, 2013:257) juga menyatakan keunggulan pada
dasarnya dinamis, dan tidak bisa dipertahankan. Persaingan hari ini dan masa
mendatang harus dipandang sebagai persaingan dengan dinamika tinggi bukan
suatu yang statis sehingga kita perlu melalui hal tersebut dengan beberapa
pemikiran strategi.
1. Strategi keunggulan biaya (cost leadership)
Strategi yang mengharuskan perusahaan menekan biaya produksi yang
paling rendah, sehingga dapat memberikan harga produk yang lebih
rendah dari pesaing.
2. Strategi diferensiasi (differentiation strategy)
Strategi ini berasal dari kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
produk yang unik dan dalam semua dimensi umum yang dapat
dihargai oleh konsumen. Diferensiasi dapat dilakukan dalam beberapa
bentuk selain produk seperti diferensiasi sistem penyerahan,
diferensiasi pendekatan pemasaran, diferensiasi peralatan, dan
lain-lain.
2.1.5 Pengertian Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokkan UMKM berdasarkan
jumlah tenaga kerja. Usaha mikro memiliki 1-4 orang tenaga kerja, usaha kecil
memiliki 5-19 orang tenaga kerja, usaha menengah memiliki 20-99 orang tenaga
kerja dan bila mencapai 100 orang tenaga kerja atau lebih dikelompokkan sebagai
usaha besar (Wismiarsi,lsls 2008:6).
Sementara Kementrian Koperasi dan UKM mengelompokkan berdasarkan
nilai aset perusahaan yaitu bahwa usaha kecil adalah milik Warga Negara
Indonesia baik perorangan maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan
bersih sebanyak-banyaknya Rp. 200.000.000 dan mempunyai omzet atau nilai
output penjualan paling banyak Rp. 1.000.000.000 dan usaha tersebut berdiri
2.1.5.1Karakteristik Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Karakteristik yang melekat pada UMKM merupakan kelebihan dan
kekurangan UMKM itu sendiri. Beberapa kelebihan yang dimiliki UMKM adalah
sebagai berikut:
a. Daya Tahan
Motivasi pengusaha kecil sangat kuat dalam mepertahunkan kelangsungan
usahanya karena usaha tersebut merupakan satu-satunya sumper
penghasilan keluarga. Oleh karena itu pengusaha kecil sangat adaptif
dalam menghadapi perubahan situasi dalam lingkungan usaha.
b. Padat Karya
Pada umumnya UMKM yang ada di Indonesia merupakan usaha yang
bersifat padat karya. Dalam proses produksinya, usaha kecil lebih
memanfaatkan kemampuan tenaga kerja yang dimiliki dari pada
penggunaan mesin-mesin sebagai alat produksi.
c. Keahlian Khusus
UMKM di Indonesia banyak membuat produk sederhana yang
membutuhkan keahlian khusus namun tidak terlalu membutuhkan
pendidikan formal. Keahlian khusus tersebut biasanya dimiliki secara
turun-menurun. Selain itu, produk yang dihasilkan UMKM di Indonesia
mumpanyai kandungan teknologi yang sederhana dan murah.
d. Jenis Produk
Produk yang dihasilkan UMKM di Indonesia pada umumnya bernuansa
di masing-masing daerah. Contohnya seperti kerajinan tangan dari bambu
atau rotan, dan ukir-ukiran kayu.
e. Keterkaitan Dengan Sektor Pertanian
UMKM di Indonesia pada umumnya masih bersifat agricultural based
karena banyak komoditas pertanian yang dapat diolah dalam skali kecil
tanpa harus mengakibatkan biaya produksi yang tinggi.
f. Permodalan
Pada umumnya, pengusaha kecil menggatungkan diri pada uang
(tabungan) sendiri atau dana pinjaman dari sumber-sumber informal untuk
kebutuhan modal kerja (Tambungan, 2002:166). Kelemahan-kelemahan
UMKM tercermin pada kendala-kendala yang dihadapi oleh usaha
tersebut. Kendala yang umumnya dialami oleh UMKM adalah adanya
keterbatasan modal, kesulitan dalam pemasaran dan penyediaan bahan
baku, pengetahuan yang minim tentang dunia bisnis, keterbatasan
penguasaan teknologi, kualitas SDM (pendidikan formal) yang rendah,
manajemen keuangan yang belum baik, tidak adanya pembagian tugas
yang jelas serta sering mengandalkan anggoa keluarga sebagai pekerja
tidak dibayar (Tambunan,2002:169).
2.1.5.2Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Adapun kriteria UMKM menurut Kementrian Koperasi dan UKM
berdasarkan aset dan omset adalah sebagai berikut:
1. Usaha Mikro memiliki aset maksimal Rp. 50 juta dan omset maksimal
2. Usaha Kecil memiliki aset maksimal > Rp. 50 juta-Rp. 500 juta dan
omset maksimal > Rp. 300 juta-Rp. 2,5 Milyar per tahun.
3. Usaha Menengah memiliki aset maksimal > Rp. 500 juta- Rp. 10
Milyar dan omset maksimal > Rp 2,5 Milyar- Rp. 50 Milyar per tahun.
2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama
Peneliti dan Tahun Mohebi dan
Sakineh Farzollahzade
(2014)
Improving Competitive Advantage and Business Performance of SMEs by Creating
Entrepreneurial Social
Competence
1. Entrepreneurial Social efek positif dan
signifikan dari kompetensi
sosial entreprenurial
pada jaringan bisnis dan keunggulan
competitve Tri Handayani
(2013)
Pengaruh Lingkungan Makro Terhadap Kinerja Usaha
1. Lingkungan Makro
2. Kinerja usaha
Analisis terhadap kinerja usaha
H, Mussthaq ahma dan
Shaziaa Naimat
(2011)
Networking and Women
Entrepreneur Beyond Pattriachal Tradition
1. Networking 2. Capability 3. Opportunity 4. Participation
Analisis Statistik
Lanjutan Tabel 2.1 Nama
Peneliti dan Tahun
Kim Klyver dan Sharon Grant (2010)
Gender Differences in Entrepreneurial Networking and Participation
1. Entrepreneuri al Networking 2. Entrepreneuri adalah ramalan dari Self Efficacy, dan Locus of Control Terhadap
Persepsi Kinerja Usaha Skala Kecil dan Menengah
1. Kepribadian 2. Self Efficacy 3. Locus of dan self-efficacy memiliki
pengaruh positif dan signifikan pada kinerja UMKM
Dwi Rajibianto
(2010)
Pengaruh Modal Sosial Untuk
Penguatan Industri Kecil Genteng Soka di Desa
Modal sosial Kualitatif Modal sosial yang diterapkan oleh para pengrajin genteng soka di Desa
Lanjutan Tabel 2.1 Nama
Peneliti dan Tahun Eksternal dan Lingkungan Kinerja Usaha
1. Lingkungan Eksternal 2. Lingkungan
Internal 3. Orientasi
Kewirausahaan 4. Kinerja Usaha
Analisis regresi dan
analisis dan lingkungan internal
memiliki pengaruh positif terhadap orientasi
wirausaha Rj Taormina
dan Kin Mei Personality and Environmental Influence
1. Social Networking 2. Optimism
3. Achievment
Striving 4. Perceived
importance of a favorable business environment 5. Demographic 6. Motivation to start business
Analisis pengusaha dan lingkungan bisnis
mempengaruhi kesuksesan usaha
Kevin Hindle dan Kim Klyver (2006)
Exploring The RelationShip Between Media Coverage and Participation in Entrepreneurshi p: Initial Global Evidence and Research Implication
1. Networking
2. Alertness
7. Opportunity
search activity
Sejumlah orang yang
mempunyai keahlian dan pengetahuan untuk memulai segala bisnis berhubungan secara signifikan dengan seluruh variable
Lanjutan Tabel 2.1 Nama
Peneliti dan Tahun
MM Crossan, Lande Hw, From Intuition to Institution
1. Intuiting 2. Interpreting 3. Integrating 4. Instutionalizing
Kualitatif Mengidentifikas i perusahaan secara keseluruhan yang mendasari hubungan fenomena dan pembelajaran organisasi yang penting dari pertengahan proses hingga akhir
Kimio Kase dan James Yan Shu Liu
(1996)
Entrepreneurial Networking in Japan manajemen dan keahlian
tekhnikal, entrepreneurial networking adalah akar dari kekuatan bersaing di perusahaan multinational Jepang
2.3 Kerangka Konseptual
Kinerja usaha adalah ukuran keberhasilan dalam pembuatan strategi
pendayagunaan sumber daya yang dimiliki perusahaan ataupun UMKM secara
efektif dan efisien demi keberlanjutan usaha (Wulandari, 2009). Pelham dan
Wilson dalam Prakoso (2005) mendefinisikan kinerja sebagai sukses produk baru
penjualan dan porsi pasar. Kinerja akan menghasilkan nilai tambah baik bagi
usaha maupun pelaku usaha sebagai pemilik.
Sementara itu Entrepreneurial networking berkontribusi untuk tujuan
entrepreneurial pelaku usaha maka entrepreneurial networking menjadi modal
sosial mereka. Hubungan ini mungkin berhasil memperluas jaringan profesional
melingkupi teman, kolega, dan lain-lain (Burt, 1992). Menurut Grave dan Salaff
(2003), jaringan mempunyai beberapa manfaat untuk para pelaku usaha. Manfaat
pertama ialah seberapa besar jaringan. Pelaku usaha dapat memperluas jaringan
utnuk mendapatkan informasi penting sebaik-baiknya. Hal tersebut membantu
untuk pengembangan bisnis di masa yang akan datang. Dengan menerapkan
jaringan sosial, peneliti telah menunjukkan secara empiris bahwa beberapa posisi
jaringan seperti keragaman hubungan, proporsi ikatan yang kuat atau lemah
memberikan perusahaan akses menguntungkan untuk sumber daya jaringan, yang
mempengaruhi kinerja perusahaan (Zaheer dan Bell, 2005).
Keunggulan bersaing adalah hasil dari nilai yang diciptakan oleh
perusahaan bagi pelanggan. Pelanggan akan membayar biaya nilai ini atau
manfaat dan nilai superior disebabkan oleh pengaturan harga lebih rendah dari
harga pesaing menurut Porter (dalam Mohebi dan Sakineh, 2014). Respatya
(dalam Mohebi dan Sakineh, 2014) menyatakan bahwa konsep keunggulan
bersaing harus dipertimbangkan oleh perusahaan atau organisasi yang
menghasilkan barang dan jasa untuk kelangsungan hidup dan keuntungan. Suyati
signifikan terhadap keunggulan bersaing. Jejaring ini merupakan salah satu cara
agar pelaku usaha bisa bertahan dalam melaksanakan usaha berkelanjutan.
Keunggulan bersaing diharapkan juga dapat membawa dampak bagi
kinerja usaha. Tentunya dampak tersebut dapat memberikan kemudahan pada
pelaku usaha untuk kelanjutan usahanya dalam menghadapi persaingan. Hal itu
diperkuat oleh Day dan Wensley dalam Yuni (2011) yang menyatakan
keunggulan bersaing dapat diperkirakan menghasilkan kinerja pasar yang unggul
dan kinerja finansial (laba pada investasi, penciptaan kesejahteraan pemegang
saham/dividen).
Pada uraian diatas dapat disimpulkan bahwa entrepreneurial networking
yang dijalankan pelaku usaha mempengaruhi keunggulan bersaing dan kinerja
usaha pada UMKM. Dengan demikian masing-masing variabel memiliki
pengaruh pada kinerja usaha. Kerangka konseptual yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Entrepreneurial
Networking
Keunggulan Bersaing
2.4 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah
diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang di kemukakan oleh peneliti adalah :
1. Entrepreneurial networking berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja usaha UMKM yang bergerak di bidang kuliner diKecamatan
Medan Helvetia dan Kecamatan Sunggal Kota Medan.
2. Entrepreneurial networking melalui keunggulan bersaing berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja usaha UMKM yang bergerak di